PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN MINAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE DEMONSTRASI PADA POKOK BAHASAN MOMENTUM DAN IMPULS DI KELAS XI IPA SMA
PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Wilfrida Mayasti Obina NIM: 101424057
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2014
i
PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN MINAT SISWA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MODEL
PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN METODE DEMONSTRASI PADA POKOK BAHASAN MOMENTUM DAN IMPULS DI KELAS XI IPA SMA
PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh:
Wilfrida Mayasti Obina NIM: 101424057
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
iii
iv
Motto
“Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah maka akan diberikan
kepadamu; carilah maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan
dibukakan bagimu” (Luk. 11:9).
“Berusahalah dalam menggapai kesuksessan dan bersyukur hanya
kepada-NYA”
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Na’a kosto dan Adik Yohanes yang berbahagia di Surga,
Oma Din tercinta,
Bapak Paskalis Erminoldus, Mama Christina Ermina Nurak
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 Juni 2014
Penulis
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Wilfrida Mayasti Obina
NIM : 101424057
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Peningkatan Hasil Belajar Dan Minat Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Metode Demonstrasi Pada Pokok Bahasan Momentum Dan Impuls Di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupunn memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada Tanggal: 11 Juni 2014 Yang menyatakan
Wilfrida Mayasti Obina
vii
ABSTRAK
Wilfrida Mayasti Obina. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Dan Minat Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Metode Demonstrasi Pada Pokok Bahasan Momentum Dan Impuls Di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengettahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi. 2) Mengetahui perbedaan dalam peningkatan hasil belajar siswa antara menggunakan metode demonstrasi dan metode ceramah. 3) Mengetahui minat siswa dalam belajar fisika dengan menggunakan metode demonstrasi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November-Desember 2013 di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah eksperimen dan deskriptif . Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif dan kualitatif. Subyek penelitiannya adalah siswa kelas XI IPA 2 yang berjumlah 27 orang dan siswa kelas XI IPA 3 yang berjumlah 27 orang. Kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah instrumen pembelajaran dan instrumen penelitian. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal-soal pretes dan postes, angket dan wawancara.
viii
ABSTRACT
Wilfrida Mayasti Obina. 2014. The Increasing of study result and interest of the students in learning physics using inquiry learning model by demonstration method at subjects Momentum and impulses in class XI science Pangudi Luhur senior high school Yogyakarta. Thesis. Physics Education Program, Department of Mathematics Education and Natural Science, Faculty of Teacher Training and Education. Yogyakarta: Sanata Dharma University.
The purposes of this reaserch are: 1) to determine whether there is an increase in student’s study’s result by using demonstration method. 2) to find out the difference on student’s study’s result between the one use demonstration method and the one use lecture method. 3) Student’s interest in learning physics using demonstration method.
This research was conducted in November to Desember 2013 in Pangudi Luhur senior high school Yogyakarta. This was an experiment and descriptive research which use quantitative and quantitative analysis method. The subjects of the study were students of class XI science 2 totaling 27 people and students of class XI science 3 totaling 27 people. Class XI science 2 was an experimental class and class XI science 3 was the control class. The instrument used on this research was of learning and research instrument. The research instruments used were the questions pretest and posttest, questionnaires and interviews.
The results showed that: 1) demonstration method can improve student’s study’s result. 2) demonstration method further improves student’s study’s result rather than lecture method on increasing the scare of study’s result. 3) Students are interested in learning using demonstration methods.
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur berlimpah penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, bimbingan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar dan Minat Siswa dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri dengan Metode Demonstrasi pada Pokok Bahasan Momentum dan Impuls di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Drs. Domi Severinus, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan setia dan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam seluruh upaya penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ignatius Edi Santosa, M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Sanata Dharma.
3. Rohandi, Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik.
4. Para dosen yang telah membimbing dan mengarahkan selama perkuliahan: Rm Prof. Dr. Paul Suparno, SJ, M.S.T.,Ir. Sri Agustini Sulandari, M.Si., Drs. Aufridus Atmadi, M.Si., Dwi Nugraheni R., M.Si., Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed., Ph.D., Dr. Drs. Vet. Asan Damanik, A. Prasetyadi, M.Si dan para karyawan JPMIPA serta Bapak Ngadiyono.
x
6. Bapak, Mama, Oma Din, Adik Ryan, Adik Reny dan Adik Risky dan keluarga besar yang selalu mendukung, memberikan kasih sayang dan mendoakan saya untuk mencapai cita-cita yang terbaik dalam hidup. 7. Sahabat-sahabat terdekat saya yaitu Nancy, Rinny, Dini dan Nathalia yang
selalu menyemangati, menghibur disaat galau dan kompak membantu dari masa perkuliahan sampai pada penyelesaian skripsi ini.
8. Keluarga kecil kost celeste yaitu kaka Ein, kaka Ayu, kaka Agnes, kaka Vetry, Nen, Ome, adik Dewi, Adik Sonia, Adik Sedis, Adik Grace dan Adik Cindy yang telah membantu penulis dengan caranya masing-masing dalam menyelesaikan skripsi dan kuliah.
9. Teman-teman seangkatan Pendidikan Fisika 2009 yang selalu saling memberikan semangat, saling membantu dan menghibur dalam menggapai cita-cita di kampus Universitas Sanata Dharma.
10.Teman-teman Himpunan Keluarga Flobamorata (HKF) yang selalu memberi semangat dan dukungan kasih sayang selama berada di Yogyakarta. “We are one”
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada saya. Kiranya Tuhan yang Maha Penyayang membalas segala kebaikkan Bapak, Ibu, Saudara/i semua. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Yogyakarta, 11 Juni 2014
Wilfrida Mayasti Obina
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Batasan Masalah ... 5
D. Tujuan Penelitian ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8
A. Filsafat Konstruktivisme ... 8
xii
2. Dampak konstruktivisme terhadap pembelajaran ... 10
B. Belajar dan Pembelajaran ... 11
1. Pengertian belajar dan pembelajaran ... 11
2. Hakikat belajar dan pembelajaran ... 13
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ... 15
4. Pemahaman awal siswa ... 16
5. Hasil belajar ... 17
C. Minat Belajar ... 23
1. Konsep minat belajar ... 23
2. Meningkatkan minat belajar ... 25
D. Model Pembelajaran Inkuiri ... 26
1. Pengertian ... 26
2. Prinsip-prinsip dalam penggunaan pembelajaran inkuiri ... 27
3. Langkah pelaksanaan pembelajaran inkuiri ... 28
4. Kesulitan dalam mengimplementasinya ... 31
5. Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran inkuiri ... 31
E. Metode Ceramah ... 32
1. Pengertian metode ceramah ... 32
2. Langkah-langkah menggunakan metode ceramah ... 33
3. Kelebihan dan kelemahan metode ceramah ... 35
F. Metode Demonstrasi ... 36
1. Pengertian metode demonstrasi ... 36
xiii
3. Tujuan demonstrasi dalam pendidikan IPA ... 40
4. Manfaat demonstrasi dari segi pendidikan ... 40
5. Persiapan dan pelaksanaan dalam metode demonstrasi ... 41
6. Keunggulan dan prasyarat dalam metode demonstrasi ... 43
G. Momentum dan Impuls ... 44
1. Konsep momentum dan konsep impuls ... 44
2. Hukum kekekalan momentum ... 46
3. Tumbukan ... 48
BAB III METODE PENELITIAN ... 56
A. Jenis Penelitian ... 56
B. Subyek Penelitian ... 57
C. Tempat dan Waktu penelitian ... 57
D. Prosedur Penelitian ... 57
E. Treatment ... 60
1. Treatment pada kelas kontrol ... 60
2. Treatment pada kelas eksperimen ... 61
F. Instrumen ... 61
1. Instrumen kegiatan pembelajaran ... 61
2. Instrumen pengumpulan data ... 62
G. Validitas Instrumen ... 69
H. Metode Pengumpulan Data ... 69
1. Data hasil belajar siswa ... 69
xiv
3. Data wawancara ... 70
I. Metode Analisis Data ... 71
1. Metode kuantitatif ... 71
2. Metode kualitatif ... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76
A. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 76
B. Data Penelitian dan Analisis ... 80
1. Data penelitian hasil belajar dan analisis hasil belajar ... 80
2. Data penelitian minat dan analisis minat ... 90
3. Transkip wawancara ... 91
C. Pembahasan ... 98
1. Pembahasan hasil belajar siswa dengan metode demonstrasi dan metode ceramah ... 98
2. Pembahasan minat siswa dalam belajar fisika dengan metode demonstrasi pada pokok bahasan momentum dan impuls ... 105
D. Keterbatasan penelitian ... 106
BAB V PENUTUP ... 108
A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 110
LAMPIRAN ... 113
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi soal pretes dan postes ... 63
Tabel 3.2 Pemberian bobot untuk pretes dan postes ... 64
Tabel 3.3 Kisi-kisi minat siswa belajar fisika menggunakan metode demonstrasi pada pokok bahasan momentum dan impuls ... 66
Tabel 3.4 Soal wawancara bagi siswa yang telah mengikuti pembelajaran dengan metode demonstrasi ... 68
Tabel 3.5 Interval minat ... 74
Tabel 3.6 Distribusi frekuensi minat siswa kelas eksperimen ... 74
Tabel 4.1 Jadwal pelaksanaan penelitian pada kelas eksperimen ... 78
Tabel 4.2 Jadwal pelaksanaan penelitian pada kelas kontrol ... 79
Tabel 4.3 Nilai pretes, nilai postes dan peningkatan hasil belajar untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 80
Tabel 4.4 Hasil uji normalitas menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov untuk pretes-postes dari kelas eksperimen ... 81
Tabel 4.5 Output bagian pertama uji t untuk uji homogenitas ... 83
Tabel 4.6 Output bagian kedua uji t untuk untuk uji homogenitas ... 83
Tabel 4.7 Output bagian pertama uji t untuk pretes-postes kelas eksperimen .... 85
Tabel 4.8 Output bagian kedua uji t untuk pretes-postes kelas eksperimen ... 85
Tabel 4.9 Output bagian ketiga uji t untuk pretes-postes kelas eksperimen ... 86
Tabel 4.10 Output bagian pertama uji t untuk pretes-postes kelas kontrol ... 87
Tabel 4.11 Output bagian kedua uji t untuk pretes-postes kelas kontrol ... 87
xvi
Tabel 4.13 Output bagian pertama uji t untuk membandingkan peningkatan hasil belajar ... 89 Tabel 4.14 Output bagian kedua uji t untuk membandingkan peningkatan hasil
belajar ... 89 Tabel 4.15 Tingkat minat siswa kelas eksperimen terhadap pembelajaran
fisika dengan metode demonstrasi pada pokok bahasan
momentum dan impuls ... 90 Tabel 4.16 Distribusi frekuensi minat siswa terhadap metode demonstrasi
pada pokok bahasan momentum dan impuls ... 105
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik hubungan antara F-t ... 45
Gambar 2.2 Dua buah bola yang bertumbukan ... 47
Gambar 2.3 Tumbukan antara dua bola ... 50
Gambar 2.4 Bola yang dijatuhkan ke atas lantai ... 52
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian dari Kampus ... 114
Lampiran 2. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Sekolah ... 115
Lampiran 3. Hasil Validasi Instrumen Penelitian dari Dosen ... 116
Lampiran 4. Hasil Validasi Instrumen penelitian dari Guru... 140
Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 165
Lampiran 6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 176
Lampiran 7. Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Konsep Momentum dan Konsep Impuls ... 187
Lampiran 8. Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Hukum Kekekalan Momentum ... 191
Lampiran 9. Jawaban Lembar Kerja Siswa (LKS) Tumbukan ... 194
Lampiran 10. Soal Pretes-Postes ... 199
Lampiran 11. Kunci Jawaban Soal Pretes-Postes ... 200
Lampiran 12. Hasil Pretes Siswa Kelas XI IPA 2 ... 203
Lampiran 13. Hasil Postes Siswa Kelas XI IPA 2 ... 207
Lampiran 14. Hasil Pretes Siswa Kelas XI IPA 3 ... 211
Lampiran 15. Hasil Postes Siswa Kelas XI IPA 3 ... 215
Lampiran 16. Hasil Angket Minat Siswa ... 219
Lampiran 17. Daftar Skor Minat Siswa ... 222
Lampiran 18. Soal Wawancara ... 223
xix
Lampiran 20. Daftar Nilai Siswa Kelas Kontrol ... 225 Lampiran 21. Foto-foto dalam Proses Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 226 Lampiran 22. Foto-foto dalam Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 228
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Secara nasional, kemampuan dan hasil belajar siswa SMP/SMA dalam bidang fisika belum sangat baik. Hal ini terlihat dari hasil rata-rata ujian nasional fisika yang belum memuaskan (Suparno, 2009:1). Faktanya materi fisika walaupun telah diujikan secara nasional sejak tahun 2008 namun hasil Ujian Nasional (UN) tahun 2009/2010 menyatakan bahwa bidang studi yang menyebabkan banyak siswa gagal ujian adalah matematika dan IPA khususnya fisika (Yakob, 2010). Ini menunjukan bahwa proses pembelajaran di bidang fisika belum berhasil secara baik.
Menurut Suparno (2009: 3), ada beberapa persoalan pendidikan fisika di Indonesia diantaranya adalah: (a) materi fisika dianggap sulit oleh siswa karena banyak rumus dan hitungannya, (b) guru fisika kurang profesional/menarik/dekat dengan siswa sehingga kurang membantu siswa untuk senang belajar fisika dan masih mengajar miskonsepsi, (c) pembelajaran fisika juga kurang meningkatkan gairah siswa belajar fisika, (d) ada sekolah yang belum lengkap fasilitas dan sarana pendidikan fisika.
Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Provinsi D.I. Yogyakarta menunjukan bahwa siswa merasa malas dan bosan dalam mengikuti pembelajaran fisika di kelas. Hal tersebut karena guru hanya mengajar dengan metode ceramah padahal sekolah telah menyediakan fasilitas seperti laboratorium IPA yang cukup lengkap dengan alat peraga fisika. Pembelajaran fisika yang hanya menggunakan metode ceramah tersebut merupakan faktor lain yang menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia kurang berkembang secara baik. Dalam proses pembelajaran, guru hendaknya menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi apa lagi fasilitas sekolah sangat mendukung.
Kita lihat bahwa dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah dan pihak yang bertanggungjawab sedang mengusahakan perbaikan di bidang pendidikan. Salah satu usaha pemerintah adalah mengubah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Namun di sisi lain masih ada para guru yang cenderung acuh tak acuh dalam mencari tahu informasi baru demi menciptakan suatu proses pembelajaran yang aktif. Akibatnya siswa hanya pasif dan menerima semua yang diberikan oleh gurunya. Sistem pendidikan yang seperti ini yang seharusnya dirubah karena Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.
3
hal ini sangat penting bagi perkembangannya pemikiran dan kematangan individu yang dapat bermanfaat bagi masyarakat”. Pengembangan pendidikan berkaitan pula dengan metode pembelajaran. Metode pembelajaran itu sendiri dideskripsikan sebagai langkah-langkah atau prosedur pembelajaran termasuk penilaian dalam rencana pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai. Salah satu metode pembelajaran yang relatif lebih bersifat konstruktivis karena memberikan kebebasan siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya adalah metode demonstrasi (Suparno, 2007).
Indrawati (1999) dalam Trianto (2011: 165) menyatakan bahwa suatu proses pembelajaran umumnya akan lebih efektif apabila diselenggarakan melalui model-model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Model pembelajaran berhubungan dengan gaya belajar peserta didik dan gaya mengajar guru. Salah satu model pembelajaran yang sangat bersifat konstruktivis adalah model inkuiri (Suparno, 2007: 65).
Dari uaraian di atas, hasil belajar siswa diharapkan dapat lebih ditingkatkan lagi bila guru mengajar dengan kreatif menggunakan model serta metode pembelajaran tepat serta sesuai dengan kondisi dan situasi siswa.
Selain itu siswa kurang berminat dalam belajar fisika. Sehingga guru juga perlu memperhatikan minat siswa dalam belajar, karena siswa yang berminat terhadap suatu hal atau obyek tertentu akan cenderung memberikan perhatian yang lebih besar terhadap subyek tersebut (Slameto, 2010).
khusus, unsur penting dalam pembelajaran yang baik adalah siswa yang belajar, guru yang mengajar, bahan pelajaran dan hubungan antara guru dan siswa (Suparno, 2007: 2). Sehingga untuk meningkatkan mutu pendidikan di Negara Republik Indonesia, perlu kerjasama semua pihak diantaranya pihak pemerintah, pihak sekolah, orang tua serta seluruh masyarakat Indonesia.
Dari berbagai permasalahan yang muncul dalam dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran fisika seperti yang telah diuraikan di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan tujuan dapat membantu mengatasi beberapa permasalahan dalam pembelajaran fisika. Penelitian ini berjudul: “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Pembelajaran Inkuiri Dengan Metode Demonstrasi Pada Pokok Bahasan Momentum Dan Impuls Di Kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta”.
5
kelas eksperimen, dan pokok bahasan yang diteliti juga berbeda yaitu listrik arus searah.
B. Rumusan Masalah
Dari beberapa masalah di atas, untuk mempersempit penelitian dan memperoleh hasil yang diinginkan maka peneliti memilih permasalahan yang mau diteliti adalah :
1. Apakah pembelajaran fisika menggunakan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta?
2. Apakah ada perbedaan peningkatan hasil belajar siswa antara pembelajaran yang menggunakan metode demonstrasi dan pembelajaran yang menggunakan metode ceramah pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta?
3. Bagaimana minat siswa dalam belajar fisika dengan menggunakan metode demonstrasi pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta?
C. Batasan Masalah
SMA Pengudi Luhur Yogyakarta. Hasil belajar yang diteliti adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki siswa dalam menguasai pokok bahasan momentum dan impuls.
D. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan yang mau diteliti di atas, maka tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui ada tidaknya peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan metode demonstrasi pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
2. Mengetahui perbedaan dalam peningkatan hasil belajar siswa antara menggunakan metode demonstrasi dan metode ceramah pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
3. Mengetahui minat siswa dalam belajar fisika dengan menggunakan metode demonstrasi pada pokok bahasan momentum dan impuls di kelas XI IPA SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa
7
serta meningkatkan sikap keingintahuan yang tinggi dalam diri siswa, tidak terlepas pula dapat meningkatkan semangat dan minat belajar fisika sehingga hasil belajar siswa pun dapat ditingkatkan.
2. Bagi Guru
Dapat menambah informasi mengenai penggunaan metode pembelajaran yaitu bagaimana hasil suatu proses pembelajaran bila diterapkan metode demonstrasi dan metode ceramah. Diharapkan guru dapat menyadari akan pentingnya variasi metode pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi siswa dan materi pembelajaran yang akan disampaikan agar siswa tidak menjadi malas dan bosan ketika mengikuti palajaran fisika.
3. Bagi calon guru
Dapat dijadikan pedoman untuk mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik yang mampu mendidik siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan memvariasikan proses pembelajaran yang lebih tepat, kreatif dan sesuai dengan situasi siswa.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Filsafat Konstruktivisme
1. Pengetahuan
Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi (Suparno, 2007: 8). Menurut filsafat konstruktivisme dalam Suparno (2007: 8), pengetahuan adalah suatu proses konstruksi berpikir seseorang dari pengalaman sebelumnya dengan sejauh apa yang dialaminya. Proses pembentukan ini akan terjadi secara terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Piaget dalam Suparno, 2007: 8).
Menurut von Glasersfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Struktur konsepsi tersebut dapat membentuk pengetahuan bila struktur ini dapat digunakan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman mereka ataupun ketika menghadapi persoalan-persoalan yang berkaitan dengan konsepsi tersebut (Suparno, 1997: 19).
Kemampuan yang diperlukan dalam proses konstruksi menurut von Glasersfeld antara lain (Suparno, 1997: 20):
9
dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut
b. Kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan. Kemampuan ini penting untuk menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman-pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan
c. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari pada yang lain. Dengan kemampuan ini, kita dapat memperoleh nilai dari pengetahuan yang kita bentuk.
Menurut Shapiro (Suparno, 1997: 21), tujuan kita mengetahui sesuatu yaitu untuk mengorganisasikan pengetahuan yang cocok dengan pengalaman hidup manusia, sehingga dapat digunakan bila berhadapan dengan tantangan dan pengalaman-pengalaman baru.
berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
2. Dampak konstruktivisme terhadap pembelajaran a. Dampak konstruktivisme bagi siswa
Kaum konstruktivis menjelaskan bahwa belajar adalah proses yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuanya (Suparno, 2007: 13). Hal ini berarti dalam proses belajar, siswa tidak hanya mengumpulkan fakta-fakta tetapi harus dapat menyesuaikan konsep baru yang diterimanya dengan kerangka berpikir yang telah dimiliki kemudian membuat kerangka pengertian yang baru. Dalam proses ini, siswa harus punya pengalaman seperti membuat hipotesa, mengetes hipotesa, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, meneliti, berdialog, dll.
Teori konstruktivisme sangat mempengaruhi bagaimana murid harus aktif belajar untuk membentuk pengetahuannya (Suparno, 2001). Siswa akan lebih mengerti dalam belajar apabila siswa tersebut dapat menemukan sendiri pengetahuannya. Sehingga
siswa perlu diberi kesempatan untuk mengungkapkan ide-ide,
gagasan atau pemahamannya mengenai apa yang sedang dipelajari.
Dengan demikian siswa pasti akan lebih mengingat dan memahami
11
b. Dampak konstruktivisme bagi guru
Menurut kaum konstruktivis, mengajar bukan sekedar memindahkan pengetahuan dari otak guru ke siswa melainkan mengajar merupakan kegiatan yang membantu siswa dalam membangun pengetahuannya (Suparno, 2007: 15). Oleh karena itu, dalam belajar dibutuhkan keaktifan baik dari guru maupun siswa. Sebab belajar yang baik terletak pada keaktifan dalam membentuk pengetahuan dimana peran guru adalah lebih sebagai mentor atau fasilitator, bukan pentransfer ilmu pengetahuan.
Untuk menciptakan suatu pembelajaran yang aktif, guru perlu mempelajari situasi siswa dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Bila siswa merasa nyaman dalam menerima suatu pembelajaran maka siswa tersebut akan aktif dan turut mengkonstruksikan bahan yang diterimanya. Guru yang mengajar juga perlu memiliki pengetahuan yang lebih luas di bidangnya. Dengan demikian guru dapat memahami pola pikir siswanya sehingga dapat mengarahkan siswa pada kerangka berpikir yang tepat.
B. Belajar Dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran a. Pengertian belajar
Seiring dengan perkembangan cara pandang seseorang dan pengalamannya terhadap belajar, maka definisi dari belajar pun telah mengalami perkembangan. Pandangan tradisional memandang bahwa belajar hanyalah sebatas usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. Sedangkan pandangan modern bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh pengetahuan serta proses perubahan tingkahlaku berkat interaksi dengan lingkungannya (Hanafiah dan Suhana, 2012). Pandangan modern ini didukung oleh pendapat dari Witherington yang menyatakan belajar adalah perubahan kepribadian yang berwujud pola-pola respon baru yang berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan (Hanafiah dan Suhana, 2012).
13
dimiliki sebelumnya sehingga dapat merubah kepribadian dan pola pikir seseorang.
b. Pengertian pembelajaran
Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang langsung dialami siswa (Winkel, 1991 dalam Siregar dan Nara, 2011).
Pendapat lain yaitu dari Gagne (Siregar dan Nara, 2011), Instruction is intended to promote learning, external situation need to be arranged to activate, support and maintain the internal processing that constitutes each learning event. Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu proses pembelajaran sengaja dilakukan dan dikendalikan oleh guru sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar sesuai harapan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut.
2. Hakikat Belajar dan Pembelajaran
tendency” yaitu tingkah laku sebagai hasil belajar itu cenderung permanen (Supriadie dan Darmawan, 2012: 27). Selanjutnya menurut Gagne, terdapat tiga unsur penting dalam belajar: pertama, unsur eksternal yang disebut sebagai stimulus dari lingkungan. Kedua, unsur internal yang menggambarkan kondisi diri dan proses kognitifnya dan ketiga, hasil belajar itu sendiri (Supriadie dan Darmawan, 2012: 29). Atas dasar itu maka seseorang yang melakukan belajar akan mengalami perubahan perilaku secara aktual dan potensial, perubahan perilaku dijadikan dasar bagi diperolehnya kemampuan baru, dan perubahan itu terjadi karena adanya usaha yang dilakukan secara sadar atau disengaja .
15
Tiga prinsip penting dalam proses pembelajaran menurut Bruce Weil (Hamruni, 2012: 45-47) yaitu: pertama, proses pembelajaran adalah usaha kreasi lingkungan yang dapat membentuk atau mengubah struktur kognitif siswa. Tujuan dari pengaturan lingkungan sendiri adalah untuk menyediakan pengalaman belajar yang memberi latihan-latihan penggunaan fakta-fakta dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, berhubungan dengan tipe-tipe pengetahuan yang harus dipelajari. Ada tiga tipe pengetahuan yaitu pengetahuan fisis, sosial dan logika. Ketiga, dalam proses pembelajaran harus melibatkan lingkungan sosial. Sebab melalui hubungan sosial, anak berinteraksi dan berkomunikasi berbagai pengalaman dan sebagainya yang memungkinkan mereka berkembang secara wajar.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto (2010):
a. Faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu. Faktor intern itu sendiri terdiri dari faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor kelelahan.
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern adalah faktor dari luar diri individu. Faktor ekstern itu sendiri terdiri dari faktor keluarga, faktor masyarakat dan faktor lingkungan.
4. Pemahaman Awal Siswa
Kegiatan belajar tidak hanya dilakukan seorang anak dalam lingkungan sekolah saja. Namun sejak seseorang dilahirkan ke dunia, ia telah memulai proses belajarnya dengan mempelajari apa yang ada disekitarnya. Dengan kata lain sebelum proses pembelajaran dilaksanakan di kelas, siswa telah memiliki berbagai pemahaman dan konsep tertentu dari pengalaman-pengalamannya. Pemahaman awal siswa ini belum tentu benar atau belum tentu juga salah.
Walaupun sekarang telah meggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) namun masih banyak guru yang menerapkan prinsip yang keliru bahwa siswa mengikuti pelajaran karena siswa tidak tahu apapun tentang materi yang akan dipelajari. Ibaratkan siswa merupakan kertas yang bersih tanpa tulisan, sehingga guru berperan sebagai satu-satunya sumber terpercaya dimana siswa tinggal mengikuti saja ajaran guru tanpa membangun pengetahuannya sendiri. Perlu diingat pula bahwa perkembangan teknologi masa kini seperti internet telah mempermudah siswa dalam mencari tahu materi-materi yang akan dipelajarinya di sekolah.
17
pemahaman awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada pembelajaran tersebut. Pemahaman awal siswa dapat diketahui dengan mengadakan pretes atau dapat pula guru megadakan tanya jawab secara lisan. Menurut Suparno (2005) dalam Yuniarsih (2008: 7), gagasan awal siswa dapat dilihat pula dengan menuliskan deskripsi, gambaran ilustrasi, membuat model, desain, cerita, dll.
Tujuan guru mengetahui pemahaman awal siswa adalah mengetahui apa konsep awal yang telah dimiliki oleh siswanya serta bagaimana cara siswa berpikir hingga dapat memiliki pemahaman tersebut. Sehingga apabila ada salah konsep dapat langsung diperbaiki untuk dapat terhindar dari miskonsepsi. Selain itu guru juga dapat mengarahkan siswa untuk dapat membentuk atau mengkonstruksikan pengetahuan baru dari pengalaman yang telah diperolehnya.
5. Hasil Belajar
atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian tujuan pembelajaran berupa kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa baik dari aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap) dan aspek psikomotorik (keterampilan) dimana perubahan tersebut bersifat menetap setelah mengikuti proses pembelajaran.
Hasil-hasil belajar itu sendiri adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Hamalik, 2013: 31). Hasil belajar siswa dapat diukur dari hasil tes dan juga perubahan tingkah lakunya.
Adapun faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor siswa sendiri meliputi kemampuan berpikir, motivasi, minat dan kesiapan siswa serta faktor lingkungan yang meliputi sarana dan prasarana, kompetensi dan kreativitas guru, sumber belajar, metode serta dukungan dari lingkungan dan keluarga.
Menurut B. S. Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan motorik (Wilkel, 2009). Penjelasan untuk masing-masing ranah tersebut adalah:
a. Ranah kognitif 1) Pengetahuan
19
2) Pemahaman
Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dari bahan yang dipelajari. Dalam hal ini, siswa mampu untuk menjelaskan makna isi pokok dari suatu bacaan, siswa juga mampu mengubah rumus matematika ke dalam kata-kata, serta mengubah data ke dalam bentuk grafik, dll.
3) Penerapan
Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus yang konkret dan baru. Kemampuan ini dinyatakan dalam aplikasi rumus atau suatu metode kerja pada kasus yang belum pernah dihadapi.
4) Analisis
Mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan atau kemampuan mengurai bagian-bagian atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan relasi antara semua bagian itu.
5) Sintesis
selain itu siswa mampu merencanakan, mengorganisasikan, membentuk suatu bangunan baru.
6) Evaluasi
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan ini dinyatakan dengan siswa mampu memberikan penilaian terhadap suatu hal dengan kriteria tertentu dan juga mampu mempertanggungjawabkan kepada orang lain. Kemampuan evaluasi mencakup juga kelima kemampuan ranah kognitif di atas.
b. Ranah afektif
Kemampuan pada ranah afektif terdiri dari:
1) Penerimaan
Mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan itu. kemampuan ini dinyatakan dengan kesediaan siswa dalam mendengarkan pertanyaan guru, mendengarkan penjelasan guru atau memandangi gambar peta geografi di dinding kelas, dll.
2) Partisipasi
21
dengan memberikan suatu reaksi terhadap rangsangan yang disajikan, seperti membaca dengan suara nyaring bacaan yang ditunjuk oleh guru.
3) Penilaian/penentuan
Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu. Mulai dibentuk suatu sikap seperti menerima, menolak atau mengabaikan, selanjutnya sikap tersebut akan dinyatakan dalam tingkahlaku yang konsisten dengan sikap batinnya. 4) Organisasi
Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditepatkan pada suatu skala nilai tertentu, maksudnya adalah mampu menyeimbangkan antara kebebasan (kepentingan pribadi) dengan kewajiban (kepentingan umum).
5) Pembentukan pola hidup
mencurahkan waktu untuk belajar/bekerja, tugas menjaga kesehatan dirinya sendiri,dll.
c. Ranah psikomotorik 1) Persepsi
Mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan. Dinyatakan oleh kemampuan yang sadar akan hadirnya suatu stimulus dan dapat membedakan stimulus tersebut dengan yang lainnya. Contohnya siswa mampu membedakan antara huruf b dan d.
2) Kesiapan
Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakkan. Misalnya siswa akan mampu menempatkan dirinya dalam menyiapkan diri sebelum memulai pelajaran.
3) Gerakan terbimbing
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan.
4) Gerakan yang terbiasa
23
5) Gerakan kompleks
Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan yang terdiri dari beberapa komponen dengan lancar, tepat dan efisien. Kemampuan ini merupakan gabungan dari beberapa subketerampilan sehingga menjadi gerak-gerik yang terampil.
6) Penyesuaian pola gerakan
Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran.
7) Kreativitas
Mencakup kemampuan melahirkan atau menciptakan pola gerak-gerik baru atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya orang yang berketerampilan tinggi dan berani berpikir kreatif yang dapat mencapai tingkat ini.
C. Minat Belajar
1. Konsep minat belajar
Menurut Susanto (2013: 57), minat merupakan kecenderungan jiwa
seseorang terhadap sesuatu obyek, biasanya disertai dengan perasaan
senang karena itu merasa ada kepentingan dengan sesuatu itu. Hilgard
dalam Slameto (2010: 57) memberikan rumusan tentang minat yaitu:
“interest is persisting tendency to pay attention to and enjoy some
activity or content”. Dari rumusan Hilgard ini, dapat dikatakan bahwa
suatu kegiatan yang diminati oleh seseorang tentunya akan mendapat
perhatian khusus oleh orang tersebut dengan perasaan senang.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa minat adalah adanya rasa
ketertarikan seseorang atau kecenderungan seseorang yang tetap untuk
memperhatikan suatu hal atau kegiatan yang dijalani dengan perasaan
senang karena merasa ada kepentingan dari kegiatan tersebut.
Adapun beberapa ciri-ciri minat menurut Elizabeth Hurlock (1990)
dalam Susanto (2013: 62) yang berkaitan dengan belajar antara lain:
minat tergantung pada kegiatan belajar dan kesempatan belajar.
Kesiapan dalam suatu pembelajaran dan kesempatan belajar yang
diberikan kepada seseorang dapat meningkatkan minat belajar
seseorang karena tidak semua orang dapat menikmatinya. Tak jauh
berbeda dengan Slameto (2010: 57) yang menegaskan bahwa minat
berpengaruh terhadap belajar, karena bahan pelajaran yang sesuai
dengan minat siswa akan memberi daya tarik bagi siswa untuk belajar.
Adanya daya tarik ini, akan mempermudah siswa dalam belajar dan
yang dipelajari akan lebih diingat. Ini berarti tugas guru fisika untuk
lebih pandai memvariasikan metode mengajar yang sesuai dengan
situasi siswa, menyiapkan bahan ajar yang dikaitkan dengan cita-cita
atau hal yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari siswa, sehingga
25
2. Meningkatkan minat siswa
Menurut beberapa ahli pendidikan, cara yang paling efektif untuk
membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan
menggunakan minat-minat yang telah dimiliki siswa (Slameto, 2010:
180-181). Ini berarti guru terlebih dahulu mencari tahu minat yang
telah dimiliki siswa.
Guru dapat mengetahui minat siswa yang diekspresikan melalui
pernyataan dan partisipasi siswa yang lebih menyukai suatu hal
dibandingkan dengan hal lainnya. Misalnya siswa menaruh minat pada
bidang olahraga sepak bola dan guru akan mengajar pelajaran fisika
tentang gerak parabola, berarti guru dapat memulai pembelajaran
dengan menceritakan soal tendangan-tendangan pemain sepak bola
untuk menarik perhatian siswa lalu perlahan-lahan mulai mengaitkan
tendangan pesepak bola dengan materi gerak parabola kemudian mulai
diarahkan ke dalam pelajaran yang sesungguhnya.
Selain menggunakan minat yang sudah ada, guru juga dapat
membentuk minat baru dengan menghubungkan bahan pengajaran
dengan suatu berita yang sensasional yang sudah diketahui kebanyakan
siswa (Rooijakkers, 1980 dalam Slameto, 2010). Adapun cara lain
untuk membangkitkan minat siswa dengan memberikan hadiah atau
pujian kepada siswa yang berhasil mengerjakan suatu tugas atau bagi
siswa yang memperoleh nilai yang bagus, karena pujian atau hadiah
dapat mendorong siswa untuk lebih giat belajar.
D. Model Pembelajaran Inkuiri
1. Pengertian
Arends (1997) dalam Trianto (2011) menyatakan “the term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its goals, syntax, environment and management system” yang berarti bahwa istilah model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termaksud tujuannya, sintaksnya, lingkungan dan sistem pengelolaannya. Sehingga model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pendekatan, metode, strategi pembelajaran. Menurut Joyce, pengertian dari model pembelajaran itu sendiri adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termaksud di dalamnya buku-buku, film, kurikulum, dll (Hamruni, 2012). Model pembelajaran Inkuiri adalah salah satu model pembelajaran yang sangat konstruktivis.
27
pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Dari pengertian, pembelajaran inkuiri sangat membutuhkan keaktifan guru sebagai fasilitator dan keaktifan siswa dalam bertanya, mencari tahu, menganalisis serta mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang dipelajari. Dengan terlibat langsung seperti ini diharapkan siswa semakin banyak memiliki pengetahuan yang luas, cara berpikir logis dan sistematis, sehingga sumber daya manusia semakin meningkat.
2. Prinsip-prinsip dalam penggunaan pembelajaran inkuiri menurut
Sanjaya (2006):
a. Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari inkuiri adalah pengembangan kemampuan
berpikir. Dimana keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak
hanya berorientasi pada hasil belajar , tetapi juga berorientasi pada
proses belajar.
b. Prinsip interaksi
Pada dasarnya, proses pembelajaran dimulai dengan proses
interaksi. Oleh sebab itu, saling interaksi antara guru, siswa dan
lingkungan sangat memiliki peranan yang penting. Dengan
interaksi orang mendapatkan banyak pengalaman untuk
pembelajaran di hidupnya.
c. Prinsip bertanya
Dalam pembelajaran inkuiri, tidak hanya guru yang harus
memberikan pertanyaan kepada siswa tetapi bagaimana guru dapat
membuat siswa menjadi banyak bertanya, karena dengan bertanya
siswa akan berpikir dan mencari tahu jawaban yang ditanyakannya.
d. Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar itu bukan hanya mengingat sejumlah fakta, namun
belajar adalah proses berpikir (learning how to think) yaitu proses mengembangkan potensi seluruh otak manusia sehingga ada
keseimbangan antara otak kiri dan otak kanan.
e. Prinsip keterbukaan
Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus
dibuktikan kebenarannya. Dalam pembelajaran inkuiri, perlu ada
sikap keterbukaan terhadap informasi-informasi baru yang
diperoleh dan juga sikap jujur mengakui bila mengalami kegagalan
atau melakukan kesalahan dalam penelitian.
29
a. Orientasi
Langkah orientasi adalah langkah untuk membina suasana atau
iklim pembelajaran yang responsif. Pada tahap ini guru
merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir dan memecahkan
masalah. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam tahap ini:
1) Menjelaskan topik, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan
dapat dicapai oleh siswa
2) Menjelaskan pokok-pokok kegiatan yang harus dilakukan
siswa untuk dapat mencapai tujuan
3) Menjelaskan pentingnya topik dan kegiatan belajar
(memberikan motivasi)
b. Merumuskan masalah
Merumuskan masalah merupakan langkah membawa siswa
pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Dengan masalah
ini, siswa didorong untuk dapat mencari jawabannya. Proses
mencari jawaban ini sangat penting dalam pembelajaran inkuiri.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Masalah lebih baik bila dirumuskan sendiri oleh siswa. Guru
dapat hanya memberikan topik dan siswa yang merumuskan
sendiri masalahnya. Hal ini akan membuat siswa penasaran
dan termotivasi untuk mencari tahu jawabannya
2) Masalah yang dikaji mengandung teka-teki yang jawabannya
pasti. Guru disini tugasnya memberikan dorongan yang
mengarahkan, agar siswa merumuskan masalah
c. Membuat hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan
yang sedang dikaji. Untuk memperoleh hipotesis, guru perlu
memberikan pertanyaan-pertanyaan sehingga mendorong siswa
untuk berpikir secara rasional dan logis sehingga dapat
merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari
permasalahan yang sedang dikaji.
d. Mengumpulkan data
Dalam tahap ini siswa melakukan kegiatan mengumpulkan
data berupa mencari informasi sebanyak-banyaknya untuk
membuktikan apakah hipotesis mereka benar atau tidak. Mencari
informasi dapat dengan sumber apapun yang penting dari sumber
terpercaya dan sesuai dengan masalah yang dikaji.
e. Menganalisis data
Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis untuk
memperoleh kebenaran dari masalah yang dikaji. Kadang sangat
baik bila data dikelompokan menurut: data yang dapat menguatkan
31
f. Merumuskan kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan
temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika guru melibatkan siswa
dalam mengambil kesimpulan serta guru menunjukkan data-data
yang tidak relevan untuk dapat menjawab permasalahan yang
dikaji.
4. Kesulitan dalam mengimplementasinya
Model pembelajaran inkuiri masih merupakan model belajar yang
baru sehingga ada beberapa kesulitan yang dapat ditemui (Hamruni,
2012): Model pembelajaran ini menekankan pada proses belajar dan
hasil belajar. Padahal dalam dunia pendidikan telah tertanam kebiasaan
dalam pikiran siswa bahwa belajar merupakan penerimaan materi dari
guru sebagai sumber belajar utama. Ini membuat siswa menjadi pasif,
jarang berpikir dan mengungkapkan gagasan-gagasan yang
dimilikinya.
5. Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran inkuiri
a. Keunggulan model pembelajaran inkuiri menurut Hanafiah dan
Suhana (2012); Hamruni (2012):
1) Menekankan pada pengembangan aspek kognitif, afektif dan
psikomotor secara seimbang
2) Memberikan kesempatan siswa untuk belajar sesuai dengan
gaya belajarnya
3) Peserta didik mamperoleh pengetahuan secara individual
sehingga dapat dimengerti dan selalu diingat
4) Mampu melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan
di atas rata-rata, sehingga siswa yang memiliki kemampuan
belajar bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah
dalam belajar
5) Memperkuat dan menambah kepercayaan diri siswa karena
menemukan sendiri
6) Membangkitkan motivasi dan gairah belajar peserta didik
untuk lebih giat lagi
b. Kelemahan model pembelajaran inkuiri menurut Hanafiah dan
Suhana (2012); Hamruni (2012):
1) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental serta
berani untuk mengetahui keadaan sekitarnya
2) Guru dan siswa perlu beradaptasi terlebih dahulu karena guru
sudah terbiasa menggunakan metode ceramah
3) Guru sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa
4) Terkadang memerlukan waktu yang panjang sehingga guru
sulit menyesuaikannya.
E. Metode Ceramah
1. Pengertian Metode Ceramah
33
pelajaran kepada peserta didik untuk tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Suparno (2007) dan Sanjaya (2006), metode ceramah adalah cara guru menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan dan penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Dalam metode ceramah, siswa hanya mendengarkan guru yang berceramah tentang materi serta menngerjakan soal yang diberikan oleh guru. Sampai saat ini pun banyak guru yang selalu menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran dengan alasan tertentu.
2. Langkah-langkah Menggunakan Metode Ceramah (Sanjaya, 2006): a. Tahap persiapan
1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai
Pada tahap awal, guru harus merumuskan tujuan secara jelas yang mau dicapai dalam proses pembelajaran
2) Menentukan pokok-pokok materi
Pada tahap ini, guru perlu menyiapkan pokok-pokok materi yang mau disampaikan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru juga perlu menyiapkan ilustrasi-ilustrasi yang relevan untuk memperjelas informasi yang akan disampaikan
3) Mempersiapkan alat bantu
Dalam metode ceramah, guru pun perlu mempersiapkan alat bantu yang dapat menghindari kesalahan persepsi dari siswa. Misalnya alat bantu berupa media grafis.
b. Tahap pelaksanaan 1) Langkah pembukaan
a) Yakinlah bahwa siswa memahami tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu, guru perlu mengemukakan terlebih dahulu tujuan yang harus dicapai oleh siswa.
b) Lakukan langkah apersepsi yaitu menghubungkan materi pelajaran yang lalu dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Tujuannya untuk menciptakan kondisi agar materi pelajaran itu mudah masuk dan menempel di otak. 2) Langkah penyajian
a) Memperhatikan kontak mata dengan siswa secara terus menerus sehingga siswa lebih memperhatikan penjelasan dan siswa merasa dihargai oleh guru
b) Gunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna oleh siswa
c) Sajikan materi pembelajaran secara sistematis agar mudah ditangkap siswa
35
e) Jagalah agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar
3) Langkah mengakhiri atau menutupi
a) Membimbing siswa untuk menarik kesimpulan atau merangkum materi pelajaran yang baru saja disampaikan b) Merangsang siswa untuk menanggapi atau memberi
semacam ulasan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan
c) Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa menguasai materi pembelajaran yang baru saja disampaikan.
3. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah (Sanjaya, 2006): a. Kelebihan metode ceramah
1) Merupakan metode mengajar yang murah karena tidak membutuhkan peralatan yang lengkap dan lebih mengandalkan suara guru
2) Dalam waktu yang singkat, guru dapat mengajarkan banyak materi sekaligus
3) Guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang akan lebih ditonjolkan saat mengajar
5) Organisasi kelas dapat diatur dengan sederhana karena siswa cukup mengikuti pembelajaran dengan duduk di tempat duduk saja
b. Kelemahan metode ceramah
1) Materi yang diperoleh siswa terbatas pada pengetahuan yang dikuasai oleh guru
2) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur dengan baik akan membuat siswa menjadi cepat bosan untuk belajar
3) Guru sangat sulit mengetahui apakah seluruh siswa telah mengerti dengan materi yang disampaikan karena siswa jarang bertanya
4) Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat membuat siswa salah memahami konsep yang disampaikan, karena tidak semua siswa memiliki kemampuan menangkap materi melalui pendengaran.
Metode ceramah sebaiknya digabungkan dengan metode pembelajaran yang lain seperti metode eksperimen, permainan, dll supaya siswa dapat lebih aktif belajar dan berpikir membangun pengetahuan
F. Metode Demonstrasi
1. Pengertian Metode Demonstrasi
37
berasal dari kata demonstration yang berarti pertunjukan. Metode demonstrasi diartikan sebagai pendekaan visual agar siswa dapat mengamati proses, informasi, peristiwa, alat dalam pelajaran fisika (Suparno, 2007). Selain itu menurut Sanjaya (2006: 152), metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukan kepada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan/atau mengamati proses, informasi, peristiwa atau alat tertentu, baik alat sebenarnya atau hanya sekedar alat tiruan.
Metode demonstrasi dapat bersifat konstruktivis bila dalam demonstrasi guru tidak hanya menunjukan proses atau hanya menerangkan alatnya, tetapi disertai banyak pertanyaan yang mengajak siswa berpikir dan menjawab semua persoalan yang diajukan (Suparno, 2007).
2. Fungsi Demonstrasi
Fungsi demonstrasi dalam proses pembelajaran menurut Arvina (2008) meliputi: demonstrasi sebagai pembangkit masalah, pembangkit motivasi belajar, pembentukan sikap dan pembentukan keterampilan proses.
a. Demonstrasi sebagai pembangkit masalah
Demonstrasi yang dapat membangkitkan masalah-masalah atau pertanyaan-pertanyaan sangat baik untuk mengawali atau membuka proses pembelajaran. Sehingga sebelum melakukan demosntrasi, sebaiknya diawali dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa mulai berpikir dan mulai membuat hipotesis sementara untuk demonstrasi yang akan dilaksanakan.
b. Demonstrasi sebagai pembangkit motivasi belajar
Menurut Hanafiah dan Suhana (2012), motivasi belajar merupakan suatu kekuatan, daya pendorong dan keinginan yang kuat dalam peserta didik untuk belajar secara aktif, kreatif, menyenangkan dan inovatif. Mereka juga berpendapat mengenai prinsip motivasi yaitu motivasi belajar peserta didik akan berkembang bila disertai dengan penerapan metode pembelajaran yang bervariasi, selain itu motivasi yang besar dapat megoptimalkan potensi dan prestasi belajar peserta didik.
39
Oleh karena itu, metode pembalajaran demonstrasi yang mengaktifkan siswa baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor sangat diharapkan untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat tercapai.
c. Demonstrasi sebagai pembentukan sikap
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari dan menentukan individu bereaksi terhadap suatu situasi atau suatu obyek serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan (Slameto, 2010). Pengertian ini menunjukan bahwa informasi yang diterima oleh seseorang merupakan kondisi pertama untuk sikap. Bila informasi yang diperoleh ditanggap bernilai positif, maka orang tersebut akan bersikap positif begitupun sebaliknya. Metode demonstrasi merupakan cara yang tepat untuk menyampaikan informasi-informasi positif karena siswa dan guru dapat berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung. Hal demikian berarti dengan demonstrasi dapat membentuk sikap siswa yang positif.
d. Demonstrasi sebagai pembentukan keterampilan proses
merumuskan hipotesis, mengolah data, menyimpulkan serta menguji kesimpulan dan menerapkannya.
Selain itu, siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapat secara bebas. Bila ada pendapat yang berbeda dalam suatu masalah, pastilah akan membuat siswa berpikir bersama untuk menerima pendapat mana yang lebih tepat. Dengan demikian demonstrasi dapat membentuk keterampilan proses bagi para siswanya, dimana keterampilan ini dapat digunakannya dalam menghadapi berbagai persoalan di kehidupan sehari-hari.
3. Tujuan Demonstrasi dalam pendidikan IPA (Ed van den Berg, dkk, 1991 )
a. Melatih keterampilan siswa untuk mengamati, menalar mengenai hasil percobaan, merumuskan kesimpulan dan menjelaskan hasil percobaan
b. Menghidupkan pelajaran dan mendorong minat siswa c. Meningkatkan daya paham dan ingat siswa
4. Manfaat Demonstrasi dari segi pendidikan: (Ed van den Berg, dkk, 1991 )
a. Dapat menghidupkan pelajaran
b. Dapat mengaitkan teori dengan peristiwa alam yang terjadi dalam lingkungan sekitar kita
41
d. Demonstrasi dan hasilnya seringkali lebih mudah diingat siswa 5. Persiapan dan Pelaksanaan dalam Metode Demonstrasi
a. Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan demonstrasi, guru sebaiknya mempersiapkan segala keperluan untuk demonstrasi seperti mempersiapkan materi, indikator, peralatan, bahan, peristiwa, ruang yang memungkinkan dilaksanakan demonstrasi dan memperhitungkan waktu.
Menurut Sanjaya (2006) dan Suparno (2007), beberapa persiapan yang dapat dilakukan oleh guru:
1) mengidentifikasi konsep atau prinsip fisika yang mau diajarkan, kemudian merumuskan tujuan yang harus dicapai oleh siswa setelah proses demonstrasi berakhir yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu
2) prinsip yang mau dijelaskan sebaiknya pendek atau tidak terlalu panjang sehingga siswa mudah memahaminya
3) pertanyaan-pertanyaan untuk siswa perlu disiapkan agar terarah 4) rencanakan agar siswa sungguh terlibat dalam proses
demonstrasi. Misalkan dalam pelajaran pengukuran, siswa diminta maju ke depan untuk mengukur sendiri apa yang sedang diukur dalam demonstrasi.
5) lakukan uji coba demonstrasi sebelum pelajaran dimulai agar tidak terjadi kegagalan
b. Tahap Pelaksanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap pelaksanaan demonstrasi (Sanjaya, 2006):
1) Langkah pembukaan
a) Aturlah duduk yang memungkinkan semua siswa dapat memerhatikan dengan jelas apa yang didemonstrasikan b) Kemukakan tujuan yang harus dicapai siswa. Tuliskan
tujuan pada papan tulis agar siswa menjadi jelas dan dapat berpikir secara fokus
c) Kemukakan apa yang akan dilakukan serta tugas-tugas yang harus dilakukan oleh siswa
2) Langkah pelaksanaan demonstrasi
a) Ciptakan suasana yang tidak menegangkan tetapi menyejukan
b) Mulailah dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga siswa dapat berpikir. Berikan waktu setelah bertanya agar siswa dapat berpikir sebentar
c) Siswa diminta untuk membuat hipotesis
43
e) Berikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif memikirkan lebih lanjut sesuai dengan apa yang dilihat dan diamati.
3) Langkah mengakhiri demonstrasi
a) Dalam mengambil kesimpulan, siswa dibiarkan terlebih dahulu mengungkapkan kesimpulannya. Setelah itu guru dapat menambahi yang belum lengkap
b) Dapat diakhiri juga dengan tugas-tugas tertentu untuk lebih meyakinkan apakah siswa memahami proses demonstrsi itu atau tidak.
6. Keunggulan dan Prasyarat dalam Metode Demonstrasi
a. Keunggulan Metode Demonstrasi (Sanjaya, 2006):
1) Terjadinya verbalisme dapat dihindari sebab siswa disuruh langsung memperhatikan bahan pelajaran yang dijelaskan 2) Proses pembelajaran akan lebih menarik, sebab siswa tidak
hanya mendengar tetapi juga melihat peristiwa yang terjadi 3) Dengan mengamati secara langsung, siswa memiliki
kesempatan untuk membandingkan teori dengan kenyataan 4) Demonstrasi dapat diajar secara terpadu dengan teori (Ed van
den Berg, dkk, 1991 )
b. Prasyarat dalam Metode Demonstrasi:
1) Memerlukan persiapan yang lebih matang, sebab demonstrasi dapat gagal bila tanpa persiapan
2) Demonstrasi memerlukan kemampuan dan keterampilan guru yang khusus, sehingga guru dituntut untuk bekerja yang profesional.
Kunci keberhasilan dari metode demonstrasi adalah interaksi antara guru dan siswa. Melalui interaksi, guru dapat mengenal pikiran siswa dan mengoreksinya jika ada kesalahan.
G. Materi Pelajaran Momentum dan Impuls
(Sunardi dan Irawan, 2010; Purwoko dan Fendi, 2006)
1. Konsep momentum dan konsep impuls
a. Momentum
Momentum didefinisikan sebagai hasil kali massa benda dengan kecepatan gerak benda tersebut. momentum dimiliki oleh benda yang bergerak. Momentum merupakan besaran vektor yang searah dengan kecepatan benda.
Persamaan momentum:
Keterangan: p = momentum (Kg m/s) m = massa (Kg)
v = kecepatan (m/s)
b. Impuls
Impuls didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dengan waktu selama gaya tersebut bekerja pada benda. Impuls termaksud besaran vektor yang arahnya sama dengan arah gaya. Gaya impulsif
momentum. Untuk menjabarkan hubungan antara impuls dengan perubahan momentum, diambil arah gerak mula-mula sebagai arah positif dengan menggunakan hukum II Newton:
F = m . a
F = m (v2 – v1) / ∆t F.∆t = m.v2 – m.v1
Dari persamaan di atas dapat ditunjukan F.∆t adalah impuls gaya dan m.v2 – m.v1 adalah perubahan momentum. Sehingga impuls gaya pada suatu benda sama dengan perubahan momentum benda tersebut yang secara matematis yaitu:
F.∆t = m.v2 – m.v1 I = p2 – p1 I = ∆p
Jadi persamaan hubungan antara impuls dengan momentum adalah:
Keterangan:
F = gaya (N), ∆t = selang waktu (s), m = massa (Kg), v1 = kecepatan awal (m/s), v2 = kecepatan akhir (m/s)
2. Hukum kekekalan momentum
Pada suatu keadaan dimana sistem tidak dipengaruhi impuls dari luar, maka pada sistem berlaku hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan momentum menyatakan bahwa “jika tidak ada gaya luar
47
yang bekerja pada sistem, maka momentum total sesaat sebelum tumbukan sama dengan momentum total sesudah tumbukan”.
Gambar 2.2 Dua buah bola yang bertumbukan
(a) Dua buah bola biliar dengan massa masing-masing m1 dan m2, bergerak pada satu garis lurus dan searah dengan kecepatan v1 dan v2; (b) Pada saat bertumbukan, bola 1 menekan bola 2 dengan gaya F12 ke kanan selama ∆t, sedangkan bola 2 menekan bola 1 dengan gaya F21 yang arahnya berlawanan; (c) Setelah bertumbukan, kecepatan masing-masing menjadi v1’ dan v2’.
Pada saat kedua bola bertumbukan seperti pada gambar 2.2, berdasarkan hukum III Newton dapat dirumuskan:
Faksi + Freaksi = 0
Keterangan:
m1 = massa benda 1 (Kg) m2 = massa benda 2 (Kg)
v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) v1’ = kecepatan benda 1 setelah tumbukan (m/s) v2 = kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s) v2’ = kecepatan benda 2 setelah tumbukan (m/s)
Hukum kekekalan momentum berlaku untuk interaksi dua benda sebagai berikut:
1. Peristiwa bergeraknya senapan ke belakang ketika peluru meledak 2. Prinsip roket
3. Tumbukan dua benda
3. Tumbukan
Tumbukan merupakan peristiwa yang dapat terjadi pada saat benda yang bergerak mengenai benda lain yang sedang bergerak atau diam. Pada tumbukan dua benda yang biasa terjadi akan melibatkan gaya yang sangat besar sehingga dapat mengakibatkan perubahan bentuk benda yang bertumbukan dan seringkali terlihat cukup nyata. Pada setiap tumbukan selalu berlaku hukum kekekalan momentum, tetapi tidak selalu berlaku hukum hukum kekekalan energi kinetik karena sebagian energi mungkin diubah menjadi energi panas atau energi
49
digunakan untuk merubah bentuk suatu benda yang saling bertumbukan.
Dalam membahas energi yang diubah menjadi panas, bunyi atau perubahan bentuk benda; perubahan energi ini lebih dikenal dengan energi yang hilang setelah terjadi tumbukkan. Energi ini dapat dirumuskan sebagai:
v1’ = kecepatan benda 1 setelah tumbukan (m/s), v2= kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s), v2’= kecepatan benda 2 setelah tumbukan (m/s) Jenis-jenis tumbukan
Berdasarkan sifat kelentingan benda, tumbukan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
a) Tumbukan Lenting Sempurna
51
persamaan (2) dibagi dengan persamaan (1) menjadi: v1’ + v1 = v2’ + v2
v1 – v2 = - (v1’ – v2’)……….(3) persamaan (3) menunjukan bahwa pada tumbukan lenting sempurna, laju relatif kedua partikel setelah tumbukan mempunyai besar yang sama seperti sebelum tumbukan, tetapi arahnya berbeda atau berlawanan tidak peduli berapapun besar massa bola.
Dari persamaan (3), dapat diperoleh koefisien restitusi: v1 – v2 = - (v’1 – v’2)
∆v = - ∆v’
1 = ∆ ′ ∆
Rasio ∆ ′
∆ inilah yang didefinisikan sebagai koefisien restitusi. Koefisien restitusi (diberi lambang e) adalah negatif perbandingan antara kecepatan relatif sesaat sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif sesaat sebelum tumbukan. Koefisien restitusi tumbukan lenting sempurna:
Keterangan:
e = koefisien restitusi
v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) v1’ = kecepatan benda 1 setelah tumbukan (m/s) v2= kecepatan benda 2 sebelum tumbukan (m/s) v2’= kecepatan benda 2 setelah tumbukan (m/s)
e = ∆
∆ = = 1
53
Hukum kekekalan energi mekanik:
Energi kinetik = Energi potensial
Persamaan koefisien restitusi untuk gerak jatuh bebas dapat diperoleh:
(karena v1 = dan v1’ = - 2 )
Keterangan:
e = koefisien restitusi
v1 = kecepatan benda 1 sebelum tumbukan (m/s) v1’ = kecepatan benda 1 setelah tumbukan (m/s) h1= tinggi benda sebelum tumbukan (m)
h2= tinggi benda setelah tumbukan (m)
Koefisien restitusi untuk tumbukan lenting sebagian adalah:
Ciri-ciri tumbukan lenting sebagian: 0 < e < 1
v =
e = ∆
∆ =
e = =