R
E
N
C
A
N
A
P
E
N
G
E
M
B
A
N
G
A
N
P
E
NE
R
BI
T
A
N
N
A
S
ION
A
L
2
01
5
-2
01
RENCANA PENgEmbANgAN
Galih Bondan Rambatan
RENCANA PENgEmbANgAN PENERbITAN NAsIoNAl 2015-2019
Tim Studi dan Kementerian Pariwisata Ekonomi Kreatif:
Penasehat
Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Sapta Nirwandar, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI
Pengarah
Ukus Kuswara, Sekretaris Jenderal Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Harry Waluyo, Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain dan IPTEK Cokorda Istri Dewi, Staf Khusus Bidang Program dan Perencanaan
Penanggung Jawab
Poppy Safitri, Setditjen Ekonomi Kreatif berbasis Media, Desain, IPTEK M.Iqbal Alamsjah, Direktur Pengembangan Ekonomi Kreatif berbasis Media Anna Suharti, Kasubdit Pengembangan Tulisan Fiksi dan Nonfiksi
Tim Studi
Galih Bondan Rambatan
ISBN
978-602-72387-0-1
Tim Desain Buku
RURU Corps (www.rurucorps.com) Rendi Iken Satriyana Dharma Sari Kusmaranti Subagiyo Yosifinah Rachman
Penerbit
PT. Republik Solusi
Cetakan Pertama, Maret 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang
Terima Kasih kepada Narasumber dan Peserta Focus Group Discussion (FGD): Dra.Lucya Andams, Ketua Asosiasi Ikatan Penerbit Indonesia
Kata Pengantar
Ekonomi kreatif memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu sektor penggerak yang penting untuk mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Ekonomi kreatif adalah ekonomi yang digerakkan oleh sumber daya terbarukan dan tersedia secara berlimpah di Indonesia, dimana kita memiliki sumber daya manusia kreatif dalam jumlah besar, sumber daya alam terbarukan yang berlimpah dan sumber warisan budaya yang unik dan beragam. Ketiganya menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan ekonomi kreatif yang berkelanjutan.
Kita, secara bersama-sama telah meletakkan dasar pengembangan ekonomi kreatif yang akan membawa bangsa menuju pembangunan ekonomi yang berkualitas. Sehingga diperlukan upaya pengembangan ekonomi kreatif yang berkesinambungan untuk memperkuat ekonomi kreatif sebagai sumber daya saing baru bagi Indonesia dan masyarakat yang berkualitas hidup.
Bagi Indonesia, ekonomi kreatif tidak hanya memberikan kontribusi ekonomi, tetapi juga memajukan aspek-aspek nonekonomi berbangsa dan bernegara. Melalui ekonomi kreatif, kita dapat memajukan citra dan identitas bangsa, mengembangkan sumber daya yang terbarukan dan mempercepat pertumbuhan inovasi dan kreativitas di dalam negeri. Di samping itu ekonomi kreatif juga telah memberikan dampak sosial yang positif, termasuk peningkatan kualitas hidup, pemerataan kesejahteraan dan peningkatan toleransi sosial.
Penerbitan, sebagai salah satu dari 15 subsektor di dalam industri kreatif, merupakan kegiatan mengelola informasi dan daya imajinasi untuk membuat konten kreatif yang memiliki keunikan tertentu, dituangkan dalam bentuk tulisan, gambar dan/atau audio ataupun kombinasinya, diproduksi untuk dikonsumsi publik, melalui media cetak, media digital, ataupun media daring untuk mendapatkan nilai ekonomi, sosial ataupun seni dan budaya yang lebih tinggi. Saat ini masih ada masalah-masalah yang menghambat pertumbuhan industri penerbitan di Indonesia, termasuk didalamnya jumlah dan kualitas orang kreatif yang masih belum optimal, ketersediaan sumber daya alam yang belum teridentifikasi dengan baik, keseimbangan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya budaya, minimnya ketersediaan pembiayaan bagi orang-orang kreatif, pemanfaatan pasar yang belum optimal, ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang kurang memadai, serta kelembagaan dan iklim usaha yang belum sempurna.
Buku ini merupakan penyempurnaan dari buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009, di mana terjadi pergeseran definisi dan pemahaman penerbitan secara mendasar. Pada buku sebelumnya, pemakaian definisi mengacu pada penerbitan dan percetakan secara umum. Pada buku ini, subsektor penerbitan dan percetakan bergeser dan berfokus menjadi hanya penerbitan saja. Hal ini disebabkan karena dalam alur proses penerbitan sendiri sudah terdapat kegiatan percetakan, sehingga penerbitan tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan produksi karya tetapi lebih kepada proses penciptaan konten berkualitas meliputi kegiatan penyuntingan, proof reading, penyiapan disain dan layout, serta kegiatan penyebarluasan atau distribusi karya.Dalam melakukan penyempurnaan dan pembaruan data, informasi, telah melakukan sejumlah Focus Group Discussion (FGD) dengan berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah, pemerintah daerah, intelektual, media, bisnis, orang kreatif dan komunitas penerbitan secara intensif. Hasilnya adalah buku ini, yang menjabarkan secara rinci pemahaman mengenai industri penerbitan dan strategi-strategi yang perlu diambil dalam percepatan pengembangan penerbitan lima tahun mendatang. Dengan demikian, masalah-masalah yang masih menghambat pengembangan industri penerbian selama ini diharapkan dapat diatasi dengan baik, sehingga dalam kurun waktu lima tahun mendatang, Penerbitan Indonesia dapat bertumbuh secara merata, berkualitas, berbudaya, berdaya saing dan berkelanjutan.
Salam Kreatif
Mari Elka Pangestu
Kata Pengantar... vii
Daftar Isi... ix
Daftar Gambar... xii
Daftar Tabel... xiii
Ringkasan Eksekutif... xiv
BAB 1 PERKEMBANGAN PENERBITAN DI INDONESIA... 3
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Penerbitan di Indonesia...4
1.1.1 Definisi Penerbitan...4
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Penerbitan...10
1.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan...15
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Dunia...15
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Indonesia...17
BAB 2 EKOSISTEM DAN RUANG LINGKUP INDUSTRI PENERBITAN INDONESIA.. 27
2.1 Ekosistem Penerbitan...28
2.1.1 Definisi Ekosistem Penerbitan...28
2.1.2 Peta Ekosistem Penerbitan...30
2.2 Peta dan Ruang Lingkup Industri Penerbitan...44
2.2.1 Peta Industri Penerbitan...44
2.2.2 Ruang Lingkup Industri Penerbitan...47
2.2.3 Model Bisnis di Industri Penerbitan...50
BAB 3 KONDISI UMUM SUBSEKTOR PENERBITAN DI INDONESIA... 53
3.1 Kontribusi Ekonomi Penerbitan...54
3.1.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)... 58
3.1.2 Berbasis Ketenagakerjaan...59
3.1.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan...60
3.1.4 Berbasis Konsumsi Rumah Tangga...61
3.1.5 Berbasis Nilai Ekspor...62
3.2 Kebijakan Pengembangan Penerbitan...63
3.3 Struktur Pasar Penerbitan...64
3.4 Daya Saing Penerbitan...64
3.5 Potensi dan Permasalahan Pengembangan Penerbitan...65
BAB 4 RENCANA PENGEMBANGAN PENERBITAN INDONESIA... 73
4.1 Arahan Strategis Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015—2019...74
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Pengembangan Penerbitan...75
4.2.1 Visi Pengembangan Penerbitan...77
4.2.2 Misi Pengembangan Penerbitan...78
4.2.3 Tujuan Pengembangan Penerbitan...78
4.3 Sasaran dan Indikasi Strategis Pengembangan Penerbitan... 79
4.4 Arah kebijakan Pengembangan Penerbitan...82
4.4.1 Arah Kebijakan Penciptaan Sumber Daya Manusia Kreatif Penerbitan yang Berkualitas dan Berdaya Saing ...82
4.4.2 Arah Kebijakan Perlindungan, Pengembangan Dan Pemanfaatan Sumber Daya alam dan sumber daya Budaya yang Mendukung Penerbitan Secara Berkelanjutan...82
4.4.3 Arah Kebijakan Peningkatan Pertumbuhan Wirausaha, Usaha, dan Karya Kreatif Penerbitan yang Merata dan Berdaya Saing ...83
4.4.4 Arah Kebijakan Penciptaan Pembiayaan, Kemudahan Akses dan Kompetitif Bagi Usaha, Wirausaha dan Orang Reatif Penerbitan...83
4.4.5 Arah Kebijakan Perluasan Pasar Penerbitan di dalam dan Luar Negeri yang Berkelanjutan... 83
4.4.6 Arah Kebijakan Penyediaan Infrastruktur Logistik dan Teknologi Pendukung Industri Penerbitan yang Tepat Guna, Mudah Diakses dan Kompetitif...83
4.4.7 Arah Kebijakan Penciptaan Kelembagaan yang Kondusif dan Mengarusutamakan Kreativitas untuk Pengembangan Ekonomi Kreatif Penerbitan ...83
4.5 Strategi dan Rencana Aksi Pengembangan Penerbitan...84
4.5.1 Peningkatan Mutu Pengelolaan Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal Yang Mendukung Orang Kreatif Penerbitan Merata di Seluruh Provinsi, Kabupaten, dan Kota...84
4.5.2 Penyediaan dan Peningkatan Sarana dan Prasarana yang Mengarusutamakan Kreativitas SDM Penerbitan... 85
4.5.3 Penyediaan bahan baku yang menunjang produktivitas penerbitan...85
4.5.4 Penyediaan Data dan Informasi Sumber Daya Budaya yang Akurat Terpercaya dan Dapat Diakses Secara Cepat dan Mudah...86
4.5.5 Peningkatan Wirausaha Kreatif Penerbitan Lokal yang Berdaya Saing, Bertumbuh dan Berkelanjutan...86
4.5.7 Peningkatan Keragaman dan Kualitas Karya Kreatif Penerbitan Lokal Berbasis
Budaya ...87
4.5.8 Penyediaan Pembiayaan Penelitian dan Pelestarian Karya Kreatif Penerbitan Berkaitan dengan Budaya Bangsa, Sastra dan Sejarah...87
4.5.9 Peningkatan Penetrasi dan Diversivikasi Pasar Karya Kreatif Penerbitan Nasional dan Internasional... 87
4.5.10 Peningkatan Ketersediaan Infrastruktur Logistik dan Jaringan Internet Yang Memadai dan Kompetitif...88
4.5.11 Pengembangan Regulasi yang Mendukung Penciptaan Iklim yang Kondusif untuk Meningkatkan Mutu Penerbitan Indonesia...89
4.5.12 Peningkatan Partisipasi Aktif Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan penerbitan indonesia Secara Berkualitas dan Berkelanjutan...89
4.5.13 Peningkatan Kreativitas Penerbitan Sebagai Paradigma Pembangunan dan dalam Kehidupan Masyarakat ... 90
4.5.14 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui Penerbitan... 90
4.5.15 Peningkatan Apresiasi Kepada Orang dan Karya Kreatif Penerbitan... 91
4.5.16 Peningkatan Posisi, Kontribusi, Kemandirian, serta Kepemimpinan Indonesia dalam Fora Internasional Melalui penerbitan...91
BAB 5 PENUTUP... 93
5.1 Kesimpulan... 94
5.2 Saran... 95
REFERENSI... 99
Gambar 1‑1 Perbedaan Alur Percetakan...5
Gambar 1‑2 Alur Penerbitan...8
Gambar 1‑3 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Penerbitan 2015–2019...11
Gambar 1‑4 Perkembangan Penerbitan di Dunia...24
Gambar 1‑5 Sejarah Perkembangan Penerbitan di Indonesia...25
Gambar 2‑1 Hubungan Antar Komponen Dalam Ekosistem...29
Gambar 2‑2 Peta Ekosistem Penerbitan...31
Gambar 2‑3 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan...34
Gambar 2‑4 Pekerja Kreatif Industri Penerbitan...43
Gambar 2‑5 Mitra Pekerja Kreatif Industri Penerbitan...45
Gambar 2‑6 Peta Industri Penerbitan...46
Gambar 2‑7 Usaha, Pengembangan, dan Derivatif Penerbitan...51
Gambar 3‑1 Kontribusi terhadap total produk domestik bruto industri kreatif (2013)...58
Gambar 3‑2 Kontribusi terhadap total tenaga kerja industri kreatif (2013)...59
Gambar 3‑3 Kontribusi terhadap total unit usaha bruto industri kreatif (2013)...60
Gambar 3‑4 Kontribusi terhadap total konsumsi rumah tangga industri kreatif (2013)...61
Gambar 3‑5 Pertumbuhan ekspor 2010-2013...62
Gambar 3‑6 Jumlah Penerbit yang Menjadi Anggota IKAPI s/d 2013...64
Gambar 3‑7 Daya Saing Penerbitan...65
Tabel 1‑1 Perbandingan Ruang Lingkup Penerbitan di Inggris dan Singapura...10
Tabel 2‑1 Daftar Pemenang KLA Tahun 2002-2013...41
Tabel 2‑2 Daftar Konsumen Berdasarkan Jenis Buku yang diterbitkan...44
Tabel 3‑1 Produktivitas Penerbitan Buku Negara Asia/tahun...54
Tabel 3‑2 Kontribusi Ekonomi Subsektor Penerbitan 2010-2013...55
Tabel 3‑3 Pemetaan Kebijakan...63
Tabel 3‑4 Potensi Industri Penerbitan...66
Tabel 3‑5 10 Buku Terlaris di Indonesia...67
Tabel 3‑6 Potensi dan Permasalahan Penerbitan...67
Ringkasan Eksekutif
Buku ini merupakan penyempurnaan dari buku Cetak Biru Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025 yang diterbitkan pada tahun 2009. Seperti halnya terbitan sebelumnya, buku ini menerangkan pemahaman, ruang lingkup, serta evaluasi dan analisa permasalahan yang dihadapi oleh industri penerbitan dewasa ini hingga ke depannya. Walau menjelaskan kondisi industri penerbitan secara umum, buku ini lebih berorientasi pada pengembangan industri lima tahun ke depan.
Metode utama yang digunakan dalam penyusunan laporan di buku ini adalah wawancara mendalam (In-Depth Interview atau IDI) dengan berbagai tokoh industri, serta tiga kali grup diskusi terfokus (Focus Group Discussion atau FGD) bersama para pemangku kepentingan industri yang dianggap dapat mewakili suara dan aspirasi industri secara umum, baik dari segi bisnis, komunitas, akademisi, pemerintah, maupun orang-orang kreatif. Selain itu, kajian literatur dari berbagai sumber yang dianggap relevan, baik nasional maupun internasional, juga dimanfaatkan sebagai pendukung.
Hasil analisa dalam buku ini menunjukkan bahwa pemahaman industri penerbitan dan percetakan sebagai salah satu dari lima belas subsektor industri kreatif di Indonesia hendaknya difokuskan menjadi industri penerbitan saja. Namun, industri ini juga kini meliputi bukan hanya penerbitan cetak namun juga penerbitan digital dan daring. Terlepas dari itu, bagaimanapun, permasalahan-permasalahan lama seperti kurangnya minat baca masyarakat, minimnya keawasan dan apresiasi terhadap sastra Indonesia secara umum, pengadaan bahan baku kertas dan jalur distribusi buku yang masih terpusat dan kurang efisien, dan sebagainya masih kurang lebih sama dengan yang telah dialami selama dua puluh tahun terakhir. Sesungguhnya permasalahan-permasalahan ini dapat kurang lebih diatasi dengan memanfaatkan teknologi dan jejaring komunitas kreatif yang tersedia. Sayangnya, belum ada data komprehensif mengenai berbagai komunitas ini, dan kesadaran pemanfaatan teknologi bagi orang kreatif maupun wirausahawan kreatif juga dirasa masih kurang.
Penelitian yang telah dilakukan sepanjang penulisan buku ini mengindikasikan tren yang positif, namun dengan beberapa rambu yang harus diwaspadai. Para pelaku menyarankan bahwa pengembangan yang dilakukan hendaknya berfokus pada empat hal utama berikut.
• Pembuatan portal pendataan orang kreatif, wirausaha dan usaha kreatif penerbitan meliputi penerbit mandiri dan penerbit digital, karya kreatif penerbitan serta komunitas terkait industri penerbitan.
• Perencanaan alternatif untuk menjaga kestabilan harga kertas dan tinta untuk menekan biaya produksi pencetakan serta alternatif jalur distribusi karya penerbitan cetak sehingga karya penerbitan dapat dinikmati secara merata di seluruh Indonesia.
• Pengadaan festival buku tingkat nasional maupun internasional dan sejenisnya secara berkala yang bertujuan untuk promosi sekaligus penghargaan kepada pelaku industri penerbitan
• Kegiatan pemberdayaan dan kemitraan bersama komunitas penerbitan untuk membentuk dan meningkatkan kualitas orang kreatif dalam industri penerbitan
• Pembentukan dan pelatihan kewirausahaan kreatif dalam industri penerbitan sehingga memperluas dan meningkatkan pendapatan usaha penerbitan Indonesia.
BAB 1
1.1 Definisi dan Ruang Lingkup Penerbitan di Indonesia
Di Indonesia seringkali definisi penerbitan disamakan dengan definisi percetakan. Hal ini tidak hanya dipahami oleh masyarakat awam, tetapi juga oleh pelaku bisnis. Bahkan pemerintah sendiri masih sulit membedakan proses di antara kedua kegiatan tersebut. Padahal bila dilihat secara etimologis dan konseptual, kedua kata tersebut memiliki makna yang sangat berbeda. Selain itu, definisi penerbitan dan percetakan juga telah mengalami pergeseran makna, ruang lingkup, bahkan karakteristik proses dan model bisnis searah dengan perkembangan informasi dan teknologi yang semakin maju.
Pergeseran substansi industri penerbitan itu merupakan pergeseran pusat kreativitas dari kegiatan penerbitan dan percetakan ke arah yang lebih menitikberatkan pada produksi konten. Peran percetakan yang integral terhadap industri ini kini makin dapat digantikan oleh teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Pergeseran ini tentunya amat penting untuk dipahami jika kita ingin memperoleh pemahaman yang menyeluruh dan relevan mengenai industri penerbitan sebagai salah satu subsektor industri kreatif di Indonesia. Oleh karena itu, walau pada praktiknya industri penerbitan dan percetakan masih sering berjalan sebagai satu kesatuan, ada baiknya jika dalam pemahaman ekonomi kreatif kita lebih menitikberatkan pada industri penerbitan sebagai pusat terjadinya kreativitas itu sendiri.
Untuk memahami hal ini, sekaligus untuk menghindari berbagai kerancuan yang ada dalam pemahaman industri penerbitan dalam konteksnya sebagai salah satu subsektor industri kreatif di Indonesia, menjadi penting bagi kita untuk melihat definisi dan ruang lingkup pengembangan industri penerbitan di Indonesia.
1.1.1 Definisi Penerbitan
Penerbitan berasal dari kata “publish”yang mulai dicatat pada awal 1570 dengan pemahaman “the issuing of a written or printed work” atau informasi yang ditulis atau pekerjaan yang dicetak. Pemahaman penerbitan mulai dikembangkan pada 1650 dari bahasa Prancis kuno yang menyebutkan bahwa kata “publish”berasal dari kata ‘publier’yang mengandung arti “the act of making publicly known”. Sedangkan definisi “printing” berasal dari kata “preinte”yang diambil dari Prancis kuno dan bahasa Latin “premere” yang mengandung arti “top press” atau cetak.
Berdasarkan pengertian tersebut, definisi penerbitan dan percetakan yang dikembangkan oleh European Commission and Skillset Assesment UK (2011) adalah:
1. Penerbitan dapat didefinisikan sebagai proses produksi dan penyebaran informasi, yaitu membuat informasi tersedia untuk publik. Informasi tersebut dapat berupa karya-karya seperti buku, majalah, koran, dan rekaman suara dalam bentuk cetak maupun elektronik. Fokusnya adalah menciptakan konten bagi konsumen.
2. Percetakan adalah proses untuk mereproduksi teks dan gambar, termasuk kegiatan pendukung yang terkait, seperti penjilidan buku, jasa pembuatan piringan, dan pencitraan data. Fokusnya adalah mereproduksi konten dalam bentuk media.
Gambar 1 - 1 Perbedaan Alur Percetakan
Sumber: Lucya Andam, IKAPI (2014)
Hassan Pambudi, penulis buku Dasar dan Teknik Penerbitan Buku (1981), mendefinisikan kegiatan menerbitkan sebagai kegiatan yang “mempublikasikan kepada umum, mengetengahkan kepada khalayak ramai, kata dan gambar yang telah diciptakan oleh jiwa-jiwa kreatif, kemudian disunting oleh para penyunting untuk selanjutnya digandakan oleh bagian percetakan.”1
(1) Hassan Pambudi, Dasar dan Teknik Penerbitan Buku (Jakarta: Sinar Harapan, 1981)
“
“
Penerbitan adalah kegiatan
mempublikasikan kepada
umum, mengetengahkan kepada
khalayak ramai, kata dan
gambar yang telah diciptakan
oleh jiwa-jiwa kreatif.
“
Publication is the distribution of
“
copies or content to the public.
Hal ini tentunya konsisten dengan padanan kata “penerbitan” dalam bahasa Inggris, yaitu “publishing”. Badan hak milik intelektual dunia, WIPO, mengembalikan pemahaman penerbitan pada asal katanya, yaitu “publik”. Dengan kata lain, penerbitan adalah industri yang mendistribusikan konten kepada publik.
Di Indonesia, kita mengenal penerbitan dan percetakan sebagai salah satu subsektor industri kreatif yang perlu dipahami lebih jauh definisi dan ruang lingkupnya sesuai dengan konteks serta perkembangannya saat ini. Beberapa negara maju di Eropa, yaitu Inggris, Jerman, Spanyol, dan Prancis memfokuskan pengembangan ekonomi kreatifnya dalam ruang lingkup penerbitan (publishing), tanpa terlalu menekankan pada “printing” atau industri percetakan.
Istilah yang digunakan
Inggris Jerman Spanyol Prancis
Industri Kreatif
Audio-visual (Film, TV, Radio)
X X X X
seni Pertunjukan X X X X
Perpustakaan - - X X
Desain X X -
-Pasar barang seni / seni Rupa
X X X X
Penerbitan X X X X
mode X - -
-Perangkat lunak /multi media
Sumber: Diadaptasi dari British Council’s Creative and Cultural Economy Series, Singapore (2010); Hotzl.K (2006) Creative Industries in Europe and Austria: Definition and Potential; dan Soenderman,.M et.al (2009) Culture and Creative Industries in Germany
1. Penerbitan Tradisional. Penerbitan secara tradisional meliputi kegiatan pemilihan, penyusunan, dan distribusi barang cetakan seperti buku, surat kabar, majalah, dan brosur. Penerbit bertanggung jawab sepenuhnya dalam memutuskan isi, struktur, dan tampilan buku.2
2. Penerbitan Elektronik (Digital). Penerbitan elektronik mulai berkembang sehubungan dengan perkembangan Internet. Hal ini memengaruhi keluaran produk dan juga rantai nilai penjualan. Produk yang dulunya berbentuk fisik berubah menjadi bentuk digital. Dalam hal pemasaran, penerbitan model elektronik ini memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara pihak penerbit dengan konsumen akhir.3
3. Penerbitan Mandiri/Self-publishing. Penerbit memfasilitasi para penulis untuk mempublikasikan karya mereka sendiri dengan pencetakan sesuai permintaan (print on demand). Hal ini membantu para penulis pemula untuk menerbitkan dan memasarkan hasil karyanya tanpa harus mengajukan ke penerbit mayor. Keberadaan self-publishing memberikan efisiensi dalam hal produksi.4
Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, maka penerbitan saat ini tidak selalu diikuti dengan kegiatan percetakan dalam bentuk fisik ketika menciptakan sebuah konten informasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi mulai berkembang ke arah media digital/media baru. Berdasarkan alur penerbitan yang disusun oleh Ikatan Penerbitan Indonesia (IKAPI), aktivitas percetakan masuk ke dalam alur proses penerbitan, yang dilakukan setelah proses penyuntingan dan pemeriksaan aksara, sebelum didistribusikan ke toko buku baik secara konvensional maupun daring (dalam jaringan atau online).
Gambar 1 - 2 Alur Penerbitan
Sumber: IKAPI, 2014
Berdasarkan konsep yang telah dikembangkan oleh IKAPI, maka definisi percetakan tidak lagi dimaknai secara terpisah, tetapi menjadi satu bagian dalam proses penerbitan. Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa fokus utama dalam penerbitan adalah penciptaan konten kreatif yang membutuhkan sumber daya manusia kreatif yang bekerja mengelola informasi dengan mengandalkan ide atau gagasan (pemikiran kreatif).
Oleh karena itu, lingkup pengembangan ekonomi kreatif akan berfokus pada penerbitan yang sarat dengan unsur kreativitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa definisi penerbitan sebagai bagian dari ekonomi kreatif adalah:
“
“
Suatu usaha atau kegiatan mengelola informasi
dan daya imajinasi untuk membuat
konten kreatif
yang memiliki
keunikan
tertentu, dituangkan dalam
bentuk tulisan, gambar dan/atau audio ataupun
kombinasinya,
diproduksi untuk dikonsumsi publik,
melalui
media cetak, media digital,
ataupun
media
daring,
untuk mendapatkan
nilai ekonomi, sosial
ataupun seni
dan
budaya
yang lebih tinggi.
Sumber:Focus Group Discussion Subsektor Penerbitan dan Percetakan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mei—Juni 2014
Dalam definisi penerbitan tersebut, terdapat beberapa kata kunci yang dapat menjelaskan makna penerbitan secara lebih mendalam, yaitu:
1. Konten kreatif adalah informasi yang dikelola melalui proses kreativitas.
2. Keunikan adalah karya kreatif yang memiliki kekhususan atau keistimewaan, berbeda dari yang lain.
3. Diproduksi untuk konsumsi publik adalah karya kreatif yang langsung memenuhi keperluan hidup masyarakat (produk massal).
4. Media adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi, meliputi:
a. Media Cetak, yaitu media yang terdiri atas lembaran kertas dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dengan tata warna dan halaman;
b. Media Digital, yaitu media yang terdiri atas data-data digital dan ditampilkan berupa kata-kata, gambar, video, maupun audio di layar;
c. Media Daring, yaitu media digital yang dapat diakses secara luas melalui Internet. 5. Nilai adalah manfaat yang diperoleh, meliputi:
a. Nilai ekonomi, yaitu nilai yang berhubungan dengan keuntungan secara finansial; b. Nilai sosial, yaitu penghargaan yang diberikan masyarakat terhadap sesuatu yang
dianggap baik, luhur, pantas, dan mempunyai daya guna;
1.1.2 Ruang Lingkup Pengembangan Penerbitan
Penerbitan memiliki tiga fungsi utama yaitu publikasi, reproduksi, dan penyebarluasan. Fungsi publikasi menjadi kunci utama dalam membangun pencitraan sebuah karya agar dapat diapresiasi oleh masyarakat dengan baik dan akhirnya meningkatkan nilai ekonomis karya yang dihasilkan. Proses publikasi erat kaitannya dengan kontrol kualitas di mana sebelum dipublikasikan sebuah karya harus melewati proses seperti penilaian ahli atau review, penyuntingan konten, penyuntingan bahasa, penggarapan desain, dan konversi format yang sesuai. Tujuannya adalah agar konten karya yang telah dipublikasikan layak untuk dikonsumsi publik dan bernilai ekonomis.
Selain itu, penerbitan memiliki fungsi penggandaan atau reproduksi konten, yang dapat dilakukan melalui pencetakan ataupun media lainnya. Wadah penyimpanan konten yang dihasilkan penerbitan akan dikemas dalam media. Media yang dimaksud adalah media cetak, media elektronik, dan media daring, ataupun kombinasinya seperti pemanfaatan multimedia serta fitur-fitur media sosial, maupun potensi media lainnya yang mengikuti perkembangan teknologi. Dan yang terakhir, fungsi yang tak kalah penting dari penerbitan adalah penyebarluasan, yaitu bagaimana konten tersebut disalurkan ke masyarakat.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka penerbitan memiliki makna yang luas dan tidak terbatas pada penerbitan dalam bentuk buku, majalah, surat kabar, atau jurnal dan buletin, tetapi mencakup pula konten-konten lainnya, seperti: musik, piranti lunak, atau film. Dengan kata lain, penerbitan merupakan media perantara yang mempertemukan antara produsen dengan konsumen. Setiap produsen bertujuan untuk memberikan informasi produk ataupun karyanya kepada konsumen. Sedangkan konsumen membutuhkan informasi mengenai sebuah produk ataupun karya agar dapat dikonsumsi. Oleh karena itu, posisi penerbitan di dalam peta industri kreatif dapat dijadikan forward linkage (sebagai penerbit) maupun backward linkage (sebagai penyedia referensi) terhadap tujuh belas subsektor ekonomi kreatif maupun industri lainnya dalam rangka menyebarkan karya kreatifnya.
Di negara-negara maju seperti Inggris dan Singapura, ruang lingkup penerbitan yang dimaksudkan berfokus pada publikasi karya kreatif yang memiliki hak cipta, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 1-1.
Tabel 1 - 1 Perbandingan Ruang Lingkup Penerbitan di Inggris dan Singapura
INGGRIS SINGAPURA
Penerbitan buku Penerbitan buku
Penerbitan surat Kabar Penerbitan surat Kabar
Penerbitan Jurnal dan buletin Penerbitan Jurnal dan buletin
Penerbitan lainnya Penerbitan lainnya
Penerbitan Permainan Komputer Kegiatan Pemberitaan
Penerbitan software lainnya
Penerbitan Rekaman musik
Berdasarkan pemahaman di atas dan diskusi yang dilakukan, maka ruang lingkup penerbitan dapat dipetakan seperti pada Gambar 1-3.
Gambar 1 - 3 Ruang Lingkup dan Fokus Pengembangan Penerbitan 2015–2019
Ruang lingkup penerbitan dalam konteks pengembangan ekonomi kreatif di Indonesia dijelaskan secara lebih detail sebagai berikut:
1. Penerbitan Buku. Penerbitan buku adalah penerbitan yang mempublikasikan informasi atau gambar dalam bentuk buku. Di sini, buku dipahami sebagai kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Pendaftaran atau pendokumentasian karya dalam bentuk buku dilakukan menggunakan International Standard Book Number (ISBN).
Berdasarkan jenis kontennya, buku dapat memuat konten fiksi maupun nonfiksi dengan penjelasan sebagai berikut:
b. Konten nonfiksi adalah konten kreatif yang dalam penulisannya mengutamakan data dan fakta yang tidak berisi imajinasi atau rekaan penulis dan dapat dipertanggungjawabkan serta memiliki kelugasan makna. Orang kreatif yang mendukung karya nonfiksi meliputi para jurnalis, esais, penulis biografi, penulis fitur, penulis tulisan ilmiah, dan sebagainya.
Selain itu, penerbitan buku berdasarkan kategori jenis penerbitan dapat dikelompokkan menjadi:
a. Penerbitan Buku Umum, yaitu penerbitan buku-buku bertemakan umum. Kategorisasinya sebagai berikut: agama dan filsafat, bahasa, buku anak dan remaja, buku sekolah, buku teks, hobi dan interest, hukum, kedokteran, perempuan, komputer, manajemen dan bisnis, pertanian, psikologi dan pendidikan, referensi dan kamus, sastra dan novel, sosial politik, pariwisata dan peta.
b. Penerbitan Buku Direktori, yaitu penerbit yang memproduksi
milis, buku telepon, dan berbagai jenis direktori lainnya. Dalam perkembangannya, buku direktori ini makin banyak diterbitkan secara daring.
2. Penerbitan Media Berkala (Periodik). Penerbitan Media Berkala adalah penerbitan kumpulan tulisan yang muncul dalam edisi baru pada jadwal teratur, termasuk surat kabar, majalah, tabloid, buletin, jurnal, dan sebagainya. Ciri khas dari media berkala yaitu memiliki nomor yang menandakan volume dan isu penerbitan. Volume biasanya mengacu pada jumlah tahun publikasi yang telah beredar, sedangkan isu mengacu pada berapa kali media yang bersangkutan telah terbit selama tahun itu. Pendaftaran atau pendokumentasian media berkala dilakukan menggunakan International Standard Serial Number (ISSN). Jenis-jenis media berkala adalah sebagai berikut:
a. Surat Kabar, didefinisikan sebagai publikasi yang menyajikan konten nonfiksi berupa informasi terbaru terkait kegiatan pemberitaan (jurnalistik) atau informasi lainnya, menggunakan jenis kertas murah yang disebut kertas koran. Hasil karyanya diterbitkan dan didistribusikan kepada konsumen atau pelanggan secara harian. Dalam perkembangannya, penerbitan koran juga makin sering disajikan menggunakan media daring, misalnya: The New York Times, Kompas, Suara Pembaruan, dan sebagainya.
b. Majalah dan Tabloid, yaitu publikasi yang menyajikan informasi populer atau informasi dengan tema tertentu, disajikan dengan jadwal teratur secara mingguan atau bulanan. Konten yang dimiliki berfokus pada tema tertentu dan mengacu pada pembaca tertentu. Isinya dapat berupa fiksi dan nonfiksi. Contoh majalah, misalnya: majalah Time, National Geographics, Tempo, Intisari, Femina, hingga majalah-majalah remaja seperti Gadis dan Animonster.
d. Jurnal Akademik, yaitu publikasi yang mengembangkan konten nonfiksi hasil kajian akademik, identik dengan konten yang memiliki spesialisasi dalam suatu bidang akademik tertentu. Penerbit media ini umumnya merupakan universitas, lembaga ilmiah, atau usaha komersial yang berfokus pada suatu disiplin ilmu tertentu.
3. Penerbitan Perangkat Lunak (Software) Komputer. Secara teknis, penerbitan perangkat lunak komputer menerbitkan hasil-hasil karya kreatif dalam bentuk data yang diformat dan disimpan secara digital, termasuk program komputer, dokumentasi, dan berbagai informasi yang bisa dibaca dan ditulis oleh komputer. Walaupun berkaitan dengan penyediaan informasi kepada khalayak luas, pada praktiknya, penerbitan ini seringkali lebih terkait dengan subsektor teknologi informasi dan permainan interaktif. Yang termasuk dalam produk perangkat lunak komputer adalah:
• Perangkat lunak sistem yaitu program dasar yang berfungsi untuk mengontrol perangkat keras sehingga berinteraksi dengan komputer untuk menjalankan aplikasi perangkat lunak, contohnya adalah sistem operasi komputer seperti Ubuntu, Windows, Android.
• Aplikasi perangkat lunak yaitu perangkat lunak yang melakukan tugas tertentu atau fungsi sebagai pengolah kata, misalnya Microsoft Word; Spreadsheet, misalnya Microsoft Excel; pengolah grafis, misalnya Adobe Photoshop, Corel Draw,ACDSee; software Internet browser, misalnya Internet Explorer, Mozilla Firefox.
• Produk multimedia yaitu produk yang menyajikan dan menggabungkan teks, suara, gambar, animasi, dan video dengan alat bantu dan koneksi sehingga pengguna dapat melakukan navigasi, berinteraksi, berkarya, dan berkomunikasi. Multimedia sering digunakan dalam dunia hiburan dan game.
Walau demikian, tidak jarang juga buku-buku panduan pemrograman dan sejenisnya yang diterbitkan bersamaan dengan CD yang berisi perangkat lunak yang bersangkutan. Dalam pengembangan subsektor penerbitan, bagaimanapun kita akan lebih berfokus pada konten yang disebarluaskan terutama dalam bentuk buku, tanpa mengabaikan potensi dan keterkaitan dengan subsektor-subsektor lain ini.
4. Penerbitan Audio-Visual Recording
Penerbitan karya-karya kreatif dalam bentuk perekaman audio ataupun audiovisual, termasuk di dalamnya film, musik, dan video ataupun kombinasinya.
Adapun jenis-jenis media yang umum digunakan adalah sebagai berikut:
1. Media Cetak. Media cetak adalah media massa yang berbentuk printing yang dapat dinikmati atau diakses langsung oleh pengguna akhir. Media ini terdiri atas lembaran dengan sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna dan halaman.
2. Media Elektronik.Media elektronik adalah media yang untuk mengakses kontennya diperlukan perangkat elektronik. Sumber media elektronik yang umum antara lain adalah rekaman video, rekaman audio, presentasi multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk analog maupun digital, walaupun saat ini yang berkembang pada umumnya berbentuk digital. Pada media elektronik, data/konten disimpan ke dalam media penyimpan data seperti CD, DVD, dll.
3. Media Daring. Daring adalah singkatan dari “dalam jaringan” (online),yaitu keadaan ketika seseorang terhubung dalam sebuah jaringan atau sistem yang lebih besar dalam situasi interaksi langsung antara manusia, komputer, dan internet. Sedangkan yang dimaksud dengan media daring adalah media yang digunakan untuk mengakses atau menyajikan informasi/konten dengan menggunakan bantuan atau perantara teknologi Internet. Yang termasuk dalam media daring antara lain adalah situs web, portal web, weblog (blog). Berikut penjelasannya:
a. Situs web adalah halaman informasi yang disediakan kantor berita/perusahaan pers melalui jalur Internet, sehingga informasi bisa diakses dari seluruh dunia selama terkoneksi. Pada umumnya, situs web secara konvensional dikelola oleh suatu pihak. b. Portal web adalah situs web yang lebih menitikberatkan pada basis data dan interaksi
pengguna, tidak jarang dengan menawarkan layanan lainnya seperti fasilitas surel, forum, basis data pengguna, interaksi media sosial, dan sejenisnya.
c. Web log atau blog adalah media publikasi yang memuat tulisan (posting) berupa artikel atau sejenisnya secara berkala, yang diurutkan sesuai waktu dan dikelompokkan sesuai kategori jenis tulisan. Blog dapat dikelola secara perseorangan maupun organisasi atau komunitas, dan merupakan alternatif media bagi penulis pemula, karena media digital terbuka bagi siapa pun yang ingin membuat blog dan menerbitkan tulisan mereka sendiri secara berkala.
Penerbitan permainan interaktif, teknologi informasi, musik, dan film merupakan bagian subsektor yang berdiri sendiri dan sudah memiliki peran penerbitan secara spesifik dalam mengelola penyebarluasan dan pengelolaan hak cipta kontennya. Namun, dalam praktik pengembangan konten di industri kreatif, seringkali konten mengalami pengalihan media, misalnya dari novel menjadi film, film menjadi komik, komik menjadi mainan, dan lain sebagainya. Keterkaitan ini mengindikasikan kecenderungan kolaborasi yang kuat antarsubsektor ekonomi kreatif. Dalam kolaborasi ini, seringkali industri penerbitan menjadi kunci awal bagi pengembangan konten yang akan dialihmediakan, terutama dalam dunia komik dan buku-buku nonfiksi. Salah satu contohnya adalah novel Laskar Pelangi dan Perahu Kertas yang telah difilmkan, serta karakter komik fiksi terkenal Si Juki yang dikembangkan untuk menjadi sebuah ikon di Indonesia.
Dengan berbagai pertimbangan dan pemahaman tersebut, maka ruang lingkup industri penerbitan dalam konteks pengembangan subsektor industri kreatif di Indonesia meliputi dua kegiatan utama berikut ini:
1. Penerbitan Buku Umum.Dilaksanakan dengan fokus pengembangan pada keberlangsungan penerbitan buku cetak, khususnya buku-buku yang memiliki genre buku anak, sastra dan novel, komik ataupun buku-buku yang mencerminkan nilai budaya bangsa serta buku yang menjadi penunjang keberadaan ke-15 subsektor ekonomi kreatif lainnya.
2. Penerbitan Media Berkala. Penerbitan media berkala adalah penerbitan karya kreatif dalam jangka waktu tertentu. Fokus pengembangan industri penerbitan ini meliputi surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan jurnal akademik yang terkait dengan penyampaian informasi ataupun konten publikasi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perubahan pola pikir masyarakat secara umum.
1.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan
1.2.1 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Dunia
Perkembangan industri penerbitan tentunya sangat terkait dengan perkembangan teknologi pendukungnya. Berikut akan kita lihat sejarah perkembangan penerbitan dunia dari akar tradisionalnya hingga revolusi digital yang terjadi di masa kini, yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa masa, yaitu era pramodern, era modern (1800–1980), dan era digital (1980 sampai sekarang).
Era Pramodern. Kegiatan penerbitan, yang didefinisikan sebagai penyebarluasan konten dalam wujud buku, telah ada jauh sebelum gagasan mengenai industri itu sendiri. Masa ini dikenal dengan masa pramodern, yaitu masa sebelum Revolusi Industri.
1. Tradisional (1000–1400).Kegiatan penerbitan mulai berkembang setelah bangsa Tiongkok memperkenalkan kertas kepada bangsa Eropa pada abad ke-11. Pada masa tradisional ini, kegiatan penerbitan bertujuan untuk penyampaian informasi atau korespondensi, serta untuk penyebarluasan ajaran-ajaran agama, terutama agama Kristen. Media yang digunakan adalah kertas dari serat papirus dengan ciri tulisan tangan atau cap.
2. Moveable Type (1400–1800).Mesin cetak diciptakan oleh Johann Gutenberg di Mainz, Jerman, pada abad ke-15. Moveable type menjadi awal Revolusi Gutenberg, yaitu ketika media mulai dapat diduplikasi dan disebarkan secara massal. Reproduksi tulisan secara massal ini pulalah yang mendorong orang untuk memikirkan hak cipta, hingga pada 1710 dikeluarkan Statute of Annyang menjadi awal bagi perkembangan Undang-Undang Hak Cipta. Statute of Annmemperkenalkan dua konsep baru mengenai hak cipta, yaitu penulis sebagai pemilik hak cipta dan prinsip perlindungan untuk jangka waktu tertentu bagi karya yang diterbitkan.
Pada era ini registrasi dan pengembangan hak cipta menjadi marak, sebagai cara perlindungan teknologi dan inovasi baru agar dapat dikembangkan secara massal tanpa kekhawatiran pencurian ide. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan, memperbanyak, atau memberikan izin penggunaan karya ciptaannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pada 1974 berdirilah WIPO, sebuah badan khusus di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan mandat untuk mengelola hal-hal kekayaan intelektual dari negara-negara anggota PBB.
Dengan kebijakan-kebijakan tersebut dan makin berkembangnya teknologi media, kini telah banyak negara maju yang menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendorong pertumbuhan sektor swasta dan menguatkan perlindungan hak cipta berkaitan dengan industri penerbitan.
Dalam industri penerbitan, terdapat dua hak cipta yang berlaku, yakni hak cipta pembuat karya (penulis) dan hak cipta penerbit. Hak cipta pembuat karya adalah hak yang menyangkut isi/ konten. Hak cipta penerbit adalah hak atas bentuk buku, desain sampul, ilustrasi dalam buku, dan tata letak penulisan.
Jika seorang pembuat karya menyetujui naskahnya diterbitkan oleh penerbit, maka pembuat karya tersebut akan menyerahkan hak cipta karyanya kepada penerbit secara tertulis dalam surat perjanjian kerja sama. Melalui surat perjanjian kerja sama itu, pihak pembuat karya akan mengetahui apa saja hak dan kewajibannya sebagai pemegang hak cipta. Sebaliknya, penerbit bisa mendapatkan hak-hak antara lain untuk menerjemahkan, memperbanyak, dan menjual hasil terjemahan karya penerbitan dalam bentuk cetakan, e-book ataupun konten lain. Pembuat karya selaku pemegang hak cipta berhak melarang perbanyakan karya oleh pihak lain tanpa seizinnya.
Berkaitan dengan meningkatnya kesadaran pencipta bahwa suatu karya penerbitan bisa diterjemahkan ke dalam berbagai format atau lintas media, maka hak cipta menjadi penting (misalnya novel yang diterjemahkan ke dalam komik atau diadaptasi ke dalam film). Gagasan ini semakin meledak seiring menjamurnya format multimedia dan teknologi digital, yang kian memudahkan suatu karya untuk disalin, disebarluaskan, dan diterjemahkan ke dalam berbagai format baru. Sebagai contoh, menjelang pertengahan abad ke-20, komik-komik Amerika seperti Superman dan Flash Gordon mulai diadaptasi ke dalam kartun, film, dan serial televisi, tokoh-tokoh seperti Mickey Mouse digunakan dalam suvenir dan pakaian, dan raksasa-raksasa konten seperti Walt Disney dan DC Comics mulai bermunculan.
Era Digital (1980 ke atas).Pada penghujung abad ke-20, industri penerbitan mulai memasuki Era Digital. Era ini ditandai dengan kelahiran Internet sebagai alternatif penyebarluasan informasi— yang dalam konteks penerbitan, semula hanya terbatas pada media cetak—serta fokus yang lebih tajam pada produk-produk kekayaan intelektual sebagai konten industri penerbitan itu sendiri. Hal ini merupakan pergeseran dari fokus sebelumnya pada teknologi-teknologi percetakan dan menandakan awal mula berdirinya industri percetakan dan penerbitan sebagai dua industri yang terpisah.
kondisi sosial yang baru ini. Di sisi lain, pada masa ini, percetakan pun mengalami perubahan yang signifikan, yaitu pembuatan dummy yang telah memanfaatkan mesin Computer to Print (CTP) yang mampu mempercepat proses pencetakan maupun penggandaan konten dalam bentuk media fisik.
Kemajuan informasi dan teknologi terbaru telah mengguncang keberlangsungan industri penerbitan yang ada. Hal ini, diperkuat dengan berbagai isu pemanasan global dan gerakan-gerakan pengurangan penggunaan kertas yang makin marak, berkontribusi terhadap tren masyarakat yang bergeser dari konsumsi media cetak ke media digital. Perubahan ini pada akhirnya menjadi ancaman sekaligus tantangan bagi industri penerbitan yang ada agar dapat bertahan. Oleh karena itu, usaha kreatif pada industri penerbitan membutuhkan inovasi dalam penciptaan karya yang menjawab kebutuhan pasar akan tren dan gaya hidup digital secara efektif dan efisien.
Di sisi lain, perkembangan TIK juga menumbuhkembangkan keberadaan penerbit mandiri (s elf-publisher). Kemajuan teknologi seperti print on demand dan e-book maupun media-media baca-tulis baru seperti situs web, blog, dan media sosial mendorong pertumbuhan pesat generasi penulis yang menerbitkan karya mereka secara mandiri. Kini, para penulis tidak memerlukan sumber daya yang banyak untuk mempublikasikan karya tulis mereka, sehingga kegiatan penerbitan menjadi jauh lebih demokratis, tanpa harus bergantung pada industri-industri besar. Penulis selaku penerbit mandiri bisa menerbitkan karya-karya tulis menggunakan berbagai sumber daya terbuka yang memfasilitasi penerbitan karya tulis mereka atau mempublikasikan sendiri karya mereka dalam blog maupun situs web.
Tentunya, berbagai kebebasan tersebut datang dengan ragam tantangannya sendiri. Media yang terlalu terbuka dinilai kurang dapat mengasah kualitas insan kreatif yang berkarya di dalamnya, sedangkan longgarnya penyensoran disayangkan sebagian kalangan masyarakat yang dengan maraknya konten-konten yang dinilai kurang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang berlaku. Selain itu, teknologi digital juga memudahkan pembajakan karya dan penyebarluasannya, sebuah fakta yang kerap kali membuat panik para penerbit besar karena dinilai amat merugikan bisnis mereka.
1.2.2 Sejarah dan Perkembangan Penerbitan Indonesia
Sejarah penerbitan di mana pun tentunya terkait erat dengan sejarah pers, tak terkecuali di Indonesia yang kemudian dapat dirunut ke dalam beberapa masa, yaitu: masa penjajahan Belanda, Era Orde Lama, Era Orde Baru, Era Reformasi.
Masa Penjajahan Belanda.Usaha penerbitan di Indonesia pada awalnya dimulai pada zaman penjajahan Belanda yang berfokus pada kegiatan pers, hal ini ditandai dengan diterbitkannya surat kabar pertama kali terbit pada 1615, yaitu Memoria der Nouvells, di mana teksnya ditulis dengan tangan. Lembar tersebut memuat informasi pemerintah VOC mengenai mutasi pejabat di wilayah Hindia Belanda. Lebih daripada satu abad kemudian, tulisan tangan tersebut diterbitkan kembali di surat kabar Bataviaasche Nouvelles pada 17 Agustus 1744 sebagai surat kabar pertama di Hindia Belanda. Surat kabar ini merupakan surat kabar pemerintah Hindia Belanda yang diterbitkan dan dicetak oleh VOC. Dalam surat kabar ini hampir seluruh halamannya dipenuhi oleh iklan. Setelah itu muncul pula penerbitan buku-buku sastra Melayu dan buku bahasa daerah.
Commissie voor de Volkslectuur yang selanjutnya dikenal dengan nama Balai Pustaka. Sebagai badan penerbitan, Balai Pustaka mencitrakan sekumpulan orang terhormat, terpelajar, dan paling berjasa dalam membangun sastra, bahasa, dan kebudayaan Indonesia.
Salah satu penerbitan yang juga penting dalam sejarah kebudayaan dan sastra adalah Boekhandel Tan Khoen Swie. Boekhandel Tan Khoen Swie adalah penerbit yang menerbitkan buku-buku dengan penggunaan bahasa maupun gaya penulisan yang membangun nilai kultural dan estetik dalam setiap terbitannya. Kehadirannya memberikan sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan sastra, sehingga sampai saat ini buku-bukunya masih dianggap penting. Karya yang diterbitkan adalah versi-versi awal Serat Kalatidha (Ranggawarsita) dan Serat Wedhatama (Mangkunagara IV).5
Penerbit Balai Pustaka
Sejarah perkembangan industri penerbitan sangat erat kaitannya dengan berdirinya perusahaan pener-bitan dan percetakan milik negara pertama bernama Balai Pustaka pada abad ke-18. Balai Pustaka didirikan dengan nama Commissie voor de Volkslectuur (bahasa Belanda: Komisi untuk Bacaan Rakyat) oleh pemerintah Hindia-Belanda pada 1908 kemudian berubah menjadi Balai Poestaka pada 1917. Tujuan pendirian Balai Pustaka adalah untuk mengembangkan bahasa-bahasa daerah utama di Hindia Belanda. Bahasa-bahasa ini adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Melayu, dan bahasa Madura. Melalui Balai Pustaka, Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat kuat dalam karya sastra melayu, seperti Sitti Nurbaya karya Marah Rusli dan Serat Rijanto karangan Raden Bagoes Soelardi. Tetapi dalam perkembangannya, karya-karya yang dihasilkan oleh Balai Pustaka tidak lagi kompetitif dengan munculnya perusahaan penerbitan swasta yang menguasai industri dari hilir ke hulu.
Era Orde Lama. Setelah masa kemerdekaan, pada 1950-an penerbit swasta nasional mulai bermunculan. Sebagian besar berada di Pulau Jawa dan selebihnya di Sumatera. Pada awalnya, mereka bermotif politis dan idealis. Mereka ingin mengambil alih dominasi para penerbit Belanda yang setelah penyerahan kedaulatan pada 1950 masih diizinkan beroperasi di Indonesia.
Pada 1955, pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia, termasuk Balai Pustaka. Setelah itu, pemerintah berusaha mendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha penerbitan buku nasional dengan memberikan subsidi dan bahan baku kertas bagi para penerbit buku nasional dan mewajibkan penerbit menjual buku-bukunya dengan harga murah.
Pemerintah kemudian mendirikan Yayasan Lektur yang bertugas mengatur bantuan pemerintah kepada penerbit dan mengendalikan harga buku. Dengan adanya yayasan ini, pertumbuhan dan perkembangan penerbitan nasional dapat meningkat dengan cepat. Di samping itu, pada 1950, berdirilah Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) yang beranggotakan 13 penerbit Indonesia dan bertujuan untuk menaungi keberadaan penerbit-penerbit Indonesia.
Masa tersebut juga ditandai oleh munculnya apa yang dikenal sebagai sastrawan angkatan 1945, yang mempunyai karakteristik revolusioner dan penuh dengan nasionalisme, bebas berkarya sesuai dengan alam kemerdekaan dan hati nurani. Para sastrawan angkatan ini antara lain Chairil Anwar (Kerikil Tajam), Idrus (1948), dan Achdiat K.Miharja (Atheis). Selain itu, sejak 1950–1960-an, muncul pula komik-komik silat seperti Sri Asih (1954) karya R.A. Kosasih dan Si Buta dari Goa Hantu (1967) karya Ganes T.H.
Terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B Jassin menandakan munculnya sastrawan angkatan 1950–1960-an, antara lain Pramoedya Ananta Toer (Bukan Pasar Malam), N.H. Dini (Dua Dunia), Mochtar Lubis (Tak Ada Esok), Ajip Rosidi (Tahun-Tahun Kematian), dan W.S. Rendra (Balada Orang-Orang Tercinta).
Era Orde Baru. Pada 1965, penerbit yang menjadi anggota IKAPI telah berjumlah lebih daripada 600, namun saat itu terjadi perubahan situasi politik di tanah air. Salah satu akibat dari perubahan itu adalah keluarnya kebijakan baru pemerintah dalam bidang politik, ekonomi dan moneter. Pada akhir 1965, subsidi bagi penerbit dihapus. Akibatnya, hanya 25% penerbit yang bertahan dan situasi perbukuan mengalami kemunduran.
Masa Orde Baru dikenal sebagai masa kelam bagi industri penerbitan maupun pers. Pada masa ini, aktivitas penerbitan ditandai dengan pembredelan dan penahanan, dan tidak sedikit wartawan ataupun penulis yang dikucilkan dan dianiaya. Buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, dan beberapa pengarang lainnya tidak dapat dipasarkan karena dianggap bertentangan dengan ideologi yang berlaku pada masa itu.
Namun, bukan berarti dunia sastra Indonesia mati. Pada 1966–1970-an, ditandai dengan terbitnya majalah Horison pimpinan Mochtar Lubis, muncul generasi sastrawan baru, antara lain Taufik Ismail (Puisi-Puisi Langit), Umar Kayam (Para Priyayi), Sapardi Djoko Darmono (Dukamu Abadi) dan Leon Agusta (Monumen Safari).
Sumber: www.profil.merdeka.com
Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah pada 1925. Pram adalah salah satu sastrawan besar Indonesia yang telah menghasilkan artikel, puisi, cerpen, dan novel lebih daripada 50 karya dan telah diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing. Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya; antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan Tionghoa.
Dalam perjalanan hidupnya, beberapa karya Pram dilarang untuk dipublikasikan karena dianggap mengganggu keamanan negara pada zamannya. Meskipun demikian, Pram mendapatkan banyak penghargaan dari lembaga-lembaga di luar negeri. Salah satunya pada 1995, Pram memperoleh Ramon Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina, 1995 untuk kategori Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif.
Pram meninggal di Jakarta, 30 April 2006 pada umur 81 tahun. Ia merupakan sosok idealis dalam dunia kesastraan Indonesia. Karya-karya terbaik yang telah dihasilkannya antara lain, Bumi Manusia, Gadis Pantai, Arus Balik, dan N yanyi Sunyi Seorang Bisu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Willem Samuels, dengan judul The Mute’s Soliloquy: A Memoir.
Era Reformasi.Setelah Reformasi bergulir tahun 1998, kebebasan penerbitan dan pers mulai diperoleh kembali. Pada 1999, dikeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Di dalam undang-undang yang menyangkut kebebasan pers, tidak ada lagi penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran pada pers nasional.
Setelah itu, terjadilah booming penerbitan media massa yang menghasilkan potret dunia penerbitan di Indonesia yang jauh lebih terbuka dibandingkan masa-masa sebelumnya. Fenomena ini ditandai dengan munculnya media-media baru baik cetak maupun elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Namun, di sisi lain, beberapa pihak beranggapan bahwa tidak ada keseimbangan antara kebebasan pers/penerbitan dengan tanggung jawab sosial. Media menjadi bebas untuk mengeksploitasi informasi bersifat sensasional tanpa ada penegakan terhadap peraturan perundangan serta etika jurnalistik yang berlaku. Oleh karena itu keberadaan otoritas yang memiliki kewenangan untuk menegur atau menindaklanjuti kebijakan mengenai konten perlu segera diberikan wewenang yang memadai.
Dari sisi karya, misalnya terkait dengan komik, di masa ini ditandai dengan munculnya generasi baru komikus Indonesia seperti Is Yuniarto dengan komik Wind Rider-nya pada pertengahan akhir 2000-an. Selain itu, tidak sedikit buku terbit dan kemudian menjadi bestseller alias laris manis di pasaran dan terus diperbincangkan publik. Novel-novel ini banyak juga yang lantas diadaptasi menjadi film, antara lain Laskar Pelangi, Jakarta Undercover, Habibie & Ainun, serta karya-karya Raditya Dika yang juga sukses secara komersial dan mencetak tren sastra pribadi di dunia penerbitan.
Memasuki era digital dan Internet, timbul dilema dalam keberlangsungan karya penerbitan cetak. Pada era digital, sumber informasi yang mudah diakses lewat berbagai media, tidak hanya media cetak, membuat daya tarik konsumen terhadap karya penerbitan cetak mulai menurun, terganti oleh karya cetak digital. Pada era ini, banyak penerbit di Indonesia mulai memanfaatkan format buku digital (e-book) untuk pembacanya. Era ini juga ditandai dengan munculnya penerbit-penerbit mandiri (self-publisher) yang memberikan kemudahan kepada penulis untuk menerbitkan karya kreatifnya dan memasarkannya secara mandiri. Penerbitan mandiri memiliki prinsip bahwa setiap penulis berhak menerbitkan buku seperti apa pun yang mereka kehendaki. Konsep pelayanan penerbitan self-publisher adalah membantu mewujudkan impian penulis menerbitkan buku secara gratis dan mudah.
Bila dilihat dari sejarah pendiriannya, keberadaan self-publisher di Indonesia sudah dimulai pada 2008 dengan berdirinya komikoo.com. Komikoo adalah portal pertama di Indonesia yang memuat komik online dengan konten swadaya dari para anggotanya. Keberadaannya sebagai pelopor situs komik Indonesia online memberikan kesempatan kepada komikus (penulis) berbakat untuk berekspresi atau menampilkan karya-karyanya.
Dalam pemasarannya, selain menggunakan media sosial untuk kegiatan promosi, nulisbuku.com juga bermitra dengan salah satu toko buku online bernama Kutukutubuku.com (sebuah toko buku online yang menjual dan memasarkan buku-buku dengan beragam kategori dan produksi dalam dan luar negeri). Pada 2012, keberadaan self-publisher lainnya mulai bermunculan. Salah satunya adalah dapurbuku.com oleh Jonru Ginting, seorang penulis, blogger dan entrepreneur di bidang penulisan. Dapurbuku bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan nilai jual buku-buku self-publishing di Indonesia.
Pada awal 2013, penerbit di Indonesia mulai mengembangkan format buku digital versi keempat atau yang dikenal dengan buku digital interaktif. Melalui buku tersebut, konsumen dapat membaca karya penerbitan secara interaktif dan aplikatif. Salah satu penerbit Indonesia yang sukses mengembangkan karya penerbitan digital adalah PT Pesona Edu. Oleh karena itu, dalam perkembangannya ke depan, penerbit Indonesia akan menghadapai banyak tantangan, di satu sisi karya cetak penerbitan mulai ditinggalkan konsumen seiring perkembangan teknologi, tetapi di sisi lain penerbitan karya digital muncul dengan versi yang terus berkembang tetapi belum sepenuhnya dapat menggantikan karya cetak penerbitan. Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah dalam mengatur kebijakan karya cetak penerbitan yang memperhatikan keberlangsungan karya penerbitan cetak dan digital secara merata di seluruh Indonesia.
1982
500 SM 105 SM
Penemuan kertas yang terbuat dari serat papyrus sebagai media menulis/media informasi sekitar sungai Nil
Penemuan kertas oleh bangsa Tiongkok
ERA PRAMODERN
ERA PRAMODERN
The Diamond Sutra, sebuah gulungan tujuh halaman yang dicetak dengan balok kayu di atas kertas, yang diproduksi di Cina
abad ke-11
Cina dan Korea mengembangkan teknik pencetakan movable type, menggunakan tanah liat, kayu, perunggu dan besi
1790
Penemuan Kamera oleh Thomas Wedgewood
1892
Mesin pencetakan 4 warna ditemukan
1886
Penemuan linotype
1796
Jerman Alois Senefelder mengembangkan litografi, metode transfer gambar yang menghasilkan gambar berkualitas tinggi dicetak
1843
Mesin tenaga uap mendorong penemuan mesin pencetakan yang efisien dan menbawa bisnis penerbitan menjadi manufaktur
1891
UU Hak Cipta 1891 melarang penerbitan kembali judul bahasa Inggris dalam bentuk kertas, membuat novel hampir tidak ada
1455
Gutenberg mencetak buku pertamanya dalam bentuk Injil
1731
Majalah majalah modern pertama, diterbitkan di Inggris ‘The Gentleman’
1440
Jerman Johann Gutenberg menciptakan mesin pencetakan pertama di dunia
1605
Surat Kabar Dunia Pertama yang diterbitkan di Jerman
808
ERA MODERN
1899
Penerbitan National Geographic dimulai
1922
Penerbitan Readers Digest dimulai
1923
Penerbitan Time mulai muncul
1970
Transmedia storytelling mulai dikembangkan
Konsep Internet mengambil alih dunia
1995
Penerbit Amazon.com memulai penjualan secara online
1980
Kadokawa Shoten mempelopori industri konten melalui gerakan Media Mix
1985
Dengan tersedianya relatif murah printer laser dan komputer, alat untuk desktop publishing mulai umum digunakan
1990
Kebanyakan surat kabar mulai menggunakan teknik produksi digital dan layout menggunakan perangkat lunak
1996
Munculnya toko buku swasta sehingga mematikan toko buku kecil bangkrut
1997
Beberapa surat kabar tradisional meluncurkan versi online untuk internet
1999
Blogger ditemukan dan Self-publishing mulai berkembang. Kehadiran self-publisher memberikan orang blog gratis untuk berbagi pikiran, pendapat, dan menulis secara online
2006
Twitter muncul sebagai cara baru menerbitkan informasi pendek serta cara baru untuk menyampaikan berita dan menyebarkan informasi
2007
Amazon Kindle rilis penjual, yang mulai mendapatkan traksi
2010
Penjualan tablet terus tumbuh, membuat eBook lebih populer dari sebelumnya
2011
Untuk pertama kalinya, eBook out penjualan buku cetak di Amazon
1982 1986
Akademik Amerika Encyclopedia tersedia pada CD-ROM. Ini adalah karya referensi pertama kali diterbitkan pada media ini
1615
Surat kabar pertamakali terbit yaitu “memoria der Nouvells”
ERA penjajahan
belanda
1908
Pendirian usaha penerbitan milik Belanda Commissie voor de Volkslectuur, yang sekarang bernama Balai Pustaka
1922
Penerbitan Karya Sitti nurbaya, Marah Rusli ,oleh Balai Pustaka
1945
Muncul Sastrawan angkatan 45, antara lain Chairil Anwar, Idrus
1955
Pemerintah Republik Indonesia mengambil alih dan menasionalisasi semua perusahaan Belanda di Indonesia
1950-1960
Terbitnya karya Kisah Asuhan H.B Jassin, dan beberapa sastrawan pada zaman ini adalah Pramoedya Ananta Toer, Ajip Rosidi, W.S Rendra
1966-1970
Mulai bangkitnya dunia sastra Indonesia. Ditandai dengan munculnya majalah Horison oleh Muchtar lubis, dan beberapa sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono, Taufik Ismail
1950
Penerbitan swasta nasional milik pribumi mulai bermunculan
1990
Internet mulai masuk ke Indonesia
1998
Adanya gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto
Penerbitan Laskar Pelangi, novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka
1999
Kebebasan penerbitan dan pers mulai diperoleh kembali
2000
Munculnya generasi baru komikus Indonesia seperti Is Yuniarto
2001
Industri buku mulai mengembangkan e-book
2001
Mulai berkembangnya pengembangan software pendidikan di Indonesia
2008
Berdirinya portal komik online komikoo.com di Indonesia
2010
Berdirinya platform startup self-publishing online pertama di Indonesia
2013
Berkembangnya buku digital interaktif di Indonesia
2014
ASEAN Literary Festival 2014. Pada festival ini sastrawan dan aktivis Wiji Thukul mendapat penghargaan atas dedikasinya menyuarakan pesan moral, keadilan dan sosial
2015
Indonesia menjadi Guest of Honour dalam Frankfurt Bookfair
2000
Booming penerbitan media massa
1950
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) didirikan oleh 13 penerbit
1954
Terbitnya konten lokal komi berjudul Sri Asih oleh R.A Kosasih
1965
Subsidi bagi penerbit dihapus, matinya kebebasan pers
1972
Penerbit Gramedia Pustaka Utama berdiri untuk memberikan layanan jasa cetak Koran, tabloid, buku, majalah dan material promosi
1980
Pembangunan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Tanggal 17 Mei 1980. Tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional
1967
Penerbitan karya Si Buta dari Goa Hantu karya Ganes T.H
ERA REFORMASI
2005
ERA orde lama
ERA orde baru
BAB 2
Ekosistem dan Ruang
lingkup Industri
2.1 Ekosistem Penerbitan
Membuat dokumen perancangan program pengembangan suatu subsektor industri kreatif tentunya membutuhkan pemahaman yang komprehensif dan mendalam mengenai subsektor tersebut. Dengan tujuan itulah bab berikut disusun. Di sini, kita akan melihat ekosistem dan ruang lingkup dari industri penerbitan itu sendiri. Perlu dicatat bahwa yang tertera di sini merupakan sebuah model dari kondisi ideal dunia penerbitan yang hendaknya menjadi acuan pengembangan subsektor penerbitan di Indonesia.
Model kondisi ideal ini dibangun berdasarkan hasil kajian yang sudah dilakukan, sedangkan untuk penjelasan mengenai kondisi aktual penerbitan di Indonesia akan dijelaskan dalam pembahasan mengenai dinamika yang akandiacu pada setiap proses di dalam ekosistem. Dengan demikian, perbedaan antara kondisi ideal yang diharapkan dengan kondisi penerbitan aktual di Indonesia akan terlihat jelas.
2.1.1 Definisi Ekosistem Penerbitan
Ekosistem secara umum didefinisikan sebagai suatu tatanan kesatuan yang utuh dan menyeluruh antara segenap unsur yang saling memengaruhi. Ekosistem yang dimaksud dalam proses pemetaan Ekonomi Kreatif adalah sebuah sistem di mana setiap unsur yang berada di dalamnya memiliki hubungan timbal-balik sehingga membentuk sebuah lingkungan yang saling bergantung dan memberikan manfaat.
Ekosistem subsektor penerbitan adalah sebuah sistem yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara setiap peran di dalam proses penciptaan nilai kreatif khususnya di industri penerbitan dan antara peran-peran tersebut dengan lingkungan sekitar yang mendukung terciptanya nilai kreatif. Di dalam ekosistem ini, terdapat aktivitas utama, aktivitas pendukung, peranan dan pelaku yang terlibat di dalamnya, serta keluaran dari setiap proses rantai nilai kreatif. Ekosistem ini menjelaskan keterkaitan antar tiap-tiap komponennya dalam sebuah siklus. Rantai nilai kreatif menjelaskan proses pertambahan nilai dalam penciptaan karya kreatif hingga dikonsumsi oleh pasar. Karya kreatif yang dihasilkan kemudian diapresiasi di dalam lingkungan pengembangan (nurturance environment) yang merupakan lingkungan di mana proses penciptaan karya kreatif dapat bertumbuh dan berkembang dengan menghasilkan orang-orang kreatif baru untuk berkarya dan mendorong orang-orang kreatif yang pernah berkarya untuk kembali menghasilkan karya-karya kreatif berikutnya.
Ekosistem dalam pengembangan industri penerbitan meliputi empat komponen utama, yaitu: 1. Rantai Nilai Kreatif (Creative Value Chain). Rantai nilai kreatif merupakan sebuah proses
penciptaan nilai tambah yang didukung oleh Industri utama (core indsustry) sebagai penggerak dan backward-andforward linkage industry merupakan industri yang mendukung proses penciptaan nilai tambah di industri kreatif utama. Rantai nilai dalam industri penerbitan meliputi proses kreasi, produksi, distribusi, dan penjualan.
orang kreatif, serta proses penciptaan nilai kreatif yang menstimulasi peningkatan kualitas karya, orang, dan proses kreatif tersebut. Apresiasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu apresiasi oleh pasar (konsumen, audiens, dan customer); dan apresiasi terhadap orang, karya, dan proses kreatif. Kegiatan apresiasi oleh pasar dapat ditunjukkan dari konsumsi serta tanggapan pasar terhadap karya, orang, dan proses kreatif, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya kreatif dapat berupa penghargaan, pemberian insentif, dan juga apresiasi terhadap HaKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Apresiasi oleh pasar dapat ditingkatkan melalui proses peningkatan literasi masyarakat terhadap kreativitas, sedangkan kegiatan apresiasi untuk orang dan karya kreatif dapat ditingkatkan dengan mengkomunikasikan orang serta karya kreatif tersebut kepada masyarakat. Dengan adanya kegiatan apresiasi yang baik, maka orang-orang kreatif akan terdorong untuk terus berkreasi.
3. Pasar (Market). Dalam ekosistem penerbitan dapat dibedakan menjadi konsumen umum yang dapat dikategorikan sebagai konsumen sekolah, rumah tangga, perguruan tinggi, profesi, kelompok hobi, dan pemerintah. Sedangkan konsumen ahli dapat dikelompokkan menjadi pakar, pengamat, dan peneliti.
4. Pengarsipan (Archiving). Sistem pengarsipan yang telah diterapkan di Indonesia adalah sistem ISSN (International Standard Serial Number) yang diperuntukkan bagi publikasi berkala media cetak ataupun elektronik dan ISBN (International Standard Book Number) yang diperuntukkan bagi identifikasi buku. Kedua standar ini merupakan adaptasi dari standar internasional yang diberikan oleh lembaga yang berwenang. Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) LIPI memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemantauan atas seluruh publikasi terbitan berkala yang diterbitkan di Indonesia. Oleh karena itu PDII menerbitkan ISSN yang merupakan tanda pengenal unik setiap terbitan berkala yang berlaku global. Sedangkan Perpustakaan Nasional merupakan satu-satunya lembaga di Indonesia yang berwenang untuk mengeluarkan ISBN. Dengan adanya sistem pengarsipan ini, maka publikasi di Indonesia dapat terdokumentasikan dengan baik.
Keempat komponen dalam ekosistem saling berinteraksi dan merupakan proses yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap komponen dalam ekosistem mempunyai peran yang berbeda dan saling mempengaruhi dinamika yang terjadi dalam setiap komponen tersebut. Keterkaitan antar komponen dapat dilihat pada Gambar 2-1.
2.1.2 Peta Ekosistem Penerbitan
Secara mendetil, keempat komponen ekosistem tersebut dalam praktiknya pada subsektor industri penerbitan dapat kita petakan sebagai berikut.
A. Rantai Nilai Kreatif
Komponen rantai nilai kreatif (creative value chain) merupakan proses utama yang terjadi pada industri penerbitan. Pada bagian ini terjadi proses kreasi yang merupakan awal dari terciptanya output dalam industri penerbitan hingga output tersebut ditampilkan atau diserap oleh pasar. Pada umumnya, rantai proses yang terjadi adalah kreasi – produksi – distribusi – penjualan.
Pada rantai proses ini, orang kreatif di setiap industri penerbitan memegang peranan penting agar seluruh proses berjalan dengan baik.
A.1 Proses Kreasi
Kreasi adalah proses penggagasan ide yang diterjemahkan menjadi produk konten. Kreator adalah seseorang yang menciptakan ide atau melahirkan gagasan yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah karya kreatif. Proses kreasi menitikberatkan pada muatan konten dari hasil karya kreator. Dalam praktiknya, jenis kreator bisa bermacam-macam tergantung konten yang dihasilkan, misalnya penulis, komikus, dan jurnalis.Dalam konteks industri penerbitan, tahap kreasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk merubah ide atau gagasan maupun informasi menjadi konten sebuah karya yang baik. Hal tersebut dapat diterjemahkan dalam lingkaran aktivitas sebagai berikut:
Konseptualisasi Ide
Konsep ide dan inovasi berawal dari individu/kelompok/institusi yang memiliki gagasan yang kemudian dituliskan menjadikarya atau konsep untuk dijadikan bahan tulisan ataupun karakter tokoh dalam sebuah cerita. Hal ini berkaitan dengan pengertian inovasi yaitu menciptakan atau mengembangkan perubahan dari sesuatu yang belum ada menjadi ada (Schumpeter dalam Sozio, 2011). Pencarian ide sendiri adalah sebuah proses yang terjadi di dalam diri seseorang untuk menemukan konten yang akan ditulis. Ide dapat berupa kerangka menulis, tema, ataupun potensi dan permasalahan nyata yang ingin digali.
Eksplorasi Konten
Dalam industri penerbitan, pencarian sebuah gagasan atau inovasi terbaru yang tertuang dalam sebuah naskah atau draf dapat dilakukan oleh penulis, penerbit, ataupun melalui agen naskah. Ide sangat dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan dan budaya. Proses pendidikan menjadi kunci utama seseorang menemukan dan menuliskan ide mereka. Selain itu faktor lingkungan memiliki pengaruh yang kuat dalam pembuatan ide. Pada umumnya, industri memerlukan konten yang mampu menjawab kebutuhan ataupun selera pasar.Keberadaan pasar yang berubah sangat berpengaruh terhadap konten penulisan dan hal ini mendorong penerbit ataupun agen naskah melakukan riset dan pengembangan pasar untuk menemukan ide tulisan sebagai bentuk perkiraan karya apa yang akan laku dijual.