• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergilus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergilus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Biaya dan Penerimaan

Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomis yang diperlukan yang

tidak dapat dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan

sesuatu produk. Biaya bagi perusahaan adalah nilai dari faktor-faktor produksi

yang digunakan untuk menghasilkan output (Budiono, 1990). Lipsey et al., (1995)

mendefinisikan pengeluaran atau biaya bagi perusahaan adalah sebagai nilai input

yang digunakan untuk memproduksi suatu output tertentu. Pengeluaran

perusahaan adalah semua uang yang dikeluarkan sebagai biaya produksi, baik itu

biaya tetap maupun biaya variable atau biaya-biaya lainnya (Kadarsan, 1995).

Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada

ternak di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : gaji pekerja bulanan,

penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain.

Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah

produksi sapi yang dijalankan. Semakin banyak sapi semakin besar pula biaya

variabel yang dikeluarkan dalam produksi peternakan secara total.(Rasyaf, 1995).

Analisis Rugi-Laba

Soekartawi (1986) menyatakan bahwa Keuntungan (laba) suatu usaha

ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total

pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K = TR-TC. Laba

sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam

(2)

Laporan laba rugi merupakan laporan keuangan yang menggambarkan

hasil usaha dalam suatu periode tertentu. Dalam laporan ini tergambar jumlah

pendapatan serta jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan. Laporan

laba-rugi (balance sheet) adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan

yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu.

Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu

memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan

laba-rugi. Hasil usaha tersebut didapat dengan cara membandingkan penghasilan

dan biaya selama jangka waktu satu tahun. (Kasmir dan Jakfar, 2003).

R/C Ratio (return cost ratio)

R/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan

biaya yang dikeluarkan. Dimana R/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan

total penerimaan (total reserve) dengan total pengeluaran(total cost). Kadariah

(1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat

digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi

besarnya korbanan, dimana bila :

R/C Ratio > 1 = efisien

R/C Ratio ═ 1 = impas

R/C Ratio < 1 = tidak efisien

Cahyono (2002) mengatakan bahwa return cost ratio (R/C ratio) bisa

digunakan dalam analisis kelayakan usaha tani, yaitu perbandingan antara total

pendapatan dan total biaya yang dikeluarkan dengan rumus:

(3)

IOFC (income over feed cost)

IOFC adalah selisih antara pendapatan usaha peternakan terhadap total

biaya pakan. Pendapatan ini merupakan perkalian antara nilai produksi peternakan

dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan ternak tersebut (Prawirokusumo, 1990).

Untuk menghasilkan suatu produksi kita harus mengetahui berproduksi

secara teknis dan juga berproduksi dari segi ekonominya juga, beberapa tolak

ukur yang dapat digunakan untuk berproduksi adalah IOFC (income over feed

cost) atau selisih pendapatan usaha peternakan dengan biaya pakan. Pendapatan

merupakan perkalian antara hasil produksi peternakan (kilogram hidup) dengan

harga jual (Hermanto, 1996).

Potensi Hasil Samping Kelapa Sawit

Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an, dan

saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam

penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan

perekonomian rakyat dan daerah. Pada tahun 2002 luas perkebunan kelapa sawit

di Indonesia mencapai 4,1 juta ha dengan produksi minyak sawit (crude palm oil)

lebih dari 9 juta ton (Elisabeth dan Ginting, 2003).

Produk samping industri kelapa sawit yang tersedia dalam jumlah yang

banyak dan belum dimanfaatkan secara optimal adalah pelepah daun, lumpur

sawit, dan bungkil inti kelapa sawit, khususnya sebagai bahan dasar ransum

ternak ruminansia. Dengan pola integrasi atau diversifikasi tanaman dan ternak

(4)

usaha perkebunan. Oleh karena itu, pemanfaatan produk samping industri kelapa

sawit (pelepah) pada wilayah perkebunan sebagai pengadaan bahan pakan ternak,

khususnya ruminansia diharapkan banyak memberikan nilai tambah, baik secara

langsung maupun tidak langsung (Jalaludin et al., 1991).

Pelepah Daun Kelapa Sawit

Pelepah dapat diberikan dalam keadaan segar hingga 30 persen dari

konsumsi bahan kering ransum. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan

pelepah dapat dilakukan dengan penambahan produk ikutan lainnya dari kelapa

sawit. Hal yang sama juga berlaku untuk daun kelapa sawit yang secara teknis

dapat dipergunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun

demikian, dalam perlakuan pemanfaatan daun kelapa sawit sebagai pakan hijauan

memiliki kekurangan dalam penyediaannya. Hal ini disebabkan adanya lidi daun

yang dapat menyulitkan ternak untuk mengkonsumsinya. Pencacahan yang

dilanjutkan dengan pengeringan dan digiling, dapat diberikan dalam bentuk pakan

komplit (Wan Zahari et al., 2003).

Pemanfaatan pelepah sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak

melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah dapat

ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Penampilan sapi yang diberi

pelepah segar atau silase dalam bentuk kubus (1-2 cm3) cukup menjanjikan.

Namun, pemberian tepung pelepah dalam bentuk pelet tidak disarankan karena

ukurannya terlalu kecil sehingga mempersingkat waktu tinggal partikel tersebut

(5)

jangka panjang menghasilkan karkas yang berkualitas baik (Balai Penelitian

Ternak, 2003).

Dari daun kelapa sawit didapat hijauan segar yang dapat diberikan

langsung ke ternak baik yang berbentuk segar maupun yang telah diawetkan

seperti dengan melakukan silase maupun amoniasi. Perlakuan dengan silase

memberi keuntungan, karena lebih aman dan dapat memberi nilai nutrisi yang

lebih baik dan sekaligus memanfaatkan limbah pertanian. Keuntungan lain dengan

perlakuan silase ini adalah pengerjaannya mudah dan dapat meningkatkan kualitas

dari bahan yang disilase (Hassan dan Ishida, 1992).

Dari analisa kimia dinyatakan bahwa daun kelapa sawit tersusun dari 70%

serat dan 22% karbohidarat yang dapat larut dalam bahan kering. Ini

menunjukkan bahwa daun kelapa sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah

diindikasikan bahwa kecernaan bahan kering akan bertambah 45% dari hasil

silase daun kelapa sawit (Sinurat, 2003).

Hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Makanan Ternak menunjukkan

bahwa pelepah daun kelapa sawit mengandung 6,50% protein kasar, 32,55% serat

kasar, 4,47% lemak kasar, 93,4 bahan kering dan 56,00% TDN. Hasil analisis

memperlihatkan bahwa kandungan protein kasar pelepah daun kelapa sawit cukup

rendah yaitu sebesar 6,5 % dengan serat kasar yang cukup tinggi sebesar 32,55 %

Kandungan serat kasar yang cukup tinggi akan mempengaruhi kecernaan bahan

pakan pada ternak (Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan

Fakultas Pertanian USU, 2000). Kandungan gizi pelepah daun sawit berdasarkan

(6)

Tabel 1. Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit berdasarkan umur

Sumber : Balai Penelitian Bioteknolologi Tanaman Pangan (2000).

Fermentasi

Fermentasi adalah segala macam proses metabolis dengan bantuan dari

enzim mikrobia (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan

reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat

organik dengan menghasilkan produk tertentu. Fermentasi merupakan proses

biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pangan

sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut (Winarno, 1979).

Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat

ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan

untuk ransum babi dan ayam. Manfaat fermentasi antara lain yaitu: meningkatkan

kandungan protein, menurunkan kandungan serat kasar, menurunkan kandungan

tanin (zat penghambat pencernaan).

Proses fermentasi tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis

spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses

fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energi untuk pertumbuhannya

dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi

(7)

Aspergillus niger

Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan

mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,

diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam

glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,

amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu

35-37ºC (optimum), 6-8ºC (minimum), 45-47ºC (maksimum) dan memerlukan

oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna

putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai

hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi

bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora

memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).

Arti Penting Ternak Sapi bagi Kehidupan

Ternak sapi, khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya

penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan penting artinya bagi

kehidupan masyarakat. Seekor atau kelompok ternak sapi bisa menghasilkan

berbagai macam kebutuhan, terutama bahan makanan berupa daging, disamping

hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit dan tulang (Sudarmono dan

Bambang, 2008).

Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak saja menghasilkan

daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi

(8)

Sudarmono dan Bambang (2008) menyatakan bahwa daging sangat besar

gunanya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani. Sapi sebagai salah satu

hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah

yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia

dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani yang sangat rendah pada

anak-anak prasekolah dapat menyebabkan anak-anak-anak-anak yang berbakat normal menjadi

subnormal. Oleh karena itu, protein hewani sangat menunjang kecerdasan,

disamping diperlukan untuk daya tahan tubuh.

Tingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia, dinilai masih

jauh dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan. Berdasarkan analisis dari Pola

Pangan Harapan (PPH), tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal

ternak baru mencapai 5,1g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5kg/kap/th,

daging 7,7 kg/kap/th, dan telur 4,7 kg/kap/th (Dirjen Bina Produksi Peternakan,

2004). Tingkat konsumsi protein hasil ternak tersebut terhitung kecil dibanding

jumlah konsumsi protein (total nabati dan hewani) yang dianjurkan sebesar 46,2

g/kap/hr. jadi untuk mencukupi kebutuhan akan protein hewani masyarakat

peternak khususnya harus mengoptimalisasi dan meningkatkan produksi daging.

(Tranggono, 2004).

Kulit, tanduk, tulang dan darah sapi dari hasil pemotongan merupakan

sumber bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi.

Sebagai bahan industri kulit sapi bisa dihasilkan aneka model tas, sepatu, ikat

pinggang dan jaket, jok mobil, jok pesawat dan lain sebagainya. Tanduk, yang

pada beberapa dekade lalu hanya menjadi sampah, kini sudah ”disulap” menjadi

(9)

darah yang digunakan untuk pakan ternak. Beberapa waktu lalu, penggunaan

tepung ini masih ditelorir di Australia, tetapi sejak Agustus 2001 penggunaannya

sudah dilarang menyusul mewabahnya penyakit sapi gila di Inggris (Abidin dan

Simanjuntak, 2006).

Usaha Ternak Sapi Bagi Masyarakat Indonesia

Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian

penduduknya sebahagiaan besar adalah disektor pertanian. Sektor ini

menyediakan pangan bagi sebahagiaan besar pendududk Indonesia dan

memberikan lapangan pekerjaan bagi semua angkatan kerja yang ada. Dengan

menyempitnya lahan pertanian yang digarap oleh petani mendorong para petani

untuk berusaha meningkatkan pendapatan melalui kegiatan lain yang bersifat

komplementer. Salah satu kegiatan ini adalah kegiatan usaha ternak yang secara

umum memiliki beberapa kelebihan seperti: sebagai sumber pendapatan untuk

memenfaatkan limbah pertanian, sebagai penghasil daging dan susu, kotorannya

dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dan kulitnya juga memiliki nilai

ekonomi yang tinggi. Dipedesaan ternak sapi cukup popular sebagai salah satu

usaha baik itu usaha sampingan maupun usaha pokok para petani. Bahkan sapi

dianggap sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat, khususnya

ditengah kebutuhan ekonomi yang mendesak (Mosher, 1987)

Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil

ternak sekaligus meningkatakan pendapatan peternak, menciptakan lapangan

pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak (Tohir, 1991).

Dalam undang-undang no 18 tahun 2009 tentang peternakan dan

(10)

sebanyak mungkin warga masyarakat menyelenggarakan budidaya ternak agar

populasi ternak dapat ditingkatkan.

Memelihara ternak sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya

menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan

sebagai potensi tenaga kerja. Sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian

yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu 45-55%. (Siregar, 1996).

Karakteristik Sapi Bali

Bangsa sapi bali memiliki klasifikasi taksonomi menurut (Williamson and

Payne, 1993) sebagai berikut : Phylum : Chordata, Sub-phylum : Vertebrata,

Class : Mamalia, Ordo : Artiodactyla, Sub-ordo : Ruminantia, Family : Bovidae,

Genus : Bos, Species : Bos sondaicus.

Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis

mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada

kegiatan produksi di hulu tetapi juga sampai kegiatan bisnis di hilir dan semua

kegiatan bisnis pendukungnya. Kita memimpikan mempunyai suatu industri

peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan

yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh

berkembang di era persaingan dalam ekonomi pasar global (Boediyana, 2008).

Tiga bangsa sapi lokal yang berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah

sapi Ongole (Sumba Ongole dan Peranakan Ongole), sapi Bali, dan sapi Madura.

Bangsa sapi tersebut telah beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan

cekaman di wilayah Indonesia. Dari ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali

paling tahan terhadap cekaman panas, di samping memiliki tingkat kesuburan

(11)

persen), dan kualitas daging baik. Dengan tata laksana pemeliharaan yang baik,

sapi potong dapat tumbuh-kembang dengan laju kenaikan bobot hidup harian 750

g, sementara pada kondisi pedesaan kecepatan pertumbuhan hanya mencapai

rata-rata 250 g/ekor/hari (Bamualim dan Wirdahayati 2003).

Plasma nutfah satu-satunya di dunia ini, mempunyai banyak keunggulan.

Sapi Bali mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai kondisi lingkungan

baik kering maupun hujan. Bisa hidup liar dengan mencari makanan sendiri, di

areal pembuangan sampah sekalipun. Sapi Bali dikenal sangat responsif terhadap

perlakuan baik serta memiliki tingkat kesuburan reproduksi tinggi yaitu antara

80-82 persen. Sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu,

kualitas dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang

dalam, tanpa kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60 persen (Suryana, 2007).

Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan

mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali

mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai

fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat

beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak,

bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan, kandungan lemak karkas

rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor. Fertilitas sapi Bali

berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi Eropa yang 60 persen.

Karakteristik reproduktif antara lain : periode kehamilan 280-294 hari, rata-rata

persentase kebuntingan 86,56 persen, tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya

3,65 persen, persentase kelahiran 83,4 persen, dan interval penyapihan antara

(12)

Pakan Ternak Sapi

Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk

memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi

yang diperlukan bersumber dari pakan yang di konsumsi, sehingga pakan

merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumbuhan ternak

sangat tergantung dari imbangan protein energi yang bersumber dari pakan yang

dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi lapar

atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk

kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan

untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996). Pakan adalah semua bahan

yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan

pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas

tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air,

karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Parakkasi, 1995).

Limbah sendiri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai

penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat

memanfaatkan limbah - limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya

sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi

besar sebagian besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah

-sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan,

limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widayati dan Widalestari, 1996).

Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi

(13)

pencacahan (chopper) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar

konsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas

matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan, proses

pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan

perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses

pengemasan (Wahyono dan Hardianto, 2004).

Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh

ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan.

Setelah sampai di intestinal, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia

itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi

tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah.

Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung

Gambar

Tabel 1.  Komposisi zat makanan pelepah daun kelapa sawit berdasarkan umur    tanaman

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berupaya menggambarkan nilai-nilai sosial yang terefleksi

Kasus diare pada balita juga masih tinggi dan dari hasil uji statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna antara diare dengan status gizi balita usia 12-60 bulan

Analisis pengendalian kualitas dilakukan menggunakan alat bantu check sheet, histogram, diagram pareto, dan sebeb akibat.. Cek sheet dan histogram di gunakan untuk

Untuk interval 3 jam yang ke 27 sample 3 O.AT yang ditunjukkan pada gambar 4.32, perubahan yang terjadi yaitu semen sedikit berwarna lebih gelap, butiran semen dan

13Rusn, Abidin Ibnu. “Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan”.. menjadi produk pendidikan. Apabila sebuah proses pendidikan menghasilkan orang-orang yang bertanggungjawab atas

Dewasa ini pemerintah Indonesia sedang giat – giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan. Pembangunan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan

Penguasaan terhadap pengetahuan tersebut akan mempermudah seorang pemain drum dalam menginterpretasikan komposisi musik untuk drum sesuai dengan apa yang

hukum dan agama mengizinkan seorang suami dapat beristri lebih dari seorang. Dengan kata lain, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengandung asas mempersulit poligami.