• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pengembangan Kerukunan Umat Ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Strategi Pengembangan Kerukunan Umat Ber"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Strategi

Pengembangan

Kerukunan

Umat Beragama

Di

Era Global

(2)

PENGANTAR

Keywords: agama, kebudayaan, modernisme, globalisasi

2

(3)

Tema tentang Agama di abad ini sebetulnya

tak terlalu menarik. Sejak era modernisme

berkumandang, topik agama sudah

dipetikemaskan pada kaidah subyektif: di

mana agama dikembalikan pada ranah

pribadi dan bukan urusan sosial atau urusan

negara.

Tetapi berkat globalisasi—yang secara

bersamaan membawa efek hilangnya

identitas budaya suatu bangsa, tema ‘agama’

pun sering menjadi “sesuatu” yang perlu

dibahas.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(4)

● Tema tentang Agama di abad ini sebetulnya tak terlalu menarik. Sejak era modernisme berkumandang, topik agama sudah dipetikemaskan pada kaidah subyektif: di mana agama dikembalikan pada ranah pribadi dan

bukan urusan sosial atau urusan negara.

● Tetapi berkat globalisasi—yang secara bersamaan membawa efek hilangnya identitas budaya suatu bangsa, tema ‘agama’ pun sering menjadi “sesuatu” yang perlu dibahas.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(5)

● Tak hanya di negara yang agama tertentu sebagai minoritas, tetapi juga di negara di mana mereka jadi mayoritas, trik

“perang agamaa” justru nge-hits hari-hari ini.

● PERANG ANTAR-AGAMA ternyata juga memiliki SISI

POSITIF, khususnya bagi umat beragama minoritas. Mereka mau tidak mau harus mampu mempertahankan imannya

ditengah badai yang datang silih berganti.

● Sebaliknya, SISI NEGATIF justru ditanggung oleh kaum

mayoritas karena para elit politik yang berkuasa adalah bagian dari mereka, dan oleh karenanya punya

kecenderungan berdiri sebagai pihak yang menentukan mana ajaran yang benar dan mana ajaran yang salah.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(6)

● Dalam konteks bermedia, agama semestinya dipahami sebagai 'MEDIA YANG MENGGAPAI DAN

MENGHIDUPI KEBENARAN“, dan bukan malah sebagai alat politis, apalagi sebagai alat kepongahan mayoritas terhadap minoritas!

● Ketika agama adalah alat untuk mengumpulkan

kekuatan untuk memerangi yang lain, maka serentak agama lebih kecil daripada sebuah kelompok etnis atau bangsa.

● Di titik inilah agama harus digiring kembali pada misi mulianya: menyempurnakan dunia dengan cinta tak bersyarat.

Lantas, apakah masih dimungkinkan kerjasama

strategis antar pemeluk agama di era globalisasi ini?

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(7)

PENGERTIAN

Keywords: strategi, kerukunan, era global

7

(8)

● STRATEGI = Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

● KERUKUNAN (dari kata ruknun atau arkān, Arab) = suatu

kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan, kesatuan tidak

dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi

● ERA GLOBAL = sebuah tatanan kehidupan dunia di mana

tidak ada lagi batas nyata (borderless) dalam tata kehidupan

masyarakat yang ditopang oleh masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

● MakaJadi, STRATEGI PENGEMBANGAN KERUKUNAN UMAT

BERAGAMA DI ERA GLOBAL berarti sebuah pendekatan menyeluruh dalam rangka mengembangkan kerukukunan umat beragama di era global.

8

(9)

Kewords: simalakama agama, konflik agama, kekerasan atas nama agama

AGAMA &

PROBLEMATIKNYA

9

(10)

Agama mempunyai kontribusi yang

berpengaruh terhadap dinamika kehidupan

berbangsa dan bermasyarakat.

Secara negatif, klaim kebenaran (trust claim)

atas nama agama kerap menjadi sumber

konfik yang berkepanjangan. Konflik tersebut

kemudian aklan melahirkan disharmoni antar

umat beragama.

Itulah yang pernah terjadi di Poso, Ambon,

pembakaran Masjid di Tolikara, pembakaran

Gereja di Aceh Singkil, dan berbagai kasus

lain di Indonesia, tak terkecuali kasus

terorisme

.

10

(11)

A. Paradoks Agama

● Di satu sisi, kini, dunia sedang doyan membicarakan

agama, baik sisi kekuatan maupun kelemahannya.

● Bagi sebagaian orang, agama justru dipandang mengecewakan karena.:

1) Agama terlalu banyak mengumbar janji-janji gombal

yang tak kunjung mampu ia realisasikan.

2) Kehidupan beragama sudah terlanjur dipenuhi oleh

ilusi-ilusi yang pada gilirannya membuat agama itu sendiri kehilangan kehormatan dan keanggunannya.

3) Orang beragama terlalu sering mengklaim dirinya

sebagai manusia-manusia pilihan Tuhan.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(12)

● Apatisme terhadap agama di atas memang ada

benarnya. Ini semacam otokritik dari para penganut agama yang gundah dengan tingkah umatnya yang justru semakin menjauh dari kebenaran yang

terkandung dalam agama yang dianutnya.

● Maka, agar tak menjadi kambing hitam atas berbagai persoalan sosial, agama dan penganutnya harus keluar dari tradisi “memenjarakan kebenaran dalam

doktrinnya”. Kini, sudah saatnya agama harus melirik kebenaran di luar dirinya.

● Bersamaan dengan upaya itu, agama juga harus

menghindari ekslusivitas berlebihan. Bukankah agama seharusnya menjadi solusi bagi konflik sosial di tengah jaman?

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(13)

B. Agama bukan sekedar urusan pribadi

● Agama itu ranah pribadi. Begitu juga relasi antar

penganutnya tak boleh berhenti di ranah privat.

● Eksistensi agama semestinya mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama pemerintah dan masyarakat (tokoh agama, tokoh masyarakat).

● Buktinya banyak kerusuhan dan kekerasan yang mengatas-namakan agama; dan bila dibiarkan maka pemerintah akan dituduh gagal melindungi warganya.

● Agama hanya akan menjadi urusan privat apabila para penganutnya lebih suka menjadi “sebab” bagi

keharmonisan sosial terlebih dahulu sebelum mereka kemudian peduli terhadap realitas sosial

13

(14)

C. Agama ada untuk bekerjasama

● Ketidakrukunan antar umat beragama menjadi bukti bahwa umat beragama gagal mengaplikasikan ajaran agamanya dalam kehidupan bermasyarakat.

● Padahal kerjasama antarumat beragama dan tradisi antara tradisi keagamaan bukan hanya sekedar isu, tetapi menjadi pilihan nyata dalam bingkai persatuan indonesia.

● Mengapa?

14

(15)

(1) Pluralitas itu melekat pada diri kita

● Pluralitas (keberagaman) itu bagian yang

sedemikian melekat dan tidak terpisahkan dari diri kita.

● Khusus bagi kita, warga Indonesia, pluralitas itu bahkan terjustifikasi dalam semboyan

Bhinneka Tunggal Ika.

v Pluralitas ini adalah modal sosial (social

capital), sumber kearifan luhur yang dapat

menjadi perekat harmonisasi hubungan sosial, dan energi pengikat yang membaurkan

berbagai elemen masyarakat yang heterogen.

15

(16)

(2) Kerukunan itu bersumber dari

upaya untuk saling memahami

● Kerukunan antar umat beragama bersumber dari pemahaman yang tepat dari setiap

penganut agama mengenai (ajaran) agamanya. ● Maka, kerukunan harus dicapai lewat

pendekatan yang sistematis, rasional, dan

holistik, baik dintinjau dari segi ajaran, sejarah, maupun peradabannya.

● Sebab, dalam bahasa gaul anak muda kekinian,

“hanya orang yang tak mengerti agamanya yang mampu menghidupi ajarannya.”

(17)

(3) kerukunan sebagai agree in

disagreement

● Perbedaan iman bukanlah tembok penghalang bagi bertautnya dua hati anak manusia yang berbeda kayakinan.

● Tanpa ketulusan, kerjasama yang dibangun oleh para penganut agama akan terasa kering dan berada pada tataran fisikal saja.

● Mewujudkan kerukunan umat beragama bisa digapai lewat prinsip agree in disagreement (setuju atas ketidaksetujuan), dialog

antaragama dan urgensi disiplin ilmu perbandingan agama.

(18)

Kewords:

kerjasama antar –negara, kerjasama antar-agama, terorisme, agama sebagai media

STRATEGI PENGEMBANAN

KERUKUNAN UMAT

AGAMA DI ERA GLOBAL

18

(19)

● Keterbukaan global telah memaksa setiap negara untuk saling membuka diri bagi negara lain.

● Kerjasama antar negara di berbagai bidang pun

menjadi sesuatu yang niscaya, tak terkecuali kerjasama dalam upaya membangun kerukunan hidup antar

umat beragama.

● Di titik inilah agama harus juga berbicara tentang masalah-masalah dunia dan masalah yang dihadapi oleh umat manusia, diluar bidang agama.

● Menurut Hans Kung, “Tidak ada perdamaian dunia,

jika tidak ada perdamaian agama.” Artinya, perdamaian hanya dapat terwujud melalui dialog dan kerjasama

yang dilaksanakan secara baik dan konsisten.

● Persoalannya, perang antar negara di berbagai bidang seringkali tak terlepas dari kepentingan agama dari masing-masing negara.

(20)

● Kemajuan teknologi informasi dan transportasi adalah faktor

yang amat penting dalam relasi global.

● Bila teknologi informasi membuat berita cepat tersiar, termasuk berita yang salah dan bersifat provokatif, maka kemajuan bidang transprtasi telah membuat manusia mudah bergerak dari satu daerah ke daerah lain, termasuk daerah konflik, baik antar daerah dalam suatu negara atau bahkan antar negara.

● Melalui kemajuan tersebut, ajaran agama pun rentan menjadi media yang mengaburkan kebenaran, dan bukan mewartakan kebenaran.

● Agar relasi sosial umat beragama kembali mesra dan kehidupan sosial kembali berlangsung dalam harmoni, maka seluruh umat berabama perlu bersama-sama

mencari strategi terbaik untuk mengembangkan

kerukunan.

(21)

Strategi Mengembangkan Kerukunan

● Ada 2 aspek yang mendasari pentingnya kerukunan antar umat beragama, (1) aspek KEILMUAN yang dapat digapai lewat pendekatan metodis yang tepat dalam memahami kenyataan akan keberagamaan itu sendiri dan (2) aspek RELASI SOSIAL yang dibangun di atas dasar keluasan pandangan dalam berelasi antar umat beragama itu sendiri.

● Mari kita lihat satu per satu!

(22)

(1) Pendekatan Konseptual (Keilmuan)

● kerukunan umat beragama harus dibangung di atas dialog antar-agama secara hakiki. Dialog itu harus berangkat dari etos saling menghargai, pandangan humanisme universal yang benar-benar menghargai kemanusiaan, persamaan martabat umat manusia, menghapuskan egoisme,

kesepakatan untuk menerima kebenaran dari pihak lain tanpa tendensi meremehkan atau mendistorsi

● Dititik ini penting mengetahui bahwa keberagaman adalah bagian dari anatomi agama yang dianut oleh masyarakat. Keberagaman itu masalah yang urgen dan signifikan secara analitis. Buktinya, tidak ada suatu bangsa atau masyarakat pun di dunia ini yang benar-benar tunggal (unitery) dan tanpa ada unsur-unsur perbedaan di dalamnya.

22

(23)

Keberhasilan pendekatan metodis (aspek

keilmuan ini) dapat terwujuda dalam tiga bentuk pemahaman tentang keberagaman berikut ini:

1) membangun sikap personal terhadap

keberagaman itu sendiri. Sikap yang mesti dipertimbangkan adalah:

a) mencari cara yang tepat untuk mendamaikan klaim kebenaran kita dengan klaim-klaim kebenaran orang lain.

b) kesadaran tentang keberagaman agama

sebagai isyarat bahwa masing-masing agama secara nyata memiliki karakter yang tidak

dapat direduksi dan tidak bisa dijadikan bahan perbandingan.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(24)

2) Peduli pada ko-eksistensi dari

agama-agama yang berbeda. Persoalan yang harus didiskusikan adalah :

a) tujuan, prasyarat dan modalitas-modalitas yang dipergunakan untuk melakukan

komunikasi antar umat beragama;

b) harapan-harapan dari terjadinya

komunikasi antar-umat beragama; dan

c) konsekuensi-konsekuensi dari komunikasi ini terhadap pemaknaan dan pemahaman agama masing-masing.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(25)

3) Implementasi konsep di tataran praksis dalam

hubungan antar-agama. Di titik ini dibutuhkan:

a) penggunaan bahasa dan wacana bersama untuk

mewujudkan pertemuan antar-agama yang harmonis dan jauh dari sikap curiga.

b) Upaya pembaruan dan pengkajian ulang atas pemahaman agama masing-masing yang selama ini terbatas pada batas-batas sempit pengetahuan dan alam kesadaran kita.

Dalam pencapaian langkah-langkah tersebut,

diperlukan juga refleksi ulang tentang keberadaan umat beragama lain, partisipasi gender, dan dialog antaragama yang tidak hanya dibatasi oleh lembaga keagamaan yang cenderung formalistis dan sempit pemahamannya.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(26)

(2) Pendekatan Relasional (Relasi Sosial)

● Di tataran nasional, ajakan untuk memperkuat

soliditas keindonesiaan kita adalah lewat upaya membumikan empat pilar kehidupan berbangsa, yakni, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

● Landasan untuk membina kerukunan hidup umat

beragama haruslah bersifat (1) filosofis berupa

falsafah negara (Bdk. Pancasila) yang mengundang niali-nilai dan prinsip-prinsip dasar yang dapat

diterima oleh semua pihak dan golongan; (2) pragmatis, yakni demi pembangunan bangsa.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(27)

● Umat beragama diajak untuk menyikapi dan mengapresiasi secara jujur dan penuh kearifan belajar dari orang-orang yang datang dari berbagai latar belakang agama yang berbeda telah berhasil melakukan pemaknaan nilai dan ajaran agama ke dalam realitas konkret.

● Memandang dan menghayati keberagaman sebagai

landasan bagi persatuan sekaligus mengutuk

perpecahan dan segala bentuk aksi yang mengarah kepada disintegrasi bangsa.

● Di tataran praksis, kita semua, umat beragama harus

berupaya menjadikan nilai agama sebagai nilai

universal-transformatif yang dikontekstualisasikan ke dalam realitas sosial yang rukun-guyub dan

harmoni.

(28)

PENUTUP

Refleksi dan harapan

28

(29)

Ketidakrukunan agama bisa saja terjadi, entah karena alasan faktor keagamaan atau faktor non-keagamaan.

(1) Faktor Keagamaan

1. penyiaran agama,

2. bantuan keagamaan dari luar negeri, 3. perkawinan antar pemeluk agama yang

berbeda,

4. pengangkatan anak, 5. pendidikan agama,

6. perayaan hari besar keagamaan, 7. perawatan dan pemakaman jenazah, 8. penodaan agama,

9. kegiatan kelompok sempalan,

10. transparansi informasi keagamaan, dan 11. pendirian rumah ibadat.

(2) Faktor Non-Keagamaan:

1. kesenjangan ekonomi,

2. kepentingan politik, 3. perbedaan nilai

sosial budaya, dan 4. kemajuan teknologi

informasi dan transportasi.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(30)

Konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kedua faktor di atas bisa diatas dengan mengubah cara pandang dan pemahaman mereka terhadap agamanya sendiri dan agama orang lain, termasuk cara hidup dengan kelompok-kelompok lain.

Caranya adalah dengan senantiasa mengusahakan pluralitas agama yang bertoleransi dan saling menghargai lewat :

1. komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing yang

diikuti oleh kemampuan mensosialisasikan semangat ajaran serta keteladanan para pendiri agamanya.

2. pemahaman atas kepekaan masing-masing dari kita

menyangkut kecintaan serta ikatan batin dengan “panutan”

-nya.. Untuk itu, umat beragama seyogyanya tidak

terpengaruh oleh sejarah konflik yang pernah terjadi di dunia luar.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(31)

● Adapun sikap kita terhadap pluralitas agama dalam term agree in disagreement yang mesti dibangun, yakni

1) setuju dalam perbedaan berarti orang mau menerima dan

menghormati orang lain dengan segala totalitasnya,

2) menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh

aspirasinya, keyakinannya, kebiasaannya dan pola hidupnya,

3) menerima dan menghormati orang lain dengan

kebebasannya untuk menganut agamanya.

● Upaya lain untuk meminimalkan adanya ketegangan di

antara pemeluk agama adalah lewat transformasi

pemahaman agama secara benar kepada masyarakat.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(32)

● Pemimpin agama harus mampu menampilkan agama yang menyuguhkan nilai-nilai inklusivisme, humanisme, serta bersifat transformatif kepada segenap ruang-ruang

kehidupan. Untuk itu di dalam setiap agama dibutuhkan

suatu perkembangan dinamis dalam kehidupan personal seseorang atau sekelompok yang didasarkan pada dinamika perubahan sosial.

● Salah satu upya terbaik untuk mengembangkan kerukunan

umat eragama di era global ini adalah lewat sebuah dialog:

dialog yang yang tidak berkutat pada dokumen-dokumen

dan masuk ke dalam living human documents, hingga

mempercakapkan persoalan kemanusiaan manusia melalui bahasa agama yang mampu mengangkat mereka.

● Media sosial adalah satu panggung terbaik dan paling efektif

untuk mewujudkan upaya ini.

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(33)

terimakasih

Medan, 12 Agustus 2017

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

(34)

Lusius Sinurat, S.S, M.Hum

LAHIR:

Bahtonang-Simalungun, 04 November 1976

Alamat:

Jl. AR. Hakim, Gg. Bunga No. 12 Sukaramai II, Medan | HP: 081322438482

PENDIDIKAN FORMAL

v Master Humaniora pada Magister Ilmu Teologi FF Unpar Bandung (2003-2005) v Sarajana Filsafat pada FF Universitas Katolik Parahyangan Bandung (1998-2002)

PENDIDIKAN NON-FORMAL

v Finance Auditory Course pada Tim Audit Keuangan CMVE, Jakarta (2014) v TOT Work Readiness pada PLAN INTERNATIONAL Semarang (2012)

v TOT Soft-skill trainer pada Indonesia Business Link Regio Jawa Tengah (2011) v Outward Outbound pada Musumase Consulting Jakarta (2007)

PEKERJAAN :

Self-employed di bidang Pelatihan SDM, Konsultan Pendidikan, Penulis /Editor Buku, Blogger & Copywriter untuk berbagai media cetak dan media online, Narasumber untuk tema-tema filsafat, sosial, budaya dan agama.

PENGALAMAN KERJA:

Guru Etika dan Kepribadian pada SD Bintang Laut Bandung (2000-2001), SMP Ursula Bandung (2001-2002), dan SMA St. Aloysius Bandung (2004-2005), Project Manager PT Edo Jakarta (2007-2008), Softskill Trainer pada PLAN International (2011-20014), Child and Family Counsultant pada CFDC Misericordia Semarang (2011-20013)

Lusius Sinurat, SS, M.Hum

Strategi Pengembangan Kerukunan Umat Beragama di Era Global 34

www.lusius-sinurat.com

+62 81 36247 6565

fb/luciusinurat

@luciusinurat

Referensi

Dokumen terkait

Umur panen buah okra yang berbeda pada interval pengamatan tiga hari setelah bunga mekar sampai sepuluh hari setelah buah mekar berpengaruh nyata terhadap

belum mematuhi standar operasional prosedur (SOP) yang dibuat untuk memperlancar penyelesaian pelayanan. selain itu badan Lingkungan Hidup Kota Semarang belum dalam

Gejala yang paling dominan ialah mosaik kuning dan bergaris kuning yang diperoleh dari semua sampel bawang merah (Bandung, Bantul, Brebes, dan Cirebon), sedangkan jenis gejala

Kegiatan pembelajaran pada pra siklus belum menggunakan model eksperimen inkuiri terbimbing materi fluida statis sebenaranya masih mudah karena masih materi awal

Berdasarkan pada pengalaman kami dan informasi yang ada, diharapkan tidak ada efek yang membahayakan jika ditangani sesuai dengan rekomendasi dan tindakan pencegahan yang sesuai

Pre-test akan dibandingkan dengan hasil Post- test sehingga dapat diketahui apakah kegiatan belajar mengajar berhasil baik atau tidak dan diharapkan pemahaman

Situasi kerja ini akan berpengaruh pada kinerja pelayanan, karena karyawan yang memiliki perilaku OCB memiliki sportivitas yang tinggi dalam bekerja, memiliki kesediaan

Pada budaya yang terlihat, pengajar dan pemelajar akan segera menyadari akan hal tersebut karena memang terlihat dengan jelas, sedangkan pada mienai bunka ( 見えない文化