• Tidak ada hasil yang ditemukan

UCAPAN TERIMA KASIH doc ucapan (3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UCAPAN TERIMA KASIH doc ucapan (3)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dewan Redaksi Buletin Hasil Hutan mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mitra bestari (peer reviewers) yang telah menelaah analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 17 No. 1, April 2011 :

(3)

DAFTAR ISI

1. MANFAAT POHON KI KENDAL

Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty …...…..……... 1 – 7 2. LAMELA, VENIR GERGAJIAN YANG TELAH DILUPAKAN TERNYATA

BERNILAI TINGGI

Osly Rachman & Prima Jiwa …...…...………... 9 – 18 3. PERBANDINGAN SIFAT FISIKO – KIMIA MINYAK ATSIRI HASIL

PENYULINGAN DAUN DARI TIGA JENIS POHON EUKALIPTUS

Sentot Adi Sasmuko ……...…….…….………..………... 19 – 26 4. PENELITIAN TEKNIS DAN EKONOMIS PENAMBANGAN GAMBUT UNTUK

SUMBER ENERGI PADA INDUSTRI PULP DAN KERTAS

Zakaria Basari ...……….……...………..………… 27 – 41 5. PROSPEK MERAKIT RUMAH PANGGUNG WOLOAN MENGGUNAKAN ENAM

JENIS KAYU LOKAL SULAWESI UTARA

Sentot Adi Sasmuko ...…………..……..…...………. 43 – 51 6. MANFAAT TANAMAN NYAMPLUNG DAN PROSPEK

PENGEMBANGANNYA

Santiyo Wibowo & Djeni Hendra …...……...…………..………. 53 – 60 7. PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PENYARADAN KAYU DENGAN TRAKTOR

PERTANIAN YANG DILENGKAPI ALAT BANTU YANG DIPERBAIKI DI AREAL HUTAN TANAMAN KEMAMPAU, BANYU ASIN, SUMATERA SELATAN. Dulsalam. ... 61 - 69

(4)
(5)

UDC (OSDC) 630 * 176 - 1

Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty (Pusat Penelitian dan Pengembangan, Keteknikan Kehutanan & Pengolahan Hasil Hutan)

Manfaat Pohon Ki Kendal (Ehretia acuminata R. Br.) Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 1 - 7

Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh dengan berbagai manfaat. Pohonnya sesuai untuk tanaman hias, peneduh, reboisasi dan penghijauan. Kayunya dapat dipakai untuk berbagai keperluan, terutama untuk mebel, kontruksi rumah dan perkapalan. Buahnya dapat dimakan, kulit kayu dan daunnya untuk obat-obatan.

Kata kunci: Ki kendal, kayu bangunan, reboisasi dan penghijauan, obat-obatan

UDC (OSDC) 630 * 892.62

Sentot Adi Sasmuko (Balai Penelitian Kehutanan Mataram)

Perbandingan Sifat Fisiko - Kimia Minyak Atsiri Hasil Penyulingan Daun Asal Tiga Jenis Pohon Eukaliptus

Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 19 - 26

Pohon eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Telah dilakukan penelitian penyulingan minyak atsiri dengan metode kukus terhadap daun dari tiga jenis eukaliptus (Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis ) dari hutan tanaman di Aek Nauli, Sumatera Utara. Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus tersebut diuji sifat-sifat fisiko-kimianya.

Kadar sineol ketiga minyak eukaliptus yang diteliti menunjukkan perbedaan tidak nyata. Minyak asal daun E. urophylla dan E. grandis mengandung lebih banyak air dari pada asal E. pellita. Minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti memenuhi kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama.

Kata kunci : Eukaliptus, tiga jenis, daun, minyak atsiri, penyulingan, sifat fisiko - kimia

UDC (OSDC) 630 * 832.281

Osly Rachman (Pantek 79 – 01, Badan Standarisasi Nasional) & Prima Jiwa (Dosen Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta dan Mahasiswa Program Doctor IPB)

Lamela, Venir, Gergajian Yang Telah Dilupakan Ternyata Bernilai Tinggi

Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 9 - 18

Lamela atau disebut juga venir lamela (lamella veneer) adalah lembaran kayu tipis dengan tebal 2,0 - 8,0 mm dari hasil penggergajian kayu. Metode pembuatan venir dengan penggergajian kini mulai digunakan kembali. Hal tersebut bisa terjadi karena produksi venir dengan pengupasan atau penyayatan menimbulkan cacat khas yang tidak pernah dapat dihindari, yaitu retak permukaan. Tetapi venir lamela yang dibuat dengan cara digergaji merupakan produk kayu utuh (solid wood) dengan permukaan yang mulus dan indah sehingga sangat disukai untuk interior, lapisan permukaan lantai (surface of engineered floor), alat musik dan furnitur yang mahal.

Kata kunci: Venir, lamela, kayu lapis, kayu indah.

UDC (OSDC) 630 * 176.2

Zakaria Basari (Pusat Penelitian dan Pengembangan, Keteknikan Kehutanan & Pengolahan Hasil Hutan) Penelitian Teknis dan Ekonomis Penambangan Gambut sebagai Sumber Energi pada Industri Pulp dan Kertas Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 27 - 41

Penelitian aspek teknis dan ekonomis pada penambangan gambut di areal bekas HTI PT ARARA ABADI Propinsi Riau, menunjukan bahwa dari seluas 1,5 ha areal rawa gambut yang diexsploitasi diperoleh serbuk gambut sebanyak 3000 m3. Dengan

biaya operasi Rp 4.428.748,-/ha.

Kata kunci : Gambut , produktivitas , biaya. Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

(6)

Prospek Merakit Rumah Panggung Woloan Menggunakan Enam Jenis Kayu Lokal Dulawesi Utara

Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 43 - 51

Industri rumah panggung woloan di Provinsi Sulawesi Utara masih mengandalkan bahan kayu besi (Instia bijuga), nyatoh (Palaquium sp.) dan cempaka kuning (Elmerrillia ovalis) dan masih meragukan pemanfaatan jenis-jenis kayu lainnya terutama jenis lokal setempat. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan jenis-jenis kayu lokal Sulawesi Utara dalam pembuatan rumah woloan. Dari penelitian ini telah dibangun satu unit rumah woloan tipe 56 yang menggunakan enam jenis kayu lokal yaitu aliwowos (Homalium foetidum Benth), bugis (Koordersiodendron pinnatum Merr.), rorum (Heritiera littoralis Dryand), binuang (Oktomeles sumatrana Miq.), kenari (Canarium sp.) dan bolangitang (Litsea sp.). Biaya pembuatan rumah dari jenis-jenis kayu lokal tersebut adalah jauh lebih murah dibandingkan harga sebuah rumah dengan tipe yang sama dari tiga jenis kayu yang ada tanpa mengurangi kekuatan dan daya tariknya.

Kata kunci : Rumah woloan, kekurangan bahan baku, pemanfaatan jenis kayu lokal, perakitan, biaya

UDC(OSDC) 630*36(594.47)

Dulsalam (Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan) Produktivitas dan biaya penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang diperbaiki di areal hutan tanaman Kemampau, Banyu Asin, Sumatera Selatan.

Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No. 1, hal. 61 - 69

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang produktivitas dan biaya variabel penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Waktu penyaradan kayu rata-rata adalah 675 detik (0,19 jam)/rit sedangkan

kayu adalah Rp 8.463/m3.hm sedangkan biaya

penyaradan kayu setempat adalah Rp 15.000/m3.hm,

dan (3) Disarankan agar penyaradan kayu dengan traktor pertanian yang dilengkapi alat bantu yang diperbaiki diaplikasikan pada penyaradan kayu di hutan tanaman.

Kata kunci: Produktivitas, biaya, traktor pertanian, alat bantu, penyaradan

UDC (OSDC) 630 * 176.1

Santiyo Wibowo & Djeni Hendra (Balai Penelitian Kehutanan Aek dan Pustekolah)

Manfaat Tanaman Nyamplung dan Prospek Pengembangannya

Buletin Hasil Hutan, April 2011, Vol. 17 No.1, hal. 53 - 60

Tulisan ini mengemukakan berbagai manfaat dan prospek pengembangan tanaman nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn.). Selain sebagai penghasil kayu, tanaman nyamplung juga menghasilkan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) berupa minyak dan bahan obat serta produk turunan dari limbah tempurung.

(7)

UDC (OSDC) 630 * 176.1

Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Rulliaty (Research at Center for research and Development on forest Engineering and forest product processing) The Benefit of Ki Kendal (Ehretia acuminata R. Br.) Tree Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.1 -7

Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) is a fast growing spesies that has many benefits. The trees suitable for decorated planting, shelter tress, and for reforestation. The woods has extensive purpose, mainly for furniture, house construction and ship building The fruits of Ki Kendal is edible, meanwhile, the bark and leaves are useful as medicine (drugs).

Keywords: Ki kendal, wood construction, reforestation and re plantation, medicine. UDC (OSDC) 630 * 832.281

Osly Rachman (Pantek 79 – 01, Badan Standarisasi Nasional) & Prima Jiwa (PhD student at IPB and lectures at Faculty of Engineering Pancasila University, Jakarta.)

Lamela, Sawn Veneer That Has Been Overlooked Was The High Value

Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 9 - 18 intact with smooth surfaces and beautifully that it is preferable to the interior, surface of engineered floor, musical instruments and expensive furniture. Keywords : Veneer, lamella, plywood, fancy wood

UDC (OSDC) 630 * 892.62

Sentot Adi Sasmuko (Research at the center of forestry research Mataram)

The Comparison of physico chemical properties of essential oil distillates from there eucalyptus species. Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.19 - 26

Eucalyptus signifies as one of the plant species that produces essential oil. In relevant, a steam-distillation experiment was conducted to extract the essential oil from the leaves of three eucalyptus species (i.e. Eucalyptus urophylla, E. pellita, and E. grandis) from the plantation forest in Aek Nauli (North Sumatera). The resulting oils were examined of their physical-chemical properties.

The cineole contents revealed no significant difference among the three eucalyptus oils. The oils from E. urophylla and E. grandis leaves contained more water than from E. pellita. All the experimented eucalyptus oils could meet the SNI (Indonesian standard) criteria.

Key words : Eucalyptus, three species, leaves, essential oils, steam distillation, physical-chemical properties

UDC (OSDC) 630 * 176.2

Zakaria Basari (The Center For Research and Development)

Technical and Economic Research and the Exploitation of Peat forest as Energy source of pulp and paper industry

Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.27 - 41

Observation on technical and economic aspect on the exploitation of peat forest at PT Arara Abadi concession area indicated that the milled powder obtained from 1.5 ha peat forest was approximately 3000 m3. Cost of operational

exploitation the peat forest was Rp. 4.428.748/ha. Key word : Peat , productivity , cost.

Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin dan biaya

(8)

The Prospek of Assembling a Woloan stag house uses six types of local wood north Sulawesi. Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 43 - 51

Wooden-housing industries in North Celebes that erest the so-called woloan-stilt-supported house still heavily rely on ulin wood (Instia bijuga), Nyatoh (Palaquium sp.), and yellow cempaka (Elmerrillia ovalis), and still hesitate the use of other wood species particularly the local species. This study aims to assess the feasibility of using local wood species from North Celebes for the erection of woloan house. There has been a research that erected woloan house of type-fifty six using six local wood species, i.c. aliwowos (Homalium foetidum Benth), bugis (Koordersiodendron pinnatum Merr.), rorum (Heritiera littoralis Dryand), binuang (Oktomeles sumatrana Miq.), kenari (Canarium sp.) and bolangitang (Litsea sp.). The cost of erecting woloan-house using those local species was far cheaper than the price of the corresponding house type from those three afforementioned species, without reduction of its strength and attractiveness.

Key words : Woloan wooden house, lack of raw material, uses of local wood species, erection, cost

UDC (OSDC) 630*36(594.47)

Dulsalam (The Centre for Reseach and Development on Forest Engineering and Forest Products Processing)

Productivity and cost of log skidding using

agricultural tractor affixed with the alredy improved auxiliary equipment at a plantation forest area in Kemampau, Banyu Asin, South Sumatera

Forest products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp. 61 - 69

The objective of the investigation is to find out the information about productivity and cost of log skidding using agricultural tractor affixed with auxillary equipment which in performance has been improved. Results showed that: (1) average log skidding time was 675 seconds (0.19 hours)/ trip while the productivity of log skidding varied

skidding cost reached 15,000/m3.hm; and (3) It is

suggested that agricultural tractor be affixed with such improved auxillary equipment further applied for log skidding at a plantation forest.

Keywwords: Productivity, cost, agricultural tractor, engeneering and forest product processing) Benefits and Development Prospect of Nyamplung Forest Products Bulletin, April 2011, Vol. 17, No. 1, pp.53 - 60

The purpose of this paper was to inform about benefits and development prospect of nyamplung (Callophyllum inophyllum Linn.). The nyamplung tree was produce timber and non timber forest product i.e nyamplung oil, substance of medicine and derivative product from nyamplung shell. Keywords : Nyamplung, non timber forest product,

(9)

Oleh:

Mohammad Muslich, Nurwati Hadjib & Sri Rulliaty1

1Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan

Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610, Telp : (0251) 8633378, Fax : (0251) 8633414 email: mohammad_muslich@yahoo.com

ABSTRAK

Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh yang serbaguna, daunnya menghijau sepanjang tahun, bagus untuk peneduh, taman, reboisasi dan penghijauan. Kayunya dapat digunakan untuk mebel, kayu pertukangan dan bangunan kelautan. Buahnya rasanya manis dapat dimakan dan disukai oleh burung, daun mudanya digunakan sebagai pakan ternak dan daun yang sangat muda dapat dipakai untuk campuran teh. Pada tulisan ini diuraikan mengenai manfaat pohon ki kendal, meliputi morfologi dan habitus, sifat dan kegunaan serta manfaat lainnya.

Kata kunci: Ki kendal, kayu pertukangan, peneduh, reboisasi dan penghijauan

I. PENDAHULUAN

Kurang dikenalnya sifat jenis kayu oleh masyarakat akan mengakibatkan sering dicampurkannya jenis kayu yang mempunyai kualitas rendah dengan kayu yang mempunyai kualitas baik dalam berbagai tujuan, sehingga penggunaan kayu menjadi tidak efisien. Pada saat ini pemanfaatan kayu tidak terbatas pada jenis tertentu tetapi meluas pada jenis kayu kurang atau belum dikenal. Kurang dikenalnya jenis dan sifat oleh masyarakat, merendahkan penilaian mutu kayu sehingga tarif iuran hasil hutan (IHH) menjadi rendah. Usaha kehutanan yang mengandalkan pada hasil kayu saja tidak optimal dan belum berhasil meningkatkan taraf hidup masyarakat. Banyak jenis, selain dimanfaatkan kayunya, dapat berkhasiat obat, kosmetik, makanan, untuk keindahan taman, peneduh, reboisasi dan lain-lain. Salah satu jenis kayu yang memenuhi beberapa persyaratan tersebut adalah ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) (Heyne, 1987 dan Sosef et al. 1998).

(10)

II. MORFOLOGI DAN TEMPAT TUMBUH

Ki kendal (Ehretia acuminata R.Br.) termasuk suku Boraginaceae dengan sinonim E. Serrata Roxb., E. Ovalifolia Hassk., E. Thyrsiflora Nakai dan E. Polyantha A.DC. Masyarakat mengenal dengan kendal kerbau, kendal kebo (Jawa); kendal (Bali); jati lenek, sendane (Lombok); enakea, kobe (Ende); bejat (Sumba); buang (Manggarai); embore (Bima); numbai muti (Timor); tanaua, balulai, kalibuning (Philippina), taw-pesut, pettin (Burma), sang-sang (Laos), kom, kaai kom (Thailand). Marga Ehretia terdiri dari 50 jenis. Di semenanjung Malaysia, termasuk Indonesia terdapat kurang lebih 12 jenis, termasuk Ehretia acuminata (Heyne, 1987).

Pohon dewasa memiliki diameter antara 50-60 cm dengan tinggi batang bebas cabang sampai 10 m (Sosef et al., 1998). Batang silindris, tidak berbanir, permukaan kulit atau pepagan berwarna coklat agak keabu-abuan, beralur banyak, mengelupas kecil-kecil, kulit bagian dalam lembek, berserat dan berwarna kuning pucat. Tajuk bentuk bulat berwarna hijau, dengan percabangan rendah.

Gambar 1. Ki kendal (Ehretia acuminata R.Br.) a. Pohon, b. Daun dan bunga, c. Kulit pohon

Daun tunggal, kedudukan tersebar, bentuk ellips memanjang, ujung daun meruncing hingga runcing, helaian daun tipis dengan tepi daun bergerigi. Bunga malai, kecil-kecil, tumbuh langsung di ujung ranting, berwarna putih. Buahnya bulat kecil dengan diameter sekitar 2 mm, warna oranye kekuningan. Bentuk batang, daun dan kulitnya dapat dilihat pada Gambar 1.

(11)

Di hutan alam ketinggian pohon dapat mencapai 30 m, banyak tumbuh di pegunungan sampai dengan ketinggian 2.100 m dari permukaan laut dengan tanah yang mudah menyerap air. Di hutan primer, tumbuh pada tempat yang tidak selamanya digenangi air. Hidup di berbagai macam tanah, seperti tanah liat, tanah pasir dan tanah pasir berbatu. Penyebarannya sampai ke sentral Amerika, bagian utara Australia, sebagian daerah tropis Afrika dan Asia. Pohon ki kendal juga tersebar dari India, Burma, Indochina, Thailand Utara sampai ke China, Jepang, Philippina, Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, Papua, dan Papua New Guinea (Heyne, 1987).

III. SIFAT DAN KEGUNAAN KAYU

Ciri umum kayu keras, gubal berwarna coklat pucat dan teras coklat gelap. Corak polos kadang bergaris gelap, tekstur kasar, arah serat berpadu. Permukaan kayu agak kusam, kesan raba permukaan tangensial licin dan kayunya keras. Lingkaran tumbuh jelas, ditandai oleh parenkim pita marginal dengan jarak teratur (Krisdianto, 2003 dalam Muslich dan Sumarni 2007). Ciri anatominya, mempunyai lingkaran tumbuh dengan susunan pembuluh berbentuk tata lingkar, tersebar secara baur, bidang perforasi sederhana, noktah antar pembuluh berhalaman, bersusun selang-seling. Susunan noktah antar pembuluh tidak berpasangan, ada tilosis dan endapan. Susunan parenkima berbentuk tangga/jala dan jari-jarinya heteroseluler serta biseriate. Kristal prismatik terdapat dalam parenkim aksial. Heyne (1987) melaporkan bahwa ki kendal dapat digunakan bahan mebel, peralatan rumah tangga, bangunan perkapalan dan tiang pancang yang berhubungan dengan air laut. Permukaan kayunya seperti terlihat pada Gambar 2.

Hadjib (2003) dalam Muslich dan Sumarni (2007) menyatakan bahwa berat jenisnya 0,61 yang termasuk kelas kuat III dengan penyusutan sampai kering udara 1,20% (R) dan 4,0% (T). Sifat fisis dan mekanis kayu atau keteguhan kayu merupakan salah satu sifat penting yang dapat dipakai untuk menduga kegunaan kayu. Sifat fisis mekanis ki kendal dibandingkan dengan mahoni (Swietenia macrophylla King.) dan jati (Tectona grandis L.f.), tidak jauh berbeda seperti pada Tabel 1. Kayu ki kendal tergolong kurang stabil dibandingkan kayu mahoni maupun jati, hal ini karena selain memiliki penyusutan yang tergolong sangat tinggi (> 3,5%), nilai rasio penyusutan tangensial terhadap radialnya (T/R ratio) juga tinggi. Untuk kayu dengan penyusutan yang tergolong tinggi seperti ki kendal harus dikeringkan dengan lebih hati-hati untuk mencegah cacat bentuk atau pecah karena perubahan kadar air di dalam kayu. Berdasarkan penampilan warna, dan sifat fisis-mekanisnya, ki kendal dapat digunakan sebagai substitusi kayu mahoni dan jati. Sosef et al. (1998) mengatakan bahwa kayu ki kendal mempunyai kualitas yang baik bila dibandingkan dengan jati.

(12)

lebih tinggi dibandingkan kayu mahoni maupun jati, sehingga kayu tersebut dapat digunakan sebagai bahan struktural sesuai kelasnya, yaitu kelas kuat III.

Gambar 2. Permukaan kayu ki kendal

Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis kayu ki kendal, mahoni dan jati

Sumber: *) Hadjib (2003); **) Martawijaya et al.,(2005)

Keawetan alami termasuk kelas III (Oey, 1990). Ketahanan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus) termasuk kelas V, terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes cynocephalus) termasuk kelas awet II, terhadap jamur pelapuk termasuk kelas IV, dan terhadap penggerek kayu di laut termasuk kelas III (Muslich dan Sumarni 2007). Dalam penggunaannya harus diawetkan dahulu agar umur pakainya dapat bertambah panjang. Pada hasil pengamatan retensi dan penetrasi larutan bahan pengawet CCB 3% melalui metode sel penuh dengan tekanan 10 atmospher selama 60 menit, vakum awal dan akhir 50 cm Hg selama 15 menit, kayu ki kendal termasuk kayu yang mudah diawetkan dan memenuhi standar yang berlaku (Abdurrohim, 2003 dalam Muslich dan Sumarni 2007).

Jenis kayu

Berat jenis

Penyusutan

(%) Kekuatan lentur statis, kg/cm2 Kelas

kuat

R T Modulus patah

(MOR)

Modulus elastisitas (MOE)

Ki kendal *) 0,61 1,2 3,9 548 80.122 III

Mahoni **) 0,61 0,9 1,3 516 81.000 III

(13)

Sifat pemesinan dan pengerjaan meliputi sifat pengetaman, pembentukan, pemboran dan pengampelasan, termasuk kelas II, dengan sifat pembubutan termasuk kelas III. Kayu ini baik dibuat panel, daun meja, pelapis dinding, langit-langit, lantai, moulding dan barang ukiran, tetapi untuk barang bubutan kurang begitu baik (Rachman, 2003 dalam Muslich dan Sumarni, 2007).

IV. MANFAAT LAINNYA

Menurut Heyne (1987) ki kendal merupakan tanaman cepat tumbuh (fast growing) dengan daun hijau sepanjang masa (evergreen). Pohon ini mampu beradaptasi di daerah marginal yang panas dan kering, yang asam, netral dan basa dapat tumbuh diberbagai tempat yang tidak selamanya tergenang air, tanah liat, tanah berpasir dan tanah pasir yang berbatu. Di samping kayu Ki kendal mempunyai kualitas yang cukup baik, tumbuhan ini juga sangat cocok untuk penghijauan dan reboisasi.

Gambar 3. Buah Ki kendal

Daunnya yang rimbun dan hijau sepanjang masa dapat berfungsi sebagai peneduh. Bunganya harum, buahnya berwarna oranye, rasanya manis dan dapat dimakan. Musim buah biasanya pada bulan Juli/Agustus, dan mempunyai daya tarik terhadap burung-burung tertentu yang bertengger untuk memakan buahnya

(14)

(Gambar 3). Masyarakat Jawa banyak menanam pohon ki kendal di pekarangan rumahnya, di samping sebagai peneduh, juga untuk tanaman hias.

Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif, yaitu dengan menyemaikan biji di greenhouse atau di bawah naungan. Perakarannya tumbuh kuat dan dalam sehingga mampu mengangkat unsur hara dari dalam tanah ke permukaan serta dapat memperbaiki kesuburan tanah (Fagg, 2008). Karena keindahannya, ki kendal sesuai ditanam sebagai tanaman di hutan kota atau taman kota untuk mengurangi polusi suara dan udara.

Kulit batangnya kasap, liat dan kering, kulit cabangnya rata dan berair dapat digunakan untuk obat murus berdarah. Di daerah Jawa dan Sunda seduhan kulit ki kendal merupakan salah satu obat yang berkhasiat untuk menyembuhkan demam dan sebagai obat kuat. Daunnya juga sering dipakai untuk campuran jamu tradisional atau direbus kemudian diperas dan diminum untuk menyembuhkan panas dalam, demam dan sakit kepala. Orang Jawa dan Sunda biasa menggunakan daun Ki kendal untuk dimasak dengan ikan sebagai botok yang dimaksudkan sebagai makanan untuk pengobatan (Heyne, 1987). Daun mudanya dapat digunakan sebagai pakan ternak dan di India daun yang sangat muda diekspor ke Tibet untuk campuran teh.

V. PENUTUP

Ki kendal (Ehretia acuminatissima R.Br.) merupakan tanaman cepat tumbuh yang bermanfaat. Pohonnya dapat digunakan untuk tanaman reboisasi, penghijauan, hutan kota dan taman. Kayunya dapat dipakai berbagai keperluan dan sebagai pengganti mahoni dan jati. Buah bisa dimakan, bunganya harum dan daunnya dapat digunakan sebagai obat-obatan.

DAFTAR PUSTAKA

Fagg, M. (2008). Australian Plant Image Index. Australian National Botanic Gardens http://www.daleysfruit.com.au/i/b/KodaEhretia-Acuminata-b.jpg. Diakses] tangal 17 Februari 2009.

________. 2007. Laporan Hasil Penelitian Pengujian Sifat fisik dan Mekanis Sifat dasar kayu jati (Tectona grandis L.f.) Muna. P3HH Bogor. Tidak dipublikasikan.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. II. (Terjemahan). Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

(15)

Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, dan S.A. Prawira. 1981. Atlas kayu Indonesia. Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.

Muslich, M. dan G. Sumarni. 2007. Sifat dan kegunaan jenis kayu kurang dikenal andalan setempat. Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan. Mirah Hotel, 25 Oktober 2007. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.

(16)
(17)

Oleh:

Osly Rachman1 & Prima Jiwa O2

1Pantek 79-01, Badan Standardisasi Nasioal. e-mail osly.rachman@gmail.com 2 Dosen Fakultas Teknik Univ. Pancasila, Jakarta dan Mahasiswa Program Doktor IPB,

e-mail azumi1509@yahoo.com

ABSTRAK

Lamela atau disebut juga venir lamela (lamella veneer) adalah lembaran kayu tipis dengan tebal 2,0 - 8,0 mm dari hasil penggergajian kayu. Metode pembuatan venir dengan penggergajian kini mulai digunakan kembali. Hal tersebut bisa terjadi karena produksi venir dengan pengupasan atau penyayatan menimbulkan cacat khas yang tidak pernah dapat dihindari, yaitu retak permukaan. Tetapi venir lamela yang dibuat dengan cara digergaji merupakan produk kayu utuh (solid wood) dengan permukaan yang mulus dan indah sehingga sangat disukai untuk interior, lapisan permukaan lantai (surface of engineered floor), alat musik dan furnitur yang mahal. Produksi lamela Indonesia masih terbatas sedangkan nilai jual produknya lebih tinggi dari kayu lapis. Padahal, potensi bahan baku di Indonesia untuk produksi lamela cukup tersedia.

Untuk mendukung pengembangan industri lamela diperlukan penelitian pengolahan berbagai jenis kayu dan kayu indah Indonesia untuk pembuatan lamela, terutama sifat fisik mekanik, penggergajian dan pengerjaan serta perekatan kayu. Sedangkan, untuk pengembangan pasar lamela Indonesia di pasar global diperlukan penyusunan standar produk lamela.

Kata kunci: Venir, lamela, kayu lapis, kayu indah.

I. PENDAHULUAN

(18)

venir dibuat oleh tukang kayu hanya dengan cara menggergaji kayu setipis mungkin menggunakan gergaji tangan (Kollman et al., 1974).

Pemakaian mesin untuk produksi venir diawali di Inggeris pada tahun 1805 dengan menggunakan gergaji berbentuk piring (circlesaw), menghasilkan venir dengan ketebalan 1,6 mm. Selanjutnya, digunakan gergaji ban (bandsaw) tetapi penggunaanya menghilang pada akhir abad 19 lalu digantikan oleh gergaji blok yang terpasang secara mendatar (horizontal gangsaw) karena gergaji yang disebut terakhir ini dapat menghindari vibrasi sehingga permukaan venir tidak bergelombang. Namun demikian sejak awal abad 20 penggunaan mesin gergaji untuk memproduksi venir telah ditinggalkan karena prosesnya lambat. Selain itu bilah gergajinya relatif tebal dan permukaan hasil venir relatif kasar sehingga menimbulkan terlalu banyak terbentuk serbuk gergaji dan abu ampelas yang mengakibatkan pemborosan bahan baku kayu (Anonim, 1970).

Berdasarkan konvensi internasional tentang sistem deskripsi harmonisasi dan kodifikasi komoditi perdagangan dunia, venir termasuk kelompok komoditi lembaran tipis dari kayu yang tebalnya kurang dari 6 mm dengan permukaan relatif kasar (HS 4408). Sedangkan, kelompok kayu gergajian (HS 4407) termasuk ke dalam kelompok lembaran kayu hasil proses penggergajian yang ketebalannya 6 mm atau lebih dengan permukaan relatif kasar pula (Anonim, 2004). Adapun venir lamella tebalnya berkisat 2,0 - 8,0 mm. Karena itu, ditinjau dari segi komoditi, lamela dengan permukaan yang relatif halus mungkin memerlukan kodifikasi dan standardisasi tersendiri.

Dewasa ini lembaran venir yang umum diproduksi adalah dengan ketebalan 1,25 – 3,00 mm. Lembaran venir ini (ply) dalam jumlah ganjil direkat dengan perekat kayu pada arah serat yang bersilangan membentuk lembaran yang disebut kayu lapis (plywood). Kayu lapis yang paling sederhana adalah triplek (three ply), yang tersusun dari 3 lembar venir. Bila lebih dari tiga lembar venir, biasanya disebut multiplek (multiply), walaupun secara spesifik dapat disebut kayu lapis lima lapis (five plywood), tujuh lapis, sembilan lapis dan seterusnya. Lebih belakangan, terdapat pula lembaran-lembaran venir yang direkat dengan arah serat yang sejajar satu sama lain membentuk lembaran yang disebut laminated veneer lumber (LVL). Keunggulan LVL adalah mirip kayu gergajian (lumber) dengan cacat minimum karena direkat dari venir pilihan. Penggunaanya disukai sebagai bahan bangunan (construction materials) seperti tiang, kusen, galar dan atau kuda-kuda.

Sehubungan dengan uraian di atas, berikut ini disajikan secara ringkas tentang lamella venir, mencakup metode produksi, potensi bahan baku dan hal-hal terkait.

II. METODE PRODUKSI

A. Venir

(19)

metode pengupasan berputar, sumbu dolok (bolt) dipasang pada mesin kupas dan kemudian diputar secara kontinyu melawan sebuah pisau sedemikian rupa sehingga tersayat oleh tepi tajam pisau tersebut (Gambar 1). Hasilnya adalah lembaran venir berupa pita panjang. Pada metode penyayatan, dolok terlebih dahulu digergaji membentuk balok (flitch) lalu dipasang pada sebuah mesin. Selanjutnya, balok digerakan maju mundur melawan tepi tajam sebuah pisau yang terpasang secara tetap (stationery) atau pisau bergerak maju mundur sehingga tepi tajamnya melawan balok yang terpasang secara tetap pada mesin. Hasilnya adalah venir berupa lembaran-lembaran sesuai ukuran permukaan balok yang disayat (Gambar 2.).

Gambar 1. Pengupasan berputar Gambar 2. Penyayatan Keterangan: Gambar 1 dan 2 dimodifikasi dari Ozarska (2003)

B. Lamela

(20)

lapisan permukaan lantai dan lumber sharing bagi lapisan penutup dinding atau plafon. Berikut ini disajikan ilustrasi penggunaan lamela untuk interior ruangan (Gambar 3).

Gambar 3. Lamela sebagai bahan interior ruangan (kiri : penutup dinding, tengah : penutup plafond dan kanan : penutup lantai

Dalam perdagangan banyak ditemukan istilah untuk produk ini, seperti teak lamella, oak lamella dan sebagainya.Produk lamela mulai banyak diproduksi oleh industri pengolahan kayu di luar negeri maupun di dalam negeri. Di Indonesia produksi lamela tampaknya masih terbatas pada jati dan merbau. Dewasa ini, produk lamela dari Indonesia umumnya diekspor ke Italia, Australia, United Kingdom, Russia, Belgia, Turki, Korea dan China dengan pesaing seperti dari negara Vietnam, Myanmar (d/h Birma) dan China.

Salah satu pabrik yang memproduksi lamela jati dapat ditemukan di industri pengolahan kayu jati (IPKJ) Gresik, Perum Perhutani II Jawa Timur. Sayangnya, pabrik ini saat ini masih menggunakan mesin gergaji dengan bilah gergaji tunggal (Gambar 4). Akibatnya, setiap pengumpanan kayu pada mesin hanya menghasilkan satu lembar lamela sehingga produksinya relatif lambat. Salah satu ukuran produk lamela jati yang dapat dihasilkan oleh mesin tersebut adalah dengan dimensi tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm (Gambar 4 dan 5)

Gambar 4. Mesin gergaji lamela (kiri: input, kanan: output)

Foto: Osly Rachman

(21)

Gambar 5. Produk lamela jati ukuran tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm

Berdasarkan informasi dari IPKJ Gresik, lamela ini dibuat dengan cara memanfaatkan sisa balok (limbah) produksi venir sayat. Namun demikian, harga jual ekspor lamela jati dengan ketebalan 3,2 mm ini cukup tinggi, yaitu mencapai US $ 3,785.00 per m3. Angka tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan harga

jual ekspor kayu lapis (ordinary plywood) yang hanya bernilai US $ 450.00 per m3.

Selain di Indonesia, beberapa negara ASEAN, telah memproduksi pula lamela dari jenis jati, merbau dan oak dengan spesifikasi seperti pada Tabel 1.

Pada pabrik lamela yang modern, untuk meningkatkan kecepatan produksi dan mutu lamela digunakan mesin gergaji lamela. Mesin ini terdiri dari beberapa bilah gergaji blok yang disusun berderet dengan jarak tertentu pada sebuah jendela (sash) yang dipasang secara vertical pada mesin. Jendela bergerak turun naik dengan kecepatan tinggi selama proses menggergaji. Salah satu contoh mesin gergaji tersebut berikut spesifikasi teknisnya disajikan pada Gambar 6A dan 6B. Mesin ini diproduksi oleh pabrik pembuatnya di Guangdong, China dan Austria.

Tabel 1. Spesifikasi lamela

Sumber: . Anonim. (2006; 2010a)

Foto: Osly Rachman

Item Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

Jati 2 100 450 - 900

3 130 450 – 900

5 200 1200 – 2400

Oak 3,5 – 6,0 70 – 200 Mulai dari 400

2,0 – 8,0 70 - 300 400 – 2500

Merbau 4 100 - 160 900 – 2400

Kadar air (%) 8 – 12

(22)

Technical parameters:

• Saw kerf (thickness) 1.4 - 1.65 mm • Saw blade dimension

650×40(34)×1.65mm

• Saw working strike (times) 425/min • Total dimension

2900×1550×2150 mm

• Feeding speed 0 - 800mm/min • Total power 20 kw

• Overall weight 3800 kg

Sumber: Anonim (2010b)

Gambar 6A. Mesin gergaji lamella

Mesin frame saw lain yang sangat disukai oleh pembeli lamella dari Eropa adalah mesin produksi dari Wintersteiger. Mesin produksi negara Austria ini merupakan mesin yang paling awal yang dikhususkan sebagai penghasil lamella.

Berdasarkan data spesifikasi teknis mesin pada Gambar 6A dapat dihitung kapasitas output mesin. Apabila mesin memproduksi lamela jati berukuran tebal 3,2 mm, lebar 170 mm dan panjang 614 mm maka setiap kali pengumpanan (feeding) akan diperoleh sebanyak 18 lembar lamela dengan volume sebesar 0,0061214 m3 dalam waktu kurang dari satu menit (46 detik) karena kecepatan umpan yang digunakan sebesar 800 mm/menit (maksimum).

Sumber : Anonim, 2010

(23)

Sedangkan produksi dalam satu menit menjadi 0,00783341 m3 atau

0,4700046 m3 per jam. Jika pabrik bekerja sebanyak dua giliran kerja (shift) dalam

satu hari maka satu mesin ini akan memproduksi lamela 7,5201 m3 per hari dan membutuhkan bahan baku kayu gergajian berukuran sekitar 2,75 cm x 13 cm x 61,4 cm sebanyak 11,0589 m3 per hari atau sekitar 276,5 m3 per bulan pada tingkat

rendemen 68%. Pada tingkat rendemen tersebut dapat diperkirakan besarnya porsi terbuang pada produksi lamella venir adalah sekitar 34% dalam bentuk serbuk gergaji dan partikel kayu lain dalam dimensi berukuran kecil.

C. Potensi Bahan Baku Lamela

Pengunaan akhir lamela adalah untuk bagian permukaan suatu produk, seperti lantai dan furniture. Oleh karena itu, jenis kayu yang sesuai untuk lamela adalah jenis kayu yang memiliki gambaran serat kayu yang indah (beautiful grain) dan dengan berat jenis yang tidak terlalu rendah. Sedangkan sifat kembang susut kayu yang relatif tinggi akibat perubahan kadar air pada kayu berberat jenis tinggi yang umumnya tidak disukai (karena sering mengalami kerusakan dalam pengeringan), bukan menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai bahan baku lamela. Hal ini disebabkan lamela relatif tipis (kurang dari 8 mm) sehingga dalam proses pengeringan tidak mengalami kerusakan yang serius seperti retak, pecah dan perubahan bentuk, akibat perubahan kadar air tersebut.

Indonesia dilaporkan memiliki sekitar 4.000 jenis kayu dan sekitar 400 jenis di antaranya sudah diidentifikasi sifat-sifatnya. Anonim (2010c) melaporkan bahwa sebanyak 31 jenis termasuk ke dalam kelompok kayu indah. Beberapa jenis di antaranya memiliki potensi untuk bahan baku lamela (Tabel 2). Contoh gambaran keindahan serat dari beberapa jenis kayu tersebut disajikan seperti pada Gambar 7.

Tabel 2. Jenis kayu untuk lamela

(24)

Pasang Dahu Prepat darat Lasi Sumber: Kartasujana dan Martawijaya (1975)

Gambar 7. Gambaran orientasi serat beberapa jenis kayu

Jenis Kayu pung seluruh Jawa dan Bali, Sulawesi Tengah, Maluku,

Kupang Ormosia spp (0,54-0,78) Sumatera, Jawa, Kalimantan,

Sulawesi, Maluku

(25)

IV. PENUTUP

Produk lamela termasuk produk kayu utuh (solid wood) dengan tebal 2 -8 mm diperoleh dari hasil penggergajian kayu dengan rendemen sekitar 68% dan nilai tambahnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kayu majemuk, atau kayu rekonstitusi lainnya. Lamela dapat dijadikan produk unggulan industri pengolahan kayu Indonesia, karena Indonesia memiliki berbagai jenis kayu indah atau kayu mewah (fancy wood) seperti pasang, dahu, prepat darat, rengas, sindur, sampinur dan lain-lain. Dengan demikian, produk lamela tidak terbatas hanya pada jati. Untuk mendukung pengembangan industri lamela sangat diperlukan penelitian pengolahan berbagai jenis kayu dan kayu indah Indonesia untuk pembuatan lamela, terutama sifat fisik mekanik, penggergajian dan pengerjaan serta perekatan kayu. Sedangkan, untuk pengembangan pasar lamela Indonesia di pasar global diperlukan penyusunan standar produk lamela.

Adanya bagian yang terbuang pada produksi lamella venir (sekitar 38%), dalam bentuk serbuk gergaji dan partikel kecil lainnya, diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain sebagai bahan bakar, bahan pengisi pembuatan perekat (filler) dan pembuatan papan partikel. Dengan demikian hal ini berperan positif terhadap nilai tambah produk lamela venir tersebut.

DATAR PUSTAKA

Anonim. 2006. PT.Felutama Indonesia. Jual: un-finished Merbau T&G 4 Side & Lamella. Website http://www.indonetwork.co.id/felutama/331870. Diakses tanggal 22 Januari 2010.

Anonim. 2010a. Description of teak lamella. Trade Key. Your key to global trade. Website http://www.tradekey.com/selloffer_view/id/3624182.htm. dan http: //www.tradekey.com/product_view/id/907701.htm. Diakses tanggal 20 Januari 2010

Anonim. 2010b. Woodworking saw machine. Foshan Shunde Xinjihongye Machinery Equipment Co., Ltd. Website http://xinjiye.en.alibaba.com/ productlist.html. Diakses tanggal 22 Januari 2010.

Anonim. 2010c. Kayu Indonesia. Website http://kayu-indonesia.blogspot.com/ Diakses tanggal, 17 Maret 2010

Anonim. 1970. The Encyclopedia Americana. Volume 27. Lexington. New York/

(26)

Kartasujana,I. dan A.Martawujaya. 1975. Kayu perdagangan Indonesia, sifat dan kegunaannya. Pengumuman No. 5. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Departemen Pertanian. Bogor.

Kollman,F.F.P., E.W. Kuenzi dan A.J.Stam, 1974. Principles of Wood Science and Technology II. Wood Based Materials. Springer-Verlag. Berlin. Pp 154-217.

(27)

Oleh :

Sentot Adi Sasmuko

Peneliti Pada Balai Penelitian Kehutanan Mataram

Jl. Dharma Bhakti No.7 Langko-Lingsar-Lombok Barat 83371 Telp. (0370) 6573874 Fax. (0370) 6573841 e-mail : bpkmataram@yahoo.co.id

e-mail : sentotadisasmuko@ymail.com

ABSTRAK

Pohon eukaliptus merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak eukaliptus memiliki banyak manfaat antara lain adalah sebagai minyak gosok, sabun, obat kumur, permen, emulsi antiseptik, salep dan obat sakit gigi. Sehubungan dengan itu, telah dilakukan penelitian penyulingan dengan metode kukus terhadap daun dari tiga jenis eukaliptus (Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis ) dari hutan tanaman di Aek Nauli, Sumatera Utara. Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus tersebut diuji sifat-sifat fisiko-kimianya.

Sifat-sifat minyak eukaliptus hasil pengujian antara lain adalah : rendemen (0,043-0,161 %), kadar sineol (1,567-2,530%), berat jenis (0,247-0,557), indeks bias (1,340-1,370), putaran optik (+0,273)-(+1,190), dan kelarutan dalam alkohol 80 % (1:2 – 1:3). Rendemen minyak tertinggi dihasilkan dari jenis E. grandis (0,161 %), relatif sama dengan E. urophylla (0,143%). Sedangkan kadar sineol ketiga minyak eukaliptus yang diteliti menunjukkan perbedaan tidak nyata. Minyak atsiri yang mempunyai berat jenis tinggi cenderung mempunyai indeks bias yang rendah; dan sebalinya, hal ini mengindikasikan bahwa minyak asal daun E. urophylla dan E. grandis mengandung lebih banyak air dari pada E. pellita. Putaran optik yang tinggi pada minyak asal daun E. urophylla mengindikasikan terdapat lebih banyak ragam senyawa kimia isomer asimetris, dan isomer struktur/ ikatan kimia, dan sebaliknya untuk putaran optik yang rendah pada E. pellita dan E. grandis. Lebih mudah larutnya minyak atsiri asal daun E. pellita dalam alkohol (1 : 2) dibandingkan asal E. urpphylla (1 : 3) dan asal E. grandis (1 : 3) berindikasi ada kaitannya dengan perbedaan rasio antara senyawa polar dan senyawa non-polar di dalam minyak tersebut. Besarnya kadar sineol minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti di atas adalah relatif sama, dan berdasarkan kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama.

(28)

I. PENDAHULUAN

Salah satu macam hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki potensi dan memberi manfaat dalam kehidupan sehari-hari adalah minyak atsiri. Minyak atsiri dapat diperoleh dengan cara penyulingan daun, bunga, buah, ranting atau bagian kayu. Terdapat banyak jenis tanaman yang menghasilkan minyak atsiri, baik itu digunakan sebagai minyak wangi maupun sebagai bahan obat-obatan. Sebagai contoh adalah minyak cendana, gaharu dan kenanga digunakan sebagai bahan baku industri parfum, sementara minyak lawang, kayu putih dan cantigi digunakan sebagai bahan industri farmasi. Di Indonesia terdapat banyak jenis tanaman lain yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil minyak atsiri. Salah satu jenis tanaman yang telah dikembangkan sebagai jenis pembangunan hutan tanaman industri (HTI) untuk menghasilkan kayu adalah eukaliptus (Eucalyptus spp.) karena pertumbuhannya yang cepat (Iskandar, dkk, 2003). Sebagian daun dari tanaman cepat tumbuh tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan minyak sebagai bahan obat. Minyak eukaliptus dapat digunakan sebagai minyak gosok, sabun, obat kumur, permen, emulsi antiseptik, salep dan obat sakit gigi (Small, 2000). Namun demikian, belum banyak dilakukan observasi terhadap kandungan minyak atsiri eukaliptus di Indonesia.

Dalam optimasi pemanfaatan jenis pohon eukaliptus perlu diketahui kandungan minyak atsiri di antara jenis-jenis tersebut, terutama kandungan sineol sebagai salah satu parameter kualitas minyak eukaliptus. Terkait dengan segala uraian di atas, telah dilakukan penelitian pengujian kandungan minyak hasil penyulingan daun 3 jenis tanaman eukaliptus yaitu Eucalyptus urophylla, E. Pellita dan E. grandis.

II. BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Lokasi

Waktu penelitian adalah bulan April sampai dengan Juni 2006. Pengambilan sampel daun dilakukan di areal HTI PT Toba Pulp Lestari Sektor Aek Nauli, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Pengujian sifat kimia minyak eukaliptus dilakukan di Laboratorium Kimia Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara.

B. Bahan dan Peralatan Penelitian

(29)

C. Metode Penelitian

1. Proses penyulingan

Penyulingan dilakukan dengan menggunakan metode kukus, yaitu air dan bahan yang disuling tidak terjadi kontak. Ketel penyulingan dibuat dari aluminium dengan kapasitas 10 kg bahan baku. Proses penyulingan dilakukan selama 5 jam pada suhu 100oC. Setiap tipe jenis daun eukaliptus yang diteliti dilakukan tiga kali

penyulingan sebagai ulangan.

Rendemen hasil penyulingan dihitung dengan menggunakan rumus :

Output

R = x 100 % Input

Keterangan : R = rendemen (%) ; Output = berat minyak eukaliptus hasil penyulingan (gr) ; Input = berat daun eukaliptus yang disuling (gr)

2. Pengujian sifat fisiko-kimia

Sifat-sifat kimia minyak eukaliptus yang diujikan antara lain adalah kadar sineol, berat jenis pada suhu 15oC, putaran optik pada suhu 27oC, indeks bias pada

suhu 20oC dan kelarutan dalam alkohol 80%. Prosedur pengujian mengacu pada

SNI 01-5009.11-2001 (Anonim, 2001).

3. Analisis data

Analisis dilakukan terhadap data hasil pengujian sifat fisiko-kimia minyak eukaliptus. Analisis tersebut menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor. Sebagai faktor (perlakuan) adalah daun dari masing-masing 3 jenis tanaman eukaliptus. Sebagai ulangan adalah penyulingan daun dari tiap jenis eukaliptus yang dilakukan sebanyak 3 kali. Sekiranya pengaruh perlakuan nyata terhadap data sifat fisiko-kimia tersebut, pengolahan data dilanjutkan dengan uji beda jarak Duncan (Hanafiah, 2003).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Rendemen

Rendemen minyak hasil penyulingan daun ketiga jenis eukaliptus disajikan pada Tabel 1.

(30)

jenis eukaliptus tersebut tidak berbeda nyata). Sedangkan rendemen terendah berasal dari daun E. pellita. Ini mengindikasikan bahwa kandungan minyak atsiri pada daun segar E. urophylla dan E. grandis lebih tinggi dari pada daun segar E. pellita. Hasil ini sesuai dengan hasil sebelumnya Bhalla (1997) menghasilkan rendemen minyak E. grandis di India sebesar 0,15 % yang berarti relatif tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian ini pada jenis yang sama.

Tabel 1. Rendemen minyak hasil penyulingan daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus

No. Jenis eukaliptus Ulangan Rata-rata (%)

I (%) II (%) III (%)

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf berbeda menunjukkan perbedaan nyata

Tabel 2. Analisis keragaman terhadap rendemen minyak dari daun eukaliptus

Keterangan : * = Berpengaruh nyata ; 1 = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus

B. Sifat Fisiko - Kimia

Hasil pengujian sifat fisiko-kimia minyak dari daun asal ketiga jenis eukaliptus dapat dilihat pada Tabel 3.

(31)

2001) maka kualitas dari minyak eukaliptus dari penelitian ini masuk dalam kelas mutu pertama (kadar sineol < 55 % atau < 5,00 % dari waktu retensinya).

Tabel 3. Sifat fisis dan kimia minyak atsiri dari daun asal ketiga jenis eukaliptus

Keterangan : R1, R2, R3 = ulangan ke 1, 2 dan 3 (1st, 2nd, and 3rd replication); ฀ = rataan ; Angka yang diikuti huruh berbeda menunjukkan perbedaan nyata

Rata-rata berat jenis minyak tertinggi adalah E. grandis sebesar 0,557, kemudian menyusul E. urophylla 0,543 dan terendah adalah E. pellita sebesar 0,257 (Tabel 3). Berat jenis minyak dipengaruhi oleh fraksi berat komponen-komponen yang terkandung di dalam minyak. Semakin tinggi fraksi berat yang terkandung dalam minyak, maka semakin besar pula nilai berat jenisnya (Guenther, 1990).

Selanjutnya analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan (daun asal 3 jenis eukaliptus) berpengaruh nyata terhadap berat jenis minyak atsiri (Tabel 5). Analisis lebih lanjut dengan uji beda jarak Duncan (Tabel 3) ternyata berat jenis minyak tertinggi berasal dari daun E. urophylla dan E. grandis (berat jenis kedua jenis eukaliptus tersebut tidak berbeda nyata). Sedangkan berat jenis minyak terendah berasal dari daun E. pellita.

Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan cahaya dalam medium (dalam hal ini minyak atsiri) pada suhu tertentu dan sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen yang tersusun dalam minyak tersebut (Guenther, 1990). Semakin banyak komponen yang menyusun minyak maka indeks bias akan semakin besar dan kualitasnya akan lebih bagus. Sebaliknya, minyak yang memiliki indeks bias kecil mengindikasikan bahwa dalam minyak tersebut banyak terkandung air sehingga mempengaruhi kualitasnya. Dari ketiga jenis eukaliptus yang diuji, minyak E. pellita memiliki indeks bias tertinggi yaitu 1,370 dan terendah E. grandis sebesar 1,337. Selanjutnya terdapat kecenderungan bahwa minyak atsiri dengan nilai indeks bias besar memiliki berat jenis rendah;

No Sifat

Jenis eukaliptus

E. urophylla E. pellita E. grandis

R1 R2 R3 ฀ R1 R2 R3 ฀ R1 R2 R3 ฀ 2 Berat jenis 0,61 0,51 0,51 0,543

(a)

0,30 0,26 0,18 0,247 (b)

0,56 0,56 0,55 0,557 (a)

3 Indeks bias 1,34 1,34 1,34 1,340 1,45 1,33 1,33 1,370 1,34 1,34 1,33 1,337

4 Putaran optik, (o)

1,22 1,90 0,45 1,190 0,67 0,50 0,25 0,473 0,33 0,32 0,17 0,273

5 Kelarutan dalam alcohol 80%

(32)

dan sebaliknya minyak dengan indeks bias rendah memiliki berat jenis tinggi (Tabel 3). Hal ini memperkuat indikasi bahwa nilai indeks bias dan berat jenis minyak atsiri dapat merupakan petunjuk banyak atau sedikitnya kandungan atau kontaminasi air dalam minyak tersebut.

Putaran optik minyak atsiri tertinggi diperoleh dari hasil penyulingan daun asal E. urophylla, diikuti oleh asal E. pellita, hingga terendah asal E. grandis (Tabel 3). Putaran optik akan semakin besar jika dalam minyak atsiri tersebut terdapat lebih banyak ragam senyawa kimia isomer asimetris, dan isomer struktur ikatan kimia; dan sebaliknya untuk putaran optik yang rendah.

Kelarutan dalam alkohol minyak eukaliptus menandakan mudahnya minyak untuk diencerkan dalam alkohol 80% untuk pengolahan lebih lanjut. Semakin mudah diencerkan maka perbandingan nilai kelarutan akan lebih tinggi sehingga akan menurunkan biaya produksi dalam pengolahan minyak lebih lanjut. Nilai kelarutan tertinggi adalah minyak E. Pellita yaitu 1 : 2 karena diperlukan hanya 2 ml alkohol sudah cukup untuk melarutkan 1 ml minyak eukaliptus. Sedangkan kelarutan terendah adalah pada perbandingan nilai kelarutan minyak E. urophylla dan E. grandis sebesar 1 : 3, karena diperlukan 3 ml alkohol untuk melarutkan 1 ml minyak atsiri (Tabel 3). Lebih sukar larutnya minyak atsiri tersebut (perbandingan 1 : 3) mengindikasikan bahwa minyak asal E. urophylla dan E. grandis selain mengandung senyawa polar terdapat pula senyawa non-polar dalam jumlah (porsi) yang lebih besar, seperti hidrokarbon, stilbenes, sterol, atau senyawa lain kurang polar dengan berat molekul rendah. Sebaliknya, lebih mudah larutnya minyak atsiri asal E. pellita (perbandingan 1 : 2) berindikasi bahwa proporsi senyawa non-polar dan senyawa polar hampir seimbang atau sama banyak, atau porsi senyawa non-polar menurun.

Tabel 4. Analisis keragaman terhadap kadar sineol pada minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus

Keterangan: tn = Tidak berpengaruh nyata; 1) = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus

Tabel 5. Analisis keragaman terhadap berat jenis pada minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus

Keterangan: * = Berbeda nyata; 1) = Daun asal 3 jenis tanaman eukaliptus

(33)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penyulingan daun tiga jenis eukaliptus yaitu Eucalyptus urophylla, E. pellita dan E. grandis dengan metode kukus menghasilkan rendemen minyak yang berbeda-beda. Rendemen tertinggi diperoleh dari penyulingan daun E. grandis yatitu sebesar 0,161 %, diikuti oleh E. urophylla (0,143 %), hingga terendah oleh E. pellita (0,043 %).

2. Besarnya kadar sineol minyak dari daun ketiga jenis eukaliptus yang diteliti di atas adalah relatif sama, dan berdasarkan kriteria SNI 01-5009.11-2001, ketiganya termasuk dalam kelas mutu pertama.

3. Terdapat kecenderungan bahwa minyak atsiri dengan berat jenis tinggi memiliki indeks bias rendah, dan sebaliknya. Ini berindikasi bahwa minyak atsiri asal daun E. urophylla dan E. grandis lebih banyak mengandung (terkontaminasi oleh) air dari pada asal E. pellita.

4. Putaran optik tertinggi terdapat pada minyak atsiri asal E. urophylla diikuti oleh E. pellita, hingga terendah yaitu E. grandis. Semakin tinggi nilai putaran optik, maka dalam minyak tersebut terindikasi lebih banyak terdapat aneka ragam senyawa kimia dan isomer baik asimetris maupun isomer struktur kimia. 5. Lebih mudah larutnya minyak atsiri asal daun E. pellita dalam alkohol (1 : 2)

dibandingkan asal E. urpphylla (1 : 3) dan asal E. grandis (1 : 3) berindikasi bahwa proporsi senyawa non polar dengan senyawa polar hampir seimbang atau sama banyak dalam minyak atsiri (untuk perbandingan 1 : 2), atau porsi senyawa non-polar lebih sedikit. Sebaliknya untuk perbandingan 1 : 3, proporsi senyawa non (tidak) dan kurang polar jauh lebih banyak dari pada senyawa polar.

B. Saran

Minyak atsiri hasil penyulingan daun eukaliptus yang diharapkan berkualitas tinggi adalah disamping memiliki rendemen tinggi juga berkadar sineol tinggi, memiliki berat jenis optimum, indeks bias tinggi, dan mudah larut dalam alkohol. Hal ini penting mengingat banyaknya jenis pohon eukaliptus yang tumbuh di areal hutan tanaman Indonesia. Perlu pula dilakukan penyempurnaan atau modifikasi penyulingan minyak atsiri yang selama ini dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2001. Standar Nasional Indonesia No. 01-5009.11-2001. Departemen Perindustrian. Jakarta.

(34)

Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri. Jilid III A. Diterjemahkan oleh S. Ketaren. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hanafiah, K. 2003. Rancangan Percobaan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Iskandar, U., Ngadiono dan A. Nugraha. 2003. Hutan Tanaman Industri Di Persimpangan Jalan. Arivco Press. Jakarta.

(35)

PULP DAN KERTAS

Oleh : Zakaria Basari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan Jl. Gunung Batu No. 5, Telp. (0251) 8633378, Fax. (0251) 8633414, Bogor - 16001

email : zakariabasari@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini memberikan informasi teknis, ekonomis penambangan gambut yang akan digunakan sebagai sumber energi pulp dan kertas. Dilaksanakan di areal rawa gambut bekas Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Arara Abadi yang terletak di wilayah Kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Siak Propinsi Riau. Objek yang diteliti adalah produktivitas kerja, biaya operasi dan perbaikan lingkungan di areal pasca penambangan gambut.

Hasil penelitian menunjukan, bahwa produktivitas kerja alat-alat berat untuk mengeksploitasi gambut seluas 1,5 ha mulai dari kegiatan proses pembersihan (land clearing), pengolahan dan pemanenan oleh mesin ekskavator, Pick wood, preparing miller, harrower miller, ridger dan roller masing-masing adalah 0,14 ha/ jam, 0,75 ha/jam, 0,75 ha/jam, 0,1875 ha/jam, 1,5 ha/jam dan 3 ha/jam. Biaya operasi Rp 4.428.748,-/ha.

Kondisi lingkungan di areal reklamasi bekas penambangan tidak memperlihatkan gangguan negatif karena burung, biawak, tanaman Eucaliptus dan Acacia mangium dapat hidup dan tumbuh dengan baik.

Kata kunci : Gambut, produktifitas kerja, penambangan, biaya.

I. PENDAHULUAN

Salah satu sumber energi, di luar kayu dan minyak bumi, yang berperan penting dalam kegiatan industri kehutanan adalah gambut. Gambut merupakan lapisan bahan organik yang berada di hutan rawa, dengan ketebalan dapat mencapai lebih 3 m (Gendon dan Wisnu. 1977).

(36)

jalur produksi, drainase air/kanal, pembersihan/pencabutan limbah tunggak, pengupasan, penggaruan/pembalikan, pengeringan, pengumpulan, pemuatan dan pengangkutan. Pemulihan areal dengan melakukan penanaman, pemeliharaan pohon dan pembinaan masyarakat desa sekitar hutan.

PT Arara Abadi semula menggunakan kayu dan minyak bumi sebagai sumber energi pada industri pulp dan kertas tetapi karena mahal dan sulit diperoleh maka biaya operasi menjadi mahal. Untuk mengatasi salah satu solusi dari masalah ini maka perusahaan mencoba memanfaatkan gambut sebagai bahan energi, sehingga biaya operasional lebih murah dan efisien. Bahan baku energi ini tersedia dalam jumlah besar dengan lokasi relatif dekat dengan industri. Dalam tulisan ini dilaporkan hasil studi lapangan yang meliputi aspek teknis dan ekonomis penambangan gambut sebagai bahan baku energi.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Pinang Sebatang Kara, Kecamatan Tualang Perawang, Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Daerah ini merupakan wilayah kerja Dinas Kehutanan Kabupaten Siak.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan berupa ekskavator Hitachi P.15, pick wood, preparing miller, harrower miller, ridger, roller dan traktor roda ban (wheel tractor). Ekskavator digunakan untuk membersihkan tunggak dan serpihan eksploitasi HTI. Wheel traktor untuk menggerakan semua mesin tersebut diatas.

C. Prosedur Penelitian

Pegumpulan data dilakukan pada petak contoh/blok produksi dengan kemiringan 0-2%. Contoh petak pengamatan berupa jalur berukuran 5 x 50m sebanyak enam buah, yang diberi kode A, B, C, D, E dan F. Pada setiap sudut jalur pengamatan di beri tanda bekas jalur produksi dengan bendera merah.

Parameter yang diamati dan perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut :

Volume tunggak yang dicabut/dibersihkan :

Vt = ¼ π d 2 . Pj ……….………...…………..……. ..1 di mana : Vt = Volume tunggak (m 3), d = Diameter (cm) dan Pj = Panjang tunggak

Volume gambut yang di tambang/dieksploitasi :

VG = P x L x TLH ... 2 di mana : Vg = Volume gambut (m 3), P = Panjang petak (m), L = Lebar petak (m)

(37)

Produktifitas alat pada pembersihan :

Ppro = Vt ... 3 t

di mana : Ppro = Produktifitas kerja (m3/jam),Vt = Volume tunggak(m3), t = Waktu

kerja efektif alat (jam)

Produktifitas pengolahan lapisan gambut :

Ppeng = L ... 4 t

di mana : Ppeng = Produktifitas kerja (m2/jam), L = Luas areal (m2), dan t =

waktu kerja efektif alat (jam)

Biaya operasi terdiri biaya tetap dan tidak tetap. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, bunga bank, asuransi dan banyak, dihitung berdasarkan rumus dari FAO (Anonim, 1992). Cara menghitungnya sebagai berikut :

Penyusutan :

D = M – R ………....…………....……...………..…………... 5 N.t

di mana : D = Penyususan (Rp/jam), M = Harga alat baru (Rp), R = Harga bekas (Rp), N = Waktu ekonomis alat (tahun), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam)

Bunga bank :

BB = M x 0,6 x 0,18 ………..……...……..……… 6 t

di mana : BB = Bunga bank (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam)

Biaya asuransi :

Ba = M x 0,6 x 0,03 …..……...…...………...… 7 t

di mana : Ba = Biaya asuransi (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam) Biaya pajak :

Bp = M x 0,6 x 0,02 ...………...……….………...…… 8 t

di mana : Bp = Biaya pajak (Rp/jam), t = Waktu efektif alat dalam 1 tahun (1000 jam)

Biaya tidak tetap yang terdiri dari upah kerja penggunaan BBM, pelumas dan biaya perawatan dihitung berdasarkan hasil tabulasi. Perhitungan tabulasi tersebut rumusnya sebagai berikut :

BTT = UP + BBM + PL + PM ……...……….…………. 9 di mana : BTT = Biaya tidak tetap (Rp/jam), UP = Upah kerja operator dan

(38)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembersihan Limbah Tunggak Kayu ( Land Clearing )

Pembersihan tunggak dengan ekskavator memerlukan dua petak/jalur, yaitu jalur pertama bagi gerakan belalai mencabut dan menyimpan tunggak, dan jalur ke dua untuk gerakan maju/mundur mesin roda ekskavator seperti terlihat pada Gambar 1.

Pada jalur B ekskavator bergerak ke depan dengan belalai di jalur A atau berada sebelah kiri mesin dan mencabut tunggak melalui pengerukan lapisan gambut pada kedalaman 50-100 cm. Tunggak dan kulit kayu disimpan dibelakang mesin ekskavator di jalur B. Ekskavator bergerak maju sampai ke ujung jalur C dan berbalik arah belalai mengeruk dan mencabut tunggak di jalur D dan dan limbah disimpan dibelakangnya.

Jumlah tunggak dan volume pada setiap petak contoh tertera pada Tabel 1. Diameter tunggak yang dicabut antara 10-20 cm dan panjang 10-15 cm, sehingga dari lima jalur pengamatan tersebut diperoleh volume 19,737 m3. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume limbah tunggak hasil cabutan Ekskavator

Waktu kerja efektif pencabutan/pembersihan tunggak yang tercabut 10 jam atau dengan produktivitas 1,974 m3 /jam. Perataan dan penutupan lubang

bekas cabutan tunggak dengan mengeruk kembali lapisan gambut, rata-rata lebar, panjang dan tinggi lubang 0,5 x 0,5 x 1 m. Waktu kerja efektif dalam pemerataan dan penutupan lubang areal seluas 15.000 m2 adalah 1 jam, atau produktivitasnya

1,5 ha/jam. Sehingga jumlah waktu kerja efektif ekskavator selama melakukan pembersihan tunggak (land clearing) sampai dengan penutupan lubang adalah menjadi 11 jam atau produktivitasnya 0,14 ha/jam.

Jika produktivitas land clearing yang dilakukan oleh ekskavator di atas itu dibandingkan dengan traktor D7 atau D8, nampaknya lebih tinggi traktor. Hidayat (1978) peneliti dari United Tractor menyatakan, bahwa produktivitas traktor D7 dan D8 dalam kegiatan land clearing dalam PWH di hutan produksi tanah darat dengan kemiringan topografi 20% adalah rata-rata 0,75 ha/jam. Sementara produktivitas ekskavator yang dioperasikan perusahaan PT Arara Abadi di atas hasilnya yaitu

(39)

0,14 ha/jam. Hal ini terjadi karena kondisi hutannya sangat jauh berbeda, selain itu alat dan ketrampilan operatornya juga berbeda. Di mana traktor D7 atau D8 itu dioperasikan di hutan alam tanah darat dan gerakannya lincah dan cepat, sementara ekskavator di atas operasinya di areal hutan tanah rawa dan gerakannya lambat.

Gambar 1. Operasi ekskavator dalam pencabutan limbah tunggak kayu Keterangan : 1 = Jalur pembersihan limbah tunggak, 2 = Jalur gerakan maju/mundur

ekskavator & menyimpan limbah tunggak, 3 = Mesin ekskavator, 4 = Limbah tunggak, ABCDEF = Jalur penelitian dengan lebar masing-masing 5 m. 5 = Parit. (Gambar tidak menggunakan skala)

B. Penyapuan Limbah Tunggak dan Mesin Wheel Tractor

Penyapuan limbah tunggak yang berada pada jalur penyimpanan limbah dilakukan leh mesin/mobil angkut roda berduri (pick wood). Mobil angkut roda berduri ini fungsinya selain mengangkat limbah ke atas bak penampung juga berfungsi sebagai penghancur limbah tunggak menjadi potongan-potongan kayu kecil, di mana potongan kayu kecil limbah kayu ini dibuang kembali ke tempat semula yang gunanya sebagai penutup lubang-lubang kecil yang masih berada dipermukaan lapisan gambut. Mesin pick wood ini terpasang dibelakang mesin traktor roda ban (wheel tractor). Ukuran mesin dan roda ban traktor (wheel tractor) ini sangat besar dan tinggi, diameter roda bannya 150 cm, besar mesinnya 2 m2 dan

ukuran panjang 4 m, lebar 3 serta tinggi 2,5 m. Dengan demikian tumpukan limbah tunggak kayu itu posisinya berada di bawah kolong mesin wheel traktor

(40)

Di bidang kehutanan biasanya aat ini digunakan untuk menyarad kayu bulat dari tempat tebangan ke TPn. Di pertanian atau diperkebunan sering digunakan untuk pengangkutan (hauling) hasil panen dengan dilengkapi oleh mesin trailer, pembajakan tanah dengan dilengkapi mesin plow (mouldboard plow), penggemburan tanah (harrowing) dilengkapi mesin disk harrow/rollers harrow/ dackers/tooth type harrow.

Hasil perhitungan waktu kerja menunjukkan bahwa waktu kerja efektif penyapuan dan perataan/penutupan lubang kecil dari seluas areal 15.000 m2 adalah

2 jam atau produktivitas produktivitas kerja Pick wood adalah 7.500 m2 /jam atau

0,63 ha/jam (Gambar 2).

Mekanisme kerja mesin pick wood adalah sebagai berikut :

- Menyiapkan mesin penggerak gandengan traktor roda ban (wheel tractor) - Mesin pick wood dipasang pada traktor roda ban

- Mesin penggerak gandengan/traktor roda ban dihidupkan, secara otomatis tungkai hidrolik sebagai penyambung ke mesin pick wood ikut bergerak - Mesin bergerak menekan/meratakan areal lapisan gambut dimulai dari jalur A

sampai dengan jalur F

Gambar 2. Operasi penyapuan limbah tunggak oleh truk roda berduri Keterangan : A = Traktor roda ban/Wheel tractor (mesin penggerak utama), B = Bak penampung limbah tunggak, C = Roda berduri pengangkat limbah tunggak, D = Parit, E = Jalan utama.

(41)

C. Penggemburan dan Mendatarkan Lapisan Gambut

Setelah areal produksi gambut rata dan bersih dari limbah tunggak kayu, dilakukan penggemburan dan perataan kembali oleh mesin preparing miller. Alat ini selain berfungsi untuk mengaduk-aduk/menggemburkan lapisan gambut juga berfungsi sebagai alat pencincang sisa-sisa limbah tunggak yang tidak terangkat dan tidak terpotong oleh mesin pick wood. Pisau giling mesin preparing miller ini dipasang dibelakang traktor beroda ban (Gambar 3).

Mesin preparing miller ini di bidang pertanian dan perkebunan yang dipraktekkan di luar negri (Amerika dan Eropa) adalah merupakan mesin yang berfungsi untuk mencincang, mengangkat dan membalikkan tanah sehingga permukaan tanah tersebut menjadi gembur, di bidang pertanian disebut mesin mold board plow (Anonim, 1984).

Hasil pengamatan waktu kerja, menunjukkan bahwa waktu kerja efektif dari areal produksi gambut seluas 15.000 m2 yang digemburkan adalah mencapai 2 jam atau produktivitas 7.500 m2 /jam atau 0,75 ha/jam.

Mekanisme kerja operasi mesin preparing miller adalah sebagai berikut : - Mempersiapkan dan memasang alat preparing miller pada traktor roda ban - Menjalankan mesin roda pisau/preparing miller hingga kecepatan 40 km/jam

dengan frekuensi perpuran mesin mencapai 1.000 rpm

- Mesin bergerak di jalur A, setelah sampai di ujung jalur A kemudian berbalik arah ke jalur B dan selanjutnya bergerak ke jalur C,D,E dan F.

- Mesin preparing miller mengaduk/menggemburkan lapisan gambut hingga kedalaman 20 cm dan mencingcang limbah kayu sampai ke potongan ukuran kecil 1 cm

(42)

D. Pengupasan dan Pengeringan Lapisan Gambut

Pengupasan lapisan gambut dilakukan oleh mesin roda production miller yang terpasang dibelakang mesin wheel tractor. Di mana panjang roda production miller 9 m yang terbagi ke dalam 6 buah roda. 3 buah mesin roda depan diameternya 50 cm dan 3 buah mesin roda belakang diameternya 30 cm. Roda mesin ini selain berfungsi mengupas lapisan gambut setebal 20 cm juga berfungsi sebagai penggembur lapisan gambut secara lebih mendetail. Kecepatan mesin 40 km/jam, sedang frekuensi perputaran mesin 1.000 rpm

Hasil pengamatan waktu kerja dari seluas 15.000 m2 diperlukan waktu kerja

efektif 1,5 jam atau produktivitasnya 1 ha/jam (Gambar 4). Mekanisme kerja mesin production miller adalah sebagai berikut : - Memasang roda pengupas gambut pada mesin wheel tractor - Menjalankan mesin roda pengupas dan wheel tractor

- Mengupas gambut dengan mengikuti jalur A, B dan C kemudian setelah sampai diujung jalur mesin berbalik arah ke jalur D, E dan F

Gambar 4. Operasi pengupasan lapisan gambut oleh mesin production miller

Keterangan : A = Traktor roda ban (Wheel tractor), B = Mesin roda pengupas gambut, C = Lapisan gambut, D = Parit, E = Angkutan jalan utama

E. Pengeringan dan Pengumpulan Lapisan Gambut

Gambar

Gambar 1. Ki kendal (Ehretia acuminata R.Br.)a. Pohon, b. Daun dan bunga, c. Kulit pohon
Tabel 1. Sifat fisis dan mekanis kayu ki kendal, mahoni dan jati
Gambar 3. Buah Ki kendal
Gambar 1. Pengupasan berputar                  Gambar 2. Penyayatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Transparasi pengungkapan informasi kinerja Pemerintah Daerah melalui media internet dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah persaingan politik,

Sang suami mengatakan kepada istrinya untuk memberitahu putrinya tersayang bahwa dia berjanji akan mengajarinya selama 30 menit sebagai pengganti tiga bulan mengajar

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI PENGUATAN LOGAM DALAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH MATERIAL TEKNIK. Universitas Pendidikan Indonesia

Lalu biji karet di press dengan menggunakan pressan hidrolik dan dari biji karet yang digunakan sebanyak 10 kg didapatkan minyak biji karet sebanyak 660 ml, sehingga

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI PENGUATAN LOGAM DALAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH MATERIAL TEKNIK.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pada penelitian ini menyimpulkan bahwa karakteristik petani padi seperti umur, pendidikan formal, pengalaman usahatani, luas lahan, interaksi dengan penyuluh,

Kebijakan pergeseran moda dibutuhkan agar proses pergerakan masih dapat dilakukan pada lokasi dan waktu yang sama tetapi dengan moda transportasi yang berbeda.. Kebijakan

PENGARUH PENGGUNAAN MULTIMEDIA ANIMASI TERHADAP HASIL BELAJAR MATERI PENGUATAN LOGAM DALAM PEMBELAJARAN MATA KULIAH MATERIAL TEKNIK Universitas Pendidikan Indonesia |