• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR. Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum. diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR. Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum. diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

iii Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo

KATA PENGANTAR

Penerbitan Buku Laporan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 diharapkan dapat menambah hasanah naskah ilmiah akademik terhadap tingkat partisipasi khususnya di Provinsi Gorontalo yang tentunya dapat membantu bagaimana ukuran pembangunan demokrasi secara luas berjalan baik atau tidak.

Riset Partisipasi Pemilih ini menggunakan metodologi pendekatan kuantitatif melalui teknik survei dengan pengujian hasil riset mendeskripsikan sesuai atau tidaknya sebuah teori/ kerangka pemikiran dan konsep dasar pelaksanaan pemilu 2014. Dengan melibat 4.338 responden berada di 77 kecamatan dan 218 kelurahan/ desa di Provinsi Gorontalo yang dipilih secara stratifed random sampling dengan margin error ±3% dan tingkat kepercayaan 95%.

Semoga data yang disajikan dalam buku Riset Partisipasi Pemilih ini akan bermanfaat bagi semua stakeholder dan masyarakat sebagai informasi dan dokumentasi hasil Pemilihan Umum Tahun 2014. Akhir kata, dengan segala keterbatasan dan kekurangan penyajian laporan Hasil Riset Partisipasi Pemilih Tahun 2014 ini, kami memohon maaf dan demi kesempurnaan kegiatan serupa kedepan diharapkan masukan dari semua pihak kearah yang lebih baik.

Gorontalo, November 2015

(3)

iii Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo

SAMBUTAN

KETUA KPU PROVINSI GORONTALO

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allat SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Buku Hasil Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 ini dapat diselesaikan dengan baik. Hasil riset ini tentunya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Gorontalo beserta jajarannya sebagai upaya pengkajian secara ilmiah dengan menggunakan medote penelitian yang terukur secara akademik untuk menilai tingkat partisipasi pemilih di Provinsi Gorontalo dari apa yang melatar belakangi, hal-hal mempengaruhi dan bagaimana proses partisipasi politik terjadi pada Pemilihan Umum Tahun 2014.

Saya berharap hasil Riset Partisipasi Pemilih ini dapat berguna dan bermanfaat untuk bahan refesensi dan dokumentasi dalam peningkatan proses partisipasi pemilih dan perbaikan demokrasi di Provinsi Gorontalo kearah yang lebih baik dan berkualitas.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak, baik sebagai mitra kerja, surveyor, para responden dan stakholder lainya dalam pelaksanaan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Provinsi Gorontalo.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Ketua KPU Provinsi Gorontalo

Drs. H. Muh. N. Tuli, M.Ag

iii Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo

SAMBUTAN

KETUA KPU PROVINSI GORONTALO

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allat SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Buku Hasil Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 ini dapat diselesaikan dengan baik. Hasil riset ini tentunya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Gorontalo beserta jajarannya sebagai upaya pengkajian secara ilmiah dengan menggunakan medote penelitian yang terukur secara akademik untuk menilai tingkat partisipasi pemilih di Provinsi Gorontalo dari apa yang melatar belakangi, hal-hal mempengaruhi dan bagaimana proses partisipasi politik terjadi pada Pemilihan Umum Tahun 2014.

Saya berharap hasil Riset Partisipasi Pemilih ini dapat berguna dan bermanfaat untuk bahan refesensi dan dokumentasi dalam peningkatan proses partisipasi pemilih dan perbaikan demokrasi di Provinsi Gorontalo kearah yang lebih baik dan berkualitas.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak, baik sebagai mitra kerja, surveyor, para responden dan stakholder lainya dalam pelaksanaan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Provinsi Gorontalo.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Ketua KPU Provinsi Gorontalo

Drs. H. Muh. N. Tuli, M.Ag

iii Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo

SAMBUTAN

KETUA KPU PROVINSI GORONTALO

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allat SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Buku Hasil Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 ini dapat diselesaikan dengan baik. Hasil riset ini tentunya adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh KPU Provinsi Gorontalo beserta jajarannya sebagai upaya pengkajian secara ilmiah dengan menggunakan medote penelitian yang terukur secara akademik untuk menilai tingkat partisipasi pemilih di Provinsi Gorontalo dari apa yang melatar belakangi, hal-hal mempengaruhi dan bagaimana proses partisipasi politik terjadi pada Pemilihan Umum Tahun 2014.

Saya berharap hasil Riset Partisipasi Pemilih ini dapat berguna dan bermanfaat untuk bahan refesensi dan dokumentasi dalam peningkatan proses partisipasi pemilih dan perbaikan demokrasi di Provinsi Gorontalo kearah yang lebih baik dan berkualitas.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak, baik sebagai mitra kerja, surveyor, para responden dan stakholder lainya dalam pelaksanaan Riset Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 di Provinsi Gorontalo.

Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Ketua KPU Provinsi Gorontalo

(4)

iii Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo

DAFTAR ISI

(5)

BAB I

Pendahuluan

Gambar :Pelaksanaan Pemungutan Suara di TPS.

(6)

2 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo A. Rasionalitas Riset

Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik.

Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu.

B. Tujuan

Tujuan dari Riset Pemilu 2014 adalah untuk mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu serta menjadi bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya.

Secara khusus riset ini bermaksud untuk menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu serta

(7)

terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu.

C. Tema Riset

Terdapat sejumlah persoalan ditemukan dari setiap periode pemilu. Potret persoalan itu dilihat dalam rentang waktu pemilu-pemilu pada masa reformasi sampai dengan saat ini. Persoalan-persoalan yang dapat dijadikan tema potensial untuk diriset menyangkut partisipasi pemilih diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Masalah Sosial Ekonomi menjadi bagian penting dari partisipasi masyarakat. Rasionalitas pemilih untuk ikut serta dalam event demokrasi berkorelasi dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, oleh karena itu gambaran kondisi sosial ekonomi merupakan bagian informasi mengawali pembahasan kajian – kajian / tema tentang partisipasi masyarakat pada pemilu 2014 di Provinsi Gorontalo.

2. Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter turn-out)Partisipasi pemilih sejak pemilu 1999 sampai dengan pemilu 2014 bergerak fluktuatif. Pada pemilu legislatif, penurunan partisipasi pemilih sekitar 10% konsisten terjadi sampai pada pemilu 2009. Sementara itu pada pemilu 2014, angka partisipasinya naik sebesar 5%. Pada kasus pilpres, tercatat dalam pemilu 2014 pertama kalinya dalam sejarah angka partisipasinya lebih rendah dibandingkan pemilu legislatif. Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap pemilu? Apa penyebabnya?

3.Perilaku memilih (Voting behaviour) Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap

(8)

4 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo pemilih. Persoalannya adalah, sejauh mana pilihan-pilihan itu bersifat rasional? Dengan kata lain, sejauh mana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu. Apakah rekam jejak, program atau janji peseta pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain. Riset ini penting untuk mengetahui tingkat rasionalitas pemilih dalam pemilu. 4. Politik uang (Money politics/Vote buying) Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya, bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebijakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang?

5. Tingkat melek politik warga (Political literacy) Terdapat keyakinan bahwa tingkat melek politik warga berpengaruh pada sikap dan perilaku politik warga negara. Muaranya adalah pada tingkat kedewasaan perilaku berdemokrasi. Relasi itu bersifat perbandingan lurus, yaitu semakin tinggi tingkat melek politik warga semakin matang perilaku demokrasinya, dan sebaliknya. Dengan kata lain, wajah demokrasi sebuah negara sebagian ditentukan oleh tingkat melek politik warga. Pertanyaannya adalah seberapa tinggi/dalam melek politik warga negara? bagaimana melek politik warga selama ini terbentuk? faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya melek politik warga? kebijakan apa saja yang perlu dirumuskan untuk meningkatkan melek politik warga?

6. Kesukarelaan Warga dalam politik (Political voluntarism) Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi semakin kuat

(9)

apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup didalam masyarakat. Dari pemilu ke pemilu kesukarelaan warga mengalami pasang surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya relawan dari berbagai kalangan kuat muncul dalam pemilu 2014. Pertanyaannya, apa faktor yang mempengaruhi munculnya kesukarelaan politik warga dan faktor apa yang

menghambatnya? Kebijakan apa saja yang dapat ditempuh untuk

menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik? Potensial tema riset lain dapat ditambahkan sepanjang berkaitan dengan partisipasi pemilih dalam pemilu dan dikoordinasikan/disampaikan pilihan temanya dengan KPU pada struktur diatasnya.

7. Media Sosial menjadi trend pelaksanaan pemilu dalam lima tahun terakhir, berbagai kejutan dan efektifitas penggunaan media menjadi hal yang perlu dicermati dalam riset ini berikut efesiensi pemanfaatannya oleh Komisi Pemilihan Umum.

D. Metode Riset

Survey dilaksanakan tanggal 01 sampai dengan 30 September 2015. Survey mewawancarai 4.338 responden target sebagai sampel yang tersebar di

77 kecamatan dan 218 kelurahan dan desa yang dipilih secara Stratifed

Random Sampling pada tingkat kecamatan, kelurahan dan acak sederhana bagi kepala keluarga terpilih. Sampling error sebesar -/+ 3.0 persen dengan taraf kepercayaan 95 persen.

Pengumpulan data lapangan melibatkan 60 surveyor yang berintegritas dan insya Allah amanah. Selain itu 3 orang peneliti politik lokal Gorontalo dilibatkan dalam Focus Group Discussion (FGD).

Metode riset menggunakan Pendekatan Kuantitatif melalui teknik Survey yang berusaha mencari generalisasi atas masalah yang diteliti. Kerangka konsep Demokrasi, Pemilu dan preferensi pemilih dimaksudkan untuk diuji

kebenarannya sehingga hasil akhir dari survey ini penelitian adalah

(10)

6 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo konsep dasar pelaksanaan Pemilu 2014.

Disamping data hasil survey dilapangan dilakukan penelusuran secara mendalam mengenai temuan kuantitatif hasil survey melalui teknik wawancara

mendalam dan wawancara fokus, hal ini dimaksudkan untuk mencari

pemaknaan atau kedalaman atas sebuah fakta dan permasalahan pemilu 2014 di Provinsi Gorontalo. Adapun kerangka konsep/teori yang diajukan dalam referensi demokrasi dan kepemiluan menjadi pijakan untuk analisis yang membantu peneliti merangkai dan memberi makna atas berbagai fakta yang ditemukan dalam survey.

Teknik pengumpulan data dalam survey ini memperhatikan beberapa aspek penting terkait validitas & realbilitas data survey yakni :

1. Sumber data. Sumber data dapat berupa data primer dan data sekunder.

Data primer merupakan data yang diperoleh sendiri melalui wawancara, observasi, tes, kuesioner, dan sebagainya. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua, seperti buku, dokumentasi, data dari lembaga/institusi, dsb. Sumber data pada metode kuantitatif dilakukan secara

random,sedangkan pada kualitatif bersifatpurposive atausnowball.

2. Pengumpulan data. Pada metode kuantitatif ini menggunakan teknik ;

wawancara, FGD, kuisioner, observasi, dsb. Pada metode kualitatif melalui

participant observation, in depth interview, dokumentasi, maupun teknik triangulasi.

3. Pengolahan data. Bagaimana data diklasifikasikan atau dikumpulkan

untuk kebutuhan membangun argumen, serta pemilahan data menurut relevansinya.

4. Analisis/Interpretasi data. Analisis data disesuaikan dengan pilihan

metode riset yang digunakan. Pada metode kuantitatif, analisis dilakukan dengan menggunakan statistic sedangkan pada kualitatif menginterpretasikan pola, model, atau pun teori yang digunakan.

(11)

BAB II

(12)

8 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo A. Kondisi Sosial Ekonomi Responden

Kemiskinan di Provinsi Gorontalo yang hingga saat ini masih berada dibawah rata-rata nasional (17,51 persen ; Gorontalo dalam angka, 2014) penting untuk diperhatikan dalam survey ini. Survey memperdalam informasi mengenai kondisi ekonomi rumah tangga masyarakat sebagai pilar ketahanan masyarakat.

Bagaimana keadaan ekonomi rumah tangga B/I/S saat ini.? (1) Lebih baik dari tahun lalu

(2) Sama saja dari tahun lalu (3) Lebih buruk dari tahun lalu

Gambar 1

Kondisi Ekonomi rumah tangga Responden

Dari gambar grafik di atas dapat dicermati bahwa sebagian besar (58%) responden hanya mengalami/merasakan kondisi ekonomi yang stagnan. Selain itu, terdapat 31% responden yang mengalami/merasakan adanya perubahan

kondisi ekonomi dan terdapat pula 11% responden yang justru

sama saja dari tahun lalu

58% lebih buruk dari

yang lalu 11%

8 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo A. Kondisi Sosial Ekonomi Responden

Kemiskinan di Provinsi Gorontalo yang hingga saat ini masih berada dibawah rata-rata nasional (17,51 persen ; Gorontalo dalam angka, 2014) penting untuk diperhatikan dalam survey ini. Survey memperdalam informasi mengenai kondisi ekonomi rumah tangga masyarakat sebagai pilar ketahanan masyarakat.

Bagaimana keadaan ekonomi rumah tangga B/I/S saat ini.? (1) Lebih baik dari tahun lalu

(2) Sama saja dari tahun lalu (3) Lebih buruk dari tahun lalu

Gambar 1

Kondisi Ekonomi rumah tangga Responden

Dari gambar grafik di atas dapat dicermati bahwa sebagian besar (58%) responden hanya mengalami/merasakan kondisi ekonomi yang stagnan. Selain itu, terdapat 31% responden yang mengalami/merasakan adanya perubahan

kondisi ekonomi dan terdapat pula 11% responden yang justru

lebih baik dari tahun lalu

31%

sama saja dari tahun lalu

58% lebih buruk dari

yang lalu 11%

Kondisi Ekonomi

8 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo A. Kondisi Sosial Ekonomi Responden

Kemiskinan di Provinsi Gorontalo yang hingga saat ini masih berada dibawah rata-rata nasional (17,51 persen ; Gorontalo dalam angka, 2014) penting untuk diperhatikan dalam survey ini. Survey memperdalam informasi mengenai kondisi ekonomi rumah tangga masyarakat sebagai pilar ketahanan masyarakat.

Bagaimana keadaan ekonomi rumah tangga B/I/S saat ini.? (1) Lebih baik dari tahun lalu

(2) Sama saja dari tahun lalu (3) Lebih buruk dari tahun lalu

Gambar 1

Kondisi Ekonomi rumah tangga Responden

Dari gambar grafik di atas dapat dicermati bahwa sebagian besar (58%) responden hanya mengalami/merasakan kondisi ekonomi yang stagnan. Selain itu, terdapat 31% responden yang mengalami/merasakan adanya perubahan

(13)

mengalami/merasakan adanya penurunan kondisi ekonomi dari tahun sebelumnya.

Gambar 2

Kondisi Ekonomi Rumah Tangga Responden Kabupate/kota

Stagnasi perubahan ekonomi rumah tangga jika dilihat antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi Gorontalo tidak jauh berbeda. Dari gambar di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya masyarakat Kabupaten/Kota di

Provinsi Gorontalo yang menjadi responden merasakan tidak adanya

perubahan signifikan dalam kondisi kehidupan ekonominya. Secara spesifik di Kota Gorontalo terdapat 50% responden yang merasakan tidak adanya

perubahan dalam kondisi ekonominya, terdapat 42% responden yang

merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 8% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun sebelumnya; khusus untuk Kabupaten Bone Bolango, terdapat sebagian besar (60%) responden yang merasakan tidak adanya perubahan signifikan dalam kondisi ekonominya, terdapat 30% yang merasakan adanya perubahan kondisi

42% 30% 28% 16% 26% 41% 50% 60% 63% 51% 64% 53% 8% 10% 9% 33% 10% 6%

Kota Gtlo Kab Bone Bolango

Kab Gtlo Kab Gorut Kab Boalemo Kab Pohuato

Kondisi Ekonomi

(Base Line : Kab/Kota)

(14)

10 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 10% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun sebelumnya; khusus untuk Kabupaten Gorontalo, terdapat sebagian besar (63%) responden yang merasakan tidak adanya perubahan dalam kondisi ekonominya, terdapat 28% responden yang merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 9% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun

sebelumnya; khusus untuk Kabupaten Gorontalo Utara, terdapat 51%

responden yang merasakan tidak adanya perubahan dalam kondisi ekonominya, terdapat 16% responden yang merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 33% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun sebelumnya; khusus untuk Kabupaten Boalemo, terdapat sebagian besar (64%) responden yang merasakan tidak adanya perubahan dalam kondisi ekonominya, terdapat 26% responden yang merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 10% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun

sebelumnya, serta khusus untuk Kabupaten Pohuwato, terdapat 53%

responden yang merasakan tidak adanya perubahan dalam kondisi ekonominya, terdapat 41% responden yang merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik, dan terdapat 6% responden yang merasakan penurunan kondisi ekonomi dari tahun sebelumnya.

Lebih jauh. Bila kita membandingkan kondisi ekonomi yang dialami responden (masyarakat) di masing-masing Kabupaten/Kota, maka dapat dicermati adanya perubahan kondisi ekonomi yang signifikan di Kota Gorontalo, dalam artian masyarakat Kota Gorontalo lebih merasakan adanya peningkatan kondisi ekonomi dibanding masyarakat di daerah lainnya. Namun, tidak demikian halnya dengan Kabupaten Gorontalo Utara, dalam hal ini masyarakat di daerah tersebut justru lebih merasakan adanya penurunan kondisi ekonomi dibanding masyarakat di daerah lainnya.

Hal di atas secara kontekstual dapat dipahami mengingat Kota Gorontalo merupakan pusat perekonomian, pendidikan, dan pemerintahan di Provinsi Gorontalo bahkan jauh ketika masih bergabung dengan Sulawesi

(15)

Utara. Tentu saja sebagai daerah yang menjadi episentrum tiga sektor tersebut memberikan keuntungan tersendiri kepada Kota Gorontalo, antara lain arus investasi yang relatif besar, peningkatan orang-orang terampil (SDM) yang menunjang pembangunan, bahkan alokasi pembelanjaan pemerintah (publik expenditure) yang cenderung lebih besar; atau dengan kata lain hal-hal yang menguntungkan secara ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah yang menjadi pusat suatu wilayah (central) dibanding daerah pinggiran atau periphery

(Lipton, 1977). Selain itu, dari sejumlah daerah di Provinsi Gorontalo adalah Kota Gorontalo yang berada dalam status sebagai daerah “terentaskan” (kpdt.go.id, 2014). Dengan demikian maka wajar bila masyarakat Kota Gorontalo cenderung merasakan perubahan kondisi ekonomi yang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya dibanding daerah lainnya.

Gambar 3

Kondisi Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari grafik di atas dapat dicermati adanya relasi antara tingkat

pendidikan responden (masyarakat) dengan kondisi ekonomi yang

dialami/dirasakan. Responden (masyarakat) yang berlatar belakang pendidikan SD/sederajat atau tidak sekolah cenderung merasakan/mengalami kondisi

lbh baik dri thn lalu sama saja dari tahun lalu lbih buruk dari yg lalu

Kondisi Ekonomi

(Base Line : Tingkat Pendidikan)

Tidak Sekolah SD Sederajat SLTP/Sederajat SLTA/Sederajat Diploma/Akdmk Sarjana/SI/S2/S3

(16)

12 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo ekonomi yang jauh lebih buruk dari tahun sebelumnya; responden (masyarakat) yang berlatar belakang pendidikan menengah (SLTP dan SLTA) cenderung mengalami/merasakan stagnasi ekonomi; sementara responden (masyarakat)

yang berlatar belakang pendidikan tinggi (Diploma/Sarjana) cenderung

mengalami/merasakan adanya perubahan kondisi ekonomi yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tingkat pendidikan masyarakat cenderung berbanding lurus dengan kondisi ekonomi yang dirasakan/dialaminya; atau dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar kemungkinan perbaikan kondisi ekonomi yang dialami/dirasakan; dan begitupun sebaliknya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari peluang untuk mendapatkan pekerjaan/peningkatan karir lebih baik yang lebih dimiliki oleh masyarakat yang berlatar belakang pendidikan tinggi di era modern, yang notabene menuntut spesifikasi keahlian dan disiplin ilmu yang mumpuni yang diperoleh lewat jalur pendidikan formal.

Gambar 4.

Kondisi Ekonomi Rumah Tangga Responden Berdasarkan tingkat Pendapatan

lbh baik dri thn lalu sama saja dari tahun lalu lbih buruk dari yg lalu

Kondisi Ekonomi

(Base Line : Tingkat Pendapatan)

(17)

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya masyarakat yang dijadikan responden tidak merasakan adanya peningkatan pendapatan dibanding tahun sebelumnya. Satu-satunya hal signifikan yang terjadi justru dialami responden (masyarakat) rentang pendapatan 500.000-1 Juta (golongan menengah), dalam hal ini terdapat kecenderungan peningkatan pendapatan masyarakat dalam rentang tersebut. Sekalipun demikian, kondisi ekonomi masyarakat tetap berada pada track yang positif, dalam artian terdapat lebih banyak masyarakat yang merasakan adanya kecenderungan peningkatan dibanding penurunan pendapatan untuk masing-masing kategori rentang pendapatan.

Kondisi ekonomi rumah tangga tersebut jika dicermati mengenai

struktur kebutuhan mendesak masyarakat maka diperoleh bahwa terdapat empat kebutuhan urgen yang dirasakan sebagian besar responden (masyarakat), yakni pembukaan lapangan kerja (36%), perbaikan jalan (13%), pelayanan kesehatan (12%), dan pendidikan (9%). Kondisi ini secara inheren dapat menunjukkan sejumlah hal: (1) tingkat pengangguran yang relatif tinggi; (2) kondisi infrastruktur yang masih belum memadai; dan (3), kondisi pelayanan yang belum mampu memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.

Gambar 5. Kebutuhan Mendesak Responden

3% 6% 8% 9% 9% 12% 13% 36% lainnya penyediaan jaringan listrik penyediaan air bersih Mahyani pendidikan grtis pelayanna kesehatan prbaikan jalan pmbkaan lapngan kerja

(18)

14 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Sebaliknya masalah keamanan daerah separuh responden menyatakan

rasa aman. 56% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan

penelitian dengan kategori “aman”, terdapat 34% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “cukup aman”, terdapat 9% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “kurang aman”, dan terdapat 1% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “tidak aman”. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa kebutuhan masyarakat akan rasa aman relatif terpenuhi dikarenakan pada umumnya masyarakat merasakan kondisi kehidupan yang cenderung aman.

Gambar 6. Kondisi Rasa Aman Responden

14 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Sebaliknya masalah keamanan daerah separuh responden menyatakan

rasa aman. 56% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan

penelitian dengan kategori “aman”, terdapat 34% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “cukup aman”, terdapat 9% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “kurang aman”, dan terdapat 1% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “tidak aman”. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa kebutuhan masyarakat akan rasa aman relatif terpenuhi dikarenakan pada umumnya masyarakat merasakan kondisi kehidupan yang cenderung aman.

Gambar 6. Kondisi Rasa Aman Responden

cukup aman 34% aman 56% kurang aman 9% tdk aman 1%

Kondisi Keamanan

14 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Sebaliknya masalah keamanan daerah separuh responden menyatakan

rasa aman. 56% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan

penelitian dengan kategori “aman”, terdapat 34% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “cukup aman”, terdapat 9% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “kurang aman”, dan terdapat 1% responden (masyarakat) yang menanggapi pertanyaan penelitian dengan kategori “tidak aman”. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa kebutuhan masyarakat akan rasa aman relatif terpenuhi dikarenakan pada umumnya masyarakat merasakan kondisi kehidupan yang cenderung aman.

(19)

BAB III

PERILAKU PEMILIH

(20)

16 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih menurut Surbakti adalah : “Akivitas pemberian suara oleh individu yang bekaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih atau tidak memilih (to vote or not to vote) didalam suatu pemilihan

umum (Pilkada secara langsung-pen. Bila votersmemutuskan untuk memilih (to

vote) maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu (Surbakti, 2002 : 105) Keputusan untuk memberikan dukungan dan suara tidak akan terjadi apabila tidak terdapat loyalitas pemilih yang cukup tinggi kepada calon pemimpin jagoannya. Begitu juga sebaliknya, pemilih tidak akan memberikan suaranya kalau mereka menganggap bahwa sebuah partai atau calon pemimpin tidak loyal serta tidak konsisten dengan janji dan harapan yang telah mereka berikan. Perilaku pemilih juga sarat dengan ideology antara pemilih dengan partai politik atau kontestan pemilu. Masing-masing kontestan membawa ideology yang saling berinteraksi. Selama periode kampanye pemilu, muncul kristalisasi dan pengelompokkan antara ideology yang dibawa kontestan. Masyarakat akan mengelompokkan dirinya kepada kontestan yang memiliki ideologi sama dibawa dengan yang mereka anut sekaligus juga menjauhkan diri dari ideologi yang berseberangan dengan mereka.

Perilaku memilih adalah terkait dengan keputusan pemilih untuk memilih kandidat atau peserta pemilu tertentu. Kenapa seorang pemilih menjatuhkan pilihannya kepada kandidat atau peserta pemilu tertentu. Tentu beragam alasan yang dapat dikemukakan oleh setiap pemilih. Persoalannya adalah, sejauhmana pilihan-pilihan itu bersifat rasional? Dengan kata lain, sejauhmana pilihan politik mereka berdasarkan pertimbangan rasional menyangkut kandidat atau peserta pemilu itu. Apakah rekam jejak, program atau janji peseta pemilu menjadi bahan pertimbangan atau faktor lain. Riset ini penting untuk mengetahui tingat rasionalitas pemilih dalam pemilu.

(21)

Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap pemilu? Apa penyebabnya?

Gambar 7.

Keikutsertaan Responden Pada Pemilihan Legislatif tahun 2014

Apakah B/I/S menggunakan hak Pilih pada Pemilihan Umum tahun 2014 (Pileg & Pipres ) (1) Ya (2) Tidak

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa dari sejumlah responden (masyarakat) yang dijadikan sampel penelitian terdapat mayoritas (83%)

responden yang mengaku ikut berpartisipasi dalam pemilihan legislatif,

sementara jumlah responden (masyarakat) yang mengaku tidak berpartisi dalam pemilihan legislatif pada tahun 2004 relatif sedikit, yakni sebesar 17%. Hal ini pada dasarnya menunjukkan hal yang positif karena tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih relatif tinggi, yang juga merupakan salah satu tolak Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap pemilu? Apa penyebabnya?

Gambar 7.

Keikutsertaan Responden Pada Pemilihan Legislatif tahun 2014

Apakah B/I/S menggunakan hak Pilih pada Pemilihan Umum tahun 2014 (Pileg & Pipres ) (1) Ya (2) Tidak

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa dari sejumlah responden (masyarakat) yang dijadikan sampel penelitian terdapat mayoritas (83%)

responden yang mengaku ikut berpartisipasi dalam pemilihan legislatif,

sementara jumlah responden (masyarakat) yang mengaku tidak berpartisi dalam pemilihan legislatif pada tahun 2004 relatif sedikit, yakni sebesar 17%. Hal ini pada dasarnya menunjukkan hal yang positif karena tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih relatif tinggi, yang juga merupakan salah satu tolak

ya 83% tidak

17%

Ikut Pileg

Pertanyaannya, kenapa angka partisipasi pemilu legislatif naik dibandingkan pemilu sebelumnya? Kenapa angka partisipasi Pilpres menyimpang dari pola pada pemilu-pemilu sebelumnya? Selain itu kenapa golput tetap saja hadir dalam setiap pemilu? Apa penyebabnya?

Gambar 7.

Keikutsertaan Responden Pada Pemilihan Legislatif tahun 2014

Apakah B/I/S menggunakan hak Pilih pada Pemilihan Umum tahun 2014 (Pileg & Pipres ) (1) Ya (2) Tidak

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa dari sejumlah responden (masyarakat) yang dijadikan sampel penelitian terdapat mayoritas (83%)

responden yang mengaku ikut berpartisipasi dalam pemilihan legislatif,

sementara jumlah responden (masyarakat) yang mengaku tidak berpartisi dalam pemilihan legislatif pada tahun 2004 relatif sedikit, yakni sebesar 17%. Hal ini pada dasarnya menunjukkan hal yang positif karena tingkat partisipasi masyarakat dalam memilih relatif tinggi, yang juga merupakan salah satu tolak

(22)

18 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo ukur sistem partisipasi politik warga negara yang menunjukkan pemilih yang berdaulat (Surbakti dkk, 2011).

Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 (Pileg & Pilpres)

Sumber : KPU Provinsi Gorontalo Tahun 2015

KOTA GORONTALO KAB. GORONTALO KAB. GORONTALO UTARA KAB. POHUWATO KAB. BOALEMO KAB. BONE BOLANGO

PEMILU PRESIDEN

18 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo ukur sistem partisipasi politik warga negara yang menunjukkan pemilih yang berdaulat (Surbakti dkk, 2011).

Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 (Pileg & Pilpres)

Sumber : KPU Provinsi Gorontalo Tahun 2015

73,118%

74,333%

72,938%

72,471%

78,433%

80,751%

79,298%

80,077%

80,718%

83,359%

84,551%

87,764%

KOTA GORONTALO KAB. GORONTALO KAB. GORONTALO UTARA KAB. POHUWATO KAB. BOALEMO KAB. BONE BOLANGO

Partisipasi Pemilu 2014

PEMILU PRESIDEN PEMILU LEGISLATIF

18 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo ukur sistem partisipasi politik warga negara yang menunjukkan pemilih yang berdaulat (Surbakti dkk, 2011).

Tingkat Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 (Pileg & Pilpres)

Sumber : KPU Provinsi Gorontalo Tahun 2015

84,551%

87,764%

(23)

Gambar 8

Alasan Keikutsertaan pada Pemilu Legislatif 2014

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pemilihan legislatif pada Tahun 2004 hanya didasari atas alasan/argumentasi bahwa mereka adalah “warga yang baik”. Secara kuantitas hal ini cukup membanggakan mengingat tingkat partisipasi politik yang tinggi merupakan salah satu ciri/tolak ukur kehidupan demokrasi di suatu wilayah/negara. Jadi, kesadaran masyarakat akan haknya dalam memilih wakil-wakilnya dan kebiasaan mereka setiap periode pemilihan merupakan faktor utama yang mendorong masyarakat untuk memilih. Namun, secara kualitas hal ini cukup disayangkan mengingat partisipasi belum didasarkan atas alasan bahwa pileg mampu memberikan harapan perubahan tatanan kehidupan sosial, ekonomi, dan politik ke arah yang lebih baik. Selain itu, hal di atas secara tidak langsung menunjukkan feromena yang miris, yakni figur yang hadir sebagai pihak yang dipilih secara relatif belum/kurang dipercayai masyarakat, sehingga wajar bila harapan masyarakat akan perubahan kehidupan yang lebih baik melalui pileg relatif rendah pula. Berdasarkan hal di atas dapat dipahami bahwa faktor utama yang mendorong masyarakat Gorontalo untuk berpartisipasi dalam pileg adalah alasan “sekedar

0% 1% 4% 8% 13% 74% dapat uang lainnya caleg dipercaya biasa memilih ada perubahan warga yang baik

(24)

20 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo menggugurkan kewajiban” semata. Kondisi ini belum berubah sejak pertama kali Indonesia melaksanakan pemilihan langsung pada Tahun 2004, yang sebagaimana digambarkan Syafiie (2005), bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya telah melaksanakan demokrasi namun belum sepenuhnya memahami bagaimana cara hidup berdemokrasi.

Gambar 9

Alasan Ketidak Ikutsertaan Pada Pemilu Legislatif 2014

Pada dasarnya, responden (masyarakat) yang tidak berpartisipasi dalam Pileg relatif sedikit. Namun ketidaksertaan mereka dalam pileg tersebut justru didasarkan atas alasan/argumentasi yang krusial. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa alasan responden (masyarakat) yang tidak berpartisipasi dalam pileg didasarkan atas alasan : pileg hanya untungkan elit (33%), tidak ada gunanya (24%), tidak terdaftar (15%), parpol tidak dipercaya (7%), dan caleg tidak baik (5%). Di sinilah letak signifikansi hal ini. Bila persepsi negatif masyarakat dalam pileg yang demikian terus berkembang dan didukung dengan realitas yang tidak sesuai harapan, maka terdapat kemungkinan peningkatan signifikan masyarakat yang memilih tidak berpartisipasi/golput secara sadar (undecided voters by rational reason), yang secara minimal kemungkinan

5% 7% 15% 16% 24% 33% caleg tdk baik parpol tdk dipercaya tdk terdaftar lainnya tidak ada gunanya untungkan elit

(25)

menurun sebesar 17% (dari 13% pemilih karena alasan ada perubahan dan 4% pemilih karena asalan caleg dipercaya). Belum lagi jika penyelenggaraan pileg/pemilihan lainnya tidak dipersiapkan dengan baik khususnya pendataan pemilih, maka terdapat kemungkinan penurunan partisipasi masyarakat terutama dari massa mengambang (swing voters) dan pemilih yang tidak terdaftar (undecided voters by system). Kondisi yang terjadi ini sebagaimana digambarkan Rodee dkk. (2004), bahwa golput di Indonesia berbeda dengan di USA, dalam hal ini angka golput di Indonesia dipengaruhi oleh faktor ketidakpuasaan/ketidakpercayaan masyarakat (atas calon, parpol, sistem, dsb), sementara di golput di USA cenderung didasarkan atas alasan bahwa memilih

atau tidak memilih USA tetap sebagaimana adanya (negara super power).

Dalam perspektif political economy, tingginya angka “partisipasi politik” masyarakat Gorontalo yang mencapai 83%, alasan memilih karena merasa

sebagai warga negara yang baik”, dan alasan tidak ikut pileg perlu

dipertanyakan lebih jauh, “apakah hal tersebut merupakan tindakan yang rasional” (rational acts)? ataukah tindakan yang strategis (strategically act)?. Downs (dalam Godin dan Klingeman, 1996) mengemukakan bahwa jika warga negara bertindak secara rasional dalam definisi “kepentingan pribadi” (self interest), maka pada dasarnya mereka tidak akan memilih. Hal itu dikarenakan terdapat harga cukup besar yang harus dibayar untuk berpartisipasi secara rasional (paham dan melek informasi politik), dibanding keuntungan dalam skala kecil (mikro)/individual yang didapatkan dari suaranya tersebut. Bukankah suara seorang pemilih tidak berarti dalam sistem suara terbanyak? Apakah suara minoritas dalam pemilu memiliki makna atau menghasilkan keuntungan bagi mereka? Apakah ada jaminan perubahan dan perbaikan hidup lewat setiap suara yang diberikan? Faktanya hanya segelintir orang yang mampu menentukan kebijakan strategis di republik ini yang justru menentukan nasib mayoritas warga negara. Sebagai “warga negara yang baik”, pemilih hanya mampu mempengaruhi hasil pemerintahan setiap lima tahun sekali dan itupun setiap pemilihan tidak lebih daripada sekedar melegitimasi otoritas. Berdasarkan perspektif ini, maka kecenderungan masyarakat Gorontalo belum berada pada

(26)

22 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo kategori masyarakat yang menentukan pilihan secara rasional (masih berada pada kategori tindakan kolektif strategis (collective strategically acts).

Gambar 10

Tingkat Pengenalan Responden terhadap Anggota Legislatif 2014

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya figur yang berpartisipasi sebagai calon yang dipilih pada umumnya dikenal masyarakat. Pada dasarnya, dengan tingkat pengenalan caleg sebesar 81% dapat ditarik sejumlah kemungkinan argumentasi: (1) calon dapat merupakan figur yang secara relatif dikenal masyarakat karena posisi/jabatannya atau keterlibatannya dalam kegiatan kemasyarakatan yang luas/dekat dengan masyarakat; (2) calon dapat familiar karena keberhasilan sosialisasi KPU, media, dan calon itu sendiri; atau (3) masyarakat memang aktif mencari informasi terkait calon.

kenal orangnya 35% tahu fotonya saja

15%

22 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo kategori masyarakat yang menentukan pilihan secara rasional (masih berada pada kategori tindakan kolektif strategis (collective strategically acts).

Gambar 10

Tingkat Pengenalan Responden terhadap Anggota Legislatif 2014

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya figur yang berpartisipasi sebagai calon yang dipilih pada umumnya dikenal masyarakat. Pada dasarnya, dengan tingkat pengenalan caleg sebesar 81% dapat ditarik sejumlah kemungkinan argumentasi: (1) calon dapat merupakan figur yang secara relatif dikenal masyarakat karena posisi/jabatannya atau keterlibatannya dalam kegiatan kemasyarakatan yang luas/dekat dengan masyarakat; (2) calon dapat familiar karena keberhasilan sosialisasi KPU, media, dan calon itu sendiri; atau (3) masyarakat memang aktif mencari informasi terkait calon.

ya 46%

kenal orangnya 35% tahu fotonya saja

15%

tidak tahu 4%

Pengenalan Aleg

22 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo kategori masyarakat yang menentukan pilihan secara rasional (masih berada pada kategori tindakan kolektif strategis (collective strategically acts).

Gambar 10

Tingkat Pengenalan Responden terhadap Anggota Legislatif 2014

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada umumnya figur yang berpartisipasi sebagai calon yang dipilih pada umumnya dikenal masyarakat. Pada dasarnya, dengan tingkat pengenalan caleg sebesar 81% dapat ditarik sejumlah kemungkinan argumentasi: (1) calon dapat merupakan figur yang secara relatif dikenal masyarakat karena posisi/jabatannya atau keterlibatannya dalam kegiatan kemasyarakatan yang luas/dekat dengan masyarakat; (2) calon dapat familiar karena keberhasilan sosialisasi KPU, media, dan calon itu sendiri; atau (3) masyarakat memang aktif mencari informasi terkait calon.

(27)

Gambar 11

Tingkat Harapan Masyarakat Terhadap Pemilu

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya (77%) responden (masyarakat) menilai bahwa pileg yang dilangsungkan pada tahun 2014 relatif sesuai dengan harapan mereka, sementara hanya terdapat sedikit (23%) responden (masyarakat) yang mengganggap bahwa penyelenggaraan pileg tidak sesuai harapan mereka. Hal ini tentunya menunjukkan sisi positif dalam keberhasilan penyelenggaraan pileg di Gorontalo.

Gambar 11

Tingkat Harapan Masyarakat Terhadap Pemilu

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya (77%) responden (masyarakat) menilai bahwa pileg yang dilangsungkan pada tahun 2014 relatif sesuai dengan harapan mereka, sementara hanya terdapat sedikit (23%) responden (masyarakat) yang mengganggap bahwa penyelenggaraan pileg tidak sesuai harapan mereka. Hal ini tentunya menunjukkan sisi positif dalam keberhasilan penyelenggaraan pileg di Gorontalo.

ya 77% tidak

23%

Pileg sesuai harapan

Gambar 11

Tingkat Harapan Masyarakat Terhadap Pemilu

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya (77%) responden (masyarakat) menilai bahwa pileg yang dilangsungkan pada tahun 2014 relatif sesuai dengan harapan mereka, sementara hanya terdapat sedikit (23%) responden (masyarakat) yang mengganggap bahwa penyelenggaraan pileg tidak sesuai harapan mereka. Hal ini tentunya menunjukkan sisi positif dalam keberhasilan penyelenggaraan pileg di Gorontalo.

(28)

24 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Gambar 12

Keseteraan Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa responden/masyarakat yang berpartisipasi dalam pileg 2014 cenderung didominasi oleh laki-laki, yakni sebanyak 1760 orang; sementara jumlah responden/masyarakat yang berpartisipasi dalam pileg hanya sebanyak 1641 orang.

1760

1641

Ikut Pileg

(29)

Gambar 13

Partisipasi Kelompok terdidik Masyarakat dalam Pemilu 2014

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya jumlah responden/masyarakat yang berpartisipasi dalam pileg 2014 relatif berimbang dalam hal tingkat pendidikan. Jumlah responden/masyarakat dengan tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) sedikit lebih banyak, yakni dengan total 1666

orang, sementara responden/masyarakat dengan tingkat pendidingan

menengah ke atas (SMA dan PT) hanya sebanyak 1587 orang.

72 100 349 556 1110 1138 Tidak Sekolah Diploma/Akdmk Sarjana/SI/S2/S3 SLTP/Sederajat SD Sederajat SLTA/Sederajat

Ikut Pileg

(30)

26 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Gambar 14

Segmentasi pekerjaan terhadap Partisipasi dalam Pemilu

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa responden/masyarakat yang berpartisipasi dalam pileg pada umumnya didominasi oleh kalangan ibu rumah tangga (IRT), buruh, dan petani. Hal ini tentunya relevan dengan kebutuhan mendesak responden/masyarakat yang terdiri dari pembukaan lapangan kerja, perbaikan/peningkatan infrastruktur, serta peningkatan kualitas hidup melalui layanan kesehatan dan pendidikan. Berdasarkan hal ini, program-program yang ditawarkan calon yang terpilih pada pileg 2014 lalu kemungkinan menyentuh hal tersebut. 0 200 400 600 800 1000 1200 Wiraswasta Masih Sekolah/kuliah PNS / Pensiunan Nelayan Petani Buruh Ibu RumahTangga

Ikut Pileg

(baseline: Pekerjaan )

(31)

Gambar 15

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu berdasarkan segmen Usia

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa partisipasi responden (masyarakat) pada pileg 2014 lalu di Provinsi Gorontalo lebih banyak didominasi oleh tiga kelompok usia, yakni pemilih rentang usia 35-44 tahun, rentang usia 25-34 tahun, dan rentang usia 45-55 tahun. Kondisi ini tentunya dapat menggambarkan sejumlah hal: (1) pemilih pada kelompok rentang tersebut relatif telah mengikuti pileg/berpartisipasi dalam kegiatan pemilihan lainnya lebih dari satu kali, sehingga dapat dikategorikan sebagai pemilih berpengalaman; (2) pemilih pada rentang kelompok tersebut relatif mengetahui/memiliki informasi mengenai calon yang dipilih atau bahkan telah memiliki pilihan sebelumnya; (3) pemilih pada rentang kelompok tersebut dapat dianggap telah mengetahui kapasitas dan kinerja caleg yang maju dalam pileg 2014; dan (4) sehubungan dengan penelitian, pemilih pada rentang usia tersebut secara relatif mampu memberikan informasi yang diharapkan terkait tujuan penelitian.

0 200 400 600 800 1000 1200 35-44 thn 25-34 thn 45-55 thn 17-24 thn > 55 thn < 17 tahun

Ikut Pileg

(baselineUsia)

(32)

28 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Gambar 16

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pileg 2014 lebih didominasi oleh kelompok penduduk berpenghasilan >5 Juta. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa partisipasi kalangan ekonomi menengah ke atas relatif cukup tinggi pada pileg 2014 di Provinsi Gorontalo. Selain itu, partisipasi pemilih pada kelompok ekonomi tersebut disadari secara relatif terpengaruh atas hasil pileg, dalam artian aktivitas sosial yang dijalankan pemilih baik secara langsung maupun tidak langsung berkepentingan dengan kebijakan yang nantinya dihasilkan calon terpilih, sehingga wajar jika partisipasi kelompok penghasilan ini cukup tinggi dalam pileg 2014 di Provinsi Gorontalo

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 rahasia/ tdk djwb 1 juta - 5 juta 500.000-1 juta 100.000-500.000 < 100.000 > 5 juta

Tingkat Pendapatan

(33)

Gambar 17

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Berdasarkan Aktivitas sosial

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pileg 2014 di Provinsi Gorontalo didominasi oleh kelompok pemilih yang tergabung dalam aktivitas arisan (35%), serikat buruh/pekerja (13%), serta karangtaruna dan organisasi kepemudaan (masing-masing 9%). Hal ini di satu sisi dapat bermanfaat bagi caleg bila mereka mampu mengorganisasi kelompok sosial tersebut, karena tentunya di dalam masing-masing kelompok terdapat aktivitas saling mempengaruhi lewat interaksi sosial yang relatif intens; sementara di sisi lain bagi penyelenggara, kelompok sosial ini dapat menjadi saluran yang relatif efektif dalam mensosialisasikan pileg/pemilu. 1% 3% 3% 9% 9% 13% parpol senbud orlab orpemuda karangtaruna serikat lainnya arisan Gambar 17

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Berdasarkan Aktivitas sosial

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pileg 2014 di Provinsi Gorontalo didominasi oleh kelompok pemilih yang tergabung dalam aktivitas arisan (35%), serikat buruh/pekerja (13%), serta karangtaruna dan organisasi kepemudaan (masing-masing 9%). Hal ini di satu sisi dapat bermanfaat bagi caleg bila mereka mampu mengorganisasi kelompok sosial tersebut, karena tentunya di dalam masing-masing kelompok terdapat aktivitas saling mempengaruhi lewat interaksi sosial yang relatif intens; sementara di sisi lain bagi penyelenggara, kelompok sosial ini dapat menjadi saluran yang relatif efektif dalam mensosialisasikan pileg/pemilu. 9% 9% 13% 26% 35%

Aktifitas Sosial

(baseline: ikut Pileg) Gambar 17

Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Berdasarkan Aktivitas sosial

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa responden (masyarakat) yang berpartisipasi dalam pileg 2014 di Provinsi Gorontalo didominasi oleh kelompok pemilih yang tergabung dalam aktivitas arisan (35%), serikat buruh/pekerja (13%), serta karangtaruna dan organisasi kepemudaan (masing-masing 9%). Hal ini di satu sisi dapat bermanfaat bagi caleg bila mereka mampu mengorganisasi kelompok sosial tersebut, karena tentunya di dalam masing-masing kelompok terdapat aktivitas saling mempengaruhi lewat interaksi sosial yang relatif intens; sementara di sisi lain bagi penyelenggara, kelompok sosial ini dapat menjadi saluran yang relatif efektif dalam mensosialisasikan pileg/pemilu.

(34)

30 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo

BAB IV

MONEY POLITIK ;

Bagai Buah

(35)

Money Politik

Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya, bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebiajakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang?

Gambar 18

Toleransi Money Politik Responden

MENURUT B/I/S, Apakah Pemberian sejumlah UANG, BARANG untuk mempengaruhi pilihan pemilih adalah hal yang WAJAR?

(1)Ya,wajar diTERIMA

(2)Tidakbisa diTERIMA

Tidak bisa diterima 75%

Toleransi Money Politik

Money Politik

Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya, bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebiajakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang?

Gambar 18

Toleransi Money Politik Responden

MENURUT B/I/S, Apakah Pemberian sejumlah UANG, BARANG untuk mempengaruhi pilihan pemilih adalah hal yang WAJAR?

(1)Ya,wajar diTERIMA

(2)Tidakbisa di TERIMA

Ya, Wajar diterima 25% Tidak bisa diterima

75%

Toleransi Money Politik

Money Politik

Politik biaya tinggi menjadi keluhan sebagian peserta pemilu. Salah satu penyebabnya adalah fenomena politik uang. Peserta pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta imbalan dari dukungan yang diberikannya. Fenomena ini sudah pasti menjadikan demokrasi kita tidak sehat. Pertanyaannya, bagaimana politik uang terjadi? Polanya seperti apa? Kenapa disebagian tempat terjadi politik uang, disebagian tempat kebalikannya? Faktor apa yang mempengaruhi? Kebiajakan apa yang perlu ditempuh untuk mengatasi mengatasi fenomena politik uang?

Gambar 18

Toleransi Money Politik Responden

MENURUT B/I/S, Apakah Pemberian sejumlah UANG, BARANG untuk mempengaruhi pilihan pemilih adalah hal yang WAJAR?

(1)Ya,wajar diTERIMA

(36)

32 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa pada umumnya responden (masyarakat) tidak memiliki toleransi terhadap money politic, yang bila dipersentasekan mencapai 75%. Hal ini tentunya positif bagi perkembangan kehidupan d emokrasi di Provinsi Gorontalo dikarenakan pemilih-pemilihnya secara relatif sadar, cerdas, dan rasional; dalam artian memahami efek negatif

money politic, dalam hal ini praktik koruptif yang terjadi di lingkungan eksekutif politik dan legislatif kecenderungan bermula dari praktik ini. Caleg yang telah mengeluarkan banyak sumber daya (terutama finansial), tentunya secara logis akan berupaya mengembalikan sumber daya yang hilang tersebut sekaligus menghasilkan surplus sebagai cadangan untuk pemilihan berikutnya, sehingga

wajar jika caleg yang melakukan money politic cenderung terlibat dalam praktik

koruptif. Namun di sisi lain, sikap sementara responden (masyarakat) yang memiliki toleransi terhadap money politic tetap perlu dicermati dan diwaspadai karena mampu mencapai angka 25%, terlebih bila pengaruh kelompok tersebut signifikan bagi kelompok lainnya.

Dalam paradigma cultural dijelaskan bahwa proses terbentuknya budaya masyarakat di suatu wilayah/daerah dimulai dari aktivitas tertentu yang dilakukan oleh banyak orang secara intens dan bahkan berulang-ulang, sehingga cenderung menjadi kebiasaan yang dapat diterima dan pada gilirannya mampu berafiliasi bahkan menggantikan tatanan normatif yang sudah ada (Koentjaraningrat, 2007; Soekanto, 2007). Herkovits dan Malinowski dalam

pandangan cultural-determinism menjelaskan bahwa kebudayaan sangat erat

dengan masyarakat. Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. kebudayaan merupakan sesuatu yang turun temurun dari generasi ke generasi (Herkovits dan Malinowski dalam Umar dkk., 2008). Berdasarkan perspektif

tersebut maka dapat dipahami bahwa praktik money politic dapat dimungkinkan

oleh budaya masyarakat Gorontalo yang mulai ke arah materialism, pengaruh praktik money politic pada pemilihan-pemilihan terdahulu, dan/atau bahkan kemungkinan terdapat benih-benih budaya koruptif. Dengan demikian, jika kita

(37)

Gorontalo maka perlu dilakukan upaya preventif secara massif, terstruktur, dan sistematis baik dalam bentuk regulasi maupun sosialisasi yang holistik dan komprehensif kepada masyarakat.

Gambar 19

Sikap terhadap Praktek Money Politik

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sikap responden (masyarakat) terhadap money politic di Provinsi Gorontalo memang cukup menghawatirkan sebagaimana yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, terlebih karena sikap menerima responden (masyarakat) mampu mencapai 63% (terima-pilih 40%, terima-pilih banyak uang 16%, terima-pilih hari H 7%). Secara sosial hal ini tentunya memiliki efek negatif bagi perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia karena money politic merupakan salah satu faktor penyebab biaya ekonomi tinggi dalam penyelenggaraan pemilu, sehingga pada gilirannya menimbulkan stigma bahwa hanya calon dengan kekuatan finansial tinggi yang dapat maju dalam pileg/pemilu (yang belum tentu berkapasitas), sekaligus mereduksi keinginan/semangat/bahkan peluang calon berkapasitas namun tidak memiliki kekuatan finansial untuk mencalonkan diri. Di satu sisi, praktik money

7% 11%

16% 25%

40%

Terima - Pilih saathari H lainnya Terima - Pilih Calon byk uang Terima - tdk pilih calon Terima - Pilih Calon

(38)

34 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo

politic dapat memberikan ruang kepada “makelar” dan “pemodal” untuk masuk dalam peta pertarungan melalui calon berkapasitas namun lemah finansial, karena mereka berkepentingan dengan kebijakan dari calon yang nantinya terpilih; sementara di sisi lain money politic “sedikit menguntungkan” bagi masyarakat terutama mereka yang sedang dilanda kegalauan ekonomi, sehingga uang yang didapatkan dari calon sedikit banyak dapat menjadi pelepas dahaga di tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka inilah yang dalam perspektif political economy tergolong bertindak secara rasional, karena terdapat keuntungan pribadi yang didadapatkan dari suara yang nantinya diberikan. Namun terlepas dari itu semua, hal di atas dapat

memberikan kita pemahaman bahwa money politic sebagai cara konvensional

dalam mempengaruhi afiliasi pemilih sekaligus meningkatkan elektabilitas calon masih relevan di Provinsi Gorontalo.

Gambar 20

Sikap Responden Menyaksikan Praktek Money Politik

Tidak 66%

34 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo

politic dapat memberikan ruang kepada “makelar” dan “pemodal” untuk masuk dalam peta pertarungan melalui calon berkapasitas namun lemah finansial, karena mereka berkepentingan dengan kebijakan dari calon yang nantinya terpilih; sementara di sisi lain money politic “sedikit menguntungkan” bagi masyarakat terutama mereka yang sedang dilanda kegalauan ekonomi, sehingga uang yang didapatkan dari calon sedikit banyak dapat menjadi pelepas dahaga di tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka inilah yang dalam perspektif political economy tergolong bertindak secara rasional, karena terdapat keuntungan pribadi yang didadapatkan dari suara yang nantinya diberikan. Namun terlepas dari itu semua, hal di atas dapat

memberikan kita pemahaman bahwa money politic sebagai cara konvensional

dalam mempengaruhi afiliasi pemilih sekaligus meningkatkan elektabilitas calon masih relevan di Provinsi Gorontalo.

Gambar 20

Sikap Responden Menyaksikan Praktek Money Politik

Ya 34%

Tidak 66%

Melihat Money Politik

34 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo

politic dapat memberikan ruang kepada “makelar” dan “pemodal” untuk masuk dalam peta pertarungan melalui calon berkapasitas namun lemah finansial, karena mereka berkepentingan dengan kebijakan dari calon yang nantinya terpilih; sementara di sisi lain money politic “sedikit menguntungkan” bagi masyarakat terutama mereka yang sedang dilanda kegalauan ekonomi, sehingga uang yang didapatkan dari calon sedikit banyak dapat menjadi pelepas dahaga di tengah kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Mereka inilah yang dalam perspektif political economy tergolong bertindak secara rasional, karena terdapat keuntungan pribadi yang didadapatkan dari suara yang nantinya diberikan. Namun terlepas dari itu semua, hal di atas dapat

memberikan kita pemahaman bahwa money politic sebagai cara konvensional

dalam mempengaruhi afiliasi pemilih sekaligus meningkatkan elektabilitas calon masih relevan di Provinsi Gorontalo.

Gambar 20

(39)

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa praktik money politic di Provinsi Gorontalo mulai dilakukan secara massif, terstruktur, dan sistematis karena terdapat 34% responden (masyarakat) yang mengakui melihat praktif

tersebut dilakukan. Sedangkan yang menyatakan tidak sebanyak 66%

responden.

Gambar 21 Bentuk Money Politik

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa praktik money politic di Provinsi Gorontalo kian memprihatinkan karena mayoritas dilakukan secara terang-terangan dalam bentuk pembangian uang secara langsung, yang tidak jauh berbeda dengan transaksi keseharian penjual dan pembeli di pasar, yakni

sebesar 57%. Hal ini memberikan kita pemahaman bahwa praktik money

politics di Provinsi Gorontalo sangat mudah dilakukan karena tidak perlu dibungkus dengan seni kreativitas tinggi. Bahkan ada pengamat yang memprediksi bahwa kedepannya rumah-rumah penduduk akan dilabeli dengan kalimat “di sini terima serangan fajar” atau bahkan pada stiker/pamflet calon akan tertera jumlah uang yang akan dibagikan kepada masyarakat yang memilihnya. 6% 7% 7% 24% 57% Lainnya Pembagian Pakaian perbaikan Fasilitas Umum Pembagian Sembako Pemberian Uang

Bentuk Money Politik

(40)

36 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Gambar 22

Tingkat kesadaran responden Terhadap Money Politik

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap responden (masyarakat) ketika melihat praktik money politic terjadi disekitarnya cukup memprihatinkan. Terdapat 40% responden (masyarakat) yang mengambil sikap apatis atau “cukup menyaksikan saja” bak hiburan lewat telenovela, sementara terdapat 23% responden (masyarakat) yang siap terlibat aktif dalam praktik tersebut. Hal

ini tentunya tidak sejalan dengan sikap penolakan atau sikap

responden/masyarakat yang tidak mentoleransi money politic sebesar 75%

pada bagian sebelumnya. Nampaknya sikap intoleransi yang terbangun di masyarakat Provinsi Gorontalo hanya berupa sikap “diam” yang pada gilirannya

menunjukkan bahwa praktik money politic mulai mengakar bahkan mulai

membudaya.

Tindakan melihat Money Politik

36 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Gambar 22

Tingkat kesadaran responden Terhadap Money Politik

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap responden (masyarakat) ketika melihat praktik money politic terjadi disekitarnya cukup memprihatinkan. Terdapat 40% responden (masyarakat) yang mengambil sikap apatis atau “cukup menyaksikan saja” bak hiburan lewat telenovela, sementara terdapat 23% responden (masyarakat) yang siap terlibat aktif dalam praktik tersebut. Hal

ini tentunya tidak sejalan dengan sikap penolakan atau sikap

responden/masyarakat yang tidak mentoleransi money politic sebesar 75%

pada bagian sebelumnya. Nampaknya sikap intoleransi yang terbangun di masyarakat Provinsi Gorontalo hanya berupa sikap “diam” yang pada gilirannya

menunjukkan bahwa praktik money politic mulai mengakar bahkan mulai

membudaya. menegur & melaporkan kpd pngawas 37% cukup menyaksikan saja 40% Akan membantu jika dibutuhkan 23%

Tindakan melihat Money Politik

36 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Gambar 22

Tingkat kesadaran responden Terhadap Money Politik

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap responden (masyarakat) ketika melihat praktik money politic terjadi disekitarnya cukup memprihatinkan. Terdapat 40% responden (masyarakat) yang mengambil sikap apatis atau “cukup menyaksikan saja” bak hiburan lewat telenovela, sementara terdapat 23% responden (masyarakat) yang siap terlibat aktif dalam praktik tersebut. Hal

ini tentunya tidak sejalan dengan sikap penolakan atau sikap

responden/masyarakat yang tidak mentoleransi money politic sebesar 75%

pada bagian sebelumnya. Nampaknya sikap intoleransi yang terbangun di masyarakat Provinsi Gorontalo hanya berupa sikap “diam” yang pada gilirannya

menunjukkan bahwa praktik money politic mulai mengakar bahkan mulai

membudaya.

(41)

Gambar 23

Toleransi Money Politik berdasarkan Latar belakang Geografis

Dari grafik diatas dapat dicermati perbandingan sikap toleransi-intoleransi atas praktik money politik di masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Gorontalo. Sikap intoleransi/penolakan atas praktik money politic tertinggi ditunjukkan oleh masyarakat Kabupaten Pohuwato, yakni mencapai 82%; sementara sikap toleransi/menerima praktik tersebut tertinggi ditunjukkan masyarakat Kabupaten Bone Bolango, yakni mencapai 35%. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa di Kabupaten Bone Bolango praktik tersebut relatif populer bagi calon dan masyarakatnya.

21% 35% 26% 21% 20% 18% 79% 65% 74% 79% 80% 82% Kota Gtlo Kab Bone Bolango Kab Gtlo Kab Gorut Kab Boalemo Kab Pohuato

Sikap terhadap Money Politik

(basline : kab/kota)

(42)

38 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014 KPU Provinsi Gorontalo Gambar 24

Toleransi Money Politik berdasarkan jenis kelamin

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin laki-laki sebesar 54%, sementara sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin perempuan mencapai 46%. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki jauh lebih toleran/setuju terhadap praktik money politic tersebut dibanding masyarakat yang berjenis kelamin perempuan.

Sikap setuju terhadap Money Politik

(basline : jenis kelamin)

38 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Gambar 24

Toleransi Money Politik berdasarkan jenis kelamin

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin laki-laki sebesar 54%, sementara sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin perempuan mencapai 46%. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki jauh lebih toleran/setuju terhadap praktik money politic tersebut dibanding masyarakat yang berjenis kelamin perempuan.

Laki-Laki 54% Perempuan

46%

Sikap setuju terhadap Money Politik

(basline : jenis kelamin)

38 Laporan Riset Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2014

KPU Provinsi Gorontalo Gambar 24

Toleransi Money Politik berdasarkan jenis kelamin

Dari grafik di atas dapat dicermati bahwa sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin laki-laki sebesar 54%, sementara sikap persetujuan masyarakat berjenis kelamin perempuan mencapai 46%. Berdasarkan hal ini dapat dipahami bahwa masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki jauh lebih toleran/setuju terhadap praktik money politic tersebut dibanding masyarakat yang berjenis kelamin perempuan.

Sikap setuju terhadap Money Politik

Gambar

Gambar : Pelaksanaan Pemungutan Suara di TPS.
Gambar 5. Kebutuhan Mendesak Responden
Gambar 6. Kondisi Rasa Aman Responden
Gambar 21 Bentuk Money Politik
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga dapat disimpulkan bahwa CD Pembelajaran Matematika Berbantuan Software Geogebra Dengan Pendekatan Konstruktivisme Berbasis Teori Jean Piaget Pada Materi

Merujuk pada kebijakan umum pembangunan kesehatan na- sional, upaya penurunan angka kematian bayi dan balita merupakan bagian penting dalam Program Nasional Bagi

Sebagian besar guru menyatakan akan terus berusaha keras menemukan cara yang lebih baik dalam mengajar PLH, guru percaya akan dapat mengajar PLH sebaik pada

Justifikasi : Bahwa berdasarkan hasil review dokumen RKUPHHK-HA periode Tahun 2019- 2028, wawancara dengan PIC VLK Hutan serta verifikasi pengamatan lapangan diketahui bahwa pada

36 Jendral Sudirman mengambil peran serta dalam upaya penyelesaian bentrokan militer yang terjadi di Surakarta sejak peristiwa pelucutan Mobil Brigade (MOBRIG) oleh pasukan

Pengelolaan kawasan konservasi secara terintegrasi bertujuan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta perlindungan atas habitat dan sumberdaya alam. Dalam arti, skema

Implementasi dari sistem ini memiliki tujuan untuk memudahkan kader dan bidan dalam memantau dan mengelola data kegiatan Posyandu.. Berikut tahapan operasional

Setelah beberapa generasi, algoritma ini akan menghasilkan beberapa kromosom dengan nilai terbaik, dengan harapan dapat menyatakan solusi optimal dari permasalaha