• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari virus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari virus"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Flu Burung 2.1.1. Definisi

Flu Burung atau Avian influenza disebabkan oleh subtype tertentu dari virus influenza A pada populasi binatang, terutama ayam. Infeksi virus avian influenza A (H5N1) pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1997 dan menyebabkan outbreak di Hongkong. Sesudah itu, strain H9 dan H7 juga dilaporkan menyebabkan infeksi pada manusia (WHO, 2005).

Dikenal beberapa tipe virus influenza yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Influenza pada manusia disebabkan virus jenis H1N1, H2N2 dan H3N2. Sedangkan

avian influenza disebabkan virus jenis H5N1, H9N1, dan H7N2. Strain yang sangat

virulen penyebab flu burung adalah subtipe A H5N1 (Depkes, 2005).

Virus influenza A (H5N1) termasuk orthomixovirus. Tipe virion berselubung, sferis (100 nm), dengan sebuah nukleokapsid heliks simetris yang dikelilingi 8 segmennegative-stranded RNA. Bagian dalam selubung dibatasi matriks protein (M) dan bagian luar oleh peplomer glikoprotein hemaglutinin (HA) berbentuk batang yang merupakan homotrimer dari membran glikoprotein kelas I dan molekul

neuraminidase (NA) berbentuk cendawan yang merupakan tetramer dari membran

(2)

Strain H5N1 yang virulen berbeda dari strain avian yang lain, ini terletak pada

hubungan antara pemecahan HA dan derajat virulensi. Pada strain yang virulen, HA terdiri dari banyak asam amino dasar pada lokasi pemecahan, yang dipecah secara intraseluler oleh protease endogen. Sedangkan pada kasus strain avian yang avirulen seperti virus influenza A non-avian, HA kehilangan residu asam amino dasar, karenanya tidak menjadi sasaran pemecahan protease. Selain itu, semua tipe virus influenza A secara antigenik labil, beradaptasi dengan baik untuk menghindari pertahanan tubuh dan kekurangan mekanisme untuk proof reading; karenanya konstan. Perubahan kecil dan permanen pada komposisi antigen sangat sering terjadi yang dikenal dengan antigenic drift. Karakteristik penting lain adalah antigenic shift akibat reassortment materi genetik dari spesies yang berbeda sehingga menghasilkan variabilitas pada HA spikes, menjaga struktur dasar virus tetap konstan (Kristina, 2005).

Pada proses antigenic drift terjadi perubahan susunan asam amino pada waktu gen melakukan enconding antigen permukaan setiap kali virus bereplikasi sehingga menghasilkan galur baru. Sedangkan pada proses antigenic shift terjadi bila 2 virus yang berbeda dari 2 penjamu berbeda menginfeksi penjamu lain yang akan menghasilkan virus baru yang kemungkinan mampu untuk menginfeksi penjamu lain termasuk manusia (Syahdrajat, 2007).

Virus H5N1 dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22°C dan lebih dari 30 hari pada 0°C. Di dalam tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama. Virus akan mati pada pemanasan 60°C selama 30 menit

(3)

atau 56°C selama 3 jam dan dengan deterjen, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin. 2,6 Hasil studi menunjukkan bahwa unggas yang sakit mengeluarkan virus influenza A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Penyebaran penyakit ini terjadi di antara populasi unggas satu peternakan, bahkan dapat menyebar dari satu peternakan ke peternakan daerah lain. Secara umum virus flu burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia. Penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui udara yang tercemar virus tersebut, baik yang berasal dari tinja atau sekreta unggas yang terserang flu burung. Belum ada bukti terjadi penularan dari manusia ke manusia (Depkes, 2005).

2.1.2. Patogenesis

Penyakit influenza dimulai dengan infeksi virus pada sel epitel saluran nafas. Virus ini kemudian memperbanyak diri (replikasi) dengan sangat cepat hingga mengakibatkan lisis sel epitel dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran nafas. Pada tahap awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus, apabila kemudian terjadi reexposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesifik mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokin proinflamasi termasuk IL-1, IL-6, dan TNF-a yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik dan menyebabkan gejala sistemik influenza seperti demam, malaise, dan mialgia. Umumnya influenza bersifat

(4)

Infeksi strain H5N1 yang sangat patogen memicu respons imun yang tidak cukup sehingga menyebabkan respons inflamasi sistemik. Kemampuan strain H5N1 untuk menghindari mekanisme pertahanan tubuh (sitokin) berperan pada patogenitas dari strain ini. Pada infeksi H5N1, sitokin yang diperlukan untuk menekan replikasi virus, terbentuk secara berlebihan (cytokine storm) yang justru menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas dan berat. Terjadi pneumonia virus berupa

pneumonitis interstisial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema

intraalveolar, mobilisasi sel radang dan eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblas. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan acute respiratory

distress syndrome (ARDS). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang

dapat merusak organ lain (anoxic multiorgan dysfunction) (Redaksi infeksi.com, 2007).

2.1.3. Diagnosis

WHO pada bulan Agustus 2006 membuat definisi baru tentang kasus infeksi virus influenza H5N1 (Redaksi infeksi.com, 2007).

1. Orang yang dalam investigasi yakni seseorang yang telah diputuskan oleh pejabat kesehatan yang berwenang dalam kesehatan masyarakat untuk diinvestigasi mengenai kemungkinan infeksi H5N1.

2. Kasus suspek yakni seseorang dengan penyakit saluran nafas bawah yang tidak bisa dijelaskan disertai demam >38oC, batuk dan sesak atau kesulitan bernafas dan satu atau lebih keadaan di bawah ini (dalam 7 hari sebelum terjadi gejala):

(5)

a. Kontak dekat (jarak 1 meter) dengan orang (merawat, berbicara, bersentuhan) yang dicurigai, probabel atau yang sudah dipastikan menderita avian influenza.

b. Terpapar ayam, unggas atau bangkai unggas, lingkungan tercemar kotoran unggas di daerah yang dicurigai atau dipastikan terjadi infeksi H5N1 pada unggas atau manusia dalam satu bulan terakhir.

c. Mengkonsumsi bahan baku atau produk ternak ayam yang tidak dimasak sempurna di daerah yang dicurigai atau telah dikonfirmasi ada kasus H5N1 pada unggas atau manusia dalam 1 bulan terakhir.

d. Kontak dengan binatang (bukan unggas) yang sudah dipastikan tertular H5N1.

e. Kontak dengan bahan pemeriksaan (hewan maupun manusia) yang dicurigai mengandung H5N1.

3. Kasus probabel

Definisi 1: kriteria kasus infiltrat atau bukti suatu pneumonia akut pada gambaran foto toraks ditambah bukti gagal nafas (hipoksemia, takipnoe berat) atau konfirmasi laboratorium positif untuk influenza A tetapi untuk infeksi H5N1 belum terbukti positif suspek dan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

Definisi 2: seseorang yang meninggal karena penyakit saluran nafas akut yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya, secara epidemiologi dengan kasus probabel atau konfirm avian influenza.

(6)

4. Kasus pasti (confirm) yakni kasus suspek atau probabel dan satu dari hasil laboratorium ini:

a. Kultur virus menunjukkan positif influenza A/H5N1. b. PCR positif H5N1.

c. Peningkatan titer antibodi netralisasi untuk H5N1 empat kali lipat atau lebih antara fase akut dan fase konvalesen. Titer antibodi netralisasi harus 1:80 atau lebih tinggi.

d. Titer antibodi mikronetralisasi untuk H5N1 1:80 atau lebih dari serum hari 14 atau sesudahnya setelah gejala timbul dan suatu hasil positif menggunakan assay yang berbeda (misalnya HI 1:60 atau lebih, atau

Western Blot).

2.1.4. Flu Burung pada Unggas

2.1.4.1. Hal-hal yang menyebabkan infeksi virus flu burung pada unggas 1. Kontak langsung dengan (CBAIC, 2007):

a. Unggas yang terinfeksi, sebagai contoh: unggas sehat bercampur dengan unggas yang terinfeksi saat berkeliaran di halaman atau berada dalam satu kandang.

b. Burung-burung liar yang terinfeksi, contoh: saat mereka berada di sawah. 2. Kontak tidak langsung melalui (CBAIC, 2007):

a. Kotoran dari unggas yang terkena virus atau burung-burung liar.

b. Sumber air (danau, kolam) yang tercemar kotoran dan atau bulu dari unggas yang terinfeksi atau burung-burung liar.

(7)

c. Jerami tempat sarang unggas yang terinfeksi.

d. Virus yang terbawa oleh orang-orang yang datang dari daerah yang terjangkit melalui sepatu, baju, perkakas (cangkul, sekop, sangkar, bak atau peti telur) dan alat transportasi (sepeda dan ban sepeda motor).

e. Pakan unggas yang terinfeksi.

2.1.4.2. Gejala flu burung yang umum pada unggas

Kita harus mencurigai unggas kita telah terjangkit virus Flu Burung jika mengalami gejala sebagai berikut (CBAIC, 2007):

1. Unggas mati mendadak dalam jumlah yang besar dengan atau tanpa gejala klinis. 2. Unggas mungkin memiliki gejala yang berikut:

a. Lemas (tidak berenergi) dan kehilangan selera.

b. Jengger bengkak, berwarna biru atau berdarah, bulu-bulu berguguran. c. Kepala tertunduk menyatu dengan badan.

d. Kesulitan bernafas.

e. Bengkak pada kepala dan kelopak mata.

f. Pendarahan di kulit pada area yang tidak ditumbuhi bulu, terutama pada kaki. g. Penurunan jumlah telur yang dihasilkan.

h. Diare, menggigil dan mengeluarkan air mata. i. Gelisah.

2.1.4.3. Cara mencegah perpindahan virus flu burung antar unggas

Flu Burung dapat dicegah! Untuk melindungi unggas, Anda harus mengikuti instruksi-instruksi sebagai berikut (Depkes, 2004):

(8)

a. Masukkan unggas ke dalam kandang, jangan biarkan berkeliaran. b. Kandangkan masing-masing unggas dalam kandang yang berbeda.

c. Pilih atau beli ayam atau bebek atau unggas muda yang sehat. Pisahkan unggas yang baru dibeli setidaknya selama dua minggu.

d. Jika unggas terlihat sakit, segera pisahkan dari yang lainnya. e. Cuci tangan dengan sabun sesudah kontak dengan unggas. f. Transportasikan hanya unggas yang sehat.

g. Bersihkan halaman di sekitar kandang setiap hari (buanglah kotoran unggas maupun bulunya. Bakar atau kuburkan kotorannya).

h. Cuci dan bersihkan peralatan yang dipakai di peternakan dengan disinfektan seminggu sekali.

i. Bersihkan, cuci, kemudian suci hamakan kandangnya dengan disinfektan atau bahan kimia lainnya. Seperti cairan pemutih pakaian.

j. Siapapun (termasuk Anda dan keluarga Anda) yang masuk ke halaman peternakan, cuci sol sepatu dengan air bersabun atau berikan sepatu yang bersih saat mereka memasuki gerbang.

k. Beri pakan yang menyehatkan dan air bersih pada unggas.

l. Beri vaksin unggas yang sehat jika memungkinkan untuk mencegah berjangkitnya infeksi virus Flu Burung.

Langkah-langkah yang harus kita perbuat jika unggas mati mendadak dan dalam jumlah yang banyak (Depkes, 2004):

(9)

a. Laporkan kepada aparat berwenang terutama ke Dinas Pertanian/Peternakan atau Dinas Kesehatan.

b. Jangan buang unggas yang mati.

c. Musnahkan unggas dengan cara dibakar atau kuburkan bangkai dengan kedalaman galian setinggi lutut orang dewasa.

d. Gunakan alat pelindung (masker, sarung tangan, sepatu bot, baju lengan panjang, celana panjang dan topi).

e. Bersihkan badan sesudahnya dan cuci semua pakaian dengan sabun.

f. Bersihkan, cuci, kemudian suci hamakan dengan disinfektan seperti pemutih dan Chlor, tepung kapur atau karbol untuk membersihkan sarang, kandang dan alat transportasi.

g. Bersihkan sepatu atau sandal, peralatan, roda atau ban mobil transportasi sebelum memasuki dan setelah meninggalkan kandang unggas. Bagi pedagang, jangan parkir kendaraan dekat kandang.

h. Cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan unggas.

i. Salinlah baju dan cuci pakaian dengan sabun setelah kontak dengan unggas. j. Kandang harus dikosongkan selama 2 minggu sehingga bebas virus Flu

Burung.

(10)

2.1.5. Cara Penularan Flu Burung pada Manusia

Manusia bisa terinfeksi atau terjangkit oleh virus H5N1 melalui (Depkes. 2005):

a. Kontak dengan unggas yang terinfeksi saat membawa, mengangkut, menyembelih dan memproses unggas atau terinfeksi kotoran unggas.

b. Makan darah unggas mentah, marus dan makan telur atau daging unggas setengah matang.

2.1.6. Gejala-gejala Umum

Gejala Flu Burung pada manusia mirip dengan gejala flu pada umumnya seperti (Depkes. 2005):

a. Mendadak mengalami demam tinggi dan berkelanjutan hingga di atas 380C. b. Mengalami sesak nafas.

c. Batuk.

d. Sakit kepala, terasa ngilu di persendian lengan, kaki dan punggung (sakit akan meningkat saat batuk). Mungkin juga terasa sakit di sekitar mata.

Penyakit dapat berkembang dengan cepat dan menimbulkan permasalahan pada pernafasan hingga akhirnya menurunkan kondisi tubuh. Perawatan yang terlambat akan mengakibatkan pasien meninggal.

2.1.7. Cara Mencegah Penularan Virus Flu Burung (H5N1) dari Hewan ke Manusia

Pada saat ini, tidak ada vaksin yang mampu mencegah penyakit ini jika sudah berjangkit pada manusia dan penanganannya pun sukar dilakukan. Maka dari itu

(11)

pencegahan Flu Burung sangatlah penting. Bisa saja unggas tetap tampak sehat meskipun ia membawa virus H5N1. Untuk mencegah berjangkitnya virus Flu Burung secara aktif, ikuti petunjuk berikut (CBAIC, 2007):

a. Melatih diri sendiri dan menjaga kesehatan makanan.

b. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah kontak dengan unggas dan produk unggas lainnya, sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan.

c. Beli unggas yang sehat.

d. Jangan makan darah mentah, marus dan daging unggas atau telur setengah matang. e. Jangan menyembelih unggas sakit.

f. Jangan makan unggas mati atau sakit.

g. Hindari kontak dengan sumber yang terinfeksi.

h. Jangan biarkan anak-anak melakukan kontak dengan unggas atau bermain di dekat kandang.

i. Jangan biarkan unggas berkeliaran di dalam rumah.

j. Hindari kontak yang tak perlu dengan unggas, bahkan unggas yang sehat sekali pun.

k. Gunakan masker dan sarung tangan saat kontak atau menyembelih unggas.

l. Kuburkan limbah unggas (bulu, jeroan dan darah) sedalam lutut orang dewasa setelah disembelih.

m. Mandi, ganti dan cuci pakaian, juga sepatu atau sandal dengan sabun setelah kontak dengan unggas.

(12)

o. Jika Anda menderita demam tinggi, sakit pada dada, susah bernafas, sakit kepala dan otot terasa ngilu, sesudah kontak dengan unggas yang sakit atau mati segera pergi ke klinik atau rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Jangan mengobati sendiri, minumlah obat yang diresepkan oleh dokter.

Yang harus dilakukan saat ada orang terinfeksi virus Flu Burung (Depkes, 2004)

a. Bawalah segera orang yang menderita demam tinggi tersebut ke rumah sakit terdekat.

b. Jangan mengobati sendiri, minumlah obat yang diresepkan oleh dokter.

c. Hindari kontak yang tak perlu dengan orang yang terinfeksi Flu Burung (H5N1). Jika harus terjadi kontak, gunakan pakaian pelindung.

2.1.8. Partisipasi Masyarakat untuk Mencegah Flu Burung 2.1.8.1. Jika tidak terjangkit flu burung

a. Komunikasikan kepada para keluarga, tetangga dan warga sekitar mengenai dampak Flu Burung serta cara pencegahannya jika sampai menyerang unggas dan manusia. Sebarkan selebaran "Pencegahan Flu Burung pada unggas dan manusia" melalui pertemuan dengan para ibu, arisan dan pertemuan-pertemuan kelompok kecil di masyarakat lainnya.

b. Beri semangat dan pengertian pada para warga untuk mempraktekkan kebersihan diri dan lingkungan di rumah, di dapur, di halaman, kandang dan tempat umum.

(13)

c. Jadilah contoh yang terbaik dalam pengelolaan kebersihan halaman dan kandang.

d. Beri pengertian kepada para ibu agar selalu melakukan vaksinasi unggas jika memungkinkan.

e. Selalu waspada, mengamati dan lapor pada Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat jika ada kematian unggas yang mendadak dan dalam jumlah yang besar di lingkungan Anda (CBAIC, 2007).

2.1.8.2. Jika terjangkit flu burung

a. Ajari dan sediakan petunjuk pada orang-orang di lingkungan kita bagaimana cara mencegah Flu Burung dari mulai penyebaran hingga penularannya pada manusia. Selalu ingatkan warga untuk menjaga kebersihan masing-masing, batasi kontak dengan unggas sakit.

b. Doronglah masyarakat agar selalu mengikuti petunjuk petugas Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan, untuk menangani unggas yang sakit atau mati.

c. Bantu untuk mendeteksi dan melaporkan wilayah yang baru terjangkit Flu Burung pada pihak berwenang, Dinas Peternakan/Pertanian atau Dinas Kesehatan setempat (CBAIC, 2007).

2.1.9. Masa Inkubasi

a. Pada Unggas : 1 minggu.

b. Pada Manusia : 1-3 hari, Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari (Dinkes, 2004).

(14)

2.2. Faktor Internal dan Eksternal Perilaku Masyarakat

Perilaku pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada manusia, baik yang dapat diamati secara langsung atau pun dapat ditaati secara tidak langsung. (Notoatmodjo, 1993). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Bentuk dari respon tersebut adalah: 1) bentuk pasif atau respon internal, yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, berupa pikiran, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, dan 2) bentuk aktif, yakni apabila perilaku tersebut jelas dapat diobservasi secara langsung dalam bentuk tindakan nyata atau overt behavior (Notoatmodjo, 1993).

Pendapat lain tentang perilaku dikemukakan oleh Budioro (1998) yang mendefinisikan sebagai segala bentuk tangapan dari individu terhadap lingkungannya. Proses dan mekanisme perilaku sebenarnya sangat rumit dan kompleks, tetapi bentuk operasionalnya disederhanakan dalam 3 komponen utamanya, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan. Lebih lanjut Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa pembentukan perilaku dipengaruhi oleh: 1) faktor intern/dalam diri individu yang mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar, dan 2) faktor ekstern/luar individu meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Berikut diuraikan bentuk operasional dari perilaku, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan.

(15)

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2002), faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi (faktor internal) seperti umur, pendidikan, status pernikahan, suku keyakinan, dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang bertindak. Faktor pemungkin atu faktor pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Terakhir adalah faktor penguat (faktor eksternal) seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Teori dan model perilaku dan kesehatan yang lain adalah Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model/HBM). Di dalam teori HBM menganggap perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara khusus model ini menegaskan bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemanjuran pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku-perilaku kesehatan.

Strecher and Rosenstock (1997) mengatakan ada 7 komponen dan HBM, yaitu:

1) Pengertian tentang kerentanan penyakit (perceived susceptibility). Misalnya pengertian tentang seberapa besar kemungkinan seseorang dapat dihinggapi penyakit atau terlibat dalam masalah kesehatan yang bersangkutan.

2) Pengertian tentang keparahan penyakit (perceived severity). Misalnya pengertian tentang seberapa parahnya bila ia sampai terjangkit penyakit atau terlibat masalah kesehatan yang bersangkutan.

(16)

3) Pengertian tentang kegunaan/manfaat untuk melakukan tindakan yang bersangkutan (perceived benefits). Misalnya bila ia bersedia melakukan tindakan apakah ancaman kerentanan dan keparahan penyakit akan berkurang atau teratasi.

4) Pengertian tentang hambatan untuk melakukan tindakan yang bersangkutan (perceived barriers). Misalnya yang menyangkut biaya, bahaya efek samping atau

komplikasi, khawatir menhadapi rasa sakit atau ketidaknyamanan lainnya.

5) Dorongan untuk bertindak (cues of action). Adanya sumber informasi tambahan

yang akan mempengaruhi pengertian-pengertian tersebut di atas, seperti pendidikan, gejala-gejala penyakit, media informasi.

6) Kemampuan diri untuk berperilaku melaksanakan tindakan yang bersangkutan (self-efficacy). Misalnya dengan kondisi yang ada pada dirinya apakah ia merasa

mampu berperilaku sebagaimana yang seharusnya.

7) Variabel lain, seperti demografi, sosiopsikologi dan variabel struktur yang

mempengaruhi persepsi individu dan tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatan. Bagan 2.1 berikut menyajikan komponen HBM dan keterkaitannya.

Persepsi individu

Pengertian kerentanan dan keparahan penyakit

Faktor-faktor yang mempengaruhi Umur, jenis kelamin, ras,

Kepribadian Sosioekonomi

Pengetahuan Pengertian ancaman penyakit

Dorongan untuk bertindak : Pendidikan Gejala penyakit, sakit

Media informasi

Kemungkinan tindakan

Manfaat dari tindakan dikurangi hambatan untuk

perubahan perilaku

Kemungkinan untuk perubahan perilaku

Bagan 2.1. Komponen Health Belief Model dan Keterkaitannya (Strecher and Rosenstock, 1997)

(17)

Di samping teori perilaku di atas, yakni teori precede and proceed dan HBM, teori lain tentang perubahan perilaku dikemukakan oleh Fishbein yakni teori tindakan beralasan (theory of reasoned action). Di dalam teori tindakan beralasan dikemukakan faktor paling penting dalam mempengaruhi perilaku adalah keinginan berperilaku (behavioral intention) seseorang. Keinginan berperilaku adalah suatu proposisi yang menghubungkan diri dengan tindakan yang akan datang. Faktor yang langsung mempengaruhi keinginan berperilaku adalah sikap terhadap perilaku

(attitude toward behavior) dan norma subyektif atau sosial yang berhubungan dengan

perilaku (subjective norm). Kepercayaan utama untuk berperilaku (behavioral beliefs) dan evaluasi dalam melakukan perilaku (evaluation of behavioral outcomes) secara bersama akan membentuk sikap terhadap perilaku. Norma subjektif adalah persepsi seseorang tentang apa yang mereka anggap bahwa orang lain ingin agar mereka lakukan. Norma subyektif dipengaruhi oleh kepercayaan normatif (normative beliefs) dan motivasi untuk memenuhi harapan (motivation to comply). Menurut teori tindakan beralasan seseorang cenderung melaksanakan perilaku yang dievaluasi dan diterima secara baik oleh orang lain dan cenderung menahan diri dari perilaku yang dianggap tidak baik dan tidak menyenangkan orang lain (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000). Bagan di bawah ini mencantumkan teori tindakan beralasan.

(18)

Kepercayaan utama berperilaku Evaluasi dalam melakukan perilaku Kepercayaan normatif Motivasi untuk memenuhi harapan Sikap terhadap perilaku Keinginan berperilaku Norma subjektif Perilaku Pengaruh lingkungan : 1. Lingkungan Fisik 2. Lingkungan Sosial 3. Lingkungan Pemasaran Variabel Personal: 1. Nilai, tujuan akhir 2. Pengetahuan lainnya,

kepercayaan dan sikap 3. Sifat pribadi 4. Pola gaya hidup 5. Karakteristik

demografi 6. Karakteristik

psikologis

Bagan 2.2. Teori Tindakan Beralasan (Montano, Kasprzyk and Taplin, 1997 dan Peter dan Olson, 2000)

2.2.1. Umur

Umur merupakan variabel yang sangat penting dalam mempelajari masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2002).

2.2.2. Pendidikan

Pendidikan diartikan sebagai suatu usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang bertujuan kepada kedewasaan, tujuannya adalah pendewasaan anak. Menurut Notoatmodjo (2002), pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian bahan/materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran pendidik guna mencapai perubahan perilaku (tujuan).

2.2.3. Status Perkawinan

Menurut Becker yang dikutip oleh Smet (1984), seseorang dalam melakukan tindakan atau melakukan suatu perilaku tidak lepas dari peran pertimbangan keluarga seperti anak dan suami.

(19)

2.2.4. Status Sosial Ekonomi

Menurut teori Green status sosial ekonomi seseorang juga menentukan seseorang melakukan suatu tindakan. Berdasarkan status sosial ekonomi orang akan memilih apa yang akan dilakukan. Menurut Sarwono (1997), seorang memilih dan menentukan suatu keputusan untuk melakukan tindakan akan dipengaruhi oleh ketersediaan biaya yang dimiliki.

2.2.5. Perilaku dan Bentuk-bentuk Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat (overt) sedangkan perilaku pasif tidaklah tampak, seperti misalnya pengetahuan, persepsi atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 1997).

(20)

2.2.5.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sutu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga.

Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, rasio, televisi, foster majalah dan surat kabar (Sarwono, 1997).

Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2002).

Menurut Notoatmodjo (2002), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu:

1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, mendefinisikan,

(21)

memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari.

2. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain.

3. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen terapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

4. Sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

5. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.5.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Disebut juga bahwa sikap itu merupakan kesiapan

(22)

atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmodjo, 2002).

Menurut Gerungan (1991), sikap merupakan pendapat maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu, tetapi sikap tersebut terbentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar, sebab apabila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objeknya. Sikap dapat dibedakan menjadi (Notoatmodjo, 2002):

1. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya cara-cara tingkah laku yang dinyatakan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial, dan biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat.

2. Sikap Individu

Sikap individu dimiliki hanya oleh seseorang saja, di mana sikap-sikap individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian sosial. Sikap individu dibentuk karena sifat-sifat pribadi diri sendiri.

(23)

Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respon evaluatif yaitu suatu respon yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai karaktarisik: 1. Selalu ada objeknya. 2. Biasanya bersifat evaluatif. 3. Relatif mantap.

4. Dapat dirubah.

Sikap adalah kecenderungan untuk berespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang.

Menurut Ahmadi sikap dibedakan menjadi (Notoatmodjo, 2002):

1. Sikap negatif, yaitu: sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.

2. Sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukkan menerima atau menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.

Menurut Notoatmodjo (2002), sikap mempunyai beberapa tingkatan yaitu: 1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan

(24)

2. Merespon (responding), memberi jawaban apabila diotaknya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Bertanggung jawab (responsibel), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi. 4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung, secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

2.2.5.3. Tindakan

Suatu rangsang akan direspon oleh sesorang sesuai dengan arti rangsangan tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan kompleks.

Dalam peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, di mana sikap diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas.

(25)

Tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis (Notoatmodjo, 2002).

Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu (Notoatmodjo, 2002):

1. Persepsi, mengenal dan memilih sebagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respons terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar. 3. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis atau atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.

4. Adaptasi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

(26)

a. Kerangka Konsep Variabel independen/bebas Variabel dependen/terikat Faktor Internal Umur Status Pernikahan Pendidikan Pengetahuan Sikap Tindakan Penangulangan Flu Burung Faktor Eksternal

Intervensi Petugas Kelurahan Intervensi Petugas Kesehatan Media Cetak

Media Elektronik

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Association between gestational age and birth weight on the language development of Brazilian children: a systematic review.. Early Language Learning and Literacy:

Bahan Bakar Nabati dari nyamplung ( Calophyllum inophyllum Linn dapat digunakan sebagai subsitusi minyak tanah ( biokerosene ) dan substitusi minyak solar ( biodiesel ).

memperoleh informasi, menyajikan, dan mengolah data. d) Perencanaan guru PAI terkait dengan kegiatan Menalar. (Assosiating) yaitu dengan cara pengumpulan informasi

Khusus pada ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perpres 14/2021 pada frasa “prinsip tata kelola’’ dalam hal ini makna hukum pada frasa “prinsip tata kelola’’ tersebut menimbulkan

Sebagai hasil dari upaya dan minat dalam pelatihan medis ini ditandakan dengan adanya peningkatan dua kali lipat dari tahun ke tahun sejak tahun 1978 (Saudi

Beberapa modal yang digunakan sebagai sumber kekuatan oleh masyarakat korban lumpur lapindo antara lain sebagai berikut, pertama orientasi modal sosial, yaitu kondisi

Sebelum 1 Januari 2015, suatu pengendalian atas entitas anak dianggap ada bilamana Perusahaan menguasai secara langsung atau tidak langsung lebih dari 50% (lima puluh persen) hak

Perguruan Tinggi.. ERROR OF