• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apresiasi Naskah Drama Nyonya Nyonya Kar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Apresiasi Naskah Drama Nyonya Nyonya Kar"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Apresiasi merupakan tindakan merupakan tindakan menggauli karya sastra, maka analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan (KBBI Offline). Dengan adanya analisis inilah, naskah drama diuraikan sehingga unsur-unsur yang menyusun drama tersebut dapat diketahui. Naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi menyuguhkan unsur budaya Minangkabau dan sosial masyarakat yang kini semakin ditinggalkan.

Karenanya, dalam makalah ini akan dipaparkan hasil analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi. Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan akan kesusastraan dan dapat mengambil makna dari naskah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

a. bagaimanakah unsur intrinsik dalam naskah drama Nyonya-nyonya

karya Wisran Hadi?

b. bagaimanakah unsur ekstrinsik dalam naskah drama Nyonya-nyonya

karya Wisran Hadi? 1.3 Tujuan Pembahasan

Berdasar latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. mengetahui unsur-unsur intrinsik dalam naskah drama Nyonya-nyonya

▸ Baca selengkapnya: apa yang nyonya katakan kepada kami itu sudah acap

(2)

b. mengetahui unsur-unsur ekstrinsik dalam naskah drama Nyonya-nyonya

karya Wisran Hadi. 1.4 Manfaat Pembahasan

Pembahasan pada makalah ini dapat memberikan manfaat:

a.

dapat memahami unsur intrinsik dan ekstrinsik naskah drama Nyonya-Nyonya karya Wisran Hadi.

(3)

BAB II

Unsur Intrinsik

2.1 Landasan Teori

Dalam karya sastra dikenal istilah strukturalisme. Strukturalisme dapat diartikan sebagai salah satu pendekatan (penelitian) kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan antar unsur pembangun karya yang bersangkutan. Bisa dikatakan, strukturalisme sama dengan pendekatan objektif. Di sisi lain, menurut Hawkes (Nurgiyantoro, 2000:37), pada dasarnya dapat juga dipandang sebagai cara berpikir tentang dunia kesastraan yang lebih merupakan susunan sebuah hubungan daripada susunan benda. Dengan demikian setiap unsur atau sistem unsur dalam karya sastra tersebut memiliki makna setelah berada dalam hubungannya dengan unsur-unsur lain dalam karya sastra tersebut.

Strukturalisme atau pendekatan structural pada karya sastra dapat dlakukan dengan mengkaji, mengidentifikasi, dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur instrinsik dalam karya sastra yang bersangkutan. Unsur instrinsik dalam karya sastra adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang bersangkutan yang berasal dari karya sastra tersebut.

Unsur-unsur instrinsik dalam karya sastra

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, salah satu unsur pembangun dari sebuah karya sastra adalah unsur instrinsik. Unsur instrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra dan membangun kesatuan atau keseluruhan makna dalam karya sastra. Unsur-unsur instrinsik yang membangun sebuah karya sastra (dalam makalah ini, naskah drama) diantaranya adalah:

I. Judul

(4)

cabang seni tergolong sebagai karya fiksi. Judul pada karya fiksi bersifat manasuka, dapat diambil dari nama salah satu tempat atau tokoh dalam cerita, dengan syarat sebaiknya melambangkan isi cerita untuk menarik perhatian. II. Tema

Menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2000: 67) tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah karya sastra. Selain itu, menurut Hartoko dan Rahmanto dalam bukunya Pemandu Di Dunia Sastra, tema juga merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung dalam sebuah teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan ataupun perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 2000: 68). Biasanya tema tidak ditampakkan secara langsung, tapi tersamar, karena tema itu sendiri merupakan makna keseluruhan dalam sebuah karya sastra.

III. Plot/alur

Plot mengandung unsur-unsur jalan cerita atau lebih tepatnya peristiwa yang terjadi secara susul-menyusul. Plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton (1965) dalam Nurgiyantoro, 2000: 14). Plot memiliki tiga unsur yang sangat penting dalam membangun dan mengembangkan sebuah plot. Penahapan plot menurut Richard Summers (Nurgiyantoro, 2000:149) yang terdiri dari:

a. Tahap penyituasian, tahap ini merupakan tahap pengenalan situasi latar-tokoh-cerita. Tahap ini juga biasa disebut sebagai tahap pembuka cerita yang memberikan informasi awal sebagai landasan cerita yang diceritakan. b. Tahap pemunculan konflik, tahap ini merupakan tahap awal pemunculan konflik. Konflik itu nantinya akan dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

(5)

dan mencengkam. Pertentangan dan benturan internal maupun eksternal yang mengarah ke klimaks tidak dapat dihindari lagi.

d. Tahap klimaks, dalam tahap ini, konflik atau pertentangan-pertentangan yang dialami tokoh dalam cerita mencapai titik puncak (klimaks). Tahap klimaks biasanya dialami oleh tokoh-tokoh yang terlibat dalam konflik utama.

e. Tahap penyelesaian, dalam tahap ini, setelah konflik mencapai klimaks, maka semakin lama ketegangan akan dikendorkan dan diberi penyelesaian yang dapat berupa sad ending, happy ending, ataupun gantung.

Plot dapat dikategorikan ke dalam kriteria-kriteria berbeda sesuai dengan sudut pandang dan acuan yang dipakai. Plot dibedakan berdasarkan tiga kriteria; urutan waktu, jumlah, dan kepadatan. Plot berdasarkan urutan waktu berarti plot atau alur cerita tersebut berdasarkan urutan terjadinya sebuah cerita berdasarkan logika ceritanya. Secara teoritis, plot yang didasarkan pada urutan waktu dapat dibedakan menjadi plot progrserif (maju/lurus), plot regresif (mundur, sorot-balik/flashback).

o Plot progresif adalah plot dimana peristiwa-peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis, artinya cerita dimulai secara runtut dari tahap awal sampai akhir.

o Plot regresif adalah plot dimana peristiwa-peristiwa yang di ceritakan tidak bersifat kronologis atau runtut, cerita bisa berawal dari tengah, akhir, maupun klimaks.

IV. Latar

Latar atau setting menyaran pada bentuk tempat, waktu, dan suasana yang terdapat dan menjadi bagian dari sebuah cerita. Latar memberi pijakan cerita secara konkret dan jelas untuk memberikan kesan realistis pada para pembaca. Latar itu sendiri memiliki tiga unsur yakni:

(6)

2. Latar Waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peritiwa-peristiwa yang terdapat dalam sebuah cerita.

3. Latar Suasana berhubungan dengan keadaan saat peristiwa dalam cerita tersebut terjadi.

V. Tokoh dan Penokohan

Istilah tokoh merujuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawaban terhadap pertanyaan: “Siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada berapa orang jumlah pelaku nobel itu?”, dan sebagainya (Nurgiyantoro, 2000: 165). Pembagian tokoh berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan atas tokoh utama dan tokoh bawahan atau pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang memegang peran utama, frekuensi kemunculannya sangat tinggi, menjadi pusat penceritaan. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang mendukung tokoh utama yang membuat cerita lebih hidup (Priyatni, 2010: 110). Sedangkan penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan

perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.

VI. Amanat/ Moral

Moral atau amanat dapat dipandang sebagai bentuk tema secara kalimat, akan tetapi tidak semua moral merupakan tema (Nurgiyantoro, 2000: 320). Moral dalam sebuah cerita biasanya merupakan pandangan hidup pengarang terhadap segala peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar pengarang yang ingin pengarang bagikan kepada pembaca atau penikmat karya tersebut. Ada banyak macam jenis dan wujud amanat atau pesan moral, diantaranya sebagai berikut:

1. Pesan religius

2. Pesan hubungan sosial masyarakat 3. Kritik sosial

4. Persoalan sehari-hari manusia

(7)

2.2 Analisis I. Judul

Judul Nyonya-nyonya diambil karena berkaitan dengan isi drama yang juga mengisahkan tentang nyonya-nyonya. Meskipun tokoh yang bernama Nyonya hanya ada satu, namun Ponakan A, B dan C, juga istri, juga

Didalam adat istiadat yang berlaku di Indonesia yang menganut adab ketimuran, maka bila ada seorang istri seperti yang terjadi pada posisi tokoh nyonya ini yang sedang berada dirumah sendiri karena suami dan ibunya tidak berada dirumah maka sangat bertentangan dengan nilai kemasyarakatan bila ia memasukkan seorang lelaki yang tidak mempunyai ikatan tali persaudaraan kerumahnya maka akan berakibat pada dugaan orang yang macam-macam.

“Yang sebentar itu yang berbahaya, Tuan! Aduh… ah, Tuan ini. Ekornya, Tuan. Bagi orang lain, ekor apa pun pasti enak. Mereka mengira aku… dan Tuan… . Ah, pergilah! Pergilah, Tuan. Apa Tuan tidak paham dengan ekor persoalan seperti ini?” (hal 117)

Pada kutipan tersebut jelas bahwa nyonya sangat menjaga nama baiknya dimasyarakat. Ia selalu mempersoalkan “ekor” yang artinya efek jangka panjang pada sebuah peristiwa.

b. Materialisme

Meterialisme tercermin dari beberapa dialog antara tuan dan nyonya maupun nyonya seperti berikut:

(8)

Nyonya : Ibuku tentu akan memaki-makiku.

Tuan : Terserah Nyonya, kata saya. Masuk penjara dan nama baik Nyonya hancur atau…? (MENYERAHKAN UANG DENGAN PAKSA)

Nyonya :(MENERIMA UANG ITU DENGAN GUGUP) Ya Tuhan. (MENCIUM UANG ITU BEBERAPA KALI) Jadi, tuan tidak mengatakan pada siapa pun juga, bukan?...” (hal 127)

Dari dialog diata tercermin bahwa nyonya pura-pura sedih dan takut tapi sebenarnya sangat menginginkan uang tersebut.

c. Status sosial

Pembedaan status sosial tercermin dalam dialog antara Ponakan B dan Ponakan C, sebagai berikut:

“...ponakan B : Bagi rata, kan?

ponakan C : O, tentu. Tentu (menyerahkan sejumlah uang)

ponakan B : (Menghitung uang yang diterimanya) Hanya dua ratus ribu? ...

ponakan C : Kau istri pegawai rendah, perbelanjaanmu tentu rendah pula... Istri pegawai rendah dan pegawai tinggi punya keperluan yang berbeda. Di mana-mana begitu. Masa kau lupa pangkat suamimu?” (hal 147)

Dari dialog tersebut terlihat bahwa ketidak adilan dalam pembagian uang tanah pusaka. Dikarenakan status sosial ponakan C lebih tinggi dari Ponakan B, ia menerima uang lebih besar. Alasannya karena kebutuhannya juga besar.

III. Plot/ Alur

Plot/ Alur dalam naskah drama Nyonya-Nyonya adalah plot progrserif (maju/lurus), karena tahapan cerita yang runtun dari penyituasian, pemunculan konflik, peningkatan konflik, klimaks dan penyelesaian.

IV. Latar

a. Tempat : Teras Waktu : Malam Hari

Suasana yang ditunjukkan dalam babak pertama ini adalah:  Tegang , Ketakutan

b. Tempat : Ruang Tamu

(9)

 Kesal, Tegang

c. Tempat : Ruang Makan

Suasana yang ditunjukkan dalam babak kedua ini adalah:  Tegang

d. Tempat : Kamar

Suasana yang ditunjukkan dalam babak kedua ini adalah:  Tegang, Was-was

V. Tokoh dan Penokohan

a. Nyonya : Tokoh Utama.

Seorang wanita muda, cantik, dan seksi yang selalu memikirkan status sosialnya di lingkungannya. Sehingga ia tak mau ada seorangpun yang melihat dirinya bersama Tuan, karena akan menimbulkan pandangan negative tentang dirinya sebagai seorang istri yang suaminya sedang berada di rumah sakit.

b. Tuan : Tokoh Utama.

Seorang lelaki penjual barang antic yang memiliki fisik tidak terlalu tua. Ia memiliki sifat yang tidak mau kalah, sehingga ia selalu menawar apa saja yang dilarang disentuh Nyonya. Bahkan lutut nyonya yamg dilarang untuk dipegang, ia tawar dengan harga yang terus ‘naik’. c. Ponakan A : Tokoh Bawahan.

Kemenakan dari suami Nyonya yang tidak mau dianggap tidak berbakti pada datuknya yang sedang sakit. Dia memiliki sifat keras dan nekat.

d. Ponakan B : Tokoh Bawahan.

Kemenakan dari suami Nyonya yang tidak mau dianggap tidak berbakti pada datuknya yang sedang sakit.

e. Ponakan C : Tokoh Bawahan.

(10)

f. Istri : Tokoh Bawahan.

Istri dari Tuan yang sabar menerima kelakuan Tuan (suaminya). Ibu rumah tangga yang baik dari tiga orang anak.

VI. Amanat

(11)

BAB III

Unsur Ekstrinsik

3.1 Landasan Teori

Unsur ekstrinsik karya sastra adalah unsur-unsur yang terdalam sebuah karya sastra (dalam hal ini drama) akan tetapi berasal dari luar karya itu sendiri. Unsur ekstrinsik karya sastra bisa berupa sosial, politik, ekonomi, ideologi, psikologi, filsafat, pendidikan, moralitas , dan lain-lain.

Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kebudayaan masyarakat. Arenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya (Endaswara, 2011: 77).

Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati dengan demikian, sastra tetap diakui sebagai ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini tentu sastra tiak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekadar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi halus dan estetis.

Budaya Minangkabau (harta pusaka)

Dalam budaya Minangkabau terdapat dua jenis harta pusaka, yakni harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan warisan turun-temurun dari leluhur yang dimiliki oleh suatu keluarga atau kaum, sedangkan harta pusaka rendah merupakan hasil pencaharian seseorang yang diwariskan menurut hukum Islam.

(12)

antara lain; hak membuka tanah, memungut hasil, mendirikan rumah, menangkap ikan hasil kolam, dan hak menggembala.

Harta pusaka tinggi tidak boleh diperjualbelikan dan hanya boleh digadaikan. Menggadaikan harta pusaka tinggi hanya dapat dilakukan setelah dimusyawarahkan di antara petinggi kaum, diutamakan di gadaikan kepada suku yang sama tetapi dapat juga di gadaikan kepada suku lain.

3.2 Analisis Unsur Ekstrinsik

Naskah drama Nyonya-Nyonya merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat pada saat ini. Kehidupan sosial dan budaya yang diceritakan dalam naskah drama Nyonya-nyonya berasal dari daerah Minangkabau. Dalam adat Minangkabau, rasa perikemanusiaan tidak pernah diabaikan oleh masyarakatnya sehingga adat yang asli tidak terpengaruh oleh kebendaan (materi). Harta pusaka berupa segala kekayaan yang berwujud (materi) yang nantinya akan diwariskan kepada anak kemenakan merupakan bentuk struktur ekonomi di Minangkabau. Harta pusaka tersebut dinilai sebagai alat pemersatu di dalam keluarga dan sampai sekarang ini masih berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi, yang memprihatinkan adalah tidak hanya sebagai alat pemersatu saja, malah terkadang harta pusaka sebagai milik bersama tersebut justru sering menimbulkan perselisihan dan sengketa dalam keluarga di Minangkabau.

(13)

BAB IV

Unsur Ekstrinsik

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan paa pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik drama Nyonya-Nyonya adalah: (1) judul Nyonya-nyonya diambil karena kisah dalam drama ini berkutit pada tokoh nyonya, dan Ponakan A, B, C serta Istri yang juga merupakan nyonya. (2) Tema dalam drama ini adalah ‘rapuhnya etika sosial budaya’. (3) Alur yang terdapat dalam drama ini adalah alur progresif atau maju. (4) Terdapat empat latar tempat yaitu teras, ruang tamu, ruang makan dan tempat tidur. Sedangkan latar suasana didominasi oleh suasana tegang. (5) Ada dua tokoh utama yaitu tuan dan nyonya serta empat tokoh bawahan yaitu Ponakan A, B, C dan Istri. (6) Amanat yang disampaikan dalam drama ini adalah keserakahan selalu berujung tidak baik.

Unsur ekstrinsik naskah drama Nyonya-nyonya yang paling menonjoal adalah muali lunturnya kebudayaan minangkabau. Selain itu masalah materialisme sepertinya sudah hal yang biasa dimasyarakat kita.

4.2 Saran

(14)

Daftar Pustaka

Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. 2011. Yogyakarta: CAPS.

Nurgiyanto, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Nusantoro, A. Ariobimo. 2005. 5 Naskah Drama Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003. Jakarta: PT Grasindo.

Referensi

Dokumen terkait

Secara simultan faktor-faktor yang mempengaruhi petumbuhan modal sendiri, yang terdiri dari, basic earning power, debt to equity ratio, plowback ratio, interest & tax ratio

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan maka model untuk hipotesis 2 bahwa struktur modal, biaya ekuitas (cost of equity) dan pertumbuhan perusahaan dengan

Masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi orangtua, tidak lebih hanyalah merupakan suatu proses wajar dalam hidup yang berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan

Surplus atau defisit APB Desa adalah selisih antara anggaran pendapatan Desa dengan anggaran belanja Desa. a) Dalam hal APB Desa diperkirakan surplus, dapat digunakan

Metode ini dalam pendidikan barat dapat disamakan dengan ganjaran ( reward ) dan hukuman ( punisment ). Tarhib dalam pendidikan islam sangat urgen di berlakukan ada

Bahkan protocol yang satu ini mampu menampung lebih dari 90.000 routing , sangat layak untuk Anda kenal dengan lebih mendalam pada edisi yang akan datang.. Command Prompt under

Empat artikel penelitian terdiri atas masing-masing satu artikel studi tentang peranan probiotik pada penderita gagal ginjal kronik terminal;satu artikel tentang

Berdasarkan pendapat dan peraturan pemerintah di atas dapat dipahami bahwa dalam proses pembelajaran ada tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan oleh seorang guru yang meliputi