TINJAUAN PUSTAKA
Hasil Hutan Non Kayu (HHNK)
Hutan tidak hanya menghasilkan kayu, tetapi hutan juga menghasilkan
aneka ragam benda hayati lainnya berupa HHNK antara lain bambu, rotan,
buah-buahan, rumput-rumputan, jamur-jamuran, tumbuhan obat, getah-getahan, madu,
satwa liar, satwa, serta sumber plasma nuftah. Selain itu hutan juga menghasilkan
jasa lingkungan berupa pengatur hidrologis, pembersih udara, jasa wisata, jasa
keindahan dan keunikan serta jasa perburuan (Supriadi 2003).
Secara ekologis HHNK tidak memiliki perbedaan fungsi dengan hasil
hutan kayu, karena sebagian besar HHNK merupakan bagian dari pohon. Menurut
UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, disebutkan bahwa HHNK adalah hasil
hutan hayati maupun non-hayati. Menurut FAO (2000) adalah barang (goods)
yang dihasilkan benda hayati selain kayu yang berasal dari hutan atau lahan
sejenis. HHNK yang terdapat di Indonesia terbagi menjadi HHBK nabati dan
HHBK hewani dan masing-masing kelompok dibagi lagi, seperti yang diuraikan
berikut ini:
1. Hasil hutan non kayu (HHNK) nabati, yaitu meliputi semua hasil non kayu
dan turunannya yang berasal dari tumbuhan dan tanaman dan yang termasuk
ke dalam kelompok ini antara lain:
a. Kelompok resin, antara lain damar, gaharu, kemenyan, pinus, kapur barus.
b. Kelompok minyak atsiri, antara lain cendana, kayu putih, kenanga.
c. Kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan, antara lain buah merah,
d. Kelompok tannin, bahan pewarna dan getah, antara lain kayu kuning,
jelutung, perca.
e. Kelompok tumbuhan obat-obatan dan tanaman hias, antara lain akar
wangi, brotowali, anggrek hutan.
f. Kelompok palmae dan bambu, antara lain rotan manau, rotan tohit, dll.
g. Kelompok alkaloid antara lain kina.
h. Kelompok lainnya, antara lain nipah, pandan, purun
2. Hasil hutan non kayu (HHNK) hewani, yaitu meliputi semua hasil bukan
kayu dan turunannya yang berasal dari hewan dan yang termasuk dalam
kelompok ini antara lain:
a. Kelompok hewan buru (babi hutan, kelinci, kancil, rusa, buaya).
b. Kelompok hewan hasil penangkaran (arwana, kupu-kupu, rusa, buaya).
c. Kelompok hasil hewan (sarang burung walet, kutu lak, lilin lebah, ulat
sutera, lebah madu).
Pemanfaatan HHNK adalah pemanfaatan melalui pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan dengan menerapkan prinsip kelestarian dan tetap
memperhatikan fungsi hutan. Teknologi yang digunakan untuk memanfaatkan dan
mengolah HHNK adalah teknologi sederhana sampai menengah. Dengan
demikian pemanfaatan HHNK tidak menimbulkan kerusakan ekosistem hutan
(Dephut, 2009).
Hasil hutan hon kayu sebenarnya sudah cukup lama mendapat perhatian
dari berbagai kalangan baik pemerintah, LSM, perguruan tinggi maupun
masyarakat. Sementara itu pemerintah telah memberi perhatian terhadap HHNK,
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dimana pada Pasal 28
menyebutkan tentang pemanfaatan HHNK pada hutan produksi. Selain itu pada
PP Nomor 6 Tahun 2007, Pasal 28 tentang upaya optimalisasi HHNK yang
didalamnya menyebutkan mengenai Pemungutan HHNK pada Hutan
Lindung, Pasal 43 Pemanfaatan HHNK dalam hutan tanaman pada hutan
produksi. Serta pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007
tentang jenis-jenis HHNK yang menjadi urusan Departemen Kehutanan yang
didalamnya terdapat 9 kelompok HHNK serta sedang disusunnya grand
strategy pengembangan HHNK tahun 2009 - 2014 (Suharisno, 2008).
Palmae
Tumbuhan Palmae terdiri dari 200 marga dan sekitar 4000 jenis. Famili ini
mempunyai penyebaran yang luas yaitu meliputi daerah tropik Asia, Malesia,
Australia, Afrika, dan Amerika serta daerah subtropik dan daerah beriklim sedang
baik belahan bumi utara maupun belahan bumi selatan. Di kawasan Malesia
sendiri, tumbuhan Palmae diperkirakan terdiri dari 52 marga dan lebih dari 900
jenis (Rustiami, 2002).
Palmae merupakan tumbuhan monokotil (berkeping satu) yang berbatang
tunggal maupun berumpun. Tinggi batangnya sangat bervariasi dan ada yang
mencapai 10 meter. Berdasarkan tinggi batang, kelompok palmae dapat
digolongkan sebagai palem yang berupa pohon tinggi lebih dari 100 meter, pohon
sedang 2-10 meter maupun semak kerang dari 2 meter. Batang dari jenis palmae
ada yang tumbuh tegak ada pula yang merambat pada pohon lain. Familia
Arecaceae dalam pengklasifikasian mempunyai genus yang jumlahnya sangat
kedalam familia Arecaceae yang tumbuh di Indonesia ini diketahui namanya. Hal
ini disebabkan banyak jenis tumbuhan ini tumbuh tersebar di hutan-hutan
Indonesia. Berikut ini Sistematika Botani Arecaceae :
Regnum : Plantae
Divisio : Magnoliophyta (Angiospermae)
Classis : Liliopsida (Monocotyledoneae)
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
(Van Stenis, 2005).
Aren
Aren (Arenga pinata) adalah salah satu keluarga palmae yang memiliki
potensi nilai ekonomi yang tinggi dan dapat tumbuh subur di Indonesia. Tanaman
aren dapat tumbuh di segala jenis tanah di Indonesia, dan akan tumbuh subur
terutama yang berada di atas ketinggian 1200 mdpl, dengan suhu rata–rata 250 C.
Diluar itu, pohon aren masih dapat tumbuh namun kurang optimal dalam
berproduksi (Bank Indonesia, 2009). Menurut Burhanuddin (2005) setiap pohon
aren berpotensi bisa menghasilkan 10–15 liter air nira tiap harinya, dan proses
penampungan ini dapat dilakukan setiap harinya selama tiga bulan, pada pagi dan
sore hari. Air nira hasil sadapan ini setelah dikurangi kadar airnya dan menjadi
padat inilah yang menjadi gula aren.
Rotan
Rotan (Calamus spp.) merupakan satu komoditi yang mulai dapat
diandalkan sebagai komoditi perdagangan HHNK yang cukup penting bagi
bermukim di sekitar hutan. Oleh karena itu, selain menjadi sumber devisa negara,
HHNK seperti rotan, daging binatang, madu, damar, gaharu, getah, berbagai
macam minyak tumbuhan, bahan obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan
sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar
hutan. Taksiran potensi produksi rotan yang dihasilkan di Provinsi Sumatera
Utara mencapai 672.620 ton per tahun. Diantaranya Kabupaten Samosir, Tapanuli
Tengah, Langkat dan Mandailing Natal. Luas yang ditumbuhi rotan diperkirakan
seluas 482.000 hektar (Dishut Provinsi Sumatera Utara, 2008).
Pengelompokan jenis-jenis rotan lazimnya didasarkan atas persamaan
ciri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah,
dan alat-alat tambahan. Penentuan jenis rotan dapat dilakukan dengan mengamati
jumlah batang pada setiap rumpun, sistem perakaran, bentuk dan jenis alat
pemanjat, serta bentuk dan perkembangan daun, bunga dan buah
(Dransfield, 1974).
Salak
Salak termasuk famili palmae, serumpun dengan kelapa, kelapa sawit,
aren (enau), palem, pakis yang bercabang rendah dan tegak. Batangnya hampir
tidak kelihatan karena tertutup pelepah daun yang tersusun rapat dan berduri. Dari
batang yang berduri itu tumbuh tunas baru yang dapat menjadi anakan atau tunas
bunga buah salak dalam jumlah yang banyak (Moch, 2001).
Tanaman salak akan menunjukkan penampilan tanaman yang sesuai
dengan keadaan faktor lingkungan, faktor iklim, tanah dan topografi saling
berkaitan mempengaruhi fungsi fisiologi dan morfologi. Salak akan tetap
faktor-faktor yang diinginkannya ini tidak mendukung. Oleh karena itu, usaha untuk
medapatkan kebutuhan khususnya ini sulit dalam lingkungan yang tidak sesuai,
maka akan terjadi beberapa perubahan morfologi dan fisiologi pada tanaman salak
walaupun dalam jenis yang sama dalam lingkungan yang berbeda penampilan
salak dapat berbeda pula (TKTM, 2010).
Morfologi Famili Arecaceae Akar (radix)
Akar Familia Arecaceae adalah akar serabut kaku keras dan cukup besar seperti tambang (Garsinia dan Ira, 2008 ).
Batang (caulis)
Palmae berbatang tunggal dan tingginya bisa mencapai 30 m yang batangnya kokoh ramping. Merupakan tumbuhan monokotil atau berkeping satu
yang berbatang tunggal. Tinggi pohon bisa mencapai 30 m yang batangnya kokoh
ramping memanjat. Tinggi batanggnya (caulis) sangat beragam dan ada yang
mencapai 100 meter. Berdasarkan tinggi batang, famili Arecaceae dapat
digolongkan berupa pohon tinggi lebih dari 10 meter, pohon sedang (2-10 meter)
maupun kurang dari 2 meter. Batang famili Arecaceae ada yang tumbuh tegak ada
pula yang merambat pada pohon lain sebagai liana, bentuk yang seperti ini
terutama dari spesies-spesies Hypaena dan Dypsis (Shukla dan Mirsa, 2002).
Daun (folium)
Daun-daunnya bertulang menyirip (penninervis) atau bentuknya seperti
kipas, dengan pelepah daun (vagina) atau tangkai daun (petiolus) yang melebar.
membentuk tajuk dari batang kokoh yang tidak bercabang, dasar petiole luas,
berpelepah dan berserat (Bandini, 1996).
Bunga (flos)
Karangan bunga (tongkol bunga) kerap kali pada ketiak daun (axilaris),
kadang-kadang terminal, yang mudah kerapkali keseluruhannya dikelilingi oleh
satu seludang daun atau lebih, atau (daun) tangkai dan cabang samping
mempunyai seludang kecil. Bunga (flos) duduk pada cabang yang berdaging tebal
atau kerapkali tenggelam di dalamnya, berkelamin 1 (unisexualis), jarang
berkelamin 2 atau bunga banci (hermaphroditus). Tenda bunga (perigonium)
dalam lingkaran dengan jumlah masing-masing 3, bebas atau bersatu dengan yang
lain dan umumnya tebal. Benang sari (stamen) 6 sampai 9 buah atau lebih, jarang
berjumlah 3 buah, daun buah berjumlah 3, bebas atau bersatu, bakal buah beruang
1 (unilocularis) sampai beruang 3 (trilocularis), tiap ruang 1 bakal biji (ovulum)
(Bandini, 1996).
Buah (fructus)
Buah buni (bacca) atau buah batu (drupa), kadang-kadang tiap-tiap daun
buah tumbuh terpisah menjadi sebuah yang berbiji 1. Buah berry, drupe atau nut,
biji dengan embrio kecil dan endosperm (Uhl and Dransfiel, 1987).
Bambu
Bambu merupakan jenis rumput-rumputan yang berumpun dan beruas.
Bambu merupakan anggota famili Poaceae, hal ini berarti bahwa ketika bambu
dipanen, bambu akan tumbuh kembali dengan cepat tanpa mengganggu
ekosistem. Tidak seperti pohon, batang bambu muncul dari permukaan dengan
tumbuh (sekitar 3 sampai 4 bulan). Bambu termasuk jenis tanaman yang
mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Beberapa jenis bambu mampu
tumbuh hingga sepanjang 60 cm dalam sehari. Bambu banyak digunakan oleh
masyarakat pedesaan secara luas karena memiliki batang yang kuat, lentur, lurus
dan ringan sehingga mudah diolah untuk berbagai produk. Dalam kehidupan
modern, bambu dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga daun dan dapat
digunakan untuk produk-produk dekoratif, alat rumah tangga, bahan bangunan,
bahan alat kesenian, dan lain-lain. Bambu juga digunakan dalam upaya konservasi
tanah dan air, karena memiliki sistem perakaran yang banyak sehingga
menghasilkan rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi tanah
(Dahlan, 1994 dalam Widjaja, dkk., 1994).
Di dunia terdapat sekitar 1200-1300 jenis bambu sedangkan menurut data
lapangan dan laboratorium bahwa bambu di Indonesia diketahui terdiri atas 143
jenis. Berdasarkan data dapat dipastikan bahwa bambu merupakan sumber daya
yang sangat melimpah dan memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Namun,
kenyataan yang terjadi adalah tidak semua jenis bambu dikenal oleh masyarakat
dengan baik (Widjaja, 2001).
Morfologi Famili Poaceae Akar (radix)
Akar sering dengan rambut-rambut akar tetapi juga sering dengan
Batang (caulis)
Poaceae adalah tumbuhan perennial dan herba, bentuk seperti pohon tetapi
tanpa penebalan sekunder, dinding sel, dan memiliki epidermis kuat. Batang
beruas-ruas biasanya silinder dengan ruas kosong (internodus) (Gibson, 2009).
Daun (folium)
Berdaun tunggal dan berpelepah, biasanya daun berbentuk pita
(Gibson, 2009).
Bunga (flos)
Famili rumput (Poaceae) adalah famili terbesar keempat tanaman
berbunga di dunia dan berjumlah sekitar 11.000 spesies dengan 800 marga.
Bunga tak bermahkota. Ciri-ciri yang paling penting dari famili ini adalah biji
yaitu kulit biji menyatu dengan dinding buah yang dikenal sebagai kariopsis.
Endosperm kaya akan pati, walaupun juga terdiri dari protein dan lipid. Embrio
terletak pada bagian basal dari caryopsis dan mengandung lebih banyak protein,
lemak, dan vitamin (Peterson dan Soreng, 2007).
Buah (fructus)
Penyerbukan bunga biasanya dengan bantuan angin, dan biasanya
biseksual (Gibson, 2009).
Masyarakat Sekitar Hutan
Soedjarwo (2003) mengemukakan bahwa masyarakat di sekitar kawasan
lindung adalah sekumpulan individu, keluarga, dan komunitas tradisional atau
modern yang bertempat tinggal terus menerus pada suatu areal yang berada di
dalam atau berbatasan dengan suatu kawasan lindung yang telah diusulkan
Menurut Arief (2001) masyarakat hutan adalah penduduk yang tinggal di
dalam dan di sekitar hutan yang mata pencaharian dan lingkungan hidupnya
sebagian besar bergantung pada eksistensi hutan dan kegiatan perhutanan. Dephut
(2007) menyatakan bahwa masyarakat hutan umumnya bebas memungut dan
memanfaatkan HHNK baik di dalam hutan produksi maupun hutan lindung,
kecuali di dalam Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Hal itu
terjadi karena mengingat pemungutannya tidak memerlukan perizinan yang rumit
sebagaimana dalam pemungutan hasil hutan kayu.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis atau Geographic Information Sistem (GIS)
merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk
bekerja dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial. Sistem ini
meng-capture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis, dan
menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi.
Teknologi GIS mengintegrasikan operasi umum database, seperti query dan
analisis statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisis yang unik yang
dimiliki oleh pemetaan (Aini, 2007).
Kegunaan dasar dari program GIS adalah untuk mengelola informasi
ruang/tempat dalam membuat kebijakan. GIS memiliki beberapa langkah, yaitu :
input, manipulasi, managemen, analisis dan visualisasi. Proses GIS mempunyai
tiga prinsip dasar, yaitu input data, manipulasi data, dan output data. Selanjutnya
adalah diskripsi laporan singkat dari proses dasar GIS : (1) input data meliputi
semua aspek transformasi perolehan data ke dalam bentuk peta. Pengamatan
data yang disimpan dan disusun berdasarkan posisi, topology, dan elemen
geografi (titik, garis, objek) yang mewakili tempat pada permukaan bumi (3)
manipulasi data dan analisis, analisis meliputi pembuatan variabel gabungan yang
melalui proses dua kegiatan langsung spatial dan non spatial pada kesatuan sistim
(4) output data mempunyai tiga tipe yaitu; hardcopy, softcopy dan elektronik.
Hardcopy adalah tampilan permanen, peta dan tabel. Softcopy digunakan untuk
menyediakan interaksi operator untuk meninjau data sebelum final. Hasil analisis
dapat ditunjukkan dalam bentuk peta, tabel grafik dalam variasi untuk kesesuaian
bagi pengguna (Rahmawaty, 2011).
Penggunaan teknologi berbasis komputer untuk mendukung perencanaan
pertanian mutlak diperlukan untuk menganalisis, memanipulasi dan menyajikan
informasi dalam bentuk tabel dan keruangan. Salah satu teknologi tersebut adalah
GIS yang memiliki kemampuan membuat model yang memberikan gambaran,
penjelasan dan perkiraan dari suatu kondisi faktual. GIS dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis sebaran vegetasi (Samsuri, 2004).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan
bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu
dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat
melalui upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga
tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara
lestari. Dengan adanya aplikasi SIG, letak persebaran hutan yang berpotensi
sebagai HHNK dapat diketahui dan memudahkan batas letak wilayah hutan
lindung yang ada di KPHL Tobasa. Puntodewo, dkk (2003) mengemukakan
lain untuk aplikasi inventarisasi dan monotoring hutan, kebakaran hutan,
perencanaan penebangan hutan, rehabilitasi hutan, konservasi DAS dan
konservasi keanekaragaman hayati.
Pemantauan Potensi HHNK
Ritung, dkk (2007) meyatakan bahwa kebutuhan teknologi saat ini
menggunakan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan identifikasi sebaran,
pemantauan dan penilaian sangat penting terutama bila dikaitkan dengan
pengumpulan data yang cepat dan akurat. Pemantauan dan penilaian (monitoring
dan evaluasi) potensi merupakan kegiatan untuk mengetahui dan memperoleh
data dan informasi mengenai perkembangan atas potensi dan kekayaan
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berserta lingkungannya, yang lebih
menekankan pada aspek perkembangan dan perubahan yang terjadi. Kegiatan ini
umumnya dilakukan setelah ketersediaan data dan informasi dasar (base line data)
telah terbangun dan tersedia.
Peningkatan pertambahan penduduk yang cukup pesat berdampak pada
meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pangan, energi dan obat, sementara
produk yang dihasilkan dari tanaman HHNK selama ini belum dapat memenuhi
baik kebutuhan sehari-hari maupun penambahan pendapatan masyarakat sekitar
hutan. Pengelolaan HHNK yang tepat merupakan suatu sistem perencanaan hutan
yang memberikan arahan untuk kegiatan pemanfaatan/pemungutan, rehabilitasi
dan konservasi, kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan,
sehingga diharapkan selain berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat
sekitar hutan juga akan berdampak pula pada pemenuhan bahan baku (kuantitas