• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA

DIBACA DAN IMPLIKASI TERHADAP CERAI GUGAT

MENURUT HUKUM ISLAM

JURNAL HUKUM

Oleh :

NAMA : RIF’AN N.I.M. : MH.13.23.1560

Program Studi : Ilmu Hukum

PROGRAM MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

(2)

PENANDATANGANAN IKRAR TAKLIK TALAK TANPA DIBACA DAN

IMPLIKASI TERHADAP CERAI GUGAT MENURUT HUKUM ISLAM

Oleh : Rif’an

ABSTRAK

Ditinjau dari aspek perlindungan terhadap kaum perempuan, maka keberadaan taklik talak ini sangat penting, meskipun tidak wajib dilakukan. Shîghat taklik talak memberikan hak bagi seorang isteri untuk mengajukan gugat cerai jika suami melanggar. Taklik talak yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap sah meskipun ikrar taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal tersebut, maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani oleh suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka. Ikrar taklik talak meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun karena ditandatangani sebagai bukti adanya janji suami terhadap sighat taklik talak, maka jika suami melanggar taklik talak tersebut dapat berakibat hukum terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena hal tersebut isteri tidak ridlo dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan Agama.

Kata Kunci : Ikrar Taklik Talak Tanpa Dibaca, Cerai Gugat, Hukum Islam

ABSTRACT

Review of aspects of the protection of women, the existence of taklik divorce

is very important, though not mandatory. Shîghat taklik divorce entitles the wife to

apply for a divorce if the husband violated. Taklik divorce has been signed by the

husband remain valid despite the pledge taklik divorce is not read by the husband. On

the basis of this, the violation of the pledge taklik divorce has been signed by the

husband would give legal effect to their marriage. Pledge taklik divorce although it is

not read by the husband, but because it was signed as evidence of the promise of the

husband against sighat taklik divorce, then if the husband violates taklik divorce can

result in law the divorce by the husband if therefore it is the wife does not ridlo and

wife complained the matter to Religious courts.

(3)

A. Latar Belakang Masalah

Hidup seseorang mencapai kesempurnaan, ketika mereka sudah memasuki

jenjang perkawinan. Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkanYang Maha Esa.

Setiap perkawinan pada dasarnya mempunyai harapan akan dapat bertahan

seumur hidup, karena salah satu dari prinsip perkawinan adalah untuk

selamanya.1

Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa perkawinan

menurut hukun Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau

mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Kompilasi

Hukum Islam, bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang

sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada

semua makhluk, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.2 Hal

tersebut juga ditegaskan dalam Firman Allah SWT :

نِمَو

َنوُرَّكَذَت ۡمُكَّلَعَل ِ ۡيَۡجۡوَز اَنۡقَلَخ ٍءۡ َشَ ِل ُك

٤٩

“Dan segala sesuatu kami jadikan berjodoh-jodohan, agar kamu sekalian mau berfikir”. (QS Al Dzariat : 49)

Menurut ketentuan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa

untuk melaksanakan perkawinan harus ada :

1. Calon Suami

2. Calon Isteri

1

Abdur Rahman Ghazaly, 2006, Fiqih Munakahat,Jakarta : Kencana, hlm 36

2

(4)

3. Wali nikah

4. Dua orang saksi dan

5. Ijab dan Kabul.

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dipahami bahwa salah satu rukun

perkawinan adalah ijab dan qabul. Rukun ijab dan kabul. Sesuai ketentuan Pasal

27 Kompilasi Hukum Islam, Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria

harus jelas beruntun dan tidak berselang waktu.

Dalam proses ijab dan kabul dimungkinkan untuk dilakukan Taklik Talak.

Taklik Talak menurut Pasal 1 huruf e Kompilasi Hukum Islam adalah perjanjian

yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam

Akta Nikah berupa Janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu

yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Pasal 45 Kompilasi Hukum

islam menyebutkan :

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk :

1. Taklik talak dan

2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Taklik talak merupakan perjanjian yang dengan perjanjian tersebut suami

menggantungkan terjadinya suatu talak atas istrinya apabila ternyata dikemudian

hari suami melanggar salah satu atau semua yang ada dalam perjanjian taklik

talak. Sesuai ketentuan Pasal 46 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam, pada asasnya

perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap

perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut

kembali. Hal ini mengandung pengertian bahwa seorang suami yang baru saja

mengucapkan kabul, tidak wajib mengucapkan janji taklik talak, sehingga sifat

dari perjanjian taklik talak adalah sukarela.

Ditinjau dari aspek perlindungan terhadap kaum perempuan, maka

keberadaan taklik talak ini sangat penting, meskipun tidak wajib dilakukan.

(5)

cerai jika suami melanggar. Pada kenyatannya tidak semua suami mengucapkan

shîghat taklik talak setelah akad nikah berlangsung, meskipun ia tetap

menandatangani sighat taklik talak dalam buku nikahnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana keabsahan ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan

terlebih dahulu ?

2. Apa akibat hukum penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca terhadap

cerai gugat menurut hukum islam ?

C. Pembahasan

1. Keabsahan Ikrar Taklik Talak yang Ditandatangani Tanpa Diucapkan

Terlebih Dahulu

Ikrar taklik talak dalam praktek perkawinan di Indonesia, dilakukan

setelah proses ijab kabul selesai dilaksanakan oleh kedua mempelai pria dan

wanita. Sebelum dijelaskan mengenai ikrar taklik talak, terlebih dahulu perlu

diuraikan mengenai tata cara perkawinan Undang-Undang Perkawinan.

Sahnya perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) yang menentukan, bahwa

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamanya dan kepercayaannya itu.

Menurut ketentuan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam disebutkan

bahwa untuk melaksanakan perkawinan harus ada:

1. Calon Suami

2. Calon Isteri

3. Wali nikah

(6)

b. Wali hakim.

4. Dua orang saksi

5. Ijab dan Kabul

Setelah proses perkawinan dilalui, dapat dilakukan perjanjian

perkawinan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 29 Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 Tentang P e r k a w i n a n dalam penjelasannya

menegaskan bahwa “perjanjian” yang dimaksud dalam Pasal 29 tersebut

tidak termasuk taklik talak, namun demikian dalam Instruksi Presiden

(Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam khususnya

Pasal 45 menegaskan:

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan

dalam bentuk:

1. Taklik talak

2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Berdasarkan ketentuan Pasal 45 Kompilasi Hukum Islam

sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami bahwa taklik talak merupakan

salah satu bentuk perjanjian perkawinan di samping perjanjian lain yang

tidak bertentangan dengan hukum Islam. Menurut Ahmad Rofiq, dengan

adanya ketentuan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam, praktis perjanjian perkawinan seperti

dijelaskan dalam penjelasan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan telah diubah atau setidaknya diterapkan bahwa taklik

talak termasuk salah satu macam perjanjian perkawinan.3

Taklik berarti janji, pernyataan, talak, pernyataan gugurnya talak

dengan janji yang telah diucapkan. 4 Taklik talak menurut pengertian hukum

Indonesia ialah merupakan perjanjian yang dengan perjanjian tersebut suami

3

Ahmad Rafiq, 2000, Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, hlm 154

4

(7)

menggantungkan terjadinya suatu talak atas istrinya apabila ternyata

dikemudian hari suami melanggar salah satu atau semua yang ada dalam

perjanjian taklik talak.5

Menurut Az-Zaqra, perjanjian (akad) dalam terminologi fikih adalah

ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang

sama-sama berkeinginan untuk mengikat diri.6

Sayid Sabiq menguraikan dalam Fikih Sunnah bahwa perjanjian

perkawinan yang disebut sebagai ta‟lik talak ada dua macam bentuk:

1. Ta’lik yang dimaksud sebagai janji, karena mengandung pengertian

melakukan pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau

menguatkan suatu kabar. Ta’lik talak seperti ini disebut dengan ta’liq

qasami.

2. Ta’lik yang dimaksudkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syarat ta’liq.Ta’liq seperti ini disebut dengan ta’liq syarti.7

Dari kedua bentuk taklik talak di atas dapat dibedakan dengan

kata-kata yang diucapkan oleh suami. Pada ta’liq qasamy, suami bersumpah untuk

dirinya sendiri, sedangkan pada ta’lik talak suami mengajukan syarat dengan

maksud jika syarat tersebut ada maka jatuhlah talak suami pada isterinya.

Dalam surat perjanjian taklik talak yang modelnya telah ditentukan,

termuat pengakuan suami bahwa ia akan memperlakukan istrinya secara baik

dan mempergaulinya secara makruf. Kemudian disusul janji suami yang

terdiri dari empat pasal sebagai tempat bergantungnya talak. Jika salah satu

pasal itu dilanggar maka talaknya akan jatuh.8

5

Kamal Muchtar, tanpa tahun,Asas-asas hukum Islam tentang Perkawinan Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 207

6

Abdul Aziz Dahlan (Ed),2000, Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, hlm 63

7

A. Fuad Said, 2004,Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, hlm. 41-42.

8

(8)

Shîghat taklik Talak ini diadakan dengan maksud untuk melindungi

hak-hak istri dari tindakan sewenang-wenang suami.9Menurut H.S.A

Alhamdani dan Peunoh Daly, sahnya Taklik Talak harus memenuhi

beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:

1. Harus disandarkan pada suatu yang belum ada tetapi akan ada. Apabila

digantungkan atas perkara yang telah ada, maka talaknya jatuh

pada saat taklik diucapkan. Jadi sesuatu yang dijadikan syarat itu

belum terjadi pada waktu diikrarkan Taklik Talak itu, tetapi mungkin

terjadi kemudian.

2. Sewaktu Taklik Talak diucapkan, perempuan yang akan ditalak itu

masih dalam ikatan perkawinan dan masih dalam kekuasaan

suaminya.

3. Suami yang menggantungkan adalah suami sah dari isteri yang akan

ditalak10

Taklik talak sebagai suatu perjanjian seperti halnya perjanjian pada

umumnya, harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana

termaktub dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Suatu perjanjian dianggap sah

apabila telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur

dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyatakan:

Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan empat syarat” :

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Menurut ketentuan Pasal 46 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam

dinyatakan bahwa Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum

9

Ahmad Azhar Basyir, 2000, Hukum Perkawinan Islam ,Yogyakarta: UII-Press, hlm. 1

10

(9)

Islam. Substansi taklik talak dalam praktek perkawinan di Indonesia,

sebagaimana tercantum dalam lampiran buku nikah berbunyi sebagai berikut: Sesudah akad nikah, saya : ……...… bin ……...… berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan mempergauli istri saya bernama : ……...… binti ……...… dengan baik

(mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran islam.

Kepada istri saya tersebut saya menyatakan sighat ta’lik sebagai berikut : Apabila saya :

1) Meninggalkan istri saya 2 (dua) tahun berturut-turut;

2) tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 (tiga) bulan lamanya 3) menyakiti badan/jasmani istri saya; atau

4) membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya 6 (enam) bulan atau lebih;

dan karena perbuatan saya tersebut istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh pengadilan tersebut, kemudian istri saya membayar Rp. 10,000,- (sepuluh ribu rupiah) sebagai iwadh (pengganti) Kepada saya, jatuhlah talak saya satu kepadanya.

Kepada pengadilan tersebut saya memberi kuasa untuk menerima

uang‘iwadh tersebut dan menyerahkannya Badan Amil Zakat Nasional

setempat untuk keperluan ibadah sosial.

Berdasarkan bunyi taklik talak sebagaimana tersebut di atas, dikaitkan

dengan syarat sahnya perjanjian, taklik talak memenuhi keempat unsur syarat

sahnya perjanjian sebagai berikut:

1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya

Suami setelah akad nikah menyatakan :

Sesudah akad nikah, saya… bin…. berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan mempergauli istri saya bernama…. binti…. dengan baik

(mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran Islam.

Pernyataan tersebut kemudian ditandatangani oleh suami sebagai bukti

adanya persetujuan/kesepakatan dan isteri juga tidak melakukan

penolakan. Berdasarkan hal tersebut, maka unsur sepakat mereka yang

mengikat dirinya telah terpenuhi.

(10)

Pada saat ditandatanganinya taklik talak, baik suami maupun isteri,

masing-masing telah terikat perkawinan, sehingga menurut hukum

dianggap dewasa dan dianggap mampu melakukan perbuatan hukum.

Atas dasar hal tersebut, maka para pihak dianggap sebagai pihak yang

cakap melakukan /membuat suatu perjanjian.

3. Suatu hal tertentu

Hal tertentu dalam taklik talak sebagaimana tercantum dalam lampiran

buku nikah adalah apabila suami meninggalkan isteri dua tahun

berturut-turut, atau tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,

atau menyakiti badan/jasmani isteri, atau membiarkan (tidak

memperdulikan) isteri enam bulan lamanya, dan isteri tidak ridlo, maka

isteri dapat mengadu ke pengadilan agama.

Namun demikian menurut ketentuan Pasal 46 ayat (2) Kompilasi Hukum

Islam ditegaskan bahwa apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik

talak betul-betul terjadi kemudian, tidak dengan sendirinya talak jatuh.

Supaya talak sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan

persoalannya ke pengadilan Agama.

4. Suatu sebab yang halal

Taklik talak diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni Instruksi

Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum

Islam maupun dalam Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 3

Tahun 1975. Hal ini dapat dimaknai bahwa taklik talak diperbolehkan

menurut hukum, sehingga taklik talak memenuhi unsur suatu sebab yang

halal.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa Ikrar taklik talak

yang ditandatangani ditinjau dari aspek hukum perjanjian telah memenuhi

syarat sahnya perjanjian, sehingga secara normatif sighat taklik talak yang

(11)

Ditinjau dari hukum perjanjian, sighat taklik talak dianggap sah

apabila telah memenuhi unsur syarat sahnya suatu perjanjian. Dalam

kenyataannya muncul Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 yang

menganggap taklik talak baru sah kalau perjanjian itu diucapkan dan

ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan.

Kewajiban pengucapan ikrar taklik talak sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975, sebenarnya adalah hal yang

wajar mengingat taklik talak dalam pengertian yuridis merupakan perjanjian

yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan

dalam Akta Nikah berupa Janji talak yang digantungkan kepada suatu

keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.

Berdasarkan pengertian yuridis tersebut di atas, taklik talak tidak sekedar suatu perjanjian, tetapi “perjanjian yang diucapkan”. Frase perjanjian yang diucapkan mengandung pengertian bahwa perjanjian tersebut harus

diucapkan di samping telah ditandatangani oleh suami yang mengadakan

perjanjian taklik talak.

Menurut pendapat penulis, keabsahan perjanjian taklik yang

digantungkan pada syarat pengucapan dan penandatanganan oleh suami

setelah akad nikah tidaklah tepat ditinjau dari aspek hukum. Hal tersebut

menurut penulis didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1) Dari segi keabsahan perjanjian taklik talak

Taklik talak sebagai suatu perjanajian harus memenuhi syarat sahnya

suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perjanjian taklik talak

telah memenuhi unsur syarat sahnya perjanjian, yaitu :

a. Dalam Taklik Talak, kesepakatan telah terjadi antara suami dan isteri

pada saat suami mengucapkan dan menandatangani sighat taklik talak

(12)

b. Dalam ikrar taklik talak, para pihak adalah orang yang cakap, yaitu

suami dan isteri yang masing-masing telah terikat suatu tali

perkawinan sehingga dianggap telah dewasa dan mampu melakukan

perbuatan hukum.

c. Dalam taklik talak obyek perjanjian atau suatu hal tertentu tersebut

adalah talak yang digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Talak

dapat dijatukan apabila salah satu syarat yang menjadi penyebab talak

telah terpenuhi.

d. Taklik talak merupakan suatu perjanjian yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan, yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1

Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam maupun dalam

Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975

2) Dari segi substansi taklik talak

Konteks mengucapkan taklik talak menurut sejarahnya adalah untuk

melindungi hak-hak wanita, oleh karena pada waktu itu taklik talak belum

ada dalam peraturan perundang-undangan perkawinan. Substansi taklik

talak menurut Kompilasi Hukum Islam dapat dilihat dari dua segi yaitu

sebagai perjanjian perkawinan dan sebagai alasan perceraian.

Menurut Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 23

Rabiul Akhir 1417 H. atau bertepatan dengan tanggal 7 September 1996

yang ditandatangani oleh Ketua MUI K.H. Hasan Basri, Sekretaris MUI

Drs.H. A. Nazri Adlani, dan Ketua Komisi Fatwa Prof.K.H. Ibrahim

Hosen, LML, menerangkan bahwa :

(13)

pembentukan keluarga bahagia sudah dibentuk BP4 dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan11

Menurut Kompilasi Hukum Islam tersebut jelas disebutkan bahwa

perjanjian taklik talak bukanlah suatu keharusan bagi setiap muslim.

Adapun taklik talak yang berlaku di Indonesia telah diatur sedemikian rupa

dan untuk memudahkan pelaksanaannya telah disediakan teksnya yang

berisikan syarat-syarat tertulis dan Pegawai Pencatat Nikah hanya

menawarkan kepada mempelai apakah dibacakan taklik talak atau tidak.

Bila dibacakan maka di buku nikah akan dibubuhi tanda tangan suami

sebagai bukti bahwa suami telah mengucapkan janji dihadapan istri. Bila

suami tidak bersedia membaca taklik talak, maka teks taklik talak yang

tersedia dicoret petugas sebagai tanda suami tidak membaca taklik talak.

Karena pembacaan taklik talak ini hanya anjuran, maka suami pun berhak

untuk tidak membacakannya di hadapan mempelai isteri.

3) Dari segi hirarki kedudukan perundang-undangan

Menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan disebutkan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan

Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

11

http://jilbab.or.id/archives/78-sighat-taklik- talakmestikah-di-ucapkan/, Artikel: Sighat

(14)

Berdasarkan ketentuan tersebut, di atas, dapat dipahami bahwa tata

urutan perundang-undangan dari yang tertinggi adalah Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 turun sampai ketingkat yang

paling rendah adalah Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. hierarki Peraturan

Perundang-undangan memberikan konsekuensi yuridis bahwa peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dari beberapa ketentuan di atas, dapat dijelaskan bahwa ditinjau dari

segi hirarki kedudukan perundang-undangan, ketentuan Pasal 11 ayat (2)

Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di atasnya, sehingga tidak mengikat dan

tidak dapat menggugurkan keabsahan perjanjian taklik talak yang telah

ditandatangani tanpa dibacakan oleh suami.

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka menurut pendapat

penulis, ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan terlebih

dahulu tetap dianggap sah berdasarkan hukum perjanjian.

Taklik talak meskipun tidak secara tegas diatur dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, namun ketentuan

Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dapat

dipedomani sebagai dasar taklik talak.

Dari uraian mengenai keabsahan ikrar taklik talak yang

ditandatangani tanpa diucapkan terlebih dahulu, maka dapat dipahami

bahwa dari aspek hukum perjanjian, baik menurut hukum perdata, hukum

Islam maupun hukum perkawinan, taklik talak sebagai suatu perjanjian

tetap dianggap sah meskipun tidak diucapkan atau dibacakan, oleh karena

telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian. Hal tersebut juga dikuatkan

oleh keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menganggap

(15)

2. Akibat Hukum Penandatanganan Ikrar Taklik Talak Tanpa Dibaca

Terhadap Cerai Gugat Menurut Hukum Islam

Pada sub sebelumnya telah dijelaskan bahwa ikrar taklik talak yang

ditandatangani tanpa diucapkan terlebih dahulu, tetap dianggap sah ditinjau

dari hukum perjanjian, baik menurut hukum perdata, hukum Islam maupun

hukum perkawinan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menganggap

pengucapan taklik talak sudah tidak diperlukan lagi.

Taklik talak sebagai suatu perjanjian terikat pada akibat hukum dari

perjanjian itu sendiri. Hal ini mengandung pengertian bahwa suatu perjanjian

harus pula memenuhi asas-asas perjanjian itu sendiri. Secara umum dalam

suatu perjanjian terdapat beberapa asas penting sebagaimana diatur dalam

KUHPerdata, yaitu:

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Menurut Subekti, cara menyimpulkan asas kebebasan berkontrak

(beginsel deer contracts vrijherd) ini adalah dengan jalan menekankan pada perkataan “semua” yang ada di muka. Perkataan “Perjanjian” dikatakan bahwa Pasal 1338 ayat (1) itu seolah-olah membuat suatu

pernyataan bahwa para pihak dibolehkan membuat perjanjian apa saja dan

itu akan mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya Undang-Undang.

Pembatasan terhadap kebebasan itu hanya berupa apa yang dinamakan

Ketertiban Umum dan Kesusilaan.12

Ikrar taklik talak meskipun bentuk dan isinya sudah ditentukan,

namun tetap memenuhi asas kebebasan berkontrak karena para pihak bebas

menentukan dan menyepakati adanya ikrar taklik talak tersebut.

Undang-undang juga tidak mewajibkan bagi suami untuk mengadakan ikrar taklik

talak.

12

(16)

2) Asas konsensualisme

Perjanjian yang sudah dapat dikatakan ada atau lahir dengan adanya

kata sepakat dari pihak yang membuat perjanjian. Asas ini terdapat dalam

Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan adanya empat syarat sah

perjanjian, salah satunya adalah kesepakatan mereka yang mengikatkan

diri.

Ikrar taklik talah telah memenuhi syarat sahnya perjanjian, sehingga

secara otomatis asas konsensualisme telah terpenuhi.

3) Asas itikad baik

Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan

itikad baik. Ikrar taklik talak pada dasarnya bertujuan untuk melindungi

kepentingan isteri, sehingga hak-hak isteri selama perkawinan dapat terjaga

dengan baik dari kesewenang-wenangan suami. Ikrar taklik talak

merupakan janji dari suami kepada isteri untuk mempergaulinya

dengan baik, serta untuk mengingatkan kepada dirinya agar tidak

mengabaikan kewajibanya terhadap isteri.

4) Asas Kekuatan Mengikat atau Asas Pacta Sunt Servanda

Setiap perjanjian yang dibuat menurut asas ini adalah mengikat para

pihak yang menbuat dan berlaku seperti Undang-Undang bagi para pihak.

Asas ini berarti bahwa perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang

membuatnya. Hal ini terdapat Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang

menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuat.

(17)

Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang

membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga, kecuali yang telah

diatur dalam Undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.13

Taklik talak yang diperjanjikan oleh suami dan isteri yang terikat

perkawinan, berlaku bagi suami isteri yang bersangkutan. Taklik talak

tidak berlaku bagi pihak ketiga.

Berdasarkan asas-asas tersebut di atas, dikatikan dengan perjanjian

taklik talak, dapat dijelaskan bahwa sebagi suatu perjanjian, taklik talak

memiliki akibat hukum bagi para pihak yang menyepakaitnya. Taklik talak

dalam praktek perkawinan ditandatangani oleh suami yang menandakan

bahwa suami terikat dengan isi taklik talak. Penandatanganan ikrar taklik

talak memiliki akibat hukum terhadap para pihak terutama sekali apabila

terjadi pelanggaran atas taklik talak tersebut.

Ditinjau dari aspek hukum perjanjian, terhadap ikrar taklik talak yang

telah ditandatangani oleh suami dan memenuhi syarat keabsahan sebagai

perjanjian perkawinan, memiliki akibat hukum bagi para pihak apabila suami

berdasarkan janji taklik talak tersebut melakukan hal-hal yang dapat

menyebabkan dilakukannya permohonan cerai gugat oleh isteri.

Dapat dipahami bahwa salah satu sebab putusnya perkawinan adalah

perceraian. Salah satu alasan perceraian yang terdapat dalam ketentuan Pasal

115 Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi

karena Suami melanggar taklik talak.

Berkaitan dengan taklik talak ini, perlu dijelaskan kembali bahwa

taklik talak yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap sah meskipun

ikrar taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal tersebut,

maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani oleh

suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka. Sesuai

13

A. Qiram Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta

(18)

kesepakatan sebagaimana tertuang dalam ikrar taklik talak, akibat hukum

terhadap pelanggaran ikrar taklik talak adalah isteri dapat mengajukan

gugatan cerai atas dasar pelanggaran ikrar taklik talak tersebut.

Pelanggaran sighat taklik talak oleh suami dapat bersifat fakultatif

atau kumulatif. Pelanggaran sighat taklik talak bersifat fakultatif apabila salah

satu saja di antara keempat ketentuan dari sighat taklik talak tersebut

dilanggar oleh suami, sedangkan pelanggaran yang bersifat kumulatif apabila

lebih dari satu atau bahkan semua ketentuan dari sighat taklik talak tersebut

dilanggar oleh suami. Apabila suami melanggar 1 (satu) saja pelanggaran

sighat taklik talak, maka isteri sudah dapat menjadikannya sebagai alasan

untuk menggugat cerai ke Pengadilan Agama.

Terjadinya pelanggaran ikrar taklik talak oleh suami tidak serta merta

menjadikan isteri tertalak, tetapi untuk dapat dijatuhkannya talak kepada

isteri, maka isteri terlebih dahulu harus mengajukan permohonan kepada

Pengadilan Agama atas dasar/alasan pelanggaran taklik talak oleh suami.

Mahmoud Syaltout dalam buku Perbandingan Mazhab menjelaskan bahwa para ahli hukum Islam berpendapat bahwa perjanjian taklik talak

adalah jalan terbaik dalam melindungi kaum wanita dari perbuatan tidak baik

dari pihak suami. Sekiranya seorang suami telah mengadakan perjanjian

taklik talak, ketika akad nikah dilaksanakan dan bentuk perjanjian itu

telah disepakati bersama, maka perjanjian taklik talak itu dianggap sah

untuk semua bentuk taklik. Apabila suami melanggar perjanjian yang telah

disepakati itu maka isteri dapat meminta cerai kepada hakim yang telah

ditunjuk oleh pihak yang berwenang.14 Untuk itulah maka sesuai dan

14

(19)

menurut kemaslahatan bagi suami maupun isteri, eksistensi taklik talak

sangatlah penting.15

Suami yang tidak memenuhi kewajibannya karena ada kesalahan atau

pelanggaran terhadap ikrar taklik talak disebut wanprestasi. Dikemukakan oleh Busyro bahwa wanprestasi atau kesalahan adalah suatu kewajiban yang

seharusnya dipenuhi oleh para pihak tetapi ternyata tidak dilaksanakan.16

Berdasarkan pendapat beberapa pakar hukum sebagaimana tersebut di

atas, dapat dipahami bahwa dalam ikrar taklik talak, wanprestasi dilakukan oleh pihak suami sebagai pihak yang menjanjikan taklik talak dengan

menggantungkan pada suatu peristiwa tertentu di masa datang. Peristiwa

tertentu tersebut merupakan wujud wanprestasi suami sebagai seorang suami. Dalam hal suami telah melakukan wanprestasi atas ikrar taklik talak, maka isteri dapat mengajukan permohonan gugatan cerai di Pengadilan

Agama. Cerai gugat adalah perceraian yang disebabkan oleh adanya suatu

gugatan terlebih dahulu oleh suami atau istri yang diajukan kepada pengadilan

negeri/pengadilan agama untuk dimintakan putusan pengadilan tentang

gugatan perceraian.

Dari uraian sebagaimana tersebut di muka, maka dapat dijelaskan

bahwa ikrar taklik talak meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun karena

ditandatangani sebagai bukti adanya janji suami terhadap sighat taklik talak,

maka jika suami melanggar taklik talak tersebut dapat berakibat hukum

terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena hal tersebut isteri tidak ridlo

dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan Agama. Ikrar taklik talak

dengan demikian tetap memiliki akibat hukum terhadap cerai gugat yang

diajukan oleh isteri, meskipun ikrar takliktalak tersebut tidak diucapkan oleh

suami.

15

Murtadha Muthahhari,1997, The Rights of Women in Islam, terjemahan M. Hashem, Bandung: Penerbit Pustaka, hlm. 197

16

(20)

D. Penutup

1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya mengenai hasil penelitian

dan pembahasan tentang penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca dan

implikasi terhadap cerai gugat menurut hukum islam, dapat disimpulkan:

1) Keabsahan ikrar taklik talak yang ditandatangani tanpa diucapkan terlebih

dahulu ditinjau dari aspek hukum perjanjian telah memenuhi syarat sahnya

perjanjian, sehingga secara normatif sighat taklik talak yang telah

ditandatangani oleh suami pasca ijab kabul adalah sah. Ditinjau dari

hukum perjanjian, sighat taklik talak dianggap sah apabila telah memenuhi

unsur syarat sahnya suatu perjanjian. Dari aspek hukum perjanjian, baik

menurut hukum perdata, hukum Islam maupun hukum perkawinan, taklik

talak sebagai suatu perjanjian tetap dianggap sah meskipun tidak diucapkan

atau dibacakan, oleh karena telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian.

Hal tersebut juga dikuatkan oleh keputusan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) yang menganggap pengucapan taklik talak sudah tidak diperlukan

lagi.

2) Akibat hukum penandatanganan ikrar taklik talak tanpa dibaca terhadap

cerai gugat menurut hukum islam adalah lahirnya hak isteri untuk

mengajukan permohonan cerai gugat ke Pengadilan Agama. Taklik talak

yang telah ditandatangani oleh suami tetap dianggap sah meskipun ikrar

taklik talak tersebut tidak dibacakan oleh suami. Atas dasar hal tersebut,

maka pelanggaran terhadap ikrar taklik talak yang telah ditandatangani

oleh suami akan memberikan akibat hukum bagi perkawinan mereka.

Sesuai kesepakatan sebagaimana tertuang dalam ikrar taklik talak, akibat

hukum terhadap pelanggaran ikrar taklik talak adalah isteri dapat

mengajukan gugatan cerai atas dasar pelanggaran ikrar taklik talak

(21)

fakultatif atau kumulatif. Pelanggaran sighat taklik talak bersifat fakultatif

apabila salah satu saja di antara keempat ketentuan dari sighat taklik talak

tersebut dilanggar oleh suami, sedangkan pelanggaran yang bersifat

kumulatif apabila lebih dari satu atau bahkan semua ketentuan dari sighat

taklik talak tersebut dilanggar oleh suami. Apabila suami melanggar 1

(satu) saja pelanggaran sighat taklik talak, maka isteri sudah dapat

menjadikannya sebagai alasan untuk menggugat cerai ke Pengadilan

Agama. Ikrar taklik talak meskipun tidak dibacakan oleh suami, namun

karena ditandatangani sebagai bukti adanya janji suami terhadap sighat

taklik talak, maka jika suami melanggar taklik talak tersebut dapat

berakibat hukum terjadinya talak oleh suami apabila oleh karena hal

tersebut isteri tidak ridlo dan isteri mengadukan hal tersebut ke Pengadilan

Agama. Ikrar taklik talak dengan demikian tetap memiliki akibat hukum

terhadap cerai gugat yang diajukan oleh isteri, meskipun ikrar takliktalak

tersebut tidak diucapkan oleh suami.

2. Saran

Adanya Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 khusus Pasal

11 yang menganggap ikrar taklik talak baru dianggap sah apabila diucapkan

dan ditandatangani oleh suami, telah menimbulkan perbedaan penafsiran

dalam menilai keabsahan suatu ikrar taklik talak yang tidak dibacakan atau

diucapkan tetapi hanya ditandatangani saja oleh suami berkaitan dengan

adanya permohonan cerai gugat. Atas dasar hal tersebut, maka sudah

selayaknya ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun

1975 dihapus karena bertentangan dengan substansi dan kebijakan formulasi

Pemerintah yang ingin melindungi kepentingan dan hak-hak isteri dari

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

A. Fuad Said, 2004,Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna

A. Qiram Syamsudin Meliala, 1985, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Yogyakarta : Liberty

Abd. Rahman Ghazaly, 2006, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Cetakan Ke-2,

Abdul Aziz Dahlan (Ed),2000, Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid I, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve

Achmad Busryo,2011, Hukum Perikatan Berdasar Buku II KUHPerdata,Yogyakarta : Pohon Cahaya

Ahmad Azhar Basyir, 2000, Hukum Perkawinan Islam ,Yogyakarta: UII-Press

Ahmad Rafiq, 2000, Hukum Islam Di Indonesia,Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Daniel S. Lev,2006, Islamic Court in Indonesia (Peradilan Agama Islam di Indonesia), terjemahan H. Zaini Ahmad Noeh, Jakarta: PT. Intermasa

Departemen Agama, 1993, Ensiklopedi Islam Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Agama Islam

H.S.A, Alhamdani,1980, Risalah Nikah, Alih Bahasa oleh Agus Salim, Pekalongan: Raja Murah,

Kamal Muchtar, tanpa tahun,Asas-asas hukum Islam tentang Perkawinan

Jakarta: Bulan Bintang

Murtadha Muthahhari,1997, The Rights of Women in Islam, terjemahan M. Hashem, Bandung: Penerbit Pustaka.

R. Subekti,1984, Aneka Perjanjian,Bandung : Alumni

Sayyid Sabiq, 1987, Fikih Sunnah, Jakarta : Al Ma’arif,

WJS Purwadarminta,2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Edisi ke-3, Cetakan ke-3, Jakarta: Balai Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Dan diantara amalan shalih yang telah Allah  anjurkan kepada segenap hambanya adalah berpuasa pada hari-hari yang mulia ini (sepuluh hari pertama dari bulan dzul hijjah),

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “ Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Alat Peraga

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya berupa kesempatan, ilmu, kesehatan, dan keselamatan sehingga

Prayoga (2012) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi Tingkat Pengangguran Terbuka Perempuan di Pulau Jawa menggunakan pendekatan Regresi Nonparametrik Spline

Pochettino y, a través de ella, al personal del Laboratorio de Etnobotánica y Botánica Aplicada (LEBA), Fa- cultad de Ciencias Naturales y Museo, Universi- dad Nacional de La

Dengan adanya Undang – undang Kearsipan tahun 2009, merupakan kewajiban baru yang harus dilaksanakan SKPD untuk menyediakan ruangan khusus bagi penyimpanan arsip

dimulai dari enam jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Jenis pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :. 1) Pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi,

Tutkimuksissa on näyttöä siitä, että vahvistamalla ikääntyneiden sosiaalisia suhteita ja aktiivista osallistumista sosiaalisiin tilanteisiin voidaan vaikuttaa myös