• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III - Page 1 of 75 - DOCRPIJM 1c6661baf1 BAB IIIBAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab III - Page 1 of 75 - DOCRPIJM 1c6661baf1 BAB IIIBAB III"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

Bab III - Page 1 of 75 BAB III

ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA

3.1Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya dan Arahan Penataan Ruang 3.1.1 Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya,

Berisikan arahan pembangunan berdasarkan Perpres 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 dan Renstra Ditjen Cipta Karya 2015-2019.

3.1.2 Arahan Penataan Ruang,

Antara lain berisikan arahan penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), Kawasan Strategis Nasional (KSN) pada kabupaten/kota sesuai dengan amanat PP No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Bagian ini juga berisikan arahan spasial untuk Bidang Cipta Karya berdasarkan RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota.

Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi

- Peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan

- Tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan

(2)

Bab III - Page 2 of 75

RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN)

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk:

a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional, b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional, d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar

wilayah

e. provinsi, serta keserasian antarsektor,

f. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi, g. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan h. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Kriteria:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, i. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan

industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau

ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

Kriteria:

Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensisebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN,

i. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau

(3)

Bab III - Page 3 of 75

c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kriteria:Pusat

i. perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga,

ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga,

iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau

iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan:

i. Pertahanan dan keamanan,

a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional,

b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihanmiliter, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

c) merupakan wilayah kedaulatan Negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas.

ii. Pertumbuhan ekonomi,

a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional,

c) memiliki potensi ekspor,

d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi, e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional,

g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau

(4)

Bab III - Page 4 of 75

iii. Sosial dan budaya

a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional,

b) merupakan prioritas peningkatan kualitas social dan budaya serta jati diri bangsa,

c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan,

d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional, e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional.

iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir

c) memiliki sumber daya alam strategis nasional

d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. g) Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

h) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati, i) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang

j) ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan,

k) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara,

l) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro m) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup

n) rawan bencana alam nasional sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan

3.1.3 Arahan Wilayah Pengembangan Strategis,

(5)

Bab III - Page 5 of 75

Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari RTRWN.

a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah mana yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.

c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.

TUJUAN PENATAAN RUANG PULAU SULAWESI

a. pusat pengembangan ekonomi kelautan berbasis keberlanjutan pemanfaatan sumber daya kelautan dan konservasi laut;

b. lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi;

c. pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi; d. pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di

Pulau Sulawesi;

e. pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition/MICE);

f. kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup;

g. jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antar wilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah;

h. kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana; dan i. kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling

sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas Pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya.

Kebijakan Dan Strategi Penataan Ruang Pulau Sulawesi

(6)

Bab III - Page 6 of 75

2) Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan perikanan berbasis mitigasi dan adaptasi dampak pemanasan global

3) Strategi untuk pengembangan kawasan minapolitan dengan memperhatikan potensi lestari

4) Strategi untuk pelestarian kawasan konservasi laut yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi

5) Kebijakan untuk mewujudkan lumbung pangan padi nasional di bagian selatan Pulau Sulawesi dan lumbung pangan jagung nasional di bagian utara Pulau Sulawesi

6) Strategi untuk pengembangan sentra pertanian tanaman pangan padi dan jagung yang didukung dengan industri pengolahan dan industri jasa untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional

7) Strategi untuk pengembangan jaringan prasarana sumber daya air untuk meningkatkan luasan lahan pertanian tanaman pangan padi dan jagung

8) Strategi untuk pemertahanan kawasan peruntukan pertanian pangan berkelanjutan

9) Kebijakan untuk mewujudkan pusat perkebunan kakao berbasis bisnis di bagian tengah Pulau Sulawesi

10) Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat industry pengolahan dan industri jasa hasil perkebunan kakao yang bernilai tambah tinggi dan ramah lingkungan

11) Strategi untuk pengembangan sentra-sentra perkebunan kakao dengan prinsip pembangunan berkelanjutan

12) Kebijakan untuk mewujudkan pusat pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi di Pulau Sulawesi

13) Strategi untuk pengembangan kawasan perkotaan nasional sebagai pusat pengembangan pertambangan mineral berupa nikel serta minyak dan gas bumi yang ramah lingkungan

14) Strategi untuk pengembangan kawasan peruntukan pertambangan mineral, aspal, panas bumi, serta minyak dan gas bumi dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

15) Kebijakan untuk mewujudkan pusat pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran

(7)

Bab III - Page 7 of 75

17) Strategi untuk pengembangan kawasan peruntukan pariwisata cagar budaya dan ilmu pengetahuan, bahari, ekowisata, serta penyelenggaraan pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran

18) Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perbatasan negara sebagai beranda depan dan pintu gerbang negara yang berbatasan dengan Negara Filipina dan Negara Malaysia dengan memperhatikan keharmonisan aspek kedaulatan, pertahanan dan keamanan negara, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan hidup

19) Strategi untuk pengembangan kawasan perbatasan negara dengan pendekatan kesejahteraan, pertahanan dan keamanan negara, serta lingkungan hidup 20) Strategi untuk pemertahanan eksistensi 14 (empat belas) pulau kecil terluar

yang meliputi Pulau Lingian, Pulau Salando, Pulau Dolangan, Pulau Bangkit (Bongkil), Pulau Mantewaru, Pulau Makalehi, Pulau Kawalusu, Pulau Kawio, Pulau Marore, Pulau Batu Bawaikang, Pulau Miangas, Pulau Marampit, Pulau Intata, dan Pulau Kakarutan sebagai titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia

21) Kebijakan untuk mewujudkan jaringan transportasi antarmoda yang dapat meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi ekonomi, serta membuka keterisolasian wilayah

22) Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi yang terpadu untuk meningkatkan keterkaitan antarwilayah, efisiensi, dan daya saing ekonomi wilayah

23) Strategi untuk pengembangan jaringan transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas kawasan perbatasan negara, kawasan tertinggal dan terisolasi, termasuk pulau-pulau kecil

24) Kebijakan untuk mewujudkan kawasan perkotaan nasional yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana

25) Strategi untuk pengendalian perkembangan kawasan perkotaan dan wilayah pesisir yang rawan bencana

26) Strategi untuk pengembangan prasarana dan sarana perkotaan pada kawasan rawan bencana

27) Kebijakan untuk mewujudkan kelestarian kawasan berfungsi lindung yang bervegetasi hutan tetap paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari luas pulau Sulawesi sesuai dengan kondisi ekosistemnya

28) Strategi untuk pemantapan kawasan berfungsi lindung dan rehabilitasi kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi

(8)

Bab III - Page 8 of 75

30) Strategi untuk pengembangan koridor ekosistem antarkawasan berfungsi konservasi

3.1.4 Arahan Rencana Pembangunan Daerah,

A. Misi Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia Melalui

Peningkatan Kualitas Keagamaan, Kualitas Pendidikan dan Ketrampilan, Derajat Kesehatan, Etos Kerja dan Tingkat Kesejahteraan

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui peningkatan kualitas keagamaan, kualitas pendidikan dan ketrampilan, derajat kesehatan, etos kerja dan tingkat kesejahteraan adalah

1. Peningkatan moral agama dan mental masyarakat dan penerapannya dalam semua aspek kehidupan

2. Pengembangan pendidikan agama kontekstual

3. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

4. Peningkatan tingkat pendidikan dan ketrampilan untuk pengembangan sumberdaya lokal

5. Pengembangan jiwa kewirausahaan yang mampu mendorong pengembangan kegiatan ekonomi produktif dan inovatif

6. Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah

7. Pemberdayaan dan pembinaan tenaga kerja

8. Pemberdayaan penduduk miskin dan penyandang masalah sosial

9. Pengembangan keluarga berencana

10. Penertiban administrasi penduduk

11. Pemberdayaan sumberdaya perempuan dalam seluruh aspek kehidupan dan pengembangan perlindungan terhadap anak

12. Pemberdayaan generasi muda.

(9)

Bab III - Page 9 of 75

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Mengembangkan ekonomi lokal yang berdaya saing tinggi dan berkelanjutan adalah

1. Pengembangan agribisnis berbasis pertanian terpadu (perkebunan pertanian tanaman pangan-kehutanan-peternakan-perikanan)

2. Mengembangkan ekonomi kawasan pesisir

3. Pengembangan dan pemberdayaan industri berbasis pemanfatan sumberdaya lokal

4. Pengembangan pariwisata berbasis wisata alam yang berkelanjutan

5. Pemantapan distribusi barang intra dan antar wilayah

6. Pengembangan persaingan usaha yang sehat yang melindungi pengusaha dan pedagang mikro

7. Pengembangan peningkatan investasi yang mampu mendorong ekonomi daerah.

C. Misi Mengembangkan Pembangunan Pedesaan Yang Berbasis Pada Pemberdayaan Masyarakat

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Mengembangkan pembangunan pedesaan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat adalah Peningkatan keberdayaan dan kemandirian kawasan perdesaan.

D. Misi Mengembangkan Pemanfaatan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Secara Optimal dan Berwawasan Lingkungan

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara optimal dan berwawasan lingkungan adalah

1. Pengembangan pemulihan lahan kritis dalam kawasan hutan

2. Pengembangan pengelolaan sumberdaya hutan dan lahan sesuai dengan fungsinya

3. Pemulihan lingkungan kegiatan pertambangan dan penggalian yang berdampak pada pencemaran lingkungan

(10)

Bab III - Page 10 of 75

5. Pengembangan dan pengelolaan kawasan pesisir

6. Pengembangan penataan ruang yang berkelanjutan dan berdampak pada pengendalian pemanfatan sumberdaya alam

7. Pengembangan pengelolaan kawasan bencana yang antisipatif dan responsif

8. Pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup.

E. Misi Meningkatkan Penyediaan dan Kualitas Sarana dan Prasarana Wilayah

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Meningkatkan penyediaan dan kualitas sarana dan prasarana wilayah adalah

1. Pengembangan daya dukung dan kapasitas prasarana dan sarana transportasi untuk mendukung konekltivitas intra dan inter wilayah

2. Meningkatkan keselamatan dan keamanan transportasi

3. Pengembangan pengelolaan prasarana air minum dan sanitasi yang berkualitas dan berkelanjutan

4. Pengembangan pengelolaan perumahan dan permukiman

5. Mengembangkan pengelolaan sarana dan prasarana pengairan yang mendukung upaya konservasi, pendayagunaan sumberadaya air dan peningakatan produktivitas pertanian

6. Pengembangan jangkauan dan kualitas pelayanan prasarana kelistrikan

7. Pengembangan jangkauan dan kualitas pelayanan sarana dan prasarana komunikasi

8. Pengembangan penggunaan teknologi informasi dalam kegiatan produktif.

F. Misi Meningatkan Kapasitas Kelembagaan dan Aparatur Pemerintahan Yang Menerapkan Prinsip-Prinsip Good Public Governance

Strategi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran dari misi Meningatkan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintahan yang menerapkan prinsipprinsip good public governance adalah

(11)

Bab III - Page 11 of 75

2. Pengembagan sistem pelayanan publik yang berkualitas

3. Peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja pemerintah

4. Peningkatan partisipasi masayarakat dan sektor swasta dalam pengambilan kebijakan publik dan pelaksanaan pembangunan

5. Mengembangkan sistem pengelolaan keuangan dan aset daerah yang mendukung peningkatan penerimaan daerah, optimalisasi belanja daerah dan pemanfaatan aset daerah secara optimal

6. Pengembangan sistem keamanan dan ketertiban untuk mendukung

stabilitas daerah

7. Pengembangan budaya hukum,kesadaran hukum, ketaatan hukum serta penegakan hukum

8. Pengembangan budaya politik yang demokratis.

3.2Rencana Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya

Bagian ini berisikan rangkuman dari rencana masing-masing sektor di lingkup Cipta Karya, baik untuk sektor pengembangan kawasan permukiman, penataan bangunan dan lingkungan, air minum, dan sanitasi.

3.2.1 Rencana Kawasan Permukiman (RKP), berisikan: i. Visi dan misi pengembangan kawasan permukiman

Bidang Pengembangan Permukiman pada Departemen Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan mengembangkan wilayah perkotaan dan perdesaan. Tujuan Pengembangan Permukiman: a. Memenuhi kebutuhan pengembangan permukiman (sarana dan

prasarana dasar permukiman)

b. Terwujudnya permukiman yang layak dalam lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur

c. Mengarahkan pertumbuhan wilayah

d. Menunjang kegiatan ekonomi melalui kegiatan pengembangan permukiman

(12)

Bab III - Page 12 of 75

d. Terdorongnya kegiatan ekonomi melalui kegiatan pembangunan permukiman

Keluaran dari Sub Bidang Pengembangan Permukiman adalah: a. Lahan siap bangun

b. Tersedianya prasarana dan sarana (jalan, drainase, jaringan air bersih) kawasan c. Tersedianya kawasan permukiman yang sehat

d. Tersedianya RSH, RUSUNAWA siap huni

e. Tersedianya perumahan untuk mendukung terselenggaranya gerak perekonomian yang dinamis

f. Tersedianya kawasan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap dengan menciptakan kawasan permukiman yang tersusun atas satuan-satuan lingkungan permukiman dan mengintegrasikan secara terpadu dengan lingkungan permukiman yang telah ada di sekitarnya

ii. Rencana pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman kabupaten/kota

Berdasarkan kondisi karakteristik kawasan prioritas, maka ditetapkan strategi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Skala Kawasan, adalah;

“Menata permukiman kumuh dibantaran sungai dan membangun serta

mengembangkan rumah sederhana sehat dan system pengelolaan air limbah perkotaan yang berkualitas.

iii. Penetapan kawasan permukiman prioritas

Tahun 2016 sementara penyusunan dokumen RP2KPKP khusus hanya untuk Minahasa, Minahasa Selatan dan Tomohon

3.2.2 Rencana Induk Penyediaan Air Minum (RISPAM), berisikan: i. Rencana sistem pelayanan

(13)

Bab III - Page 13 of 75

Pemerintah Daerah, masyarakat, maupun kepada operator penyelenggaraan SPAM. Masyarakat perlu mendapatkan pemahaman yang jelas terhadap fungsi pelayanan penyelenggaraan SPAM agar dapat berpartisipasi aktif dalam setiap pengambilan keputusan yang penting bagi kepentingan bersama.Untuk itu, visi tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam perumusan misi yang lebih spesifik sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pencapaian terhadap kondisi yang diinginkan.

Misi:

1. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan air minum. a. Pelayanan air minum yang terjangkau :

 Air minum dinikmati tidak hanya oleh masyarakat mampu saja, tetapi juga

dapat dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah dengan harga terjangkau.

 Pelayanan air minum dapat dilakukan secara adil dan merata menjangkau berbagai daerah / wilayah pelayanan.

 Penyelenggaraan SPAM dilaksanakan secara kontinyu dan terus menerus

sampai kapanpun diperlukan.

b. Pelayanan air minum yang berkualitas :

 Penyediaan air minum yang memenuhi standar baku mutu & kesehatan

manusia.

 Masyarakat dapat mengkonsumsi secara langsung air minum berasal dari

perpipaan maupun air yang aman dari sumber yang memenuhi persyaratan kesehatan.

c. Pengembangan kelembagaan air bersih (air minum), sistem informasi dan pendataan dalam rangka monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan air minum :

 Membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan sektor air bersih.  Mengembangkan kelembagaan sektor air bersih (air minum) yang efisien dan

berkelanjutan.

 Mengembangkan penyusunan dan validasi data base cakupan layanan air

minum.

2. Mengembangkan pendanaan untuk penyelenggaraan SPAM dari berbagai sumber secara optimal.

a. Peningkatan kinerja PDAM dan pengembangan sumber alternatif pembiayaan melalui penciptaan sistem pembiayaan dan pola investasi.

b. Peningkatan share dan dampak ekonomi wilayah.

(14)

Bab III - Page 14 of 75

a. Peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih.

(15)

Bab III - Page 15 of 75

ii. Rencana Pengembangan SPAM

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)

Bab III - Page 21 of 75

(22)

Bab III - Page 22 of 75

iii. Rencana penurunan kebocoran air minum

meningkatkan aktifitas ekonomi wilayah yang terkait dengan sektor air bersih. Sasaran ini dapat dicapai dengan peningkatan akitifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang, ke depan, dan pembangunan sektor lain yang relevan. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke belakang meliputi seluruh sektor yang menyediakan bahan baku dan berperan dalam produksi air bersih, misalnya upaya pemeliharaan kualitas dan kuantitas air baku. Aktifitas ekonomi dalam kaitan ke depan meliputi seluruh sektor yang menggunakan air bersih dan output lain sektor air bersih khususnya sektor jasa. Salah satu langkah yang disarankan adalah perbaikan manajemen pemasaran agar menjadi lebih agresif menjual output air dan non air di dalam sektor air bersih. Sementara itu langkah operasional yang relevan adalah peningkatan pembangunan infrastruktur.

3.2.3 Strategi Sanitasi Kota (SSK), berisikan: i. Kerangka kerja pembangunan sanitasi

Tabel 3.2 Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi

Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten

Visi

(23)

Bab III - Page 23 of 75 yang berkelanjutan

(24)

Bab III - Page 24 of 75 Tahapan Pengembangan Sanitasi

Gambar 3.1 Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Pengembangan Jangka Panjang

Pengelolaan limbah dgn system komunal

Pengembangan Jangka Panjang Pengelolaan limbah dgn system on-site

Pengembangan Jangka Pendek di area beresiko 4 -

Pengelolaan limbah menggunakan system komunal yaitu MCK umum

ZONA 1

Pengelolaan limbah dengan

ZONA 2

Pengelolaan limbah dengan

Tahapan Pengembangan

Air Limbah Domestik - On Site

Pengembangan Jangka Menengah di Zona 2 Pengelolaan limbah dgn system komunal di area

beresiko 3

Tahapan Pengembangan Jangka Menengah Pengelolaan limbah dgn system komunal di area

beresiko 3

Tahapan Pengembangan Jangka Menengah di Zona 2

Pengelolaan limbah dgn system komunal di area

beresiko 3

Tahapan Pengembangan Jangka

Menengah di area beresiko 3 -

Pengelolaan limbah menggunakan system komunal yaitu Septik Tank

Pengembangan Jangka Panjang Pengelolaan limbah

(25)

Bab III - Page 25 of 75 Gambar 3.2 Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik - Sistem Off

Site

Pengembangan Jangka Panjang di wilayah CBD Pengelolaan limbah dengan

sistem off site

Pengembangan Jangka Panjang -

Peningkatan system dari komunal menjadi sistem off site

(26)

Bab III - Page 26 of 75 Tabel 3.3 Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik Kabupaten

Bolaang Mongondow Timur

No. Jangka

Pendek

Jangka Menengah

Jangka Panjang

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

A Buang Air Besar Sembarangan

(BABS) 41.7 40 30 0

B Sistem On-Site (setempat)

1 Cubluk dan sejenisnya 17.6 16 11 0

2 Individual (tangki septik aman) 26.5 28 35.5 55

C Sistem Komunal

1 MCK Umum/Limbah Bersama 13.5 14 14.5 16

2 IPAL Komunal 0.7 2 6 10

3 Tangki Septik Komunal - 0 3 9

D Sistem Off-Site (Terpusat) - - 0 10

Total 100 100 100 100

Sistem

Cakupan Layanan Eksisting

(%)

(27)

Bab III - Page 27 of 75 Gambar 3.3 Peta Tahapan Pengembangan Persampahan

Penanganan Langsung di daerah

CBD

ZONA 1

25-100 pp;urban/rural ZONA 2

25-100 pp;urban ZONA 3

>100org/ha;bukan urban ZONA 4

Area kepadatan rendah ZONA 5

CBD

Penentuan Zona dan Sistem Sanitasi

Sub Sektor Persampahan

Penanganan Langsung di ibukota Kec

Kotabunan

Penanganan Tidak Langsung di area beresiko 3 dan 4 – Rumah (3R) -TPS 3R - TPA

Jangka Menengah Penanganan Tidak Langsung

di area beresiko 3 – Rumah-TPS-TPA

Jangka Menengah Penanganan Tidak Langsung

(28)

Bab III - Page 28 of 75 Tabel 3.4 Tahapan Pengembangan Persampahan Kabupaten Bolaang

Mongondow Timur

Jangka Pendek

Jangka Menenga

h

Jangka Panjang

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

A. Prosentase Sampah yang Terangkut

1

Penanganan Langsung di CBD Tutuyan dan Kotabunan

0 0 3 7

2 Penanganan Tidak Langsung

2.1 Rumah(3R) - TPS 3R - TPA 0 0 8 25

2.2 Rumah - TPS -TPA 0 0 20 38

B.

Dikelola Mandiri oleh Masyarakat atau belum Terlayani

100 100 69 30

100% 100 100 100

No. Sistem

Cakupan Layanan Eksisting

(%)

Target Cakupan Layanan (%)

(29)

Bab III - Page 29 of 75 Gambar 3.4 Peta Tahapan Pengembangan Drainase Perkotaan

Jangka Pendek Penanganan Drainase di

area beresiko 3 – Jangka Pendek Penanganan Drainase di

(30)

Bab III - Page 30 of 75 Tabel 3.5 Tahapan Pengembangan Drainase Perkotaan Kabupaten

Bolaang Mongondow Timur

Jangka pendek

Jangka menenga

h

Jangka panjang

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

1 Kecamatan Nuangan 154 148 111 0

2 Kecamatan Modayag 25 20 20 0

3 Kecamatan Tutuyan 39 26 26 0

4 Kecamatan Kotabunan 52 38 38 0

5 Kecamatan Modayag Barat 15 13 9 0

Total 285 245 204 0

No Kecamatan

Luas genangan

eksisting (ha)

Luas genangan (ha)

ii. Tujuan, sasaran dan strategi sanitasi

(31)

Bab III - Page 31 of 75 Tujuan, Sasaran dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

Tabel 3.6

Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan Air Limbah Domestik

Tujuan

1. Meningkatkan sosialisasi dan kampanye untuk merubah perilaku dan pemahaman masyarakat dengan

memanfaatkan media komunikasi yang ada

2. Memfasilitasi pemberian dana stimulan untuk mendorong dalam pengelolaan air limbah untuk menangkap peluang dana dari APBN

4.Meningkatkan fasilitas pengelolaan air limbah sistem komunal

5. Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola air limbah permukiman ditingkat masyarakat. pengelolaan air limbah beserta kelembagaannya fasilitas pengolahan air limbah yang memenuhi standar teknis bagi penyelenggara pembangunan permukiman baru

4. Membentuk dan memperkuat institusi pengelola air limbah permukiman

5. Meningkatkan fasilitas pengelolaan air limbah yang memenuhi standar teknis 6. Meningkatkan alokasi

(32)

Bab III - Page 32 of 75

7. Menyediakan perangkat peraturan dalam pengelolaan air limbah permukiman yang akan mendorong keterlibatan pihak swasta dalam melakukan investasi di bidang air limbah

Catatan:

Isian di dalam tabel hanya untuk kepentingan contoh dan ilustrasi semata.

Tujuan, Sasaran dan Strategi Pengembangan Persampahan

Tabel 3.7

Tujuan, Sasaran, dan Strategi PengelolaanPersampahan

Tujuan

1. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan

persampahan di daerah CBD 2.Menyediakan peraturan

4.Membentuk dan memperkuat institusi pengelola persampahan 5. Meningkatkan alokasi pendanaan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan persampahan untuk menangkap peluang dana dari APBN kepada masyarakat umum 2. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan upaya 3R (Reduce-Reuse-Recycle) dan pengamanan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga 3.Memfasilitasi pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola persampahan ditingkat masyarakat 4.Menyediakan sarana dan

(33)

Bab III - Page 33 of 75 tentang pengelolaan sampah sejak dini melalui pendidikan bagi anak usia sekolah

Tujuan, Sasaran dan Strategi Pengembangan Drainase Perkotaan

Tabel 3.8

Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan Drainase Perkotaan

Tujuan drainase melalui pendekatan eco drainage dengan memperhatikan kondisi topografi dan hidrologi wilayah Bolaang Mongondow Timur 2. Meningkatkan kapasitas teknik dan manajemen penyelenggara drainase dan pematusan genangan 3. Mendorong pembentukan dan perkuatan kelembagaan pengelola drainase perkotaan

4. Menyusun peraturan perundangan tentang drainase perkotaan sebagai acuan bagi pengelola drainase

5. Sosialisasi peraturan

perundangan terkait pengelolaan drainase

6. Meningkatkan alokasi pendanaan pemkab dalam pengelolaan drainase perkotaan untuk

menangkap peluang dana dari APBN

Mengurangi

1. Meningkatkan rumah tangga yang mempunyai akses ke saluran drainase

2.Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam memelihara fungsi drainase

3. Melakukan sosialisasi dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi drainase

(34)

Bab III - Page 34 of 75 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Terkait Sanitasi

Tabel 3.9

Tujuan, Sasaran, dan Strategi PengelolaanPHBS terkait sanitasi

(tatanan rumah tangga)

1. Mengembangkan promosi CTPS di lima waktu penting yang dikemas dengan lebih menarik dan menjangkau semua lapisan. 2. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan PHBS Terkait Sanitasi dan dampaknya

3. Mendorong masyarakat untuk terlibat bersama pemerintah dalam kampanye CTPS

4. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta untuk terlibat bersama pemerintah daerah dalam promosi PHBS.

5. Menyusun peraturan daerah mengenai penyediaan fasilitas CTPS di fasilitas-fasilitas umum

6. Penyediaan sarana fisik untuk mendukung perilaku CTPS di fasilitas-fasilitas umum 7. Meningkatkan pembiayaan bersama pemerintah pusat dan propinsi

1. Mengembangkan promosi Stop BABS yang dikemas dengan lebih menarik dan menjangkau semua lapisan.

2. Meningkatkan pemahaman masyarakat akan PHBS Terkait Sanitasi dan dampaknya 3. Mendorong masyarakat untuk terlibat bersama pemerintah dalam kampanye Stop BABS

4. Mendorong partisipasi dunia usaha/swasta untuk terlibat bersama pemerintah daerah dalam promosi PHBS.

5. Meningkatkan pembiayaan bersama pemerintah pusat dan propinsi

(35)

Bab III - Page 35 of 75

Tabel 3.10

Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengelolaan PHBS terkait sanitasi

(tatanan sekolah) toilet guru dari 90% menjadi 40% di tahun 2019

Berkurangnya persentase kondisi kurang baik sarana toilet siswa dari 88% menjadi 38% di tahun 2019 menjadi 0% di tahun 2019

Berkurangnya persentase kondisi kurang baik sarana air bersih dari 40% menjadi 0% di tahun 2019

1. Penyediaan sarana dan prasarana sanitasi untuk mendukung PHBS Terkait Sanitasi di lingkungan sekolah

2. Meningkatkan anggaran untuk sanitasi sekolah 3. Mendorong partisipasi sekolah mengenai Perilaku hidup bersih dan sehat 2. Mengembangkan media hidup bersih dan sehat di lingkungan sekolah.

(36)

Bab III - Page 36 of 75 3.2.4 Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), berisi:

i. Progam bangunan dan lingkungan

Dari hasil kesepakatan tersebut, kawasan perencanaan RTBL meliputi Kawasan Perkotaan Tutuyan yang berperan sebagai ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.

Daya Dukung Fisik dan Lingkungan

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam perencanaan ruang adalah daya dukung atau kemampuan lahan tersebut. Adapun klasifikasi kemampuan lahan terdiri dari 3 (tiga) kelas, yaitu :

1) Kemampuan Lahan Kelas I

Kemampuan lahan kelas I merupakan kelas kemampuan lahan yang terbaik. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya hambatan yang membatasi penggunannya. Lahan yang tergolong dalam kemampuan lahan kelas I mempunyai kombinasi sifat-sifat dan kualitas sebagai berikut: (a) Terletak pada topografi hampir datar; (b) Ancaman erosi kecil; (c) Mempunyai kedalaman efektif (tanah yang mengandung unsur hara) yang dalam; (d) Umumnya berdrainase baik; (e) Mudah diolah; (f) Kapasitas menahan air baik (g) Subur atau peka terhadap pemupukan (h) Tidak terancam banjir; (i) Di bawah iklim setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya. Lahan Kelas I dapat digunakan untuk semua jenis penggunaan, mulai dari pertanian yang sangat intensif untuk tanaman semusimdan tahunan sampai penggunaan untuk hutan lindung. Walaupun demikian, jenis tanah ini tetap memerlukan tindakan untuk mempertahankan produktivitas berupa pemeliharaan kesuburan dan struktur tanah.Upaya ini meliputi pemupukan baik dengan pupuk buatan maupun pupuk organik, pergiliran tanaman dan penggunaan tanaman penutup tanah. Pada peta kemampuan lahan kelas, kelas ini biasanya ditandai dengan warna hijau.

2) Kemampuan Lahan Kelas II

(37)

Bab III - Page 37 of 75

drainase; h) Keadaan iklim agak kurang sesuai dengan tanaman dan pengelolaan. Tanah pada kemampuan lahan kelas II menuntut sistem pengelolaan yang lebih berat dibandingkan lahan kelas I. Lahan pada kelas ini mempunyai beberapa hambatan atau ancaman kerusakan sehingga mengurangi pilihan penggunaannya dan memerlukan tindakan konservasi sedang. Jika dipergunakan untuk tanaman semusim, selain pemupukan, tanah kelas II memerlukan tindakan konservasi seperti pembuatan guludan, penanaman dalam setrip, pengolahan menurut kontur, dan pergiliran tanaman. Dalam peta kemampuan lahan kelas II biasanya ditandai dengan warna kuning.

3) Kemampuan Lahan Kelas III

Lahan yang dikelompokkan pada kelas III mempunyai hambatan yang lebih berat dibandingkan lahan kelas II. Lahan pada kelas ini tidak dapat digunakan untuk sistem pertanian yang sangat insentif. Pada lahan ini hanya dapat diterapkan mulai penggarapan secara sedang dan seterusnya sampai penggunaan untuk cagar alam. Lahan kelas III ini masih dapat dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tetapi harus dibarengi oleh konservasi. Jenis upaya konservasi dapat berupa guludan bersaluran, penanaman dalam setrip, penggunaan mulsa, pergiliran tanaman, pembuatan teras, atau kombinasi dari usaha konservasi tersebut. Pada peta kemampuan lahan, kelas ini ditandai dengan warna merah. Tanah pada kelas kemampuan III memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a) Lereng miring atau bergelombang, kemiringan kurang dari 50%; b) Peka terhadap erosi atau telah mengalami erosi yang agak berat; c) Sering kali mengalami banjir yang merusak tanaman; d) Permeabilitas lapisan bawah tanah tergolong lambat; e) Kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padat keras, lapisan pada rapuh, atau lapisan liat padat yang membatasi perakaran dan simpanan air; f) Terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah di drainase; g) Kapasitas menahan air rendah; h) Salinitas atau kandungan natrium sedang; i) Hambatan iklim agak besar.

Kondisi Tata Guna Lahan a. Blok Di Zona Utama

Blok di zona utama melingkupi Kawasan Perkantoran di Kecamatan Tutuyan, dengan pembagian blok :

(38)

Bab III - Page 38 of 75

 Blok 2 : Perkantoran Pemerintahan Kabupaten/SKPD/Badan/Lembaga

 Blok 3 : Masjid Agung

 Blok 4 : Lapangan dan Alun – Alun

 Blok 5 : Ruang Terbuka Hijau

b. Blok di Zona Pendukung

Blok di zona pendukung melingkupi kawasan perkantoran dan perdagangan jasa, dengan pembagian blok sebagai berikut :

 Blok 1 : Perkantoran Swasta, Bank

 Blok 2 : Pertokoan, Usaha Jasa/Service

 Blok 3 : Rumah Toko (Ruko), Rumah Kantor (Rukan)

 Blok 4 : Hotel, Praktek Dokter, Apotik

 Blok 5 : Plaza, RTH

c. Blok di Zona Penunjang

 Blok 1 : Perumahan Swadaya

 Blok 2 : Perumahan Formal

 Blok 3 : Kantor Camat, SLTA, SLTP, SD, TK

 Blok 4 : Toko, Warung, Apotik, Jasa

 Blok 5 : Taman Lingkungan

Secara mikro penggunaan lahan di Kawasan Perencanaan RTBL adalah sebagai berikut :

1. Permukiman dan Perumahan

(39)

Bab III - Page 39 of 75

2. Fasilitas Perdagangan Jasa

Usaha perdagangan terdiri atas pertokoan, jasa service, rental dan warung. Adapun untuk usaha jasa terdiri atas perkantoran swasta dan bank.

3. Perkantoran Pemerintah

Perkantoran Pemerintah tingkat kabupaten seperti Kantor Bupati, Kantor DPRD dan SKDP tersebar di koridor utama (jalan utama) di Kawasan Perkotaan Tutuyan, perkantoran tingkat kecamatan dan kelurahan/desa tersebar di masing – masing kelurahan/desa.

4. Fasilitas Pelayanan Umum

Fasilitas pelayanan umum fasilitas peribadatan (gereja, masjid, langgar, mushola), fasilitas pendidikan (TK, SD, SMP, SMA), fasilitas kesehatan (puskesmas, praktek dokter, apotik)

5. Fasilitas Rekreasi, Lapangan, Taman dan Ruang Terbuka Hijau

Fasilitas ini antara lain lapangan dan alun – alun yang bisa digunakan juga sebagai tempat olah raga dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Adapun ruang terbuka hijau masih berupa areal perkebunan

Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang

Intensitas pemanfaatan ruang terdiri atas komponen KDB, KLB, KDH, KTB, KWT dan kepadatan bangunan. Analisis intensitas pemanfaatan ruang akan diturunkan dari penataan ruang di atasnya yaitu RTRW Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dan RDTR Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow Timu sebagai dasar penentuan dalam penerapan regulasi di Kawasan Perencanaan RTBL.

1). Koefisien Dasar Bangunan (KDB/BCR)

(40)

Bab III - Page 40 of 75

KDB dalam perhitungan meliputi KDB persil bangunan dan KDB blok peruntukan yang dinyatakan dalam Prosen (%), dengan ketentuan rumus :

Perhitungan KDB Blok berdasarkan pada luas wilayah terbangun yang diperkenankan berbanding dengan jumlah luas seluruh petak yang digunakan untuk kegiatan utama. Selain mempertimbangkan kecenderungan perkembangan kota dan rencana pemanfaatan lahan, penentuan KDB didasarkan pada beberapa aspek yang dapat dijadikan pegangan / patokan, yaitu :

 Kepadatan penduduk disuatu wilayah

 Potensi lahan disuatu wilayah

 Penggunaan lahan

Penentuan KDB Berdasarkan Kepadatan Penduduk

Penetapan angka KDB berdasarkan kepadatan penduduk adalah sebagai berikut :

 Satu keluarga terdiri dari 5 jiwa dan menempati satu rumah

 Satu jiwa membutuhkan fasilitas bangunan minimal 15 m2 dan maksimum 25 m2

 Luas areal perumahan 60% dari luas lahan.

Penentuan KDB Berdasarkan Potensi Lahan

 Untuk lahan berpotensi tinggi, yang merupakan kawasan pusat kota, memiliki

intensitas kegiatan tinggi sehingga kebutuhan ruangnya besar, sementara lahan yang tersedia terbatas. Angka KDB yang diarahkan 70% - 100%.

 Untuk lahan berpotensi sedang, yang umumnya berupa kawasan permukiman

dengan aksesibilitas terhadap pusat-pusat pelayanan dan jalan raya cukup baik. Interval angka KDB yang diarahkan 40% - 80%.

 Untuk lahan berpotensi rendah, yang umumnya berupa lahan permukiman

(41)

Bab III - Page 41 of 75 Penentuan KDB Berdasarkan Penggunaan Lahan

Penetapan angka KDB ditentukan berdasarkan pada kebutuhan setiap fasilitas kegiatan dan nilai ekonomi kegiatan tersebut. Standar yang digunakan dalam penetapan angka KDB adalah :

1. Kawasan perdagangan dan kawasan CBD maksimum 85%;

2. Rumah sakit 30 – 50%;

3. Perkantoran, pendidikan, dan peribadatan maksimum 50%;

4. Jalur hijau dan taman 0 – 20%.

5. Hunian maksimum 60%

Berdasarkan kondisi eksisting saat ini di Kawasan Perencanaan RTBL, rata – rata penggunaan KDB adalah 60% untuk hunian, 60% untuk fasilitas pelayanan umum dan perkantoran, 80% untuk usaha/jasa. Penggunaan KDB tertinggi terlihat di koridor utama yang rata – rata sebagai fungsi jasa perdagangan dan jasa perkantoran.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB/FAR)

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas keseluruhan lantai bangunan terhadap luas persil/kavling/blok peruntukan. Penetapan KLB bermaksud untuk menetapkan ketinggian maksimum dan minimum suatu bangunan untuk setiap blok peruntukan, agar tidak berpengaruhi pada visualisasi lingkungan.

Menurut standar Peraturan Bangunan Nasional, yang dimaksud dengan ketinggian bangunan adalah jumlah lantai penuh dalam satu bangunan yang dihitung dari lantai dasar sampai lantai tertinggi. Ketinggian suatu bangunan diklasifikasikan dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Bangunan satu lantai, yakni bangunan sementara atau permanen yang berdiri langsung di atas pondasi pada bangunan yang tidak terdapat pemanfaatan lain selain pada lantai dasarnya;

(42)

Bab III - Page 42 of 75

3. Bangunan tinggi, yaitu bangunan permanen dengan jumlah lantai lebih dari lima atau ketinggian bangunan lebih dari 20 m.

Pertimbangan penetapan KLB didasarkan pada perkembangan kota, kebijakan intensitas pembangunan, daya dukung lahan/lingkungan, serta keseimbangan dan keserasian lingkungan.

Pengaturan kepadatan ini bertujuan :

1. Menciptakan ruang luar yang nyaman, yang masih memungkinkan masuknya pencahayaan dan pengudaraan alami pada daerah terbuka, serta cukup tersedia jalur pejalan kaki untuk menampung arus manusia yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan di kawasan tersebut.

2. Memperoleh keseimbangan antara arus/kapasitas kendaraan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan dalam suatu bangunan dengan kapasitas jalan yang ada.

3. Memberikan karakter pada suatu kawasan yang dipertahankan atau diremajakan. Dilihat dari segi peninjauan umum, bila suatu kawasan akan dipertahankan maka diberikan tingkat kepadatan yang sama dengan sekarang, dan bila suatu kawasan akan diremajakan maka diberikan tingkat kepadatan yang lebih besar.

Adapun pertimbangan dalam menentukan angka KLB di suatu kawasan adalah :

1. Jenis penggunaan tanah;

2. Angka KDB;

3. Ukuran jalan dan jarak sempadan;

4. Jarak bangunan;

5. Ketinggian bangunan maksimum yang diijinkan.

Dalam menghitung KLB perlu diketahui dahulu luas lantai bangunan keseluruhan, ketentuan perhitungan luas bangunan sebagai berikut :

1. Perhitungan luas lantai adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar termasuk balkon dan mezanin, termasuk lantai dasarnya.

(43)

Bab III - Page 43 of 75

3. Bagi lantai mezanin yang luasnya lebih kecil dari 50% luas bangunan tipikalnya, tidak dihitung sebagai lantai bangunan pada perhitungan ketinggaian bangunan tetapi luas lantai tersebut diperhitungkan pada perhitungan KLB.

4. Overstek yang melebihi lebar 1,5 meter dan bidang mendatarnya digunakan atau tidak digunakan sebagai lantai bangunan maka luas bidang datarnya dihitung penuh (100%).

5. Overstek yang lebarnya tidak melebihi dari 1,5 meter dan bidang mendatarnya tidak digunakan untuk lantai bangunan maka luas bidang mendatarnya tidak diperhitungkan.

6. Overstek yang lebarnya tidak lebih dari 1,5 meter dan bidang mendatarnya digunakan untuk lantai bangunan maka luas bidang mendatarnya dihitung penuh (100%).

7. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (basement) disamakan dengan batasan luas lantai dasar perhitungan KDB, tetapi lantai basement ini tidak diperhitungkan pada saat menghitung luas lantai dasar untuk KDB.

8. Dalam perhitungan KLB luas lantai bawah tanah (basement) diperlakukan seperti luas lantai diatas tanah.

Komponen perhitungan KLB berdasarkan pada luas tapak yang ada dibelakang GSB, ditentukan sebagai berikut :

1. Dalam perhitungan KLB luas lantai di bawah tanah diperhitungkan seperti lias lantai di atas tanah.

2. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak diperhitungkan dalam perhitungan KLB asal tidak melebihi 50% dari KLB yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50% terhadap KLB.

3. Lantai bangunan parkir diperkenankan mencapai 150% dari KLB yang ditetapkan.

4. Ramp dan tangga terbuka dihitung

(44)

Bab III - Page 44 of 75

berirama dengan permainan tinggi rendah bangunan yang ada, sehingga tidak terkesan monoton dan datar.

3).Koefisien Dasar Hijau (KDH)

KDH (Koefisien Dasar Hijau) merupakan peraturan luas ruang terbuka hijau minimal yang harus disediakan di sebuah lahan. Ruang terbuka hijau ini harus berfungsi sebagai area resapan air langsung ke tanah dan tidak diijinkan ditutup dengan bahan yang menghalangi resapan air. Penentuan KDH minimum dilakukan berdasarkan aspek kenyamanan, potensi kemampuan tanah untuk menyerap air dan aspek kelestarian lingkungan.

Penentuan KDH adalah untuk menyediakan ruang terbuka hijau sebagai kawasan konservasi, untuk mengurangi erosi dan run off air hujan yang tinggi, serta menjaga keseimbangan air tanah.

Ruang terbuka hijau/ruang bebas juga dipertimbangkan untuk penempatan jaringan utilitas umum :

1. Rencana blok peruntukan agar mempertimbangkan ruang bebas yang dapat ditempatkan di sepanjang garis belakang, depan, atau samping petak, untuk keperluan penempatan jaringan utilitas umum, seperti jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air kotor/limbah, jaringan drainase, dan jaringan air bersih;

2. Ruang bebas yang diperlukan untuk keperluan penempatan jaringan utilitas umum tersebut adalah minimum 2 meter;

3. Ruang bebas tersebut merupakan ruang yang dimiliki oleh masing-masing pemilik blok peruntukan, namun penggunaannya hanya untuk penempatan pelayanan jaringan utilitas umum.

Analisis Tata Hijau dan Ruang Terbuka 1). Pola Ruang Terbuka

Ruang terbuka kota dalam perancangan kota berkaitan juga dengan tata guna lahan (land use), sirkulasi (linkage system), activity support, building form and massing, signage and Landmark, preservasi and conservation.

(45)

Bab III - Page 45 of 75

- Lorong (Corridor).

Bentuk ruang terdefinisikan oleh jalur jalan dan elemen bangunan/dinding yang ada di kedua sisinya.

- Kantong (Cluster).

Ruang yang berbentuk cluster terjadi oleh penataan massa bangunan di sekitar open space, sehingga pola-pola penataan open space dipengaruhi massa yang ada disekitar bangunan.

- Ruang Antar Bangunan.

Berfungsi sebagai ruang perantara sebagai akibat dari penyelesaian tapak antara bangunan satu dengan lainnya atau direncanakan khusus guna meningkatkan citra tertentu dari suatu bangunan.

2).Ruang Terbuka Linier

Ruang terbuka linier atau ruang terbuka memanjang yaitu ruang terbuka yang umumnya hanya mempunyai batas-batas di sisi-sisinya, misalnya jalan, sungai, pedestrian.

Di Kawasan Perencanaan RTBL, ruang terbuka linier teridentifikasi sebagai berikut :

 Median Jalan dan Jalur Tanaman Tepi

Ruang terbuka pada median jalan di Kawasan Perencanaan RTBL masih terbatas kuantitasnya dan saat ini belum berfungsi dengan optimal dari segi penataan lansekapnya.

Ruang terbuka pada jalur tepi jalan sepanjang koridor jalan, baik pada koridor utama maupun pada jalan lingkungan pemanfaatannya juga belum optimal. Elemen lansekap yang ada baru terbatas pada jenis pepohonan peneduh sedangkan tanaman lainnya masih kurang.

 Sempadan Sungai

Pada umumnya sempadan sungai diatur sebagai berikut :

a. Pengaturan garis sempadan sungai yang berada di luar kawasan permukiman

diarahkan lebih kurang 5 meter di kiri-kanan sungai.

b. Pengaturan garis sempadan sungai yang berada di dalam kawasan permukiman

(46)

Bab III - Page 46 of 75 2). Ruang Terbuka Non Linier

Ruang terbuka non linier pada umumnya membentuk kantong – kantong yang berfungsi sebagai ruang – ruang akumulasi aktifitas kegiatan masyarakat.

Di Kawasan Perencanaan RTBL, ruang terbuka non linier terdiri atas :

 Sawah/Tegalan/Kebun

Sawah sebagian besar terdapat di desa Tutuyan, Tutuyan Dua, Tombolikat Selatan dan Kayumoyondi, sedangkan areal perkebunan hampir tersebar merata di Kawasan Perencanaan RTBL. Untuk mempertahankan agar areal sawah, perkebunan maupun tegalan tidak beralih fungsi menjadi lahan terbangun di masa depan, diperlukan pengendalian yang komprehensif dalam tata ruang.

 Pulau Jalan/Taman Jalan

Pulau jalan/taman jalan di Kawasan Perencanaan RTBL masih sangat terbatas dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Taman jalan yang sekaligus sebagai jalur tata hijau dapat berfungsi sebagai pembatas jarak di antara massa bangunan atau massa banguunan dan jalur sirkulasi (pedestrian ataupun jalan).

 Makam/Kuburan

Makam/kuburan yang terdapat di Kawasan Perencanaan RTBL perlu ditingkatkan lagi penataan lingkungannya, dalam arti kesan yang dihadirkan dapat mendukung estetika lingkungan dengan pengaturan elemen lansekap.

Analisis Tata Bangunan

1). Gubahan dan Orientasi Massa Bangunan

 Pola Massa Bangunan

Dalam mendisain perkotaan ada 3 pendekatan yang dapat digunakan yaitu penerapan Pola Figure –Ground, Pola Linkage dan Pola Place.

(47)

Bab III - Page 47 of 75

Pola Figure – Ground dapat dilihat pada perpetakan lahan yang membagi atas lahan terbangun dan non terbangun sebagai ruang terbuka dimana konseptual tersebut akan mempengaruhi arah orientasi massa bangunan tersebut.

 Tipologi Bangunan

a. Bangunan Rumah Tinggal / Hunian

Tipologi bangunan rumah tinggal di Kawasan Perencanaan RTBL adalah tipologi bangunan pada umumnya (rumah rakyat) tanpa ada ciri khas atau karakter yang mengandung filosofis tertentu.

b. Tipologi Bangunan Perdagangan / Perniagaan

Pada umumnya tipologi bangunan perdagangan / perniagaan di Kawasan Perencanaan RTBL sama seperti tipologi bangunan hunian. Hal ini dikarenakan fungsi perdagangan yang ada masih sebatas pada bentuk toko dan warung belum adanya perdagangan skala besar dalam bentuk pertokoan, mall ataupun plaza.

c. Tipologi Bangunan Perkantoran

Tipologi bangunan perkantoran pemerintah kabupaten tidak jauh beda dengan tipologi bangunan hunian. Karakter yang dihadirkan belum mencirikan karakter lokus setempat. Kondisi saat ini, tengah dilakukan pembangunan kantor pemerintahan kabupaten dan diharapkan dapat menghadirkan elemen – elemen arsitektur tradisional setempat.

 Skala dan Proporsi

Skala dan proporsi dimaksudkan untuk mengharmonisasikan antara lingkungan dan bangunan. Pada umumnya konsep yang digunakan oleh bangunan terdiri atas kepala, badan dan kaki. Dimana kepala adalah atap atau penutup bangunan, badan adalah bangunannya dan kaki adalah pondasi bangunan.

2). Wujud Bangunan

 Sempadan Bangunan

(48)

Bab III - Page 48 of 75

Garis sempadan yang dirinci meliputi sempadan muka bangunan, sempadan pagar dan sempadan sampingan bangunan. Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis di atas permukaan tanah yang pada pendirian bangunan ke arah yang berbatasan tidak boleh dilampaui. GSB yang diatur adalah garis sempadan bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan, rencana jalan, tepi sungai atau tepi pantai. GSB ditentukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain :

1. Lebar jalan/rencana jalan/lebar sungai/kondisi pantai;

2. Fungsi jalan;

3. Peruntukan kapling/kawasan.

Berdasarkan kondisi eksisting yang ada sempadan muka bangunan di Kecamatan Tutuyan rata – rata di atas 3 meter. Hal tersebut harus dikendalikan mengingat sempadan bangunan mutlak diperlukan karena selain berfungsi sebagai ruang antar bangunan dan jalur proteksi terhadap kebakaran, sempadan bangunan juga sebagai komponen pengatur untuk ruang terbuka hijau dalam perpetakan.

Berdasarkan kondisi eksisting yang ada sempadan muka bangunan di Kecamatan Tutuyan rata – rata di atas 3 meter. Hal tersebut harus dikendalikan mengingat sempadan bangunan mutlak diperlukan karena selain berfungsi sebagai ruang antar bangunan dan jalur proteksi terhadap kebakaran, sempadan bangunan juga sebagai komponen pengatur untuk ruang terbuka hijau dalam perpetakan.

Dengan demikian berdasarkan pada kondisi eksisting yang ada dan dengan merujuk pada ketentuan normatif yang diberlakukan, maka sempadan bangunan di Kawasan Perencanaan diarahkan sebagai berikut :

1. Sempadan Muka Bangunan

a. Untuk bangunan yang terletak di jalan arteri dengan rumija < 8 M, ditentukan ½ rumija atau minimal 4 meter.

b. Untuk bangunan yang terletak di jalan kolektor dengan rumija < 8 M, ditentukan ½ rumija atau minimal 4 meter.

c. Untuk bangunan yang terletak di jalan lokal dan jalan lingkungan dengan rumija < 6 M, ditentukan ½ rumija atau minimal 3 meter.

(49)

Bab III - Page 49 of 75

a. Bangunan yang terletak di jalan arteri, ditentukan minimal 2,5 meter.

b. Bangunan yang terletak di jalan kolektor, ditentukan minimal 2 meter.

c. Bangunan yang terletak di jalan lokal dan lingkungan, ditentukan 1,5 meter.

3. Sempadan Belakang Bangunan

a. Bangunan yang terletak di jalan arteri, ditentukan minimal 2 meter.

b. Bangunan yang terletak di jalan kolektor, ditentukan minimal 1,5 meter.

c. Bangunan yang terletak di jalan lokal dan lingkungan, ditentukan 1,5 meter.

4. Untuk bangunan yang berada di daerah dekat sungai dengan lebar sungai kurang dari 5 meter, letak garis sempadan adalah 2,5 meter dihitung dari tepi sungai.

Garis Sempadan Pagar (GSP) adalah garis di atas permukaan tanah yang pada pendirian pagar ke arah yang berbatasan tidak boleh dilampaui oleh sisi luar pagar. Garis sempadan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan ditentukan berhimpit dengan batas terluar daerah milik jalan.

Ketentuan untuk GSP adalah sebagai berikut :

1. Garis pagar di sudut persimpangan jalan ditentukan dengan serongan/lengkungan atas dasar fungsi dan peranan jalan;

2. Tinggi pagar yang berbatasan dengan jalan ditentukan maksimum 1,5 meter dari permukaan halaman/trotoar dengan bentuk transparan atau tembus pandang.

 Sempadan Sungai

(50)

Bab III - Page 50 of 75

Perlindungan terhadap sempadan sungai bertujuan untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.

Kawasan sempadan sungai yang berada di wilayah permukiman, seringkali tidak diperhatikan keberadaanya. Pembangunan rumah sudah berada di daerah penguasaan sungai, tanggul sungai yang dibangun telah mempersempit alur sungai sehingga banjir tak terelakkan pada waktu hujan karena wadah alamiah aliran air tak lagi mampu menampung air.

Untuk itu perlu dicegah kegiatan budidaya di sepanjang sungai yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta alirannya. Batas sempadan sungai perlu ditetapkan, dan melarang pembuangan limbah langsung ke sungai. Di samping itu perlu diatur saluran drainase terutama saluran limbah rumahtangga agar tidak langsung masuk ke sungai tapi ditampung terlebih dahulu dalam lobang resapan di setiap halaman rumah dan/atau ditampung dan dikelola di bak penampungan/IPAL. Kawasan sempadan sungai sebaiknya dijadikan kawasan terbuka hijau melalui penanaman kawasan sempadan sungai dengan vegetasi permanen dan berfungsi juga sebagai RTH alami.

Dengan mempertimbangkan kondisi eksisting, lokasi dan hal – hal yang berpengaruh terhadap sungai pada saat ditetapkan, sempadan sungai dapat ditetapkan dengan mengacu pada draft Pedoman RDTR Kota 2009, dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang – kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

2. Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sekurang – kurangnya 3 meter

3. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan :

(51)

Bab III - Page 51 of 75

b. Sungai kecil : yaitu sungai yang mempunyai daerah pengaliran sungai seluas kurang dari 500 Km2, ditetapkan sekurang – kurangnya 50 meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

4. Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditetapkan sebagai berikut :

a. Sungai yang mempunyai kedalaman tidak lebih dari 3 meter, garis sempadan ditetapkan sekurang – kurangnya 10 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

b. Sungai yang mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter garis sempadannya ditetapkan sekurang – kurangnya 15 meter dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

c. Sungai yang mempunyai kedalaman maksimal lebih dari 20 meter, garis sempadan sungainya sekurang – kurangnya 30 meter dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

5. Untuk sungai yang terpengaruh pasang surut air laut, garis sempadannya ditetapkan sekurang – kurangnya 100 meter dari tepi sungai dan berfungsi sebagai jalur hijau.

6. Garis sempadan sungai tidak bertanggul yang berbatasan dengan jalan adalah tepi bahu jalan yang bersangkutan, dengan ketentuan konstruksi dan penggunaan jalan harus menjamin bagi kelestarian dan keamanan sungai serta bangunan sungai.

 Sempadan Pantai

Kawasan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan fungsi pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Tujuan pemanfaatan kawasan sempadan pantai adalah melindungi wilayah pantai dari usikan kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai. Perlindungan pantai mencakup seluruh garis pantai terutama yang berpotensi abrasi.

Wilayah administrasi yang bersisian langsung dengan pantai adalah semua desa dalam kawasan perencanaan.

(52)

Bab III - Page 52 of 75

1. Kawasan Permukiman

a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 M, lebar sempadan 30 – 70 M.

b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 M, lebar sempadan 50 – 100 M.

2. Kawasan Non Permukiman

a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 M, lebar sempadan 100 – 200 M.

b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 M, lebar sempadan 150 – 250 M.

c. Bentuk pantai curam dengan gelombang < 2 M, lebar sempadan 200 – 250 M.

d. Bentuk pantai curam dengan gelombang > 2 M, lebar sempadan 250 – 300 M.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sempadan pantai adalah :

a. Mencegah kegiatan di sepanjang pantai yang dapat mengganggu kelestarian fungsi pantai.

b. Permukiman yang sudah ada di kawasan sempadan pantai perlu dikendalikan aktivitasnya dan tidak diperkenankan untuk dikembangkan lagi.

c. Melarang pembuangan sampah dan limbah baik rumah tangga dan non rumah tangga langsung ke pantai/badan air.

d. Mengatur saluran drainase terutama saluran limbah agar tidak langsung masuk ke badan air tetapi ditampung terlebih dahulu dalam lobang resapan atau ditampung dan dikelola melalui IPAL.

 Pertimbangan Tinggi Bangunan

(53)

Bab III - Page 53 of 75

Ketinggian bangunan adalah suatu nilai yang menyatakan jumlah lapis/lantai maksimum pada petak lahan. Ketinggian bangunan dinyatakan dalam satuan lapis atau lantai.

Penetapan ketinggian bangunan dibedakan atas fungsi bangunan yang akan dialokasikan, antara lain bangunan rumah tinggal, fasilitas umum dan sosial, komersial, industri dan pergudangan serta fungsi bangunan lainnya sesuai kebutuhan pengembangan kawasan. Untuk kondisi ketinggian bangunan 1 – 1,5 lantai lebih banyak ditemukan pada kawasan perumahan dengan kepadatan tinggi sedangkan untuk kawasan pusat kegiatan komersial dan perkantoran memiliki ketinggian lantai rata-rata berkisar antara 1 – 2 lantai yang dipergunakan.

Dengan demikian idealnya ketinggian bangunan perumahan berkisar antara 6 – 12 meter dengan jumlah lantai 1 – 2 lantai. Dengan demikian jumlah lantai maksimum bangunan adalah 2 lantai, jika lebih dari itu maka sudah tidak proporsional untuk fungsi bangunan rumah tinggal.

Dasar pertimbangan penetapan ketinggian dan jumlah lantai bangunan di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut :

- Intensitas kegiatan yang direncanakan tidak terlalu besar sesuai dengan fungsi kawasan, karena pengembangan kawasan merupakan perpaduan antara pengembangan horisontal dan vertikal.

- Ukuran kapling yang akan ditata memungkinkan kebutuhan ruang dapat dipenuhi secara horisontal, sehingga jika terjadi peningkatan kebutuhan maka dapat dilakukan dengan penambahan satu lantai lagi.

- Untuk menjaga keseimbangan keserasian bangunan dan keseimbangan selubung bangunan (sky line) secara keseluruhan, sehingga secara aksitektural dan estetika tidak menimbulkan kekontrasan ketinggian bangunan antara bangunan yang satu dengan yang lainnya.

- Untuk tetap menjamin terjadinya sirkulasi udara dan sinar matahari pada seluruh bangunan, maka perbedaan satu lantai bangunan masih memungkinkan bangunan di sebelahnya menerima sinar matahari dan sirkulasi udara.

(54)

Bab III - Page 54 of 75

1. Bangunan < 2 lantai, maka tinggi puncak dari lantai dasar adalah < 12 M.

2. Bangunan < 4 lantai, maka tinggi puncak dari lantai dasar adalah 12 – 20 M.

3. Bangunan < 8 lantai, maka tinggi puncak dari lantai dasar adalah 24 – 36 M.

4. Bangunan > 9 lantai, maka tinggi puncak dari lantai dasar adalah > 40 M.

5. Bangunan > 20 lantai, maka tinggi puncak dari lantai dasar adalah > 84 M.

 Sky Line (Garis Langit)

Sky line di kawasan perencanaan dengan ketinggian bangunan rata-rata 1 hingga 2 lantai belum menghasilkan bentuk sky line kawasan yang berirama, kecenderungan yang terjadi sky line mengarah ke bentuk yang datar.

Daya Dukung Prasarana dan Fasilitas Lingkungan Sirkulasi dan Sistem Perparkiran

a. Pola Sirkulasi

Pola pemanfaatan jalur sirkulasi, baik oleh kendaraan umum maupun kendaraan pribadi di koridor Jl. Kayumoyondi – Togid (Bagian dari ruas jalan Buyat. – Molobog) pada kawasan perencanaan ini berupa jalur dua arah. Jalur ini merupakan jalur sirkulasi utama ke dalam maupun keluar kawasan dan jalur ini berada pada jalan dengan status dan fungsi sebagai jalan provinsi dan kolektor primer. Pada kondisi eksisting, jalur ini belum terdapat pemisahan yang jelas antara fungsi pendestrian, furniture street dan areal parkir. Areal parkir pada kawasan ini pada umumnya on street, begitu juga dengan kelengkapan dari kawasan.

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2 Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
Gambar 3.1 Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik
Gambar 3.2 Peta Tahapan Pengembangan Air Limbah Domestik - Sistem Off
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan ini merupakan pengembangan dari obyek wisata Pura Kehen dan Desa Wisata Pengelipuran, dimana pemerintah kabupaten Bangli telah melakukan

Kode Barang Asal-usul Cara Nomor Bahan Nomor Register Merk / Type Ukuran /cc Nama Barang /.

Berdasarkan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis pupuk NPK tidak berpengaruh nyata tehadap pengamatan panjang umbi, diameter umbi, dan kadar air

KONTRAK PENGADAAN BARANG/JASA BERDASARKAN JENIS PEKERJAAN SEBAGAIMANA DIMAKSUD PADA AYAT (2) HURUF D, TERDIRI ATAS:. KONTRAK PENGADAAN PEKERJAAN

Keempat , novel ini berhasil meleburkan batasan antara mitos yang menjadi tradisi resmi kerajaan (cerita pantu Lutung Kasarung) dengan mitos yang berasal dari

Kerena peneliti mengkaji tentang proses pemindahan pengetahuan lokal pada kelompok masyarakat nelayan tradisional di Desa Kedungmalang, Jepara, informan utama

Berikut ini analisis penerapan sistem informasi akuntansi pada Indokom Group yang dibandingkan dengan teori menurut Mulyadi (2001) terhadap sistem akuntansi penjualan

Perkembangan masyarakat Indonesia pada saat ini dalam menghadapi era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan kemungkinan yang bisa terjadi seakan-akan masyarakat Indonesia