• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lampiran 40. Prosiding Semnas STKIP PGRI Lamongan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Lampiran 40. Prosiding Semnas STKIP PGRI Lamongan"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 ii

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era

Revolusi Industri 4.0

Lamongan, 13 Agustus 2018 Di Aula STKIP PGRI Lamongan

Penerbit:

(4)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 iii

SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0

©STKIP PGRI Lamongan ISBN: 978-602-73955-3-4

Pelindung :Ketua STKIP PGRI Lamongan

Pembina : 1. Dr. Sutarum, M.Si (Wakil Ketua I STKIP PGRI Lamongan) 2. Dr. Ahmad Sidi, M.Si (Wakil Ketua II STKIP PGRI Lamongan) Penanggungjawab : 1. Hadi Suryanto, ST., M.Pd (Ketua P3M)

2. Dra. Ninies Eryadini, M.Pd (Kaprodi Pendidikan Ekonomi) 3. Nur Fithriya Wijiastutik, S.Pd., M.Pd (Kaprodi PPKn)

Ketua Panitia : Dr. Abd. Ghofur, S.Pd., M.Pd

Sekretaris : Durrotun Nafisah,S.Pd., M.Pd

Reviewer:

Dr. Askuri, MA (ICRS UGM Yogyakarta, Universitas ‘Aisyiah Yogyakarta) Dr. Yetursance Y. Manafe, MT (Universitas Nusa Cendana Kupang, NTT) Dra. Ratna Nurdiana, MM (STKIP PGRI Lamongan)

Hurip Tjahjono, SH., MH (Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Kabupaten Lamongan)

Editor:

Hadi Suryanto, ST., M.Pd

Yayuk Chayatun Machsunah, S.Sos., M.Pd Nur Fithriya Wijiastutik, S.Pd., M.Pd Ety Youhanita, S.Pd., M.Pd

Layout Setting:

Kuswanto S.Kom., MM

Imam Syafi’i, S.Sos

Cetakan : Kesatu, Agustus 2018

Penerbit:

STKIP PGRI Lamongan

(5)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 iv KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Ridlo-Nya, sehingga memudahkan setiap proses aktivitas dalam kegiatan Seminar Nasional Pendidikan dengan teman “Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0” ini menjadi lancar dan sukses.

Era revolusi industri telah memasuki generasi keempat. Sejarah mencatat revolusi industri dimulai dari industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga industri 4.0 kini. Fase industri merupakan real change dari perubahan yang ada. Menurut beberapa ahli industri 1.0 ditandai dengan mekanisasi produksi untuk menunjang efektifitas dan efisiensi aktivitas manusia, industri 2.0 dicirikan oleh produksi massal dan standarisasi mutu, industri 3.0 ditandai dengan penyesuaian massal dan fleksibilitas manufaktur berbasis otomasi dan robot. Industri 4.0 selanjutnya hadir menggantikan industri 3.0 yang ditandai dengan cyber fisik dan kolaborasi manufaktur.

Perkembangan era industri tersebut secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap bagaimana konsep pendidikan harus diterapkan. Hal yang paling nyata terlihat adalah banyaknya aktivitas dilakukan dengan teknologi digital. Revolusi digital dan era disrupsi teknologi adalah istilah lain dari industri 4.0. Disebut revolusi digital karena terjadinya proliferasikomputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Industri 4.0 dikatakan era disrupsi teknologi karena otomatisasi dan konektivitas di sebuah bidang akan membuat pergerakan dunia industri dan persaingan kerja menjadi tidak linear. Salah satu karakteristik unik dari industri 4.0 adalah pengaplikasian kecerdasan buatan atau artificial intelligence. Salah satu bentuk pengaplikasian tersebut adalah penggunaan robot untuk menggantikan tenaga manusia sehingga lebih murah, efektif, dan efisien.

Perkembangan revolusi industri 4.0 ini tidak akan bisa dielakkan, termasuk dalam dunia pendidikan. Jika tidak disikapi dengan bijak, peran guru lambat laun akan tergantikan oleh teknologi digital, tentu saja profesi guru akan semakin terancam menghilang. Oleh karena itu inovasi pendidikan ini penting agar mampu bersaing dan bersinergi dengan perkembangan teknologi informasi. Apalagi Indonesia juga diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2030-2040, yaitu penduduk dengan usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan penduduk non produktif. Jumlah penduduk usia produktif diperkirakan mencapai 64% dari total penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 297 juta jiwa. Oleh sebab itu, banyaknya penduduk dengan usia produktif harus diikuti oleh peningkatan kualitas, baik dari sisi pendidikan, keterampilan, dan kemampuan bersaing di pasar tenaga kerja.

Prosiding ini berisi kumpulan artikel ilmiah yang telah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pendidikan pada tanggal 13 Agustus 2018 di STKIP PGRI Lamongan.

(6)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 v DAFTAR ISI

Sampul i

Halaman Judul ii

Balik Halaman Judul iii

Kata Pengantar iv

Daftar isi v

Template Penulisan vii

Artikel Narasumber

Persepsi Guru dalam Pola Integrasi Islam dalam Pendidikan Sains di Sekolah-sekolah Islam;

Askuri, Joel C. Kuipers

1-12

Penerapan Pembelajaran Collaborative Experential Learning pada Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran;

Yetursance Y. Manafe

13-22

IndustrialRevolution 4.0 and The Education Concept In The Digital Era;

Ratna Nurdiana

23-28

Artikel Presenter

Pengembangan Media Visual pada Mata Pelajaran PPKn; Ety Youhanita, Abd. Ghofur

29-39

Pengaruh Pengalaman Kewirausahaan terhadap Sikap Kewirausahaan Mahasiswa STKIP PGRI Lamongan;

Evi Aulia Rachma

40-49

The Influence of Teacher Competence on Learning Achievement of SMK

PGRI 3 Lamongan Students;

Kuswanto

50-55

Strategi Pembelajaran pada Mata Kuliah Kewirausahaan di Perguruan Tinggi;

Yayuk Chayatun Machsunah

56-69

Inovasi Pembelajaran untuk Memberi Makna Serta Mengubah Perilaku dan Daya Pikir Peserta Didik;

Ahmad Sidi

(7)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 vi Analisis Produktivitas Pengrajin terhadap Tingkat Pendapatan Pengrajin

Anyaman Bambu;

Vita Lidyawati, Ratna Nurdiana, Ninies Eryadini, Abd. Ghofur

82-87

Penggunaan “SIKU” Sistem Informasi Keuangan Dalam Manajemen Keuangan Di Lembaga PAUD IT Cendekia Lamongan;

Desinta Prasetia Nesti, Ratna Nurdiana, Ninies Eryadini, Abd. Ghofur

88-92

Penerapan Metode Demonstrasi Dengan “Kartu Aksi” dalam Meningkatkan Kemampuan Menyusun Laporan Keuangan;

Sri Utami, Ratna Nurdiana, Ninies Eryadini, Abd. Ghofur

93-97

Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya Terhadap Motivasi Bekerja Remaja; Nurul Mustofa, Ratna Nurdiana, Ninies Eryadini, Abd. Ghofur

98-103

Penggunaan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Kemampuan Menganalisis Materi Peran Serta Dalam Organisasi;

Nur Fadilah, Sutarum, Ninies Eryadini, Nur Fithria Wiji Astutik

104-110

Pengaruh Penggunaaan Media Sosial Terhadap Karakter Santun Remaja Di Dusun Ngelo Desa Menongo Kecamatan Sukodadi;

Meilani Dwi Anggraini, Sutarum, Ninies Eryadini, Nur Fithria Wiji Astutik

111-120

Penggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Kemampuan Mengimplementasi Materi persamaan Kedudukan Warga Negara;

Wahyu Rohmah Yussita, Sutarum, Ninies Eryadini, Ety Youhanita

121-128

Korelasi Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan Perilaku Belajar Anak;

Setiyowati Mahardika, Sutarum, Ninies Eryadini, Ety Youhanita

129-139

Hubungan Antara Kompetensi Guru Sertifikasi Dengan Kualitas Pendidikan Karakter Siswa;

Ririn Ismawati, Endah Yuliani, Abd. Ghofur, Hadi Suryanto

140-148

Pengaruh Full Day School Terhadap Motivasi Belajar Siswa;

Fitri Imro’atus Solihah, H. Ahmad Sidi, Abd. Ghofur 149-153

Pengaruh Kondisi Sosial Ekonomi Orangtua Terhadap Keterampilan Afektif Siswa;

Avita Maya, Endah Yuliani, Abd. Ghofur, Yayuk Chayatun Machsunah

154-159

Pengaruh Status Sosial Orangtua Terhadap Prestasi Anak;

Zuhrotul Habibah, Endah Yuliani, Abd. Ghofur, Yayuk Chayatun Machsunah

160-166

Korelasi Antara Konformitas Teman Sebaya Terhadap Kemandirian Belajar Siswa;

Silvi Ana Suvlah, H. Ahmad Sidi, Abd. Ghofur, Nur Fithria Wiji Astutik

(8)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 vii Penerapan Media Gambar Terhadap Kemampuan Bercerita Mata Pelajaran

PKN;

Ani Trisnawati, H. Ahmad Sidi, Abd. Ghofur, Hadi Suryanto

173-178

Pengaruh Pembelajaran Outdor Terhadap Kreativitas Siswa; Dewi Hartatik, H. Ahmad Sidi, Abd. Ghofur, Hadi Suryanto

(9)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 viii

Petunjuk Penulisan Artikel

PROSIDING SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN

TAHUN 2018 STKIP PGRI LAMONGAN

Ketentuan Umum

1. Naskah yang dimaksud dalam pedoman ini adalah artikel hasil penelitian maupun kajian konseptual bidang pendidikan.

2. Penulis naskah wajib membuat dan menandatangani surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa naskah yang ditulis merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan di media lain.

3. Naskah akan melalui proses review tim ahli, oleh karena itu harus dikirim via online:

https://docs.google.com/forms/d/1MWnfX_CThPv8Cs10qonZab1v_aY3npte_f60vggR W HE/edit?usp=drive_web

Ketentuan Penulisan Naskah

1. Bahasa yang digunakan dalam penulisan naskah adalah Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.

2. Naskah diketik di atas kertas A4 dengan margin kiri 4 cm, margin atas, bawah dan kanan 3 cm, menggunakan tipe huruf Times New Roman, ukuran huruf 12, dan spasi 1.

3. Panjang manuskrip ilmiah hendaknya tak lebih dari 4000 kata atau kurang lebih 10-12 halaman, termasuk gambar, grafik atau tabel

4. Sistematika Penulisan:

a. JUDUL [Times New Roman 14 bold]

Penulisan judul menggunakan kalimat singkat, namun cukup untuk menggambarkan isi (substansi) naskah secara keseluruhan. Judul tulisan berbahasa Indonesia terdiri dari maksimal 14 kata, sedangkan apabila berbahasa Inggris terdiri dari maksimal 12 kata.

b. Nama Penulis [Times New Roman 12 bold]

Nama penulis dicantumkan tanpa gelar, kemudian disertai alamat korespondensi (instansi), dan alamat surat elektronik (email). Apabila terdapat lebih dari satu penulis maka dituliskan seperti penulis Utama. Untuk penulis utama harap menyertakan nomor HP yang bisa dihubungi.

c. ABSTRAK dan Kata Kunci [Times New Roman 10 bold]

Abstrak terdiri dari maksimal 200 kata. Abstrak mencerminkan permasalahan, tujuan, metode penelitian, hasil dan saran. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, menggunakan huruf jenis Times New Roman ukuran 10, spasi 1. Kata kunci disusun secara alfabetis, mencerminkan kandungan esensi artikel, dibuat sejumlah 3-5 kata/frase.

d. LATAR BELAKANG / PENDAHULUAN [Times New Roman 12 bold]

(10)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 ix

hasil kajian konseptual. Pada bagian ini berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian, yang semuanya dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan persentase 15-20% dari keseluruhan artikel. Tinjauan pustaka yang relevan dan pengembangan hipotesis (jika ada) dimasukkan dalam bagian ini. [Times New Roman, 12, normal].

e. METODE [Times New Roman 12 bold]

Metode menjelaskan paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata dilakukan peneliti, dengan persentase 10-15% [Times New Roman, 12, normal].

f. HASIL dan PEMBAHASAN [Times New Roman 12 bold]

Hasil penelitian berisi paparan hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian, sedangkan pembahasan berisi pemaknaan hasil dan perbandingan dengan teori dan/atau hasil penelitian sejenis, dengan persentase 40-60% dari keseluruhan artikel); Kemungkinan tindak lanjut kegiatan dapat juga disampaikan pada bagian ini Hasil penelitian dapat dilengkapi dengan tabel 1 (bukan tabel berikut: ), grafik/gambar 1 (bukan grafik/gambar berikut: ) , dan/atau bagan 1 (bukan bagan berikut: ). [Times New Roman, 12, normal].

Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)

g. KESIMPULAN [Times New Roman 12 bold]

Berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, yang disajikan dalam bentuk paragraf . Saran dapat disampaikan pada bagian ini [Times New Roman, 12, normal].

h. Daftar Pustaka.

(11)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 x Rujukan Buku:

Ghofur, A. & Marzoan. 2016. Strategi Pembelajaran Berbasis ICT: Teori dan Aplikasi. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya.

Rujukan Artikel dalam Buku Kumpulan Artikel

Margono. 2008. Manajemen Jurnal Ilmiah. Dalam M.G Waseso & A. Saukah (Eds.),

Menerbitkan Jurnal Ilmiah (hlm. 46-50). Malang: UMM Press.

Rujukan Berupa Buku yang Ada Editornya

Rusli, Marah. 2005. Sosiologi Pendidikan: Kajian Berdasarkan Teori Integritas Mikro- Makro (Arnaldi. S Ed.) Malang: UMM Press.

Rujukan dari Buku yang Berasal dari Perpustakaan Elektronik

Dealey, C. 1998. The Care of Wounds: A Guide for Nurses. Oxford: Blackwell Science. Dari NetLibrary, (Online), (http://netlibrary.com), diakses 26 Agustus 2012.

Rujukan dari Artikel dalam Internet Berbasis Jurnal Tercetak

Mappiare-AT, A., Ibrahim, A.S. & Sudjiono. 2009. Budaya Komunikasi Remaja-Pelajar di Tiga Kota Metropolitan Pantai Indonesia. Jurnal Ilmu Pendidikan, (Online), 16 (1): 12-21, (http://www.umm.ac.id) diakses 28 Oktober 2009

Rujukan dari Artikel dalam Jurnal dari CD-ROM

Krashen, S., Long, M. & Scarcella, R. 2007. Age, Rate and Evantual Attainment in Second Language Acquisition. TESOL Quarterly, 13: 543-567 (CD-ROM: TESOL Quarterly- Digital, 2007).

Rujukan Artikel dalam Jurnal atau Majalah:

Ghofur, A., Br, N. R., & Achmad, A. K. (2017). Instructional Management Strategy : A Multi-Sites Study on Science Teaching for Islamic School. Journal of Educational Science and Technology, 3(3), 211–217

Buku Terjemahan:

Habermas , Jurgen. 2007. Teori Tindakan Komunikatif II: Kritik atas Rasio Fungsionaris. Terjemahan oleh Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Rujukan dari Dokumen Resmi Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga tersebut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UURI No. 20 Tahun 2003 dan Peraturan

Pelaksanaannya. 2003. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Rujukan dari Koran tanpa penulis

Jawa Pos, 27 Mei 2015. “Komitmen Mendikbud Segarkan Pramuka”. Halaman 3.

Rujukan dari Internet:

(12)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 xi Rujukan Berupa Skripsi, Tesis, atau Disertasi.

Mulyana, Yoyo. 2000. Keefektifan Model Mengajar Respons Pembaca dalam Pengajaran Pengkajian Puisi. Disertasi tidak Diterbitkan. Bandung: Fakultas Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia.

Musaffak. 2013. Peningkatan Kemampuan Membaca Kritis dengan Menggunakan Metode Mind Mapping. Tesis tidak Diterbitkan. Malang: PPs UM.

5. Pustaka acuan yang digunakan adalah maksimal 10 tahun terakhir dengan jumlah minimal 10 buah dan minimal 50 % diantaranya berasal dari jurnal ilmiah.

6. Redaktur berhak mengubah tulisan pada naskah sepanjang tidak mempengaruhi materi atau isi pokok pembahasan.

7. Segala sesuatu yang menyangkut perizinan pengutipan atau penggunaan

(13)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 xii ARTIKEL HASIL PENELITIAN

JUDUL DITULIS DENGAN

FONT TIMES NEW ROMAN 14 CETAK TEBAL

(MAKSIMUM 14 KATA)

Penulis11), Penulis22) dst. [Font Times New Roman 12, tanpa gelar dan Tidak Boleh Disingkat]

1Nama Institusi (penulis 1, times new roman 11)

email: penulis [email protected] (times new roman 11)

2Nama Institusi (penulis 1, times new roman 11)

email: penulis [email protected] (times new roman 11)

ABSTRAK [Times New Roman 10, bahasa Indonesia]

Abstrak ditulis dalam bahasa indonesia berisikan tujuan penelitian, metode/pendekatan penelitian dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. (Times New Roman 10, spasi tunggal).

Kata kunci: 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New Roman 10, spasi tunggal].

ABSTRACT [Times New Roman 10, bahasa Inggris]

Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris yang berisikan tujuan penelitian, metode/pendekatan penelitian dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. (Times New Roman 10, spasi tunggal).

Keywords: 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New Roman 10, spasi tunggal]

LATAR BELAKANG / PENDAHULUAN [Times New Roman 12 bold]

Latarbelakang untuk jenis naskah berisi hasil penelitian, dan Pendahuluan untuk naskah hasil kajian konseptual. Pada bagian ini berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian, yang semuanya dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan persentase 15-20% dari keseluruhan artikel. Tinjauan pustaka yang relevan dan pengembangan hipotesis (jika ada) dimasukkan dalam bagian ini. [Times New Roman, 12, normal].

METODE

Metode menjelaskan paparan dalam bentuk paragraf tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data yang secara nyata dilakukan peneliti, dengan persentase 10-15% [Times New Roman, 12, normal].

HASIL DAN PEMBAHASAN

(14)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 xiii Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)

KESIMPULAN

Berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, yang disajikan dalam bentuk paragraf . Saran dapat disampaikan pada bagian ini [Times New Roman, 12, normal].

DAFTAR PUSTAKA

Penulisan pustaka hanya yang disitasi hanya dalam naskah ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku:

Ghofur, A. & Marzoan. 2016. Strategi Pembelajaran Berbasis ICT: Teori dan Aplikasi. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya.

Buku kumpulan artikel:

Wahyono, P & Sugiarti (Eds.). 2013. Pencerahan Pendidikan Masa Depan. Malang: UMM Press

Artikel dalam buku kumpulan artikel:

Bezooijen, R. V. 2002. Aesthetic evaluation of Dutch: Comparison across dialects, accents and languages. Dalam D. Long, & D. R. Preston (Eds.), Handbook of perceptual dialectology (Vol. 2, hlm. 13-30). Amsterdam and Philadelphia: Benjamins.

Artikel dalam jurnal atau majalah:

Ghofur, A., Br, N. R., & Achmad, A. K. (2017). Instructional Management Strategy : A Multi-Sites Study on Science Teaching for Islamic School, Journal of Educational Science and Technology, 3(3), 211–217

Dokumen resmi:

(15)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 xiv

JUDUL DITULIS DENGAN

FONT TIMES NEW ROMAN

14 CETAK TEBAL

(MAKSIMUM 14 KATA)

Penulis11), Penulis22) dst. [Font Times New Roman 12, tanpa gelar dan Tidak Boleh Disingkat]

1Nama Institusi (penulis 1, times new roman 11)

email: penulis [email protected] (times new roman 11)

2Nama Institusi (penulis 1, times new roman 11)

email: penulis [email protected] (times new roman 11)

ABSTRAK [Times New Roman 10, bahasa Indonesia]

Abstrak ditulis dalam bahasa indonesia berisikan tujuan penelitian, metode/pendekatan penelitian dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. (Times New Roman 10, spasi tunggal).

Kata kunci: 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New Roman 10, spasi tunggal].

ABSTRACT [Times New Roman 10, bahasa Inggris]

Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris yang berisikan tujuan penelitian, metode/pendekatan penelitian dan hasil penelitian. Abstrak ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. (Times New Roman 10, spasi tunggal).

Keywords: 3-5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Times New Roman 10, spasi tunggal]

PENDAHULUAN [Times New Roman 12 bold]

Pada bagian ini berisi latar belakang, konteks tulisan, hasil kajian pustaka, dan tujuan penelitian, yang semuanya dipaparkan secara terintegrasi dalam bentuk paragraf-paragraf, dengan persentase 15-20% dari keseluruhan artikel. [Times New Roman, 12, normal].

PEMBAHASAN

(16)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 xv Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)

PENUTUP

Berisi temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan, yang disajikan dalam bentuk paragraf . Saran dapat disampaikan pada bagian ini [Times New Roman, 12, normal].

DAFTAR PUSTAKA

Penulisan pustaka hanya yang disitasi hanya dalam naskah ini dan diurutkan secara alfabetis dan kronologis.

Buku:

Ghofur, A. & Marzoan. 2016. Strategi Pembelajaran Berbasis ICT: Teori dan Aplikasi.

Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya.

Buku kumpulan artikel:

Wahyono, P & Sugiarti (Eds.). 2013. Pencerahan Pendidikan Masa Depan. Malang: UMM Press

Artikel dalam buku kumpulan artikel:

Bezooijen, R. V. 2002. Aesthetic evaluation of Dutch: Comparison across dialects, accents and languages. Dalam D. Long, & D. R. Preston (Eds.), Handbook of perceptual dialectology (Vol. 2, hlm. 13-30). Amsterdam and Philadelphia: Benjamins.

Artikel dalam jurnal atau majalah:

Jaber, M., & Hussein, R. 2011. Native speakers’ perception of non-native English speech.

English Language Teaching, 4(4), 77-87.

Dokumen resmi:

(17)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 1

PERSEPSI GURU DALAM POLA INTEGRASI ISLAM

DALAM PENDIDIKAN SAINS DI SEKOLAH-SEKOLAH ISLAM

Askuri1), Joel C. Kuipers2)

1ICRS, UGM Yogyakarta

Email: [email protected]

2George Washington University, USA

Email: [email protected]

ABSTRAK

Di tengah kebangkitan Islam di Indonesia, sekolah-sekolah Islam berupaya membangun pencirian pendidikan sains di sekolah-sekolah Islam. Salah satu pencirian yang diupayakan ialah mengintegrasikan Islam dalam pendidikan sains. Upaya ini disadari urgensinya bagi para guru sains di sekolah-sekolah Islam, tetapi tidak semua bisa mengintegrasikannya beberapa alasan. Secara umum, integrasi Islam dalam pendidikan sains di sekolah-sekolah Islam mengikuti pola hubungan sebagai berikut: (1) pendidikan sains dikontekstualisasikan dengan nilai-nilai agama; (2) pendidikan sains harus bersumber pada nilai-nilai Islam; dan (3) pendidikan sains dan pendidikan agama tidak saling terkait dan diajarkan secara terpisah. Akan tetapi, hal ini perlu kearifan tersendiri demi meningkatnya literasi sains di kalangan siswa Muslim.

Kata Kunci: Pendidikan sains, integrasi Islam, sekolah Islam

ABSTRACT

In the midst of the rise of Islam in Indonesia, Islamic schools are trying to establish the characterization of science education in Islamic schools. One of the characteristics sought is to integrate Islam in science education. This urgency is realized for science teachers in Islamic schools, but not all of them can integrate several reasons. In general, the integration of Islam in science education in Islamic schools follows the pattern of relationships as follows: (1) science education is contextualized with religious values; (2) science education must be based on Islamic values; and (3) science education and religious education are not interrelated and taught separately. However, this needs special wisdom for increasing scientific literacy among Muslim students.

Keywords: Science education, Islamic integration, Islamic schools

PENDAHULUAN

Baru-baru ini wacana sains di negeri ini dihebohkan oleh sebuah kekonyolan klasik yang dikemas secara ilmiah: Kaum Bumi Datar (Flat Earth Society). Komunitas ini mengkampanyekan keya-kinan mereka bahwa keyakeya-kinan sains selama ini bahwa bumi itu bulat hanyalah sebuah ilusi dan kebohongan. Citra satelit yang menampakkan bumi ini bulat hanyalah rekayasa dan konspirasi.

Kelompok ini bahkan memperkuat keyakinan mereka dengan dalil-dalil agama dari ayat suci: Dan Kami telah menghamparkan bumi, dan kami

pancangkan padanya gunung-gunung,

serta kami tumbuhkan di sana segala

sesuatu menurut ukuran (al-Quran, 15: 19).

(18)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 2 facebook-nya secara nyinyir tentang

adanya guru yang mengajarkan konsep bumi datar di sekolah tempat anaknya belajar. Meskipun tulisan tersebut hanya sebuah kesalahpahaman, yang menarik ialah bahwa tulisan itu menuai komentar secara luas di media sosial: sebagian besar memperolok Kaum Bumi Datar sebagai kaum yang tenggelam dalam kebodohan, serta pembelaan mereka terhadap Islam, bahwa ayat al-Quran yang mereka jadikan pembenar keyakinan Kaum Bumi Datar sesungguhnya keliru dan cenderung dipelintir secara sembarangan, karena ajaran Islam yang benar sesuai dengan temuan-temuan sains modern. Memang, al-Quran tidak secara tegas menjelaskan bahwa bumi ini bulat, tetapi ribuan tahun yang lalu ilmuwan Muslim al-Biruni sudah memastikan bahwa bumi ini bulat. Bahkan. Al-Biruni sudah memperkirakan keliling lingkar bumi secara akurat sepanjang 40.075 kilometer, hampir sama persis dengan perhitungan sains modern.1 Banyak blog juga melakukan pembelaan al-Quran dan kebenaran sains: kata-kata yang dipakai untuk menjelaskan bumi

1 Sumber elektronik:

https://news.detik.com/infografis/d-3582575/al-

biruni-mengukur-bulatnya- bumi?_ga=2.73407506.1698056745.1502527184-1114782173.1461130959

dalam al-Quran bertendensi bahwa bentuk bumi adalah bulat.2

Pembelaan terhadap dalil-dalil kea-gamaan yang dipelintir oleh Kaum Bumi Datar menarik untuk dicermati, karena sebagai negeri Muslim terbesar di dunia, Indonesia saat ini sedang mengalami kebangkitan Islam yang berjalan beri-ringan dengan modernitas (Hefner, 2000). Pertumbuhan ini berbeda dengan kemajuan modernisasi di Barat yang sejalan dengan ide-ide sekular (Wuthnow, 1988). Di Indonesia, masyarakat Muslim yang semakin terdidik dan makmur justru menjadi semakin tampak saleh. Masya-rakat sipil Muslim di Indonesia justru menopang sistem demokrasi (Hefner, 2000). Pertumbuhan ekonomi Islam juga sejalan dengan globalisasi dan ekonomi pasar (Rudnyckyj, 2009). Pertumbuhan kelas menengah Muslim di Indonesia juga menopang politik Islam yang moderat dan toleran [(Koentowijoyo, 1985) (Nakamura, 1993) (Ramage, 1995)]. Hampir semua

segment kehidupan Muslim mengalami partum-buhan yang sejalan dengan ajaran dan tradisi Islam: etos ekonomi Islam (Rudnyckyj, 2009); jilbab [ (Brenner, 2005) (Smith-Hefner, 2007)]; literasi Quran (Gade, 1999 ); civil Islam (Hefner, 2000); politik Islam [ (Liddle, 1996)

2 Salah satunya ialah Blog Al-Habib:

(19)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 3

(Hefner, 2000) (Effendy, 1994) (Baswedan, 2004) (Bruinessen, 2002) (Roy, 2005) (Turmudi & Sihbudi, 2005) (Fananie, et al., 2002) (Zada, 2002)]; hukum Islam (Effendy, 1994); seni islami (Heryanto, 2015); gaya hidup islami (Jones, 2010); dan kelas menengah Muslim [(Nakamura, 1993) (Hefner, 1993) (Koentowijoyo, 1985) (Budiman, 1994) (Ramage, 1995)]. Saat ini, hampir semua isu selalu dikaitkan dengan Islam dan

syari’atnya, seperti kosmetik islami, hotel islami, perbankan syari’ah, investasi syari’ah, dan lain-lain. Bahkan, sesuatu yang sudah islami dicarikan konek-tivitasnya dengan sesuatu yang lebih

syar’i, seperti hijab syar’i.

Di tengah gelombang islamisasi yang menggelora di kalangan kelas menengah Muslim di Indonesia, ada satu hal yang terlewatkan: Literasi Sains. Padahal, literasi sains merupakan salah satu instrumen dalam ilmu pengetahuan modern. Di tengah semangat Muslim Indonesia menjalankan spirit keagamaan dalam modernisasi, literasi sains di negeri ini masih menduduki level terendah. Dalam penilaian Trends International Mathematics and Science Study (TIMMS), siswa Indonesia menempati peringkat 45 dari 50 negara di bidang matematika, dan peringkat 45 dari 48 negara (Harian Kompas, 2016). Sementara dalam penilaian Programme International Student

Assessment (PISA), siswa Indonesia menempati peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara berturut-turut dalam bidang sains, membaca, dan matematika (Iswadi, 2015).

Dengan 88% penduduk Muslim di Indonesia, maka rendahnya literasi sains banyak terjadi di kalangan anak-anak Muslim. Memang, ada banyak faktor yang berpengaruh pada rendahnya literasi sains di Indonesia. Ummat Islam di Indonesia mewarisi ajaran tasawuf dengan pende-katan Imam Ghazali yang terkenal dengan dikotomi ilmu agama yang fardlu ‘ain (wajib bagi setiap Muslim) dan ilmu keduniaan yang bersifat fardlu kifayah

(20)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 4

integrasi, sebagaimana para ilmuwan Muslim pada abad pertengahan.

Saat ini, negara telah memberlakukan kurikulum 2013, yang membuka seluas mungkin partisipasi civil society untuk memberi warna bagi pembelajaran sains, termasuk spirit keagamaan, dengan menegaskan kompe-tensi inti yang pertama: sikap keagamaan. Tentunya, hal ini semakin membuka peluang integrasi Islam ke dalam pembelajaran sains. Organisasi-organisasi Islam yang menyelenggarakan pendidikan, seperti halnya NU dan Muhammadiyah, sejak lama menginginkan adanya integrasi Islam dalam pembelajaran sains. Bahkan, saat ini semakin banyak sekolah Islam yang mempromosikan diri sebagai sekolah yang mengintegrasikan Islam dan sains dengan nama “Sekolah Islam Terpadu”. Artikel ini akan mengulas bagaimana model integrasi Islam dalam pendidikan sains di sekolah-sekolah Islam melalui persepsi para guru sains yang diformulasikan dari riset lapangan.

FRAMEWORK DAN METODE RISET

Dengan merujuk pada sejarah Islam abad pertengahan yang dipenuhi dengan banyak penemuan sains yang menjadi dasar bagi perkembangan sains modern, rendahnya literasi sains di Dunia Islam merupakan sebuah keprihatinan bagi masyarakat sipil Muslim di Indonesia yang

memiliki kontribusi besar dalam pendidikan: pesantren dan sekolah-sekolah Islam. Mereka telah lama bereksperimen dalam dialektika Islam dan sains melalui pendidikan. Sayyed Hossein Nasr (tanpa tahun) mengkategorikan 3 pendekatan yang digunakan di Dunia Islam dalam dialektika Islam dan sains modern, yaitu: (1) Islam dan sains merupakan dua domain yang berbeda, sehingga tidak ada konflik di antara keduanya, dan tidak perlu integrasi di antara keduanya; (2) Sains merupakan sebuah ethical project, sehingga setiap projek sains harus disesuaikan dengan ajaran Islam; dan (3) Sains merupakan aktivitas sosial-budaya yang diadopsi masyarakat Barat dari kebudayaan Muslim di abad pertengahan dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga ummat Islam seharusnya cukup mengadopsi sains Barat dan menye-suaikannya dengan konteks kultural Muslim di berbagai negara.

Dengan merujuk pada pendekatan Nasr sebagai framework, riset ini mencoba menelusuri persepsi para guru sains tentang integrasi Islam dalam pendidikan sains di sekolah Islam. Serangkaian wawancara mendalam dilakukan dengan guru sains di 18 sekolah Islam di Yogyakarta, Malang, dan Lamongan.3

(21)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 5 Peluang Besar Integrasi Islam dalam

Pendidikan Sains

Reformasi pasca-Orde Baru ternyata menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Keberhasilan demokrasi di Indonesia menjadikan negara menjadi lebih soft daripada sebelumnya. Dalam konteks pendidikan, negara telah lama memberlakukan kurikulum 2006, sebuah kurikulum yang berbasis pada tingkat satuan pendidikan. Artinya, inovasi lokal dari setiap sekolah sesungguhnya sangat diharapkan. Kini, negara membuka lebih luas lagi partisipasi masyarakat dalam kurikulum pendidikan melalui kurikulum 2013. Kebijakan kurikulum, baik 2006 maupun 2013, sesungguhnya membawa peluang besar bagi integrasi Islam dalam pendidikan sains. Di dalamnya terdapat 4 kompetensi inti: sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Melalui kompetensi inti sikap spiritual itu sesungguhnya terdapat peluang integrasi Islam dalam berbagai bidang pelajaran, termasuk sains (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2017).

Muhammadiyah Yogyakarta; MTs Negeri 9 Bantul; SMP PIRI 1 Yogyakarta. LAMONGAN: SMP Empat Lima Babat; SMP Muhammadiyah 1 Babat; MTs Maslahul Huda; MTs Putra Putri; MTs

Muhammadiyah 15; MTs Miftahul Jinan. MALANG: MTs Al-Ittihad Malang; SMP NU AL-Hikmah Malang; SMP Muhammadiyah 06 Dau; SMP Muhammadiyah 08 Batu; MTs Sunan Kalijogo Malang; MTs Negeri Lawang Malang.

(22)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 6

Di samping itu, dukungan struktural bagi sekolah-sekolah swasta Islam juga sangat kuat mendorong integrasi Islam di sekolah. Keputusan muktamar Muham-madiyah, misalnya, menetapkan visi

pendidikan Muhammadiyah ialah “Terben -tuknya manusia pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia, berkemajuan dan unggul dalam IPTEKS sebagai

perwujudan tadjid dakwah amar ma’ruf nahi munkar” (Muktamar Muhammadiyah,

2010). Sementara Muktamar NU mengamanatkan visi Nahdlatul Ulama dalam dunia pendidikan (dasar dan menengah) pada kurun tahun 2015-2026

adalah “Mewujudkan Pendidikan yang

Unggul untuk Membentuk Manusia Berkepribadian Indonesia dan Berdaya

Saing Internasional”, dimana salah satu

prinsipnya ialah penguatan pendidikan

karakter Ahlussunnah wal Jama’ah

(Muktamar NU, 2015). Kedua organisasi Islam tersebut merupakan representasi ummat Islam Indonesia, dan memberikan dukungan penuh pada integrasi Islam dalam lingkungan pendidikan yang dimilikinya, tentunya termasuk pendidikan sains.

Kesadaran Integrasi Besar, Miskin

Pelaksanaan

Secara garis besar, semua guru menyadari bahwa sains sangat terkait erat dengan Islam. Mereka percaya bahwa

ajaran Islam banyak mengandung fakta-fakta sains yang telah dibuktikan oleh sains modern, baik dalam ayat al-Quran maupun sunnah Nabi.4 Di samping itu, mereka juga menyadari bahwa sejarah Islam telah menyumbang penemuan sains yang menjadi dasar bagi sains modern.5 Kesadaran itu mereka dapatkan dari kajian-kajian keislaman,6 buku-buku,7 dan

4 Wawancara dengan Rani Farikah,

Guru Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta; Yudhi Wiyoko, Guru Sains di MTs

Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta; Zulisti

Sudarojah, Guru Sains di MTs Negeri 9 Bantul; Sholihah, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 1 Babat; Novi Artika Fitriani, Guru Sains di MTs Putra Putri; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Nurul Proklamasinta, Guru Sains di MTs Negeri Lawang Malang; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu

5 Wawancara dengan Sri Jumaini,

Guru Sains di MTs As-Salafiyyah Mlangi; Fitriati Asri Hastusi, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta; Yudhi Wiyoko,

Guru Sains di MTs Mu’allimin Muhammadiyah

Yogyakarta; Nanik Faridah, Guru Sains di MTs Muhammadiyah 15; Atik Tri Isdarwati, Guru Sains di MTs Miftahul Jinan; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Noor Hadi, Guru Sains di MTs Sunan Kalijogo Malang

6 Wawancara dengan Sri Jumaini, Guru

Sains di MTs As-Salafiyyah Mlangi; Fitriati Asri Hastusi, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta; Rani Farikah, Guru Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta; Yudhi Wiyoko, Guru

Sains di MTs Mu’allimin Muhammadiyah

Yogyakarta; Zulisti Sudarojah, Guru Sains di MTs Negeri 9 Bantul; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu

7 Wawancara dengan Yudhi Wiyoko, Guru

Sains di MTs Mu’allimin Muhammadiyah

(23)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 7

artikel-artikel di internet.8 Mereka juga menyadari bahwa sains yang diajarkan di sekolah selama ini tidak mengandung muatan agama sama sekali.9 Belum ada satupun buku pelajaran sains yang menghubungkan teori-teori sains dengan ajaran Islam,10 dan hal itu tidak mereka dapatkan di bangku kuliah.11

Dengan menyelami dinamika psikologis siswa SMP di usia 12 - 15 tahun, mereka menyadari bahwa nilai-nilai agama perlu diintegrasikan dalam pengajaran sains, misalnya organ-organ reproduksi dalam pelajaran biologi, sehingga agama bisa memberikan arahan

8 Wawancara dengan Sholihah, Guru Sains

di SMP Muhammadiyah 1 Babat; Novi Artika Fitriani, Guru Sains di MTs Putra Putri; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Nurul Proklamasinta, Guru Sains di MTs Negeri Lawang Malang

9 Wawancara dengan Fitriati Asri Hastusi,

Guru Sains di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta; Atik Tri Isdarwati, Guru Sains di MTs Miftahul Jinan; Yudhi Wiyoko, Guru Sains di MTs Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta; Andita Ike, Guru Sains di SMP Empat Lima Babat; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu; Novi Artika Fitriani, Guru Sains di MTs Putra Putri; Latri, Guru Sains di SMP PIRI 1 Yogyakarta; Sholihah, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 1 Babat

10 Wawancara dengan Nurul

Proklamasinta, Guru Sains di MTs Negeri Lawang Malang; Zulisti Sudarojah, Guru Sains di MTs Negeri 9 Bantul; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Sri Jumaini, Guru Sains di MTs As-Salafiyyah Mlangi; Zuliyatin, Guru Sains di MTs Maslakul Huda; Rani Farikah, Guru Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta

11 Wawancara dengan Nanik Eka

Prasetyaningrum, Guru Sains di SMP NU AL-Hikmah Malang; Nanik Faridah, Guru Sains di MTs Muhammadiyah 15; Noor Hadi, Guru Sains di MTs Sunan Kalijogo Malang

tentang hal-hal yang dilarang agama.12 Dengan tekanan kurikulum 2013 yang memberlakukan secara eksplisit kompe-tensi inti sikap spiritual, mereka juga menyadari perlunya integrasi Islam dalam pembelajaran sains, misalnya tata surya dan garis edarnya sudah dijelaskan dalam al-Quran jauh sebelum ditemukannya sains modern, sehingga siswa bisa memahami kebesaran Tuhan dan semakin meyakini kebenaran al-Quran karena telah dibuktikan oleh sains modern.13 Input siswa yang menunjukkan tingginya tingkat literasi al-Quran juga menyadarkan mereka tentang pentingnya integrasi Islam dalam pengajaran sains, misalnya hafalan ayat-ayat al-Quran yang mengandung tema-tema sains.14 Identitas sebagai sekolah Islam yang seharusnya memiliki ciri khas keislaman juga mendorong kesadaran

12 Wawancara dengan Rani Farikah, Guru

Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta; Zulisti Sudarojah, Guru Sains di MTs Negeri 9 Bantul; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu

13 Wawancara dengan Zulisti Sudarojah,

Guru Sains di MTs Negeri 9 Bantul; Indria Prihatining Putri, Guru Sains di MTs Al-Ittihad Malang; Sri Jumaini, Guru Sains di MTs As-Salafiyyah Mlangi; Zuliyatin, Guru Sains di MTs Maslakul Huda; Rani Farikah, Guru Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta; Andita Ike, Guru Sains di SMP Empat Lima Babat; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu; Novi Artika Fitriani, Guru Sains di MTs Putra Putri

14 Di Malang terdapat sebuah pesantren

yang mengajarkan hafalan al-Quran secara tematik, salah satunya ialah tema sains

(24)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 8

mereka tentang perlunya integrasi Islam dalam pendidikan sains.15

Akan tetapi, kesadaran integrasi Islam dalam pembelajaran sains, sebagaimana telah dieksplorasi oleh beberapa guru di atas, tidak serta-merta mendorong para guru mengembangkan praktik integrasi Islam dalam pendidikan sains dalam kelas-kelas mereka. Setidaknya, ada 3 pola yang berkembang di kalangan para guru dalam memposisikan Islam dalam pendidikan sains. Pertama, model dialogis-kontekstual, yaitu bahwa fakta-fakta sains didialogkan dan dikontekstualisasikan dengan ajaran Islam. Meskipun dilakukan secara sporadis, spontan, tak terstruktur, dan sangat tergantung pada kemauan guru, hal ini ternyata mendorong diskusi yang seru di antara beberapa siswa. Dalam tema tata surya, misalnya, guru mengintroduksi konsep heliosentris (matahari sebagai pusat yang dikelilingi oleh planet-planet) yang dikontekstualisasikan dengan al-Quran Surah Yasin ayat 38, sehingga memicu diskusi beberapa siswa yang berasal dari pesantren. Tafsir ayat tersebut,

wa al-syamsu tajri li mustaqarrin laha

(dan matahari berjalan di tempat peredarannya), bagi siswa yang berasal

15Wawancara dengan Fitriati Asri Hastusi,

Guru Sains di SMP Muhammadiyah 3 Yogyakarta;

Yudhi Wiyoko, Guru Sains di MTs Mu’allimin

Muhammadiyah Yogyakarta; Wulan, Guru Sains di SMP Muhammadiyah 08 Batu

dari pesantren, justru menegaskan bahwa matahari yang beredar mengelilingi bumi (mirip konsep geosentris). Dengan keterbatasan pengetahuan tafsir, guru hanya menengahi bahwa sains yang ditemukan manusia baru sebatas heliosentris, sehingga hamba yang beriman harus terus mengeksplorasi alam semesta ini.16 Dalam tema reproduksi, misalnya, seringkali terjadi diskusi yang seru di antara para siswa, disertai dengan beberapa celotehan yang vulgar. Guru biasanya menggunakan video dari Harun Yahya17 untuk menjelaskan terjadinya proses pembuahan. Sebagai salah satu bentuk pendidikan seks, tentunya dalam hal ini disisipkan pesan-pesan keagamaan, tanpa dibumbui dengan ayat-ayat yang menjelaskan proses pembuahan karena keterbatasan pengetahuan guru.18 Di samping itu, tradisi lokal keagamaan juga kadang digunakan untuk menghafal beberapa konsep sains, seperti tradisi

syi’iran yang berkembang di kalangan

Nahdlatul Ulama.19 Salah satu hal yang menarik dalam konteks dialogis ini ialah

16 Wawancara dengan Nurul

Proklamasinta, Guru Sains di MTs Negeri Lawang Malang

17 Ada banyak kritik dialamatkan kepada

Harun Yahya dengan videonya yang menolak teori evolusi Darwin, sehingga karya-karyanya dianggap sebagai pseudoscience

18 Wawancara dengan Wulan, Guru Sains

di SMP Muhammadiyah 08 Batu; Rani Farikah, Guru Sains di SMP Ali Maksum Krapyak Yogyakarta

19 Wawancara dengan Zulisti Sudarojah,

(25)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 9

kecenderungan labelisasi ayat terhadap beberapa fakta sains. Ketika para guru sains diundang dalam sebuah workshop dan diminta untuk mengintegrasikan Islam dalam beberapa materi pembelajaran sains, mereka dengan mudah menemukan ayat-ayat yang terkait dengan tema sains yang diajarkan melalui internet. Tentunya, hal ini merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi otoritas klasik dalam tafsir al-Quran. Seorang kyai muda di Yogyakarta yang sekaligus pemilik yayasan MTs Salafiyah (salah satu mitra dalam riset ini) menyampaikan pesan: guru sains agar tidak menggunakan ayat-ayat al-Quran dalam pengajaran sains tanpa pengetahuan yang memadai tentang tafsir al-Quran.20

Kedua, model ideologis, yaitu bahwa pendidikan sains harus bersumber pada nilai-nilai Islam. Pola yang dikembangkan

di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah

ini terlembaga melalui kerjasama sekolah dengan penggagas Trensains, Agus Purwanto, penulis buku Ayat-Ayat Semesta. Dasar pemikiran model ideologis ini ialah bahwa kaum Muslim harus membangun epistemologi serta teori ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Quran dan Hadits (Ummatun, et al., 2015). Di dalam al-Quran terdapat lebih dari 800 ayat yang mengandung potensi sains yang perlu diekplorasi oleh ummat Islam

20 Wawancara dengan Sri Jumaini, Guru

Sains di MTs As-Salafiyyah Mlangi

(Purwanto, 2012). Akan tetapi, hal ini merupakan sebuah proses panjang, dan belum ada hasil nyata dari proses ini.

Ketiga, model independen, yaitu bahwa pendidikan sains dan Islam tidak saling terkait dan diajarkan secara terpisah. Model ini merupakan kecenderungan umum yang berlaku di sekolah-sekolah Islam pada umumnya. Oleh karena guru sains sudah terspesialisasi, mereka merasa tidak mampu menghubungkan pendidikan sains dengan agama, karena kewenangan pengajaran agama sudah menjadi tanggung jawab guru agama.21

Diskusi dan Kesimpulan

Cara kerja para guru sains dalam workshop yang cukup membuka laptop dan mencari ayat-ayat al-Quran yang kontekstual dengan materi pembelajaran sains merupakan sebuah representasi dari cara baru di dunia Islam yang disebut dengan objektivikasi pengetahuan Islam (Eickelman & Piscatori, 1996), dimana pengetahuan dan praktik Islam merupakan objek kepentingan bagi sejumlah orang yang kian meningkat jumlahnya. Dengan semakin luasnya pendidikan tinggi dan kebangkitan pasar yang luas bagi buku-buku atau surat kabar Islam yang murah (Atiyeh, 1995) mendorong terjadinya pluralisme wewenang keagamaan. Hal ini

21 Wawancara dengan Latri, Guru Sains di

(26)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 10

jelas berbeda dengan masa lalu ketika pengetahuan Islam dimonopoli oleh sejumlah kecil ulama, sebagaimana direpresentasikan oleh pesan kyai muda terhadap guru sains di sekolahnya agar tidak menggunakan ayat-ayat al-Quran dalam pengajaran sains tanpa pengetahuan yang memadai tentang tafsir al-Quran. Sebagaimana para muballigh yang merakyat [ (Antoun & Hegland, 1987) (Villalón, 1999) (Mardin, 1989)] dan para "intelektual Muslim baru" yang mendapatkan pendidikan sekular [ (Meeker, 1991) (Roy, 1993)] yang bersaing dengan para ulama yang mendapat dukungan negara untuk mendefinisikan Islam, para guru sains juga berpotensi untuk berkontribusi dalam objektivikasi pengetahuan Islam (Eickelman & Piscatori, 1996), terutama dalam mengkontekstualisasikan Islam dalam pendidikan sains.

Dengan akses internet yang semakin mudah dan melimpahnya berbagai referensi yang otoritatif, cara kerja tersebut menjadi pilihan para guru sains untuk mengkontekstualisasikan materi-materi pembelajaran sains dengan ajaran Islam. Dibandingkan dengan datang kepada ahli tafsir untuk meminta petunjuk tentang ayat-ayat sains, mereka lebih memilih untuk mencari tahu sendiri tentang hal itu melalui internet, karena informasi tersebut tersedia secara melimpah. Kalaupun

datang kepada ahli tafsir, mereka belum tentu memahami ayat-ayat sains, karena mereka lebih merujuk pada tafsir-tafsir klasik.

Akan tetapi, langkah mudah untuk kontekstualisasi fakta-fakta sains dengan ayat-ayat al-Quran melalui sumber-sumber dari internet mengandung critical point. Ada kecenderungan labelisasi fakta-fakta sains dalam pembelajaran dengan ayat-ayat al-Quran. Ayat-ayat-ayat al-Quran hanya ditempel di beberapa space yang sesuai dengan tema-tema tertentu dalam pembelajaran sains. Model seperti ini bisa mengandung potensi desakralisasi ayat-ayat al-Quran yang pada gilirannya menyebabkan kegaduhan baru: teori-teori sains bersifat temporer yang setiap saat bisa digugat kebenarannya dengan teori-teori sains yang baru. Jika sebuah teori-teori sains dilabeli dengan ayat-ayat al-Quran yang bersifat sakral dan abadi, maka dikhawatirkan akan mendelegitimasi kebenaran ayat-ayat al-Quran. Walaupun sebenarnya hal ini bisa masuk dalam perdebatan tafsir, bagi masyarakat awam bisa menimbulkan kegaduhan yang berkepanjangan.

DAFTAR PUSTAKA

(27)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 11 Atiyeh, G. N., 1995. The Book in the Islamic

World: The Written Word and Communication in the Middle East. New York: State University of New York Press.

Augustin, F. X. et al., 2011. Values, Dreams, Ideals: Muslim Youth in Southeast Asia, Surveys in Indonesia and Malaysia, Jakarta: Goethe Institut, Frederich Naumann Stiftung, Fur Die Freiheit.

Baswedan, A. R., 2004. Political Islam in Indonesia: Present and Future Trajectory. Asian Survey,

September/October 2004, Volume 44, pp. 669-690.

Brenner, S. A., 2005. Islam and Gender Politics in Late New Order Indonesia. In: Spirited Politics: Religion and Public Life in Contemporary Southeast Asia. Ithaca, NY: Cornell University, South East Asia Program

Publications., pp. 93-118.

Bruinessen, M. v., 2002. Genealogies of Islamic radicalism in post-Suharto Indonesia. South East Asia Research, Volume 10, pp. 117-154.

Budiman, A., 1994. From Lower to Middle Class: Political Activites Before and After 1988. In: Democracy in Indonesia 1950s and 1990s.

Melbourne: Centre of Southeast Asian Studies Monash University, pp. 289-235.

Effendy, B., 1994. Islam and the State: The Transformation of Islamic Political Ideas and Practices in Indonesia. Ohio: The Ohio State University.

Eickelman, D. F. & Piscatori, J., 1996. Muslim Politics. Princeton: Princeton

University Press.

Fananie, Z., Sabardilla, A. & Purwanto, D., 2002. Radikalisme Keagamaan dan Perubahan Sosial. Surakarta: Muuhammadiyah University Press.

Gade, A. M., 1999 . An Envy of Goodness: Learning to Recite the Qur'an in Modern Indonesia. Chicago, Illinois : The University of Chicago.

Harian Kompas, 2016. Daya Imajinasi Siswa Lemah, Jakarta: Harian Kompas. Hefner, R. W., 1993. Islam, State, and Civil

Society: ICMI and the Struggle for the Indonesian Middle Class. Indonesia, Volume 56, pp. 1-35.

Hefner, R. W., 2000. Civil Islam: Muslims and Democratization in Indonesia.

Pinceton : Princeton University Press.

Hefner, R. W., 2000. Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal, Kapitalisme, dan Demokrasi. Yogyakarta: LKIS.

Heryanto, A., 2015. Identitas dan Kenikmatan: Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Iswadi, H., 2015. Universitas Surabaya. [Online]

[Accessed 11 Agustus 2017].

Jones, C., 2010. Images of Desire: Creating Virtue and Value in an Indonesian Islamic Lifestyle Magazine. Journal of Middle East Women's Studies,

6(Marketing Muslim Woman), pp. 91-117.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2017. Dinamika Perkembangan Kurikulum 2013. Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Koentowijoyo, 1985. Muslim Kelas Menengah Indonesia 1910-1950: Sebuah

Pencarian Identitas. Prisma, Volume 11, pp. 35-51.

(28)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 12 The Journal of Asian Studies, August,

Volume 55, pp. 613-634.

Mardin, S., 1989. Religion and Social Change in Modern Turkey: The Case of Bediuzzaman Said Nursi. s.l.:Suny Series in North Eastern Studies.

Meeker, M., 1991. The new Muslim

intellectuals in the Republic of Turkey. In: Islam in Modern Turkey: Religion, Politics and Literature in a Secular State. London: Tauris, pp. 189-219. Muktamar Muhammadiyah, 2010. Tanfidz

Keputusan Muktamar Satu Abad

Muhammadiyah. Yogyakarta:

Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Muktamar NU, 2015. Hasil-Hasil Muktamar NU ke-33. Jombang: Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.

Nakamura, M., 1993. The Emergence of Islamizing Middle Class and the Dialectics of Political Islam in the New Order of Indonesia: Prelude to Formation of the ICMI. s.l.,

Unpublished paper.

Purwanto, A., 2012. Nalar Ayat-Ayat Semesta. Bandung: Mizan.

Ramage, D. E., 1995. Politics in Indonesia: Democracy, Islam and the Ideology of Tolerance. London and New York: Routledge.

Roy, O., 1993. The Failure of Political Islam. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Roy, O., 2005. Genealogi Islam Radikal. Yogyakarta: Genta Press.

Rudnyckyj, D., 2009. Market Islam in Indonesia. The Journal of the Royal Anthropological Institute, Vol. 15,

Islam, Politics, Anthropology (2009), pp. S183-S201, 15(Islam, Politics, Anthropology), pp. S183-S201.

Smith-Hefner, N. J., 2007. Javanese Women and the Veil in Post-Soeharto Indonesia. The Journal of Asian Studies, May, Volume 66, pp. 389-420.

Turmudi, E. & Sihbudi, R., 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.

Ummatun, N., Sudarno Shobron & Syamsul Hidayat, 2015. Pemikiran Islamisasi Ilmu Pengetahuan Agus Purwanto dalam Buku Ayat-Ayat Semesta dan Nalar Ayat-Ayat Semesta. Naskah Publikasi.

Villalón, L. A., 1999. Generational Changes, Political Stagnation, and the Evolving Dynamics of Religion and Politics in Senegal. Africa Today, Summer-Autumn, 46(Islam in Afrika), pp. 129-147.

Weber, M., 2005 [1930]. Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. London: Routledge.

Wuthnow, R., 1988. The Restructuring of American Religion: Society and Faith Since World War II. Princeton: Princeton University Press.

(29)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 13

PENERAPAN PEMBELAJARAN

COLLABORATIVE EXPERENTIAL

LEARNING

PADA MATA KULIAH PERENCANAAN

PEMBELAJARAN

Yetursance Y. Manafe

Program Studi Pendidikan Teknik Elektro, PTK FKIP, Universitas Nusa Cendana Email: [email protected],

ABSTRAK

Penerapan pembelajaran Collaborative Experiential Learning pada Mata Kuliah Perencanaan Pembelajaran dalam penelitian ini untuk memadukan antara prinsip belajar kolaboratif dengan pembelajaran yang berbasis pengalaman langsung dengan melibatkan mahasiswa sebagai pelaku utama pembelajaran sedangkan dosen berperan sebagai fasilitator. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada perubahan pada hasil belajar mahasiswa pada semester IV yang mengambil mata kuliah Perencanaan Pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subyek penelitian adalah mahasiswa semester IV pada Program Studi Pendidikan Teknik Elektro FKIP Universitas Nusa Cendana (Undana) berjumlah 32 orang tahun ajaran Genap 2017/2018. Prosedur pelaksanaan tindakan meliputi: tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, tahap refleksi. Hasil dari penelitian diperoleh peningkatan hasil belajar dibandingkan sebelum penerapan pembelajaran Collaborative Experiential Learning, yaitu SIKLUS I yang belum tuntas 19 orang atau 59,37% dan SIKLUS II yang tuntas dengan kualitas sangat baik ada 5 orang atau 15,63% dari 100% yang tuntas. Selain peningkatan hasil belajar, dengan penerapan pembelajaran Collaborative Experiential Learning

mahasiswa menjadi jauh lebih aktif, menjadi lebih menghargai pendapat rekan kelompoknya maupun dengan kelompok lain pada saat diskusi. Sehingga dapat disimpulkan dengan penerapan pembelajaran Collaborative Experiential Learning dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dan juga keaktifan dalam kolaborasi pada mata kuliah Perencanaan Pembelajaran.

Kata kunci : Collaborative, Experiential Learning, Perencanaan Pembelajaran

ABSTRACT

The application of Collaborative Experiential Learning in the Learning Planning Course in this study is to integrate the principles of collaborative learning with direct experience-based learning by involving students as the main actors of learning while the lecturers act as facilitators. The purpose of this study was to see whether there were changes in student learning outcomes in the fourth semester taking the Learning Planning course. This type of research is classroom action research. The research subjects were fourth semester students in the Electrical Engineering Education Study Program at the University of Nusa Cendana (Undana) FKIP totaling 32 students in the even 2017/2018 school year. Procedures for implementing actions include: planning stage, action stage, observation stage, reflection stage. The results of the study obtained an increase in learning outcomes compared to before the application of Collaborative Experiential Learning, namely unfinished CYCLE I 19 people or 59.37% and complete CYCLE II with very good quality there were 5 people or 15.63% of the complete 100% . In addition to improving learning outcomes, with the application of Collaborative Experiential Learning, students become much more active, becoming more appreciative of the opinions of their group colleagues and other groups during the discussion. So it can be concluded that the application of Collaborative Experiential Learning can improve student learning outcomes and also activeness in collaboration in Learning Planning courses.

Keywords: Collaborative, Experiential Learning, Learning Planning

PENDAHULUAN

Perencanaan Pembelajaran sebagai salah satu mata kuliah dasar keahlian

(30)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 14

holistik. Untuk melakukan suatu perencanaan diperlukan tahapan-tahapan diawali dengan melakukan analisis tujuan dan karakterisitik isi mata kuliah, langkah berikut adalah tahapan: untuk mengetahui apa yang dipelajari mahasiswa apakah berupa: fakta, konsep, prosedur atau prinsip, selanjutnya analisis sumber belajar untuk mengetahui sumber belajar apa yang tersedia dan dapat digunakan untuk menyampaikan isi pembelajaran. Untuk memahami dengan baik perencanaan pembelajaran maka analisis terhadap karakteristik mahasiswa juga sangat diperlukan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan mahasiswa, diantaranya : bakat, kematangan tingkat berpikir, motivasi dan kemampuan awal dimana hasil akhir dari tahapan ini adalah pengelompokkan karakteristik siswa. Analisis dilakukan pula pada menetapkan tujuan dan isi pembelajaran sehingga hasil dari langkah ini daftar yang memuat rumusan tujuan khusus pembelajaran (tujuan belajar) dan tipe serta struktur isi yang akan dipelajari untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Setelah menetapkan tujuan pembelajaran langkah berikut adalah menetapkan stategi pengorganisasian, menetapkan strategi penyamapain, menetapkan strategi penge-lolaan, selanjutnya melakukan pmgem-bangan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. (Degeng, 2013). Oleh

karena kompleksnya analisis yang harus dilakukan, maka mahasiswa seringkali melakukan perencanaan terutama mengkasilkan perangkat pembelajaran masih banyak terdapat langkah-langkah yang terabaikan. Ini dapat dilihat dari produk perangkat yang dihasilkan untuk dipraktekan pada SMK yang ada di kota Kupang 71,87% dari 32 mahasiswa Pendidikan Teknik Elektro Undana yang ditugaskan untuk melakukan observasi awal mereka tidak melakukan analisis terhadap karakter peserta didik, tidak melakukan penetapan strategi pengor-ganisasian pembelajaran secara baik, semnetara menurut Reigeluth, Bunderson, dan Merill (1977) sebagai structural strategy yang mengacu pada cara untuk membuat urutan (sequencing) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep-konsep, prosedur-prosedur atau prinsip-prinsip yang berkaitan. Sequencing penting karena ia akan menunjukkan urutan-urutan yang perlu diikuti dalam mempelajari isi-isi suatu mata kuliah, langkah yang juga diabaikan adalah analisis karakteristik mata kuliah, sehingga kalau berhasil melakukan pengor-ganisasian isi, namun pengorpengor-ganisasian tidak berpijak pada struktur isi mata kuliah.

(31)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 15

semester IV tahun ajaran 2017/2018 yang mengambil mata kuliah Perencanaan Pembelajaran, belum menunjukkan hasil maksimal dimana keadaan ini terlihat dari analisis terkait langkah-langkah peren-canaan yang seharusnya dilakukan 90,62% masih dominan menghasilakn perangkat pembelajaran tanpa melakukan tahapan analisis perencanaan pembelajaran. Mengingat prosedur perencanaan pembe-lajaran yang membutuhkan pengamatan langsung terhadap kondisi peserta didik maka diperlukan penerapan pembelajaran yang melibatkan mahasiswa dalam pengamatan langsung.

Salah satu strategi belajar yang telah dikembangkan untuk membantu maha-siswa melakukan perencanaan pembe-lajaran dengan baik adalah pembepembe-lajaran Experiential Learning. David Kolb (1983), pengarang teks klasik, Experiential Learning, meringkas konsep terkait pembelajaran experiential learning dengan kata-kata yang terkenal, “Pembelajaran adalah proses di mana pengetahuan diciptakan melalui trans-formasi

pengalaman.”

Selain belajar berdasarkan penga-laman, salah satu tuntutan pembe-lajaran zaman sekarang adalah belajar kolaborasi. Mengapa hal ini menjadi hal yang penting karena dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi kecenderungan yang terjadi dalam generasi era big data

adalah arus informasi dan komunikasi yang sangat mudah diakses, media sosial menjadi bagian penting dalam gaya hidup namua kehilangan sikap kepedualian dengan sesama. Tingkat individualisme nejadi tinggi dan kerjasama menjadi tergerus sementara dilain pihak mereka diprediksi akan mempunyai peluang kerja yang sangat tinggi menjelang tahun 2020. Untuk menyikapi hal ini salah satu faktor yang diperlukan adalah belajar harus berkolaborasi. Kecakapan hidup (life skills) perlu diberikan kepada pebelajar sejak awal atau sedini mungkin untuk menyikapi tantangan individualisme yang terjadi pada era big data dengan pesatnya informasi dan komunikasi. Latihan hidup bersama dengan orang lain atau aktivitas bersama, yaitu melalui situasi atau lingkungan belajar kolaborasi. Kerja kolaborasi adalah suatu proses kerjasama yang dilakukan oleh baik antar individu maupun antar kelompok, yang saling penuh perhatian dan penghargaan sesama anggota untuk mencapai tujuan bersama (Setyosari, 2009).

METODE PENELITIAN

Pembelajaran Collaborative

(32)

Prosiding Semnas Pendidikan: Inovasi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0 16

belajar secara aktif menemukan informasi secara bersama terkait pemahaman isi materi serta mempraktekannya secara prosedural, posisi dosen dalam hal ini bertindak sebagai fasilitator yaitu memberikan dukungan kearah hasil yang harapkan (Panitz, 1996). Sejalan dengan apa yang diungkapkan Panitz, konsep kolaboratif oleh Dillenbourg (1999) demikian, belajar secara kolaborasi atau collaborative learning merupakan sebuah situasi dimana dua orang atau lebih belajar tentang sesuatu secara bersama-sama, yang dapat diinterpretasikan sebagai sebuah kelompok kecil, atau sebuah komunitas, pembelajaran dengan menyelesaikan suatu permasalahan, dan sebagai bentuk interaksi, berhadapan muka, atau usaha untuk bekerjasama.

Mengacu pada pendapat Dillenbourg (1999), bahwa proses pembelajaran kolaboratif didasari pada pembentukan kelompok dimana siswa dapat bekerja secara bersama-sama dalam kelompok yang dibentuk.

Pembelajaran Experiential Learning

Pembelajaran eksperiensial dida-sarkan pada harapan bahwa dengan menerapkan Pembelajaran eksperiensial peserta didik memiliki pengingatan, pemahaman, dan penerapan. Dimana diharapkan peserta didik perlu memproses lebih dari sekedar fakta-fakta dan konsep untuk bisa termotivasi agar belajar menjadi

efektif, untuk mengidentifikasi apa yang perlu dilakukan, dan untuk menggu-nakannya secara konsisten, maka peserta didik harus mengalaminya. Pendidikan yang efektif adalah yang sekaligus abstrak dan kongkrit. Jean Piaget, mengatakan bahwa dengan belajar dari kenyataan atau kondisi nyata menyebabkan mereka menjadi mampu berpikir secara abstrak. Sayangnya banyak pembelajar yang memaknai bahwa perubahan kapasitas mental ini berarti bahwa pengalaman pembelajaran konkrit bisa di batasi. Justru sebaliknya belajar dengan pengalaman langsung semestinya berlangsung sepan-jang rentangkehidupan seseorang. Sebagai contoh pebelajar akan memahami konsep-konsep manajeman dalam proyek pembe-lajaran dengan cara terbaik apabila mereka benar-benar mengelola proyek pembe-lajaran tersebut.

John Dewey (1938), penulis Experience and Education. Dewey dalam tulisannya paham bahwa jika hanya sekedar memiliki pengalaman, itu tidaklah berarti sama dengan belajar darinya. Tindakan dan pikiran harus dihubungkan. Sudah sejak tahun 1916, ia

menge-mukakan, “Berpikir adalah usaha yang

Gambar

Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)
Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)
tabel berikut: ), grafik/gambar 1 (bukan grafik/gambar berikut: ) , dan/atau bagan 1 (bukan
Gambar 1. Nama gambar (contoh gambar 1)
+7

Referensi

Dokumen terkait