• Tidak ada hasil yang ditemukan

PANDUAN SINGKAT KESEHATAN ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PANDUAN SINGKAT KESEHATAN ANAK"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

▸ Baca selengkapnya: pildacil singkat untuk anak sd pdf

(2)

12/28/2006

APAKAH DEMAM ITU?

Tubuh kita memiliki hipotalamus anterior di otak yang bertugas mengatur agar suhu tubuh stabil (termostat) yaitu berkisar 37 +/- 1 derajat selsius.

Pengukuran Suhu

Suhu di daerah dubur (temperatur rektal) paling mendekati suhu tubuh sebenarnya (core body temperature). Suhu di daerah mulut atau ketiak (aksila) sekitar 0,5 sampai 0,8 derajat lebih rendah dari suhu rektal, dengan catatan setelah pengukuran selama minimal 1 menit. Tidak dianjurkan mengukur (“menebak”) suhu tubuh berdasarkan perabaan tangan (tanpa mempergunakan termometer)

Fisiologi Demam (Bagaimana Demam Terjadi)

Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya. Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah putih atau leukosit melepaskan “zat penyebab demam (pirogen endogen)” yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 41 derajat selsius.

DAMPAK DEMAM

Dampak Menguntungkan terhadap Fungsi Imunitas (Daya Tahan) Tubuh

Beberapa bukti penelitian „in-vitro‟ (tidak dilakukan langsung terhadap tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik pada temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen endogen lainnya akan “mengundang” lebih banyak leukosit dan meningkatkan aktivitas mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga memicu pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi interferon (zat yang membantu leukosit memerangi mikroorganisme). Dampak Negatif

Pertama, kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga anak bisa kekurangan cairan.

Kedua, kekurangan oksigen. Saat demam, anak dengan penyakit paru-paru atau penyakit jantung-pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen sehingga penyakit paru-parau atau kelainan jantungnya infeksi saluran napas akut (Isakan semakin berat.

Ketiga, demam di atas 42 derajat selsius bisa menyebabkan kerusakan neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi. Tidak ada bukti penelitian yang menunjukkan terjadinya kerusakan neurologis bila demam di bawah 42 derajat selsius.

(3)

Terakhir, anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di antara 6 bulan dan 3 tahun, berada dalam risiko kejang demam (febrile convulsions), khususnya pada temperatur rektal di atas 40 derajat selsius. Kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya, dan tidak menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf). Lihat guideline kejang demam. Demam seringkali disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, nafsu makan menurun (anoreksia), lemas, dan nyeri otot. Sebagian besar di antaranya berhubungan dengan zat penyebab demam tadi.

Demam pada Infeksi Virus

Demam pada bayi dan anak umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Pada demam yang disertai sariawan, ruam cacar, atau ruam lainnya yang mudah dikenali, virus sebagai penyebab demam dapat segera disimpulkan tanpa membutuhkan pemeriksaan khusus. Demam ringan juga dapat ditemukan pada anak dengan batuk pilek (common colds), dengan rinovirus salah satu penyebab terseringnya. Penyebab lain demam pada anak adalah enteritis (peradangan saluran cerna) yang disebabkan terutama oleh rotavirus.

Penyakit yang disebabkan virus adalah self-limiting disease (akan berakhir dan sembuh dengan sendirinya).

Demam pada Infeksi Bakteri

Di antara demam yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada anak, salah satu yang paling sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih (ISK). Umumnya tidak disertai dengan gejala lainnya. Risiko paling besar dimiliki bayi yang berusia di bawah 6 bulan.

Infeksi bakteri yang lebih serius seperti pneumonia atau meningitis (infeksi selaput otak) juga dapat menimbulkan gejala demam. Namun demikian persentasenya tidaklah besar. Dari bayi > 3 bulan dan anak 1-3 tahun dengan demam > 39C, hanya 2% (1–3.6%) saja yang bakterinya sudah memasuki peredaran darah (bakteremia).

Pada golongan usia ini, program imunisasi HiB berhasil menurunkan risiko meningitis bakterial secara sangat signifikan. S. pneumoniae (penyebab utama infeksi bakteri yang cukup serius) hanya ditemukan pada < 2 % populasi. Dan sebagian besar anak dalam golongan usia ini dapat mengatasi S. pneumoniae tanpa antibiotika. Hanya 10 %-nya yang berlanjut menjadi pneumonia yang lebih berat dan 3-6 % menjadi meningitis.

Usia yang menuntut kewaspadaan tinggi orangtua dan dokter adalah usia di bawah 3 bulan. Bayi harus menjalani pemeriksaan yang lebih teliti karena 10 %-nya dapat mengalami infeksi bakteri yang serius, dan salah satunya adalah meningitis. Untuk memudahkan penilaian risiko tersebut, Rochester menetapkan beberapa poin untuk mengidentifikasi risiko rendah infeksi bakteri serius pada bayi yang demam. Kriteria Rochester ini adalah:

 Bayi tampak baik-baik saja  Bayi sebelumnya sehat :

 Lahir cukup bulan (≥ 37 minggu kehamilan)

 Tidak ada riwayat pengobatan untuk hiperbilirubinemia (kuning) tanpa sebab yang jelas

 Tidak ada riwayat pengobatan dengan antibiotika  Tidak ada riwayat rawat inap

 Tidak ada penyakit kronis atau penyakit lain yang mendasari demam  Dipulangkan dari tempat bersalin bersama / sebelum ibu

(4)

 Nilai laboratorium sebagai berikut :  Leukosit 5000 – 15000/µl

 Hitung jenis neutrofil batang 1500/µl  ≤10 leukosit/LPB di urin

 ≤ 5 eritrosit (sel darah merah)/LPB pada feses bayi dengan diare

Walaupun diketahui bahwa sebagian besar penyebab demam adalah infeksi virus, namun data menunjukkan bahwa justru sebagian besar tenaga medis mendiagnosisnya sebagai infeksi bakteri. Dalam satu penelitian di Amerika Serikat, persentase ini mencapai 56 %. Dan pada penelitian yang sama masih ditemukan adanya pemberian antibiotik pada demam yang belum jelas diidentifikasi penyebabnya (virus atau bakteri).

Efek Obat Pereda Demam (Antipiretik)

Sebuah penelitian melaporkan relawan dewasa yang secara sukarela diinfeksi virus Rhinovirus dan diterapi dengan aspirin dosis terapetik (dosis yang lazim digunakan dalam pengobatan), lebih cenderung menjadi sakit dibandingkan yang mendapatkan plasebo. Hasil serupa (meski tidak signifikan), dilaporkan dengan penggunaan aspirin dan parasetamol. Lebih lanjut, penggunaan kedua obat ini, ditambah ibuprofen, meningkatkan penyumbatan di hidung (obstruksi nasal) dan menekan respon antibodi Penelitian-penelitian lain belum menunjang temuan ini.

Pada sebuah survei terhadap 147 anak dengan infeksi bakteri, tidak ada perbedaan lama rawat inap pada mereka yang diberi dua atau lebih obat antipiretik, dibandingkan yang menerima satu, atau sama sekali tidak diberi antipiretik.

Sebuah penelitian randomized terhadap anak-anak demam yang diduga akibat virus, menunjukkan parasetamol tidak mengurangi lamanya demam dan tidak menghilangkan gejala-gejala yang terkait. Namun demikian, parasetamol membuat anak sedikit lebih aktif dan lebih bugar.

REKOMENDASI TATA LAKSANA DEMAM Pengobatan dengan Antipiretik

Mekanisme Kerja

Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen).

Parasetamol

Parasetamol adalah obat pilihan pada anak-anak. Dosisnya sebesar 10-15 mg/kg/kali. Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk intermediet aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati untuk memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150 mg/kg). Maka sebaiknya tablet 500 mg tidak diberikan pada anak-anak (misalnya pemberian tiga kali tablet 500 mg dapat membahayakan bayi dengan berat badan di bawah 10 kg). Kemasan berupa sirup 60 ml lebih aman.

(5)

Aspirin

Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada anak dapat menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan, hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu risiko perdarahan). Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan risiko Sindroma Reye, sebuah penyakit yang jarang (insidensinya sampai tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), yang ditandai dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan untuk anak berusia < 16 tahun.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen. Dosis sebesar 5-10 mg/kg/kali mempunyai efektifitas antipiretik yang setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan OAINS lainnya, ibuprofen bisa menyebabkan ulkus lambung, perdarahan, dan perforasi, meskipun komplikasi ini jarang pada anak-anak. Ibuprofen juga tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau tanpa muntah.

Jenis Lainnya

Turunan pirazolon seperti fenilbutazon dan dipiron, efektif sebagai antipiretik, tetapi jauh lebih toksik (membahayakan).

Terapi Suportif

Upaya Suportif yang Direkomendasikan

Tingkatkan asupan cairan (ASI, susu, air, kuah sup, atau jus buah). Minum banyak juga mampu menjadi ekspektoran (pelega saluran napas) dengan mengurangi produksi lendir di saluran napas. Jarang terjadi dehidrasi berat tanpa adanya diare dan muntah terus-menerus.. Hindari makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan aktivitas lambung.

Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya. Anak tidak harus terus berbaring di tempat tidur)tetapi dijaga agar tidak melakukan aktivitas berlebihan.

Mengompres atau anak dengan air hangat dapat dilakukan jika anak rewel merasa sangat tidak nyaman, umumnya pada suhu sekitar 40 selsius. Mengompres dapat dilakukan dengan meletakkan anak di bak mandi yang sudah diisi air hangat. Lalu basuh badan, lengan, dan kaki anak dengan air hangat tersebut.

Umumnya mengompres anak akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit. Namun jika anak merasa semakin tidak nyaman dengan berendam, jangan lakukan hal ini.

Upaya Suportif yang Tidak Direkomendasikan

Upaya „mendinginkan‟ badan anak dengan melepaskan pakaiannya, memandikan atau membasuhnya dengan air dingin, atau mengompresnya dengan alkohol. Jika nilai-ambang hipotalamus sudah direndahkan terlebih dahulu dengan obat, melepaskan pakaian anak atau mengompresnya dengan air dingin justru akan membuatnya menggigil (dan tidak nyaman),

(6)

sebagai upaya tubuh menjaga temperatur pusat berada pada nilai-ambang yang telah disesuaikan. Selain itu alkohol dapat pula diserap melalui kulit masuk ke dalam peredaran darah, dan adanya risiko toksisitas.

KESIMPULAN

Pandangan masyarakat akan demam terus berubah. Kini demam dianggap sebagai respon „sehat‟ terhadap penyakit dan dianggap wajar. Pengobatan secara „agresif‟ harus dibuktikan oleh bukti-bukti ilmiah. Sehingga terapi yang rasional adalah menenangkan pasien dan tenaga kesehatan, serta meyakinkan bahwa merekalah yang „mengendalikan‟ penyakit anaknya, bukan „dikendalikan‟ penyakit.

Upaya menangani demamnya bukanlah prioritas utama. Tindakan pertama adalah mengidentifikasi adakah infeksi bakteri (pneumonia, otitis media, faringitis streptokokus, meningitis, atau sepsis), dan kalau perlu merujuk ke RS untuk tindakan selanjutnya.

Baik orangtua maupun tenaga kesehatan seharusnya tidak otomatis memberikan obat pereda demam pada semua anak demam. “Tangani anaknya, bukan termometernya”. Usaha meredakan demam lebih ditujukan mengatasi ketidaknyamanan anak (jika memang signifikan), dan biasanya diperoleh melalui pemberian parasetamol secara oral pada anak yang hanya mengalami demam tinggi saja. Hal ini akan menciptakan layanan kesehatan (dan keluarga) yang efisien semata-mata ditujukan bagi kebaikan anak, menekankan pada upaya mencari penyebab serta melalui usaha mengurangi polifarmasi yang tidak perlu, serta memprioritaskan pengobatan esensial saja.

Catatan: Panduan / guideline ini dapat senantiasa mengalami perubahan seiring dengan ditemukannya perkembangan ilmiah terkini, dan adanya guideline terbaru yang dapat diadaptasi.

(7)

Kejang Demam 12/28/2006

Apakah kejang demam itu ?

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun.

Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang demam (2). Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki, atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya. Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu (1,2):

 Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

 Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Risiko berulangnya kejang demam

Simple febrile seizures tidak meningkatkan risiko kematian, kelumpuhan, atau retardasi mental. Risiko epilepsi pada golongan ini adalah 1%, hanya sedikit lebih besar daripada populasi umum. Risiko yang dimiliki hanyalah berulangnya kejang demam tersebut pada 1/3 anak yang mengalaminya. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1,2):

 Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama  Riwayat kejang demam dalam keluarga

 Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal

 Riwayat demam yang sering

 Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko. Penanganan kejang demam

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (2,3):

 Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.

 Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

(8)

 Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

 Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit (4).

 Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut (3,4):

 Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat  Pemberian oksigen melalui face mask

 Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus

 Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

 Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).

Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

TERAPI AWAL DENGAN DIAZEPAM Usia Dosis IV (infus)

(0.2mg/kg)

Dosis per rectal (0.5mg/ kg)

< 1 tahun 1-2 mg 2.5-5 mg

1-5 tahun 3 mg 7.5 mg

>10 tahun 5-10 mg 10-15 mg

Jika kejang masih berlanjut :

o Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

o Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan Jika kejang masih berlanjut :

o Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.

o Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung). Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.

Perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan

Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah penelitian, sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis

(9)

media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.

Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak.

Pungsi lumbar (1)

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia < 12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada kejang demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang :

 Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)  Mengalami complex partial seizure

 Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)

 Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

 Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah normal.

 Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

EEG (electroencephalogram) (1)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

Pemeriksaan laboratorium (1)

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin. Neuroimaging (1)

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.

(10)

Risiko dan keuntungan penanganan jangka panjang

Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis (2). Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut. Antipiretik

Antipiretik tidak mencegah kejang demam (5,6). Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.

Diazepam

Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat (2,6). Namun, edukasi orang tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan (5). Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.

Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan

Efektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh (5). Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia < 3 tahun), trombositopenia (menurunnya jumlah keping darah yang berfungsi dalam pembekuan darah), pankreatitis (peradangan pankreas yang merupakan kelenjar penting dalam tubuh), dan gangguan gastrointestinal membuat penggunaan asam valproat sama sekali tidak dianjurkan sebagai profilaksis kejang demam.

Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang (6).

Imunisasi dan kejang demam

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut (2):

 DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.

 MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

(11)

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.

Sumber

 Provisional Committee on Quality Improvement, Subcommittee on Febrile Seizures. Practice parameter: The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizure. AAP Policy 1996; 97:769-775 http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/abstract/pediatrics;97/5/769

 Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion

 Clinical Practice Guidelines - Febrile Convulsion. Royal Children‟s Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5132

 Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004. www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf

 Committee on Quality Improvement and Subcommittee on Febrile Seizures. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999;103:1307-1309

 Baumann RJ. Technical Report: Treatment of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999; 103:e 86

http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/6/e86

Infeksi Saluran Kemih (ISK) 12/28/2006

Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu keadaan yang perlu dicermati karena 5% dari penderitanya hanya menunjukkan gejala yang amat samar dengan risiko kerusakan ginjal yang lebih besar dibandingkan anak-anak yang sudah lebih besar.1 Dan kerusakan ini dapat berujung pada hipertensi atau menurunnya fungsi ginjal. Definisi dan Angka Kejadian

ISK adalah adanya bakteri pada urin yang disertai dengan gejala infeksi.2 Ada pula yang mendefinisikan ISK sebagai gejala infeksi yang disertai adanya mikroorganisme patogenik (patogenik : yang menyebabkan penyakit) pada urin, uretra (uretra : saluran yang

menghubungkan kandung kemih dengan dunia luar), kandung kemih, atau ginjal.3 ISK dapat terjadi pada 5% anak perempuan dan 1-2% anak laki-laki.2 Kejadian ISK pada bayi baru lahir dengan berat lahir rendah mencapai 10-100 kali lebih besar disbanding bayi dengan berat lahir normal (0,1-1%). Sebelum usia 1 tahun, ISK lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Sedangkan setelahnya, sebagian besar ISK terjadi pada anak perempuan. Misalnya pada anak usia pra sekolah di mana ISK pada perempuan mencapai 0,8%,

sementara pada laki-laki hanya 0,2%. Dan rasio ini terus meningkat sehingga di usia sekolah, kejadian ISK pada anak perempuan 30 kali lebih besar dibanding pada anak laki-laki. Dan pada anak laki yang disunat, risiko ISK menurun hingga menjadi 1/5-1/20 dari anak laki-laki yang tidak disunat.1

Pada usia 2 bulan – 2 tahun, 5% anak dengan ISK mengalami demam tanpa sumber infeksi dari riwayat dan pemeriksaan fisik.1 Sebagian besar ISK dengan gejala tunggal demam ini terjadi pada anak perempuan.

(12)

Penyebab dan Faktor Risiko

 Escherichia coli adalah penyebab paling umum pada anak-anak, hingga 80%. Pada bayi baru lahir (0-28 hari), infeksi diperantarai oleh aliran darah. Sedangkan setelah usia itu, ISK umumnya terjadi dengan naiknya bakteri ke saluran kemih.

 Staphylococcus saprophyticus3

 Proteus mirabilis. Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini mengeluarkan zat yang dapat memfasilitasi pembentukan batu di saluran kemih.

 Mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan ISK adalah beberapa bakteri yang umumnya menginfeksi saluran cerna dan Candida albicans, jamur yang umumnya menginfeksi pasien dengan kateter (kateter : semacam selang) pada saluran

kemihnya, kekebalan tubuh yang rendah, diabetes mellitus, atau pasien dalam terapi antibiotik.

Sebagian besar ISK tidak dihubungkan dengan faktor risiko tertentu.3 Namun pada ISK berulang, perlu dipikirkan kemungkinan faktor risiko seperti :

 Kelainan fungsi atau kelainan anatomi saluran kemih

 Gangguan pengosongan kandung kemih (incomplete bladder emptying)  Konstipasi

 Operasi saluran kemih  Kekebalan tubuh yang rendah Gejala

Gejala yang dapat timbul pada ISK pada anak sangat tidak spesifik, dan seperti telah diungkapkan sebelumnya, banyak yang hanya disertai demam sebagai gejala.1,3

 Bayi baru lahir (0-28 hari) : demam, kuning berkepanjangan, gagal tumbuh, tidak mau menyusu

 Bayi : demam, tidak mau menyusu, muntah, diare

 Anak-anak : demam, nyeri saat berkemih, sering berkemih, adanya darah pada urin, urin yang keruh atau berbau busuk, nyeri pada daerah di atas tulang kemaluan, mengompol (setelah sebelumnya berhenti mengompol)

Diagnosis

Bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tanpa sumber tampak sakit berat, antibiotik diberikan dan contoh urin diambil untuk kultur dengan cara aspirasi suprapubik atau kateter.1 Aspirasi suprapubik adalah pengambilan urin langsung dari kandung kemih dengan jarum. Kemungkinan kontaminasi pada urin yang diperoleh dengan kedua cara tersebut sangat kecil sehingga kedua cara tersebut merupakan cara yang paling diandalkan.

Namun bila bayi atau anak di bawah 2 tahun dengan demam tersebut tidak tampak sakit berat, aspirasi suprapubik atau kateterisasi kadang dianggap berlebihan.1,3 Pada kondisi ini,

pengambilan contoh urin dapat dilakukan dengan cara yang tidak invasif, misalnya :  Pada anak yang sudah cukup besar, dapat dilakukan pengambilan urin mid-stream.3  Pada bayi atau batita, dapat dilakukan pengambilan urin dengan urin mid-stream atau

kantung penampung urin yang dilekatkan pada perineum.3,4

Pengambilan contoh urin dengan cara ini memiliki risiko kontaminasi yang rendah jika sebelum pengambilan urin perineum dibersihkan dengan teliti, kantung penampung urin

(13)

segera dilepaskan setelah urin diperoleh, dan sediaan tersebut cepat diproses.1 Pada anak perempuan, perineum harus dibersihkan dari depan ke belakang dengan semacam kassa yang dibasahi air hangat tanpa antiseptik.3 Jika tidak dapat langsung diproses, sediaan harus disimpan dalam suhu 40. Sediaan yang telah disimpan hingga 48 jam masih dapat digunakan untuk kultur, namun tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan mikroskopik karena sel-sel yang ada sudah rusak.

Yang dilakukan pada contoh urin itu adalah :

 Kultur : Kultur (kultur : pembiakan mikroorganisme) yang negatif akan menyingkirkan diagnosis ISK.1 Sedangkan pada kultur yang positif, proses

pengambilan contoh urin harus diperhatikan. Jika kultur positif berasal dari aspirasi suprapubik atau kateterisasi, maka hasil tersebut dianggap benar. Namun jika kultur positif diperoleh dari kantung penampung urin, perlu dilakukan konfirmasi dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik.

 Urinalisis : Komponen urinalisis yang paling penting dalam ISK adalah esterase leukosit, nitrit, dan pemeriksaan leukosit dan bakteri mikroskopik. Namun tidak ada komponen urinalisis yang dapat menggantikan pentingnya kultur sehingga kultur tetap merupakan keharusan untuk mendiagnosis ISK.1,3

Menurut AAP, jumlah koloni bakteri yang tumbuh pada kultur untuk dapat dikategorikan positif adalah sebagai berikut :1

Kriteria diagnosis ISK

Pengambilan urin Jumlah koloni Kemungkinan infeksi (%) Aspirasi suprapubik Gram-negatif : berapa

pun Gram-positif : > beberapa ribu >99% >99% Kateterisasi >105 95% besar infeksi 104-105 103-104 <103 Kemungkinan Meragukan, ulangi

Kemungkinan tidak infeksi Mid-stream / kantung

Anak laki-laki

>104 Kemungkinan besar infeksi Anak perempuan 3 sediaan 105

2 sediaan 105 1 sediaan 105 5 × 104 -- 105 104 - 5 × 104 + gejala <104 gejala 95% 90% 80% Meragukan, ulangi meragukan, ulangi

Kemungkinan tidak infeksi Kemungkinan tidak infeksi

(14)

Beberapa pihak memiliki batasan berbeda mengenai kriteria ini. Misalnya Royal Children Hospital Australia yang menggunakan 103 sebagai batasan infeksi pada contoh urin yang diperoleh dengan kateterisasi.4 Sedangkan pada contoh urin yang diperoleh dari mid-stream, 108 dalam 1 sediaan dianggap positif, dan antara 105-108 menunjukkan awal infeksi dan perlunya pemeriksaan ulang.

Penanganan

Pada anak 2 bulan – 2 tahun dengan kecurigaan ISK dan tampak sakit berat, antibiotik dapat diberikan secara parenteral (parenteral : melalui infus).1 Perawatan di rumah sakit

diindikasikan jika ada gejala sepsis atau bakteremia (bakteremia : bakteri menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah). Sebagian pihak mengindikasikan perawatan di rumah sakit dan pemberian antibiotik parenteral pada anak di bawah 6 bulan.4

Sedangkan pada anak yang tidak tampak sakit berat, antibiotik yang diberikan umumnya per oral (diminum). Beberapa antibiotik yang dapat digunakan adalah :1,3

 Amoxicillin 20-40 mg/kg/hari dalam 3 dosis. Sekitar 50% bakteri penyebab ISK resisten terhadap amoxicillin. Namun obat ini masih dapat diberikan pada ISK dengan bakteri yang sensitif terhadapnya.

 Co-trimoxazole atau trimethoprim 6-12 mg trimethoprim/kg/hari dalam 2 dosis. Sebagian besar ISK akan menunjukkan perbaikan dengan cotrimoxazole. Penelitian menunjukkan angka kesembuhan yang lebih besar pada pengobatan dengan

cotrimoxazole dibandingkan amoxicillin.

 Cephalosporin seperti cefixime atau cephalexin. Cephalexin kira-kira sama efektif dengan cotrimoxazole, namun lebih mahal dan memiliki spectrum luas sehingga dapat mengganggu bakteri normal usus atau menyebabkan berkembangnya jamur (Candida sp.) pada anak perempuan.

 Co-amoxiclav digunakan pada ISK dengan bakteri yang resisten terhadap cotrimoxazole. Harganya juga lebih mahal dari cotrimoxazole atau cephalexin.  Obat-obatan seperti asam nalidiksat atau nitrofurantoin tidak digunakan pada

anak-anak yang dikhawatirkan mengalami keterlibatan ginjal pada ISK. Selain itu

nitrofurantoin juga lebih mahal dari cotrimoxazole dan memiliki efek samping seperti mual dan muntah.

Lama pemberian antibiotik pada ISK umumnya adalah 7 hari pada infeksi akut.3 Walaupun ada pihak yang menganjurkan 10-14 hari, namun pemberian dalam waktu sepanjang itu memberikan kemungkinan lebih besar untuk terjadinya resistensi, gangguan bakteri normal di usus dan vagina, dan menyebabkan candidiasis.

Pemberian antibiotik dalam jangka waktu pendek (<5 hari) masih diperdebatkan. Namun dalam penelitian baru-baru ini, tidak ditemukan perbedaan berarti antara hasil pemberian antibiotik oral jangka waktu pendek (2-4 hari) dengan jangka waktu panjang (7-14 hari).5 Selain itu juga tidak ada perbedaan berarti dalam kegagalan pengobatan antara kedua metode tersebut.6 Sehingga saat ini sebagian pihak menilai bahwa pemberian antibiotik jangka waktu pendek dapat dilakukan pada ISK tanpa komplikasi.

Sedangkan pengobatan parenteral umumnya dilakukan dengan cephalosporin seperti ceftriaxone 75 mg/kg setiap 24 jam. Sebagian pihak memilih gentamicin 7.5 mg/kg per 24 jam dan benzylpenicillin 50 mg/kg per 6 jam untuk anak di atas 1 bulan

(15)

Selain antibiotik, pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi gejala contohnya adalah penurun demam jika diperlukan.3 Obat-obatan lain yang pada orang dewasa digunakan untuk ISK, umumnya tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak-anak.

Jika tidak ada perbaikan dalam 2 hari setelah pengobatan, contoh urin harus kembali diambil dan diperiksa ulang.1 Kultur ulang setelah 2 hari pengobatan umumnya tidak diperlukan jika diperoleh perbaikan dan bakteri yang dikultur sebelumnya sensitif terhadap antibiotik yang diberikan. Jika sensitivitas bakteri terhadap antibiotik yang diberikan atau tidak dilakukan tes sensitivitas/resistensi sebelumnya, maka kultur ulang dilakukan setelah 2 hari pengobatan. Pemeriksaan Lanjutan

Setelah pemberian antibiotik selesai dan urin sudah steril, dilakukan pemeriksaan lanjutan pada anak dengan ISK.1,3 Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan adalah :

 Ultrasonografi ginjal, ureter, dan kandung kemih : Pemeriksaan ini dilakukan pada semua anak dengan ISK sesegera mungkin.

 DMSA scan : Pemeriksaan ini terutama untuk melihat fungsi saluran kemih. DMSA scan masih diperdebatkan batasan usianya. Namun biasanya dilakukan pada anak di bawah 5 tahun dengan hasil ultrasonografi yang tidak normal. Umumnya dilakukan 2 bulan setelah episode ISK untuk memberi waktu perbaikan pada saluran kemih. Selama menunggu dilakukannya pemeriksaan ini, beberapa pihak menganjurkan pemberian antibiotik dosis rendah.

 Cystogram : Ini adalah pemeriksaan kandung kemih yang juga masih diperdebatkan batasan usianya. Namun umumnya dilakukan pada anak di bawah 1 tahun atau anak dengan hasil ultrasonografi atau DMSA yang tidak normal.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dilakukan lebih awal jika tidak ada perbaikan setelah 2 hari pemberian antibiotik.

Hal-hal Lain yang Berkaitan dengan ISK

VUR (vesico ureteral reflux) adalah kelainan paling sering ditemukan pada pemeriksaan lanjutan.1 Pada kelainan ini terjadi pelebaran ureter yang dapat terus berlangsung hingga menyebabkan kerusakan ginjal. Pada anak di bawah 1 tahun dengan ISK, VUR dapat mencapai 50%. Derajat VUR ada berbagai macam, dari yang paling ringan hingga berat. ISK berulang. ISK dapat berulang satu kali pada 20% anak laki-laki dan 30% anak perempuan, atau lebih dari satu kali pada 4% anak laki-laki dan 8% anak perempuan.3 Definisi ISK berulang sendiri adalah 2 atau lebih ISK dalam periode 6 bulan.2 ISK berulang ini dapat berujung pada hipertensi atau gagal ginjal kronik.3 Pemberian antibiotik jangka panjang untuk mencegah berulangnya ISK tidak memiliki dasar yang cukup. Namun, jika pada seorang anak telah terjadi ISK berulang atau VUR, sebagian pihak menganjurkan pemberian antibiotik dosis rendah jangka panjang.

Sumber

 Practice Parameter: The Diagnosis, Treatment, and Evaluation of the Initial Urinary Tract Infection in Febrile Infants and Young Children. PEDIATRICS Vol. 103 No. 4 April 1999, pp. 843-852. Available from

(16)

 Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and Treatment of Urinary Tract Infections in Children. American Family Physician Vol 57 No 7 April 1998. Available from http://www.aafp.org/afp/980401ap/ahmed2.html

 PRODIGY Guidance - Urinary tract infection – children available from http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=UTI%20-%20children  Urinary Tract Infection Guideline available from

http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5241

 Michael M, Hodson EM, Craig JC, Martin S, Moyer VA. Short versus standard duration oral antibiotic therapy for acute urinary tract infection in children (Cochrane Review). The Cochrane Library, Issue 3, 2005. Available from http://www.update-software.com/abstracts/ab003966.htm

Williams GJ, Lee A, Craig JC. Long-term antibiotics for preventing recurrent urinary tract infection in children (Cochrane Review). The Cochrane Library, Issue 3, 2005. Available

from http://www.update-software.com/abstracts/ab003966.htm

dr. Nurul Itqiyah H

D e m a m t a n p a P e n y e b a b y a n g J e l a s ( F e v e r o f U n k n o w n O r i g i n / F U O ) 12/31/2006

Demam adalah salah satu gejala paling umum yang menyebabkan anak dibawa ke dokter (19%-30% alasan kunjungan).1 Definisi demam di sini adalah suhu rektal ≥ 38°C pada bayi (anak ≤ 1 tahun).2,3 Sedang pada anak ≥ 1 tahun definisinya adalah suhu rektal ≥ 38,4°C atau oral (mulut) ≥ 37,8°C.3

5%-20% anak yang mengalami demam tidak memiliki sumber infeksi yang jelas, bahkan setelah riwayat penyakit diteliti dan pemeriksaan fisik dilakukan.1,4 Dari 20% ini, sebagian besar terkait dengan infeksi virus yang akan sembuh dengan sendirinya.1,3,4 Sebab penting lainnya pada usia di bawah 2 tahun adalah ISK (3%-4% pada anak laki-laki dan 8%-9% pada anak perempuan).

Namun pada sebagian kecil anak, demam tanpa penyebab yang jelas (fever of unknown origin/FUO) mungkin didasari adanya bakteri dalam peredaran darahnya yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat menyebabkan infeksi bakteri yang berat seperti pneumonia (infeksi pada paru-paru), osteomyelitis (infeksi pada tulang) dan meningitis (infeksi pada selaput otak).2,3,4 Karena itu penanganan FUO sangat penting untuk diketahui, terutama untuk anak di bawah 3 tahun di mana hal ini cukup sering ditemui.

Riwayat Penyakit dan Pemeriksaan Fisik

Yang paling penting dilakukan dalam menangani FUO adalah mengenali apakah anak tampak baik-baik saja, sakit, atau toksik.5 Yang dimaksud dengan toksik adalah kondisi pucat atau kebiruan, dengan napas dan denyut nadi yang cepat, sulit ditenangkan, dan letargi

(17)

(keadaan di mana anak tidak dapat berinteraksi dengan orang atau benda di

sekelilingnya, tidak mengenali orang tua, atau menurun drastisnya kontak mata).2,6 Anak yang tampak baik-baik saja hanya memiliki < 3% kemungkinan infeksi bakteri berat. Anak yang tampak sakit memiliki 26% kemungkinan, dan anak yang tampak toksik memiliki 92% kemungkinan infeksi bakteri berat.5

Gejala atau tanda yang dapat menunjukkan penyebab tertentu demam harus diteliti. Misalnya riwayat anak menarik-narik telinganya (otitis media), batuk (masalah saluran pernapasan), muntah/diare (masalah saluran cerna), atau menangis saat buang air kecil (ISK).5

Selain itu riwayat kesehatan anak juga harus diperhatikan, misalnya hal-hal sebagai berikut:  Anak dengan penyakit kronis yang menurunkan sistem kekebalan tubuh (seperti

leukemia, HIV, diabetes, atau kelainan jantung bawaan) membutuhkan penanganan FUO yang lebih agresif.2

 Anak yang baru saja menggunakan antibiotik juga membutuhkan penanganan lebih agresif karena anak-anak ini cenderung tidak tampak sakit.

 Satu lagi yang harus diperhatikan adalah apakah anak tersebut menjalani hari-harinya di penitipan anak (day care). Anak-anak yang dititipkan di day care dan sering mengalami otitis media memiliki risiko lebih besar untuk mengalami pneumonia. Penanganan

Dasar penanganan yang paling penting adalah apakah anak tampak toksik atau tidak. Semua anak ≤ 3 tahun yang tampak toksik harus menjalani pemeriksaan di rumah sakit untuk meneliti kemungkinan sepsis (bakteri dalam peredaran darah) atau meningitis.6

Penanganan dengan FUO yang tidak tampak toksik dibagi menjadi 3 berdasar kelompok usia: < 28 hari, 28-90 hari, dan 3-36 bulan.

Bayi < 28 hari

Pada kelompok usia ini, semua yang mengalami demam harus menjalani evaluasi di rumah sakit.6 Pemeriksaan yang dilakukan adalah:3

 Hitung darah (eritrosit/darah merah, leukosit/darah putih dan jenis-jenisnya, platelet)

 Kultur darah

 Pemeriksaan dan kultur urin (melalui kateter atau pungsi suprapubik)  Pungsi lumbar untuk analisis dan kultur cairan serebrospinal (dari tulang

belakang)

 Kultur dan pemeriksaan feses  X-ray dada

Selain itu juga diberikan antibiotik.

Akhir-akhir ini banyak ahli yang menyarankan agar pemberian antibiotik dan perawatan di rumah sakit dilakukan hanya pada bayi dengan FUO yang berusia < 7 hari.3,6 Sedang pada bayi antara 7-28 hari yang memenuhi kriteria risiko rendah untuk infeksi bakteri berat, penanganan dapat dilakukan dengan pemeriksaan di atas tanpa diikuti pemberian antibiotik.

(18)

Bayi diobservasi hingga hasil pemeriksaan di atas diperoleh. Jika kultur bakteri negatif, maka bayi tidak memerlukan antibiotik dan dapat diobservasi di rumah dengan catatan:

 Orang tua dapat mengobservasi bayi dengan cermat

 Terdapat akses yang mudah untuk memperoleh pelayanan medis  Dan terjaminnya follow-up si bayi

Yang termasuk dalam kriteria risiko rendah adalah sebagai berikut:2,6

Kriteria Rochester untuk Mengidentifikasi Risiko Rendah Infeksi Bakteri Berat pada Bayi Berusia < 90 Hari dengan FUO:

 Bayi tampak baik-baik saja

 Bayi sebelumnya selalu dalam keadaan sehat:  Lahir cukup bulan (≥ 37 minggu kehamilan)

 Tidak ada riwayat pemberian antibiotik sebelum, saat, dan setelah kelahiran  Tidak ada riwayat pengobatan hiperbilirubinemia (kuning/jaundice) tanpa sebab  Tidak ada riwayat perawatan di rumah sakit

 Tidak ada penyakit kronis atau kongenital  Tidak dirawat di rumah sakit lebih lama dari ibu

 Tidak ada bukti infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau telinga  Hasil laboratorium:

 Sel darah putih 5,000-15,000 per mm3

 Hitung sel batang (salah satu jenis sel darah putih) 1,500 per mm3

 ≤10 sel darah putih per lapang pandang besar (LPB) pada pemeriksaan urin mikroskopis

 ≤ 5 sel darah putih per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis bayi dengan diare

Antibiotik yang digunakan untuk kelompok usia ini adalah:3

 Ampicillin 100-200 mg/kg/hari intravena dalam dosis yang dibagi setiap 6 jam dan gentamicin 7.5 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam

 Atau ceftriaxone, 50 mg/kg/hari dalam 1 dosis

 Atau cefotaxime, 150 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 8 jam Bayi 28-90 hari

Pada kelompok usia ini, bayi juga dikelompokkan dalam risiko rendah atau risiko tinggi dengan Kriteria Rochester di atas. Jika bayi memiliki risiko tinggi, maka selain dilakukan pemeriksaan lengkap, juga diberikan antibiotik.2

Jika bayi masuk dalam kategori risiko rendah, maka ada 2 pilihan. Yang pertama adalah melakukan kultur darah, urin, pungsi lumbar, dan pemberian antibiotik di rumah sakit. Pilihan kedua adalah melakukan kultur urin dan observasi tanpa pemberian antibiotik, kecuali jika hasil kultur diketahui positif. Apapun pilihan yang diambil, evaluasi follow-up harus dilakukan dalam waktu 24-48 jam.2,3 Keputusan untuk melakukan observasi di rumah atau rumah sakit kembali lagi pada kemampuan orang tua melakukan observasi dengan cermat, kemudahan akses pelayanan kesehatan, dan terjaminnya follow-up.

(19)

Anak 3-36 bulan

Pada kelompok usia ini, yang pertama dilakukan adalah mengelompokkan apakah demam si anak < 39°C atau ≥ 39°C.2,3,6

 Demam < 39°C

Yang harus dilakukan adalah pengambilan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti untuk mencoba mencari penyebab demam.2 Umumnya tidak perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemberian antibiotik jika anak tampak baik-baik saja, cukup diberikan antipiretik. Namun orang tua atau caregiver harus membawa anak kembali jika demam terus berlanjut dalam 2-3 hari atau jika kondisi anak memburuk.

 Demam ≥ 39°C

Rekomendasi terbaru untuk kelompok ini adalah:2,3,6

 Kultur urin pada semua anak < 2 tahun yang diresepkan antibiotik

 X-ray dada pada anak dengan sesak napas, laju napas yang cepat, ronkhi (bunyi tidak normal saat diperiksa dengan stetoskop), bunyi napas yang menurun, atau saturasi oksigen (dengan oksimeter) < 95%. Juga pada anak tanpa gejala tersebut yang memiliki leukosit > 20.000/mm3

 Kultur feses jika ada lendir atau darah pada feses, atau ada > 5 leukosit per LPB pada pemeriksaan feses mikroskopis

 Kultur darah

Ada beberapa pendapat mengenai hal ini. Pendapat pertama adalah melakukan kultur darah pada semua anak dengan demam ≥ 39°C. Pendapat kedua adalah melakukannya hanya pada anak dengan demam ≥ 39°C dan leukosit > 15.000/mm3. Pendapat ketiga melakukannya hanya pada anak dengan demam ≥ 39°C dan leukosit > 18.000/mm3. Sedangkan pendapat yang cukup baru menekankan pada jumlah neutrofil (salah satu jenis leukosit, terdiri atas bentuk batang dan segmen). Jika neutrofil ≥ 10.000/mm3, baru dilakukan kultur darah.

 Pemberian antibiotik

Antibiotik diberikan dengan kriteria yang sama seperti penentuan perlu tidaknya kultur darah. Pemberian antibiotik juga dapat dipertimbangkan jika orang tua atau caregiver tidak dapat diandalkan untuk melakukan evaluasi follow-up.

Antibiotik yang dipilih adalah ceftriaxone, 50 mg/kg/hari dalam dosis tunggal atau cefuroxime, 150-200 mg/kg/hari dalam dosis yang dibagi setiap 6-8 jam.

 Follow-up dalam 24-48 jam

Untuk melihat algoritma penanganan demam tanpa penyebab yang jelas pada anak < 3 tahun, mohon merujuk pada sumber nomor 2.

Sumber

 Finkelstein JA, Christiansen CL, Platt R. Fever in Pediatric Primary Care: Occurrence, Management, and Outcomes. PEDIATRICS Vol. 105 No. 1

(20)

Supplement January 2000, pp. 260-266. Available from

http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/105/1/S2/260

 Luszczak M. Evaluation and Management of Infants and Young Children with Fever. AFP Vol. 64/No. 7 (October 1, 2001). Available from

http://www.aafp.org/afp/20011001/1219.html

 Brook I. Unexplained Fever in Young Children: How to Manage Severe Bacterial Infection. BMJ 2003;327:1094-1097 (8 November). Available from http://bmj.bmjjournals.com/cgi/content/full/327/7423/1094

 Baraff LJ. Management of Fever without Source in Infants and Children. Ann Emerg Med. 2000 Dec;36(6):602-14. Available from

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=pubmed&do pt=Abstract&list_uids=11097701

 Evidence based clinical practice guideline for fever of uncertain source in children 2 to 36 months of age. Cincinnati (OH): Cincinnati Children's Hospital Medical Center; 2003 Oct 27. 12 p. Available from

http://www.guideline.gov/summary/summary.aspx?doc_id=5613&nbr=3783

Park JW. Fever without Source in Children. Vol 107 / No 2 / February 2000 /

Postgraduate Medicine. Available from

http://www.postgradmed.com/issues/2000/02_00/park.htm

(21)

D I A R E 12/31/2006

APA ITU DIARE

Diare atau gastroenteritis (GE) adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses bayi encer dan/atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali perhari, dan kadang disertai muntah. Muntah dapat berlangsung singkat, namun diare bisa berlanjut sampai sepuluh hari.Pada banyak kasus, pengobatan tidak diperlukan. Bayi usia sampai enam bulan dengan diare dapat terlihat sangat sakit, akibat terlalu banyak cairan yang dikeluarkannya.

JENIS DIARE

Penatalaksanaan diare bergantung pada jenis klinis penyakitnya, yang dengan mudah ditentukan saat anak pertama kali sakit. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan. Empat jenis klinis diare antara lain:

 Diare akut bercampur air (termasuk kolera) yang berlangsung selama beberapa jam/hari: bahaya utamanya adalah dehidrasi, juga penurunan berat badan jika tidak diberikan makan/minum

 Diare akut bercampur darah (disentri): bahaya utama adalah kerusakan usus halus (intestinum), sepsis (infeksi bakteri dalam darah) dan malnutrisi (kurang gizi), dan komplikasi lain termasuk dehidrasi.

 Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih lama): bahaya utama adalah malnutrisi (kurang gizi) dan infeksi serius di luar usus halus, dehidrasi juga bisa terjadi.

 Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor): bahaya utama adalah infeksi sistemik (menyeluruh) berat, dehidrasi, gagal jantung, serta defisiensi (kekurangan) vitamin dan mineral.

MENGAPA DIARE BERBAHAYA?

Diare menyebabkan kehilangan garam (natrium) dan air secara cepat, yang sangat penting untuk hidup. Jika air dan garam tidak digantikan cepat, tubuh akan mengalami dehidrasi. Kematian terjadi jika kehilangan sampai 10% cairan tubuh. Diare berat dapat menyebabkan kematian.

PENATALAKSANAAN

Anak dengan diare ringan dapat dirawat di rumah. Penatalaksanaan yang utama adalah menjaga agar asupan cairannya tercukupi, yaitu dengan memastikan anak tetap minum. Cairan ini dibutuhkan untuk menggantikan cairan yang hilang lewat muntah ataupun diare. Cairan sangat penting untuk diberikan, bahkan bila diare bertambah buruk.

Jangan berikan obat yang dapat mengurangi muntah atau diare. Obat-obatan itu tidak berguna dan berbahaya.

Berikan sedikit cairan namun sering. Berikan cairan semulut penuh setiap 15 menit sekali, hal ini baik diberikan untuk anak anda yang sering muntah.

(22)

HAL PENTING YANG HARUS DIINGAT

 Bayi dan anak kecil mudah mengalami dehidrasi, oleh karena itu mereka butuh cairan yang diberikan sedikit namun sering.

 Bayi berusia di bawah enam bulan dengan diare perlu diperiksa oleh dokter setelah 6-12 jam penanganan diare.

 Beri minum setiap kali bayi muntah. Tetap berikan ASI untuk bayi yang masih menyusui. Bagi bayi yang minum susu formula, susu tetap diberikan sampai lebih dari 12-24 jam.

 Berikan anak yang lebih besar satu cangkir (150-200 ml) cairan untuk setiap muntah banyak atau diare.

 Teruskan pemberian makanan jika anak anda masih mau makan. Jangan sampai anak tidak mendapat asupan makanan sama sekali dalam 24 jam.

 Bayi atau anak anda sangat infeksius, jadi cuci tangan sampai bersih dengan sabun dan air hangat, khususnya sebelum memberi makan dan sesudah mengganti popok atau celana.

 Pisahkan anak atau bayi yang terkena diare dari anak atau bayi lain sebisa mungkin, sampai diare berhenti.

TANDA-TANDA DEHIDRASI

Derajat dehidrasi dinilai dari tanda dan gejala yang menggambarkan kehilangan cairan tubuh. Pada tahap awal, yang ada hanya mulut kering dan rasa haus. Seiring meningkatnya dehidrasi, muncul tanda-tanda seperti: meningkatnya rasa haus, gelisah, elastisitas (turgor) kulit

berkurang, membran mukosa kering, mata tampak cekung, ubun-ubun mencekung (pada bayi), dan tidak adanya air mata sekalipun menangis keras.

Dehidrasi minimal atau tanpa dehidrasi (kehilangan < 3% cairan tubuh)  Status mental: baik, waspada

 Rasa haus: minum baik, mungkin menolak cairan  Denyut nadi: normal

 Kualitas kecukupan isi nadi: normal  Pernapasan: normal

 Mata: normal  Air mata: ada

 Mulut dan lidah: lembap (basah)

 Elastisitas kulit: cepat kembali setelah dicubit  Pengisian kapiler darah: normal

 Suhu lengan dan tungkai: hangat  Produksi urin: normal sampai berkurang

Dehidrasi ringan sampai sedang (kehilangan 3 – 9% cairan tubuh)  Status mental: normal, lesu, atau rewel

 Rasa haus: haus dan ingin minum terus  Denyut nadi: normal sampai meningkat

 Kualitas kecukupan isi nadi: normal sampai berkurang  Pernapasan: normal; cepat

 Mata: agak cekung  Air mata: berkurang  Mulut dan lidah: kering

 Elastisitas kulit: kembali sebelum 2 detik  Pengisian kapiler darah: memanjang (lama)

(23)

 Suhu lengan dan tungkai: dingin  Produksi urin: berkurang

Dehidrasi berat (kehilangan > 9% cairan tubuh)  Status mental: lesu, sampai tidak sadar

 Rasa haus: minum sangat sedikit, sampai tidak bisa minum  Denyut nadi: meningkat, sampai melemah pada keadaan berat  Kualitas kecukupan isi nadi: lemah, sampai tidak teraba  Pernapasan: dalam

 Mata: sangat cekung  Air mata: tidak ada

 Mulut dan lidah: pecah-pecah

 Elastisitas kulit: kembali setelah 2 detik

 Pengisian kapiler darah: memanjang (lama), minimal  Suhu lengan dan tungkai: dingin, biru

 Produksi urin: minimal (sangat sedikit) PENANGANAN DI RUMAH

a. Pemberian makanan bayi

Jika ibu menyusui, ASI terus diberikan dan diberikan lebih sering. Bayi dengan susu formula boleh diberikan cairan rehidrasi oral selama 12 jam pertama, setelah itu dilanjutkan dengan pemberian susu formula lebih sedikit dari jumlah yang biasa diberikan, namun diberikan lebih sering.

b. Cairan Rehidrasi Oral (CRO)/Clear fluid

Anak dengan diare harus terus minum CRO atau clear fluid. CRO yang kita kenal bisanya oralit (dalam bentuk kantung sachet dengan atau tanpa rasa tambahan) atau CRO khusus anak (yang tersedia dalam kemasan botol plastik dengan aneka rasa). Cairan tersebut dapat dibeli di apotek atau toko obat, tapi bila tidak tersedia dapat diberikan CRO lain seperti yang

disebutkan di bawah ini. Untuk bayi hingga usia sembilan bulan, pembuatan CRO harus menggunakan air mendidih yang telah didinginkan.

CRO CARA MEMBUAT

Oralit Satu sachet dilarutkan dengan dua gelas (400 ml) air

CRO khusus anak (kemasan botol) siap digunakan Larutan

gula

Satu sendok makan gula dilarutkan dengan dua gelas (200 ml) air

Limun (bukan yang rendah kalori)

Satu gelas limun dilarutkan dgn 4 gelas (800mL) air

Jus Buah

Satu gelas jus dilarutkan dengan empat gelas (800 ml) air

PERHATIAN: Minuman mengandung gula harus diencerkan, karena terlalu banyak gula pada bayi kecil dapat memperberat diare.

(24)

Dapat dilihat pada tabel 1. MAKANAN

Anak awalnya akan menolak bila diberi makan. Hal ini bukan masalah selama CRO tetap diberikan. Anak dapat diberikan makanan apa saja yang mereka suka, dan berikan setiap kali mereka ingin makan, dan jenis makanan tidak dibatasi. Anak tidak boleh berhenti makan lebih dari 24 jam.

KE RUMAH SAKIT BILA

 Anak tidak mau minum dan tetap muntah dan diare.

 Anak dengan diare yang sangat banyak (8-10 kali atau 2-3 kali diare dalam jumlah yang banyak), atau diare berlangsung lebih dari sepuluh hari.

 Anak muntah terus-menerus dan tidak bisa menerima asupan cairan.

 Anak dengan gejala dehidrasi yaitu TIDAK/JARANG KENCING, PUCAT, BERAT BADAN TURUN, KAKI DAN TANGAN DINGIN, MATA CEKUNG, ATAU SUSAH BANGUN.

 Anak dengan sakit perut hebat. atau

 Orangtua khawatir dengan alasan apapun. DIARE DAN MENYUSUI

Meningkatkan upaya menyusui dengan ASI pada bayi sampai usia 6 bulan dapat

menyelamatkan kurang-lebih 1,5 juta bayi setiap tahunnya. Sampai dengan 55% kematian pada bayi akibat penyakit diare dan infeksi saluran napas akut terjadi akibat upaya menyusui yang tidak tepat. Upaya menyusui optimal bagi kesehatan anak dan pertumbuhannya adalah memberikan ASI dalam beberapa jam setelah melahirkan, ASI eksklusif selama enam bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) pada waktunya dengan makanan yang tepat, serta meneruskan memberikan ASI sampai umur dua tahun atau lebih.

Selama enam bulan pertama, bayi harus diberikan ASI eksklusif. Hal ini berarti bahwa bayi yang sehat hanya menerima ASI, dan tidak ada cairan lain termasuk air putih, teh, jus, dan susu formula. Bayi yang diberikan ASI secara eksklusif lebih jarang mengalami diare atau mengalami kematian akibatnya, dibandingkan bayi yang tdak mendapatkan ASI, atau mendapatkan ASI tidak eksklusif. Memberikan ASI juga melindungi bayi dari risiko alergi, dan infeksi lain seperti penumonia.

Jika tidak memungkinkan memberikan ASI, susu sapi atau susu formula sebaiknya diberikan menggunakan cangkir. Hal ini mungkin sekalipun terhadap bayi kecil. Botol susu jangan digunakan karena sukar dibersihkan dan dengan mudah membawa organisme yang menyebabkan diare.

Risiko lain juga terjadi pada bayi yang mulai mendapatkan MPASI. Hal ini dikarenakan potensi kuman yang terdapat dalam makanan, dan kehilangan perlindungan dari ASI yang memiliki potensi anti infeksi. Untuk itu perlu mempersiapkan makanan bergizi, dan higienis dalam penyajiannya.

(25)

Dikutip dari guideline Royal Children Hospital Australia: http://www.rch.org.au/kidsinfo/factsheet.cfm?doc_id=5353 Dan referensi dari WHO, juga www.guideline.gov

Untuk berbagai informasi penting mengenai diare dari WHO (Badan Kesehatan Dunia), dapatkan di: http://www.rehydrate.org http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5216a1.htm http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5216a1.htm#tab1 Informasi lainnya; http://www.med.umich.edu/1libr/pa/pa_diarrhbr_hhg.htm

Farian Sakinah (Ian) dan Arifianto (Apin)/NIH Ke Atas

K O L I K 12/31/2006

Bayi pada umumnya menangis total 1-3 jam per hari untuk mengkomunikasikan rasa lapar, haus, lelah, ketidaknyamanan karena popok yang basah, rasa dingin, atau kesepian.1 Secara umum, bayi juga lebih sering menangis di sore atau malam hari.

(26)

Selain untuk mengkomunikasikan hal-hal di atas, tangisan bayi juga dapat memberi petunjuk adanya kemungkinan penyebab lain seperti rasa nyeri, sakit, efek pemberian obat, infeksi (terutama jika disertai demam, napsu makan yang menurun, dan keadaan lemah), proses tumbuhnya gigi, atau kolik.1

Definisi

Penyebab terakhir yang disebutkan, kolik, adalah istilah yang digunakan untuk bayi yang menangis lebih dari 3 jam per hari dan tidak disebabkan oleh masalah medis.2 Nama lainnya adalah unexplained crying. Sekitar 20% bayi mengalami hal ini. Umumnya kolik terjadi pada sore atau malam hari, dimulai saat bayi berusia kira-kira 3 minggu, memuncak di usia 4-6 minggu, dan menghilang pada usia 12 minggu. Jika kolik terus berlanjut setelah usia 12 minggu, diagnosis lain perlu diteliti lebih lanjut. Pada usia 6 bulan, kolik harus telah menghilang seluruhnya.3

Sebab

Penyebab kolik hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.3 Bayi yang mengalami kolik adalah bayi yang sehat, jadi kolik bukan disebabkan masalah medis. Kolik juga bukan disebabkan oleh kesalahan orang tua.

Pada umumnya bayi yang mengalami kolik lebih sensitif terhadap hal-hal di sekeliling mereka.3 Mereka juga membutuhkan lebih banyak perhatian dibanding bayi lain. Rasa takut, frustrasi, atau bahkan rasa senang dapat menimbulkan ketidaknyamanan perut dan kolik.2 Jika orang di sekitar mereka khawatir, cemas, atau tertekan, bayi akan menangis lebih banyak. Sebagian bayi dengan kolik yang mengkonsumsi ASI mungkin sensitif (intolerant) terhadap makanan tertentu dalam diet ibu.2 Sedangkan sebagian bayi yang mengkonsumsi susu formula mungkin sensitif terhadap protein dalam formula. Namun dua penyebab ini adalah penyebab yang jarang. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, penanganan kolik dengan memodifikasi dua penyebab ini tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan cara penanganan lainnya (lihat bagian Penanganan).

Dulunya gas yang berlebihan dalam usus diperkirakan sebagai penyebab kolik.4 Namun akhir-akhir ini, gas yang berlebihan tersebut dinilai sebagai akibat kolik, bukan sebagai sebab. Gas yang berlebihan dapat terkumpul dengan terus masuknya udara saat bayi menangis. Salah satu kebiasaan yang terbukti berhubungan dengan kolik adalah merokok pada saat kehamilan dan setelah melahirkan. Dari penelitian, bayi dari ibu yang merokok lebih dari 15 batang per hari selama kehamilan memiliki risiko dua kali lipat lebih besar untuk mengalami kolik dibanding bayi dari ibu yang tidak merokok.5 Secara umum, bayi dari ibu yang

merokok selama kehamilan dan setelah melahirkan memiliki risiko lebih besar mengalami kolik dibanding bayi dari ibu yang tidak merokok.

Gejala

Kolik umumnya dimulai pada waktu yang kira-kira sama setiap harinya.2 Bayi akan menangis dengan menarik kaki ke arah perut, perut akan terasa kembung, dan tangan mungkin dikepalkan. Episode ini dapat berlangsung beberapa menit hingga beberapa jam. Kolik berhenti dengan lelahnya bayi, atau dengan keluarnya gas atau feses.

(27)

Untuk menentukan apakah bayi mengalami kolik, hal pertama yang harus dipastikan adalah bahwa bayi tidak menangis karena sebab lain. Beberapa hal penting yang harus diperhatikan tentang kolik adalah:4

 Bayi yang mengalami kolik memiliki refleks hisap yang normal, napsu makan yang baik, sehat, dan tumbuh sesuai usianya. Bayi yang sakit dapat tampak seperti mengalami kolik, namun napsu makannya akan turun dan refleks hisapnya lemah. Bayi yang mengalami kolik merasa nyaman dengan pelukan. Bayi yang sakit tidak demikian.

 Bayi yang mengalami kolik dapat mengalami gumoh. Namun jika bayi muntah atau mengalami penurunan berat badan, langkah terbaik adalah menghubungi dokter.  Bayi yang mengalami kolik buang air besarnya akan normal. Jika bayi sulit

ditenangkan dan mengalami diare atau ada darah di fesesnya, dokter hendaknya dihubungi.

Penanganan

Penanganan kolik dapat dimulai dengan membuat bayi senyaman mungkin. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:2,3,4

 Menggendong bayi dan mengayun-ayunnya dengan kursi goyang  Menggendong bayi dan berjalan-jalan sekeliling ruangan

 Menggendong bayi dengan posisi tegak, hal ini dapat membantu mengurangi gas yang berlebihan

Secara umum, lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk menggendong bayi, bahkan di pagi hari sebelum episode kolik muncul, bayi akan menangis lebih sedikit. Menggendong bayi dengan mengayun-ayunnya juga membantu bayi mengeluarkan gas.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah:2,3,4  Mengayun-ayun bayi di buaiannya  Mengusap lembut perut bayi

 Meletakkan bayi di pangkuan dan memijat punggungnya dengan lembut  Meletakkan botol kecil berisi air hangat atau handuk hangat di perut bayi  Menyelimuti bayi dengan selimut hangat

 Memandikan bayi dengan air hangat

 Perdengarkan lagu nina bobo atau kaset/CD musik

 Meletakkan bayi di atas mesin cuci, mesin cuci piring, atau mesin pengering yang sedang bekerja. Kadang white noise dari alat-alat tersebut membantu menenangkan bayi

 Membawa bayi berjalan-jalan dalam stroller

 Membawa bayi berkeliling blok dengan mobil (bayi dalam car seat)

Jika sudah 2 jam berlalu sejak terakhir menyusui, susui bayi. Susui lebih sedikit dalam jumlah, namun lebih sering dalam frekuensi. Beri waktu yang cukup untuk bayi

menyelesaikan menyusu dari satu payudara sebelum menggantinya. Jika bayi disusui dengan botol dan habis dalam waktu kurang dari 20 menit, perkecil lubang di dot untuk menghindari pemberian susu yang terlalu cepat.

Ibu yang menyusui juga dapat mempertimbangkan untuk menghindari makanan yang bersifat stimulan seperti kopi atau coklat selama menyusui.2

(28)

Penanganan kolik dapat berbeda dari bayi satu dengan bayi lainnya. Hal ini mungkin

berhubungan dengan penyebab kolik yang juga beragam . Selain itu tiap bayi dapat memberi respon berbeda terhadap metode yang berbeda.

Yang tidak boleh dilupakan adalah fakta bahwa orang tua pun butuh istirahat. Ayah dan ibu dapat bergantian menenangkan bayi yang sedang mengalami kolik.2,3,4 Jika situasi tidak memungkinkan untuk bergantian, ayah atau ibu dianjurkan beristirahat jika merasa sangat lelah atau frustrasi, asalkan bayi diletakkan di tempat yang masih memungkinkan untuk diamati. Mencoba menenangkan bayi yang mengalami kolik dengan perasaan tertekan dan lelah berlebihan bukanlah hal yang baik.

Penanganan yang Tidak Tepat

Pada sebagian besar bayi, penggantian susu formula tidak menolong mengurangi episode kolik.2,6 Hal ini hanya menolong pada bayi dengan diagnosis pasti sensitivitas terhadap protein formula tertentu. Langkah yang sering diambil orang tua atau dianjurkan tenaga kesehatan contohnya adalah mengganti susu formula bayi dengan formula berbasis kedelai. Penelitian yang dilakukan tidak menunjukkan keuntungan yang berarti dari penggantian tersebut. Selain itu, karena kolik pada umumnya akan menghilang dengan sendirinya maksimal pada usia 4-6 bulan, penanganan agresif dengan penggantian formula adalah penanganan yang berlebihan dan tidak diperlukan.

Dari penelitian, menangani kolik dengan mengubah diet ibu (misalnya dengan meminta ibu tidak mengkonsumsi produk susu) juga tidak efektif dibandingkan dengan memberi konseling pada orang tua tentang bagaimana merespon tangisan bayi dan metode menenangkan bayi yang mengalami kolik.7

Salah satu penelitian yang berupaya mencari hubungan antara kolik dengan malabsorbsi (gangguan penyerapan) karbohidrat telah digunakan oleh produsen jus buah tertentu untuk mengklaim bahwa jus buah tertentu lebih mudah diserap usus bayi dibandingkan jus buah lainnya. Perlu diingat bahwa hingga usia 6 bulan, satu-satunya sumber nutrisi yang

direkomendasikan adalah ASI.8 Dan karena kolik dialami oleh bayi di bawah usia 6 bulan, pemberian jus buah tidak dibenarkan. Jus buah pada usia di atas 6 bulan pun harus diberikan sebagai bagian jadwal makan, bukan sebagai penenang anak yang menangis. Dan untuk bayi, yang direkomendasikan adalah pemberian buah segar yang dilembutkan, bukan jus buah komersial.

Kapan Harus Menghubungi Dokter

Walaupun kolik sendiri adalah kondisi yang tidak berbahaya, kadang beberapa penyebab lain tangisan bayi yang lebih serius dapat menyerupai kolik. Segera hubungi dokter jika:2,3 Tangisan bayi mencerminkan rasa sakit (misalnya menjadi lebih lemah atau bernada tinggi)

 Pertambahan berat badan bayi terhambat

 Gejala kolik disertai demam, muntah, diare, darah pada feses, atau keadaan lemah  Ibu atau ayah tidak yakin bahwa bayi mengalami kolik

 Ibu atau ayah khawatir tidak dapat menangani bayi atau takut menyakiti bayi Sumber

(29)

 Crying – excessive (0-6 months). Available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003023.htm  Colic and Crying. Available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000978.htm  Colic: Learning How to Deal with Your Baby’s Crying. Available from

http://familydoctor.org/036.xml  Your Colicky Baby. Available from

http://kidshealth.org/PageManager.jsp?dn=KidsHealth&lic=1&article_set=213 54&cat_id=20049&

 Sondergaard C, Henriksen TB, Obel C, Wisborg K. Smoking during

Pregnancy and Infantile Colic. PEDIATRICS Vol. 108 No. 2 August 2001, pp. 342-346. Available from

http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/108/2/342

 Soy Protein-based Formulas: Recommendations for Use in Infant Feeding. PEDIATRICS Vol. 101 No. 1 January 1998, pp. 148-153. Available from http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;101/1/148  Taubman B. Parental counseling compared with elimination of cow's milk or

soy milk protein for the treatment of infant colic syndrome: a randomized trial. Pediatrics Volume 81, Issue 6, pp. 756-761, 06/01/1988 .

 The Use and Misuse of Fruit Juice in Pediatrics. PEDIATRICS Vol. 107 No. 5 May 2001, pp. 1210-1213. Available from

Referensi

Dokumen terkait

Sistem transmisi daya langsung menyebabkan generator yang digunakan harus memiliki kecepatan putaran optimum yang hampir sama dengan kecepatan putaran poros turbin rotor atau sekitar

Tujuannya untuk menganalisis orientasi nilai kerja peternak, serta faktor yang berpengaruh dalam memilih pekerjaan sebagai peternak ayam ras pedaging dan menganalisis

Oleh karena itu, maka sebelum pelatihan dilaksanakan, DPD PAN Kota Bandar Lampung melakukan penjajagan atau analisis kebutuhan (need assessment). Ini penting, karena

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS HOTEL IBIS STYLES YOGYAKARTA, Loveandre Dwi Harisaputra NPM 11 02 13896, tahun 2015, PPS Struktur, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas

untuk pekerjaan tersebut di atas dengan surat Nomor: 940.d /ULP-MfiRA/2012 tanggal 20 Juli 20L2, maka dengan ini kami memberitahukan bahwa pemenang untuk paket

proses penyusunan programa BPP dimulai dengan pemberitahuan dari BPP pada desa atau kelompok melalui pengurus tentang rencana pengambilan data untuk..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui emisi yang dihasilkan oleh salah satu oven pada sebuah perusahaan kemudian dilakukan proses standarisasi emisi buang

telah diperolehnya serta serta memberikan pemikiran memberikan pemikiran alternatif alternatif pada permasalahan pada permasalahan yang dihadapi yang dihadapi untuk