BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Rantai Nilai
a. Konsep nilai
Nilai adalah jumlah yang bersedia dibayarkan oleh pembeli untuk barang atau layanan yang diberikan perusahaan. Nilai diukur dengan total
pendapatan (suatu cerminan dari harga produk perusahaan dan unit yang dapat dijual). Sebuah perusahaan dikatakan menguntungkan ketika nilai yang diperintahkan melebihi biaya yang terlibat dalam menciptakan produk atau
jasa. Menciptakan nilai bagi pembeli yang melebihi biaya digunakan dalam menganilisis kompetitif karena kesengajaan perusahaan meningkatakan biaya
dalam rangka memimpin harga premium melalui differiensiasi (Porter, 1998:38 dalam Metharia, 2010).
Nilai suatu barang atau jasa ditunjukkan oleh jumlah uang yang para
pembeli bersedia membayarkan untuk memperoleh sejumlah barang atau jasa tertentu (pontas, 2011:409).
Feller, dkk. (2006) dalam Metharia (2010) menyatakan bahwa (1) nilai merupakan pengalaman subjektif yang tergantung pada konteks. (2) nilai terjadi ketika kebutuhan dipenuhi melalui penyediaan produk, sumber daya
mengalir dari orang atau institusi yang merupakan penarima sumber daya
mengalir dari komsumen.
b. Konsep rantai nilai
Michal porter dalam konsep keunggulan kompetitifnya menjelaskan bahwa aktivitas penciptaan suatu produk atau jasa dilakukan melalui suatu urutan proses tertentu. Dikatakan olehnya bahwa sebuah perusahaan akan
memiliki keunggulan kompetitif apabila mnajemen berhasil memiliki rantai proses yang paling optimum (Eko dan Djokopran, 2013:202).
Porter memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari Sembilan aktivitas operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusaahaan. Fokus utama dalam rantai nilai terletak pada keuntungan
yang ditambahkan kepada konsumen, proses saling tergantung yang menghasilkan nilai, dan permintaan yang dihasilkan serta arus dana yang
dibuat (Metharia, 2010).
Selanjutnya Hall (2007:89) mengemukakan bahwa “Rantai nilai adalah berbagai aktivitas yang menambah nilai atau kegunaan produk atau
jasa perusahaan”.
Rantai nilai adalah urutan aktivitas yang dimulai dari bahan baku
Rantai nilai diartikan sebagai serangkaian proses bisnis yang
dilakukan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi, selanjutnya memastikan produk tersebut sampai di tangan konsumen (Michael, 2011:210)
Rantai niai menampilkan nilai keseluruhan, dan terdiri dari aktivitas nilai dan margin. Aktivitas nilai merupakan aktvitas nyata secara fisik dan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu membangun blok di mana
perusahaan menciptakan sebuah produk yang berharga bagi pembelinya. Margin merupakan selisih anatara nilai total dan biaya kolektif yang dilakukan
dari aktivitas nilai. Saluran pemasok dan rantai nilai juga mencakup margin yang penting untuk dipisahkan dalam memahami sumber posisi biaya perusahaan, karena saluran pemasok dan margin merupakan bagian dari total
biaya yang ditanggung pembeli.
Value chain (rantai nilai) adalah pola yang digunakan perusahaan
untuk memahami posisi biaya Dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat bisnisnya. Rantai nilai menunjukkan bagaimana sebuah produk atau jasa
bergerak dari tahap perancangan hingga ke pelanggan akhir (Metharia, 2010). Istilah rantai nilai (value chain) menggambarkan cara untuk
memandang suatu perusahaan sebagai rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi pelanggan. Nilai bagi pelanggan berasal dari tiga sumber dasar: aktivitas yang membedakan produk, aktivitas yang
Value chain memilah perusahaan kedalam aktivitas–aktivitas
strategis yang relevan untuk memahami perilaku biaya dan sumber-sumber diferensiasi yang telah dimiliki maupun yang masih potensial.
Aktivitas-aktivas disini mencakup bagaimana suatu organisasi mendesain, memproduksi, memasarkan, dan mendukung produknya serta bagaimana pelayanan mempresentasikan rantai nilainya (Rangkuti, 2002:11).
Menurut Hellin dan Meijer,(2006) value chain adalah seluruh rangkaian aktifitas yang dibutuhkan untuk membawa produk dari proses
konsepsi, produksi, penggunaan oleh konsumen akhir dan penanganan setelah penggunaan. Juga merupakan sekumpulan pelaku-pelaku dan kegiatan-kegiatan yang menambah nilai mulai dari supply chain, menghubungkan
seluruh tahapan-tahapan yang berbeda dari perencanan ke produksi sampai ke konsumen akhir. Jadi pokok utama dari konsep value chain adalah bagaimana
suatu produk mengalir dari produsen hingga konsumen akhir dimana melalui aktifitas tersebut membutuhkan informasi, teknologi dan komunikasi dengan sesama aktor yang terlibat (Susanti, 2012).
c. Pengertian Analisis Value Chain (Analisis Rantai Nilai) Blocher dkk. (2005:66) mendefinisikan bahwa :
Analisis rantai nilai adalah alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih memahami keunggulan kompetitif perusahaan, mengidentifikasi di mana nilai pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih memahami bagaimana hubungan perusahaan dengan pemasok, pelangan, dan perusahaan lainnya dalam industri yang sama.
memeriksa kontribusi dari aktivitas-aktivitas yang berbeda dalam bisnis
terhadap nilai tersebut (Pearce and Robinson, 2009 : 208).
Analisis value chain adalah pendekatan jangka panjang yang
terbentang keluar batas perusahaan, perusahaan hanya merupakan satu bagian dari keseluruhan rangkaian kegiatan-kegiatan yang menciptakan nilai (Rayburn, 1999).
Shank dan Govindarajan (2000), mendefinisikan “Value Chain Analyisis merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu
produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual”.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan “Analisis value-chain merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara
lebih baik terhadap keunggulan kompetitif”. Value Chain mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan (Hansen, Mowen, 2000). Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai
merupakan suatu alat yang digunakan untuk menciptakan nilai bagi pelanggannya untuk mencapai suatu keunggulan yang kompetitif.
Sifat Value Chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Tujuan dari analisis value-chain adalah untuk
biaya atau peningkatan nilai tambah dapat membuat perusahaan lebih
kompetitif.
d. Metode Analisis Value Chain
Langkah awal dalam analisis rantai nilai yaitu memecah operasi suatu perusahaan menjadi aktivitas atau proses bisnis tertentu, dengan cara mengelompokkan aktivitas atas proses tersebut kedalam kategori aktivitas
primer atau pendukung. Yang menjadi tantangan dalam metode ini yaitu menguraikan secara rinci apa yang sebenarnya terjadi kedalam
aktivitas-aktivitas berbeda yang dapat dianalisa dan bukan terpaku pada kategori yang luas atau umum.
Dalam buku (Hitts,2005), kerangka rantai nilai membagi aktivitas
perusahaan dalam dua kategori umum :
1) Aktivitas primer (primary activities), aktivitas yang berkaitan dengan penciptaan fisik produk, penjualannya, dan distribusinya kepada para pembeli dan servis setelah adanya penjualan.
2) Aktivitas pendukung (support activities), membantu perusahaan secara keseluruhan dengan menyediakan dukungan yang diperlukan bagi berlangsungnya aktivitas-aktivitas primer dilakukan secara berkelanjutan.
Porter (1988) dalam Pearce dan Robinson (2007:209) menguraikan aktifitas utama dan pendukung tersebut menjadi :
1) Aktifitas utama
- Logistic ke dalam, meliputi penerimaan, penyimpana, dan pemasukan input ke dalam produk/jasa
- Operations, merupakan informasi input ke dalam produk/jasa - Logistic keluar, meliputi pengumpulan, penyimpanan, dan
pendistribusian produk/jasa
- Marketing and sales, merupakan indikasi pasar dan bagaimana pelanggan membeli produk /jasa perusahaan
- Procurement dari input yang digunakan dalam value chain - Technology development untuk setiap keran dari operasi tetapi
tidak terbatas kepada teknologi informasi
- Human resource management meliputi recruiting, hiring, training, pengembangan dan kompensasi dari pegawai
- Firm infrastruktur termasuk perencanaan, accounting and finance, legal community affair, hubungan dengan pemerintah dan kualitas manajemen.
Berikut merupakan gambar dari Porter (1988) dalam Pearce dan Robinson (2008) yang menjalaskan mengenai aktivitas-aktivitas yang
dilakukan:
Kegiatan utama
Sumber:Pearce dan robinson 2008 Gambar 1. Skema generik Rantai nilai
Langkah selanjutnya adalah mencoba mengaitkan biaya kesetiap aktivitas yang berbeda. Setiap aktivitas dalam rantai nilai mengeluarkan biaya
menyediakan sudut pandang yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan
yang dihasilkan dengan oleh akuntansi biaya tradisional. 2. Efisiensi biaya
a. Pengertian biaya
Kuswandi, (2005:25) mendefinisikan bahwa “Biaya/beban adalah
semua pengeluaran untuk mendapatkan barang atau jasa dari pihak ketiga, baik yang berkaitan dengan usaha pokok perusahaan maupun tidak”.
Selanjutnya Dalam ensiklopedi bahasa indonesia, biaya didefinisikan
sebagai biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar
yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi.
Menurut mulyadi (2009:8) “biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang di ukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu”. Dari definisi biaya tersebut
ada 4 unsur pokok yaitu:
a) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,
b) Diukur dalam satuan uang,
c) Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi, d) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi atau sumber daya berupa barang
Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit.
Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya berupa uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah biaya yang tidak
terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan barang modal.
b. Klasifikasi biaya
Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam
cara. Ummumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujun yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut.
Menurut mulyadi (2009:13-16) dalam akuntansi biaya, biaya dapat digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:
a) Penggolongan biaya menurut objek pengeluaran
Dalam penggolongn ini nama objek pengeluaran merupakan dasar penggolongan biaya. Misalnya bahan bakar, maka semua pengeluaran yang berhubungan dengan bahan bakar disebut biaya bahan bakar. 1. Biaya bahan baku
Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan bahan baku yang dipakai dalam pengolahan produk
2. Biaya tenaga kerja
Biaya yang dikeluarkan karena penggunan tenaga kerja yang jasanya dapat diperhitungkan langsung dalam pembuatan produk. 3. Biaya overhead pabrik
Biaya yang keluarkan selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja yang digunakan.
b) Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan
Dalam perusahaan manufaktur, ada tiga fungsi pokok, yaitu fungsi produksi, fungsi pemasaran, dan fungsi administrasi & umum. Oleh karena itu biaya dalam perusahaan manufaktur dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Biaya produksi
Merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap unntuk di jual.
2. Biaya pemasaran
3. Biaya administrasi dan umum
Biaya yang terjadi tidak hanya karena ada sesuatu yang dibiayai d) Penggolongan biaya menurut perilakunnya dalam hubungannya
dengan perubahan volume aktivitas 1. Biaya variabel
Biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
2. Biaya semivariabel
Biaya yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini mengandung unsur biaya tetap dan unsur biaya variabel.
Biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisar volumme kegiatan tertentu.
e) Penggolongan biaya atas dasar jangka waktu manfaatnya 1. Pengeluaran modal
Biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode akunntasi . pengeluaran ini pada saat terjadinya dibebankan sebagai kos aktiva, dan dibebankan dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara didepresiasi, diamortisasi, atau dideplesi. 2. Pengeluaran pendapatan
Biaya yang hanya mempunyai manffat dalam periode akuntnsi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut.
c. Efisiensi
Kata efisiensi atau efisien sering kita dengarkan. Pengertian umum
antara masukan dan hasil, antara keuntungan dan sumber-sumber yang
dipergunakan, serta hasil maksimal yang dicapai dengan menggunakan sumber yang terbatas.(Merbun, 2010:101).
Penekana biaya sering dijadikan alasan untuk melakukan efisiensi. Tidak sedikit perusahaan memangkas fasilitas yang diberikan kepada pekerja, atau menunda kenaikan gaji pekerja dengan alasan yang sama.
Munurut Umar, (2000:73) efisiensi adalah suatu kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar, yakni menyangkut konsep “input-output”.
Efisiensi merupakan suatu ukuran keberhasilan yang dinilai dari segi besarnya sumber/biaya untuk mencapai hasil dari kegiatan yang dijalankan (wordpress.com, 2009).
Pengertian efisiensi menurut mulyamah (1987:3) yaitu “efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan rencana penggunaan masukan dengan penggunaan yanng direalisasikan atau perkataan lain penggunaan yang sebenarnya (wordpress.com, 2009)
Masih dalam worpress.com efisiensi didefinisikan oleh hasibuan
(1984:233-4) yang mengutip pernyataan Emerson sebagai berikut
Efisiensi adalah perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas. Dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan.
Efisiensi dalam pengertian sesungguhnya bukanlah pemangkasan
biaya. Peningkatan efisiensi biaya menyangkut perhitungan bahwa setiap rupiah yang dikeluarkan harus dengan memperhitungkan tingkat kemanfaatan
melainkan program yang ditujukan pada jenis biaya-biaya tertentu yang
pemanfaatannya memiliki nilai minus bagi akumulasi pendapatan perusahaan. Tidak semua pengeluaran adalah biaya, sedangkan semua biaya adalah
pengeluaran. Strategi efisiensi biaya tidak menghendaki semua bentuk pengeluaran dan bentuk biaya dipangkas secara tidak terprogram. Program ini harus disusun secara jelas untuk dipedomani, dimana tingkat atau sasaran
efisiensi yang ingin dicapai perusahaan.
3. Analisis value chain untuk efisiensi biaya
Analisis value chain merupakan analisis aktivitas-aktivitas untuk
menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan itu sendiri. Value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai
nilai. Analisis value chain membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk/jasa tersebut. Nilai yang dimaksud adalah nilai yang berasal dari awal perancangan sampai dengan penanganan produk atau jasa
yang setelah dijual kepada konsumen. Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut.
Tujuannya untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan.
Setelah perusahaan dapat mengetahui posisinya, selanjutnya perusahaan dapat mengenali aktivitas-aktivitas yang membentuk nilai tersebut.
Aktivitas-aktivitas tersebut selanjutnya dapat dikaji apakah memberikan nilai pada produk atau tidak. Jika aktivitas tersebut memberikan nilai, maka akan
Sebaliknya jika aktivitas tersebut tidak memberikan nilai maka akan dihapus
aktivitas tersebut.
4. Activity based costing
Sistem activity based costing (ABC) adalah suatu system akuntansi yang terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk/jasa. ABC menyediakan informasi mengenai aktivitas-aktivitas dan
sumber daya yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Aktivitas adalah setiap kejadian atau transaksi yang merupakan pemicu biaya
(cost driver) yakni, beertindak sebagai factor penyebab dalam pengeluaran biaya dalam organisasi. Aktivitas-aktivits ini menjadi titik penghimpunan biaya.
Dalam sistem ABC, biaya ditelusur ke aktivitas kemudian ke produk/jasa. Sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas-aktivitaslah yang
mengkomsumsi sumber daya bukan produk/jasa. 5. Metode activity based costing
Activity based costing adalah suatu system perencanaan biaya yang
menekankan pada suatu proses perbaikan. ABC mampu mengidentifikasi apakah suatu aktivitas bernilai tambah atau tidak sehingga aktivitas yang tidak
bernilai tambah dapat dieliminasi. Dengan demikian, keseluruhan waktu yang diperlukan untuk proses pembuatan produk dibentuk oleh dua aktivitas yaitu, aktivitas yang mendatangkan nilai tambah seperti aktivitas yang dilakukan
Waktu yang tidak bernilai tambah tersebut adalah waktu pemborosan
yang harus diperkecil atau dihilangkan. Caranya yaitu dengan merestrukturisasi proses manufacturing, penataan kembali fasilitas-fasilitas
yang ada, dan sebagainya.
Hutabarat (2008) mengungkapkan bahwa biaya aktivitas yang tidak mendatangkan nilai tambah dapat dihilangkan atau dikurangi dengan beberapa
cara seperti:
1) Kegiatan inspeksi dapat dihilangkan dengan mengembangkan total kuality control dan zero defect manufacturing, movement time dapat dikurangi dengan mengembangkan cellular manufacturing, dam waitingstorage time dapat dikurangi dengan mengembangkan system persediaan just-in time.
2) Memilih alternatif-alternatif kegiatan yang menggunakan biaya terendah
3) Mengurangi waktu dan sumber daya yang dikomsumsi oleh sutu kegiatan
4) meningkatkan efisiensi kegiatan yang meningkatkan nilai tambah ke skala ekonomi tanpa diikuti oleh kenaikan total biaya kegiatan tersebut sehingga biaya per unit yang dibebankan ke produk tersebut akan menurun.
Dalam sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas untuk perhitungan prooduk/jasa, aktivitas diidentifikasi dan didefinisikan melalui
wawancara dan survei. Informasi ini digunakan untuk menjelaskan proses pembebanan biaya. Untuk lebih jelasnya brikut langkah-langkah pembebanan
biaya
1) mengidentifikasi aktivitas utama dan membuat kamus aktivitas 2) menentukan biaya aktivitas tersebut
5) mengukur permintaan aktivitas tiap produk 6) menghitung biaya produk
6. Peran Activity Based Costing Dalam Analisis Value Chain
Analisis value chain merupakan salah satu alat analisis manajemen
biaya yang dapat digunakan untuk memberikan informasi guna membuat keputusan strategis dalam menghadapi persaingan bisnis. Analisis value chain
merupakan analisis aktivitas-aktivitas yang relevan sepanjang rantai nilai yang membentuk suatu produk/jasa, yang meliputi proses pengadaan, penyimpanan, penggunaan, transformasi dan disposisi sumber daya, mulai dari pemasok
value chain sampai dengan konsumen dan pemegang saham. Perusahaan harus mampu mengenali posisisnya pada value chain yang membentuk suatu produk
atau jasa tersebut. Nilai bagi konsumen berarti perusahaan harus memberikan harga yang lebih rendah dengan kualitas yang sama atau memberikan kualitas yang lebih tinggi dengan harga yang sama dibandingkan dengan pesaing.
Sebaliknya, nilai yang diterima oleh pemegang saham adalah adanya peningkatan nilai saham (Sujana 2006).
Melalui system ABC perusahaan dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan atau yang tidak menciptakan nilai tambah. Aktivitas bernilai tambah jika aktivitas tersebut
menghasilkan perubahan bentuk/kondisi, sedangkan perubahan tersebut tidak terjadi pada aktivitas sebelumnya dan aktivitas tersebut memungkinkan
Menurut Sujana (2006), “aktivitas yang tidak bernilai tambah adalah
aktivitas-aktivitas yang tidak perlu atau aktivitas-aktivitas yang perlu namun tidak efisien dan dapat diperbaiki”.
Untuk dapat meningkatkan nilai bagi konsumen dan perusahaan, maka biaya-biaya yang dibebankan dalam nilai produk dan jasa berasal dari aktivitas-akti itas yang tidak menciptakan nilai tambah harus dikurangi atau
dieliminasi. Jika aktivitas tidak bernilai tambah dilaksanakan, akan berakibat pada penambahan biaya yang tidak perlu dan merintangi kinerja, sehingga
menimbulkan biaya yang tidak bernilai tambah. Biaya tidak bernilai tambah adalah biaya yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah. Biaya tidak bernilai tambah dapat diartikan sebagai biaya atas
aktivitas-aktivitas yang dapat dieliminasi tanpa menimbulkan kesan buruk dari para pelanggan mengenai kinerja, fungsi atau ukuran mutu lain suatu
produk/jasa. Analisis aktivitas dapat menurunkan biaya dengan cara peniadaan aktivitas, dan penggunaan aktivitas secara bersama. Keunggulan dalam hal biaya (cost leadership) merupakan salah satu strategi bisnis perusahaan. ABC
merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai strategi ini karena ABC mengidentifikasi aktivitas-aktivitas kunci, cost driver, dan cara-cara untuk
memperbaiki proses sehingga dapat menurunkan biaya. ABC dapat membantu manajer dalam hal mengidentifikasi peluang peluang dalam memperbaiki nilai dan dapat mengidentifikasi perubahan aktivitas dan komponen yang
Di samping itu, ABC juga dapat mengidentifikasi dan mengeliminasi
aktivitas yang tidak bernilai tambah. Setelah memahami posisinya dalam rantai nilai produk/jasa, maka perusahaan menentukan strateginya. Strategi ini
berupa low cost atau diferensiasi. Perusahaan harus menjaga dan meningkatkan hubungan baik yang saling menguntungkan dengan pemasok dan memelihara hubungan baik dengan pelanggan, yang akhirnya dapat
meningkatkan daya saing produk/jasa (Hutabarat, 2008).
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini merupakan studi kasus pada PT. Bintang Mujur Abadi
di Kota Makassar, penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang membentuk value chain, kemudian melakukan
analisis. Setelah itu menetapkan mana aktivitas yang menambah nilai perusahaan dan mana yang tidak. Aktivitas yang tidak bernilai tambah inilah yang akan dieliminasi atau dikurangi biayanya sehingga terjadi efisiensi
biaya. Pada penelitian ini, peneliti merumuskan masalah dengan mengembangkan konsep penelitian yang dilakukan dengan menghimpun
Gambar 2. Kerangka Pikir PT. BINTANG MUJUR ABADI
ANALISIS VALUE CHAIN
AKTIVITAS BERNILAI TAMBAH
AKTIVITAS PERUSAHAAN
AKTIVITAS TIDAK BERNILAI TAMBAH
PENGURANGAN BIAYA