• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUAR (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUAR (1)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

! ! ! "!#! ! $! ! # !%! !

& '

( )*+)+

,)

(2)
(3)
(4)

iv

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke Di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga” skripsi ini disusun sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana Keperawatan di STIKES Kusuma Husada Surakarta.

Sepenuhnya peneliti menyadari bahwa tanpa bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penyusunan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini terutama disampaikan kepada : 1. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.kep., Ns., M.Kep selaku Ketua STIKes Kusuma

Husada Surakarta.

2. Ibu Atiek Murharyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.

3. dr. Agus Sunaryo,SpPD selaku direktur RSUD Salatiga yang telah memberikan ijin kepada peneliti untuk melanjutkan pendidikan di STIKES Kusuma Husada Surakarta.

(5)

v

5. Bapak Arya Nurahman H.K, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang banyak memberi saran dan petunjuk dalam pembuatan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf STIKes Kusuma Husada Surakarta.

7. Kedua orang tua saya bapak dan ibu Supat, kedua mertua saya bapak dan ibu Sumarkam yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.

8. Suamiku tercinta dan anak anakku tersayang yang telah memberikan dukungan doa dan motivasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

9. Seluruh responden penelitian yang telah membantu peneliti sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10. Seluruh rekan se angkatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang saling membantu selama penyusunan skripsi ini.

11. Pihak lain yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu tanpa mengurangi rasa terimakasaih.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan berkahNya kepada semua yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala pendapat saran dan kritikan yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan. Mudah mudahan penelitian dapat bermanfaat untuk peneliti sendiri dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, 11 Februari 2016

(6)

vi

/ ... i

... ii

... iii

... iv

... vi

... viii

... ix

... x

... xi

... xii

0 ... xiii

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

/ 2.1.Tinjauan Teori ... 11

2.2.Keaslian Penelitian ... 53

2.3.Kerangka Teori ... 54

2.4.Kerangka Konsep ... 55

(7)

vii

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 56

3.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling ... 56

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ... 58

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ... 58

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 59

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 65

3.7 Etika Penelitian ... 69

1 4.1 Analisa Univariat ... 71

4.2 Analisa Bivariat... 74

1 5.1 Analisa Univariat ... 76

5.2 Analisa Bivariat... 82

1 6.1 Kesimpulan ... 87

6.2 Saran ... 87

(8)

viii

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman

3.1 Kerangka Teori 54

(9)

ix

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Indikator Sikap 31

2.2 Keaslian Penelitian 52

3.1 Definisi Operasional 58

4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

70

4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

71

4.3 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

72

4.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Keluarga Tentang ROM

72

4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM

73

4.6

Hubungan Antara Pengetahuan Keluarga Tentang ROM Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM

(10)

x

Nomor Lampiran Keterangan

1. Surat Ijin Studi Pendahuluan

2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Studi Pendahuluan

3. Surat Permohonan Uji Validitas dan Reabilitas

4.

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Uji Validitas dan Reabilitas

5. Surat Permohonan Ijin Penelitian

6. Surat Rekomendasi Ijin Penelitian

7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

8. Lembar Persetujuan Responden

9. Kuesioner Penelitian

10. Data Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

11. Data Mentah Hasil Penelitian

12. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

(11)

xi 1. ROM :

(12)

xii

Penderita stroke dengan kelemahan anggota gerak dan sendi pada umumnya mengalami ketergantungan dalam pemenuhan kebutuhan fisik, dan beresiko mengalami kecacatan apabila tidak dilakukan rehabilitasi medik ROM secara teratur. Keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 cenderung menyerahkan sepenuhnya latihan ROM kepada petugas, keluarga hanya menunggu, mendampingi dan membantu kebutuhan dasar pasien saja. Menurut wawancara peneliti pada tiga keluarga pasien menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui manfaat ROM dan hanya mengetahui gerakan ROM sekedar menekuk dan meluruskan persendian. Pengetahuan keluarga tentang ROM diharapkan dapat diterapkan dalam melatih anggota keluarganya yang sakit sehingga penderita dapat mengoptimalkan kembali fungsi anggota geraknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

Jenis penelitian ini dengan ,

pengambilan sampling menggunakan teknik total sampling pada 45 orang keluarga pasien stroke diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga. Variabel yang diamati adalah Pengetahuan keluarga tentang ROM dan Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM. Analisa data menggunakan uji korelasi .

Hasil penelitian ini menunjukkan pengetahuan keluarga tentang ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu dalam kategori baik sebanyak 22 orang (48,9%). Sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yaitu sikap mendukung sebanyak 27 orang (60,0%). Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga dengan nilai p=0,014<0,05.

(13)

xiii

- 6

-0 7 8

9 0

0

Diyah Supadmi 1), S.Dwi Sulistyawati 2), Aria Nurahman Hendra Kusuma 3) 1) Student of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences

(! ) of Kusuma Husada in Surakarta

2,3) Lecturers of the Bachelor of Nursing, the School of Health Sciences (! ) of Kusuma Husada in Surakarta

Abstract

Stroke patients with inability to move limbs and joints commonly experience dependency in meeting their physical needs and tend to suffer from the risk of disability if medical rehabilitation of ROM exercises is not performed regularly. The family members of stroke patients at Flamboyan 2 room tend to rely on medical personnel to deal with the exercises; they merely accompany, assist, and help patients with their basic needs. The interviews conducted by the researcher to three patients’ family members reveal that they do not know at all about the benefits of ROM exercises. For them, the exercises are just movements of bending and straightening the joints. This research aims at finding out the relationship between family’s knowledge and attitude on the performance of ROM exercises at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga.

This research applied analytical survey with cross sectional survey design. Samples of 45 patients’ family members at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga were taken using total sampling technique. The observed variables included the family’s knowledge on ROM and their attitude on the performance of ROM exercises. The data were then analyzed using Kendall’s Tau correlational test.

The research findings indicate that the family’s knowledge on ROM exercises at the aforementioned hospital is considered to be good (with total number of 22 respondents or 48.9%). In addition, supportive attitude on the performance of ROM exercises is found (with total number of 27 respondents or 60.0 %). The research concludes that there is a significant relationship between the family’s knowledge and attitude on the performance of ROM exercises at Flamboyan 2 room of Regional Public Hospital of Salatiga with p value of 0.015<0.05.

(14)

1 )() ! ! &! ! 4

Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat (WHO, 2014). Angka kematiannya mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar AS setahun. Insiden bervariasi 1,5 – 4 per 1000 populasi. Selain penyebab utama kematian juga merupakan penyebab utama kecacatan. Data beberapa rumah sakit besar di Indonesia menunjukkan bahwa jumlah pasien stroke senantiasa meningkat, diperkirakan hampir 50 % ranjang bangsal pasien saraf diisi oleh penderita stroke, yang didominasi oleh pasien dengan usia lebih dari 40 tahun (Handayani, 2013). Studi Framingham juga menyatakan, insiden stroke berulang dalam kurun waktu 4 tahun pada pria 42 % dan wanita 24 % (Lamsudin, 1998 dalam Handayani, 2013).

(15)

atau kedua mata; kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan atau koordinasi; sakit kepala parah dengan tidak diketahui penyebabnya; pingsan atau tidak sadarkan diri.

Ketidakmampuan pasien stroke untuk mobilisasi dapat mengganggu sistem metabolisme tubuh, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit, gangguan kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan kulit, perubahan eliminasi, perubahan sistem muskuloskleletal, perubahan perilaku, dan lain sebagainya (Hidayat, 2006).

Beberapa rehabilitasi yang umum dilakukan pada pasien stroke antara lain rehabilitasi emosi dengan melatih pasien untuk mengontrol emosi, rehabilitasi sosial untuk mempersiapkan pasien untuk kembali dalam lingkungan sosial pasca stroke, rehabilitasi fisik untuk melatih kekuatan otot dan sendi agar tidak terjadi kekakuan otot dan sendi maupun atropi otot sebagai akibat komplikasi dari stroke sehingga pasien pasca stroke mampu mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan melakukan aktifitas sehari hari tanpa harus menjadi beban bagi keluarganya.

(16)

Rehabilitasi fisik merupakan tindakan rehabilitasi yang pertamakali dilaksanakan setelah pasien melawati masa kritis dengan memperhatikan keadaan umum dan tanda tanda vital pasien. Berbagai tindakan yang dapat dilakukan dalam rehabilitasi medik terdapat tiga hal yaitu rehabilitasi medikal, rehabilitasi sosial dan rehabilitasi vokasional. Rehabilitasi medikal bertujuan untuk mengembalikan kemampuan fisik pada keadaan semula sebelum sakit dalam waktu sesingkat mungkin. Salah satu caranya adalah dengan (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot dimana klien menggerakkan persendiannya sesuai gerakan normal baik aktif ataupun pasif (Potter and Perry, 2006). Tujuan ROM adalah untuk mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, melancarkan sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk (Wirawan, 2009).

Hasil penelitian Sonatha dan Gayatri (2012) menunjukkan bahwa pengetahuan keluarga akan mempengaruhi kesiapan anggota keluarga dalam memberikan perawatan stroke. Pengetahuan memiliki peran yang sangat besar bagi keluarga dalam memberikan perawatan pasien stroke, pengalaman sebelumnya menjadi dasar pengetahuan yang baik bagi keluarga.

(17)

sekedar mendampingi selama di rumah sakit, tetapi keluarga mampu berperan maksimal dalam perawatan pasien. Keluarga yang belum mendapatkan informasi tentang ROM dapat diberikan informasi serta pelatihan sederhana yang dapat dilakukan oleh fisioterapis ataupun oleh perawat, sehingga banyaknya waktu luang yang dimiliki keluarga dapat dimanfaatkan untuk memberikan latihan ROM secara benar dan bermanfaat bagi pasien.

Fungsi perawatan kesehatan keluarga bukan hanya fungsi esensial dan dasar keluarga, namun fungsi yang mengemban fokus sentral dalam keluarga yang berfungsi dengan baik dan sehat. Akan tetapi memenuhi fungsi perawatan kesehatan bagi semua anggota keluarga akan menemui kesulitan akibat adanya tantangan eksternal dan internal (Friedman, Bowden & Jones, 2003 dalam Ramlah, 2011). Fungsi perawatan kesehatan keluarga diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan kesehatan seluruh anggota keluarga, tetapi pada kenyataannya tidak semua keluarga memahami dengan baik dalam melaksanakan tugas kesehatan keluarga khususnya yang berkaitan dengan kejadian pengabaian lansia.

Keluarga memiliki peran yang sangat penting pada perawatan pasien stroke. Pemenuhan kebutuhan pasien penyandang stroke pada umumnya dibantu oleh anggota keluarga. Hal ini dikarenakan

(18)

benar. Keluarga yang akan memberikan perawatan pasien stroke perlu mendapatkan pengetahuan yang benar. Oleh karena itu, tenaga kesehatan khususnya perawat diharapkan meningkatkan edukasi kepada setiap keluarga selama proses perencanaan pemulangan ( ) dari rumah sakit. Bentuk edukasi yang perlu diajarkan perawat berupa ajakan kepada keluarga untuk tetap menjalin hubungan dekat dengan pasien pasca stroke, mengerti akan keterbatasan pasien, dan bentuk bentuk perawatan pasien pasca stroke di rumah.

Terdapat beberapa penelitian yang menggambarkan kondisi keluarga dalam memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang terkena stroke. Penelitian Smith, dkk (2004) pada 90 orang keluarga dekat penderita stroke menunjukkan bahwa 32,2% mengalami kecemasan terkait kondisi stroke penderita, 33,3% merasa kesehatannya menurun, dan 14,4% mengalami depresi ringan. Smith mengatakan kondisi keluarga menjadi cemas terhadap kondisi pasien pasca stroke. Peran keluarga dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang diberikan oleh perawat selama keluarga mendampingi perawatan pasien di rumah sakit. Pembelajaran kepada keluarga dapat diberikan melalui bentuk pendidikan kesehatan secara spesifik pada masalah stroke.

(19)

sehari untuk bersama pasien stroke (mengantar kedokter, mandi, dan berpakaian), dan 10,8 jam sehari untuk mengawasi pasien stroke (mengawasi saat jalan dan makan). Selain itu, keluarga (suami/istri, anak,dan kerabat lainnya) juga akan mengalami masalah kesehatan baik fisik, mental, maupun sosial.Anggota keluarga tidak jarang mengalami gangguan tidur, baik karena kelelahan maupun karena stres karena mereka selalu menunggu pasien sembuh.

Upaya untuk meminimalkan dampak lanjut dari stroke tersebut sangat diperlukan dukungan dari keluarga, baik dalam merawat maupun dalam memberi dukungan baik secara fisik maupun psikologis, sehingga pasien stroke dapat mengoptimalkan kembali fungsi dan perannya. Tanpa pengetahuan dalam merawat pasien stroke maka keluarga tidak akan mengerti dalam memberikan perawatan yang memadai dan dibutuhkan oleh penderita stroke. Keluarga perlu mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit stroke serta kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pasca stroke, kesembuhan pasien juga akan sulit tercapai optimal jika keluarga tidak mengerti apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penyakit pasien setelah terjadi stroke dan perawatan apa yang sebaiknya diberikan untuk keluarganya yang mengalami stroke (Yastroki, 2011).

(20)

persyarafan, termasuk pasien stroke. Jumlah pasien stroke selama tahun 2014 yang dirawat di ruang Flamboyan 2 sejumlah 188 penderita. Di RSUD Salatiga latihan ROM biasa dilakukan hanya oleh fisioterapis dengan frekuensi 1 kali sehari selama 15 menit.Keluarga pasien stroke cenderung menyerahkan sepenuhnya latihan gerak sendi atau ROM kepada petugas kesehatan dirumah sakit.

Menurut wawancara yang peneliti lakukan pada tiga keluarga pasien stroke, mereka menyampaikan bahwa secara umum belum mengetahui manfaat dan cara melakukan latihan ROM. Ketiga pasien yang dilakukan wawancara mengatakan belum pernah diberikan informasi mengenai kegiatan ROM tersebut, keluarga hanya mampu memberikan latihan ROM sebatas pengetahuan mereka yang diperoleh dengan memperhatikan petugas rehabilitasi medik saat melatih keluarga mereka yang menderita stroke. Keluarga hanya mengerti bahwa latihan ROM sekedar menekan dan meluruskan tangan dan kaki yang mengalami kelemahan.

(21)

manfaat dan cara melakukan latihan ROM. Keluarga memberikan latihan ROM sebatas pengetahuan mereka yang diperoleh dengan memperhatikan petugas rehabilitasi medik dengan sekedar menekuk dan meluruskan tangan atau kaki saja.

Pentingnya pengetahuan dan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke guna mencegah kecacatan dan mengembalikan kemampuan penderita stroke dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Sikap Keluarga Dalam Pelaksanaan ROM Pada Pasien Stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga”.

)( ! ! !&!

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitiannya sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di RSUD Salatiga?

)(: $ ! & !

1.3.1 Tujuan Umum

(22)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik responden meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan.

b. Mengetahui gambaran pengetahuan keluarga tentang latihan ROM di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

c. Mengetahui distribusi sikap keluarga pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

d. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga.

)(* ! ;!! & !

1.4.1 Bagi rumah sakit

Meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan bagi penderita stroke yang mengalami kelemahan anggota gerak dan sendi.

1.4.2 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi masyarakat terutama keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita stroke berkaitan dengan latihan pelaksanaan ROM pada pasien stroke.

1.4.3 Bagi institusi pendidikan

(23)

1.4.4 Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan fungsi kemandirian keluarga selama mendampingi pasien dirawat dirumah sakit.

1.4.5 Bagi peneliti

(24)

/

()( $! ! 5

2.1.1. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan " #, tahayul " #$

penerangan penerangan yang keliru " #

(Soekanto, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang "

#(Notoatmodjo, 2007).

(25)

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya (Meliono, 2007)

2. Proses Adopsi Perilaku

Pengalaman dan pengetahuan terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2003). Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri seseorang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. % (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. b. $yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. $ (menimbang nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. , orang telah mulai mencoba perilaku baru.

(26)

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap tahap di atas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini didasari pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng " #. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007). Contohnya ibu ibu membawa anaknya ke tempat pelayanan imunisasi karena diminta kader.

3. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :

a. Tahu " %#

(27)

dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda tanda penyakit polio.

b. Memahami " #

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa bayi perlu mendapatkan imunisasi?

c. Aplikasi " #

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks, atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip prinsip siklus pemecahan masalah

" # di dalam pemecahan masalah

(28)

d. Analisis " #

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek obyek ke dalam komponen komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis " #

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi" #

(29)

antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab ibu ibu tidak mau membawa anaknya untuk imunisasi, dan sebagainya.

Kualitas pengetahuan dapat dikelompokkan melalui

& Pengetahuan dikatakan baik jika mempunyai skor 76 % 100 %, cukup 56 % 75 %, dan kurang 0 55 % (Arikunto, 2006).

4. Cara memperoleh pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuaan menurut Notoatmodjo (2003) ada 2 yaitu :

a. Cara Tradisional 1) Cara Coba Salah

Cara ini merupakan cara tradisional yang dilakukan apabila seseorang menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba coba saja. Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

2) Cara Kekuasaan atau Otoritas

(30)

pemerintah, otoritas pimpinan agama, atau ahli ilmu pengetahuan, sehingga banyak sekali kebiasaan kebiasaan dan tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran, apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak.

3) Berdasarkaan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.

4) Melalui Jalan Pikiran

(31)

pembuatan kesimpulan dari pernyataan pernyataan umum kepada yang khusus.

b. Cara Modern atau Ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan disebut metode penelitian ilmiah yang mempunyai sifat lebih sistematis, logis, dan alamiah. 5. Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan

a. Pengalaman

Pengetahuan sebagai gejala kejiwaan yang dipengaruhi oleh pengalaman diri sendiri atau pengalaman orang lain (Notoatmodjo, 2007).Menurut Huclok (1998) dalam Nursalam (2001), semakin cukup umur, maka seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Hal ini dipercaya, orang yang lebih dewasa mempunyai pengalaman yang lebih luas.

(32)

b. Fasilitas Fisik

Fasilitas fisik adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan perkara/kelancaran tugas. Sedangkan fasilitas merupakan faktor instrumental yang terdiri dari perangkat keras seperti perlengkapan belajar, alat peraga, dan alat lunak seperti penyuluh, serta metode belajar mengajar (Notoatmodjo, 2007).

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan yang rendah biasanya mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Menurut Kuncoroningrat (1997) dalam Nursalam (2001), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi, sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

(33)

Menurut Saifuddin (2002), makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat pemahamannya tentang pelayanan kesehatan dan makin rendah tingkat pendidikan maka pemahaman semakin berkurang tentang pelayanan kesehatan.

d. Informasi

Dengan memberikan informasi informasi tentang cara cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Notoatmodjo (2003), pendidikan kesehatan bukan satu satunya faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang tetapi dipengaruhi oleh faktor pendukung external yang secara langsung dapat mempengaruhi perubahan perilaku seperti sarana yang dimiliki, fasilitas lain yang tersedia atau alat alat yang dibutuhkan, serta dukungan positif yang diberikan orang lain untuk terjadinya perubahan perilaku. Artinya penyuluhan yang baik belum tentu perilakunya baik, begitu juga sebaliknya.

(34)

pengetahuan diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat alat komunikasi, seperti membaca surat kabar mendengarkan radio, melihat film atau televisi.

e. Sosial Budaya Masyarakat

Kebudayaan tarbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat. Kebudayaan ataupun yang disebut peradaban mengandung pengertian yang luas meliputi pemahaman, perasaan suatu bangsa yang komplek meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan pembawaan yang lain dari masyarakat (Notoatmodjo, 2007).

6. Indikator indikator Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), indikator indikator pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi :

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit yang meliputi : 1) Penyebab penyakit

2) Gejala atau tanda tanda penyakit

3) Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan

(35)

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi :

1) Jenis jenis makanan bergizi

2) Manfaat makanan bergizi bagi kesehatannya 3) Pentingnya olahraga bagi kesehatan

4) Penyakit penyakit atau bahaya bahaya merokok, minum minuman keras, narkoba, dan sebagainya

5) Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebaagainya.

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan 1) Manfaat air bersih

2) Cara cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat dan sampah

3) Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat 4) Akibat polusi (polusi air, udara, dan tanah) bagi

kesehatan, dan sebagainya. d. Alat ukur pengetahuan

Alat ukur pengetahuan dengan menggunakan kuesioner yang telah valid, hasil diniterprestasikan dengan presentase. Menurut Nursalam, (2011) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diniterprestasikan dengan presentase:

(36)

2) Cukup: hasil presentase 56% 75%. 3) kurang: hasil presentase <56%.

2.1.2. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup (Notoatmojo, 2003). Sikap juga dapat didefinisikan sebagai penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek setelah seseorang mengetahui.

Di kalangan para ahli Psikologi Sosial mutakhir terdapat dua pendekatan tentang pemikiran sikap yaitu:

a. Pendekatan pertama yang disebut juga pendekatan tricomponen yaitu memandang sikap sebagai kombinasi reaksi afektif, prilaku, dan kognitif terhadap suatu obyek (Breckler, 1984; Katz dan Stotland, 1959;Rajecki,1982; dalam Azwar S, 2008: 6)

(37)

(Fishbein dan Ajzen, 1980; Oskamp, 1977; Petty dan Cocopio, 1981; dalam Azwar S, 2008: 6). Definisi Petty, Cocopio, secara lengkap mengatakan: sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau (Petty dan Cacioppo, 1981 dalam Azwar S, 2008: 6).

2) Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif

Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan, stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini) sebagai contoh: Keluarga mengetahui manfaat dari latihan ROM

b. Komponen afektif

(38)

mengubah sikap seseorang. Komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Sebagai contoh : keluarga memberikan dukungan/motifasi kepada pasien dalam melaksanakan aktifitas fisik.

c. Komponen konatif

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku (Azwar S, 2008: 23). Sebagai contoh membantu pasien latihan ROM

3) Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:

a. Menerima ( )

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon ( )

(39)

adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

c. Menghargai ( )

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah.

d. Bertanggung jawab ( )

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi (Notoatmojo,2009: 126).

4) Pembentukan Sikap

Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

a. Pengalaman Pribadi

(40)

positif atau sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu individu masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

d. Media Massa

(41)

penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan pesan yang berisi keyakinan yang dapat mengarahkan opini sesorang.Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya terhadap hal tersebut. Pesan – pesan sugesti yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya melekatkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Dikarenakan konsep moral dan ajaran dari sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

f. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Azwar, 2008: 30).

(42)

Menurut Sax: 1980 (dalam Azwar, 2008: 87) menunjukan beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu: a. Arah

Sikap terpilah pada dua arah kesetujuan yaitu apakah seruju atau tidak setuju. Orang yang setuju berarti memiliki sikap yang arahnya positif atau sebaliknya.

b. Intensitas

Kedalaman atau kekuatan sikap terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak berbeda.

c. Keluasan

Kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak sekali aspek yang ada pada objek sikap.

d. Konsistensi

Kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud.

e. Spontanitas

(43)

6) Cara Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat/ pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003:126). Hasil ukur sikap dapat dibedakan menjadi sikap mendukung (positif) dan sikap tidak mendukung (negatif) (Azwar, 2008).

Beberapa metode pengukuran sikap yaitu: a. Observasi Perilaku

Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Tetapi interpretasi sikap harus sangat hati hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.

b. Penanyaan langsung

(44)

memungkinkan kebebasan berpendapat tanpa tekanan psikologis maupun fisik.

c. Pengungkapan langsung

Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung dengan aitem tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988 dalam Azwar,2008:87).

7) Skala Sikap

Skala ' digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono,2008).

Dengan skala ' variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan baik bersifat (positif) atau bersifat

(negatif).

Untuk keperluan analisis kuantitatif, jawaban dapat diberi skor sebagai berikut :

(45)

e. Tidak pernah, negatif diberi skor 1 8) Alat Ukur Sikap

Alat ukur sikap dengan menggunakan kuesioner yang valid, hasil diinterpretasikan dengan presentase. Menurut Azwar (2008) sikap seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan presentase :

1) Mendukung : hasil presentase ≥ 50 % dari skor jawaban 2) Kurang Mendukung : hasil presentase < 50 % dari skor

jawaban 9) Indikator Sikap

Tabel 2.1 indikator sikap

SIKAP INDIKATOR

Kognitif 1. Keluarga mengetahui manfaat latihan ROM 2. Keluarga mengetahui tujuan latihan ROM 3. Keluarga mengetahui waktu pelaksanaan

ROM

4. Keluarga mengetahui macam macam gerakan ROM

Afektif 1. Keluarga memberikan dukungan/motivasi kepada pasien dalam aktifitas fisik pasien 2. Keluarga menghargai kemampuan pasien

dalam melakukan gerakan fisik

3. Keluarga mendampingi aktifitas fisik pasien 4. Keluarga memperhatikan kemajuan pasien

dalam melaksanakan latihan gerak

(46)

2. Keluarga membantu pasien latihan ROM 3. Keluarga melaksanakan ROM dengan

gerakan sesuai aturan ROM

2.1.3. (ROM)

1. Pengertian

(ROM) adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan peregangan otot, dimana klien menggerakkan masing masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). 2. Tujuan

Tujuan adalah meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi.

3. Manfaat

(47)

4. Indikasi

a. Pasien semikoma atau tidak sadar

b. Pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri

c. Pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisa ekstremitas total.

5. Kontraindikasi

a. Trombus atau emboli pada pembuluh darah b. Kelainan tulang dan sendi

c. Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit jantung (Suratun,dkk,2008)

6. Jenis

a. ROM pasif

(48)

ekstremitasyang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

b. ROM aktif

Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Kekuatan otot 75 %. Pada ROM aktif sendi yang digerakan adalah seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif.

7. Jenis Gerakan ROM

Jenis gerakan ROM yang dilakukan adalah :

a. Fleksi : adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus,contonya fleksi lengan bawah dan fleksi jari.

b. Ekstensi : adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat, keadaan lurus ini mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang dibanding dari keadaan terlipat.

c. Hiperekstensi : adalah gerakan meregangkan persendian hingga diluar jangkauan normal d. Rotasi : adalah gerak putar pada sumbu panjang

(49)

e. Supinasi : adalah gerakan putar kearah luar dari lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan kembali menghadap ke depan;

f. Pronasi : adalah gerakan putar kearah dalam dari lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke belakang; g. Abduksi : adalah gerakan pada bidang frontal

untuk “membuka sudut“ terhadap garis tengah. Contohnya : gerakan merentangkan lengan, merentangkan tungkai dan merentangkan jari – jari tangan;

h. Aduksi : adalah gerakan pada bidang frental untuk menutup sudut terhadap garis tengah. Gerakan ini merupakan gerakan yang sebaliknya dari gerakan abduksi.

i. Flexi dan Extensi Pergelangan tangan Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

(50)

3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien. 4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin. 5) Catat perubahan yang terjadi.

j. Flexi dan extensi Siku

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan mengarah ke tubuhnya.

3) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya.

4) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu. 5) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya. 6) Catat perubahan yang terjadi.

k. Pronasi dan Supinasi lengan bawah Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk.

(51)

4) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya.

5) Kembalikan keposisi semula. l. Abduksi dan Adduksi

Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan. 2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya.

3) Letakan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.

4) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat.

5) Kembalikan ke posisi semula. 6) Catat perubahan yang terjadi.

m. Flexi dan Extensi Jari – Jari Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Pegang jari – jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki.

3) Bengkokkan (tekuk) jari – jari kebawah. 4) Luruskan jari – jari kaki ke belakang. 5) Kembalikan ke posisi semula.

(52)

n. Flexi dan Extensi pergelangan kaki siku. Cara yang dilakukan adalah:

1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

2) Letakan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain diatas lutut.

3) Putar kaki menjauhi perawat. 4) Putar kaki karah terawat. 5) Kembalikkan keposisi semula. 6) Catat perubahan yang terjadi. 2.1.4. Stroke

1. Pengertian

Stroke atau cedera cerebro vaskular accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2010). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2007).

(53)

sistem suplai arteri otak. Dari beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

2. Klasifikasi stroke

Stroke diklasifikasikan menjadi dua : a. Stroke Non Hemoragik

Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).

b. Stroke Hemoragik

(54)

3. Etiologi

Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu empat kejadian yaitu:

a. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.

b. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.

c. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak

d. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.

4. Patofisiologi

Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri karotis Interna.

Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :

(55)

sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan mengakibatkan perubahan perubahan iskemik otak.

b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke kejaringan ( ).

c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak.

d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial jaringan otak.

(56)

gangguan fungsi neural dan terjadi kerusakan jaringan secara permanen.

5. Tanda dan Gejala

Menurut Smeltzer & Bare (2010) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan kata kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

6. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2010) meliputi:

a. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral. b. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau

embolisasi dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler. c. Antitrombotik karena trombosit memainkan peran sangat

(57)

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare (2010) adalah:

a. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

b. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.

(58)

disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

8. Pencegahan Stroke

Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik dan billboard. Menurut Yastroki (2014) di Indonesia, upaya yang dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain:

(59)

2) Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan. 3) Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung

(misalnya fibrilasi atrium, infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular atero sklerotik lainnya.

4) Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran, buah buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan ( dan beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke. Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:

(60)

infark miokard akut, kelainan katup) dan kondisi koagulopati yang lain.

2) Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra indikasi terhadap asetosal (aspirin).

3) Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.

c. Pencegahan Tertier

(61)

dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan peran serta keluarga.

1) Rehabilitasi Fisik

Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur (ROM). Terapi yang kedua adalah terapi okupasional (

atau OT), diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari hari seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta berkomunikasi dengan orang lain.

2) Rehabilitasi Mental

(62)

mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.

3) Rehabilitasi Sosial

Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas lokal dan badan badan bantuan sosial.

9. Pemeriksaan Diagnostik

(63)

a. CT scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya infark.

b. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada thrombosis, emboli serebral, dan TIA

( ) atau serangan iskemia

otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.

c. MRI ( ): menunjukkan

daerah yang mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.

d. ) * : mengidentifikasi penyakit

arteriovena.

e. EEG ( ): mengidentifikasi

penyakit didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

(64)

2.1.5. Konsep Keluarga 1. Definisi Keluarga

Keluarga didefinisikan oleh Freadman (2003) dalam bukunya Family Nursing, merupakan suatu kelompok yang dapat menimbulkan, mencegah , mengabaikan atau memperbaiki masalah masalah kesehatan dalam kelompoknya itu sendiri. Keluarga mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarga. Peranan dari anggota keluarga akan mengalami perubahan bila salah satu dari anggota keluarga mengalami sakit. Dalam pemeliharaan pasien sebagai individu, keluarga tetap berparan sebagai pengambil keputusan.

2. Fungsi Keluarga

Freadman (2003) menyebutkan bahwa salah satu fungsi keluarga adalah fungsi keperawatan kesehatan. Adapun lima tugas kesehatan keluarga yang merupakan upaya keluarga dalam menjalankan fungsi perawatan kesehatan meliputi :

1). Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga.

2). Mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat. 3). Melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang

(65)

4). Melakukan modifikasi lingkungan sehingga menjadi aman dan menunjang tercapainya lingkungan keluarga yang sehat.

5). Menamfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat guna mendukung pencapaian optimal dalam perawatan anggota yang mengalami gangguan kesehatan.

3. Struktur Keluarga

Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dilingkungan masyarakat. Terdapat empat elemen struktur keluarga menurut Paras dan Caplan (1965) dalam Freadman (2003) :

1) Struktur Peran Keluarga :

Menggambarkan peran masing masing anggota keluarga dalam keluarganya sendiri maupun peranannya dilingkungan masyarakat baik formal maupun informal. 2) Nilai dan Norma Keluarga :

Norma yang diyakini dan dipelajari oleh keluarga khususnya yang berhubungan dengan kesehatan.

3) Pola komunikasi keluarga :

Pola komunikasi orang tua, orang tua dengan anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain (pada keluarga besar) dengan keluarga inti.

(66)

Menggambarkan kemampuan anggota keluarga yang mendukung kesehatan.

( ( ! & ! & !

Tabel 2.2 Keaslian Penelitian

No Nama

peneliti Judul Metode Hasil

(67)

(:( ! 4 ! 5

(68)

(*( ! 4 ! 5 #

Gambar 2.2; kerangka Konsep

(<( #5

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan (Sugiyono, 2008). Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

Ha: Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga bila . < 0,05

H0: Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien stroke di Ruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga bila . > 0,05

Pengetahuan keluarga tentang ROM

Sikap keluarga dalam

pelaksanaan ROM

(69)

:()( / 2! ! "! 4! & !

Berdasarkan cara pengumpulan data, jenis penelitian ini kuantitatif survei analitik. Yang dimaksud dengan survei analitik adalah melakukan analisis korelasi antara faktor resiko (pengetahuan keluarga tentang ROM) dengan faktor efek (sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM). Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah desain

. Yang dimaksud dengan adalah

suatu penelitian untuk memperlajari dinamika korelasi antara pengetahuan keluarga tentang ROM dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM, dengan cara pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010: 37). Penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan keluarga dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada keluarga pasien stroke

:( ( 5# &! 2! ! # &

1. Populasi

(70)

2. Sampel

a. Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi, dengan estimasi pada bulan juni 2015 sebelum penelitian sebanyak 45 responden. Sejumlah 45 responden di ikutkan semua sebagai populasi.

b. Teknik pengambilan sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik total sampling, yaitu pengambilan sampel dengan melibatkan seluruh jumlah populasi yang ada (Dahlan, 2009). Sampel penelitian ini adalah keluarga pasien stroke yang dirawat diruang Flamboyan 2 RSUD Salatiga yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

1) Memiliki kekuatan fisik untuk melatih fisik pasien stroke 2) Pasien yang menjalani rawat inap

3) Keluarga yang kooperatif selama penelitian berlangsung. 4) Bersedia menjadi responden dengan menandatangani

lembarpersetujuan menjadi responden.

(71)

:(:( #! 2! -! & !

Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2015. Penelitian dilakukan di ruang Flamboyan 2 RSUD Kota Salatiga.

(72)

:(<( &! & ! 2! 0! ! 4 # &! ! !

)( &! # & !

Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen yaitu :

a. Instrumen untuk mengetahui pengetahuan keluarga tentang ROM berupa kuesioner yang berisi pernyataan sebanyak 12 item pernyataan yang terdiri dari 15 pernyataan (positif) dan 6 pernyataan (negatif) dengan alternatif pilhan jawaban benar atau salah. Untuk pernyataan pilihan jawaban benar = 2 dan salah = 1, sedangkan untuk pernyataan pilihan jawaban benar = 1 dan salah = 2.

Kisi Kisi kuesioner pengetahuan keluarga tentang ROM

Indikator

b. Instrumen untuk mengetahui sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM berupa kuesioner yang berjumlah 24 item pernyataan yang terdiri dari 18 pernyataan dan 4 pernyataan

(73)

hampir tidak pernah dan tidak pernah. Untuk pernyataan

pilihan jawaban selalu = 5, sering = 4, kadang kadang = 3, hampir tidak pernah = 2, tidak pernah = 1. Sedangkan untuk pernyataan pilihan jawaban selalu = 1, sering = 2, kadang kadang = 3, hampir tidak pernah = 4, tidak pernah = 5.

Kisi Kisi kuesioner sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM

Indikator Nomor item Jumlah

/ )

Kognitif 1, 2, 4, 6 3, 5 6

Afektif 7, 8, 9, 11, 12, 13, 14

10, 15 9

Konatif 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22

7

Jumlah soal 18 4 22

2. Uji Validitas dan reliabilitas a. Uji validitas

Notoatmodjo (2010; 164) berpendapat bahwa ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah kuesioner, yaitu keharusan sebuah kuesioner untuk valid dan reliabel. Oleh karena itu, sebelum digunakan untuk penelitian kuesioner diujicobakan untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya.Teknik korelasi yang digunakan dalam uji validitas instrumen ini menggunakan korelasi

0 1 0 " #, yang diolah dengan sistem

(74)

Keterangan :

x = Skor rata rata dari x y = Skor rata rata dari y r = koefisien korelasi

Uji dilakukan terhadap 20 responden yang memiliki karakteristik hampir sama dengan responden penelitian. Uji coba instrumen pengetahuan akan dilakukan terhadap keluarga yang melakukan pendampingan pasien stroke di Ruang Cempaka RSUD Salatiga. Hastono (2007; 55) mengatakan bahwa untuk menentukan validitas dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel, butir pertanyaan dikatakan valid jika memiliki nilai r hitung > r tabel (nilai r tabel pada n 20: 0,444). Hasil perhitungan tiap tiap pernyataan berdasarkan nilai signifikasi (p) yang dibandingkan dengan nilai α = 5% (0,05), dimana nilai p < 0,05, maka menunjukan bahwa item pernyataan tersebut valid dan dapat dipergunakan dalam penelitian. Jika nilai p > 0,05 maka menunjukan item tersebut tidak valid ( Riwidikdo, 2013).

(75)

dikatakan tidak valid yaitu terletak pada nomor 3, 10 dan 18. Pernyatan tidak valid tersebut dihapus dan tidak akan digunakan dalam penelitian.

Hasil perhitungan untuk kuesioner sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM yang berjumlah 24 pernyataan yaitu didapatkan 22 pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang besarnya (0,002 0,042) kurang dari sig. 5% (0,05) maka pernyataan dikatakan valid, dan didapatkan 2 pernyataan dengan taraf signifikasi (p) yang besarnya (0,438 0,796) lebih besar dari sig. 5% (0,05) maka pernyatan dikatakan tidak valid yaitu terletak pada nomor 7 dan 23. Untuk pernyataan tidak valid tersebut dihapus dan tidak akan digunakan dalam penelitian. Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.

b. Uji reliabilitas

(76)

diambil, tetap akan sama (Arikunto, 2010: 221). Rumus yang digunakan conbrach alpha (Adji, 2012) adalah sebagai berikut:

r − 1 1 −k ∑

Keterangan :

= reliabilitas instrument

k = jumlah butir pertanyaan

∑ σ = jumlah varian pada butir = varian total

(77)

reliabel. Analisis dalam penelitian ini dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS 16.

3. Cara Pengumpulan Data

Prosedur pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

a. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian dari STIKES Kusuma Husada Surakarta yang ditujukan ke Kantor Kesbang polinmas Kota Salatiga.

b. Mengajukan ijin penelitian ke Kantor Kesbangpolinmas Kota Salatiga. Setelah mendapatkan ijin mengantarkan surat tembusan ke Rumah Sakit Umum Kota Salatiga.

c. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden

d. Peneliti memberikan penjelasan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan mulai darimaksud dan tujuan, manfaat, langkah langkah penelitian

e. Calon responden yang bersedia menjadi responden, menandatangani surat pernyataan yang berisi tentang ke bersediaannya untuk menjadi responden.

f. Peneliti membagikan kuesioner pengetahuan dan sikap untuk diisi oleh responden

g. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, kuesioner dikembalikan lagi kepada peneliti.

(78)

i. Peneliti kemudian mengolah hasil data yang sudah didapatkan dari responden dengan menggunakan program komputer.

:(.( 45&! ! 2! !& ! !

i. Tehnik Pengolahan Data

Hastono (2007) memaparkan bahwa pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian kegiatan setelah pengumpulan data. Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, paling tidak ada empat tahapan dalam pengolahan data yang peneliti harus lalui yaitu $ $ , dan . Data yang telah dikumpulkan pada penelitian ini selanjutnya diolah dengan menggunakan program computer dengan beberapa tahapan yaitu merekapitulasi hasil jawaban kuesioner yang diisi oleh responden kemudian dilakukan:

&

Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan pengisian formulir apakah sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten. b. Scoring

(79)

sikap pemberian skor dilakukan pada jawaban selalu 5, sering 4, kadang kadang 3, hampir tidak pernah 2, tidak pernah 1 dikategorikan dengan sikap mendukung ≥ 50% dan sikap kurang mendukung < 50% (Azwar, 2008).

c.

merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan (Hastono, 2007). Peneliti memberi kode pada setiap responden untuk memudahkan dalam pengolahan data dan analisis data. Kegiatan yang dilakukan, setelah data diedit kemudian diberi kode.

1. Identitas: a) Umur b) Pendidikan

Pendidikan tamat SD : 1

Pendidikan tamat SMP : 2 Pendidikan tamat SLTA sederajat : 3

Pendidikan tamat D3,S1,S2,S3 : 4 c) Pekerjaan

(80)

2. Pengetahuan:

Pengetahuan baik : 1 Pengetahuan cukup : 2 Pengetahuan kurang : 3 3. Sikap:

Sikap mendukung : 1 Sikap kurang mendukung : 2 d. 0

Setelah semua lembar observasi terisi penuh serta sudah melewati pengkodean maka langkah peneliti selanjutnya adalah memproses data agar data yang sudah di dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng dari data kuesioner kepaket program komputer.

&

(81)

ditemukan kembali data yang tidak sesuai sehingga data siap dianalisis.

ii. Analisa Data

Untuk melakukan pengujian hipotesis, analisis data yang dilakukan adalah:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik masing masing variabel yang diteliti (Hastono, 2007). Variabel yang dianalisis secara univariat dalam penelitian ini adalah karakteristik responden meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan dan sikap. Data akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

b. Analisis Bivariat

Gambar

Tabel 2.1 indikator sikap
Tabel 2.2 Keaslian Penelitian
Gambar 2.1: Kerangka Teori
Gambar 2.2; kerangka Konsep
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah dibagikan kepada caregiver pasien stroke yang

Tujuan umum penelitian adalah mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap keluarga dengan keterlibatan dalam mobilisasi dini pasien stroke di RSUI.

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi tentang sikap responden dalam mendukung kesembuhan TBC Paru pada anggota keluarga……… 40. Tabel 4.9 Distribusi frekuensi responden tentang

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMANDIRIAN PASIEN PASCA STROKE DALAM PERAWATAN DIRI DI PUSKESMAS PACARKELING DAN PUSKESMAS

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Perubahan Konsep Diri pada Pasien Pasca Stroke di Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Daerah dr.. M Hauluss

Tabel 4.9 Hubungan Kemampuan Fungsi Tubuh dan Dukungan Keluarga dengan Depresi pada Pasien Pasca Stroke di Ruang Poli Stroke RSUD Dr..

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap keluarga dalam pelaksanaan ROM pada pasien Stroke di

Pasien pasca stroke harus lebih memiliki sikap positif yang lebih tinggi dan kesadaran akan pentingnya melatih kembali fisik yang mengalami penurunan atau kelemahan akibat dari kondisi