• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

7 A. Tinjauan Teori

1. Masa nifas a. Pengertian

Masa nifas adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu. Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan. Periode pasca partum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini juga disebut periode puerperium, dan wanita yang mengalamipuerperiumdisebut puerperal. Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat adanya perubahan fisiologi dan psikologi karena proses persalinan (Varney, 2008).

b. Perubahan Masa Nifas

Secara garis besar terdapat tiga proses penting di masa nifas, yaitu sebagai berikut:

(2)

1) Pengecilan Rahim

Rahim merupakan organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita yang tidak hamil, berat rahim sebesar 30 gram. Selama kehamilan rahim makin lama makin membesar, setelah bayi lahir umumnya berat rahim menjadi sekitar 1.000 gram dan dapat diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilikus. Setelah 1 minggu kemudian beratnya berkurang jadi sekitar 500 gram. Setelah 2 minggu beratnya sekitar 300 gram dan tidak dapat diraba lagi.

Secara alamiah rahim akan kembali mengecil perlahan-lahan ke bentuknya semula. Setelah 6 minggu beratnya sudah sekitar 40-60 gram. Pada saat ini masa nifas dianggap sudah selesai namun sebenarnya rahim akan kembali ke posisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah masa nifas. Selama masa pemulihan 3 bulan ini bukan hanya rahim saja yang kembali normal tapi juga kondisi tubuh ibu secara keseluruhan.

2) Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal

Selama hamil, darah ibu relatif lebih encer, karena cairan dara ibu banyak, sementara sel darahnya berkurang. Setelah melahirkan sistem sirkulasi darah ibu akan kembali seperti semula. Darah mulai mengental, dimana kadar perbandingan sel

(3)

darah kembali normal. Umumnya hal ini terjadi pada hari ke-3 sampai ke-15 pasca persalinan.

3) Proses laktasi dan menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat prolaktin (hormone plasenta) yang menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon plasenta itu tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah melahirkan (Saleha, 2009).

c. Tahap Masa Nifas

Tahap masa nifas ini adalah sebagai berikut: 1) Puerperium Dini

Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2) Puerperium Intermedial

Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote Puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan (Ambarwati, 2008).

(4)

2. Perawatan Organ Genetalia Eksterna a. Organ genetalia eksterna

Sistem reproduksi perempuan terdiri atas genetalia eksterna dan genetalia interna. Alat kandungan luar (genetalia eksterna) dalam arti sempit adalah alat kandungan yang dapat dilihat dari luar bila wanita dalam posisi litotomi. Fungsi alat kandungan luar dikhususkan untuk kopulasi atau koitus (Mochtar, 2002).

Organ genetalia eksterna yaitu bagian organ reproduksi yang berada di bagian luar badan, pada wanita merupakan struktur kompleks yang keseluruhannya disebut vulva. Bagian paling luar dari vulva terdiri atas lipatan kulit mengandung lemak disebut labia mayora (sepasang), disebelah dalamnya terdapat sepasang lipatan kulit , banyak jaringan vascular tanpa lemak disebut labia minora. Disebelah kaudo-anterior masih terbungkus oleh labia minora terdapat satu organ erektil yang homolog dengan penis pada pria disebut klitoris. Dimana klitoris dan rongga vagina yaitu pada vulva bermuara saluran uretra (1 buah). Pada seorang gadis, ada lapisan tipis di vagina yang disebut hymen.

Menurut Setiadi (2007) genetalia eksterna secara kesatuan disebut vulva atau pudendum. Genetalia eksterna terdiri dari:

1) Mons pubis, adalah bantalan jaringan lemak dan kulit yang terletak diatas simpisis pubis. Bagian ini tertutup rambut pubis setelah pubertas. Berfungsi untuk melindungi alat genetalia dari masuknya kotoran selain itu untukestetika.

(5)

2) Labia mayora (bibir mayor), adalah dua lapisan kulit longitudinal yang merentang kebawah dari mons pubis dan menyatu pada sisi posterior perineum. Labium mayus analog dengan skrotum pada alat kelamin laki-laki. Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia di dalamnya dan mengeluarkan cairan pelumas pada saat menerima rangsangan seksual.

3) Labia minora (bibir minora), adalah lipatan kulit dianatar labia mayora, tetapi mengandung kelenjar sebasea dan beberapa kelenjar keringat. Pertemuan lipatan-lipatan labia minora di bawah klitoris disebut frenulum. Berfungsi untuk menutupi organ-organ genetalia didalamnya serta merupakan daerah erotik yang mengandung pembuluh darah dan saraf.

4) Klitoris, homolog dengan penis pada laki-laki, tetapi lebih kecil dan tidak memiliki mulut uretra. Klitoris terdiri dari dua krura (akar), satu batang dan satu glans klitoris bundar yang mengandung banyak ujung syaraf dan sangat sensitif. Batang klitoris mengandung dua corpora kavernosum yang tersusun dari jaringan erektil. Saat mengembung dengan darah selama eksitasi seksual, bagian ini bertanggung jawab untuk ereksi klitoris. Merupakan daerah erotik utama pada wanita yang akan membesar dan mengeras apabila mendapatkan rangsangan seksual.

5) Vestibula, adalah area yang dikelilingi oleh labia minora yang menutupi mulut uretra, mulut vagina dan duktus kelenjar bartholini.

(6)

Kelenjar bartholini homolog dengan kelenjar bulbouretral pada laki-laki. Kelenjar ini memproduksi beberapa tetes sekresi mucus untuk membantu melumasi orifisium vaginal saat eksitasi vaginal seksual. Bulbura vestibular adalah massa jaringan erektil dalam disubstansi jaringan labial. Bagian ini sebanding dengan corpora spongiosum penis. Berfungsi untuk mengeluarkan cairan apabila ada rangsangan seksual yang berguna untuk melumasi vagina pada saat bersenggama.

6) Orifisium uretra, adalah jalur keluar urine dari kandung kemih, tapi lateralnya mengandung duktus untuk kelenjar parauretral (skene), yang dianggap homolog dengan kelenjar prostat pada laki-laki. 7) Mulut vagina, terletak dibawah orifisum uretra. Hymen (selaput

darah) adalah suatu membran yang bentuk dan ukurannya bervariasi, melingkari mulut vagina. Merupakan lapisan tipis yang menutupi sebagian besar dari introitus vagina, membentuk lubang sebesar ibu jari sehingga darah haid maupun sekret dan cairan dari genetalia internal dapat mengalir keluar.

8) Perineum, yaitu kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayor dan anus yang merupakan area berbentuk seperti intan yang terbentang dari simpisis pubis di sisi anterior sampai ke koksiks disisi posterior dan ke tuberositas iskial disisi lateral (Setiadi, 2007).

(7)

b. Tujuan dan manfaat perawatan organ genetalia eksterna

Alat reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi Perawatan vagina memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1) Menjaga vagina dan daerah sekitarnya tetap bersih dan nyaman. 2) Mencegah munculnya keputihan, bau tidak sedap dan gatal-gatal. 3) Menjaga agar Ph vagina tetap normal (3,3-4,5).

Sedangkan tujuan perawatan alat reproduksi eksternal antara lain: 1) Menjaga kesehatan dan kebersihan vagina.

2) Membersihkan bekas keringat dan bakteri yang ada di sekitarvulva di luar vagina.

3) Mempertahankan Ph derajat keasaman vagina normal, yaitu 3,5 sampai 4,5.

4) Mencegah rangsangan tumbuhnya jamur, bakteri, protozoa. 5) Mencegah munculnya keputihan dan virus (Siswono, 2001). c. Cara merawat organ genetalia eksterna

Tinggal di daerah tropis yang panas membuat sering berkeringat. Keringat ini membuat tubuh menjadi lembab, terutama pada organ seksual dan reproduksi yang tertutup dan berlipat. Akibatnya bakteri mudah berkembang biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap serta infeksi. Untuk itu perlu menjaga keseimbangan ekosistem vagina.

(8)

Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu estrogen dan laktobasilus (bakteri baik). Jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi.

Sebenarnya di dalam vagina terdapat bakteri, 95 persennya adalah bakteri yang baik, sedangkan sisanya adalah bakteri phatogen. Agar ekosistem seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman (ph balance) pada kisaran 3,8-4,2. Dengan tingkat keasaman tersebut, laktobasilus akan subur dan bakteriphatogenmati.

Banyak faktor yang menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem vagina, antara lain kontrasepsi oral, diabetes mellitus, pemakai antibiotik, darah haid, cairan mani, penyemprotan cairan ke dalam vagina (dounching) dan gangguan hormone (pubertas, menopause dan kehamilan).

Keadaan normal, vagina mempunyai bau yang khas. Bila ada infeksi atau keputihan yang tidak normal dapat menimbulkan bau yang mengganggu, seperti bau yang tidak sedap, menyengat dan amis yang disebabkan oleh jamur, bakteri, atau kuman lainnya. Jika infeksi yang terjadi di vagina ini dibiarkan, bisa masuk sampai ke dalam rahim (Wijayanti, 2009).

Struktur kemaluan perempuan bersifat khas. Saluran vagina senantiasa terbuka dengan dunia luar. Kemungkinan dimasuki benda

(9)

apa pun, termasuk oleh bibit penyakit selalu ada. Hanya karena suasana masam yang terbentuk di mulut saluran vagina, dan posisi saluran vagina yang senantiasa terkatub (mingkem), sehingga tidak sembarang barang, atau bibit penyakit berhasil masuk.

Sebagaimana halnya “mantel” alami yang sengaja dibentuk sebagai pelindung kulit, saluran vagina juga membentuk suasana masam. Ini dimungkinkan oleh hadirnya kuman Doderlein yang hidup berdampingan secara damai dengan tubuh. Kuman ini yang memproduksi asam, perintang masuknya bibit penyakit.

Cara membersihkan daerah kewanitaan yang baik ialah membasuhnya dengan air bersih. Satu hal yang harus di perhatikan dalam membasuh daerah kewanitaan, terutama setelah buang air besar (BAB), yaitu dengan membasuhnya dari arah depan ke belakang (dari arah vagina kea rah anus), bukan sebaliknya. Karena apabila kita terbalik arah membasuhnya, maka kuman dari daerah anus akan terbawa ke depan dan dapat masuk ke dalam vagina.

Apabila menggunakan sabun untuk membersihkan daerah intim, sebaiknya gunakan sabun yang lunak (dengan ph 3,5), misalnya sabun bayi yang biasanya ber-ph netral. Sebaiknya hindari pemakaian berbagai jenis pembersih vagina, sebab di dalam vagina sebenarnya telah ada suatu mekanisme alami yang akan mempertahankan keseimbangan keasaman vagina. Mekanisme ini diperankan oleh bakteri normal yang secara alami terdapat di dalam vagina. Apabila

(10)

keseimbangan tersebut terganggu, bakteri baik di dalam vagina akan mati dan justru menyebabkan perkembangbiakan bakteri jahat yang dapat menimbulkan penyakit.

Apabila membersihkan daerah kewanitaan dengan sabun dan sejenisnya, sebaiknya hanya di bagian luarnya saja. Misalnya bagi wanita yang sudah bersuami, setelah berhubungan suami istri, boleh menggunakan pembersih vagina, yaitu untuk mengembalikan keasaman vagina, karena sifat sperma laki-laki adalah basa. Tapi sekali lagi hanya di bagian luarnya saja, jangan di semprotkan ke dalam vagina.

Sebaiknya gunakan sabun bayi karena biasanya sabun bayi memiliki ph netral. Setelah memakai sabun, hendaklah dibasuh dengan air sampai bersih (sampai tidak ada lagi sisa sabun yang tertinggal), sebab bila masih ada sisa sabun yang tertinggal dapat menimbulkan penyakit. Setelah dibasuh, harus dikeringkan dengan handuk atau tissu, tetapi jangan digosok-gosok.

Pemakaian celana yang terlalu ketat juga sebaiknya dihindari, karena hal ini menyebabkan kulit sulit bernafas dan akhirnya bisa menyebabkan daerah kewanitaan menjadi lembab dan teriritasi. Pemilihan bahan juga tidak kalah pentingnya, dianjurkan menggunakan bahan yang nyaman dan menyerap keringat, misalnya katun.

Pemakaianpanthylinersetiap hari secara terus menerus juga tidak dianjurkan. Pantylinersebaiknya hanya digunakan pada saat keputihan banyak saja atau lebih baik membawa celana dalam untuk ganti. Begitu

(11)

juga dengan pemilihan pembalut wanita, sebaiknya dipilih pembalut yang tidak mengandung gel, sebab gel dalam pembalut kebanyakan dapat menyebabkan iritasi dan menyebabkan timbulnya rasa gatal. Cara merawat organ intim wanita antara lain:

1) Mandi teratur dengan membasuh vagina menggunakan air hangat dan sabun yang lembut.

2) Cuci tangan sebelum menyentuh vagina.

3) Setelah buang air besar dan kencing, selalu “cebok” dengan arah dari depan ke belakang (ke arah anus). Jangan arah sebaliknya, karena hal ini akan membawa bakteri dari anus ke vagina.

4) Tidak dianjuran menaburkan bedak pada vagina dan daerah di sekitarnya, karena kemungkinan bedak tersebut akan menggumpal di sela-sela lipatan vagina yang sulit terjangkau tangan untuk dibersihkan dan akan mengundang kuman.

5) Selalu gunakan celana dalam yang bersih dan terbuat dari bahan katun. Bahan lain misalnya nylon dan polyester akan membuat gerah, panas dan membuat vagina menjadi lembab. Kondisi ini sangat disukai bakteri dan jamur untuk berkembang biak.

6) Hindari penggunaan deodoran, cairan pembasuh (douches), sabun yang keras, serta tissu yang berwarna dan berparfum.

7) Hindari juga menggunakan handuk atau waslap milik orang lain untuk mengeringkan vagina.

(12)

8) Mencukur sebagian dari rambut kemaluan untuk menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina (Wijayanti, 2009).

Menjaga kesehatan berasal dari menjaga kebersihan. Hal ini juga berlaku bagi kesehatan organ-organ seksual. Menjaga kebersihan vagina, yang perlu kita lakukan adalah secara teratur membasuh bagian di antara vulva (bibir vagina) secara hati-hati menggunakan air bersih dan sabun yang lembut (mild) setiap selesai buang air kecil, buang air besar, dan ketika mandi.

Kalau kita alergi juga dengan sabun yang lembut sekalipun, cukup basuh dengan air hangat. Paling penting adalah membersihkan bekas keringat dan bakteri yang ada disekitar vulva di luar vagina. Bagian dalam vagina biasanya akan mampu menjaga kebersihannya sendiri.

Cara membasuh yang benar adalah dari arah depan (vagina) ke belakang (anus), jangan terbalik, karena akan menyebabkan bakteri yang ada di sekitar anus terbawa masuk ke vagina. Gunakan air bersih, lebih baik lagi air hangat, tetapi jangan terlalu panas karena bisa menyebabkan kulit yang sensitive di daerah vagina melepuh dan lecet. Sebelum memakai celana lagi, keringkan dahulu menggunakan handuk atau tissu yang tidak berparfum. Penggunaan deodoran, sabun antiseptik yang keras, atau cairan pewangi (parfum) untuk menghilangkan bau di daerah kewanitaan bukanlah tindakan yang bijaksana, bahkan bisa berbahaya untuk kesehatan.

(13)

Hal ini disebabkan:

1) Vagina yang sehat, juga hidup berbagai bakteri dan organism termasuk yang merugikan dan bisa menyebabkan vaginitis. Terlalu sering membasuh vagina dengan cairan kimia (douching) dan penggunaan deodoran dan parfum akan merusak keseimbangan yang ada sehingga akan memungkinkan terjadinya infeksi. Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang terjadi karena perubahan keseimbangan normal bakteri yang hidup disana. Tanda atau gejala paling umum adalah munculnya cairan yang berwarna putih keruh keabuan dan berbusa serta menimbulkan bau kurang sedap.

2) Penting diketahui bahwa selalu akan ada bau khas yang muncul dari daerah vagina, karena dinding vagina serta leher rahim memproduksi cairan. Cairan ini, yang berwarna putih atau kekuningan, adalah sehat dan normal. Bau, rasa, dan tingkat kekentalan cairan ini bisa berubah-ubah seiring dengan siklus menstruasi kita (Siswono, 2001). d. Efek perawatan yang salah pada alat reproduksi eksternal

Efek samping dari kesalahan dalam merawat alat reproduksi eksternal, yaitu:

1) Jika ada pembersih/sabun berbahan daun sirih di gunakan dalam waktu lama, akan menyebabkan keseimbangan ekosistem terganggu. 2) Produksi pembersih wanita yang mengandung bahan povidone

iodine mempunyai efeksamping dermatitis kontak sampai reaksi alergi yang berat.

(14)

3. Perilaku

a. Batasan Perilaku

Aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Skiner seorang ahli psikologis, yang dikutip oleh Notoadmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:

1) Respondent responsatauflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap.

2) Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation ataureinforcer, karena memperkuat respon.

(15)

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka Notoatmodjo (2003) membagi prilaku menjadi dua:

1) Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice), yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2003).

b. Domain perilaku

Meskipun prilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organism (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan prilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

(16)

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, polotik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007), membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain ranah atau kawasan yakni: kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni: pengetahuan, sikap dan praktek atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).

c. Pembentukan prilaku

Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan prilaku diantaranya:

1) Kondisioningatau kebiasaan

Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.

(17)

2) Pengertian (insight)

Pembentukan prilaku dengan kondisioning atau kebiasaan, pembentukan prilaku dapat ditempuh dengan pengertian atauinsight. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai pengertian.

3) Menggunakan model

Cara ini menjelaskan bahwa dalam pembentukan perilaku pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau Observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977).

d. Beberapa teori perilaku

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu itu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku (Ircham, 2005).

Teori perilaku menurut Ircham (2005), diantaranya: 1) Teori insting

Menurut McDougall perilaku itu disebabkan karena insting. Insting merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan, dan akan mengalami perubahan karena pengalaman.

(18)

2) Teori dorongan (drive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organism itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organism yang mendorong organism berperilaku.

3) Teori insentif (incentive theory)

Teori ini bertitik tolak pada pendapat bahwa perilaku organism itu disebabkan karena adanya insentif. Insentif akan mendorong organism berbuat atau berperilaku. Insentif atau juga disebut sebagai reinforcement ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement yang positif adalah berkaitan dengan hadiah dan akan mendorong organism dalam berbuat. Sedangkan reinforcement yang negative berkaitan dengan hukuman dan akan menghambat organism berprilaku.

4) Teori atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku seseorang. Apakah perilaku itu disebabkan oleh disposisi internal (missal motif, sikap, dan sebagainya), atau oleh keadaan eksternal (Ircham, 2005). e. Pengukuran perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara, secara langsung, maupun secara tidak langsung, yakni dengan pengamatan (observasi), yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya. Sedangkan secara tidak

(19)

langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005).

f. Faktor-faktor perilaku

Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku menurut teori Lawrence Green:

1) Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang adalah pengetahuan dan sikap seseorang tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya, perilaku ibu untuk menjaga kebersihan organ genetalia eksterna akan dipermudah apabila ibu tersebut tau apa manfaat menjaga kebersihan organ genetalia eksterna tersebut, tahu dimana mendapatkan bahan-bahan yang di butuhkan untuk menjaga organ genetalia eksterna. Demikian pula perilaku tersebut akan dipermudah bila ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif terhadap perawatan organ genetalia eksterna. Kepercayaan, tradisi, system, nilai dimasyarakat setempat juga mempermudah/mempersulit terjadinya perilaku.

Adat istiadat di Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobokan yaitu ibu nifas mempunyai kebiasaan makanan yang diatur oleh orang tuanya. Sementara orang tuanya melarang makan daging, telur, dan ikan. Alas an orang tua yaitu makan telur, daging

(20)

dan ikan dapat menghambat (memperlama) proses penyembuhan luka perineum. Rata-rata untuk penyembuhan luka perineum di Kecamatan Tawangharjo adalah tujuh hari atau lebih (Hestianingrum, 2011).

2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta dan sebagainya.

Faktor pemungkin adalah suatu faktor yang mendukung terjadinya suatu perilaku, misalnya untuk terjadinya perilaku ibu untuk menjaga kebersihan organ genetalia eksterna maka di perlukan: tersedianya air bersih, tersedianya toko-toko yang menjual sabun bayi yang ber-ph netral, celana dalam yang berbahan katun dan pembalut yang aman di gunakan (tidak mengandung gel).

3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang,

(21)

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan untuk berperilaku sehat (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penguat merupakan faktor pendukung selain pengetahuan, sikap dan fasilitas. Sering terjadi bahwa masyarakat sudah mengetahui manfaat menjaga kebersihan organ genetalia eksterna dan juga tersedia fasilitas di lingkungannya, tetapi mereka belum melaksanakan karena suami, orang tua dan mertua tidak mendukung.

4. Pengetahuan a. Definisi

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

b. Tingkat Pengetahuan

Penelitian Rogers (1974) yang dikutip Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi prilaku baru (berprilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1) Awareness(kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

(22)

2) Interest(merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. 3) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial, dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption, dimana subyek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

(23)

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di luar struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntesis)

Sintesis yang dimaksud menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasiatau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan criteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003). c. Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:

(24)

1) Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan a) Cara coba-salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat terpecahkan.

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan dengan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Perinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi juga dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang di peroleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

(25)

d) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi dan deduksi pada dasarnya merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan, kemudian dicari hubungannya sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan (Notoatmodjo, 2005). 2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Dallen yang mengatakan bahwa dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan mengadakan observasi langsung, dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek yang diamatinya. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah atauscientific research method(Notoatmodjo, 2005).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kea rah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi

(26)

kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.

Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

b) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

c) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

(27)

2) Faktor Eksternal a) Faktor Lingkungan

Menurut Ann.Mariner yang dikutip dari Nursalam (2003) lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

b) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.

e. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatannya (Notoatmodjo, 2007).

(28)

B. Kerangka Teori

Berdasarkan teori di atas disusun kerangka teori sebagai berikut:

Sumber : Teori Lawrence Green (Notoatmodjo, 2003) Faktor predisposisi: a. Pendidikan b. Pengetahuan c. Persepsi d. Tradisi e. Sistem nilai f. Sosial ekonomi Faktor pemungkin: Sarana prasarana Faktor penguat : a. Perilaku petugas b. Undang-undang c. Peraturan-peraturan

Perilaku perawatan organ genetalia eksterna

(29)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen Pengetahuan Perilaku perawatan organ

genetalia eksterna

D. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku perawatan organ genetalia eksterna pada ibu nifas di RB Citra Insani kota Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012)2. Sikap mempunyai beberapa karakteristik

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subyek tersebut. Bentuk dari respon tersebut adalah:

bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus (rangsangan

Menurut Notoatmodjo (2003) meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons

Menurut Notoatmodjo 2012, perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada