Lampiran CATATAN PERKEMBANGAN
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No.
Dx
Hari /
Tanggal pukul Tindakan keperawatan Evaluasi 1. Senin
- Mengatur posisi ½ duduk dengan kedua tangan di atas bantal yang berada diperut
- Mengobservasi gerakan kedua tangan
- Melakukan latihan rentang gerak di awali dengan pasif sesuai toleransi - Mengukur tanda-tanda vital
TD : 120/70 mmHg - Lakukan latihan
2. 18.00
18.30
18.45
19.00
- Melibatkan keluarga untuk mengetahui cara membantu perawatan klien
- Mengajarkan dan mengingatkan pentingnya cuci tangan
- Melakukan tekhnik steril dalam perawatan luka
- Mengkaji luka, apakah ada tanda-tanda infeksi
S:Klien
mengatakan nyeri, kebas pada derah luka
O:Luas luka bakar 27 % luka pada kaki kiri tampak merah dan kotor A:Masalah belum
teratasi - klien masi
3
.
19.25
19.30
- Mengkaji tingkat nyeri, skala nyeri 4-6
- Memberikan tehnik relaksasi - Memberi injeksi ketorolac 1 amp /8
jam dan injeksi ranitidine 1 amp/8 jam
S:Klien mengatakan sakit pada daerah luka bakar dan amputasi O:Klien tampak
meringis
kesakitan, skala nyeri 4-6 (sedang)
A:Masalah belum teratasi
- Klien mengatkan masih terasa nyeri
P:Rencana tindakan dilanjutkan - kaji tingkat
nyeri
- Berikan tehnik relaksasi - Pantau vital
sign
1. selasa/
- Mengkaji kemampuan mobilitas fisik
- Mengubah posisi tidur , tidur terlentang bahu diganjal 1 bantal - Membantu mengelap pasien dengan
menggunakan air hangat
- Membantu memberi diet MB habis 1 porsi - Lakukan latihan
2 18.45 19.00
19.25 20.00
- Mengkaji skala nyeri 4-6 - Mengukur vital sign :
TD : 120 / 90 mmHg HR : 82 kali / menit RR : 22 kali / menit TEMP : 360C
- Merubah posisi semi fowler - Mengajarkan tekhnik nafas dalam - Melakukan injeksi ketorolac
30mg/8 jam
S:Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang
- Berikan tehnik relaksasi - Pantau vital
sign
DAFTAR PUSTAKA
Wilkinson, J. M. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9, Jakarta: EGC. Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Mubarak, W. I. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Cetakan pertama, Jakarta: EGC.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2006). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2005). Buku Ajar : Fundamental Keperawatan Konsep,
Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. I dengan gangguan kebutuhan dasar Imobilisasi dengan melakukan pembahasan kesenjangan antara teoritis dengan kasus, maka pada kesempatan ini penulis menarik beberapa kesimpulan dan memberikan beberapa saran sesuai dengan penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien sebagai berikut:
3.1 Kesimpulan
1. Pada tahap pengkajian data yang ditemukan pada klien Tn.I dengan gangguan kebutuhan dasar Imobilisasi, klien mengatakan nyeri di daerah luka bakar, klien terlihat gelisah, klien meringis kesakitan, TD 110/70, temp 37,50c, HR 84 x/menit, RR 20 x/menit, klien mengatakan sulit melakukan aktivitas dan apabila melakukan aktivitas tangannya terasa nyeri dan kakinya terasa panas, kebas, dan berdenyut, klien tampak gelisah, klien tampak cemas.
2. Setiap masalah keperawatan yang ditemukan pada Tn.I dibuat suatu perencanaan untuk memecahkan masalah yang disusun sesuai dengan perencanaan dan prioritas masalah serta dengan sarana dan fasilitas yang tersedia dirumah sakit.
3. Implementasi yang dilakukan penulis pada Tn.I sesuai dengan rencana tindakan yang sudah disusun sebelumnya dan disesuaikan dengan sarana dan fasilitas yang ada dirumah sakit.
3.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis simpulkan adalah sebagai berikut : 1. Bagi rumah sakit
Diharapkan lebih mengutamakan dan menjaga kesterilan alat serta lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
2. Bagi Perawat
a. Pada saat melakukan pengkajian pada klien, perawat berperan aktif, menanyakan kepada klien tentang apa yang dirasakan klien dan keluarga selama menderita penyakit ini agar perawat menegakkan diagnosa keperawatan yang aktif.
c. Dalam merencanakan pemecahan masalah hendaknya klien dan keluarga di ikutsertakan, sehingga terjalin kerja sama yang baik untuk mempermudah pemecahan masalah
d. Diharapkan kepada perawat memberikan healths education, kepada klien dan keluarga agar rutin minum obat secara teratur, dosis tepat, waktu tepat dan kepada keluarga mengawasi pemakaian obat selama 3 bulan untuk mencegah kekambuhan (infeksi sekunder), mengurangi aktivitas dan menganjurkan pada klien untuk cukup istirahat.
e. Menilai tingkat kebersihan terhadap pemecahan masalah, diharapkan kepada perawat untuk melakukan implementasi yang jelas direncakan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan klien, untuk mencapai hasil yang maksimal sehingga masalah teratasi
3. Bagi klien dan keluarga
a. Perlu memperhatikan pola istirahat tidur klien agar klien dapat tidur dengan tenang dan jam istirihat tidur klien terpenuhi,
b. Dan disaran untuk membatasi aktivitas yang akan mengganggu keadaan luka, istirahat cukup sering yang dapat menghilangkan rasa nyeri.
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
2.1. Konsep Dasar Mobilisasi 2.1.1. Defenisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit- khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh) (Mubarak, 2008).
Imobilisasi merupakan suatu kondisi yang relatif. Maksudnya, individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya. Menurut (Mubarak, 2008) ada beberapa alasan dilakukan imobilisasi:
1. Pembatasan gerak yang ditujukan untuk pengobatan atau terapi. Misalnya pada klien yang menjalani pembedahan atau yang mengalami cedera pada tungkai dan lengan.
2. Keharusan (tidak terelakkan). Ini biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan primer, seperti penderita paralisis.
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup. 2.1.2. Jenis Imobilitas
Menurut (Mubarak, 2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain:
1. Imobilitas Fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas Intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.
3. Imobilitas Emosional
4. Imobilitas Sosial
Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit. (Mubarak, 2008)
2.1.3. Dampak Fisik dan Psikologi Imobilitas
Masalah imobilitas dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun psikologis. Secara psikologis, imobilitas dapat menyebabkan penurunan motivasi, kemunduran kemampuan dalalm memecahkan masalah dan perubahan konsep diri (Mubarak, 2008).
Sedangkan masalah fisik (Mubarak, 2008) dapat terjadi adalah sebagai berikut: 1. Sistem musculoskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti osteoporosis, atrofi otot, kontraktur dan kekakuan serta nyeri pada sendi.
2. Elliminasi urin
Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat imobilisasi adalah stasis urin, batu ginjal, retensi urin, infeksi perkemihan.
3. Gastrointestinal
Kondisi imobilisasi mempengaruhi tiga sistem pencernaan, yaitu fungsi ingesti, digesti dan eleminasi.
4. Respirasi
Masalah yang umum ditemui yaitu penurunan gerak pernafasan, penumpukan sekret, atelektasis.
5. Sistem kardiovaskular
Masalah yang umum ditemui yaitu Hipotensi ortostatik, pembentukan thrombus, edema dependen.
6. Metabolisme dan nutrisi
Masalah yang umum ditemui yaitu penurunan laju metabolisme, balans nitrogen negatif, anoreksia.
7. Sistem integument
Masalah yang umum ditemui yaitu turgor kulit menurun, kerusakan kulit. 8. Sistem neurosensorik
2.1.4. Tingkatan Imobilitas
Tingkatan imobilitas bervariasi, diantaranya adalah: 1. Imobilitas komplit
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang mengalami gangguan tingkat kesadaran.
2. Imobilitas parsial
Imobilitas ini dilakukan pada klien yang mengalami fraktur, misalnya fraktur ekstremitas bawah (kaki).
3. Imobilitas karena alasan pengobatan
Imobilitas ini dilakukan pada individu yang menderita gangguan pernafasan (misalkan sesak nafas) atau pada penderita penyakit jantung. Pada kondisi tirah baring (bedrest) total, klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh berjalan ke kamar mandi atau duduk dikursi. Akan tetapi, pada tirah baring bukan total, klien masih diperbolehkan untuk turun dari tempat tidur dan berjalan kekamar mandi atau duduk dikursi. Keuntungan dari tirah baring antara lain mengurangi kebutuhan oksigen sel-sel tubuh, menyalurkan sumber energi untuk proses penyembuhan, dan dapat mengurangi respon nyeri.
2.2. Proses Keperawatan 2.2.1. Pengkajian
Saat mengkaji data tentang masalah imobilitas, perawat menggunakan metode pengkajian inspeksi, palpasi dan auskultasi. Selain itu perawat juga memeriksa hasil tes laboratorium serta mengukur berat badan, asupan cairan dan haluaran cairan klien (Tarwoto & Wartonah, 2006).
Karena tujuan intervensi keperawatan adalah untuk mencegah komplikasi imobilitas, maka perawat perlu mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami komplikasi. Ini termasuk klien yang mengalami (a) gizi buruk; (b) penurunan sensitivitas terhadap nyeri, temperatur atau tekanan; (c) masalah kardiovaskuler, paru, dan neuromuscular; serta (d) perubahan tingkat kesadaran (Mubarak, 2008).
Sistem metabolic. Ketika mengkaji sistem metabolic, perawat menggunakan pengukuran antropometrik untuk mengevaluasi atrofi otot, menggunakan pencatat asupan dan haluaran saerta data laboratorium untuk mengevaluasi status cairan, elektrolit maupun kadar serum protein, mengkaji penyembuhan luka untuk mengevaluasi perubahan transport nutrein, mengkaji asupan makanan dan pola eliminasi klien untuk menentukan perubahan fungsi gastrointestinal (Potter & Perry, 2005).
Pengukuran asupan dan haluaran membantu perawat untuk menentukan apakah terjadi ketidakseimbangan cairan. Dehidrasi dan edema dapat meningkatkan laju kerusakan kulit pada klien imobilisasi. Pengukuran laboratorium terhadap kadar elektrolit darah juga mengindikasikan ketidakseimbangan elektrolit (Potter & Perry, 2005).
Apabila klien imobilisasi mempunyai luka, maka kecepatan penyembuhan menunjukan indikasi nutrein yang di bawa kejaringan. Kemajuan penyembuhan yang normal mengindikasikan kebutuhan metabolic jaringan luka terpenuhi (Potter & Perry, 2005).
Sistem respiratori. Pengkajian sistem respiratori harus dilakukan minimal setiap 2 jam pada klien yang mengalami keterbatasan aktivitas. Perawat menginspeksi pergerakan dinding dada selama siklus inspirasi-ekspirasi penuh. Jika klien yang mengalami etelektasis, gerakan dadanya menjadi asimetris. Selain itu, perawat mengauskultasi seluruh area paru-paru untuk mengidentifikasi gangguan suara nafas,
crackles atau mengi. Auskultasi harus berfokus pada area paru-paru yang tergantung
pada sekresi paru cenderung menumpuk di area bagian bawah. Pengkajian sistem respiratori lengkap mengidentifikasi adanya sekresi dan menentukan tindakan keperawatan yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan fungsi respiratori (Potter & Perry, 2005).
Sistem musculoskeletal. Kelainan musculoskeletal utama dapat diidentifikasi selama pengkajian keperawatan meliputi penurunan tonus otot, kehilangan masa otot, dan kontraktur. Gambaran pengukuran antropometrik sebelumnya mengidentifikasikan kehilangan tonus dan masa otot (Potter & Perry, 2005).
Pengkajian rentang gerak adalah penting sebagai data dasar yang mana hasil pengukuran nantinya dibandingkan untuk mengevaluasi terjadi kehilangan mobilisasi sendi. Rentang gerak di ukur dengan goniometri (Potter & Perry, 2005).
Sistem integument. Perawat harus terus menerus mengkaji kulit klien terhadap tanda-tanda kerusakan. Kulit harus diobservasi ketika klien bergerak, diperhatikan higienisnya atau dipenuhi kebutuhan eliminasinya. Pengkajian minimal harus dilakukan minimal 2 jam (Potter & Perry, 2005).
Sistem eliminasi. Status eliminnasi klien harus dievaluasi setiap 24 jam. Perawat harus menentukan bahwa klien menerima jumlah dan jenis cairan melalui oral atau parenteral dengan benar. Tidak adekuat asupan dan haluaran atau ketidakseimbangan cairan dan elektrolit meningkatkan risiko yang gangguan sistem ginjal, bergeser dari infeksi berulang menjadi gagal ginjal. Dehidrasi juga meningkatkan risiko kerusakan kulit, pembentukan thrombus, infeksi pernafasan, konstipasi. Komplikasi fisik dapat menurunkan keseluruhan tingkat mobilisasi dan meningkatkan lama dan biaya perawatan (Potter & Perry, 2005).
2.2.2 Analisa data
Contoh Diagnosa keperawatan NANDA untuk Ketidaktepatan Mekanika Tubuh dan Hambatan Mobilisasi
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan : - Kesejajaran tubuh yang buruk
- Penurunan mobilisasi
Risiko cedera yang berhubungan dengan : - Ketidaktepatan mekanika tubuh - Ketidaktepatan posisi
- Ketidak tepatan tekhnik pemindahan
Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan : - Penurunan rentang gerak
- Tirah baring
- Penurunan kekuatan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan : - Stasis sekresi paru
- Ketidaktetapan posisi tubuh
Ketidakefektiifan pola nafas yang berhubungan dengan : - Penurunan pengembangan paru
- Penumpukan sekresi paru - Ketidaktepatan posisi tubuh
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan : - Pola nafas ridak simetris
- Penurunan pengembangan paru - Penumpukan sekresi paru
Gangguan intergritas kulit atau risiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan :
- Keterbatasan mobilisasi - Tekanan permukaan kulit - Gaya gesek
Gangguan eliminasi urin yang berhubungan dengan : - Risiko infeksi
Inkontinensia total yang berhubungan dengan : - Perubahan pola eliminasi
- Keterbatasan mobilisasi
Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan : - Penurunan asupan cairan
Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan : - Pengurangan tingkat aktivitas
- Isolasi sosial
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan : - Keterbatasan mobilisasi
- Ketidaknyamanan
Perubahan kesejajaran tubuh diakibatkan perbuhan perkembangan, kelainan postur, kelainan pembentukan tulang, gangguan perkembangan otot, kerusakan sistem muskuluskeletal. Pengkajian data harus berisi karakteristik yang bermakna dan tepat untuk mendukung penamaan diagnostik (Potter & Perry, 2005).
Kesejajaran tubuh dan mobilisasi saliang berhubungan. Seseorang yang menpuyai kesejajaran tubuh buruk mengurangi mobilisasi. Saat mengidentifikasi diagnosa keperawatan, perawat menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya berhubungan dengan kesejajaran tubuh buruk atau gangguan mobilisasi (Potter & Perry, 2005).
Aspek fisiologis sering hanya berfokus pada asuhan keperawatan klien gangguan mobilisasi. Sedangkan aspek psikososial dan perkembangan diabaikan. Padahal aspek psikososial tersebut penting untuk kesehatan. Contoh, selama imobilisasi, interaksi sosial dan stimulus dikurangi. Sehingga klien terisolasi, menarik diri dan bosan. Klien seperti itu sering menggunakan bel pemanggil perawat untuk meminta sedikit perhatian, apabila kebutuh an sosialisasi mereka lebih besar (Potter & Perry, 2005).
2.2.3 Rumusan Masalah
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah mobilisasi bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label diagnosis untuk masalah mobilisasi meliputi Hambatan Mobilitas Fisik atau Risiko Dissuse Syndrome. Sedangkan label diagnosis dengan masalah mobilisasi sebagai etiologi bergantung pada area fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Nanda
2.2.4 Perencanaan
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi bervariasi, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik masing-masing individu. Menurut Koizier (2004) dalam Mubarak (2008), beberapa tujuan umumm untuk klien yang mengalami, atau berpotensi mengalami, masalah mobilisasi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan toleransi klien untuk melakukan aktivitas fisik.
2. Mengembalikan atau memulihkan kemampuannya untuk bergerak/atau berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari.
3. Mencegah terjadinya cedera akibat jatuh atau akibat penggunaan mekanika tubuh yang salah.
4. Meningkatkan kebugaran fisik.
5. Mencegah terjadinya komplikasi akibat imobilitas.
6. Meningkatkan kesejahteraan sosial, emosional dan intelektual (Mubarak, 2008). Perawat membuat perencanaan intervensi terapeutik terhadap klien yang bermasalah kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun beresiko. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan derajat risiko klien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat kesehatan dan gaya hidup (Mubarak, 2008).
Lingkungan rumah klien merupakan hal yang penting dipertimbangkan dalam merencanakan terapi dalam mempertahankan atau meningkatkan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Perencanaan perawatan juga termasuk pemahaman kebutuhan klien untuk mempertahankan fungssi motorik dan kemandirian. Perawat dan klien untuk mempertahankan keterlibatan klien dalam asuhan keperawatan dan mencapai kesejajaran tubuh dan mobilisasi yang optimal dimana klien berbeda di rumah sakit ataupun di rumah (Mubarak, 2008).
Rencana keperawatan didasari oleh satu atau lebih tujuan berikut ini: 1. Mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat.
2. Mencapai kembali kesejajaran tubuh yang tepat ataupun pada tingkat optimal. 3. Mengurangi cedera pada sistem kulit dan musculoskeletal dari ketidaktepatan
mekanika atau kesejajaran.
4. Mencapai ROM penuh atau optimal. 5. Mencegah kontraktur.
6. Mempertahankan kepatenan jalan nafas.
7. Mencapai ekspansi paru dan pertukaran gas optimal. 8. Memobilisasi sekresi jalan nafas.
9. Mempertahankan pola tidur normal. 10. Meningkatkan toleransi aktivitas. 11. Mencapai pola eliminasi normal. 12. Mempertahankan pola tidur normal. 13. Mencapai sosialisasi.
14. Mencapai kemandirian penuh dalam aktivitas perawatan diri. 15. Mencapai stimulasi fisik dan mental.
Mempertahankan kesejajaran tubuh merupakan hal penting khususnya pada klien yang mengalami keterbatasan mobilisasi aktual maupun potensial. Misalnya pada klien koma, harus diposisikan dengan penggunaan bantaldan diubah posisinya sesering untukk mengurangi risiko kesejajaran buruk dan cedera sistem kulit maupun musculoskeletal. Frekuensi perubahan berdasarkan pengkajian klien terhadap risiko perkembangan dekubitus. (Potter & Perry, 2006).
2.3 Asuhan Keperawatan Kasus
PROGRAM DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN USU
1. Pengkajian BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 tahun
Statur Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Telaga No. 24 Medan Tanggal Masuk RS : 23 Mei 2014
No. Register : 2
Ruangan/Kamar : R.XV/DAHLIA 1 Golongan darah : -
Tanggal pengkajian : 02 Juni 2014 Tanggal operasi : -
Diagnosa Medis : Electrical Burn 27 %
I. KELUHAN UTAMA :
Tn. I mengeluh sulit melakukan aktivitas karena luka bakar yang terdapat pada tangan dan kaki kanannya.
II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A. Provocative/palliative
1. Apa penyebabnya
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan
Tn. I mengatakan hal yang memperbaiki keadaan adalah saat diberikan obat dan istirahat.
B. Quantity/quality
1. Bagaimana dirasakan
Tn. I mengatakan nyeri pada daerah luka seperti rasa terbakar disertai dengan gatal pada daerah luka tersebut dan oleh sebab itu pasien sulit untuk melakukan aktifitas.
2. Bagaimana dilihat
Tn. I terlihat cemas dengan keadaannya dilihat dari raut wajah dan konsentrasi menjawab pertanyaan dan terlihat lemah di atas tempat tidur.
C. Region
1. Dimana lokasinya
Luka berada di bagian paha dan tangan sebelah kanan. 2. Apakah menyebar
Tidak adanya penyebaran luka bakar yang dialami. D. Severity
Tn.I mengatakan keadaan yang sekarang sangat mengganggu kebiasaannya sehari-hari. Kerena sulit untuk melakukan aktifitas.
E. Time
Saat ingin melakukan pergerakan / aktifitas. III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang pernah dialami Demam, diare.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Tn. I mengatakan jika sakit Tn.I pergi ke puskesmas di sekitar rumah. C. Pernah dirawat/dioperasi
Tn. I mengatakan tidak pernah dirawat maupun dioperasi. D. Lama dirawat
Tn. I mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit. E. Alergi
F. Imunisasi
Menurut dari keterangan keluarga Tn. I (ibu) Tn. I mendapatkan imunisasi lengkap.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Orang Tua
Orang tua Tn. I tidak ada mengalami penyakit yg berarti B. Saudara Kandung
Saudara kandung Tn. I tidak ada mengalami penyakit yg berarti C. Penyakit keturunan yang ada
Tidak ada penyakit keturunan dari keluarga Tn. I D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Jika ada, hubungan keluarga : tidak ada
Gejala : tidak ada
Riwayat pengobatan/perawatan : tidak ada E. Anggota keluarga yang meninggal
Tidak ada anggota keluarga yg meninggal. F. Penyebab meninggal
Tidak ada anggota keluarga yg meninggal. V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOLOGI
A. Persepsi Pasien tentang penyakitnya
Pasien mengatakan keadaan sekarang yang dialami adalah akibat kelalaiannya.
B. Konsep Diri
− Gambaran Diri : pasien mengatakan sedih dengan keadaan tubuhnya yang sekarang
− Ideal Diri : pasien mengatakan tamat SMA langsung berkerja
− Harga Diri : pasien merasa dirinya diterima oleh orang disekelilingnya
− Peran Diri : pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
− Identitas : pasien ingin cepat sembuh dan segera pulang C. Keadaan Emosi
D. Hubungan Sosial
− Orang yang berarti :
Tn. I mengatakan orang yang berarti adalah keluarganya.
− Hubungan dengan keluarga :
Tn. I menjalin hubungan baik dengan keluarga
− Hubungan dengan orang lain :
Tn. I dapat berinteraksi dengan orang yang ada di sekitarnya
− Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Tidak ada hambatan dalam berhubungan.
E. Spiritual
− Nilai dan keyakinan
Tn. I memeluk agama Islam dan percaya dengan Tuhannya.
− Kegiatan ibadah
Tn. I beribadah sesuai ketentuan agamanya, dan sering melakukan sholat berjamaah di dekat rumahnya
VI. STATUS MENTAL
− Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
− Penampilan : Rapi
− Pembicaraan : Sesuai
− Alam kesadaran : Lesu
− Afek : Sesuai
− Interaksi selama wawancara : Kooperatif dan Kontak mata ada
− Persepsi : Tidak ada
− Proses piker : Sesuai pembicaraan
VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan umum
Baik, luka yang di alami masih tertutup perban B. Tanda-tanda vital
− Suhu tubuh : 37,5oC
− Tekanan darah : 110/70 mmHg
− Nadi : 84x/menit
− Pernafasan : 20x/menit
− Skala nyeri : 5
− TB : 168 cm
− BB : 54 kg
C. Pemeriksaan Head to toe Kepala dan rambut
− Bentuk : Simetris
− Ubun-ubun : Simetris
− Kulit kepala : Bersih
Rambut
− Penebaran dan keadaan rambut : rambut bersih dan rapi
− Bau : tidak ada bau
− Warna kulit : hitam
Wajah
− Warna kulit : sawo matang
− Struktur wajah : lengkap
Mata
− Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris
− Palpebra : normal
− Konjungtiva dan sclera : konjungtiva tidak pucat dan skelra berwarna
− Pupil : ukuran pupil kiri +/- 3 mm,
ukuran pupil kanan : +/- 3 mm
− Visus : pasien dapat membaca buku dalam jarak +/- 3 meter
− Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan Hidung
− Tulang hidung dan posisi septum nasi : simetris dan tidak ada kelainan
− Lubang hidung cuping hidung : ukuran normal
− Cuping hidung : tidak ada tanda kelainan Telinga
− Bentuk telinga : Normal, simetris
− Ukuran telinga : Normal
− Lubang telinga : bersih, tidak ada kotoran
− Ketajaman pendengaran : normal Mulut dan faring
− Keadaan bibir : Kering
− Keadaan gusi dan gigi : Bersih
− Keadaan lidah : berwarna merah muda
Leher
− Posisi trachea/thyroid : normal, teraba pada kedua sisi
− Suara : normal
− Kelenjar limfa : tidak dilakukan pemeriksaan
− Vena jugularis : tampak ketika berbicara
− Denyut nadi karotis : tidak dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan integument
− Kebersihan : kulit bersih
− Kehangatan : 37,50C
− Warna : sawo matang
− Turgor : kembali cepat < 2 detik
− Kelembaban : keadaan kulit lembab
Pemeriksaan thoraks/dada
− Inspeksi thoraks (normal, burrel chest, funnel chest, pigeon chest, flail chest, kifos koliasis): normal
− Pernafasan (frekwensi, irama): frekwensi 24x/menit, irama vesikuler
− Tanda kesulitan bernafas: tidak ada tanda kelainan Pemeriksaan abdomen
− Inspeksi (bentuk, benjolan): bentuk normal dan tidak ada terlihat kelainan
− Auskultasi: peristaltic normal
− Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, ascites, hepar, lien): terdapat lubang anus dan tidak ada kelainan
− Perkusi (suara abdomen): suara tympani Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya
− Genitalia (rambut pubis, lubang uretra) : Tidak dilakukan pemeriksaan
− Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum): Tidak dilakukan pemeriksaan
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI I. Pola makan dan minum
− Frekuensi makan/hari: 3 kali / hari
− Nafsu/selera makan : pasien mengatakan selera makan seperti biasa
− Nyeri ulu hati : tidak ada nyeri uluu hati
− Alergi : tidak ada alergi makanan
− mual dan muntah : tidak ada mual dan muntah
− Waktu pemberian makanan : 08.00 wib, 14.00 wib, 19.00 wib
− Jumlah dan jenis makanan : nasi, sayur, lauk, buah
− Waktu pemberian cairan/minuman : pasien terpasang cairan infuse RL 20 tetes / menit, minum apabila haus
II. Perawatan diri/personal hygiene
− Kebersihan tubuh : pasien selama mengalami luka bakar hanya di lap oleh orang tua
− Kebersihan gigi dan mulut : bersih
− Kebersihan kuku kaki dan tangan : bersih III. Pola kegiatan/aktivitas
− Uraian aktivitas pasien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian dilakukan secara mandiri, sebahagian atau total :
Saat ini pasien dalam melakukan kegiatan membutuhkan bantuan seperti mandi, ganti pakaian, serta makan.
− Uraikan aktivitas ibadah pasien selama dirawat/sakit : Untuk saat ini pasien tidak ada melakukan kegiatan ibadah. IV. Pola eliminasi
1. BAB
− Pola BAB : 1-2 kali / hari
− Karakter feses : normal
− Riwayat perdarahan : tidak ada pendarahan
− BAB terakhir : sore
− Diare : tidak ada diare
− Penggunaan laksatif : tidak ada penggunaan laksatif 2. BAK
− Pola BAK: 2-3 kali / hari
− Karakter urin: normal
− nyeri/rasa terbakar/kesulitan BAK : tidak ada kesulitan BAK
− Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : tidak ada
− Penggunaan diuretic : tidak ada penggunaan diuretik
2. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1 DS:
Klien mengatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara mandiri
DO :
- klien bedrest di atas tempat tidur
- Klien terlihat lemah - Aktivitas di Bantu oleh
keluarga dan perawat
Luka bakar / sengatan listrik
Kerusakan jaringan kulit
Gangguan
Klien mengatakan panas, kebas, dan bau di daerah luka bakar
DO:
- Luka di kaki dan tangan tampak merah, masih ber air dan kotor - Skala nyeri 4-6
Pertahanan primer tidak adekuat
Resiko terjadi infeksi
3. DS:
Klien mengatakan nyeri di daerah luka bakar dan berdenyut.
DO :
- Klien terlihat gelisah - Klien meringis kesakitan, - TD 110/70 mmHg
- Team 370c
- HR: 85 kali / menit - RR : 20 kali / menit - Skala nyeri 4-6 Luas luka 27 %.
Luka bakar/sengatan listrik
Kerusakan jaringan kulit / saraf
Nyeri
Meringis dan gelisah
Gangguan rasa nyaman
nyeri
3. Rumusan Masalah
MASALAH KEPERAWATAN 1. Gangguan mobilisasi
2. Risiko tinggi infeksi
3. Gangguan rasa nyaman nyeri
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
4. Perencanaan Keperawatan dan Rasional Hari/
Tanggal No.
Dx Perencanaan Tindakan
Senin/
Tujuan dan kriteria hasil:
a. Mencapai mobilisasi di tempat tidur. b. Mendemonstrasikan mobilitas.
c. Menunjukan tekhnik / perilaku yang memampukan melakukan aktivitas.
d. Mempertahankan posisi fungsi di buktikan oleh tidak adanya kontraktur.
a. Faktor risiko infeksi akan hilang.
b. Pasien akan memperlihatkan pengendalian resiko. c. Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. Bebas
eksudatpurulen dan tidak demam.
a. Memperlihatkan pengendalian nyeri. b. Melaporkan nyeri berkurang / terkontrol.
c. Menunjukan ekspresi wajah / postur tubuh rileks.
d. Berpartisipasi dalamm aktivitas dan tidur / istirahat dengan tepat.
Rencana Tindakan Rasional
1 1. Pengaturan posisi.
2. Perawatan tirah baring.
1. Mengatur penempatan pasien atau bagian tubuh pasien secara hati-hati untuk meningkatkan kesejahteraan fisiologis dan psikologis. 2. Meningkatkan kenyamanan
dan keamanan serta
2.
3. Dorong dukungan dan bantuan keluarga / orang terdekat pada pelatihan rentang gerak.
4. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
5. Dorong partisipasi pasien dalam semmua aktifitas sesuai
kemampuan individual.
1. Tekankan pentingnya cuci tangan yang baik untuk semua individu yang dating kontak dengan pasien.
2. Gunakan tekhnik steril dalam perawatan luka.
3. Observasi vital sign
3. Mengajak orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikaan terapi lebih konstan / konsisten
4. Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut dan kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dari tulang.
5. Meningkatkan kemandirian. Meningkatkan arga diri, dan membantu proses perbaikan.
1. Mencegah kontaminasi silang : menurunkan risiko infeksi
2. Mencegah agar luka tidak terinfeksi lebih.
3.
4. Observasi luka bakar, perhatikan perubahan luka.
1. Tinngkatkan periode tidur tanpa gangguan.
2. Melakukan tinndakan manajemen nyeri.
3. Lakukan penggantian balutan dan
debridemen setelah pasien diberi obat.
4. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.
5. Kolaborasikan dalam pemberian analgetik
4. Mengetahui perkembangan penyembuhan luka.
1. Kekurangan tidur dapat miningkatkan nyeri /
kemampuan koping menurun 2. Meringankan atau mengurangi
nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat di terima oleh pasien.
3. Menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian baluutan dan debridement
4. Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosidan dapat meningkatkan mekanisme koping.
5. Pelaksanaan Keperawatan Hari/
Tanggal No.
Dx Implementasi keperawatan
Evaluasi
- Mempertahankan posisi tubuh tepat khususnya untuk luka bakar di atas sendi
- Mendorong parstisipasi pada dalam semua aktivitas sesuai kemampuan
- Mendorong dukungan dan bantuan keluarga pada latihan rentang gerak Aktif atau pun Pasif
- Mengajarkan dan mengingatkan pentingnya cuci tangan
- Melakukan tekhnik steril dalam perawatan luka
- Melakukan vital sign: TD : 120 / 70 mmHg HR : 86kali / menit RR :24 kali / menit TEMP : 37,60C
- Mengkaji luka, apakah ada tanda-tanda infeksi
S: Klien mengatakan masih nyeri bila dilakukan pergerakan O : klien terlihat tidur
terlentang dan semua kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat
P : intervensi dilanjutkan - Kaji kemampuan
mobilitas fisik
S: klien mengatakan merasa nyeri dengan skala 6-8
O: luas luka bakar 27% dan luka masih tampak kemerahan
A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan
- Observasi
3. - Mengkaji skala nyeri 4-6
- Merubah posisi semi fowler
- Mengajarkan tekhnik nafas dalam
S: klien mengatakan nyeri pada daerah luka dan jika dilakukan pergerakan O: klien tampak meringis dengan skala nyeri 4-6, A: masalah belum teratasi sebagian
P: rencana tindakan dilanjutkan
- Lakukan ROM pasif aktif
Selasa/03 Juni 2014
1. - Mempertahankan posisi tubuh tepat khususnya untuk luka bakar di atas sendi
- Melakukan latihan rentang gerak secara konsisten di awali dengan pasif kemudian aktif .
- Mendorong dukungan dan bantuan keluarga pada latihan rentang gerak
S: Klien mengatakan
nyeri sudah
berkurang dan sudah mulai melakukan pergerakan sedikit demi sedikit
O : klien terlihat tidur terlentang dan semua kebutuhan dibantu oleh keluarga dan perawat
A : Masalah belum teratasi
- Klien mengatakan bahwa nyeri sudah mulai berkurang P : intervensi dilanjutkan
2.
3.
- Mengajarkan dan mengingatkan pentingnya cuci tangan
- Melakukan tekhnik steril dalam perawatan luka
- Melakukan vital sign: TD : 120 / 90 mmHg HR : 82 kali / menit RR : 22 kali / menit TEMP : 360C
- Mengkaji luka, apakah ada tanda-tanda infeksi
- Mengkaji skala nyeri 4-6 - Mengukur vital sign :
TD : 120 / 90 mmHg HR : 82 kali / menit RR : 22 kali / menit TEMP : 360C
- Merubah posisi semi fowler
- Mengajarkan tekhnik nafas dalam
- Melakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik :
injeksi ketorolac 30mg/8 jam ranitidine 50mg/12 jam ceftriaxone 1gr/12 jam
S: klien mengatakan merasa nyeri dengan skala 4-6
O: luas luka bakar 27% dan luka masih tampak kemerahan
A: masalah belum teratasi P: rencana tindakan dilanjutkan
- Observasi
perkembangan luka
S: klien mengatakan nyeri pada daerah luka dan jika dilakukan pergerakan
O: klien tampak meringis dengan skala nyeri 4-6,
A: masalah belum teratasi sebagian P: rencana tindakan dilanjutkan
- Lakukan ROM pasif aktif
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Combustio atau luka bakar merupakan suatu kejadian yang paling sering terjadi di
Indonesia dan negara lainnya. Luka bakar yang terjadi dapat disebabkan oleh panas, listrik ataupun kimia. Dan kecelakaan luka bakar ini dapat terjadi dimana-mana seperti di rumah, kantor ataupun tempat umum yang lainnya (mal, terminal). 80% kecelakaan yang menyebabkan luka bakar terjadi di rumah dan korban yang terbanyak ternyata anak-anak, entah terkena air panas, tumpahan kuah sayur, api dan lain sebagainya. (Smeltzer, 2001)
Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang dalam dan luas masih merupakan penyebab utama kematian. Oleh sebab itu penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus, karena luka bakar berbeda dengan luka tubuh lain (seperti tusuk, tembak atau sayatan). Ini disebabkan karena luka bakar terdapat keadaan seperti mengeluarkan banyak air, serum, darah, terbuka untuk waktu yang lama dan ditempati kuman dengan patogenitas tinggi (mudah terinfeksi) (Smeltzer, 2001).
Oleh sebab itu, pasien luka bakar memerlukan penanganan yang serius dimana dalam hal ini peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Selain itu, diperlukan kerjasama dengan tim medis yang lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi dan bahkan psikiater. (Tarwoto & Wartonah, 2006)
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka yang lainnya, karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri patogen; mengalami edukasi dengan pembesaran sejumlah besar air, protein, serta elektrolit; dan kerapkali memerlukan pencangkokan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer, 2001).
Metode lund dan browder. Metode yang lebih tepat untuk memperkirakan luas
Evaluasi pendahuluan dibuat ketika pasien tiba di rumah sakit dan kemudian direvisi pada hari kedua serta ketiga pasca-luka bakar karena garis dermakasi biasanya baru tampak jelas setelah periode tersebut (Smeltzer, 2001).
Menurut Lund dan Browder. Metode yang digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh luka bakar sesuai dengan golongan usia(Smeltzer, 2001).
Area luka bakar
Lahir 1 tahun 5 tahun 10 tahun 15 tahun Dewasa
Setengah kepala 9 ½ % 8 ½ % 6 ½ % 5 ½ % 3 ½ % 3 ½ % Setengah paha 2 ¾ % 3 ¼ % 4 % 4 ¼ % 4 ½ % 4 ¾ % Setengah
tungkai bawah
2 ½ % 2 ½ % 2 ¾ % 3 % 3 ¼ % 3 ½ %
Metode Rule of Nine untuk menentukan persentase luas permukaan tubuh yang
mengalami cedera luka bakar (Smeltzer, 2001) :
Area luka bakar %
Kepala 9 %
Ekstremitas atas kanan 9 %
Ekstremitas atas kiri 9 %
Torso 36 %
Perenium 1 %
Ekstremitas bawah kanan 18 %
Ekstremitas bawah kiri 18 %
Total 100 %
Meningkatkan mobilitas fisik pada luka bakar
Prioritas dini adalah mencegah komplikasi akibat imobilitas. Bernafas dalam, membalikkan tubuh dan mengatur posisi yang benar merupakan praktik keperawatan yang esensial untuk mencegah etelektasis serta pneumonia, untuk mengendalikan edema dan untuk mencegah dekubitus srta kontraktur. Intervensi ini dapat di modifikasi untuk memenuhi kebutuhan individual pasien. Tempat tidur khusus (air fluideized bed
and rotation bed) mungkin berguna dan upaya duduk serta ambulasi yang dini perlu
Apabila ekstremitas bawah turut terbakar, verban tekan elastis harus sudah dipasang sebelum pasien diletakkan dalam posisi tegak. Verban ini akan mempermudah aliran darah balik vena dan mengurangi pembengkakkan. (Smeltzer, 2001).
Luka bakar dalam keadaan dinamis selama satu tahu atau lebih sebelum lukanya menutup. Selama periode waktu ini harus diusahakan berbagai upaya yang agresif untuk mencegah kontraktur dan pembentukan parut yang hipertrofik. Latihan gerak yang aktif maupun pasif dapat dimulai sejak awal masuk rumah sakit dan kemudian dilanjutkan dengan pembatasan yang ditentukan oleh dokter setelah dilakukan pencangkokkan kulit.
Bidai atau alat-alat fungsional lainnya dapat digunakan pada ekstremitas untuk mengendalikan kontraktur. Perawat harus memantau bagian tubuh yang dibidai untuk mendeteksi tanda-tanda insufisiensi vaskuler dan kompresi saraf (Smeltzer, 2001). 1.2. TUJUAN
Dalam Karya Tulis Ilmiah ini penulis telah merumuskan beberapa tujuan, antara lain :
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan kasus luka bakar. b. Menggunakan proses keperawatan sebagai kerangka kerja bagi perawatan
pasien selama fase darurat-resusitasi, fase akut dan fase rehabilitasi luka bakar.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan tahap pengkajian asuhan keperawatan pada Tn. I dengan prioritas masalah gangguan mobilisasi.
b. Mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. I dengan prioritas masalah gangguan mobilisasi
c. Mampu menetapkan rencana intervensi asuhan keperawatan pada Tn. I dengan prioritas masalah gangguan mobilisasi.
d. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. I dengan prioritas masalah gangguan mobilisasi.
1.3.MANFAAT
1. Sebagai salah satu cara untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis dalam menangani kasus Imobilisasi.
2. Sebagai bahan masukan kepada Tn. I mengenai penjelasan dan penanganan Imobilisasi.
3. Untuk menambah wawasan para pembaca karya tulis ilmiah tentang prilaku kekerasan.
4. Untuk meningkatkan iptek dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Imobilisasi.
Asuhan Keperawatan pada Tn. I dengan
Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi
di RSUD Dr. Pirngadi Medan
Karya Tulis Ilmiah
Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan
OLEH
Jefri Joy Marbun
112500009
Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan saya ucapkan terlebih dahulu, karena hanya dengan izin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.I dengan Prioritas Masalah Gangguan Kebutuhan Dasar Mobilisasi di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwasannya makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Adapun maksud dan tujuan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan di Fakultas Keperarwatan USU.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi dan makna maupun tata bahasa tata cara penulisan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini dimana beliau telah meluangkan waktunya dan kesempatanya untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan. 2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I.
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, M.Kep selaku Pembantu Dekan II
4. Bapak Ikhsannudin A Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III
5. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku ketua Prodi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan USU.
6. Ibu Nurbaiti, S.Kep, NS, M.BioMed selaku dosen penguji karya tulis ilmiah ini. 7. Seluruh Staf Dosen dan Staf Administrasi Fakultas Keperawatan USU
8. Staf Pegawai khususnya di ruang XV Dahlia 1 RSUD Dr. Pirngadi Medan
1. Terutama sekali sembah sujud ananda serta ucapan terima kasih yang sangat mendalam ananda persembahkan kepada kedua orang tua (Bpk.A.Marbun dan Ibu L.Tamba) dan yang telah mendidik dan membesarkan ananda dengan penuh kesabaran dan kasih sayang dan juga do’a yang tak pernah henti-hentinya serta dukungan baik moril maupun materil serta do’a tulusnya sehingga ananda sukses dalam menempuh perkuliahan ini, ananda berjanji tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan kedua orangtua saya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memudahkan rezeki, dan selalu melindungi Ayah dan Ibu saya, Amiin.
2. Kepada seluruh Abang dan Adek saya yang terus memberikan motivasi bagiku dan memberikan bantuan baik secara materil maupun moril, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Kepada Khususnya Muhammad Ikhsan Jambak, Zulhamly Purba, Muhammad Abduh, Muhammad Faisal Dalimunthe, Ahmad Husein, Andy Hakim Harahap, Hussein Arif NST, Chalida Irawan, Ribka HPW Aritonang, dan seluruh rekan-rekan mahasiswa/i DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan USU stambuk 2011.
Semoga Tuhan senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga karya tulis ilmiah ini berguna dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua. Amin
Medan, Juni 2014 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 3
C. Manfaat ... 4
BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 5
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Mobilisasi .. 5
1. Pengkajian ... 7
2. Analisa Data ... 9
3. Rumusan Masalah ... 12
4. Perencanaan ... 11
B. Asuhan Keperawatan Kasus Mobilisasi ... 14
1. Pengkajian ... 14
2. Analisa Data ... 22
3. Rumusan Masalah ... 23
4. Perencanaan ... 24
5. Evaluasi ... 27
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN ... 30
A. Kesimpulan ... 30
B. Saran ... 30