• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh di daerah dataran tinggi Mandailing Natal. Kopi ini memiliki ciri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang tumbuh di daerah dataran tinggi Mandailing Natal. Kopi ini memiliki ciri"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kopi Mandailing adalah sebutan dagang untuk kopi spesialti jenis Arabika yang tumbuh di daerah dataran tinggi Mandailing Natal. Kopi ini memiliki ciri khas beraroma harum dan kental sehingga peminum kopi tak perlu mencampur kopi Mandailing dengan kopi lain agar mendapat kekentalan yang tinggi. Cita rasa sedikit asam namun pekat dengan aroma yang kuat menjadikannya popular di mancanegara (Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, 2012).

Kopi Mandailing sebagai salah satu kopi spesialti dari Provinsi Sumatera Utara memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan dengan Kopi Robusta. Menurut Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) tahun 2012 harga kopi Mandailing di tingkat eksportir mencapai 6 - 7 dolar AS atau sekitar Rp 70.000/kg, bandingkan dengan harga kopi Robusta yang diekspor dengan harga 2-3 dolar AS atau sekitar Rp 20.000/kg. Sementara menurut data Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2012 harga biji kopi basah Mandailing di tingkat petani sekitar Rp 20.000/kg. Kopi Mandailing juga di jual di supermarket atau toko-toko dan kedai kopi di Tokyo dalam bentuk biji kopi siap giling sebanyak 200 gram per kemasan. Bahkan nama Mandheling pada kemasannya dicetak dengan huruf berukuran lebih besar dari pada nama Indonesia. (Anonimus1, 2012; AEKI, 2012; Lubis1, 2013).

Selain Jepang, Amerika Serikat, Australia dan Eropa menjadi tujuan ekspor utama kopi Mandailing , dimana 40% diantaranya diekspor ke Amerika Serikat. Dari total keseluruhan ekspor kopi Indonesia sebesar 700.000 ton pada

(2)

tahun 2011, 75% diantaranya merupakan kopi Robusta dan 25% sisanya merupakan kopi Arabika. Pranoto Soenarto, Wakil Ketua Umum Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Bidang Spesialis dan Industri Kopi, menyatakan 60% dari kopi Arabika yang diekspor merupakan kopi spesialti, dimana produksi kopi spesialti ini mencapai 150.000 ton/tahun. Pertumbuhan ekspor kopi spesialti mencapai 10-15% pada tahun 2012 (Anonimus1, 2012).

Harga kopi spesialti seperti kopi Mandailing cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika non-spesialti dan Kopi Robusta. Pada tahun 2011, harga kopi Arabika tingkat provinsi (Sumatera Utara) dan internasional berturut-turut sebesar Rp 50.326/kg dan Rp 53.331/kg. Perkembangan harga kopi Arabika tingkat provinsi dan i nternasional meningkat signifikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu dari Rp 27.961/kg menjadi Rp 50.326 untuk harga tingkat provinsi dan Rp 30.863/kg menjadi Rp 53.331/kg untuk harga kopi Arabika tingkat internasional (Purba, 2013).

Usahatani kopi di Indonesia melibatkan petani kopi rakyat sebagai penghasil utama kopi Indonesia (96,2%) dimana luas lahan perkebunan rakyat pada tahun 2007 mencapai 1.243.429 hektar. Pada tahun 2010 luas lahan tanaman kopi di Indonesia berada pada peringkat ketiga sebesar 1,29 juta ha, setelah peringkat kedua pada tanaman karet seluas 3,45 juta ha dan peringkat pertama pada kelapa sawit dengan luas lahan 9,27 ha (Arifin, 2011 ; Suwarto dkk, 2010).

Produksi kopi Arabika Mandailing meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 berikut ini :

(3)

Gambar 1. Luas Tanam/Areal Kopi Mandailing Kabupaten Mandailing Natal tahun 2006- 2012

Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka, 2012

Gambar 2. Produksi Kopi Mandailing Tahun 2006-2012 Sumber : Badan Pusat Statistik, Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka, 2012

Dari Gambar 1 dapat dilihat tahun 2006-2009 terjadi peningkatan luas tanam Kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal, namun pada tahun 2010 terjadi penurunan dan pada tahun 2011 luas tanam Kopi Mandailing kembali meningkat. Demikian halnya dengan produksi Kopi Mandailing yang juga

686.5 855.78 1244.99 1653.96 1642.55 1741.72 1741.71 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Lu as  Ar e (H a) Luas Areal (Ha) 315.62 324.55 348.67 205.21 708.93 1142.77 1422.27 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun Pr o d u ksi   (T o n )

(4)

mengalami pasang surut. Pada tahun 2006-2008 produksi Kopi Mandailing relatif stabil dan cenderung meningkat meskipun terjadi penurunan produksi Kopi Mandailing di tahun 2009, namun di tahun 2010-2012 terjadi peningkatan produksi Kopi Mandailing (lihat Gambar 2).

Namun peningkatan produksi Kopi Mandailing kelihatannya belum dapat memenuhi permintaan di pasar kopi internasional. Amerika Serikat, Jepang, Australia dan negara-negara Eropa merupakan tujuan ekspor Kopi Mandailing. Permintaan kopi dari Singapura saja mencapai 2 juta ton per tahun sementara dari Gambar 2 dapat dilihat produksi rata-rata kopi Mandailing tahun 2012 sebesar 1422,27 ton/ha , belum lagi permintan kopi dari negara lain (Lubis2, 2013).

Desa Simpang Banyak Julu merupakan sentra produksi kopi Mandailing di Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar penduduk Desa Simpang Banyak Julu memiliki mata pencaharian sebagai petani atau buruh tani dimana kopi Mandailing adalah komoditas utama selain kayu manis dan padi sawah. Meskipun demikian Desa Simpang Banyak Julu masih tergolong ”Desa Merah” atau desa miskin. Hal ini dapat dilihat dari total jumlah penduduk desa sebanyak 236 jiwa yang tergabung dalam 52 Kepala Keluarga (KK), sebanyak 46 KK merupakan keluarga miskin dan 6 KK lainnya merupakan keluarga dengan tingkat kesejahteraan sedang (Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal, 2011).

Kopi Mandailing sebagai komoditi utama diharapkan menjadi alternatif pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan petani kopi di Desa Simpang Banyak Julu. Untuk itu perlu dianalisis faktor-faktor yang

(5)

mempengaruhi perkembangan kopi Mandailing tersebut dan menyusun strategi untuk pengembangannya .

1. 2. Identifikasi Masalah

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan komoditas kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal?

2. Bagaimana strategi pengembangan komoditas kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal?

1. 3. Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis strategi pengembangan komoditas kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal.

2. Untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan komoditas kopi Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal.

1. 4. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi petani dan pihak-pihak yang terkait dalam usaha tani kopi Mandailing.

2. Sebagai bahan pemasukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan kebijakan dan pengembangan komoditi kopi Mandailing.

3. Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti serta salah satu cara dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA

PEMIKIRAN

2. 1. Tinjauan Pustaka

Istilah kopi spesial atau kopi spesialti pertama kali dikemukakan oleh Ema Knutsen pada tahun 1974 dalam Tea and Coffee Trade Journal. Istilah tersebut digunakan untuk menyebut biji dengan rasa terbaik yang dihasilkan di daerah beriklim mikro istimewa. Kopi spesial adalah sebutan yang umum dipakai untuk menyebut kopi "gourmet" atau "premium". Menurut Specialty Coffee Association of America (SCAA), kopi bernilai 80 atau lebih pada skala 100 poin dianggap "spesial". Kopi spesial tumbuh di iklim istimewa dan ideal, serta berbeda karena rasanya yang lengkap dan memiliki sedikit kecacatan atau bahkan tidak ada sama sekali. Rasa yang unik ini adalah hasil dari karakteristik dan komposisi tanah tempat kopi-kopi tersebut ditanam (Anonimus3, 2013).

Kopi spesialti asal Indonesia semakin popular mulai akhir tahun 1980-an terutama di kalangan masyarakat Amerika Serikat dan Eropa Barat. Mandailing Natal merupakan salah satu dari daerah pengembangan kopi pertama di Indonesia di luar pulau Jawa. Tanaman kopi masuk ke Mandailing Natal pada pertengahan tahun 1800-an. Sejak saat itu budidaya kopi di Mandailing Natal mengalami pasang surut (Herman, 2003).

Kopi Mandailing merupakan kopi Arabika Spesialti yang hanya terdapat di Kabupaten Mandailing Natal. Kopi Mandailing tumbuh pada ketinggian 600 – 1700 meter dpl, tergantung topografi wilayah. Di Kecamatan Pakantan, kopi dapat tumbuh mulai dari ketinggial 600 meter dpl. Di Kecamatan Ulu-Pungkut, kopi

(7)

tumbuh pada ketinggian 1000 meter dpl. Meskipun ketinggian daerah sangat mempengaruhi pertumbuhan kopi namun alasan mengapa kopi Mandailing memiliki kualitas tinggi adalah tanah volkanik yang subur mulai dari ketinggian 1000 meter dpl (Napitupulu, 2006).

Kopi Mandailing membutuhkan curah hujan sebesar 2000-3000 mm/tahun dengan suhu rata-rata 18 – 28° Celcius dan tingkat keasaman (pH) tanah 5,5 – 6,5. Rata-rata produksi kopi Mandailing 4,5 - 5,0 kuintal (ku) per hektar per tahun, namun jika dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 kuintal per hektar per tahun. Keunggulan kopi Mandailing dibandingkan kopi Robusta diantaranya adalah : aroma yang lebih sedap (bold), rasa yang lebih enak, dan memiliki kadar kafein yang lebih rendah (Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, 2013).

Kopi Mandailing berbuah sepanjang tahun namun masa panen kopi Mandailing di masing-masing kecamatan berbeda-beda. Di Kecamatan Ulu Pungkut (Huta Godang), puncak panen kopi Mandailing dimulai pada bulan Juni hingga September. Sedangkan di kecamatan Pakantan dan Muara Sipongi, kopi Mandailing dipanen pada bulan April hingga bulan Juli (Napitupulu, 2006).

Karena kopi berbuah tidak serentak maka masa panen kopi tidak dapat dilakukan sekali saja. Pemetikan dilakukan pada buah yang masak berwarna merah, dipetik satu persatu dari tiap dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan pada tanaman kopi, yaitu :

1. Pemetikan pertama atau petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah-buah, biasanya dilakukan pada buah-buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia delapan belas bulan.

(8)

2. Panen raya yakni pemetikan buah yang sebenarnya, yang disebut juga petik merah. Pemetikan ini berlangsung selama empat sampai lima bulan yang dilakukan selang 10-14 hari.

3. Pemetikan terakhir atau rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipilih. Pemetikan ini dilakukan bila sisa kopi di pohon masih berkisar 10 persen.

Setelah tahap pemetikan, biji kopi kemudian melalui tahap penggilingan kemudian tahap penjemuran selamakira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).

2. 2. Landasan Teori

Rangkuti (2008) mengemukakan strategi sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi merupakan respon secara terus-menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal yang dapat mempengaruhi organisasi. Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa mendatang.

Tujuan utama strategi dalam setiap kegiatan adalah mencapai keberhasilan. Dalam mencapai tujuan yaitu keberhasilan, ada beberapa elemen strategi yang harus dipenuhi. Pertama, tujuan yang diformulasikan secara sederhana, konsisten dan berjangka panjang. Kedua, pengertian mendalam terhadap lingkungan persaingan. Ketiga, penilaian objektif terhadap sumberdaya dan implementasi yang efektif (David, 2006).

(9)

Analisis SWOT dapat digunakan secara deskriptif dan secara kuantitatif. Penggunaan analisis SWOT secara deskriptif yaitu hanya menjelaskan bagaimana pengembangan suatu organisasi tanpa menjelaskan strategi faktor-faktor internal dan eksternalnya. Sedangkan penggunaan analisis SWOT secara kuantitatif yaitu menjelaskan dengan terperinci faktor-faktor internal dan eksternalnya dengan menggunakan bobot dan bagaimana strategi pengembangan tersebut bermamfaat bagi suatu usaha atau organisasi. Analisis SWOT ditujukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan faktor eksternal untuk merumuskan strategi (Pearce dkk, 2009).

2. 3. Penelitian Terdahulu

Penelitian Pascaria Dewi Lorent Purba (2013) mengenai Strategi Pengembangan Ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara menyatakan ada enam faktor-faktor internal yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara yaitu : 1) Kondisi fisik dan mutu Kopi Arabika Sumatera Utara, 2) Jumlah modal yang dimiliki eksportir, 3) Potensi eksportir dalam menjangkau negara impor, 4) Waktu pengiriman Kopi Arabika Sumatera Utara, 5) Promosi Kopi Arabika Sumatera Utara yang dilakukan eksportir. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan ekspor Kopi Arabika Sumatera Utara yaitu : 1) Permintaan Kopi Sumatera Utara, 2) Adanya pesaing dari negara produsen Kopi Arabika lain, 3) Peranan pemerintah dalam mendukung kegiatan ekspor, 4)Adanya konsumen tetap yang mengkonsumsi Kopi Arabika Sumatera Utara, 5) Adanya surat izin untuk melakukan kegiatan ekspor, 6) Penetapan tariff ekspor dan 7) Harga jual Kopi Arabika Sumatera Utara. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh selisih faktor strategis internal (kekuatan-kelemahan) sebesar 7,53

(10)

artinya pengaruh kekuatan lebih besar dibandingkan pengaruh kelemahan pada pengembangan ekspor kopi Arabika Sumatera Utara. Selisih faktor eksternal (peluang-ancaman) sebesar 0,09 artinya pengaruh peluang lebih besar dibandingkan pengaruh ancaman pada pengembangan ekspor kopi Arabika Sumatera Utara. Adapun 14 strategi pengembangan ekspor kopi Arabika Sumatera Utara yaitu : 1) Mempertahankan konsumen tetap dengan memperoleh fisik dan mutu yang baik, 2) Memanfaatkan surat izin yang ada dan free trade untuk memudahkan eksportir menjangkau negara importir, 3) Memanfaatkan waktu pengiriman dengan tepat waktu untuk mempertahankan konsumen tetap, 4) Meningkakan kerjasama dan hubungan baik dengan konsumen tetap, 5) Meningkatkan promosi dengan memanfaatkan konsumen tetap, izin dari pemerintah dan free trade, 6) Meningkatkan modal dengan mengoptimalkan permintaan dari konsumen tetap dan adanya free trade, 7) Mencari alternatif akses permodalan untuk perkembangan usaha, 8) Memanfaatkan potensi eksportir untuk meningkatkan permintaan di luar negeri, 9) Meningkatkan kuantitas kopi Arabika dengan mutu yang baik untuk meningkatkan permintaan dan harga jual, 10) Menjalin kerjasama dengan negara pesaing untuk meningkatkan permintaan dengan mengandalkan kondisi fisik dan mutu kopi yang baik, 11) Melakukan riset pasar untuk memantau perkembangan produk, harga dan tingkat persaingan, 12) Meningkatkan peranan pemerintah dalam mendukung pelaksanaan promosi dan akses bantuan permodalan, 13) Melaksanakan kegiatan promosi secara efisisen dan efektif di negara pesaing guna meningkatkan permintaan dan 14) Meningkatkan permodalan untuk merencanakan pelaksanaan konferensi dengan negara pesaing untuk meningkatkan harga jual kopi Arabika.

(11)

Amossius Rompolemba (2010) dalam Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Sayuran di Kabupaten Poso memperoleh faktor-faktor internal yang mempengaruhi agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso yaitu : 1) Motivasi petani, 2) Kelembagaan tani, 3) Lahan potensial, 4) Adopsi teknologi, 5) Visi dan misi organisasi, 6) Struktur organisasi, 7) Anggaran rutin, 8) Kompetensi aparatur, 9) Pengetahuan petani, 10) Modal petani, 11) Sarana dan prasarana, 12) Manajemen usaha tani, 13) Manajemen lembaga tani dan 14) Jangkauan kebijakan. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi agribisnis komoditas sayuran di Kabupaten Poso yaitu : 1) Kebijakan pemerintah daerah, 2) Peluang pasar, 3) Peningkatan jumlah penduduk, 4) Peningkatan konsumsi perkapita, 5) Kondisi politik dan keamanan, 6) Iklim spesifik, 7) Letak geografis, 8) Harga input produksi, 9) Perkembangan teknologi, 10) Fluktuasi harga, 11) Sistem pemasaran, 12) Isu keamanan pangan, 13) Tekanan harga pesaing, 14) Kekuatan tawar-menawar pemasok dan 15) Kekuatan tawar-menawar pembeli. Dari hasil penelitian diperoleh selisih kekuatan - kelemahan sebesar 2,52 dan selisih peluang - ancaman sebesar 2,39. Alternatif strategi yang diperoleh yaitu : 1) Penguatan kapasitas kelembagaan tani untuk membangun sistim kemitraan dengan pemasok dan pembeli, 2) Meningkatkan layanan informasi pasar yang dapat diakses oleh pelaku agribisnis, 3) Meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi peningkatan permintaan pasar, 4) Mengintensifkan pendampingan terhadap kelompok tani sebagai sarana inovasi teknologi agribisnis, 5) Melakukan perluasan pasar untuk mendorong penyerapan hasil produksi, 6) Meningkatkan pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia aparatur dan petani yang berwawasan agribisnis, 7) Memfasilitasi akses petani terhadap lembaga

(12)

pembiayaan, 8) Meningkatkan sarana dan prasarana penunjang di lokasi sentra produksi, 9) Membangun kerjasama yang terarah dan terpadu lintas asuransi dan 10) Rekrutmen aparatur teknis yang berkualifikasi agribisnis.

2. 4. Kerangka Pemikiran

Kopi Mandailing sebagai salah satu kopi spesialti unggulan dari Indonesia masih memiliki produksi rendah yaitu 1,42 ton/ha dibandingkan dengan kopi spesialti lainnya seperti kopi Sidikalang 9,44 ton/ha pada tahun 2007. Padahal dari segi harga, di luar negeri kopi Mandailing tidak kalah saing dengan kopi Sidikalang dan kopi spesialti lainnya dari Indonesia. Harga jual Kopi Mandailing di luar negeri mencapai $ 6-7 per kilogram, tidak jauh berbeda dengan harga jual kopi Sidikalang. Apabila ditinjau dari segi sumber daya alam dan keadaan wilayah Kabupaten Mandailing sangat memungkinkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi (BPS, 2012; Anonimus1, 2012; Anonimus3, 2012).

Meskipun kopi Mandailing popular di mancanegara dan dijual dengan harga tinggi namun nyatanya harga biji kopi di tingkat petani masih rendah yaitu Rp 20.000,-/kilogram. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengembangan kopi Mandailing dan strategi apa yang dapat mengembangkan produksi dan produktivitas kopi Mandailing.

Perkembangan kopi Mandailing tidak terlepas dari faktor-faktor keragaan sumber daya, yakni sumber daya alam dan lingkungan, sumber daya manusia, sumber daya sosial dan kelembagaan serta sumber daya buatan. Setelah dilakukan pengumpulan data keragaan sumber daya di Kabupaten Mandailing Natal maka dapat diidentifikasi faktor eksternal dan faktor internal yang berkaitan dengan

(13)

kopi Mandailing. Faktor strategis internal adalah kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh daerah. Faktor strategis eksternal adalah peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi oleh daerah penelitian. Faktor eksternal dan faktor internal tersebut kemudian dianalisis dengan analisis SWOT.

Analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats) merupakan salah satu alat analisis strategi pengembangan. Analisis SWOT mengidentifikasi berbagai faktor untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Kemudian dapat ditentukan strategi apa yang dapat mengembangkan produktivitas kopi Mandailing.

(14)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kopi Mandailing

Keterangan : : Ada Hubungan

Pengembangan Kopi Mandailing

Strategi Pengembangan Kopi Mandailing Faktor Internal

1. Kondisi fisik dan mutu kopi

2. Produksi kopi

3. Pengalaman petani dalam usaha tani kopi

Mandailing

4. Penguasaan petani terhadap teknik budidaya 5. Luas Lahan

6. Jumlah input

Faktor Eksternal 1. Permintaan kopi Mandailing 2. Harga input rata-rata

3. Harga jual kopi Mandailing di tingkat petani

4. Lembaga pendukung permodalan

5. Bantuan pemerintah 6. Tenaga Pendamping 7. Sarana Pendukung dan

infrastruktur

8. Tenaga kerja yang digunakan 9. Posisi tawar

10. Akses pasar

Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Faktor-faktor Strategis

Gambar

Gambar 1. Luas Tanam/Areal Kopi Mandailing Kabupaten Mandailing  Natal tahun 2006- 2012
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Kopi Mandailing

Referensi

Dokumen terkait

Penghasilan dalam pengertian pajak adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar

Sungai Ketingan merupakan muara semua sungai yang berada di Sidoarjo, selain itu Ketingan adalah daerah wisata pantai, wisata mangrove dan wisata ziarah.. Sebaran

Artinya Self Efficacy memiliki korelasi yang positif dan signifikan terhadap Persepsi Kejujuran Akademik Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2011 Universitas Islam

Dalam makalah ini dilanjutkan dengan pengamatan sifat magnetik dan serapan gelombang mikro pada bahan NiFe 2 O 4 yang disubstitusi ion La 3+ dengan metode ko-presipitasi..

Strategi yang digunakan General Culture dalam membangun Brand Image melalui Kekuatan produk yaitu dengan melakukan suatu promosi menggunakan media sosial seperti Instagram,

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengambil nilai tegangan AC dan DC pada sensor, untuk sensor tegangan AC menggunakan metode sampling sebanyak 300 buah

Laju pertumbuhan rumput laut yang terdiri dari dua faktor yaitu bobot bibit dan jarak tanam yang masing-masing memiliki tiga perlakuan, sehingga untuk mengetahui pengaruh dari

Hal ini berbeda dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang merumuskan konsep desentralisasi sebagai “pelimpahan wewenang, dimana dalam ketentuan Pasal 1 angka (7)