• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA LAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA LAL"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK YANG MENYEBABKAN KEMATIAN

(Studi di Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung)

Oleh

Erlangga Rekayasa, Maroni, Dona Raisa Monica. Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Jalan Soemantri Brojonegoro Nomor 1 Bandar Lampung 35145. Email: erlanggarekayasa@gmail.com

Abstrak

Perkara pidana lalu lintas pada umumnya terjadi karena faktor kelalaian, karena pada dasarnya baik pelaku maupun korban perkara pidana lalu lintas tidak mengharapkan hal tersebut terjadi. Penyelesaian perkara pidana lalu lintas terhadap anak yang melakukan tindak pidana lalu lintas dan menyebabkan korbannya meninggal dunia, didasarkan pada ketentuan hukum dan sistem peradilan pidana anak yang berlaku di Indonesia. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian?

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan: (1) Penyelesaian tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian dilaksanakan dengan mekanisme hukum pidana yang berlaku melalui proses peradilan melalui penyidikan, penuntutan dan penjatuhan hukuman pidana, namun demikian pelaku dan keluarga korban dapat melakukan perdamaian, karena pada dasarnya tindak pidana lalu lintas terjadi tanpa kesengajaan. Perdamaian yang dilakukan oleh pelaku dan keluarga korban dimediasi oleh Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung tidak menghapuskan unsur pidana dalam perkara lalu lintas yang terjadi. (2) Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang mengebabkan kematian adalah: a) Faktor penegak hukum, yaitu masih terbatasnya jumlah anggota Satlantas dalam menangani perkara lalu lintas di seluruh Kota Bandar Lampung dan secara kualitas masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan penyidik Satlantas dalam menerapkan perdamaian b) Faktor masyarakat, yaitu ketidak lengkapan data dan informasi yang disampaikan oleh pelaku dan korban yang terlibat dalam perkara pidana lalu lintas. c) Faktor Kebudayaan, yaitu karakter personal pelaku, korban dan keluarganya yang tidak mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan atau perdamaian.

(2)

ANALISYS TOWARD TRAFFIC CRIMINAL CASE BY CHILD THAT CAUSE OF DEATH

(Study on Police Resort of Bandar Lampung)

Abstract

Criminal traffic generally occured because of inadvertence, because basically both perpetrators and victims of criminal traffic not expect it to happen. Completion of a criminal traffic cases against children who commit criminal acts of traffic and cause the victim's death, based on the rule of law and juvenile criminal justice system applicable in Indonesia. The problem in this study were: (1) How is the settlement of the criminal case that traffic carried by the child who caused the death? (2) What the factors that hinder the completion of the criminal case that traffic carried by the child who caused the death?

Research results and discussion indicate: (1) Completion of a criminal offense committed by the traffic that caused the child's death should be a mechanism criminal law through judicial process, through investigation, prosecution and conviction, however, the perpetrator and the victim's family can make peace, because basically the crime of traffic going without intent. Peace is made by the perpetrator and the victim's family is mediated by Bandar Lampung Police do not eliminate the criminal element in traffic cases that occur. (2) The factors that hinder the completion of the traffic criminal offenses committed by children who mengebabkan death are: a) the law enforcement factor, ie the quantity of the limited number of members of the Police Traffic in handling cases of traffic throughout the city of Bandar Lampung and the quality is still a lack of knowledge and skills in implementing peace traffic investigator in a criminal case settlement traffic. b) community factors, namely the lack of completeness of data and information submitted by the offender and the victim were involved in a criminal traffic case, so that the perpetrators and the victims only provide data that are considered potentially detrimental to his side. c) Cultural factors, namely the personal character of the offender, the victim and kleluarganya that does not support the resolution of the case outside the justice or peace.

(3)

I. Pendahuluan

Anak pada dasarnya merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan potensi masa depan dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.

Seiring dengan perkembangan zaman dapat dilihat bahwa telah terjadi pola perubahan dan perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Anak yang seharusnya menjalani kehidupannya secara wajar sesuai dengan usianya, ternyata melakukan berbagai perbuatan tercela yang mengarah pada pelanggaran dan tindak pidana, seperti menjadi pelaku tindak pidana pencurian, pencabulan bahkan pembunuhan.

Fenomena lain yang saat ini berkembang adalah anak telah terbiasa mengendarai kendaraan bermotor, padahal mereka belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), belum memahami dan tidak mematuhi peraturan lalu lintas, tidak memiliki kemampuan mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan tidak mengutamakan keselamatan dalam berkendara. Pada umumnya anak yang mengendarai kendaraan bermotor berstatus sebagai pelajar yang belum memahami kelas jalan, rambu-rambu dan marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, gerak lalu lintas berhenti dan parkir, persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor dan tidak mengindahkan kecepatan minimum dan

kecepatan maksimum dalam berkendara. Berbagai hal tersebut menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas di kalangan pelajar atau yang dikategorikan sebagai anak.

Sebagai contoh kasus tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak adalah kecelakaan lalu lintas yang dilakukan oleh AQJ (13 tahun), yang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, sehingga menabrak pembatas jalan dan menabrak dua mobil lain, sehingga mengakibatkan 7 pengendara mobil tersebut meninggal dunia dan 9 terluka. Pihak kepolisian telah melakukan penyidikan terhadap perkara ini dan menetapkan AQJ sebagai tersangka, karena Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Kelalaian AQJ yang mengakibatkan kecelakaan dengan korban meninggal dunia dengan ancaman 6 tahun pidana penjara. AQJ juga melanggar Pasal 281 jo. Pasal 77 UU LLAJ, karena mengemudikan kendaraan bermotor tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Selain itu melanggar Pasal 280 jo. Pasal 68 UU LLAJ karena Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang dipasang tidak sesuai dengan yang ditetapkan Polri. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mendakwa AQJ (Dul) karena melanggar Pasal 310 ayat (1), (3) dan (4), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dengan ancaman hukuman 6 tahun pidana penjara.1

1

(4)

Pasal 310 ayat (1), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009:

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). (3) Setiap orang yang mengemudikan

Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau

denda paling banyak

Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Perkara tindak pidana lalu lintas umumnya terjadi tanpa kesengajaan, di sini yang ada hanya unsur kealpaan atau kelalaian. Pengenaan pidana kepada orang yang karena alpa melakukan kejahatan disebut dengan strict liability, artinya ada kejahatan yang pada waktu terjadinya keadaan mental terdakwa adalah tidak mengetahui dan sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan. Namun meskipun demikian dia dipandang tetap bertanggung jawab atas terjadinya perkara yang terlarang

itu, walaupun dia sama sekali tidak bermaksud untuk melakukan suatu perbuatan yang ternyata adalah kejahatan.2

Perkara pidana lalu lintas dapat diselesaikan melalui perdamaian sebagai proses penyelesaian pekara pidana lalu lintas di luar pengadilan (Alternative Dispute Resolution). Polisi sebagai penyidik dalam menyelesaikan tindak pidana lalu lintas khususnya yang termasuk Pasal 359 KUHP di luar Pengadilan ini kalau pelaku dan pihak korban sudah ada kesepakatan kehendak. Penyelesaian di dalam Pengadilan, apabila para pihak pelaku dan keluarga korban tidak ada kesepakatan kehendak untuk diselesaikan di luar Pengadilan, Polisi sebagai penyidik sesuai dengan tugasnya membuat berita acara tentang kejadiannya dan kemudian menyerahkan ke Jaksa penuntut Umum agar dilakukan penuntutan.

Polisi sebagai penyidik dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas harus melihat dahulu sebab-sebab terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut, sehingga dapat tidaknya perkara tersebut diselesaikan di luar pengadilan atau harus melalui pengadilan. Polisi dalam menentukan kriteria tersebut harus mempunyai dasar keahlian khusus di bidang lalu lintas karena polisi tersebut dalam menangani perkara tersebut harus dapat menyelesaikan dengan baik dan adil. Adapun dalam hal tersebut berkaitan langsung dengan cara penyelesaiannya, apabila dapat dibuktikan karena kealpaan pelaku dan

2

(5)

korban dianggap bersalah maka dapat diselesaikan di luar pengadilan.

Sebagai contoh perkara kecelakaan lalu lintas yang diselesaikan di luar pengadilan adalah tabrakan sepeda motor antara korban Suhardi Bin Zubir (28 tahun) yang mengendarai Sepeda Motor Yamaha Mio Nopol BE 6553 YS dengan tersangka Oghi Putra (16 tahun) yang mengendarai sepeda Motor Yamaha Vega R Nopol BE 8791 CU. Kecelakaan terjadi pada Hari Jum'at, Tanggal 11 November 2013, pukul 21.00 wib di Jl. Soekarno Hatta Simpang Gg. Sawah Baru By Pass Raya Rajabasa Bandar Lampung. Keluarga kedua belah pihak telah mengadakan perdamaian dan menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Dalam konteks ini Pihak Kepolisian menjadi fasilitator untuk mengupayakan perdamaian.3

Kesenjangan yang terjadi dalam perkara di atas adalah meskipun Pihak Kepolisian telah memfasilitasi upaya perdamaian antara pelaku dengan pihak keluarga korban, tetapi proses hukum tetap berjalan, padahal Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dinyatakan bahwa diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimanakah penyelesaian perkara

pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian?

3

Data Laporan Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung Bulan Desember 2013.

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian?

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, dengan responden penelitian yaitu anggota Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung dan dan Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka dan studi lapangan. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

II. Pembahasan

A. Penyelesaian Perkara Pidana Lalu Lintas Yang Dilakukan oleh Anak Yang Menyebabkan Kematian

Pada dasarnya setiap perkara lalu lintas yang menimbulkan korban meninggal dunia merupakan perkara pidana dan harus diselesaikan melalui pengadilan, namun demikian pihak pelaku maupun keluarga korban dapat menempuh upaya di luar pengadilan dan secara kekeluargaan melalui proses perdamaian. Terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan meninggal dunia pada umumnya tidak ada unsur kesengajaan dan yang ada unsur kealpaan. Oleh karena itu antara pelaku dan pihak keluarga korban biasanya saling menyadari sehingga dalam menyelesaikan perkara mereka memilih di luar pengadilan atau dengan cara damai. Jadi secara ringkas bentuk penyelesaian perkara lalu lintas di luar pengadilan dengan cara damai maksudnya antara pelaku dan pihak

(6)

keluarga korban sepakat setelah mengadakan musyawarah untuk menyelesaikan perkara secara kekeluargan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada Toni Suherman, menyatakan bahwa polisi sebagai penyidik dalam menangani perkara kecelakaan lalu lintas harus melihat dahulu sebab-sebab terjadinya kecelakaan lalu lintas tersebut, sehingga dapat tidaknya perkara tersebut diselesaikan di luar pengadilan atau harus melalui pengadilan.4

Polisi dalam menentukan kriteria tersebut harus mempunyai dasar keahlian khusus di bidang lalu lintas karena polisi tersebut dalam menangani perkara tersebut harus dapat menyelesaikan dengan baik dan adil. Adapun dalam hal tersebut berkaitan langsung dengan cara penyelesaiannya, apabila dapat dibuktikan karena kealpaan pelaku dan korban dianggap bersalah maka dapat diselesaikan di luar pengadilan dan sebaliknya apabila kesalahan dari pelaku maka polisi selaku penyidik akan melimpahkan perkara tersebut ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan dan selanjutnya harus diselesaikan melalui pengadilan.

Toni Suherman menjelaskan bahwa kepolisian mempunyai kewenangan untuk menentukan apakah suatu perbuatan diteruskan atau tidak diteruskan dalam proses peradilan pidana dengan alasan-alasan tertentu. Dalam perkara lalu lintas seperti dalam kecelakaan lalu lintas, apabila hanya

4

Hasil wawancara dengan Toni Suherman, Kasubnit I Laka Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

menimbulkan kerugian yang kecil atau luka yang kecil biasanya diselesaikan dengan mediasi di antara pelaku dan korban, dan pihak kepolisian sebagai saksi atas kesepakatan yang dicapai, perkara tidak diteruskan atas dasar kesepakatan bersama antara pelaku dan korban. Namun demikian jika kecelakaan akibat kelalaian tersebut menimbulkan kerugian yang besar seperti, nyawa maka mediasi tidak dapat dilakukan, adapun pembayaran ganti kerugian berupa biaya rumah sakit dan penguburan jenazah korban hanya sebagai salah satu pertimbangan yang nantinya digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan kepada terdakwa. 5

Kesepakatan mengganti kerugian tidak menghapuskan tindak pidananya, karena pelaku tetap saja disidik dan diproses dalam sistem peradilan pidana. Dalam mediasi ini pihak korban dapat meminta ganti kerugian kepada pelaku, namun demikian apabila terjadi kesepakatan dari pihak korban dan pelaku untuk mengganti kerugian, kesepakatannya tidak menghilangkan penuntutan, sehingga proses peradilan tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan kesepakatan ganti kerugian hanya bersifat sebagai pertimbangan jaksa dalam mengadakan penuntutan, keputusan tetap di tangan hakim.

Menurut pendapat M. Rohmawan Kepolisian dapat melaksanakan perannya sebagai mediator dalam proses mediasi penal antara pelaku perkara pidana lalu lintas dan keluarganya. Mediasi penal di sini hanya bersifat

5

(7)

memperingan tuntutan, oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan mediasi beserta kekuatan hukum dari akte kesepakatan hasil mediasi penal, sehingga pelaku tetap dipidana akan tetapi pidananya diperingan.6

Penyelesaian perkara di luar pengadilan terhadap tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi. Pasal 7 ayat (2) menyebutkan bahwa diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a) diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b) bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Diversi menurut Pasal 1 angka (7) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan bahwa diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak

6

Hasil wawancara dengan M. Rohmawan, Penyidik Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

Berdasarkan wawancara dengan Erna Dewi menyatakan bahwa tujuan diversi dalam sistem peradilan pidana tersebut adalah untuk semakin efektifnya perlindungan anak dalam sistem peradilan demin terwujudnya sistem peradilan pidana yang terpadu atau juga bisa jadi pemunduran terhadap nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Pemberlakuan kedua undang-undang tersebut merupakan upaya untuk memenuhi berbagai hak anak yang bermasalah dengan hukum. 7

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia memberikan perhatian secara khusus terhadap anak-anak yang bermasalah dengan hukum, termasuk anak sebagai pelaku tindak pidana lalu lintas, yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang memberikan diversi kepada anak yang bermasalah dengan hukum. Pertimbangan pemberlakuan undang-undang ini adalah anak dipandang bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras, dan seimbang. Untuk melaksanakan pembinaan dan memberikan perlindungan terhadap anak, diperlukan dukungan, baik yang menyangkut

7

(8)

kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih mantap dan memadai.

Berdasarkan wawancara kepada Toni Suherman maka diketahui bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sulit di prediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya mengakibatkan trauma, cidera, ataupun kecacatan tetapi dapat mengakibatkan kematian. Perkara kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan8

Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menganalisis bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan didasarkan pada proses penyelesaian pekara pidana lalu lintas di luar pengadilan yang menjadi penyebab matinya seseorang itu adalah: Pengendara kendaraan yang kurang hati-hati atau lalai, kekurang waspadaan, kurang menggunakan ingatan atau kekilafan atau sekiranya dia tidak waspada, tertib atau kekilafan atau sekiranya dia tidak waspada, tertib atau ingat, peristiwa itu tidak akan terjadi atau dapat dicegah. 9

Penyelesaian perkara pidana lalu lintas yang menyebabkan meninggalnya

8

Hasil wawancara dengan Toni Suherman, Kasubnit I Laka Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

9

Hasil wawancara dengan Toni Suherman, Kasubnit I Laka Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

korban dan penyelesaiannya dilakukan melalui perdamaian antara pihak-pihak yang terlibat, dan perdamaian tersebut dapat diterima kedua belah pihak, namun demikian tidak menghapuskan unsur pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana lalu lintas yang menyebabkan korban meninggal dunia. Artinya dalam perkara pidana lalu lintas oleh anak yang menyebabkan kematian, dapat diselesaikan melalui diversi dengan syarat bahwa perkara pidana tersebut diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Diversi dapat ditempuh melalui perdamaian antara pelaku dan keluarga korban, tetapi apabila diversi tidak tercapai maka proses hukum atas perkara pidana lalu lintas tersebut tetap berjalan seseuai dengan hukum yang berlaku.

B. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penyelesaian Perkara Pidana Lalu Lintas yang Dilakukan Oleh Anak Yang Menyebabkan Kematian

Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak di bawah yang menyebabkan kematian adalah:

1. Faktor penegak hukum

(9)

dalam menangani perkara lalu lintas di seluruh Kota Bandar Lampung.10

Sedangkan berdasarkan wawancara dengan M. Rohmawan diperoleh penjelasan bahwa secara kualitas masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan penyidik Satlantas dalam menerapkan perdamaian dalam penyelesaian perkara pidana lalu lintas. Kepolisian dapat melaksanakan perannya sebagai mediator dalam proses mediasi penal antara pelaku perkara pidana lalu lintas dan keluarganya. 11

Mediasi penal di sini hanya bersifat memperingan tuntutan, oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan mediasi beserta kekuatan hukum dari akte kesepakatan hasil mediasi penal. Jadi pelaku tetap dipidana akan tetapi pidananya diperingan dan dapat dilakukan mediasi di mana korban dapat meminta ganti kerugian kepada pelaku dengan sebuah akta kesepakatan bahwa telah dilakukan pembayaran ganti kerugian kepada korban.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dianalisis bahwa kualitas anggota kepolisian dilihat dari profesionalisme kerja polisi sebagai aparat penegak hukum, yang dituntut untuk melaksanakan tugas-tugasnya secara profesional terutama dalam mempergunakan wewenang diskresi

10

Hasil wawancara dengan Toni Suherman, Kasubnit I Laka Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

11

Hasil wawancara dengan M. Rohmawan, Penyidik Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

yang dimilikinya. Setiap polisi melakukan tugas berdasarkan sumpah jabatan dan berkewajiban untuk melaksanakan profesionalisme kerja secara maskimal. Kuantitas anggota kepolisian dilihat dari idealnya jumlah anggota dalam melakukan pengaturan lalu lintas. Faktor kuantitas anggota polisi yang terbatas ini dapat menghambat pelaksanaan tugas penertiban lalu lintas dan jalan raya. Polisi harus benar-benar mampu menerapkan batasan-batasan dalam diskresi kepolisian, sehingga diskresi yang dilakukan benar-benar demi kepentingan kepentingan tugas-tugas kepolisian dan kepentingan umum, meskipun polisi telah diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil tindakan lain tersebut tetap saja polisi harus bisa untuk mempertanggung jawabkan atas segala tindakan dan keputusan yang telah diambil dalam melaksanakan tugasnya.

2. Faktor masyarakat

Berdasarkan penjelasan Toni Suherman maka diketahui bahwa faktor masyarakat yang menghambat penyelesaian perkara di luar pengadilan terhadap tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak adalah ketidak lengkapan data dan informasi yang disampaikan oleh pelaku dan korban yang terlibat dalam perkara pidana lalu lintas. 12

Menurut penjelasan M. Rohmawan maka diketahui bahwa seharusnya

12

(10)

penyidik selaku mediator mendapatkan data secara lengkap dan terperinci mengenai latar belakang dan fakta pidana lalu lintas. Ketidak lengkapan data tersebut disebabkan oleh kurangnya kesadaran pelaku dan korban bahwa data yang seharusnya diberikan secara lengkap kepada penyidik selaku mediator akan dijaga kerahasiaan dan privasinya, sehingga pelaku dan korban hanya memberikan data yang dianggap tidak berpotensi merugikan pihaknya. 13

Menurut penjelasan Erna Dewi maka diketahui bahwa proses penyelesaian tersebut dilakukan oleh para pihak sendiri karena masing-masing pihak sepakat untuk menyelesaikan tanpa melalui proses yang berbelit-belit dan memakan waktu yang lama, adapun hal ini terjadi karena pengadilan akan mempelajari bukti-bukti yang ada guna mencari kebenaran dan keadilan yang dapat diterima kedua belah pihak tanpa tekanan atau paksaan dari manapun14 Berdasarkan uraian di atas maka dapat dianalisis bahwa tidak lengkapnya data yang diberikan pelaku dan korban akan menghambat pelaksanaan perdamaian, karena dalam waktu tujuh hari setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan, penyidik selaku mediator sudah harus mempelajari dan menghimpun informasi yang

13

Hasil wawancara dengan M. Rohmawan, Penyidik Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

14

Hasil wawancara dengan Erna Dewi, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung. Jumat 28 Agustus 2014

diperlukan, kemudian segera paling lambat pada hari kedelapan mengadakan proses perdamaian. Apabila data yang diberikan tidak lengkap maka pelaksanaan proses perdamaian tidak akan dapat dilaksanakan sesuai dengan jadwal, karena data dan informasi yang bersumber dari pelaku dan korban tersebut selanjutnya akan dibahas pada proses perdamaian melalui tahap penciptaaan forum, yang berisi pernyataan pelaku dan korban, dengar pendapat (hearing); menyampaikan dan klarifikasi informasi.

3. Faktor Kebudayaan

Berdasarkan wawancara kepada Toni Suherman maka diketahui bahwa faktor kebudayaan yang menghambat penyelesaian perkara di luar pengadilan terhadap tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak adalah karakter personal pelaku dan korban serta keluarganya yang tidak mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan atau perdamaian. 15

Menurut penjelasan M. Rohmawan maka diketahui bahwa pada tahap perdamaian terdapat kecenderungan pelaku dan korban serta keluarganya untuk mencari-cari kesalahan dan kelemahan pihak lain dalam proses perdamaian, sehingga perdamaian tidak menemukan titik terang atau

15

(11)

tidak menemukan jalan keluar sebagaimana diharapkan.16

Faktor budaya yang mempengaruhi pelaksanaan diversi adalah nilai-nilai budaya di Indonesia yang

mengedepankan prinsip

kekeluargaan, musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga dalam konteks kecelakaan lalu lintas, faktor budaya ini berpengaruh besar, di mana masyarakat menggunakan nilai-nilai kebudayaan berupa kekeluargaan, musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan perkara lalu lintas. Pada perkembangan selanjutnya, kondisi yang semacam ini akan menyebabkan perdamaian menjadi buntu dan tidak menemukan pemecahan masalah dalam rangka menyelesaikan perselisihan, sehingga perkara pidana lalu lintas pada akhirnya diteruskan pada Pengadilan.

III. Simpulan

1. Penyelesaian tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang menyebabkan kematian dilaksanakan dengan mekanisme hukum pidana yang berlaku melalui proses peradilan, namun demikian pelaku dan keluarga korban dapat menempuh jalur di luar peradilan melalui diversi atau perdamaian, karena pada dasarnya tindak pidana lalu lintas terjadi tanpa kesengajaan. Perdamaian yang dilakukan oleh pelaku dan keluarga korban

16

Hasil wawancara dengan M. Rohmawan, Penyidik Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung. Rabu 26 Agustus 2014

dimediasi oleh Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung tidak menghapuskan unsur pidana dalam perkara lalu lintas yang terjadi.

2. Faktor-faktor yang menghambat penyelesaian tindak pidana lalu lintas yang dilakukan oleh anak yang mengebabkan kematian adalah:

a. Faktor penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya jumlah anggota Satlantas Polresta Bandar Lampung dalam menangani perkara lalu lintas di seluruh Kota Bandar Lampung dan secara kualitas masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan penyidik Satlantas dalam menerapkan perdamaian dalam penyelesaian perkara pidana lalu lintas.

b. Faktor masyarakat, yaitu ketidak lengkapan data dan informasi yang disampaikan oleh pelaku dan korban yang terlibat dalam perkara pidana lalu lintas, sehingga pelaku dan korban hanya memberikan data yang dianggap tidak berpotensi merugikan pihaknya.

c. Faktor Kebudayaan, yaitu karakter personal pelaku, korban dan kleluarganya yang tidak mendukung penyelesaian perkara di luar peradilan atau perdamaian.

Daftar Pustaka

(12)

Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta, 2000.

---Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia.Jakarta. 2001.

Harahap, M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta. 1998.

Kelana, Momo. Hukum Kepolisian. PTIK. Jakarta. 1981.

Lamintang, P.A.F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung. 1996.

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Marpaung, Leden. Proses Penanganan Perkara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta.1992.

Muladi. Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. 1997.

Nawawi Arief, Barda.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti. Bandung, 2003,

---Kebijakan Hukum Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2004

---Mediasi Penal Penyelesaian

Perkara Diluar Pengadilan, Pustaka Magister, Semarang, 2008.

Raharjo, Satjipto. Polisi Pelaku dan Pemikir. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1991.

Reksodiputro, Mardjono. Sistem

Peradilan Pidana Indonesia. Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi. Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta. 1994.

Soekanto, Soerjono. Pengantar

Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983

---Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rineka Cipta.

Jakarta. 1986.

Zulfa, Eva Achjani. Keadilan Restoratif di Indonesia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang Nomor 73

Tahun 1958 tentang

Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

(13)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Referensi

Dokumen terkait

Program Gerak Gempur Bengkel Bersama Industri, Auto Count Sdn Bhd, menggunapakai AutoCount Computerized Accounting diadakan demi meningkatkan kefahaman tentang

Penelitian terdahulu menggunakan sampel yang di didapat dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2010, sedangkan penelitian sekarang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI... PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN

komprehensif yang dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas. dan perencanaan

seirimg waktu apabila tidak diobati Terdeteksi pada pemeriksaan kultur Meningitis virus /meningoens efalitis Normal atau sedikit meningkat Jarang lebih. dari 1000

[r]

Near-term reconstructed nu- clear transfer (NT) embryo-derived en- larged bovine fetus (62.7 kg) and corre- sponding placental tissue produced by embryo microsurgery to introduce

Alat Bantu Produksi Perusahaan Tahu Nigari Ampuh Yang Rusak .. Alat Produksi Perusahaan Tahu Nigari