• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Cyprinus carpio) Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 6B (1 6), 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Cyprinus carpio) Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 6B (1 6), 2011"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

IDENtIfIKasI DaN PENENtUaN DEraJat KErUsaKaN aKIBat

INfEKsI Myxobolus sp. PaDa IKaN Mas

(Cyprinus carpio)

Titis Candra D*), Gunanti Mahasri**), Woro Nur Endang S*), Dudung Daenuri*),

Sumayani*), Nurul Hidayati*), dan Intan Wijayanti *)

*) Balai Karantina Ikan Kelas II Tanjung Emas,Semarang – bki_tanjungemas@yahoo.com **) Jurusan Perikanan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya

ABSTRACT

Parasitic infection type Myxobolus sp. was causing many deaths carp seed in Ngrajek Magelang regency area, therefore we needed research to determin the species of Myxobolus who attacked goldfish in Ngrajek Magelang regency, and to determine the degree of damage to fish gills are attacked Myxobolusis at different levels of infection. The research methods of 3 phases are : sampling (3 locations), Phase I: intensive monitoring to determine severity, determine fish health/sick by looking at clinical symptoms, Phase II: native identification of Myxobolus, with SEM, and calculation of prevalence, Phase III: Determination of the degree of damage with cohabitation and sow spores, spore count and the number of nodules, histopathological examination, gill histopathology, and the determination of the degree of damage (scoring), the examination of water quality and descriptive data analysis. The research results of Phase I are The average number of spores in each nodule is ranged between 7500-10000. Phase II: Identification of spores showed that spores of Myxobolus koi are supported by the identification of SEM. Phase III: SEM descreption of damage to the gills with more and more heavier nodules Myxobolus are infection and more severe levels of damage to the gills. Gill histopathological examination is showed a mild infection with a mild degree of damage score 1, the infection was score 3, severe infections score 4. Disease transmission by cohabitation has not shown the expected results. Because of the possibility of maintenance is not in accordance with the field. Transmission of disease by sowing the spores showed that spores have been ingested fish as indicated by the finding of spores contained in fish intestine, the intestinal histopathology images are obtained as a result of schizogoni division. While gill histopathology is obtained at discounted nodules (cysts) Myxobolus koi, congestion, erosion lamella, lamella and also there is proliferation in the intestine of infected Odem. The conclusion of this research is Myxobolus sp. can be identified by native or by using SEM, on the basis of morphological traits showed goldfish in Magelang regency Ngrajek attacked Myxobolus koi.

Key words: Myxobolus koi, SEM, nodules PENGANTAR Menurut Dogiel (1970), salah satu jenis parasit yang sering menyerang benih ikan mas adalah Myxobolus sp. Berdasarkan survei, di daerah Ngrajek Kabupaten magelang sering ditemukan adanya serangan Myxobolus sp. yang menyerang ikan mas di kolam pembesaran. Myxobolus sp. juga ditemukan di daerah Ngrajek kabupaten Magelang pada tahun 2006. Myxobolus sp. termasuk dalam kelas Myxosporea, yang dapat menyebabkan penyakit Myxobolusis (Myxosporeasis). Sampai saat ini kasus Myxobolusis masih belum banyak dilaporkan dan dipublikasikan. Pemeriksaan yang sudah dilakukan sampai saat ini hanya terbatas sampai gejala klinis dan identifikasi spesies. Gejala klinis khas ikan yang terserang Myxobolus sp. adalah terdapatnya nodul pada insang dan operkulum tidak dapat tertutup dengan sempurna. Pemeriksaan patologis terhadap Myxobolusis diperlukan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi pada jaringan yang terserang. Sampai saat ini pemeriksaan ini masih belum banyak dilakukan sehingga apabila ikan terserang oleh penyakit ini sudah menunjukkan tingkat keparahan yang tinggi. Identifikasi Myxobolus sp. sudah banyak dilakukan dengan menggunakan metode natif, sedangkan beberapa spesies Myxobolus sudah dilakukan dengan menggunakan Scanning Electrone Microscope (SEM), sebagai contoh Myxobolus cerebralis. Dengan diketahuinya secara dini tingkat kerusakan organ target, maka bila ikan terserang penyakit ini segera dapat ditangani. Infeksi ini umumnya dapat diketahui dari adanya sistem dalam jumlah yang banyak pada insang dan menyebabkan kematian yang tinggi (Yuasa et al., 2003). Bertitik tolak dari latar belakang tersebut diatas maka diperlukan penelitian untuk mendapatkan informasi tingkat kerusakan organ target serangan Myxobolus sp. secara histopatologis.

(2)

BAHAN DAN CARA KERJA Bahan dan Alat

Alat Identifikasi dengan SEM yaitu dissecting set, botol sample, cawan petri, pipet, refrigerator, critical point

drying, timmer, holder, vacuum evaporator dan SEM. Alat

untuk uji histopatologi yaitu dissecting set, botol sample, kaset, tissue prosessor, oven, mikrotum, holder, pencetak, waterbath, objek glass, cover glass, hot plate, dan timmer. Alat untuk Kohabitasi dengan 13 stoples diameter 20 cm, tinggi 10 cm, pakan ikan, dan aerasi, sedangkan untuk tabur spora dengan stoples 5 buah diameter 20 cm, tinggi 10 cm, pakan ikan, aerasi, haemocytometer, cryotube/tabung reaksi, pipet, dan vortex. Alat untuk mengukur kualitas Air menggunakan thermometer, pH meter dan kit kualitas air untuk uji Dissolved Oxygen (DO).

Bahan yang digunakan untuk identifikasi menggunakan SEM yaitu larutan Fiksatif Glutaraldehyde (C2H8O2) 2%,

larutan Buffer Phosphate pH 7.4, larutan fiksatif Osmic Acid 1%, ethanol 50%, ethanol 70%, ethanol 80%, ethanol 90%, ethanol absolute, amyl acetate absolute, lem aradite, dan carbon/serbuk emas murni. Bahan untuk uji Histopatologi yaitu aquadest, formalin 10%, ethanol 70%, ethanol 80%, ethanol 90%, ethanol 96%, ethanol absolut (100%) , xylol dan paraffin, sedangkan untuk pewarnaan HE yaitu xylol, ethanol absolute, ethanol 96%, ethanol 90%, ethanol 80%, ethanol 70%, aquadest, haematoxylin dan eosin, eosin dan lem entelan. Tabur spora menggunakan PBS.

Tahapan Penelitian

Penelitian dibagi 3 tahap yaitu I : penelitian pendahuluan, II : identifikasi parasit, dan III : Penentuan derajat kerusakan. Penelitian Pendahuluan Penelitian dilakukan dengan pemantauan secara intensif Myxobolusis yang terjadi di lapangan, dilakukan seminggu sekali dengan mengambil sampel 30 ikan mas yang diduga terinfeksi Myxobolus sp. Parameter untuk mendukung tingkat keparahan adalah jumlah nodul pada insang. Untuk menentukan kriteria ikan yang sehat atau terinfeksi Myxobolus sp. dari tingkah laku keseimbangan, abnormalitas atau kelainan – kelainan pada tubuh ikan.

Identifikasi Myxobolus Metode Natif

Pemeriksaan spora yang terdapat didalam nodul dan diperiksaan dibawah mikroskop micrometer dengan perbesaran 100×. Identifikasi dilakukan menurut Lom dan Dykova (1992). Karakteristik morfologi spora Myxobolus sp. berdasarkan ukuran luar (panjang, lebar, dan tebal),

serta dalam (kapsul kutub spora diukur panjang, lebar serta jumlah lingkar filament).

Identifikasi Myxobolus sp. dengan SEM

Spora Myxobolus sp. dimasukkan ke dalam larutan fiksatif Glutaraldehyde untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan SEM. Untuk pemeriksaan derajat kerusakan insang dilakukan terhadap insang yang terinfeksi ringan, sedang dan berat. Penghitungan Prevalensi Prevalensi dapat dihitung dengan rumus: Prevalensi = Sampel ikan yang diamatiIkan terserang parasit × 100%

Penularan penyakit dengan kohabitasi

Kohabitasi dengan stoples berisi 1 liter air, perbandingan ikan sehat dan ikan sakit 1 : 1, 1 : 2, 1 : 3, dan 1 : 4 (Obing, 2006). Sedangkan oleh Mahasri (2007), ikan dipelihara 1 bulan menggunakan stoples diameter 20 cm, tinggi 10 cm, dan diamati gejala klinis yang nampak.

Penularan Penyakit dengan Tabur Spora

Tabur spora menggunakan stoples berisi 1 liter air beserta ikan sehat dan spora dengan perbandingan tertentu hasil dari penelitian pendahuluan, ikan dipelihara 1 bulan dan diamati perkembangan spora dari tertelannya oleh ikan sampai dengan munculnya kembali nodul pada organ target.

Cara Penghitungan Nodul dan Jumlah Spora

Nodul diambil dihancurkan dan dilarutkan dalam air. Sentrifuse kecepatan 1500 rpm 10 menit. Endapan yang terbentuk ditambahkan PBS 10% dihitung jumlah sporanya menggunakan haemocytometer. Hasil penghitungan dari 4 petak tersebut dijumlah dan dibagi 4. Hasil rata–rata dikalikan dengan 10.000 adalah isi spora per volume larutan sampel (Mahasri, 2007).

Pemeriksaan Patologi Anatomi Akibat Infeksi Myxobolus

Pemeriksaan setiap minggu dengan mengamati perubahan warna insang, operculum yang terbuka, serta adanya nodul pada insang.

Pemeriksaan Histopatologi Insang dan Saluran Pencernaan

Pembuatan sediaan Histologi dan Pengecatan Hematosilin dan Eosin (H&E) dengan membuat larutan fiksasi specimen insang, kulit dan usus.

(3)

Penentuan Derajat Kerusakan Penentuan skor gambaran histopatologi (tingkat kerusakan) insang dan saluran pencernaan adalah dengan nilai 0, 1, 2, 3 dan 4 (Mahasri, 2007). Perubahan histopatologi insang dan saluran pencernaan dengan adanya erosi lamela, kongesti, dan nekrosis. Dasar skoring adalah sebagai berikut: Nilai 0 : belum terjadi kerusakan pada satu lapang pandang (belum terjadi perubahan patologis) Nilai 1 : terdapat bagian yang terdapat erosi lamela,

kongesti, dan nekrosis ≤ 25% pada satu lapang pandang, merupakan tingkat kerusakan ringan Nilai 2 : terdapat bagian yang terdapat erosi lamela, kongesti, dan nekrosis > 25–50%, merupakan tingkat kerusakan sedang Nilai 3 : Nilai 3 diberikan jika terdapat bagian yang terdapat erosi lamela, kongesti, dan nekrosis > 50–75%, merupakan tingkat kerusakan berat Nilai 4 : Nilai 4 diberikan jika terdapat bagian yang terdapat erosi lamela, kongesti, dan nekrosis > 75%, merupakan tingkat kerusakan sangat berat.

Pemeriksaan Kualitas Air

Meliputi suhu, pH, kecerahan dan oksigen terlarut. Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pada awal perlakuan dan pada akhir perlakuan. Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, data yang terkumpul dianalisis secara diskriptif yang ditampilkan dalam bentuk gambar tabulasi (Steel and Torrie, 1993). HASIL Penelitian Pendahuluan Hasil pemantauan intensif perkembangan Myxobolusis pada ikan mas daerah Ngrajek Kabupaten Magelang, jumlah nodul rata-rata dari 30 ikan adalah 1–12 nodul. Sebagai dasar penentuan tingkat keparahan. 1–4 nodul termasuk dalam kriteria ringan, 5–8 sedang dan 9–12 berat. Tiap nodul memiliki jumlah spora 7500–10000. Tabel 1 menunjukkan rata-rata ukuran 10 spora Myxobolus sp.

Hasil Identifikasi Myxobolus sp. dengan Metode Natif

Hasil penelitian ikan yang positif terinfeksi ini operculum tidak tertutup sempurna nodul pada insang. Morfologi dari Myxobolus sesuai dengan hasil identifikasi oleh Lom dan Dykova (1992).

Tabel 1. Rata-rata Ukuran 10 spora Myxobolus sp. yang ditemukan dari nodul yang diperoleh dari ikan mas asal Ngrajek Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

No. Uraian Keterangan 1. Bentuk Spora Kerucut langsing 2. Panjang Spora 10 – 14 µm 3. Lebar Spora 7 – 8 µm 4. Tebal Spora 6 – 7 µm 5. Panjang Filamen 5 – 6 µm 6. Lingkar Filamen 6 – 8 7. Bentuk Nodul Bulat telur

8. Warna Nodul Putih kekuning-kuningan 9. Organ Target Insang

Gambar 1. Gambar spora Myxobolus koi yang ditemukan pada ikan mas asal Ngrajek Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (perbesaran 1000×)

Identifikasi Myxobolus sp. menggunakan SEM

Hasil Identifikasi dengan SEM menunjukkan morfologi yang sama dengan hasil pengamatan menggunakan mikroskop Morfologi spora dari Myxobolus koi dengan menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Myxobolus koi yang ditemukan pada ikan mas asal Ngrajek Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. (perbesaran 7500×)

(4)

Prevalensi Myxobolus koi pada Ikan Mas

Prevalensi Myxobolus sp. pada ikan mas di ketiga desa menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu 71,68%, 61,67% dan 56,67% (Tabel 2).

Tabel 2. Prevalensi Myxobolus koi pada ikan mas dari pada 3 lokasi di Kabupaten Semarang (Pengambilan sampel Awal Bulan Juli 2009)

Petani Ikan Jumlah Ikan Ikan Sehat Ikan Terinfeksi Myxobolus sp. Prevalensi (%) A 120 34 86 71,67 B 120 46 74 61,67 C 120 52 68 56,67

Hasil Pemeriksaan Gambaran Insang dengan SEM

Hasil pemeriksaan gambaran insang akibat infeksi

Myxobolus sp. Dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Gambaran insang ikan yang normal (A), insang dengan terinfeksi ringan (B), insang dengan terinfeksi sedang (C) dan insang dengan terinfeksi berat (D) (pembesaran 2000×) Penentuan Patologi Anatomi akibat Infeksi Myxobolus koi

Insang ikan yang terinfeksi Myxobolus menunjukkan nodul pada lamella, terjadi perubahan warna pada insang menjadi pucat dan operculum selalu terbuka.

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Insang Ikan akibat Infeksi Myxobolus koi

Tingkat perubahan histopatologi terbukti ditentukan oleh derajat infeksi Myxobolus koi pada ikan mas yaitu infeksi ringan, sedang, berat dan tidak terinfeksi. Berdasarkan score penilaian menunjukkan bahwa semakin berat derajat infeksi semakin berat kerusakan yang ditimbulkan pada insang (Gambar 4).

Gambar 4. Gambaran Histopatologi insang ikan normal/sehat (A),lamela normal (A1), Gambaran histopatologi infeksi ringan (B) terdapat erosi lamela (B1) jaringan mengalami, Gambaran histopatologi infeksi sedang (C) terdapat erosi lamela (C1), kongesti (C2), Gambaran histopatologi infeksi berat (D) terdapat erosi lamella (D1), kongesti (D2) dan nekrosis (D3) perbesaran 400×.

Penentuan Derajat Kerusakan Usus dengan Kohabitasi Berdasarkan hasil pemeriksaan maka ikan sehat yang digunakan adalah yang prevalensi 0% yaitu ikan yang berasal dari lokasi Ungaran kabupaten Semarang. Penularan parasit secara kohabitasi ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Hal ini dikarenakan media pemeliharaan belum dapat disesuaikan dengan pemeliharaan di lapangan sehingga perlu diteliti lebih lanjut.

Penentuan Derajat Kerusakan Usus dengan Tabur Spora

Jumlah spora yang ditabur pada stoples untuk keperluan infeksi buatan tabur spora adalah 10000–20000 spora.

Gambar 5. Spora Myxobolus koi di usus gambaran histopatologi usus ikan

(5)

Pemeriksaan saluran pencernakan ikan menunjukkan ditemukannya spora di dalam saluran pencernaan ikan. Spora yang ditemukan dapat dilihat pada Gambar 5.

Hasil Pemeriksaan Histopatologi Usus Ikan Setelah Pemeliharaan Selama 1 bulan dengan Tabur Spora

Gambaran histopatologi usus ikan mas setelah 1 bulan pemeliharaan dalam media yang ditabur spora menunjukkan ditemukannya stadia scizon dari Myxobolus koi. Selain ditemukan spora pada usus juga ditemukan stadia schizon dari Myxobolus koi. Gambaran schison dalam usus dapat dilihat dari Gambar 6.

Gambar 6. Gambar potongan histopatologi jaringan usus akibat infeksi buatan (A dan B) terdapat beberapa Scizon (A1) pada potongan histopatologi usus pewarnaan HE (40×) dan Scizon pada potongan histopatologi usus pewarnaan HE (100×) (B1)

Hasil Pemeriksaan Histopatologi insang Ikan Setelah pemeliharaan selama 1 bulan dengan tabur spora. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan UGM, menunjukkan bahwa gambaran histopatologi insang ikan mas setelah 1 bulan pemeliharaan dalam media yang ditabur spora ditemukan adanya, kongesti, prolifersi epitel, odem dan erosi epitel, Gambaran histopatologi secara lengkap dapat dilihat dari Gambar 7. PEMBAHASAN Berdasarkan pemantauan intensif perkembangan Myxobolusis pada ikan mas daerah Ngrajek Kabupaten Magelang rata–rata dari 30 ikan adalah 1–12 nodul dengan jumlah spora 7500–10000 pada setiap nodul. Hasil penelitian pendahuluan menyatakan bahwa dosis 10000–20000 spora sudah dapat menyebabkan kerusakan pada usus dan insang.

Hasil identifikasi dari operculum tidak tertutup pada ikan mas ini didukung juga oleh Welby et al. (2001) yang mengatakan bahwa Myxobolus koi (Gill myxosporeosis) merupakan salah satu spesies dari genus Myxobolus yang biasa ditemukan menyerang ikan mas terutama pada ikan mas ukuran kecil (benih). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Myxobolus yang menginfeksi ikan mas di daerah Ngrajek merupakan Myxobolus koi, hal ini sesuai dengan hasil identifikasi

oleh Lom dan Dykova (1992). Prevalensi Myxobolus koi pada Ikan Mas menunjukkan hasil yang tinggi (Tabel 2) ini kemungkinan disebabkan kualitas air pada kolam tempat pengambilan sampel kurang mendukung kehidupan ikan yang dipelihara. Hal ini sesuai dengan pendapat Kamiso dan Triyanto (2005) yang menyatakan bahwa penularan Myxobolus sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Kemungkinan lain juga disebabkan oleh kualitas benih. Berdasarkan penentuan patologi anatomi akibat infeksi myxobolus koi menunjukkan insang ikan yang terinfeksi Myxobolus menunjukkan nodul pada lamella, terjadi perubahan warna pada insang menjadi pucat dan operculum selalu terbuka. Hal ini didukung oleh pendapat Darnas (1982) nodul semakin lama semakin besar akhirnya pecah. Perubahan warna insang terjadi karena banyaknya nodul yang terdapat pada insang mengakibatkan insang tidak bisa bernafas dan kekurangan oksigen, sehingga menyebabkan perubahan warna insang menjadi lebih terang atau pucat (Nabib dan Pasaribu, 1989). Infeksi Myxobolus yang berat pada insang menyebabkan terjadinya nekrosis yang berakibat hilangnya struktur jaringan normal. Pada gambar nampak adanya erosi lamella, dimana semakin berat infeksi maka erosi lamella juga akan semakin besar, sehingga lamella secunder terlihat hilang akibat adanya kista. Selain terjadi nekrosis dan erosi lamella juga ditemukan adanya kongesti. Hasil penelitian menunjukkan infeksi ringan oleh Myxobolus koi

Gambar 7. Gambar Histopatologi insang dengan infeksi buatan (A), terdapat kongesti (A1), gambar histopatologi pada insang akibat infeksi buatan (B), terdapat proliferasi epitel (B1), gambar potongan histopatologi usus akibat infeksi buatan (C), terdapat odem (C1), gambar potongan histopatologi usus akibat infeksi buatan (D), terdapat erosi epitel (D1), dengan pewarnaan HE dan perbesaran (400×).

(6)

menyebabkan tingkat kerusakan insang yang masih ringan dengan score 1. Sedangkan infeksi sedang oleh Myxobolus koi menyebabkan tingkat kerusakkan insang berat dengan score 3 dan infeksi berat oleh Myxobolus koi menyebabkan kerusakan sangat berat dengan score 4. Hasil penelitian juga menunjukkan semakin berat infeksi Myxobolus koi semakin berat kerusakan insang ikan yang ditimbulkan. Berdasarkan pemeriksaan hispatologi usus ikan setelah pemeliharaan selama 1 bulan dengan tabor spora terlihat bahwa ada stadia scizon dari Myxobolus koi. Schizon merupakan stadia Myxobolus setelah Myxobolus mengalami pembelahan secara Schizogony. Terdapatnya scizon ini dikarenakan dalam siklus hidup Myxobolus setelah menembus keluar dari usus langsung masuk ke peredaran darah dan selanjutnya mengalami pembelahan secara shizogony. Hasil dari pembelahan schizogony merupakan scizon. Hal ini didukung oleh Darnas (1982) yang mengatakan bahwa setelah Myxobolus masuk ke peredaran darah akan mengalami pembelahan secara schizogoni dan menghasilkan scizon. Gambaran histopatologi insang ikan mas setelah 1 bulan pemeliharaan dalam media yang ditabur spora ditemukan adanya, kongesti, prolifersi epitel, odem dan erosi epitel. Keberadaan kongesti pada gambaran histopatologi yaitu merupakan peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologi (lihat Gambar 7A).

Selain kongesti juga ditemukan odem, hal ini menunjukkan adanya infeksi parasit yang masuk usus. Gambar odem dapat dilihat dari gambar potongan histopatologi akibat infeksi buatan Gambar 7C. Kemudian juga ditemukan proliferasi epitel pada lamella insang. Hal ini dapat dilihat pada gambar potongan histopatologi 7B. Sedangkan erosi epitel juga dapat ditemukan pada usus ikan yang terinfeksi Myxobolus sp. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 7D. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa infeksi ringan Myxobolus koi menyebabkan tingkat kerusakan ringan, infeksi sedang menyebabkan tingkat kerusakan berat, dan infeksi berat menyebabkan derajat kerusakan insang sangat berat. Sedangkan identifikasi Myxobolus sp. dapat dilakukan secara natif atau dengan menggunakan SEM, berdasarkan dari ciri-ciri morfologis menunjukkan ikan mas di daerah Ngrajek Kabupaten Magelang terserang Myxobolus koi

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kami ucapakan kepada Pusat Karantina Ikan, Laboratorium Mikroskopi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Laboratorium Mikroskopi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya, Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

KEPUSTAKAAN

Darnas D, 1982. The Biology of Transmission of Myxobolus neurobious Schuberg and Schroder, 1905. A Myxosporean parasite of Salmonid Fishes. 117p

Dogiel VA, 1970. Ecology of the parasites of freshwater fishes. In VA Dogiel, GK Petrushevski, YI Polyanski (eds), Parasitology of Fishes, TFH Publications, Hong Kong, p. 1–47.

Kamiso SH dan Triyanto HN, 2005. Prevalensi dan derajat infeksi Myxobolus sp. Pada insang benih karper (cyprinus carpio) di kabupaten sleman. Jurnal Perikanan. 7(1)

Lom J and Dykova I, 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Developments in Aquaculture and Fisheries Science, 26. Elsevier.

Mahasri G, 2007. Protein Membran Imunogenik Zoothamnium Penaei sebagai Bahan Pengembangan Imunostimulan pada Udang Windu (Penaeus Monodon Fabricus) terhadap Zoothamniosis. Universitas Airlanggga, Surabaya. Nabib R dan FH Pasaribu, 1989. Patologi dan Penyakit Ikan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. IPB. Bogor. 158 hal. Obing HA, 2006. Kajian Morfologi Myxobolus sp. pada Ikan

Mas (Cyprinus carpio). Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Steel RG and Torrie JH, 1993. Prinsip Prosedur Statistika, Terjemahan oleh Bambang Sumantri, Gramedia, Jakarta, hal 425–478. Welby I, Hoole D, Bucke D, and Purgess P, 2001. Infectious Disease – parasite. In Hoole. D, Bucke. D, Purgess. P., Welby. I (eds). Disease of Carp and other Cyprinid Fishes, Chap 5 Blackwell Science. Oxford, P. 63–124.

Yuasa K, Panigoro N, Bahnan M, dan Khiidin BE, 2003. Panduan Diagnostik Penyakit Ikan. Teknik Diagnosa Penyakit Ikan Budidaya Air Tawar. Balai Budidaya Air Tawar Jambi.

Gambar

Gambar 2.  Morfologi Myxobolus koi yang ditemukan pada ikan  mas asal Ngrajek Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
Tabel 2.  Prevalensi Myxobolus koi pada ikan mas dari pada 3  lokasi di Kabupaten Semarang (Pengambilan sampel  Awal Bulan Juli 2009)
Gambar 7.  Gambar Histopatologi insang dengan infeksi buatan  (A), terdapat kongesti (A1), gambar histopatologi pada insang  akibat infeksi buatan (B), terdapat proliferasi epitel (B1), gambar  potongan histopatologi usus akibat infeksi buatan (C), terdapa

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga pendekatan baru untuk menuju ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan, strategi umum pembangunan ketahanan pangan adalah untuk: (1) mengembangkan kapasitas

Pada terbitan ini kami mempublikasikan judul dan penulis sebagai berikut; Pengaruh Pengobatan Alternatif sebagai Faktor Penyebab Keterlambatan Penanganan Medis Penderita

Akan tetapi, hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut sehingga penelitian selanjutnya diharapkan juga menghitung dosis toksik (LD 50 ) ekstrak Delonix regia. Masing-masing

Secara umum media cair adalah media berbentuk cair yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan mikroba dalam jumlah besar, pengamatan fermentasi, dan berbagai

membunuh dan mangambil barang- barang berharga, maka mereka harus dibunuh dan disalib, jika mereka membunuh dengan tidak mengambil barang-barang berharga milik si

Kadar ammonia pada air limbah RPH sapi dan ayam menunjukkan nilai yang melebihi baku mutu yaitu sebesar 28,44 mg/l Hasil penelitian ini lebih tinggi dari penelitian

Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, orang yang sabar akan mampu menerima segala macam cobaan dan musibah. Berbagai musibah dan malapetaka yang melanda Indonesia telah

Berisi proses untuk menampilkan menu mandi, buang sampah, memakai baju, sikat gigi, dan benda berbahaya.. 06 Tampil