Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Mobilisasi
PengkajianSaat mengkaji data tentang masalah mobilisasi, perawat menggunakan metode pengkajian inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Selain itu, perawat juga memeriksa hasil tes laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan, dan haluran cairan klien. Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi imobilitas, maka perawat perlu mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami (a) gizi buruk; (b) penurunan sensitivitas terhadap nyeri, temperature atau tekananl (c) masalah kardiovaskuler, paru dan neuromuskuler; serta (d) perubahan tingkat kesadaran.
Penetapan diagnosis
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah imobilisasi bisa pula dijadikan untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA label diagnosis untuk masalah imobilisasi meliputi Hambatan Mobilitas Fisik atau Risiko Disuse Syndrome. Sedangkan label diagnosis dengan masalah mobilisasi sebagai etiologi bergantung pada area fungsi atau system yang dipengaruhi table 10.1. berikut menerangkan beberapa contoh label diagnosis untuk masing-masing system tubuh.
Perencanaan dan Implementasi
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karateristik masing-masing individu. Menurut Kozier (2004), beberapa tujuan umum untuk klien yang mengalami, atau mengalami, masalah mobilisasi adalah sebagai berikut.
• Mengembalikan atau memulihkan kemampannya untuk bergerak/ atau berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
• Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh atau akibat penggunaan mekanika tubuh yang salah.
• Meningkatkan kebugaran fisik.
• Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilitas.
• Meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional, dan intelektual.
Tabel 10.1. Contoh label diagnosis dengan imobilitas sebagai etiologi untuk
setiap sistem tubuh
Sistem tubuh Label diagnosis
Gastrointestinal Konstipasi b.d imobilitas
Respirasi Risiko keidakefektifan bersih jalan napas b.d imobilitas
Kardiovaskuler Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d imobilitas
Metabolisme Kelebihan volume cairan b.d bendungan vena dependen sekunder akibat imobilitas
Perkemihan Gangguan eliminasi urin b.d ketidakmampuan mengakses kamar mandi sekunder akibat hambatan mobilitas
Integumen Kerusakan integritas jaringan b.d imobilitas
Berikut ini akan dijabarkan dua bentuk diagnosis dengan imobilisasi sebagai label diagnosis dan label etiologi.
1. Hambatan mobilitas fisik Berhubungan dengan
• Penurunan kekuatan dan daya tahan tubuh, sekunder akibat (penyakit sistem syaraf, distrofi otot, paralisis parsial, defisit sensorik, gangguan musculoskeletal, fraktur,dll)
• Edema
• Peralatan eksternal (gips, bidai, selang infus, dll)
• Insufisiensi kekuatan dan daya tahan tubuh untuk bergerak dengan (prosthesis, kruk, walker)
• Kelelahan
• Nyeri
• Kelemahan otot
• Gaya berjalan yang abnormal, sekunder akibat (osteomielitis, defisiensi skeletal kongenital)
Kriteria hasil
Individu akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan ekstremitas
Indikator
• Mendemonstrasikan cara penggunaan alat-alat adaptif untuk meningkatkan mobilitas
• Melakukan langkah-langkah pengamanan untuk mmeminimalkan kemungkinan cedera
• Menjelaskan rasional intervensi
• Mendemonstrasikan langkah-langkah untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
•Kaji faktor penyebab
Trauma (mis robekan kartilago, fraktur, amputasi)
Prosedur pembedahan (mis perbaikan letak sendi, reduksi fraktur, bedah vaskuler)
Penyakit yang melemahkan (mis diabetes, kanker, artritis
rheumatoid, skleromosis multipel stroke),
•Tingkatkan mobilitas dan pergerakkan yang optimal
Tingkatkan motivasi dan kepatuhan (Addams & Clough, 1998) Jelaskan masalah yang ada dan tujuan untuk masing-masing latihan fisik
Pastikan bahwa latihan fisikawal yang diberikan dapat dengan mudah dilakukan dan tidak membutuhkan kekuatan serta koordinasi yang terlalu besar
Dokumentasikan dan diskusikan kemajuan secara spesifik (mis dapat menganakat tungkai 5 cm lebih tinggi)
•Tingkatkan mobilitas ekstremitas, tentukan tipe latihan ROM yang sesuai untuk klien ( pasif, aktif, asistif, aktif resistif).
Instruksikan klien untuk melakukan latihan ROM aktif pada ekstremitas yang sehat sedikitnya empat kali sehari, jika memungkinkan.
Lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang sakit. Lakukan latihan secara perlahan guna memberi kesempatan otot. Lakukan latihan sokong ekstremitas yang berada di atas dan dibawah persendian untuk mencegah ketegangan pada persendian dan jaringan
Upayakan untuk memasukkan latian ROM ke dalam kegiatan harian klien
Beri obat pereda nyeri sesuai kebutuhan, khususnya sebelum aktivitas
Beri kompres panas atau dingin untu meredakan rasa nyeri, inflamasi, dan hematoma
Anjurkan klien untuk melakukan program latihan fisik untuk sendi tertentu sesuai dengan instruksi dokter atau ahli fisioterapi (mis isometrik, resistif)
•Posisikan tubuh sejajar untuk mencegah komplikasi Gunakan papan kaki
Hindari duduk atau tidur dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama
Ubah posisi persendian bahu setiap 2-4 jam
Untuk posisi Fowler, gunakan bantal yang berukuran kecil atau tidak sama sekali
Sokong tangan dan pergelangan tangan dalam posisi alami
Jika klien dalam posisi telentang atau telengkup, tempatkan
handuk gulung atau bantal kecil di bawah lekukan tulang belakang bagian bawah atau dibawah tulang rusuk terbawah
Tempatkan gulungan trokanter atau bantal pasir di sepanjang panggul dan paha bagian atas
Jika klien dalam posisi lateral, tempatkan satu bantal (atau beberapa bantal) untuk menyokong tungkai dari pangkal paha hingga kaki, dan sebuah bantal untuk sedikit memfleksikan bahhu dan siku; jika perlu, sokong bagian bawah kaki dalam posisi dorsofleksi dengan bantal pasir
•Pertahankan kesejajaran tubuh yang baik pada saat menggunakan alat bantu (mis gips, traksi, prosteti,dll)
Bantu klien bangkit ke posisi duduk secara perlahan
Beri kesempatan klien menggantungkan tungkainya di sisi tempat tidur selama beberapa menit sebelum berdiri
Batasi waktu latihan hingga 15 menit, tiga kali sehari
Lanjutkan dengan latihan ambulasi dngan atau tanpa alat bantu Jika tidak mampu berjalan, bantu klien untuk turun dari tempat tidur ke kursi roda atau kursi
Anjurkan latihan ambulasi dengan melakukan jalan-jalan yang sering dan singkat (sedikitnya tiga kali sehari), dengan dampingan jika kondisi klien tidak stabil
Tingkatkan kemampuan jarak tempuh latihan secara progresif setiap hari
•Anjurkan penggunaan lengan yang sakit apabila memungklikan
Anjurkan klien untuk menggunakan lengan yang sakit saat melakukan aktivitas perawatan diri ( mis, makan sendiri, berpakaian, menyisir rambut)
Instruksikan klien untuk menggunakan lengan yang tidak sakit utnuk melatih lengan yang sakit
Gunakan peralatan adaptif yang sesuai untuk meningkatkan penggunaan kedua lengan
Anjurkan klien untuk melatih keterampilan menulis, jika mampu
Beri kesempatan klien untuk berlatih menggunakan ekstremitas
yang sakit
•Berikan penyuluhan kesehatan, sesuai indikasi
Ajarkan metode berpindah dari tempat tidur ke kursi commade
dan ke posisi berdiri
Ajarkan cara melakukan ambulasi dengan memkai peralatan
adaptif (mis, kruk, walker, tongkat)
Ajarkan berbagai tindak kewaspadaan yang diperlukan untuk
keamanan klien Rasional
•Program latihan teratur yang meliputi ROM, isometric, dan aktivitas aerobik pilihan dapat membantu ,mempertahankan integritas fungsi sendi (Addams & Clough, 1998)
•Periode pemanasan atau peregangan yang dilakukan perlahan sebelum dimulainya latihan penguatan dan daya tahan tubuh membantu mempersiapkan otot untuk menghadapi kerja yang lebih berat secara bertahap
•Latihan fisik dibutuhkan untuk meningkatkan sirkulasi dan kekuatan kelompok otot yang diperlukan untuk ambulasi
•Alat bantu ambulasi harus digunakan dengan benar dan aman untuk menjamin keefektifan latihan dan mencegah cidera
•Upaya meningkatkan perasaan kontrol dan determinasi diri klien dapat membantu meningkatkan kepatuhan klien terhadap program latihan
•Latihan fisik meningkatkan kemandirian seseorang. Dengan memasukkan ROM ke dalam rutinitas sehari-hari dapat mendukung performa normal klien
•ROM aktif meningkatkan massa otot, tonus otot, dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan. ROM pasif meningkatkan mobilitas sendi dan sirkulasi
•Imobilitas yang lama dan gangguan fngsi neurosensorik dapat menyebabkan kontraktur permanen
•Tirah baring yang lama atau penurunan volume darah dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara tiba-tiba (hipotensi ortostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan aktivitas secara bertahap dapat mengurangi kelemahan dan meningkatkan daya tahan tubuh (Kasper, 1993)
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas Berhubungan dengan:
• Sekret yang berlebihan dan kental, sekunder akibat infeksi, inflamasi, alergi, merokok, penyakit jantung atau paru
• Imobilitas, statis sekret, dan batuk-batuk efektif, sekunder akibat penyakit pada SSP; depresi SSP/ trauma kepala; cedera serebrovaskular
• Supresi refleks batu, sekunder akibat (sebutkan)
• Imobilitas, sekunder akibat (pembedahan atau trama; nyeri, ansietas, kelemahan, gangguan persepsi/kognitif)
• Kelembapan yang sangat tinggi atau sangat rendah
• Terpajan udara dingin, tertawa, menangis, allergen, merokok
Kriteria hasil
Individu tidak akan mengalami aspirasi
Indikator
• Memperlihatkan upaya batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran gas
• Menjelaskan rasional intervensi untuk meningkatkan batuk
Intervensi
Mandiri
• Kaji faktor penyebab (mis, batuk tidak efektif, nyeri, sekret yang kental, kelemahan, dll)
• Ajarkan klien tentang batuk efektif yang benar
Bernapas yang dalam dan pelan sambil meninggikan badan setinggi mungkin
Gunakan pernapsan diafragma
Tahan napas selama 3-6 detik dan kemudian dengan perlahan keluarkan melalui mulut semaksimal mungkin (tulang rusuk bawah dan abdomen harus cekung ke dalam)
Ambil napas dalam kedua kali, tahan, keluarkan perlahan, dan batukkan dengan kekuatan penuh dari dada (bukan dari belakang mulut atau tenggorokan), lakukan batuk pendek yang kuat sebanyak dua kali
• Lakukan fisioterapi dada dan drainase postural seksual sesuai kebutuhan
• Jika ada nyeri, berikan obat pereda nyeri sesuai kebutuhan
• Sesuaikan pemberian dosis analgesik denagan sesi latihan batuk (mis, berikan dosis ½-1 jam sebelum latihan batuk)
• Tebtukan waktu ketika klien terlihat paling bebas dari rasa nyeri, yakni saat tingkat kesadaran dan penampilan fisiknya optimal. Saat itu merupakan waktu yang tepat untuk melakukan latihan napas dan batuk aktif
• Pastikan bahwa latihan batuk dilakukan pada puncak periode kenyaman setelah pemberian analgesik, bukan pada puncak rasa kantuk
• Pertahankan posisi tubuh yang baik untuk mencegah nyeri atau cedera otot
• Jika sekret kental, pertahankan hidrasi yang adekuat (tingkatkan asupan cairan hingga 2-3 kali sehari jika ada kontraindikasi)
• Pertahankan kelembapan udara inspirasi yang adekuat
• Jika batuk kronis, minimalkan iritan pada udara inspirasi (mis, debu, allergen)
• Izinkan klien beristirahat setelah berlatih batuk dan sebelum makan
• Beri periode istirahat yang tidak terganggu
• Beri obat yang telah diresepkan-depresan batuk, ekspetoran-sesuai instruksi dokter (tunda pemberian makan dan minum sesaat setelah pemberian obat untuk mendapatkan hasil terbaik)
• Redakan iritasi membrane mukosa dengan memberikan kelembapan (hirup uap dari shower, atau duduk di atas baskom yang berisi air yang beruap dengan meletakkan handuk di atas kepala mengencerkan sekret dan melegakan membran)
Kolaborasi
• Kolaborasikan dengan dokter untuk tindakan suction guna mempertahankan kepatenan jalan napas
• Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian oksigen melalui masker, kanul hidung, dan transtrakea guna mempertahankan dan meningkatkan oksigenasi
Rasionalisasi
• Batuk yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kelelahan dan tidak efektif, dan bisa menyebabkan bronkitis
• Latihan napas dalam dapat melebarkan jalan napas, menstimulasi produksi surfaktan, dan mengembangkan permukaan jaringan paru sehingga meningkatkan pertukaran gas. Batuk dapat mengencerkan sekret dan mendorongnya ke bronkus untuk dikeluarkan atau diisap. Pada beberapa klien, pernapasan
“huffing” mungkin efektif dan kurang menyakitkan
• Duduk pada posisi tegak menyebabkan organ-organ abdomen terdorong menjauhi paru, akibatnya perkembangan paru menjadi lebih besar
• Pernapasan diafagma mengurangi frekuensi pernapasan dan meningkatkan ventilasi alveolar
• Sekret yang kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan henti mukus; kondisi ini dapat menimbulkan atelektasis
• Sekret harus cukup encer agar mudah dikeluarkan nyeri atau rasa takut akan nyeri dapat melelahkan dan menyakitkan
Daftar Pustaka
Depkes R.I. (1987). Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta: Ganesia
Roper, N. (2002). Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta: Yayasan Essebtia Medica
Tartowo, W. (2003). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Taylor, C, dkk. (1989). Fundamental of Nursing:The Art and science of nursing care. Philadelphia: J.B. Lippincott co
Long, B. C. (1989). Medical and Surgical Nursing process approach. St. Louis Mosby Company
Kozier, B. (2004). Fundamental o Nursing Concept, process, and practice. (ed. 7). New Jersey: prentice Hall
Carpenito, L.J. (2002). Nursing Diagnosis: Application to Clinic practice. (ed. 9). Philadelphia: Lippincott