49 BAB III
DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum Kota Ternate
Secara geografis kota Ternate sangat strategis dan menghasilkan rempah-rempah yang luar biasa jumlahnya. Sehingga Ternate sejak dahulu kala sudah dikenal dan pernah menjadi pusat perdagangan cengkeh dan pala oleh para pendatang Gujarat dan Cina. Bangsa Eropa, terutama Spanyol, Portugis, dan Belanda jatuh hati ke negeri ini karena rempah-rempahnya yang banyak. Kota Ternate merupakan kota kepulauan yang wilayahnya dikelilingi oleh laut dengan kondisi geografisnya adalah berada pada posisi 0⁰-2⁰_ Lintang Utara dan 126⁰-128⁰ Bujur Timur. Luas daratan Kota Ternate sebesar 250,85 km2, sementara lautannya 5.547,55 km2. Wilayah ini seluruhnya dikelilingi laut dengan 8 pulau yang berbatasan sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Laut Maluku; Sebelah Selatan dengan Laut Maluku; Sebelah Timur dengan Selat Halmahaera; dan Sebelah Barat dengan Laut Maluku (BPS Kota Ternate).
Secara umum Kota Ternate dan juga daerah lainnya di Provinsi Maluku Utara mempunyai tipe iklim tropis sehingga dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Daerah ini mengenal dua musim yaitu utara-barat dan timur-selatan yang seringkali diselingi dengan dua masa pancaroba setiap tahun; hujan dan kemarau. Kondisi topografi kota Ternate ditandai dengan ketinggian dari permukaan laut yang beragam, namun secara sederhana dikelompokkan menjadi tigakategori yaitu: rendah (0-499 M), sedang (500-699), dan tinggi (lebih dari 700 M). Jumlah penduduk Kota
50 Ternate berdasarkan proyeksi penduduk berdasarkan hasil Survei Penduduk Antarsensus tahun 2015 adalah berjumlah 212 997,00 jiwa dengan total keseluruhan penduduk di Maluku Utara pada tahun 2020 berjumlah 1278764.00 jiwa.
Grafik 1. Proyeksi Jumlah Penduduk di Maluku Utara
Kota Ternate dulunya merupakan Ibu Kota Provinsi Maluku Utara, kemudian sudah tidak lagi dikarenakan padatnya penduduk yang berpindah di kota kecil itu. Kota Ternate kemudian menjadi kota yang sangat ramai penduduknya, karena tidak membatasi siapapun untuk memasuki dan menetap di sana. Banyak pendatang yang kemudian menetap bahkan menikah dan melanjutkan hidup sebagai warga tetap. Hal ini menjadikan Ternate tetap ramai meskipun sudah bukan menjadi ibu kota Provinsi Maluku Utara. Berbagai macam penyelenggaraan baik acara pemerintah ataupun swasta dilaksanakan di kota kecil ini.
Oleh karena itu, julukan yang disematkan untuk kota Ternate pun sangat banyak dan menarik pendengar untuk datang dan berkunjung ke Ternate, seperti; Ternate kota pariwisata, Ternate kota budaya, Ternate kota Tua, dan Ternate kota seribu benteng.
51 Namun julukan-julukan ini masih terasa ambigu jika pengunjung atau masyarakat setempat tidak melihat wujud dari julukan-julukan tersebut. Maka dari itu, pemerintah kota Ternate tepatnya Dinas Kebudayaan Kota Ternate sedang berproses untuk memperlihatkan wujud nyata dari julukan tersebut dan tentu saja tidak luput dari koordinasi dan turut serta dari kadatong kesultanan Ternate.
Selain menjadikan Ternate icon dari Maluku Utara dari faktor pariwisata dan infrastruktur kebudayaan, hal menarik lainnya ialah Ternate yang masih mempertahankan adat dan budaya setempat dengan salah satu wujud nyatanya yaitu kadatong kesultanan Ternate yang masih berdiri kokoh di centre kota. Tidak hanya bangunan kadatong saja yang masih berdiri kokoh, sistem kesultanannya pun masih berjalan hingga sampai saat ini. Meskipun posisi sultan saat ini sedang kosong, namun para perangkat adat masih tetap menjalankan tugas mereka seperti biasa, tanpa meninggalkan hal-hal kecil sekalipun.
Begitulah Ternate membuat banyak orang menyebutnya dengan berbagai julukan, seperti: Kota Ternate sebagai kota pariwisata, kota budaya, kota sejarah, kota seribu benteng dan kota tua. Julukan-julukan yang disematkan kepada Kota Ternate bukan tanpa sebab melainkan karena ada beberapa faktor pendukung dari tiap julukan tersebut. Dikarenakan julukan-julukan tersebut dapat kita temui langsung ketika kita berada di Kota Ternate.
3.1.1. Kota Ternate sebagai Kota Pariwisata
Salah satu julukan yang pantas diterima oleh Kota Ternate tentunya Kota Pariwisata karena Kota Ternate dengan luas wilayah 250,85 km2 saja memiliki objek wisata alam yang tak sedikit, hal ini tentu menjadi alasan yang cukup akurat jika julukan tersebut
52 disematkan untuk kota kecil ini. Objek wisata alam yang dapat para pengunjung temui antara lain: Benteng-benteng peninggalan sejarah (Benteng Orange, Benteng Kastela, Benteng Kalamata, Benteng Tolukko), Batu Angus (tempat wisata alam yang dipenuhi dengan batu angus akibat letusan gunung berapi Galama yang tersusun indah dipinggir pantai), pantai dengan pemandangan luar biasa (Pantai Jikomalamo, Pantai Bobane Ici, Pantai Ake Rica, Pantai Falajawa Pantai Sulamadaha), danau indah didampingi dengan mitos terkait pembentukannya (Danau Tolire Besar dan Kecil).
Adapun tinggalan sejarah Islam yang masih ada di Ternate dan masih utuh sampai saat ini dan tidak bisa lepas dari list kunjungan para turis adalah Istana Kesultanan Ternate (Kadatong Ternate), Sigi Lamo, Sigi Cim dan Sigi Heku. Dari ketiga sigi (masjid) tersebut yang masih terawat dan tidak berubah dari bentuk awalnya adalah Sigi Lamo (masjid Sultan) yang terletak di Kelurahan Soasio. Sigi Heku yang mempunyai hubungan dekat dengan Sigi Kolano telah berpindah dari tempat semula dan bahan bangunannya pun menggunakan semen, walaupun bentuknya masih seperti awal. Begitu juga Sigi Cim telah mengalami perubahan yang drastis dari bentuk awalnya.
3.1.2. Kota Ternate sebagai Kota Budaya
Kota Ternate tidak hanya indah karena wisata alam yang tidak sedikit melainkan juga akan kekayaan budaya yang dimiliki kota kecil ini. Salah satu tradisi budaya yang masih ada hingga sekarang ialah malam ela-ela yakni malam malam ke 27 Ramadhan, dimana seluruh warga kota Ternate bisa ikut merayakan dengan memasang obor di depan rumah menandakan hadirnya malam ke 27 Ramadhan. Di Kadaton Kesultanan Ternate malam ela-ela disertai dengan ritual memanjatkan doa yang dilakukan para
53 abdi keraton. Selain itu banyak tradisi dari kota Ternate terkait tata cara dalam menjalankan berbagai seluk beluk kehidupan. Layaknya agama mengatur tatacara atau pedoman untuk hidup manusia, tradisi Ternate pun demikian hanya saja bedanya terdapat penjelasan atau iringan bahasa Ternate didalamnya ataupun terdapat hal-hal kecil yang membedakannya.
Kemudian pembangunan pesat mulai dialami Ternate, lajunya pembangunan sehingga mempengaruhi ekonomi, politik, termasuk budaya di Ternate. Kota kecil ini menjadi kian berkembang ditunjang juga dengan teknologi dan luasnya ilmu pengetahuan sehingga karakter pemuda sangatlah konsumtif, merasa malu atau risih dengan budaya sendiri dan mau menerima bahkan mengikuti begitu saja budaya-budaya barat yang mereka anggap lebih bagus sehingga, dampaknya terjadilah pergeseran nilai budaya tersebut. sampai pada tahun 2016 ini pun tradisi dalam pernikahan dalam konten aslinya, keberadaannya masih ada dikehidupan masyarakat setempat. Tetapi dalam proses pelaksanaannya tradisi dalam pernikahan tersebut mulai mengikuti perkembangan zaman. Hal ini ditandai dengan adanya proses pernikahan yang suda mengikuti pernikahan gaya modern, sehingga aspek ritual dari tradisi tersebut tidak diikuti oleh kedua mempelai dalam sebuah pernikahan.
3.1.3. Kota Ternate sebagai Kota Sejarah
Kota Ternate menjadi salah satu kota dengan sejarah yan menarik dan selalu ditanyakan oleh para wisatawan. Oleh karena peninggalan atau bukti sejarah yang masih ada membuat sejarahnya selalu dipertanyakan. Mulai dari sejarah awal berdirinya Kota Ternate, penjajah masuk, hingga usaha pembebasan dari para penjajah.
54 Adapun “ternate” berasal dari tiga suku kata, yaitu tara no ate, yang berarti turun ke bawah dan pikatlah dia. Maksudnya turun dari tempat yang tinggi (dari dataran tinggi ke dataran rendah) atau (dari Formadiayahi ke Limau Jore-Jore) untuk memikat para pendatang supaya mau menetap di pantai (negeri ini). Kata tara juga berarti ke bawah (arah selatan); ini berarti bahwa letak/posisi kota Ternate pertama adalah bagian selatan pulau Ternate.
Pulau Ternate atau yang sebelumnya bernama Kerajaan Gapi merupakan salah satu dari empat kerajaan Islam tertua di Maluku Utara selain Tidore, Jailolo, dan Bacan. Kolano atau pemimpin pertama Ternate adalah Momole Ciko yang menyandang gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Awal terbentuknya suatu kesatuan dari empat kerjaan besar Islam ini dimulai dari persoalan utama di Maluku Utara saat itu yakni persaingan antara empat kerajaan yang menguasai kawasan tersebut. Oleh karenanya, untuk menyudahi konflik yang berkepanjangan, pemimpin Ternate ke-7, Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331), berinisiatif mengundang penguasa Tidore, Jailolo, dan Bacan berkumpul untuk membicarakan kemungkinan adanya persatuan. Dari pertemuan itu akhirnya disepakati bahwa dibentuklah persekutuan bernama Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku) yang mempunyai satu asal-usul, kemegahan, dan budaya yang sama.
Menurut Restu Gunawan (Gunawan, 1999), Islam masuk ke Maluku pada abad ke-15 Masehi. Raja Ternate pertama yang diketahui memeluk agama Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486). Kedatangan Portugis pada 1512 menjadi fase berikutnya bagi Kesultanan Ternate. Orang-orang dari Eropa itu semula datang untuk berdagang, namun kemudian justru berambisi menguasai pasar rempah-rempah, bahkan
55
menaklukkan wilayah Maluku Utara. Dalam perjalanan riwayatnya, campur-tangan Portugis kerap menyebabkan Kesultanan Ternate mengalami konflik antara sesama anggota kerajaan, bahkan hingga terjadi perang saudara demi memperebutkan takhta. Selain itu, Moloku Kie Raha juga turut goyah akibat pengaruh licik Portugis. Hingga akhirnya, di bawah kepemimpinan Sultan Baabullah (1570-1583), Portugis berhasil diusir dari wilayah Ternate pada 1575. Bahkan, sang sultan sukses membawa Kesultanan Ternate meraih masa keemasan.
Setelah Sultan Baabullah wafat (1583), kejayaan Ternate perlahan meredup dan akhirnya jatuh ke tangan penjajah lainnya, yakni Belanda. Beberapakali dilakukan perlawanan terhadap Belanda dari zaman ke zaman namun selalu saja gagal. Terlebih lagi, orang-orang Belanda sangat pandai memainkan taktik adu domba untuk memecah-belah sesame orang Ternate sendiri. Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1902-1915) menjadi pemimpin terakhir Kesultanan Ternate yang masih memiliki kekuatan politik. Setelah Sultan Usman Syah dilengserkan atas tudingan “pemberontakan” pada 23 September 1915 dan diasingkan ke Bandung hingga akhir hayatnya, Kesultanan Ternate sepenuhnya berada di bawah kendali Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Kesultanan Ternate meleburkan diri menjadi bagian dari NKRI. Posisi sultan tetap masih ada dan terus dipertahankan secara turun-temurun, namun Kesultanan Ternate, seperti halnya kerajaan pada umumnya di Indonesia, saat ini lebih berperan sebagai simbol adat dan budaya.
3.2. Gambaran Umum Kelurahan Lokasi Penelitian 3.2.1. Kelurahan Tubo Kecamatan Ternate Utara
56 a. Sejarah Kelurahan Tubo
Tubo pada zaman dahulu di pimpin oleh seorang yang disebut dengan Momole (pemimpin marga), kemudian masa pemerintahan Momole ini berakhir, Tubo berubah menjadi Soa (kampung) yang di pimpin oleh pemimpin dengan sebutan Fanyira. Fanyira pada masa Republik ini lebih dikenal sebagai tokoh adat di dalam suatu kelurahan.
Kepemimpinan Fanyira selaku Kepala Pemerintahan pada waktu itu mengalami perubahan menyesuaikan dengan aturan administrasi yang diatur oleh Pemerintah Republik pada masa itu. Maka Soa (kampung) yang sebelumnya di pimpin oleh Fanyira berubah menjadi kampung yang pada masa itu masih bergabung dengan kampung Tafure sebagai kampung induk.
Pada tahun 1952 Tubo diberikan kewenangan untuk memilih wakil kepala kampung sebagai cikal bakal kampung yang dapat berdiri sendiri.tahun 1974 terjadi perubahan nama yang sebelumnya wakil kepala kampung dirubah menjadi kepala rukun. Pada tahun 2007 atas penilaian terhadap beberapa kriteria lingkungan Tubo resmi dimekarkan sebagai kelurahan Tubo dan diresmikan pada tanggal 8 November 2007.
Sekarang, Tubo menjadi kelurahan mandiri sekaligus salah satu kelurahan tertua di Kota Ternate, kearifan lokal yang dijaga oleh warga Tubo membuatnya menarik para wisatawan ataupun budayawan yang tertarik akan sejarah Kota Ternate.
57 Keluraham Tubo merupakan pintu gerbang Kawasan bandara Babullah dikarenakan posisinya yang sangat strategis di Kecamatan Ternate Utara dan menjadi area pembangunan perkotaan. Kelurahan Tubo menjadi salah satu bagian wilayah pemerintah Kota Ternate Utara dengan memiliki luas lahan sebesar: 55 m2, berada pada 49,52-49,12 L.U dan 127,22.08 – 127,22.56 BT, berada di atas ketinggian 85 meter dari permukaan laut. Batas administrasi wilayah Kelurahan Tubo bagian timur yaitu Kelurahan Akehuda, bagian selatan yaitu Kelurahan Dufa-dufa, bagian utara yaitu Kelurahan Sango dan bagian barat yaitu Gunung Gamalama.
c. Potensi Unggulan Kelurahan Tubo
Potensi unggulan yang ada di Kelurahan Tubo yaitu Usaha Batik Tubo, pembuatan sagu, industri rumah tangga oleh ibu-ibu dalam membuat nasi jaha dan ketupat santan yang sudah terkenal akan rasanya. Batik Tubo sudah diperkenalkan kepada wisatawan atau visitor di Kota Ternate dalam berbagai pameran-pameran yang dilakukan oleh pemerintah kota baik di Kota Ternate maupun di luar kota Ternate.
d. Kondisi Demografis Kelurahan Tubo
Keluarahan Tubo terdiri dari 3 Rukun Warga (RW) dan 8 Rukun Tetangga (RT) dengan jumlah penduduk 2621 jiwa dengan 539 Kepala Keluarga dan semua penduduk beragama Islam. Keseharian masyarakat Kelurahan Tubo adalah terdiri dari berbagai profesi diantaranya PNS, Pegawai Swasta, TNI/Polisi, Pegawai BUMN, Pedagang, Buruh dan Petani.
58 RT/RW Jumlah Penduduk WNI Jumlah KK Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Jiwa L P 001/01 174 145 79 240 319 002/01 130 267 61 336 397 003/01 294 106 511 349 400 004/02 124 221 65 280 345 005/02 151 105 57 199 256 006/02 162 167 80 249 329 007/03 121 120 61 180 241 008/03 170 164 85 249 334 Total 1326 1295 539 2082 2621
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Keterangan
1. SD 198
59 3. SMA 160 4. DII 6 5. DIII 6 6. S1 95 7. S2 111 8. S3 3 Jumlah 64 Orang
Tabel 2. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan
3.2.2. Kelurahan Dufa-dufa Kecamatan Ternate Utara a. Profil Singkat Kelurahan Dufa-Dufa
Masyarakat Kecamatan Kota Ternate Utara khususnya di Kelurahan Dufa-dufa terkenal dengan ramah, suka bergotong royong serta menjunjung tinggi adat dan budaya. Beberapa point tersebut merupakan ciri khas tersendiri bagi masyarakat Dufa-dufa dan merupakan suatu potensi budaya yang belum diambil alih oleh pemerintah. Keluarahan Dufa-dufa adalah bagian dari Kota Ternate yang menjadi wadah untuk menimbulkan dinamika serta interaksi sosial antara berbagai kepentingan baik masyarakat dengan pemerintah maupun Lembaga swasta, serta memiliki keanekaragaman khas yang sangat berdampak luas terhadap penduduk maupun masyarakat sekitarnya.
60 Jumlah penduduk yang tergolong padat dan pendapatan yang kian meningkat menjadikan Kelurahan Dufa-dufa termasuk sebagai kelurahan dengan intensitas kegiatan penduduknya yang tinggi dengan mata pencaharian yakni nelayan, petani, pedagang, pengusaha dan pegawai. Pendidikan di Kelurahan Dufa-dufa juga tergolong lebih baik dengan jumlah pelajar dan mahasiswa yang kian meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, sebutan Kota Madya Daerah Tingkat II Ternate secara otomatis berubah menjadi Kota Ternate, sebelum terbentuknya Kecamatan Kota Ternate Utara, Ternate adalah Ibu Kota Pemerintah Kabupaten Maluku Utara yang membawahi beberapa Kecamatan termasuk Kecamatan Kota Praja Ternate yang berada di Kota Ternate, Kecamatan Kota Praja Ternate dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan serta pelayanan terhadap masyarakat membawahi beberapa lingkungan. Salah satunya Dufa-dufa berada pada lingkungan yang membawahi Sangaji dan Toboleu. Yang pada saat itu diangkat oleh Hamid Yasin sebagai kepala lingkungan. Hingga saat ini Kelurahan Dufa-dufa sudah tujuh kali terjadi pergantian Lurah yaitu bapak Sidik Hirto (1981 – 1997), bapak Jusman Bayau (1998 – 2002), bapak Sukarjan Hirto, S.Sos (2003 – 2006), bapak Ansar Masuku, SE (2007 - 2010), bapak Ade Noho (2011), bapak Sunarto M. Taher, SP ( 2012 – 2016), dan bapak Sarjudin S. Radjab, S.Sos ( 2017-.2018).
Sampai saat ini Kelurahan Dufa-Dufa telah membentuk wilayah lingkungan yang berjumlah 4 RW dan 16 RT yang siap untuk melaksanakan tugas pokok dan
61 fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan.
b. Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Dufa-Dufa
Keseluruhan Dufa-dufa merupakan salah satu wilayah kelurahan dalam wilayah Kecamatan Ternate Utara yang letaknya berada pada bagian Utara Kota Kecamatan. Luas wilayah kelurahan Dufa-Dufa adalah 135,51 ha yang diapit oleh 5 (lima) kelurahan yaitu Kelurahan Sangaji Utara dan Kelurahan Sangaji Bagian Selatan, dibagian utara terdapat Kelurahan Akehuda dan Kelurahan Tubo yang dibatasi dengan kali mati (Barangka Tugurara), dibagian timur terdapat Kelurahan Moya dan terdapat Laut Halmahera dibagian barat.
Secara geografis Kelurahan Dufa-Dufa termasuk salah satu Kelurahan yang terletak di Kecamatan Kota Ternate Utara dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a.) Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Akehuda, Tafure dan Tubo b.) Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sangaji dan Sangaji Utara c.) Sebelah Barat berbatasan dengan Bukit/Gunung Gamalama
d.) Sebelah Timur berbatasan dengan Laut. Halmahera
Dalam stuktur pemerintahan, Kelurahan Dufa-Dufa mempunyai stuktur kelembagaan Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) yang terdiri dari :
a.) RW 1 (satu) membawahi 6 (enam) RT yang terletak di sekitar Jalan Batu Angus, Jalan Baru Pemancar dan Akesako.
62 b.) RW 2 (dua) membawahi 3 (tiga) RT yang terletak di sekitar lingkungan SD Negeri Dufa-Dufa Pantai, sekitar Masjid Makarimal Akhlak dan sekitar samping Benteng Toloko.
c.) RW 3 (tiga) membawahi 4 (empat) RT yang terletak di sekitar Kantor Kelurahan Dufa-Dufa dan sekitar pelabuhan Dufa-Dufa bagian Utara. d.) RW 4 (empat) membawahi 3 RT yang terletak disebelah utara STAIN,
sebelah utara SMK Negeri 2 Ternate dan sekitar SMA Negeri 5 Ternate.
Berdasarkan hasil perolehan data mengenai perkembangan jumlah penduduk di kelurahan Dufa-Dufa selama 5 (lima) tahun terakhir (2011 - 2018) rata-rata 0.24 % per tahun.
No. Tahun Jumlah
Penduduk (Jiwa) Tingkat Perkembangan Persen % 1 2014 5139 17 0,33 2 2015 5156 128 2,48 3 2016 5284 188 3,56 4 2017 5472 29 0,53 5 2018 5501 29 0,53 6 2019 5589 30 0,55 Rata - rata 90,5 1,73
Tabel 3. Perkembangan jumlah penduduk kelurahan Dufa-dufa Tahun 2019
Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Dufa-Dufa adalah 5.589 jiwa yang merupakan bagian dari KecamatanTernate Utara. Mayoritas penduduk Kelurahan Dufa- Dufa merupakan lulusan SD sebanyak 510 orang. Hal ini dapat dilihat dalam tabel berikut :
63
No. Tingkat Pendidikan Jiwa
1. Paud 212 2. SD/MI 510 3. SMP/SLTP 450 4. SMA/SLTA 820 5. Akademisi (D1-D3) 50 6. Sarjana (S1) 590 7. Magister (S2) 80 8. Lain-lain 2000 Jumlah 5.589
Tabel 4. Data Tingkat Pendidikan Warga Kelurahan Dufa-Dufa
Penduduk Menurut Mata Pekerjaan Kegiatan sektor perekonomian pada Kelurahan Dufa-Dufa dapat dilihat dari pekerjaan kepala keluaraga. Menurut struktur pekerjaan dikelurahan dufa- dufa mayoritas mata pencahrian adalah perdagangan dan jasa serta jenis pekerjan yang présentasinya terendah pada mata pencaharian industri.
No. Mata Pencaharian Jumlah Kepala
Rumah Tangga Presentase (%) 1. Pertanian 45 0,79 2. Perikanan 120 2,91 3. Pertambangan 14 0,38
64 4. Industri 5 0,14 5. Bangunan 55 1,49 6. Perdagangan/Jasa 344 9,34 7. Pegawai pemerintah 134 3,64 8. Dll 2.994 81,31 Jumlah 3.682 100
Tabel 5. Mata Pencaharian (pekerjaan) Warga Kelurahan Dufa-Dufa.
3.2.3. Profil Singkat Kelurahan Marikurubu Salahuddin Ternate Selatan a. Sejarah Singkat Kelurahan Marikurubu
Sejarah nama Marikurubu diambil dari legenda sebuah batu besar yang terletak di kaki Gunung Gamalama yang dalam bahasa Ternate: “Mari” artinya batu “Kurubu” artinya marah. Awalnya Marikurubu adalah sebuah lingkungan yang dipimpin oleh mahimo, kemudian menjadi lingkungan Leter-E, kemudian menjadi Desa Marikurubu pada tahun 70-an yang dipimpin oleh seorang kepala desa yang bernama Hi. Yusup dengan dasar hukum dan pada tahun 80-an terbentuknya kota administratif Desa Marikurubu menjadi Kelurahan Marikurubu.
b. Gambaran Umum Wilayah
Kelurahan Marikurubu terdiri dari 3 lingkungan yaitu lingkungan Marikurubu, lingkungan Torano dan lingkungan Tongole. Luas wilayah Kelurahan Marikurubu ±410 Hektar dengan jumlah Penduduk sampai dengan Juni 2019 = 6296 Jiwa. Jumlah
65 laki-laki 2.989 jiwa dan jumlah perempuan 3.307 jiwa, jumlah kepala keluarga = 1.900.
c. Potensi Unggulan Wilayah
Potensi unggulan wilayah diantaranya; Cengkeh dengan pendapatan cengkeh sekali panen sebelum dan pasca meletusnya Gunung Gamalama. Permusim mencapai ± 70 ton tetapi setelah erupsi abu vulkanik akubat meletusnya Gunung Gamalama hasil panen menurun ± 8 ton permusim. Potensi unggulan kedua yaitu pala, pendapatan pala khususnya di Kelurahan Marikurubu dalam satu tahun setelah hancur akibat abu vulkanik ± 3 ton.
d. Kondisi Geografis dan Batas Administrasi Kelurahan Marikurubu
Batas administrasi luas wilayah dan topografi keadaan georafis Kelurahan Marikurubu Kecamatan Kota Ternate Tengah berada pada daerah ketinggian. Wilayah ini terletak pada pusat kota Ternate yang berbentuk memanjang dari arah timur menuju ke barat pegunungan Gamalama dengan luas wilayah ± 410 Hektar dengan batas-batas sebagai berikut: 1.) Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Moya 2.) Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Maliaro 3.) Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Maliaro 4.) Sebelah barat berbatasan dengan Puncak Gamalama.