68
Persepsi Nelayan Terhadap Ice Flake Machine Sebagai Sarana Rantai Dingin di Kota Padang
Fishers’ Perception to Ice Flake Machine as A Cold Chain in Padang City Fitria Wahyu Andriani1, 2*), Yusra1), Guntur Adhi Rahmawan1,3)
1Program Studi Sumberdaya Perairan Pesisir dan Kelautan, Universitas Bung Hatta 2Pelabuhan Perikanan Samudra Bungus, Kemeterian Kelautan dan Perikanan 3
Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, Kementerian Kelautan Perikanan
*Corespondensi :[email protected] Received : May 2021 Accepted : June 2021
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap IFM sebagai sarana rantai dingin di Kota Padang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara/kuisioner dengan pihak pengelola IFM dan nelayan di sekitar Kota Padang. Selain itu, data produksi hasil tangkapan ikan Kota Padang Tahun 2019 dan data penjualan ice flake dari 2 (dua) pengelola IFM di Kota Padang pada bulan Januari s.d. Agustus 2019 digunakan sebagai data pendukung. Analisis statistik yang digunakan adalah regresi linear. Tidak semua nelayan mengetahui adanya IFM serta minimnya pengetahuan nelayan tentang perlakuan terhadap hasil tangkapan ikan dengan menggunakan es atau sistem rantai dingin yang baik dan benar. Kurangnya sosialisasi dari pihak pengelola kepada nelayan dan pelaku usaha perikanan sekitar juga menyebabkan kurangnya permintaan ice flake yang berujung pada tidak beroperasinya IFM yang ada di Kota Padang.
Kata Kunci: IFM; Ice Flake; Nelayan; Data; Persepsi; Rantai Dingin ABSTRACT
This study aimed to determine fishers' perceptions of IFM as a cold chain tool in Padang City. The data used in this study were from interviews/questionnaires with IFM managers and anglers around the City of Padang. We also employed fish caught data in 2019 and ice flake sales from 2 (two) IFM providers in Padang City from January to August 2019. The statistical analysis used was linear regression. Most anglers did not know the IFM machine's availability and how to treat the fishery products using ice (cold chain systems). The lack of socialization from the provider to fishers and fisheries business parties in the surrounding area is believed to cause the decreased demand for ice flakes, resulting in the inactive operation of IFM’s in Padang City.
Keywords: IFM, Ice Flake, Fisherman, Data, Perception, Cold Chain
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan 70% wilayahnya merupakan lautan dan mempunyai potensi ekonomi yang besar dengan sumber daya yang melimpah (Retnowati, 2011). Kota Padang mempunyai potensi produksi perikanan tangkap setiap tahunnya rata-rata mencapai sekitar 20 ribu ton. Hasil perikanan merupakan produk yang mudah mengalami
kebusukan, sehingga diperlukan teknik penanganan yang cermat dan tepat untuk mempertahankan mutunya, seperti pembersihan, penyimpanan, peletakan ikan serta pemberian es (Lokollo & Nelce Mailoa, 2020). Untuk menjaga mutu dari kualitas ikan agar tetap segar maka diperlukan suatu sistem yang dinamakan rantai dingin.
69 adalah bagian dari rantai pasok (supply chain) yang bertujuan untuk menjaga suhu agar produk tetap terjaga selama proses pengumpulan, pengolahan, dan distribusi komoditas hingga ke tangan konsumen. Sarana sistem rantai dingin adalah peralatan untuk menerapkan teknik pendinginan maupun pembekuan terhadap ikan secara terus menerus dan tidak terputus sejak penangkapan, pemanenan, penanganan, pengolahan, distribusi hingga diterima konsumen. Beberapa literatur tentang rantai dingin menyebutkan bahwa suhu pembekuan harus disesuaikan dengan produk yang akan dibekukan (Lailossa, 2009).
Bianca (2016) juga menyatakan, penanganan rantai dingin membutuhkan 4 tahapan penting yaitu: penanganan saat diproses awal, penyimpanan dan pengolahan saat tiba di darat, penanganan saat transportasi ke lokasi tujuan, penanganan saat bongkar muat dan sistem distribusi ke konsumen. Penerapan sistem rantai dingin bertujuan untuk menjaga mutu dan keamanan produk perikanan (Peraturan Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan Dan Perikanan, 2020). Ice flake atau es curah merupakan salah satu jenis es yang berbentuk curah/serpihan, dalam hal ini es dihasilkan oleh ice flake machine yang dapat beroperasi tanpa harus melalui proses instalasi yang rumit (Laguerre et al., 2018). Sementara Ice
Flake Machine atau yang selanjutnya disebut
IFM adalah mesin penghasil es curah yang bekerja berdasarkan pada proses pendinginan dengan sistem siklus kompresi uap yang menggunakan fluida sebagai bahan pendingin yang disebut refrigeran/refrigerant. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa ice flake
machine mampu menghemat energi dan biaya
opersional per tahun sebesar 34,3% (Cao et
al., 2014). Jaung et al. (2012) menjelaskan
bahwa penambahan ice flake dapat menurunkan suhu maksimum secara signifikan untuk mengurangi retakan panas pada beton.
Namun, apabila dilihat dari segi pemanfaatan, IFM yang ada di Kota Padang termasuk kurang maksimal, hal ini dapat dilihat pada kondisi IFM yang tidak
beroperasi serta tidak adanya laporan hasil produksi dari koperasi pengelola dalam kurun waktu 1 Tahun terakhir. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa sektor perikanan mempunyai pengaruh yang besar untuk perekonomian di Kota Padang (Ramadona et al., 2012). Dalam penelitiannya, Rudiwinata (2013) menjelaskan bahwa masyarakat di Pasia Nan Tigo, Padang belum mampu memanfaatkan bantuan yang diberikan Dinas Perikanan dan Kelautan. Disisi lain, Amiadji et al. (2017) menjelaskan bahwa penambahan ice flake mampu mengurangi beban pendinginan dan pemakaian daya listrik pada media penyimpanan dan pembekuan ikan. Penelitian yang dilakukan (Sedana et al., 2015) menyatakan bahwa media ice flake mampu menurunkan suhu pada ikan lebih cepat dibandingkan dengan media lainnya. Untuk itu diperlukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap ice
flake machine sebagai sarana rantai dingin di
Kota Padang.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian
Gambar 1 menunjukkan lokasi penelitian yang dilakukan di Kecamatan Ulak Karang - Kota Padang, dimana pada daerah tersebut terdapat 2 (unit) IFM yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan es bagi para nelayan di wilayah Kota Padang khususnya di wilayah sekitar lokasi tersebut. Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 04-06 Desember 2020.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat laptop, GPSMap Garmin 780S , kertas kerja, alat tulis kantor dan kamera.
Metode
Metode yang digunakan adalah wawancara dengan menggunakan kuisioner dengan koresponden nelayan sebanyak 20 orang di Kota Padang yang kemudian disimpulkan untuk mendapatkan persepsi dan perilaku nelayan terhadap penggunaan ice
flake. Penelitian dilakukan secara deskriptif
70 data hasil pemanfaatan dari IFM selama 8 bulan yang didapatkan dari koperasi dengan data hasil tangkapan ikan selama 8 bulan di Kota Padang. Selanjutnya data ice flake
termanfaatkan dibagi tiap bulan untuk melihat tren antara produksi ice flake dengan tangkapan ikan.
Analisis Data
Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa regresi linear guna mengetahui hubungan dari penjualan ice
flake dengan hasil tangkapan ikan di kota
padang. Regresi mampu mendeskripsikan fenomena data melalui terbentuknya suatu model hubungan yang bersifat numerik (Basuki & Nano, 2017). Bentuk umum fungsi regresinya linear dapat dituliskan sebagai berikut :
𝑌𝑖= 𝛽0+ 𝛽1𝑋𝑖+ 𝜀𝑖
Dimana 𝑌𝑖 adalah nilai perubahan respons dalam amatan ke-𝑖 𝛽0 dan 𝛽1 adalah parameter, 𝑋𝑖 adalah konstanta yang diketahui, yaitu nilai peubah bebas dari amatan ke-𝑖, dan 𝜀𝑖 adalah suku galat yang bersifat acak dengan rataan 𝐸{𝜀𝑖} = 0 dan ragam 𝜎2 {𝜀𝑖} = 𝜎2 ; 𝜀𝑖 dan 𝜀𝑗 tidak berkorelasi sehingga peragam (covariance) 𝜎 {𝜀𝑖, 𝜀𝑖} = 0
untuk semua 𝑖, 𝑗; 𝑖 ≠ 𝑗 𝑖 = 1, 2, . . . . , 𝑛. Selanjutnya untuk mengetahui persepsi nelayan terhadap sistem rantai dingin yang ada di kota padang maka dari hasil quisioner akan didapatkan pengetahuan nelayan mengenai pemanfaatan sistem rantai dingin dan karakter berlayar nelayan yang ada di kota padang serta treatmen apa yang dilakukan untuk menjaga kualitas ikan tangkapan mereka.
HASIL DAN BAHASAN
Karakteristik Nelayan di Kota Padang
Karakteristik nelayan dikategorikan berdasarkan kebiasaan nelayan dalam melaut yang rata-rata one day fishing atau lebih dari 1 hari. Berdasarkan grafik di bawah di gambar dapat disimpulkan bahwa sebagian besar nelayan yang ada di Kota Padang melakukan penangkapan ikan tidak lebih dari sehari (±
71 8jam di laut) dengan presentase sebesar 85% sedangkan sebesar 15% melakukan penangkapan ikan lebih dari 1 hari.
Gambar 1. Karakteristik Nelayan Kota
Padang
Pengetahuan Nelayan Mengenai
Penanganan Ikan Pasca Pendaratan
Berdasarkan hasil kuesioner pada Gambar 3 dapat diketahui bahwa nelayan di Kota Padang belum sepenuhnya mengetahui cara penanganan hasil tangkapan ikan yang baik dan benar. Terkadang hasil tangkapan yang didapatkan di-tengah laut tidak langsung diberikan es secara keseluruhan dan merata, hal ini tergantung dengan jumlah es yang berhasil mereka dapatkan sebelum pergi melaut. Dalam hal pemberian es pada hasil tangkapan, nelayan pun cenderung menuangkan es ke dalam media berisi ikan tanpa memperhitungkan perbandingan antara jumlah ikan dengan penambahan es yang baik. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Sanger (2010) menjelaskan bahwa perlakuan pendinginan dengan perbandingan antara es:air:ikan sebesar 1:1:1 mempunyai hasil yang lebih baik dalam menjaga mutu kesegaran ikan tongkol dibandingkan dengan penambahan es maupun didinginkan.
Gambar 2. Pengetahuan Nelayan Tentang
Penanganan Pendaratan Ikan Pasca Melaut
Persepsi Nelayan Terhadap Ice Flake Machine
Berdasarkan hasil kuisioner pada Gambar 5, didapatkan data bahwa sebagian besar nelayan di Kota Padang tidak mengetahui adanya keberadaan alat yang bernama Ice Flake Machine. Pada gambar 4 sebagian besar nelayan yang diwawancarai sampai dengan saat ini masih mengandalkan es balok dan es rumah tangga untuk mengawetkan hasil tangkapan mereka. Kurangnya promosi tentang keberadaan dan fungsi IFM ini juga mengakibatkan tidak banyaknya peminat es curah yang dihasilkan oleh IFM sehingga berujung pada tidak beroperasinya IFM tersebut. Adapun perbandingan-nya dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3. Pemanfaatan Jenis Es oleh
Nelayan
Gambar 4. Pengetahuan Nelayan Tentang
Keberadaan IFM
Persepsi Nelayan tentang Harga Es di Kota Padang
Berdasarkan hasil kuisioner, es rumah tangga dibeli nelayan dengan harga Rp. 1.000,00/kantong dengan berat kurang lebih 1 kg. Sedangkan untuk sebuah es balok mereka beli dengan harga Rp. 25.000,00 - Rp. 30.000,00 per balok dengan berat kurang
85% 15%
one day fishing > 1 hari
0%
100% Tahu Tidak Tahu
25% 15% 60%
Balok Curah Rumah Tangga
15%
85%
72 lebih 25 kg. Dalam proses sebelum penggunaannya, es rumah tangga dan es balok tersebut harus dipecah-pecah menjadi serpihan, nelayan biasanya mengeluarkan biaya sekitar Rp. 5.000-6.000/Balok untuk merubah fisik es balok maupun es rumah tangga menjadi bentuk serpihan es. Sedangkan bagi nelayan yang mengetahui tentang IFM, mereka membeli ice flake dari pengelolaan IFM dengan harga Rp. 800,00,-/kg dalam keadaan yang sudah berbentuk curah dan tidak memerlukan waktu dan biaya tambahan lagi untuk menggunakan es tersebut.
Hubungan Penjualan Ice Flake Dengan Hasil Tangkapan Ikan di Kota Padang
Ramadhan (2020) menjelaskan bahwa suatu perusahaan harus mampu menentukan komposisi terbaik antara harga dan pemintaan. Sementara, Fausayana & Marzuki (2017) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa harga barang dan komponen harga lainnya dapat mempengaruhi permintaan. Namun, Berdasarkan grafik di Gambar 5 dapat dijelaskan bahwa penjualan es pada awal tahun adalah sebesar 7.070,375 kg/per bulan. Penjualan tertinggi berada pada bulan Mei dengan penjualan sebesar 7.410 kg dan mengalami penurunan penjualan hingga bulan Agustus dengan omset penjualan hanya 3.334 kg/per bulan. Sementara pada hasil tangkapan ikan menunjukkan pola grafik yang berbeda dan cenderung tidak mengikuti
pola pemanfaatan atau penjualan ice flake. Begitu pula dengan hasil produksi ice flake KUB Pokhlasar Bali (Gambar 6) tercatat pada bulan 5 penjualan es mengalami peningkatan dari permintaan pada bulan-bulan sebelumnya namun hingga bulan Agustus produksi ice flake menurun hingga terakhir produksi sebesar 4.322,5 kg.
Berdasarkan data hasil tangkapan ikan di Kota Padang Tahun 2019 dan data penjualan ice flake (Gambar 7), maka didapatkan persamaan fungsi 𝑦 = 6,0574𝑥 – 4.772 dengan nilai 𝑅2 sebesar 0,0357. Pada parameter yang dianalisis, didapatkan kesimpulan bahwa hubungan antara produksi ice flake berkorelasi negatif terhadap hasil tangkapan nelayan dimana semakin besar/kecil nilai x maka semakin besar/kecil nilai y yang didapatkan. Sedangkan nilai 𝑅2 mengidentifikasikan bahwa dari kedua parameter tersebut mempunyai hubungan yang sangat lemah. Nilai 𝑅2 yang mendekati =1 berarti bahwa nilai dari variabel y bisa dijelaskan oleh parameter x dan mempunyai hubungan yang kuat, sebaliknya jika nilai 𝑅2 mendekati 0 berarti data tersebut mempunyai keterkaitan yang rendah.
Dengan demikian, hal ini mengidentifikasikan bahwa permintaan produksi ice flake tidak terpengaruh oleh besarnya tangkapan ikan yang ada di Kota Padang.
Gambar 5. Hasil Tangkapan Ikan Kota Padang 2019 dengan permintaan ice flake 2019 KUB Gurita
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 P en ju al an Ic e Fl ak e (kg ) Tan gk ap an ik an (to n ) Bulan
73
Gambar 6. Hasil Tangkapan Ikan Kota Padang 2019 dengan permintaan
ice flake di KUB Pokhlasar Bali
Gambar 7. Hubungan tangkapan ikan Kota Padang dengan produksi ice flake. SIMPULAN
Penyebab tidak beroperasionalnya IFM yang ada di Kota Padang dikarenakan sepinya permintaan ice flake dari para nelayan sehingga pengelola tidak mampu menutup biaya operasional dari IFM tersebut. Adapun karakteristik nelayan di Kota Padang adalah one day fishing dengan memanfaatkan es balok dan es rumah tangga yang dihancurkan untuk mengawetkan hasil tangkapan ikan mereka sehari-hari. Hasil persepsi masyarakat nelayan di Kota Padang adalah dimana
tidak semua nelayan mengetahui adanya IFM yang mampu menghasilkan produk berupa ice flake ini di Kota Padang ditambah lagi minimnya pengetahuan nelayan tentang perlakuan terhadap hasil tangkapan ikan dengan menggunakan es atau sistem rantai dingin yang baik dan benar. Kurangnya promosi dari pihak pengelola kepada nelayan dan pelaku usaha perikanan di Kota Padang juga menyebabkan kurangnya permintaan ice
flake tersebut. y = 6.0574x - 4772 R² = 0.0357 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1660 1680 1700 1720 1740 1760 1780 1800 1820 1840 1860 1880 Pen ju al an es ( kg )
Tangkapan ikan tahun 2019
Hubungan antara tangkapan ikan dengan penjualan es Kub Pokhlasar Bali
Linear (Hubungan antara tangkapan ikan dengan penjualan es) 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 1600 1650 1700 1750 1800 1850 1900 P en ju al an Ic e Fl ak e (kg ) Tan gk ap an ik an (to n ) Bulan
74
SARAN
Perlunya meningkatkan promosi dan informasi tentang keberadaan IFM kepada nelayan dan para pelaku usaha perikanan agar IFM tersebut dapat beroperasi kembali dan menjadi sarana rantai dingin yang dapat diandalkan di Kota Padang. Pentingnya melakukan sosialisasi terkait jenis dan fungsi sistem rantai dingin dalam sistem logistik dan mutu hasil perikanan serta sosialisasi tentang Cara Penanganan Ikan yang Baik (SCPIB) secara masif kepada para nelayan dan pelaku usaha perikanan khususnya di Kota Padang.
DAFTAR PUSTAKA
Amiadji, A., Djatmiko, E., & Prasetyo, Y. N. (2017). Efficiency Analysis of Additions of Ice Flake in Cargo Hold Cooling System of Fishing Vessel.
International Journal of Marine Engineering Innovation and Research,
1(3). https:// doi.org/
10.12962/j25481479.v1i3.2033 Basuki, A. T., & Nano, P. (2017). Analisis
Regresi Dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis. In PT Rajagrafindo
Persada, Depok.
Bianca, L. (2016). Sistem Rantai Dingin ( Cold Chain ). In Supply Chain
Indonesia (pp. 1–5).
www.SupplyChainIndonesia.com Cao, W., Beggs, C., & Mujtaba, I. M.
(2014). Theoretical approach of freeze seawater desalination on flake ice maker utilizing LNG cold energy.
Desalination, 355. https:// doi.org/10.1016/j.desal.2014.09.034 Fausayana, I., & Marzuki, M. A. (2017).
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Telur Ayam Ras di Kota Kendari dan Hubungannya Dengan Keberdayaan Peternak. Jurnal Sosio Agribisnis,
1(1). https://
doi.org/10.33772/jsa.v1i1.1821 Jaung, J.-D., Cho, H.-D., & Park, S.-W.
(2012). Properties of Hydration Heat of High-Strength Concrete and Reduction Strategy for Heat
Production. Journal of the Korea
Institute of Building Construction,
12(2). https://
doi.org/10.5345/jkibc.2012.12.2.203 Laguerre, O., Derens, E., & Flick, D.
(2018). Modelling of fish refrigeration using flake ice. International Journal
of Refrigeration, 85. https:// doi.org/10.1016/j.ijrefrig.2017.09.014 Lailossa, G. W. (2009). Studi Awal Design Model Sistem Rantai Dingin (Cold Chain System) Komoditas Unggulan Ekspor Sektor Perikanan Maluku (Ikan Beku/Frozen Fish). Seminar
Nasinaol Teori Dan Aplikasi Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, December 2009,
103–110. https://
doi.org/10.13140/RG.2.1.2318.2164 Lokollo, E., & Nelce Mailoa, M. (2020).
Teknik penanganan dan cemaran mikroba pada ikan layang segar di pasar tradisional Kota Ambon. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 23(1). https:// doi.org/10.17844/jphpi.v23i1.30923 Peraturan Direktur jenderal Penguatan
Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan., Pub. L. No. 7/Per-DJPSDKP/2020, 1 (2020).
Ramadhan, M. F. (2020). Hubungan Permintaan Dan Harga Dalam Penentuan Pendapatan Usaha. Jurnal
Manajemen Pendidikan Dan Ilmu
Sosial, 1(1). https://
doi.org/10.38035/jmpis.v1i1.231 Ramadona, T., Kusumastanto, T., &
Fahrudin, A. (2012). Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Perikanan Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana di Padang Sumatera Barat. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan, 2(2). https:// doi.org/10.15578/jksekp.v2i2.9281 Retnowati, E. (2011). Nelayan indonesia
dalam pusaran kemiskinan struktural (perspektif sosial, ekonomi dan hukum). Perspektif, 16(3). https:// doi.org/10.30742/perspektif.v16i3.79
75 Rudiwinata, A. (2013). Peranan Dinas
Kelautan dan Perikanan dalam Memberdayakan Masyarakat di Kelurahan Pasia Nan Tigo Kota Padang. Universitas Negeri padang.
Sanger, G. (2010). Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis tazard) selama Penyimpanan Dingin. Warta Wiptek,
1(35), 39.
Sedana, I., Widia, I., & Yulianti, N. (2015). Pengaruh Teknik Bleeding Dan Jenis Media Pendingin Terhadap Mutu Fillet Ikan Kakap Putih(Lates Calcarifer Bloch). BETA (Biosistem