• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia pada kehamilan masih merupakan masalah utama di dunia hingga saat ini. Menurut World Health Organization (WHO) (2011) anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketika kadar hemoglobin di dalam darah kurang dari 11 g/dl. Angka kejadian anemia di seluruh dunia cukup tinggi dan terjadi hampir di seluruh negara. Secara global prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil diperkirakan di Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan Eropa 25,1% (WHO, 2011).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia sebesar 37,1% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa anemia merupakan masalah kesehatan serius yang memerlukan perhatian khusus karena dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu serta dapat memengaruhi pregnancy outcome.

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh pada ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun nifas dan masa selanjutnya. Masalah yang dapat timbul akibat anemia adalah keguguran (abortus), kelahiran prematur, persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim dalam berkontraksi (inersia uteri), perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya kontraksi otot rahim (atonia uteri), syok, infeksi baik saat bersalin maupun pasca bersalin, serta anemia yang berat dapat

(2)

menyebabkan dekompensasi kordis (Wiknjosastro, 2010). Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan (Saifudin, 2006). Anemia yang tidak tertangani juga merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Brabin, et al. (2001) menyebutkan anemia sebagai penyebab kematian langsung dan tidak langsung memiliki angka rata-rata 6,37% di Afrika, 7,26% di Asia dan 3,0% di Amerika Latin. Risiko relatif terhadap kematian yang terkait dengan anemia sedang adalah 1,35 [95% Confidence Interval (CI): 0,92-2,00] dan untuk anemia berat adalah 3,51 (95% CI: 2,05-6,00). Dari hasil estimasi risiko populasi diketahui ada hubungan yang kuat antara anemia berat dengan kematian ibu, namun tidak untuk anemia ringan dan sedang. Anemia berat karena malaria pada primigravida diperkirakan dapat menyebabkan 9 kematian dari 100.000 kelahiran hidup sedangkan anemia berat akibat selain malaria (sebagian besar karena masalah nutrisi) menyebabkan 41 kematian dari 100.000 kelahiran hidup. Selain berdampak pada ibu, kondisi anemia juga berdampak pada janin yang dikandung ibu, diantaranya dapat menyebabkan terjadinya aborsi, lahir mati, berat badan lahir rendah dan perdarahan sebelum ataupun saat persalinan (Brabin, et al., 2001). Dampak lain yang mungkin terjadi adalah kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Titaley dan Dibley (2012) melakukan penelitian yang bertujuan menilai kontribusi pelayanan postnatal terhadap risiko kematian neonatal dan kontribusi relatif konsumsi zat besi/asam folat pada periode antenatal dalam mencegah

(3)

kematian neonatal di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan ibu yang mengkonsumsi zat besi/asam folat selama periode kehamilan memiliki risiko penurunan terhadap kematian neonatal hingga 51%.

Anemia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti infeksi dan kekurangan zat besi. Penyebab utama anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah anemia defisiensi besi dan upaya penanggulangan dilakukan dengan pemberian tablet besi yang pada tahun 2012 upaya ini mencapai 85%. Persentase tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2011 yaitu sebesar 83,3%. Meskipun pemerintah sudah melakukan program penanggulangan anemia pada ibu hamil melalui pemberian 90 tablet besi selama periode kehamilan namun angka kejadian anemia masih tergolong tinggi di Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Prevalensi anemia dalam kehamilan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki angka yang tidak jauh berbeda dengan prevalensi nasional, yaitu sebesar 39% (Dinas Kesehatan DIY, 2014). Prevalensi anemia pada ibu hamil di Kota Yogyakarta sendiri sejak tahun 2010 hingga 2014 menunjukkan tren kejadian yang cenderung meningkat. Pada tahun 2010 angka anemia ibu hamil di Kota Yogyakarta sebesar 22,45% dan terus meningkat setiap tahun hingga pada tahun 2014 sebesar 28,1% (Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, 2015). Angka anemia yang tinggi juga terjadi di Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo yang merupakan puskesmas di bawah Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan merupakan puskesmas rawat inap yang menyediakan layanan persalinan bagi

(4)

masyarakatnya. Dari hasil studi pendahuluan ke Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo diketahui bahwa angka anemia ibu hamil mencapai 25-40%.

Tingginya angka anemia di Yogyakarta tersebut kemudian mendasari penelitian yang dilakukan oleh Widyawati, et al. (2014) dengan mendesain model pendekatan empat pilar untuk mensinergikan antara wanita hamil dengan bidan atau perawat. Pendekatan ini merupakan model baru dalam manajemen penanganan wanita hamil dengan anemia di Puskesmas. Empat pilar yang dimaksud adalah gaya hidup sehat selama kehamilan, dukungan sosial dari suami dan anggota keluarga, penanganan yang adekuat dari bidan dan peningkatan sikap profesional perawat bidan. Penelitian menunjukkan hasil yang signifikan yaitu meningkatnya kadar hemoglobin dan meningkatnya frekuensi kunjungan Ante Natal Care (ANC) partisipan penelitian dibandingkan manajemen penanganan ibu hamil dengan anemia yang digunakan sebelumnya.

Dari literatur di atas kita ketahui dampak anemia yang begitu besar pada ibu dan janin yang dikandungnya. Setelah bayi dilahirkan ia akan terlepas penuh dari ibunya dan harus mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan dirinya melalui sistem tubuh yang adekuat. Namun pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat anemia, selama berada dalam lingkungan intrauterine ia mengalami gangguan yang menyebabkan pertumbuhannya tidak optimal. Setelah bayi dilahirkan ia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan ekstrauterine yang dihadapinya.

Departemen Kesehatan RI (2010) melaporkan sebanyak 45,7% balita di Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang. Studi pendahuluan yang

(5)

dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan di Puskesmas Jetis dan Tegalrejo dilakukan dengan menggunakan penilaian status gizi dan penilaian perkembangan menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Data pasti besarnya angka kejadian gangguan tumbuh kembang pada bayi usia 1-3 bulan tidak dapat ditemukan oleh peneliti di kedua Puskesmas ini dan sejauh pengetahuan peneliti belum pernah dilakukan penelitian terkait gangguan tumbuh kembang pada bayi usia 1-3 bulan sebelumnya di wilayah Kota Yogyakarta.

Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang pertumbuhan anak Indonesia menyebutkan penyebab gagal tumbuh pada anak adalah keadaan gizi ibu selama hamil, pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi (Chamidah, 2011).

Zat besi merupakan salah satu unsur gizi yang penting selama kehamilan. Kecukupan terhadap zat besi memberikan pengaruh terhadap perkembangan kognitif anak. Tran, et al. (2013) melakukan penelitian yang bertujuan menguji efek dari Iron Deficiency Anemia (IDA) dan Common Mental Disorders (CMD) pada periode antenatal terhadap perkembangan kognitif bayi berusia 6 bulan di negara berkembang. Penelitian ini dilakukan di propinsi pedesaan Vietnam dengan melibatkan 497 wanita hamil dengan usia kehamilan 12-20 minggu dan mengikuti mereka serta bayi yang dilahirkan sampai berusia enam bulan. Hasil

(6)

penelitian menunjukkan IDA dan CMD pada periode antenatal memiliki efek buruk pada perkembangan kognitif anak. Jika hal ini tidak segera ditangani akan menyebabkan efek buruk semakin berlanjut. Peneliti memberikan saran bahwa kedua risiko tersebut sangat penting dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan, dokter dan peneliti untuk meningkatkan fungsi kognitif anak di negara berkembang.

Pada penelitiannya yang lain Tran, et al. (2014) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung dari anemia antenatal, kekurangan zat besi dan CMD terhadap perkembangan motorik bayi. Penelitian ini menggunakan metode cohort dengan melibatkan 418 ibu hamil dan bayi mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anemia antenatal, kekurangan zat besi, dan CMD memiliki dampak negatif pada perkembangan motorik bayi. Temuan ini menyoroti kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pelayanan antenatal terhadap wanita hamil yang bertujuan mengoptimalkan perkembangan anak usia dini di negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Johnson dan Blasco (1997) menyebutkan identifikasi dini masalah kesehatan anak usia 0-3 bulan penting untuk mengetahui secara dini keberadaan penyakit-penyakit kongenital dan gangguan yang mungkin muncul pada tahap tumbuh kembang selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar menjadi kewaspadaan bagi orang tua dan tenaga kesehatan sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dan penanganan lebih lanjut.

Angka anemia ibu hamil yang tinggi di wilayah kerja Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo serta dampaknya terhadap tumbuh kembang bayi yang

(7)

dilahirkan membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terkait kedua hal tersebut. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah ada hubungan antara riwayat anemia maternal dengan tumbuh kembang bayi usia 1-3 bulan di Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Anemia masih merupakan masalah utama bagi ibu hamil di dunia maupun di Indonesia hingga saat ini. Berbagai macam upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut namun nampaknya belum memberikan hasil yang cukup signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka anemia pada ibu hamil baik di negara maju maupun di negara berkembang.

Anemia pada kehamilan memberikan dampak bagi ibu hamil maupun bagi janin yang dikandungnya. Dampak anemia bagi ibu hamil diantaranya dapat menyebabkan keguguran, kelahiran prematur, kelelahan saat bersalin, perdarahan bahkan syok dan kematian. Sedangkan dampak pada janin yang dikandung ibu dapat berupa berat badan lahir rendah, kekurangan oksigen dalam kandungan serta kegagalan nafas spontan dan teratur. Gangguan tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan bayi menjadi tidak optimal sedangkan saat bayi telah lahir ia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan di luar kandungan ibu.

Deteksi gangguan tumbuh kembang pada usia awal kelahiran merupakan hal yang penting untuk mengetahui adanya gangguan tumbuh kembang pada periode lebih lanjut. Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat anemia sangat berisiko mengalami gangguan dalam perkembangannya sehingga hal ini

(8)

mendorong peneliti untuk meneliti hubungan antara riwayat anemia maternal dengan tumbuh kembang bayi usia 1-3 bulan di Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada tumbuh kembang bayi usia 1-3 bulan di Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta.

2. Tujuan khusus

Mengetahui hubungan riwayat anemia maternal dengan tumbuh kembang bayi usia 1-3 bulan di Puskesmas Jetis dan Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi perawat/bidan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk meningkatkan kualitas layanan Ante Natal Care (ANC) dalam penanganan ibu hamil dengan anemia.

(9)

2. Bagi ibu hamil

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang pentingnya penanganan anemia selama kehamilan sehingga dapat memperoleh tumbuh kembang bayi yang baik.

E. Keaslian Penelitian

1. Masukume, et al. (2015) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menghitung prevalensi anemia pada awal kehamilan, mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada anemia dalam kehamilan dan membandingkan hasil kelahiran antara riwayat kehamilan dengan dan tanpa anemia pada awal kehamilan. Penelitian ini menggunakan metode cohort prospektif dengan jumlah responden 5.960 orang ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi anemia cukup rendah (2,2%) di keempat negara dilakukannya penelitian (Selandia Baru, Australia, Inggris dan Irlandia) dan pada ibu tanpa pasangan memiliki faktor risiko 1,34 kali lebih besar mengalami anemia. Nilai median hemoglobin untuk ibu yang tidak anemia adalah 12,8 g/dL (Interquartile Range (IQR) 12,3-13,4); dan median hemoglobin ibu dengan anemia adalah 10,7 g/dL (IQR 10,4-10,8). Faktor-faktor yang secara signifikan terkait dengan anemia adalah asal etnis, asupan folat sebelum kehamilan dan tidak ada asupan zat besi atau mineral pada trimester pertama. Sedangkan pada model akhir yang fit pada penelitian ini variabel independen yang terkait dengan anemia pada awal kehamilan adalah negara, asal etnis dan memiliki pasangan dalam perkawinan. Hasil penelitian

(10)

juga menunjukkan secara statistik tidak ada pengaruh merugikan yang cukup signifikan (kecil untuk usia kehamilan, kelahiran pra-tem, cara persalinan, berat badan lahir rendah, APGAR score <7 pada satu dan lima menit pertama kelahiran) pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan anemia di awal kehamilan dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang tidak anemia. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai pengaruh anemia saat hamil terhadap hasil kelahiran. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini mengamati pengaruh riwayat anemia maternal terhadap bayi baru lahir sedangkan pada penelitian ini pengamatan dilakukan pada aspek tumbuh kembang anak usia 1-3 bulan.

2. Lozoff, et al. (1987) melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh anemia defisiensi besi dan terapi zat besi terhadap perkembangan penampilan/perilaku bayi. Penelitian ini menggunakan metode double-blind randomized controlled community melibatkan 191 bayi Costa Rika berusia 12 sampai 23 bulan dengan berbagai derajat anemia. Pengukuran menggunakan The Bayley Scales of Infant Development, dilakukan sebelum terapi diberikan dan pada minggu pertama dan bulan ketiga setelah pengobatan zat besi intra muscular atau oral. Pengukuran juga dilakukan pada kelompok kontrol, yaitu bayi dengan pemberian placebo. Hasil penelitian menunjukkan bayi dengan anemia defisiensi besi secara signifikan memiliki nilai skor tes mental dan motorik yang lebih rendah, bahkan setelah mempertimbangkan faktor yang berhubungan dengan kelahiran, gizi, latar belakang keluarga, Intelligence

(11)

Quotient (IQ) orang tua dan lingkungan rumah. Persaman dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai perkembangan penampilan/perilaku bayi. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini mengamati skor tes mental dan motorik bayi berusia 12-23 bulan sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah mengamati tumbuh kembang anak berusia 1-3 bulan yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat anemia.

3. Terefe, et al. (2015) melakukan penelitian yang bertujuan membandingkan profil hematologi dan status zat besi bayi yang baru lahir dari ibu dengan status anemia yang berbeda dan menentukan hubungan antara profil hematologi ibu dengan status zat besi bayi di Ethiopia. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan 89 ibu dan bayi baru lahir kemudian dilakukan hitung darah lengkap dan dinilai feritin serum serta tingkat protein C-reaktifnya. Hasil penelitian menunjukkan median hemoglobin ibu dan tingkat serum feritin masing-masing 12,2 g/dL dan 47,0 ng/mL. Nilai median hemoglobin dan kadar feritin serum untuk bayi yang baru lahir adalah 16,2 g/dL dan 187,6 ng/mL. Responden ibu diklasifikasikan menjadi dua kelompok berdasarkan tingkat hemoglobin dan serum ferritin yaitu ibu yang kekurangan zat besi anemia (Iron Deficient Anaemia / IDA) dan Non Anemic (NA). Bayi baru lahir dari ibu IDA secara signifikan memiliki kadar ferritin serum (P=0,017) dan konsentrasi hemoglobin (P=0,024) lebih rendah. Selain itu, tingkat ferritin dan hemoglobin bayi baru lahir menunjukkan korelasi yang signifikan dengan tingkat hemoglobin

(12)

(P=0,018; P=0,039) dan feritin ibu (P=0,000; P=0,008). Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu dengan anemia defisiensi besi memiliki efek terhadap kadar zat besi bayi yang baru lahir. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan subjek penelitian ibu dengan riwayat anemia. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh riwayat anemia defisiensi ibu terhadap kadar zat besi bayi yang dilahirkannya sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan mengetahui hubungan antara riwayat anemia maternal terhadap tumbuh kembang anak usia 1-3 bulan.

4. Cahyani (2013) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui perbedaan perkembangan personal sosial antara anak yang sekolah di Taman Kanak-kanak (TK) full day dan TK reguler di Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang membandingkan anak yang sekolah di TK full day dan TK reguler. Sampel terdiri dari 52 anak yang sekolah di TK full day dan 44 anak yang sekolah di TK reguler di Surakarta. Teknik pengambilan sampel secara simple random sampling dan metode pengumpulan data dilakukan dengan tes Denver. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi Square dan didapatkan nilai p<0,001 (p<0,05) untuk perkembangan personal sosial. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perkembangan personal sosial anak yang sekolah di TK full

day lebih baik daripada anak yang sekolah di TK reguler. Persamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menggunakan instrumen Denver dalam menilai tumbuh kembang subjek penelitian. Sedangkan

(13)

perbedaannya adalah pada subjek penelitian yaitu anak usia 1-3 bulan dan pada metode penelitian yang digunakan.

5. Sani (2015) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui hubungan asupan gizi terhadap perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional dengan melibatkan 66 orang ibu yang memiliki anak usia 6-18 bulan sebagai sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan anak usia 6-18 bulan yang mengalami perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect sebesar 18,2% dan asupan gizi yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar adalah asupan zat besi (p-value 0,018) dan protein (p-value 0,05). Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai aspek tumbuh kembang anak. Sedangkan perbedaannya adalah pada subjek penelitian dan metode penelitian yang akan digunakan.

6. Chapakia (2016) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui adakah hubungan riwayat berat badan lahir dengan perkembangan motorik halus anak usia 2-5 tahun di Posyandu Gonilan Kartasura. Penelitian ini menggunakan metode observational analytic dengan desain case control retrospective. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling. Pengumpulan data berupa data primer yaitu melakukan tes Denver II pada anak usia 2-5 tahun di Posyandu Gonilan Kartasura sebanyak 60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data menggunakan uji statistic Chi

(14)

Square. Hasil analisis bivariat dengan uji statistic Chi Square menunjukkan bahwa riwayat Berat Badan Lahir (BBL) berhubungan dengan perkembangan motorik halus didapatkan nilai p=0,02 dan OR=5,0. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama menilai aspek tumbuh kembang anak. Sedangkan perbedaannya adalah pada subjek penelitian dan metode penelitian yang akan digunakan.

Referensi

Dokumen terkait

tingkat asupan protein dan zat besi dengan derajat anemia pada. remaja putri usia remaja awal yaitu 13-14 tahun di SMPN

Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk mengetahui apakah faktor pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengeluaran rumah tangga, riwayat pemeriksaan kehamilan, dan dukungan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya dan perilaku pada ibu hamil suku Kaili dalam mencari pertolongan persalinan, serta dapat menjelaskan konsep dan cara pandang

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh asupan makanan, suplementasi Fe dan asam folat pada ibu hamil riwayat KEK dan anemia terhadap kadar hemoglobin saat

Perbedaannya terdapat pada tujuan penelitian yaitu mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang PHBS terhadap perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku siswa

Penelitian di Cina menunjukkan bahwa faktor ibu merupakan faktor resiko penyebab anak pendek diantaranya ibu dengan kadar hemoglobin yang rendah atau biasa disebut anemia

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas adalah secara epidemiologis tentang seropositif toksoplasmosis pada tikus dan kucing, sedangkan perbedaannya adalah

Adapun upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh penulis untuk penanganan anemia pada ibu hamil yaitu pelibatan keluarga dalam hal pemantauan konsumsi zat gizi besi yaitu tablet tambah