• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Solidaritas Pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi deskriptif Pada Anggota Lembaga Keuangan Masyarakat Kota (LKMK) Keska Kelurahan Sei Mati, Lingkungan XII Medan Maimun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Solidaritas Pada Masyarakat Marginal di Perkotaan (Studi deskriptif Pada Anggota Lembaga Keuangan Masyarakat Kota (LKMK) Keska Kelurahan Sei Mati, Lingkungan XII Medan Maimun)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi Indonesia sebagai negara berkembang

adalah pertumbuhan dan konsentrasi penduduk di kota-kota besar yang pesat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk Indonesia pada tahun

2010 berjumlah 238.518.800 dan diproyeksikan pada tahun 2015 akan berjumlah

255.461.7000 (Data Statistik Penduduk Indonesia,

49,8 % berada di perkotaan dan 50,2% berada di wilayah pedesaan.

Diproyeksikan penduduk perkotaan akan bertambah menjadi 53,3% pada tahun

2015 dan menjadi 66,6 % pada tahun 2035. Diyakini bahwa urbanisasi menjadi

salah satu penyebab utama pesatnya peningkatan persentase penduduk perkotaan.

Walau proyeksi BPS ini sedikit berbeda dengan prediksi Janianton Damanik yang

memperkirakan pada tahun 2000 bahwa penduduk kota menjadi 66 %(dalam

jurnal Janianton Damanik. 2003. Urbanisasi TanpaTransformasi Sosial Ekonomi?

Hal.1), namun trend peningkatan persentase jumlah penduduk kota di banding

desa diakui oleh kedua pihak. Peningkatan jumlah penduduk perkotaan ini

disebabkan oleh peningkatan fertilitas dan urbanisasi.

Janianton (2003) mengungkapkan bahwa urbanisasi di negara berkembang

seperti halnya Indonesia terjadi karena adanya tekanan perubahan secara

(2)

pertanian langsung menuju kesektor jasa di daerah perkotaan tanpa melalui fase

perkembangan industri manufaktur. Sementara di negara maju pada lain pihak,

urbanisasi terjadi sebagai akibat dari pergeseran struktur mata pencaharian

penduduk dari sektor pertanian di pedesaan ke sektor jasa di kota melalui sektor

industri manufaktur. Di negara berkembang kecepatan urbanisasi lebih tinggi

dibanding ekspansi industri manufaktur. Karakteristik penduduk desa yang datang

ke kota adalah rendahnya tingkat pendidikan, keterampilan serta kemampuan

sosio-ekonomi, sehingga urbanisasi yang terjadi mempengaruhi penurunan

kualitas hidup penduduk perkotaan.

Sejak penduduk pendatang adalah golongan masyarakat yang memiliki

penghasilan rendah, kurang daya keterampilan dan pendidikan, namun

memaksakan diri untuk tinggal di kota maka mereka tinggal berdesakan di

permukiman liar tidak layak huni dan padat penduduk yang kemudian

berkembang menjadi daerah-daerah kumuh (slum) di perkotaan. Penduduk

pendatang ini bukan saja bersaing dengan penduduk pendatang lainnya namun

juga dengan penduduk setempat yang terpinggirkan karena kalah dalam

persaingan ekonomi dan memaksa mereka untuk hidup di wilayah Slum. Slum

area secara umum dicirikan dengan dihuni oleh jumlah penduduk yang padat,

dihuni oleh pengangguran, warga miskin dan berpenghasilan rendah, bangunan

rumah kebanyakan gubug dan semi permanent, lingkungan yang jorok, kotor,

tidak sehat, dan tidak teratur, fasilitas publik sangat tidak memadai dan kondisi

rawan lingkungan fisik, yaitu rawan banjir, sulit sumber air bersih, dan kurang

(3)

Kemiskinan merupakan satu faktor utama munculnya slum area yang

secara mayoritas dihuni oleh penduduk pendatang di perkotaan. Kemiskinan yang

terjadi di pedesaan memaksa penduduk untuk masuk ke wilayah perkotaan untuk

dapat memperbaiki kehidupan mereka. Namun Riskannya Nugroho (2003)

mengungkapkan permasalahan kemiskinan tidak hanya terdapat di pedesaan saja,

karena perkotaan juga mempunyai masalah yang sama. Hal ini dikarenakan

negara Indonesia pada umumnya masih mengalami pembangunan yang tidak

merata serta persoalan keterbelakangan hampir di segala bidang, seperti teknologi,

kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial dan lain

sebagainya (Riant Nugroho Dwijdowijoto, 2003: 45). Kedua kelompok

masyarakat desa dan kota yang mengalami pemiskinan ini masuk ke dalam

wilayah masyarakat marginal.

Data BPS DKI Jakarta menunjukkan hunian kelompok marginal, dimana

luas kawasan kumuh mencapai angka 20.000 Ha atau 35% total kawasan kumuh

Indonesia. (BPS DKI, 2011). Sekretaris Menteri Negara Perumahan Rakyat

(Sesmenpera) Noer Soetrisno mengatakan bahwa jika satu hektar ditempati oleh

sekitar 500 jiwa penduduk Indonesia seperti ditunjukkan oleh data Badan Pusat

Statistik (BPS), maka total 42.500 hektar dikali 500 jiwa jumlahnya 21,25 juta

jiwa atau hampir sekitar 18 persen dari total penduduk Indonesia yang sekitar 120

juta jiwa tinggal di kawasan permukiman kumuh. (dalam AnataraNews.com terbit

31 Desember 2013). Diakses melalui

2014. Pukul 20.30 Wib .

Menurut Sugeng Sarjadi (dalam Justin : 2005) Kelompok marginal

(4)

sehingga tidak mendapat kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan. Pada

umumnya masyarakat marginal ini tinggal di daerah pemukiman kumuh, bantaran

sungai serta jalan kereta api bahkan ada yang bermukim dikolong jembatan pada

daerah perkotaan. Ciri lain dari kehidupan masyarakat marginal adalah timbulnya

ketergantungan yang kuat dari pihak si miskin terhadap kelas sosial-ekonomi di

atasnya. Misalnya antara majikan dan buruh. Buruh tidak mempunyai kemampuan

untuk menetapkan upah, pedagang kecil tidak bisa mendapatkan harga layak atas

barang yang mereka jual, para pemulung tidak bisa menaikan harga barang bekas

meraka. Hal tersebut menjelaskan si miskin tidak dapat berbuat banyak atas

eksploitasi dan proses marginalisasi yang di alami karena mereka tidak memiliki

alternative lain untuk menentukan nasib sendiri kearah yang lebih baik.

Dari pendapat di atas, peneliti melihat paradigma dasar cara melihat

masyarakat marginal, bahwa masyarakat marginal di slum areaumumnya

merupakan masyarakat yang tidak mampu beradaptasi dengan pola kehidupan

kota, namun pada sisi yang lain tidak mau juga kembali ke desa atau berpindah ke

pinggiran kota. Masyarakat kumuh perkotaan ini juga terhimpit dan terisolasi baik

dalam hubungan sosial masyarakat kota maupun terisolasi dalam akses pelayanan

publik perkotaan seperti kesehatan, pendidikan dan juga kelembagaan ekonomi.

Dalam situasi terisolasi itu maka masyarakat marginal di wilayah kumuh

perkotaan membuka public sphere atau ruang publik sendiri yang memunculkan

budaya baru. Budaya baru yang muncul umumnya adalah budaya kemiskinan

termasuk prilaku apatisme, curiga, ketergantungan, rendah diri, orientasi masa

kini, fatalistik dan sulit berintegrasi dengan kehidupan perkotaan. Budaya ini

(5)

pulalah yang menyebabkan kecenderungan disorganisasi kelompok di dalam

masyarakat marginal tersebut karena kurang menyatunya antar individu dalam

kelompok.

Melihat lebih jauh pada level propinsi, maka propinsi Sumatera Utara

memiliki persentase penduduk perkotaan mencapai 49,2 % dan diprediksi akan

menjadi 52,6% pada tahun 2015 (Persentase Penduduk Daerah Perkotaan menurut

Provinsi,

2010-di Sumatera Utara dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 berjumlah

2.121.053. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2000, terjadi pertambahan penduduk

sebesar 216.780 jiwa (11,38%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km²,

kepadatan penduduk mencapai 8.001 jiwa/km² (BPS Kota Medan, 2014).

Peningkatan jumlah penduduk di Medan, dapat dilihat cukup pesat berdasarkan

pernyataan kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota Medan, pada 28

Agustus 2012, dimana jumlah penduduk Kota Medan telah mencapai 2.949.830

jiwaper Agustus 2012

kepadatan penduduk.

Pesatnya pertumbuhan penduduk kota Medan, menyebabkan prasarana

dan infrastruktur juga dibangun dengan cepat. Kegiatan-kegiatan baru

bermunculan dan perlahan-lahan menggeser kegitan tradisional. Rumah-rumah

sederhana berdiri berdesak-desakan di tepi kota, kegiatan industri jasa meningkat

ditengah-tengah kota, pedagang kaki lima menjajakan dagangan di jalan-jalan

serta meningkatnya jumlah angkutan transportasi massal, menyebabkan tapal

(6)

penduduk dari masyarakat pedesaan yang biasa berdiri sendiri mulai pindah ke

kota, mengubah kecendrungan sejarah lama yang mempertahankan mereka dalam

keadaan terpencil. Masri (dalam Hernando de Santos, 1991: 3-8).

Salah satu konsentrasi masyarakat marginal dan pemukimannya di Kota

Medan berada di Kecamatan Medan Maimon tepatnya di Kelurahan Sei-Mati. Di

kelurahan ini keberadaan masyarakat marginal dapat dilihat dengan mudah,

dimana berdasarkan pra-observasi yang dilakukan peneliti muncul beberapa

indikator masyarakat marginal, diantaranya; di kelurahan ini sudah banyak berdiri

pemukiman liar warga di lahan milik swasta yang sewaktu-waktu dapat digusur,

rendahnya pendapatan per-keluarga, minimnya sarana dan prasarana yang

dimiliki, kebersihan lingkungan tidak terjaga, merupakan daerah rawan banjir

dikarenakan pemukiman warga berdiri di bantaran sungai, sektor ekonomi

masyarakat bergerak dibidang ekonomi informal, produk kerajinan tidak dapat

bersaing di pasar dikarenakan rendah modal dan SDM, sarat dengan

masalah-masalah sosial (kejahatan, terlantarnya anak-anak, kemiskinan, obat-obatan

terlarang, alkoholisme, dan gelandangan) serta rawan pemanfaatan kepentingan

politik oleh berbagai oknum.

Dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat Sei-Mati terlihat kegiatan

rutin masyarakat dalam mempererat diri antar masyarakat dan kepada

Tuhan-Nya.Solidaritas sosial-agama terdapat pada acara-acara seperti pernikahan salah

seorang masyarakat dan kemalangan seperti sakit dan kematian. Sedangkan sosial

ekonomi mengarah kepada suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara

sosial. Seseorang dalam posisi tertentu memiliki kedudukan yang lebih tinggi atau

(7)

kesulitan ekonomi seperti kekurangan modal, memberi pinjaman, membantu

kebutuhan ekonomi, saling membantu dalam urusan keamanan lingkungan,

mendirikan rumah, dan lain sebagainya.

Solidaritas sosial-keagamaan dan sosial-ekonomi serta keberadaannya

didalam masyarakat sering dijumpai baik dalam kehidupan sehari-hari maupun

dalam berkelompok. Sementara solidaritas sosial ekonomi lainnya dapat ditelaah

dari tumbuhnya Lembaga Keuangan yang berdiri di tengah masyarakat Sei-Mati,

dimana masyarakat sebagai anggota kelompok tersebut dapat bekerja sama

dengan yang lainnya mengatasi masalah sosial ekonomi melalui sektor ekonomi

informal yang terbentuk dari Lembaga Keuangan tersebut berupa kerajinan keset

kaki untuk para ibu-ibu. Selain memberdayaan ibu-ibu lembaga keuangan ini juga

memilliki program bimbingan belajar bagi anak-anak agar dapat mengurangi

waktu bermain anak-anak, mengurangi anak-anak turun kejalan menjadi

peminta-minta atau pengamen jalanan, serta penyalahan gunaan narkoba.

Phenomena solidaritas masyarakat marginal di kelurahan Sei-Mati baik

dari solidaritas sosial maupun ekonomi tentu saja menarik untuk ditelaah lebih

lanjut. Masyarakat yang memiliki keberagaman latar belakang termasuk etnisitas,

memiliki rasa solidaritas yang tinggi antar warganya, walaupun mereka berada di

tengah-tengah himpitan ekonomi dan masalah sosial yang tinggi. Mereka masih

memiliki empati dan solidaritas yang bisa di katakan baik. Situasi ini menjadi

anomali dari paradigma dasar masyarakat marginal yang berada dipemukiman

(8)

masyarakat tersebut.Hal itu juga yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti

lebih lanjut proses dan bentuk solidaritas yang terbentuk di masyarakat Kelurahan

Sei-Mati baik dalam sosial–agama maupun sosial-ekonomikhususnya menelaah

solidaritas kelompok masyarakat di kelompok Lembaga Keuangan Masyarakat

Kota (LKMK) dalam pemberdayaan masyarakat Sei-Mati.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah bentuk solidaritas sosial yang terjadi pada masyarakat

marginal di Kelurahan Sei-Mati, Kecamatan Medan Maimon, Kota

Medan?

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi terjadinya solidaritas sosial

di masyarakat khususnya pada kelompok Lembaga Keuangan

Masyarakat Kota (LKMK) dalam pemberdayaan masyarakat

Sei-Matidi Kelurahan Sei-Mati,Kecamatan Medan Maimon, Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan yang

diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui solidaritas sosial yang terjadi pada masyarakat

(9)

2. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

solidaritas sosial di Masyarakat Marginal khususnya di Kelurahan Sei

Mati.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan dapat diperoleh dari hasil penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan konstribusi

baik secara langsung ataupun tidak langsung bagi kepustakaan

Departemen Sosiologi khususnya untuk menambah kajian tentang

Pengembangan Masyarakat serta Sosiologi Perkotaan, dan

Kependudukan.

2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan

kemampuan penulis dalam membuat suatu karya ilmiah dan dapat

menjadi bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya, serta diharapkan

dapat memberikan sumbangan kepada pemerintah untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik.

1.5. Definisi Konsep

Dalam penelitian ilmiah, disamping berfungsi untuk memfokuskan dan

mempermudah suatau penelitian, konsep juga berfungsi sebagai panduan yang

nantinya digunakan peneliti untuk menindak lanjuti sebuah kasus yang di teliti

(10)

penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini,

antara lain adalah :

1. Solidaritas sosial

Durkheim menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu

keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan

pada kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman

emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan

antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam

kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang

hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan

melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan

antar mereka. Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim

melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana

menuju masyarakat modern.

Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat

perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat

adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki

bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial

pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan

bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat modern

mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan

bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu:

(11)

Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap

individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi,

melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi, masing-masing

individu diserap dalam kepribadian kolektif.

b. Solidaritas sosial organik

Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan

kompleksitas dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan

sosial. Durkheim merumuskan gejala pembagian kerja sebagai

manifestasi dan konsekuensi perubahan dalam nilai-nilai sosial yang

bersifat umum.

2. Masyarakat Marginal

Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah

sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar

interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok

tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan

hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Umumnya, istilah

masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup

bersama dalam satu komunitas yang teratur.

Masyarakat marginal adalah kelompok masyarakat yang tersisih

atau disisihkan dari pembangunan, sehingga tidak mendapat

kesempatan untuk menikmati indahnya pembangunan, dan biasanya

lebih dekenal di kalangan umum,masyarakat marginal adalah

(12)

sehingga biasanya masyarakat marginal pun sering mendapatkan

tindak kekerasan dari elemen masyarakat lainnya dan juga sering

mendapatkan kekerasan sistematik yang di lakukan oleh negara

(penguasa).

3. Perkotaan

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community.

Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat

kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan

masyarakat pedesaan.

Kota merupakan kawasan pemukiman yang secara fisik

ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata

ruangnya dan memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan

warganya secara mandiri. Pengertian kota sebagaimana yang

diterapkan ditown dan city dalam

merupakan satuan administrasi negara di baw

dibedakan secara kontras dari

ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum.

Desa atau kampung didominasi oleh lahan terbuka bukan pemukiman.

4. Kelompok Sosial

Kelompok merupakan konsep yang sangat umum dipakai dalam

(13)

manusia yang memiliki syarat-syarat tertentu, dengan kata lain tidak

semua pengumpulan manusia dapat disebut sebagai kelompok.

5. LKMK Keska

Merupakan Lembaga keuangan masyarakat kota yang hadir

ditengah masyarkat dalam meringankan masalah sosial ekonomi dan

masalah sosial lainnya, seperti pemberdayaan ibu-ibu dan anak-anak di

Referensi

Dokumen terkait

Tiadanya tokoh Islam dari Indonesia di tingkat internasional dan minimnya pengaruh Islam Indonesia dalam pergaulan global inilah di antaranya yang menyebabkan umat Islam dari

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN.

In our study we classified grassland vegetation types of an alkali landscape (Eastern Hungary), using different image classification methods for hyperspectral data.. Our aim was to

INDIKATOR KINERJA RSUD WALUYO JATI KRAKSAAN YANG. MENGACU PADA TUJUAN DAN

The final image corresponds to a slanted slice of the original object hyperspectral cube (mid- dle), and there is no wavelength dependent spatial shift on the recorded image

1) Pengetahuan tentang perilaku di sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila keempat Pancasila dalamlambang negara Garuda Pancasila 2) Pengetahuan

The use of a “double - extraction” technique which combines an NMF-SBSS algorithm to isolate the soil spectra and a PLSR model to predict the clay content over

a) Jika terdapat peserta yang mengundurkan diri, maka peserta yang akan berhenti tersebut wajib untuk mencari pengganti dan dikenai biaya administrasi 10% dari