ANALISIS ATAS MEMUDARNYA KEPERCAYAAN LOYALIS SUU KYI
mendapatkan tempat bermukim setelah melarikan diri dari konflik di Myanmar. Nama Aung San Suu Kyi kembali ramai jadi sorotan pasca memanasnya situasi di Rakhine. Kritik pedas pun mulai bermunculan terhadap Aung San Suu Kyi, pemimpin pro- demokrasi Myanmar dan aktivis hak asasi manusia. Namun Sikap diam tokoh Myanmar ini terkesan mengabaikan kekerasan negara terhadap etnis minoritas Rohingya dan akhirnya banyak pendukunya mengecam keras sikap Suu Kyi dan mulai meninggalknnya karena menggangap Suu Kyi sudah tidak bisa diharapkan lagi. Etnis rohingya adalah etnis minoritas di Myanmar yang sedang mendapatkan perhatian publik baik secara nasional maupun internasional karena permasalahan diskriminasi. Etnis Rohingya tidak bisa mengakses pendidikan, layanan kesehatan, bahkan pekerjaan yang layak, mereka betul-betul terabaikan dan terpinggirkan. Hal ini dikarenakan Pemerintahan Myanmar tak mengakui etnis Rohingya status sebagai warga negara Myanmar karena menganggap kelompok muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar pada 1948. Menurut pemerintah Myanmar etnis Rohingya adalah “pendatang haram” dari Bangladesh, walaupun fakta sejarahnya etnis Rohingya telah ada di tanah itu selama ratusan tahun berdampingan dengan burmanese lainnya.Kata kunci : Rohingya, Muslim Rohingya, Suu Kyi, pelanggaran ham
PENDAHULUAN
A. Latar belakang kasus
Hak asasi manusia (HAM) adalah hal yang melekat didalam diri individu, dan hak ini merupakan yang paling mendasar bagi setiap individu untuk berdiri dan hidup secara merdeka dalam komunitas masyarakat. Bangunan- bangunan dasar HAM yang melekat dalam episentrum otoritas individu yang merdeka, merupakan bawaan semenjak lahir, sehingga tidak bisa digugat dengan banalitas pragmatism kepentingan kekuasaan, amisi dan hasrat.1 Selain Hak asasi manusia, manusia
juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang dan terhadap masryakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2
1 Ruslan, Renggong, Hukum Acara Pidana, “memahami Perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia”, Jakarta: Preanada Group 2014, hlm.1
Ada tujuh penampakan utama keberadaan HAM sekarang ini 1 : Pertama, HAM telah menjadi agenda utama dalam hubungan internasional. Kedua, negara telah diwajibkan untuk melaksanakan norma-norma HAM melalui instrumen-instrumen hukum internasional mengenai HAM yang telah disepakati bersama. Disini, pembentukan kelembagaan untuk menangani HAM, baik segi pemberdayaan maupun solusi mengenai masalah-masalah HAM, dilakukan secara besar-besaran. Ini dilaksanakan bukan hanya pada level internasional, tetapi juga nasional. Ketiga, individu telah memiliki status hukum untuk dilindungi dari segala bentuk pelanggaran HAM. Keempat, konsep kedaulatan negara terpenetrasi oleh HAM. Kelima, auktor utama dalam pemajuan dan penegakan HAM, tidak lagi menjadi monopoli negara, tetapi juga auktor nonnegara, bahkan perusahaan-perusahaan multinasional pun, sudah ikut dalam agenda ini. Keenam, individu-individu yang memiliki pengaruh dan kharisma serta komitmen dan kepemimpinan kuat, ikut menentukan jalannya pemajuan dan penegakan HAM. Ketujuh, telah terjadi perubahan persepsi dan pendekatan mengenai HAM. Masalah HAM tidak lagi ditekankan pada aspek-aspek legal semata, tetapi semua aspek kehidupan dikaitkan dengan HAM. Karena itu, sekarang kebijakan-kebijakan publik berbagai negara yang dilakukan oleh negara, pertimbangan megenai HAM selalu melekat. Hal yang sama juga dilakukan di sektor-sektor swasta.
Namun demikian, sejarah telah mencatat berbagai pelanggaran HAM yang disebabkan perlakuan tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, status sosial, politik, keturunan dan sebagainya. Pelanggaran ini terjadi secara horizontal (antar masyarakat) maupun vertikal (antar Negara terhadap rakyat) atau sebaliknya. Banyak diantaranya tergolong pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat (gross violation of human rights).
Juni 2012, masyarakat dunia dikejutkan dengan kasus yang melibatkan unsur SARA. Kasus ini terjadi di Myanmar dan lebih dikenal dengan Kasus Muslim Rohingya. Kasus ini bermula pada 28 Mei 2012. Seorang gadis Buddha, Ma Thida Htwe (28) dari Desa Kyauknimaw dilaporkan tewas ditikam di hutan dekat jalan menuju Kyaukhtayan, saat pulang bekerja sebagai tukang jahit. Kasus tersebut dilaporkan sebagai kasus pemerkosaan dan pembunuhan.
Kasus yang melibatkan kekerasan terhadap Muslim Rohingya di Mnyanmar sebenarnya sudah lama terjadi. Bukan hanya etnis Muslim Rohingya, hampir seluruh etnis minoritas di Myanmar mengalami penindasan yang serupa. Namun informasi mengenai hal itu sangat sulit didapatkan. Hal ini karena pemerintahan Junta Militer mengontrol secara ketat arus informasi yang masuk dan keluar. Hal seperti ini serupa dengan yang pernah Indonesia alami saat pemerintahan Orde Baru berkuasa. Saat ini, Myanmar sedang dalam proses transisi menuju pemerintahan demokrasi. Pers dengan serta merta dapat turut melihat secara lebih mendalam mengenai apa yang terjadi di Myanmar. Termasuk konflik Muslim Rohingya.
Myanmar saat ini sedang dalam proses transisi menjadi demokrasi. Namun atas adanya peristiwa ini dunia ramai- ramai mengecam pembantaian terhadap etnis muslim Rohingya dan meminta Myanmar segera menghentikannya. tokoh-tokoh dunia yang sangat menyayangkan sosok pro- demokrasi Myanmar yang pernah mendapatkan nobel perdamaian tahun 1991, Aung San Suu Kyi yang terlihat mengabaikan bahkan seperti tuli dengan yang yang terjadi di negaranya sendiri.
Pada era pemerintahan Thein Sein yang menjabat sebagai presiden sejak 30 Maret 2011, etnis ini juga masih mendapatkan tindakan diskriminasi. Presiden Thein Sein bahkan tidak menunjukkan niatnya untuk segera menyelesaikan konflik ini. Pemerintahan Thein Sein mengakui Rohingya sebagai Illegal Bengali, dan merupakan salah satu etnis Bangladesh yang masuk ke dalam wilayah Myanmar secara illegal. Dalam salah satu wawancaranya, Thein Sein berargumen “to use the term Rohingya, in our ethnic history we do not have term Rohingya.”
Hal tersebut menunjukkan bahwa Thein Sein menganggap Rohingya bukan bagian dari etnis grup yang dimiliki Myanmar. Pada Juni tahun 2012 terjadi peningkatan eskalasi konflik antara etnis Rakhine dan etnis Rohingya terkait adanya tuduhan pemerkosaan terhadap wanita etnis Rakhine.7 Tiga hari setelah kejadian tersebut, sejumlah 300 warga etnis Rakhine menyerang bus yang ditumpangi warga etnis Rohigya dan menewaskan 10 orang. Sejak kejadian tersebut, sekitar 100.000 warga etnis Rohingya terlantar dan mencari suaka.8 Pada 23 Oktober 2012 terjadi penyerangan yang dikoordinasi oleh pemerintah Myanmar, Ethnic Rakhine Nasionalist Party, dan Pendeta Buddha. Portal berita Aljazeera memberitakan, sekitar 5.000 bangunan milik etnisRohingya rusak akibat tindak represi tersebut. Setidaknya sekitar 70 warga Rohingya, termasuk 28 anak-anak terbunuh di Mrauk-U township.
Pemerintah Aung San Suu Kyi mengatakan 109 orang terbunuh dalam operasi militer, kebanyakan militer, sedikit sekali warga sipil. Namun berbagai organisasi Rohingya di luar negeri mementahkan klaim Suu Kyi tersebut. Aktivis Rohingya yang di kutip Reuters mengatakan setidaknya 800 orang yang terbunuh. European Rohingya Council (ERC) bahkan memperkirakan ada 2.000 hingga 3.000 orang terbunuh dalam waktu hanya tiga hari, sebuah genosida. Genosida merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang paling mengerikan. Berdasarkan Konvensi 1948 mengenai Pencegahan dan penghukuman terhadap kejahatan Genosida, genosida berarti: “segala bentuk tindakan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan merusak, baik secara keseluruhan maupun sebagian, kelompok nasional, etnis, rasa tau agama”. 3
Banyak negara mengecam Myanmar untuk segera menghentikan Genosida tersebut apalagi negara- negara Muslim Dan apa reaksi Aung San Suu Kyi menanggapi kecaman dan permohonan dunia itu? Hampir tidak ada.
C. Rumusan masalah
1. Apa saja pelanggaran HAM yang dilakukan etnis mayoritas terhadap etnis Rohingya?
2. Bagaimana upaya- upaya yang dilakukan Suu Kyi?
PEMBAHASAN
1. Analisis pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya
Rohingya merupakan nama sebuah etnis yang mendiami wilayah Arakan, sebelah barat Myanmar dan berbatasan langsung dengan Bangladesh. Etnis Rohingya merupakan satu dari 135 etnis yang ada di Myanmar. Etnis Rohingya mendapatkan predikat dari PBB sebagai the most persecuted minority dan mendapatkan julukan sebagai the Gypsies of Asia. Predikat tersebut muncul karena etnis ini banyak mendapatkan tindak diskriminasi baik dilakukan oleh warga atau bahkan oleh pemerintahnya. Etnis Rohingya memang bukan satusatunya etnis yang mendapatkan tindakan diskriminasi, etnis lain seperti Christian Karen, Chin, Kachin dan Mon juga mendapatkan perlakuan diskriminasi. Namun, yang membedakan, hanya etnis Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar.
Tindakan – tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya termasuk dalam pelanggaran HAM kejahatan terhadap kemanusiaan. Bagaimana etnis rohingya mengalami diskriminasi dan penyiksaan serta tidak diakui kewarganegaraannya oleh pemerintah Myanmar karena perbedaan etnis dan agama dengan etnis mayoritas, menunjukkan bahwa ada beberapa aspek pelanggaran HAM yang dilanggar.
Dalam peraturan hukum di Indonesia, kejahatan internasional diatur dalam Undang- undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hanya saja kejahatan internasional diterjemahkan sebagai Pelanggaran HAM Berat. Kemungkinan besar ini merupakan terjemahan dari Gross Violations of Human Rights.
Didalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dalam pasal 104 ayat (1) menjelaskan :
“Yang dimaksud dengan “pelanggaran hak asasi manusia yang berat” adalah pembunuhan massal (genocide) pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan (arbitrary/extra judicial killing) penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, perbudakan, atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis (systematic discrimination).”
Didalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang dimaksud dengan pelanggaran HAM berat adalah pelanggaran HAM yang meliputi :
a. Kejahatan Genosida
Berdasarkan penjelasan Pasal 7 UU No.26 tahun 2000, dijelaskan bahwa apa yang dimaksud dengan kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan adalah sesuai dengan “Rome Statute of The International Criminal Court.”
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Pemerintah Myanmar:
• Pasal 5 Rome Statute
Dalam Statuta Roma dijelaskan mengenai definisi dari pelanggaran HAM berat yakni; “Rome Statute Art. 5: the most serious crimes of concern to the international community as a whole: This Statute with respect to the following crimes: (i) The crime of genocide;
• Pasal 7 Ayat 1 Butir H, Statuta Roma
Peganiayaan yang dialami Muslim Rohingya berdasar pada alasan-alasan yang diskriminatif. Dengan niat untuk mengusir mereka dari negara atau setidaknya merelokasi mereka dari tempat yang mereka tempati, khususnya dimana mereka berbagi dengan mayoritas populasi Buddha
• Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide
Pasal 2 Konvensi ini mendefinisikan Genosida serupa dan segambar dengan yang tertuang dalam Pasal 5 Statuta Roma. Dalam kasus Rohingya ini, pemerintah Myanmar telah terbukti melakukan hal- hal yang disebutkan dalam Pasal 2 Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocidedan Pasal 5 Statuta Roma.
• Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Right of the Child)
• Pasal 5 International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination
Yang mewajibkan negara untuk menjamin hak setiap orang, salah satunya adalah hak atas kewarganegaraan (the right to nationality).
• Pasal 5 Universal Decleration of Human Rights
Penganiayaan terhadap masyarakat Rohingya dalam praktik kerja paksa maupun terhadap wanita - wanita Rohingya bertentangan dengan Pasal 5 UDHR mengenai larangan penganiayaan dan hukuman yang tidak manusiawi.
• Declaration on The Rights of Persons Belonging to National or Ethnic, Religious and Linguistic Minorities
Instrument ini menyebutkan hak khusus bagi kelompok minoritas dalam kasus ini adalah etnis Rohingya yang tidak diberikan kebebasan untuk beragama. • Pasal 15 Universal Decleration of Human Rights Hak untuk memiliki nasionalitas merupakan hak mendasar bagi setiap manusia, hal tersebut disebutkan dalam Pasal 15 UDHR. Hak untuk memiliki kewarganegaraan.
Menyatakan bahwa setiap anak harus segera didaftarkan setelah kelahirannya dan bahwa setiap anak mempunyai hak atas nasionalitas.
Kejahatan terhadap kemanusiaan yang dialami oleh etnis rohingya berupa pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa ( Crimes against humanity of deportation or forcible transfer of population ). Pengusiran penduduk dengan cara paksa dalam pasal 7 ayat 2 huruf C statute Roma dijelaskan bahwa pengusiran atau pemindahan orang secara paksa dengan cara pengusiran atau tindakan pemaksaan lainnya dari daerah dimana mereka tinggal secara sah tanpa diberikan alasan yang diijinkan oleh hukum internasional. Kata paksa disini tidak hanya terbatas paksaan fisik saja, namun dapat berupa ancaman kekerasan atau yang dapat memberikan tekanan psikologis.
Fakta menunjukan bahwa jutaan anak- anak, pria, dan wanita telah menderita akibat eksloitasi konflik etnis agama atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam.4
jika suatu negara dirasa tidak mau untuk mengadili para pelaku tindak kejahatan maka kasus tersebut dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB. Dengan ini kasus yang terjadi di Myanmar dapat diambil alih oleh Dewan Keamanan PBB untuk merekomendasikan penyelesaian apa yang digunakan untuk mengakhiri kasus yang terjadi di Myanmar.
2.Upaya yang dilakukan pemerintah Myanmar dalam menangani pelanggaran HAM pada etnis Rohingya.
Pemerintah Myanmar didesak segera menghentikan serangan militer terhadap etnis Rohingya. Pelaporan khusus PBB bidang hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, menyampaikan kekhawatirannya terhadap situasi terakhir yang dialami etnis Rohingya. Lee mendesak Myanmar mengakhiri agresinya terhadap warga Rohingya.
Sang tokoh politik terkenal Suu Kyi yang pernah mendapatnya nobel perdamaian tahun yang sangat pro- demokrasi di harapkan dapat meredakan konflik antar warga negaranya ini, tetapi apa yang dilakukannya sebagai orang punya wewenang untuk menghentikan tentara dalam penyerangan rohingya ini? Hanya diam bahkan sempat bersuara agar tidak ikut campur pada konflik di negara Myanmar itu. Dia memang bukan presiden, hanya penasihat khusus pemerintah Myanmar, tapi kekuasaan Suu Kyi dianggap telah melampaui presiden di negara itu.
Presiden saat ini, Htin Kyaw, disebut hanyalah boneka Suu Kyi karena wanita 72 tahun itu tidak bisa jadi pemimpin negara karena terhalang undang- undang peninggalan junta militer. Berbagai dokumen penyelidikan pembunuhan terhadap Rohingya telah lengkap, salah satunya oleh Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, Zeid Ra’ad Al Hussein, awal tahun ini.
Dalam dokumen itu, PBB mengatakan perlakuan tentara Myanmar terhadap Rohingya adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Banyak saksi, seperti dikutif dalam dokumen itu, mengaku melihat pembunuhan bayi-bayi Rohingya, perempuan Rohingya diperkosa massal oleh tentara, dan desa- desa diratakan dengan tanah.
Suu Kyi sebelumnya mengatakan “ operasi pembersihan” oleh tentara dilakukan demi mencari militant ARSA yang menurutnya “ merusak upaya perdamaian dan harmoni di Rakhine”. Bukan pertama kali peraih Nobel Perdamaian ini menggunakan dalih tersebut. Oktober lalu, tentara juga membasmi Rohingya karena alasan yang sama: serangan militan ekspos militer. Namun laporan khusus PBB untuk Rakhine, Kofi Annan, mementahkan dalih Suu Kyi. Menurut Anna pekan ini, menumpas teroris tidak bisa dibenarkan sebagai alasan membunuhi warga sipil.
Tindak penyiksaan dalam komunitas internasional pada saat ini, sebagaimana telah disinggung di atas pada level perlindungan universal atau PBB.5
KESIMPULAN
Tindakan – tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar terhadap etnis Rohingya termasuk dalam pelanggaran HAM kejahatan terhadap kemanusiaan. Bagaimana etnis rohingya mengalami diskriminasi dan
Sang tokoh politik terkenal Suu Kyi yang pernah mendapatnya nobel perdamaian tahun yang sangat pro- demokrasi di harapkan dapat meredakan konflik antar warga negaranya ini, tetapi apa yang dilakukannya sebagai orang punya wewenang untuk menghentikan tentara dalam penyerangan rohingya ini? Hanya diam. Suu Kyi sebagai tokoh paling berpengaruh di Myanmar yang pernah mendapatkan nobel perdamaian ada tahun 1991 karena perjuangan anti-kekerasan untuk demokrasi.
DAFTAR PUSAKA
Ruslan, Renggong, 2014. Hukum Acara Pidana, “memahami Perlindungan HAM dalam proses penahanan di Indonesia”, Jakarta: Preanada Group
Natarjan, Mangai, 2015. kejahatan dan pengadilan internasional, Bandung: Nusa Media
Kusomo, Ayub Torry, perlindungan Hak Asasi Manusia Pengungsi Internasional. Yustisia. Edisi 83 mei- agustus 2011
Iskandar Pranoto, Tindak Penyiksaaan dan Hukum Internasional. Pandecta. Vol. 6 No.2. Juli 2011
Republik Indonesia. 1999. Undang- undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Indonesia Legal Center Publishing, Jakarta.
Iskandar, Tindak Penyiksaan dan Hukum Internasional, diakses dari