• Tidak ada hasil yang ditemukan

Irfan Nur Zaini 1) Moh. Gamal Rindarjono 2) Pipit Wijayanti 2) Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Irfan Nur Zaini 1) Moh. Gamal Rindarjono 2) Pipit Wijayanti 2) Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 1

KEARIFAN LOKAL PEMANFAATAN MATAAIR

DI KECAMATAN GIRIWOYO KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014 (Untuk Memperkaya Materi Pembelajaran Geografi Kompetensi Dasar

Menganalisis Pemanfaatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Kelas XI Semester I)

Irfan Nur Zaini1) Moh. Gamal Rindarjono2)

Pipit Wijayanti2)

1)

Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret 2)

Dosen Pendidikan Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret ABSTRACT

This study aimed: (1) to analyze the distribution of spring in Giriwoyo Sub District of Wonogiri Regency, (2) to find out the utilization of spring in Giriwoyo Sub District in Wonogiri Regency, and (3) to identify the types of local wisdom related to the utilization and preservation of spring in Giriwoyo Sub District in Wonogiri Regency. This study was a descriptive qualitative research using spatial approach. The primary data were obtained from observation, interview and field survey, while secondary data were obtained from documentation.

Considering the result of research, the following conclusions could be drawn. (1) Spring in Giriwoyo Sub District in Wonogiri Regency were distributed in 6 villages: Girikikis, Tirtosuworo, Platarejo, Sejati, Guwotirto, and Giriwoyo. There were totally 38 water sources, 5 out of which had no name. The pattern of spring distribution was clustering and extending following the borders of karsts and non-karsts, centralizing and decentralizing. (2) The utilization of spring in Giriwoyo Sub District was done largely by the people surrounding, but there was one source managed by PDAM, Kakap water source. Its utilization was done for daily needs (cooking, washing, toileting), cattle need (drinking, supplement food), fishing, animal husbandry, small industry, and farming (farmland and dry land). (3) Local wisdom on spring was divided into 2 basic principles: firstly, it still employed traditional thinking, with tradition and belief as well as social values within the society. Tradition included rasulan, bersih desa, and wiwitan; belief included danyang (supernatural power) and rule values in which it was prohibited to behave haphazardly in the spring location, no permission of cutting wood in spring location, and no permission of taking fish in spring location. Meanwhile, secondly, it was the modern community with rational thinking to safeguard and to preserve the spring and its utilization included reforestation, soil conservation and penetration area conservation.

(2)

commit to user 2

PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup, apalagi manusia membutuhkan air bukan hanya untuk melangsungkan hidupnya. Manusia membutuhkan air untuk berbagai macam kegiatan, mulai dari kegiatan yang paling sederhana yaitu buang hajat hingga kegiatan yang rumit, seperti pembangkit listrik tenaga air. Tidak hanya itu, air juga berperan penting dalam pertanian dan industri yang menjadi tiang utama perekonomian manusia. Air dalam bidang pertanian berperan sebagai unsur penting yang harus ada dalam pengembangan dan pembudidayaan tanaman pertanian.

Kabupaten Wonogiri dibagian selatan didominasi oleh batuan karst yang bersifat kering dan tandus, hanya terdapat sedikit sumber mataair yang ada, itupun hanya terdapat di daerah-daerah tertentu. Namun saat ini sudah ada program pemerintah untuk pengadaan air bersih bagi warga, meskipun sampai saat ini masih belum maksimal. Kebutuhan air bersih dibeberapa Desa di Kecamatan Giriwoyo sudah cukup terpenuhi. Hal ini dikarenakan ada beberapa sumber mataair yang dapat dimanfaatkan di daerah tersebut. Sebagian besar mataair yang ada dimanfaatkan warga sebagai sumber utama kebutuhan air rumah tangga. Beberapa mataair dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sebagian lagi dikelola masyarakat secara swadaya. Selain untuk kebutuhan rumah tangga ada beberapa mataair juga digunakan sebagai irigasi sawah pertanian, perikanan dan industri kecil.

Kearifan lokal yang ada disetiap mataair berfungsi untuk menjaga dan melestarikan sumber mataair yang terdapat di Kecamatan Giriwoyo. Kearifan lokal tersebut muncul karena adanya nilai-nilai dan budaya yang berkembang didaerah tersebut. Kearifan lokal itulah yang menjadi salah satu benteng utama dalam menjaga sumber mataair yang terdapat di Kecamatan Giriwoyo hingga lestari sampai saat ini.

Masalah yang muncul di Kecamatan Giriwoyo adalah kurang tersedianya air di kawasan karst seperti Desa Girikikis, bergesernya budaya-budaya lokal yang dapat mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap mataair sebagai sumber kebutuhan sehari- hari mereka. Pemanfaatan mataair yang kurang arif dan efisien

(3)

commit to user 3

dalam memanfaatkannya seperti masih kurangnya kesadaran masyarakat sekitar dalam menjaga kebersihan mataair dan membuang sampah dilokasi mataair. Mulai memudarnya kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan mataair akibat dari modernisasi yang berkembang dan menggeser kearifan lokal setempat.

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini yaitu (1) Menganalisis persebaran mataair di Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri. (2) Mengetahui pemanfaatan mataair di Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri. (3) Mengidentifikasi jenis-jenis kearifan lokal yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pelestarian mataair di Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan keruangan (Spatial Approach). Pendekatam keruangan pada penelitian ini secara umum menggunakan batas administratif Kecamatan Giriwoyo sebagai batas penelitian dan daerah keberadaan mataair sebagai objek penelitiannya. Pendektan keruangan berfungsi untuk mengidentifikasi pola-pola persebaran mataair serta batasan kearifan lokal pada daerah penelitian.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data dan analisisnya menggunakan metode survei deskriptif. Menurut Vredenbregt (1987) dalam Yunus (2010 : 310), metode survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar variabel mengenai sejumlah besar individu melalui alat pengukur wawancara. Metode survei deskriptif juga dikenal dengan istilah metode survei normatif (normative survey method). Fenomena tertentu biasanya mengikuti pola umum, sehingga apa pun yang diteliti pada suatu waktu dalam kondisi normal (tidak dalam kondisi istimewa/ jarang terjadi) dan apabila hal tersebut diteliti pada kondisi yang sama pada waktu yang akan datang maka akan menunjukkan gejala yang mirip pula, karena keberadaan gejala tertentu akan mengikuti pola umum yang biasanya terjadi.

(4)

commit to user 4

Budaya dalam bentuk kearifan lokal merupakan tradisi yang telah berkembang sejak lama dan perubahannya terjadi secara bertahap dalam waktu yang relatif lama. Sehingga dalam pengumpulan data peneliti menggunakan metode survei deskriptif, karena objek yang diteliti merupakan objek sosial yang memerlukan wawancara mendalam terhadap masyarakat dan kajiannya tidak cepat berubah.

HASIL PENELITIAN

Satuan pemetaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan administratif dengan cakupan penelitian di Kecamatan Giriwoyo Kabupaten Wonogiri. Peneliti mengamati 9 sampel dari 38 mataair yang tersebar di beberapa Desa di Kecamatan Giriwoyo, penentuan sampel ditentukan oleh besaran debit mataair yaitu lebih dari 5 liter/detik. Berikut adalah sebaran mataair diseluruh Kecamatan Giriwoyo :

Tabel 1. Daftar Mataair di Kecamatan Giriwoyo

Sumber : Studi Hidrologi Karst Wonogiri (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

No Nama Koordinat UTM No Nama Koordinat UTM

mU mT mU mT

1 Tameng 4 492017.29 9107545.71 21 Sekoro 488196.00 9110109.00 2 Tameng 2 492063.48 9108012.35 22 Sumber Kerok 491256.00 9107289.00 3 Simpar 1 489990.95 9109641.04 23 NN 487945.00 9110720.00 4 Bromo 490136.70 9109248.50 24 NN 487998.00 9110688.00 5 Ngampel 2 490713.52 9109775.73 25 Teleng 490628.00 9113628.00 6 Jambewangi 492302.27 9107212.55 26 Kali Tukluk 491977.00 9112589.00 7 Kerok 2 491044.32 9107958.88 27 Kali Genuk 492018.00 9112495.00 8 NN 491652.00 9111552.00 28 Kakap 492490.00 9112073.00 9 Sumber Winong 491290.00 9110508.00 29 Guotirto 492901.00 9109851.00 10 Sumber Lo 491142.00 9110580.00 30 Ngebrak Kidul 492936.00 9112108.00 11 Mekarsari 490742.00 9109858.00 31 Glonggong 495046.00 9108908.00 12 NN 490731.00 9108680.00 32 Ngobalan 2 492101.10 9108047.10 13 NN 489964.00 9109624.00 33 Lemah Mendak 492143.40 9108244.10 14 Sumber Puring 490670.00 9109752.00 34 Bamban 494270.85 9108935.68 15 Sumber Kali Andong 490322.00 9110386.00 35 Njebek 492812.04 9108426.82 16 Sidomulyo 490517.00 9110092.00 36 Dondong 494739.62 9108649.44 17 Ngobalan 490854.00 9110302.00 37 Sekoro 2 488323.27 9111075.91 18 Klego 490949.00 9110442.00 38 Karanglo 494221.22 9112521.86 19 Darmosito 491683.00 9109030.00

(5)

commit to user 5

Peta 1. Administrasi

Persebaran mataair di Kecamatan Giriwoyo tidak merata, mataair muncul di 6 Desa dari 16 Desa di Kecamatan Giriwoyo. Yaitu Desa Girikikis, Platarejo, Giriwoyo, Tirtosworo, Sejati dan Desa Guwotirto. Ke 6 Desa tersebut berada pada jalur patahan di kawasan karst gunung sewu yang membentuk celah celah dan menjadi jalur mataair. Menurut White (1988) Klasifikasi mataair berdasarkan struktur geologi dibagi menjadi 4 yaitu (a)

Bedding springs, contact springs : mataair karst yang muncul pada bidang

perselingan formasi batuan atau perubahan jenis batuan, misal jika akuifer gamping terletak diatas formasi breksi vulkanik. (b) Fracture springs : mataair karst yang keluar dari bukaan suatu joint atau kekar atau retakan di batuan karbonat. (c) Descending springs : mataair karst yang keluar jika ada lorong dengan arah aliran menuju ke bawah. (d) Acending springs : mataair karst yang keluar jika ada lorong dengan arah aliran menuju ke atas. Jika debitnya besar sering disebut sebagai vauclusian spring

(6)

commit to user 6

Temuan yang didapat di lapangan, mataair di Kecamatan Giriwoyo memiliki klasifikasi yang beragam, karena letaknya yang berbeda antara mataair satu dengan mataair lainnya.

Tabel 2. Klasifikasi Mataair No Mataair contact springs Fracture

springs Descending springs Acending springs 1 Sekoro  2 Karanglo  3 Klego  4 Ngubalan  5 Bamban  6 Guotirto  7 Sumberlo  8 Kakap  9 Teleng 

Sumber : Analisis Data

(7)

commit to user 7

Sebaran mataair sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan airnya, secara tidak langsung akan mempengaruhi pola permukiman, pola pertanian dan aksesbilitas suatu daerah. Dengan tersedianya air sebagai sumber kehidupan, salah satunya bersumber dari mataair, maka akan menarik manusia untuk bermukim dan beraktifitas didaerah dengan sumber air tersebut. Beberapa tempat di Kecamatan Giriwoyo memiliki pola permukiman yang memusat dibeberapa titik lokasi mataair, namun faktor penentu pola permukiman memusat tidak hanya dari faktor ketersediaan air, melainkan banyak faktor yang berpengaruh, seperti aksesbilitas, fasilitas dan interaksi. Namun di Kecamatan ini terdapat pola permukiman yang dipengaruhi oleh adanya sumber mataair yaitu didaerah Girikikis dan Tirtosworo. Pada bagian kota Kecamatan Giriwoyo dan beberapa Desa di sebelah utara lainnya tidak banyak terdapat sumber mataair, tetapi pola permukimannya memusat. Hal ini dikarenakan fasilitas dan aksesbilitas pada daerah ini yang menjadi faktor berdirinya permukiman. Untuk mencukupi kebutuhan airnya, masyarakat disini cukup membuat sumur dan air sudah cukup melimpah karena berada pada daerah non karst berupa bentuk lahan aluvial sebagai hilir tengah sungai sungai di daerah tersebut.

Pemanfaatan mataair pada daerah non karst ini juga berlainan, air dari sumber mataair kebanyakan dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan pertanian berupa sawah. Sebagian besar sawah di Kecamatan Giriwoyo berada pada daerah ini. Sebagian kecil lain berupa sawah tadah hujan yang berada di kawasan karst dibagian selatan, seperti Girikikis, Tirtosworo, Guotirto dan Platarejo. Sedangkan sawah irigasi tersebar di kawasan non karst yaitu Sendangagung, Tawangharjo, Sinurboyo, Tukulrejo dan beberapa daerah lainnya. Sedangkan air dari mataair didaerah karst lebih banyak dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari hari penduduk, sebab tidak ada sumber lain selain air dari mataair dan air hujan.

Persebaran mataair yang memusat menyebabkan pendistribusian airnya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat yang berjarak cukup jauh dari mataair hingga ke beberapa Desa disekitar munculnya sumber mataair. Adanya pemanfaatan air yang cukup luas menjadikan aksesbilitas terhadap desa-desa sekitar menjadi lebih baik, apalagi dibangunnya permukiman penduduk secara

(8)

commit to user 8

langsung juga membangun jalan sebagai akses ke pusat kota maupun ke desa-desa lainnya. Semakin banyak terdapat sumber mataair, maka akan semakin terpenuhi kebutuhan air masyarakat setempat dan secara tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian melalui pertanian dan berbagai sumber lain. Pemanfaatan

Secara umum pemanfaatan mataair di Kecamatan Giriwoyo dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, perternakan dan industri kecil. Didaerah yang tidak memiliki mataair, warga memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian di musim penghujan, pada musim kemarau kebanyakan warga didaerah ini menggunakan jasa angkutan air untuk mengambil air di mataair yang mempunyai debit besar, seperti mataair Kakap dan mataair Karanglo. Selain debitnya besar mataair ini juga sangat mudah diakses dan dilalui truk air. Selain itu sebagian dari mereka memompa air dari mataair desa lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Sebagian warga didaerah bawah atau dekat dengan mataair, seperti halnya warga disekitar mataair Kakap, sebagian dari mereka lebih memilih membuat sumur pribadi. Menurut mereka membuat sumur pribadi lebih menguntungkan, karena sumur juga tidak terlalu dalam, tidak keruh dimusim penghujan dan milik sendiri.

Pemanfaatan dan pengelolaan selalu berjalan beriringan, hal ini terjadi karena setiap pemanfaatan pasti akan dilakukan pengelolaan untuk melestarikan apa yang dimanfaatkan. Seperti halnya mataair, warga mengambil air dari suatu mataair, maka mereka juga melakukan pengelolaan seperti pembersihan, pendistribusian, perawatan dan lain sebagainya. Setiap mataair pengelolaannya berbeda-beda sesuai dengan pemanfaatannya masing-masing. Sebagai contoh adalah mataair Teleng, mataair ini pengelolaannya berbeda dengan mataair Kakap. Mataair Teleng hanya dimanfaatkan sebagai pengairan sawah disekitarnya, maka pengelolaannya difungsikan untuk irigasi yaitu dengan membuat bendungan menyerupai waduk kecil untuk menampung air, membuat saluran irigasi dengan beberapa pintu air untuk membagi air ke beberapa sawah disekitar mataair tersebut. Sedangkan mataair Kakap dikelola berbeda dengan

(9)

commit to user 9

mataair Teleng, karena dimanfaatkan untuk warga (kebutuhan sehari-hari), pengairan sawah dan juga dimanfaatkan oleh PDAM yaitu dengan membuat saluran air, tempat mandi, membuat instalasi pipa dan lain sebagainya. Sehingga pengelolaan disesuaikan dengan pemanfaatan mataair masing masing lokasi. Kearifan Lokal

Kearifan lokal masyarakat yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pengelolaan mataair di daerah penelitian hampir memiliki keseragaman, hanya saja setiap mataair diperlakukan berbeda oleh masyarakat setempat. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial masyarakatnya, faktor-faktor tersebut antara lain adalah (a) Kepercayaan, di daerah penelitian memiliki kepercayaan dan mitos berbeda beda, namun ada juga mitos dan kepercayaan tersebut telah pudar dan hilang, ada juga yang tidak memiliki mitos maupun kepercayaan sama sekali. Hal ini disebabkan karena pergeseran dan berubahnya cara berfikir masyarakat dari cara berfikir tradisional menjadi cara berfikir rasional, karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan. Meskipun demikian, kepercayaan masyarakat akan mitos juga masih melekat erat dalam perlakuan sumber-sumber mataair. Terlihat dari beberapa mataair yang masih dianggap sebagai tempat yang sakral dan tempat yang memiliki kekuatan tertentu. Seperti masih adanya sesajen, pohon-pohon besar dan tempat sembahyang diberbagai lokasi mataair. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat masih melekat erat meskipun telah banyak tergeser oleh masyarakat dengan cara berfikir modern. (b) Adat dan Tradisi, Adat dan tradisi merupakan suatu kebiasaan yang telah lama dilakukan masyarakat secara turun temurun dan bersifat lokal atau berbeda beda antara daerah satu dengan daerah yang lain. Dalam pengamatan masyarakat disekitar lokasi mataair, beberapa masyarakatnya masih melakukan tradisi-tradisi yang hampir sama di seluruh daerah penelitian. Antara lain yaitu tradisi rasulan atau bersih desa disetiap bulan Suro/ Muharam dengan menggelar doa bersama kepada sang pencipta agar diberikan kesejahteraan dan keselamatan bagi masyarakat didaerah tersebut. Selain menggelar doa bersama, mereka juga melakukan bersih-bersih

(10)

commit to user 10

diseluruh lokasi mataair yaitu dengan memperbaiki saluran air, membersihkan rerumputan yang mengganggu, memperbaiki bangunan jika terjadi kerusakan dan lain sebagainya. Beberapa lokasi mataair juga masih terdapat tradisi Mbucali yaitu kebiasaan masyarakat yang melakukan hajatan atau ewuh untuk memberikan sesaji dibeberapa tempat, salah satunya adalah mataair. Air dari mataair tersebut juga diambil sebagai syarat untuk melancarkan jalannya hajatan yang akan digelar Namun tidak semua masyarakat masih melakukan hal tersebut, hanya beberapa lokasi mataair yang masyarakatnya masih mempercayai hal-hal berbau mistis. Nilai positif yang dapat diambil dari beberapa adat dan tradisi tersebut yaitu secara tidak langsung masyarakat sekitar mataair tahu bahwa mataair adalah sumber kehidupan yang harus dilestarikan keberadaannya, yaitu dengan menjaga dan merawat serta menghormati setiap ciptaan Tuhan. Dengan melakukan beberapa tradisi dan kebiasaan tersebut mereka menjaga dengan sungguh-sungguh setiap mataair yang ada dan menghormatinya dengan tidak berperilaku sembarangan, tidak merusak lingkungan sekitar dan tidak mengotorinya. Masyarakat seperti inilah yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tradisional. (c) Berfikir Modern, Masyarakat yang sudah berkembang dan berfikir secara rasional, mereka mengelola mataair dengan cara yang berbeda dari masyarakat yang masih berfikir tradisional. Perbedaan tersebut terlihat dari cara mereka berperilaku terhadap mataair. Meskipun masyarakat ini terlihat kurang peduli atau tidak mempercayai adanya kekuatan tertentu disuatu tempat (mataair), namun mereka juga melakukan beberapa hal untuk menyelamatkan, mengelola dan merawat mataair yaitu dengan beberapa cara, antara lain dengan Pembersihan lingkungan, pelestarian daerah resapan dan penghijauan

(11)

commit to user 11 KESIMPULAN

Pertama, Mataair di Kecamatan Giriwoyo tersebar di 6 Desa, yaitu Desa Girikikis, Desa Tirtosuworo, Desa Platarejo, Desa Sejati, Desa Guwotirto dan Desa Giriwoyo. Jumlah keseluruhan mataair yang tersebar di Kecamatan Giriwoyo berjumlah 38 mataair, 5 dari mataair tersebut belum diberi nama. Dari 45 mataair di Kecamatan Giriwoyo semuanya dimanfaatkan warga sekitar mataair. Meskipun dibeberapa tempat pemanfaatannya masih kurang maksimal namun semuanya sudah dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Pola sebaran mataair mengelompok, memanjang dan memanjang mengikuti batas karst dan non karst. Kedua, Pemanfaatan mataair di Kecamatan Giriwoyo sebagian besar dimanfaatkan oleh warga sekitar mataair, terdapat satu mataair yaitu mataair Kakap yang dikelola bersama pemerintah melalui PDAM. Pemanfaatannya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari hari (masak, cuci, mandi), kebutuhan ternak (minum, makanan tambahan), perikanan, peternakan, industri kecil dan pertanian (sawah dan tegalan).

Ketiga, Kearifan lokal terhadap mataair terbagi menjadi 2 prinsip dasar, yang pertama masih menggunakan cara berfikir tradisional yaitu dengan tradisi dan kepercayaan serta nilai nilai sosial dalam masyarakat. Tradisi berupa rangkaian bersih desa, tradisi wiwitan (sawah) dan kepercayaan berupa penjaga gaib (danyang) serta nilai nilai aturan berupa tidak boleh bersikap sembarangan di lokasi mataair, tidak boleh menebang pohon dilokasi mataair, tidak boleh mengambil ikan. Sedangkan yang ke dua merupakan masyarakat modern yang telah berfikir rasional untuk menjaga dan melestarikan mataair serta pemanfaatannya yaitu dengan reboisasi, konservasi tanah dan konservasi daerah resapan.

(12)

commit to user 12 DAFTAR PUSTAKA

Adji, T.N., Suyono. (2004). Bahan Ajar Hidrologi Dasar. Fakultas Geografi UGM

Asdak, Chay. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ford, D.C. dan P.W. Williams. 2007. Karst Geomorphology and Hydrology. Chicester : John Willey and Sons.

Sudarmadji. (2013). Mataair Perspektif Hidrologis dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

White, William B., (1988). Geomorphology and Hydrology of Karst Terrains, Oxford University Press. New York

Yunus, HadiSabari. (2010). Metode Penelitian Wilayah Kontemporer.Yogyakarta :PustakaPelajar

Gambar

Tabel 1. Daftar Mataair di Kecamatan Giriwoyo
Tabel 2. Klasifikasi Mataair

Referensi

Dokumen terkait

BANGKA BELITUNG 15 UNIT BANTEN 8 UNIT JAWA BARAT 15 UNIT JAWA TENGAH 28 UNIT JAWA TIMUR 68 UNIT NTB 2 UNIT KALIMANTAN BARAT 4 UNIT KALIMANTAN TENGAH 1 UNIT KALIMANTAN TIMUR 7

Pada Universitas Widya Kartika system penilaian kinerja karyawan masih menggunakan cara dimana banyak data masih menggunakan data dari kertas, satu-satunya program

• Teknik manipulasi data ini mirip dengan analisis peta yang diberikan dalam struktur data koordinat x,y, tetapi lebih mempunyai generalisasi resolusi spasial... • Teknik dasar

Berkaitan dengan hal tersebut maka solusi masalah diatas adalah dengan membuat video promosi candi prambanan dengan menrapkan teknik motion graphic sehinga

: Mata Kuliah Ini Membahas Tentang Falsafah,Perspektif dan Paradigmakeperawatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan anak, fokus utama pada

Nilai-nilai yang unik, kemudian di disain dalam Disain Induk Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025 yang dimaknai sebagai; mengembangkan kemampuan dan membentuk

karenanya berbagai strategi pemberdayaan permodalan petani telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian diantaranya melalui penyaluran dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kepada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali NO.01/KEP/PSM-3/MDPBALI/X/2010 merupakan perubahan Hukum Waris Adat Bali