• Tidak ada hasil yang ditemukan

FEMALE AGENCY DAN UPAYA REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM: TELAAH DAN KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN R.A KARTINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "FEMALE AGENCY DAN UPAYA REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM: TELAAH DAN KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN R.A KARTINI"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

FEMALE AGENCY

DAN UPAYA REKONSTRUKSI

PENDIDIKAN ISLAM:

TELAAH DAN KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN

R.A KARTINI

oleh Nur Fajriyah NIM. M113014

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan Untuk gelar Magister Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)

FEMALE AGENCY

DAN UPAYA REKONSTRUKSI

PENDIDIKAN ISLAM:

TELAAH DAN KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN

R.A KARTINI

oleh

NUR FAJRIYAH NIM. M113014

Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Salatiga sebagai pelengkap persyaratan untuk

gelar Magister Pendidikan Islam

Salatiga, Maret 2017

ttd

(3)

PERNYATAAN KEASLIAN

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis ini merupakan hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan dan keyakinan saya tidak mencantumkan tanpa pengakuan bahan-bahan yang telah dipublikasikan sebelumnya atau ditulis oleh orang lain, atau sebagian bahan yang pernah di ajukan untuk gelar atau ijasah pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga atau perguruan tinggi lainnya.

Salatiga, Maret 2017

Yang membuat pernyataan

(4)

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PROGRAM STUDI: PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS

Nama : Nur Fajriyah

NIM : M113014

Program Studi : Pendidikan Agama Islam Konsentrasi : Pendidikan Agama Islam Tanggal Ujian : Jum‟at, 24 Maret 2017

Judul Tesis : Female Agency dan Upaya Rekonstruksi Pendidikan Islam: Telaah dan Kontekstualisasi Pemikiran R.A Kartini

Panitia Munaqosah Tesis

1. Ketua Penguji : Dr. H. Zakiyuddin, M. Ag. ___________________

2. Sekretaris : Dr. Winarno, S.Si., M. Pd.___________________

3. Penguji I : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, MA._________________

(5)

ABSTRAK

“Female Agency dan Upaya Rekonstruksi Pendidikan Islam: Telaah dan Kontekstualisasi Pemikiran R.A Kartini“

Penelitian ini berupaya melihat R.A. Kartini dari sisi female agency, dengan menitikberatkan keterlibatan sosial R.A. Kartini dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang lebih menitikberatkan kepada pendidikan perempuan, serta relevansinya dalam pendidikan Islam Indonesia masa kini. Penelitian ini menggunakan metode “analisis isi kualitatif“ dan “hermeneutika“ untuk membedah dan mengkontekstualisasikan pemikiran R.A. Kartini. Sebagai analisisnya, penulis menggunakan konsep agency dan pendidikan humanistik, dalam hal ini humanistik-Islami.

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pemikiran pendidikan yang dikemukakan R.A Kartini? (2) Sejauhmana pemikiran pendidikan R.A Kartini bersentuhan dengan konsep “pendidikan humanistik”(3) Bagaimana kontekstualisasi pemikiran R.A Kartini dalam rekontruksi pendidikan Islam di Indonesia?

Pemikiran pendidikan R.A. Kartini bertumpukan pada pendidikan karakter dan pendidikan perempuan. R.A. Kartini melihat bahwa pendidikan perempuan adalah sebuah investasi bagi bangsa. Pendidikan adalah hak bagi setiap manusia, termasuk perempuan. Perjuangan R.A. Kartini akan pendidikan perempuan, telah membukakan mata kita, akan pentingnya pendidikan bagi perempuan. Melalui perjuangan R.A Kartini, perempuan Indonesia sekarang lebih maju dan bisa berkarya sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini kita bisa melihat agency R.A. Kartini dalam memperjuangkan dan mewujudkan pendidikan bagi perempuan. Di samping itu, R.A. Kartini juga menekankan pendidikan karakter, yang bisa menjadi penyangga kemajuan sebuah bangsa.

Pemikiran R.A. Kartini bersentuhan dengan pendidikan humanistik, yang menekankan pengembangan individu, memanusiakan manusia dan aktualisasi diri. Hanya saja, perlu kiranya dicatat bahwa pendidikan humanistik yang menjadi perhatian R.A. Kartini tidaklah bersifat atheistic namun bersifat theistic. Hal ini antara lain terlihat dalam diri pribadi R.A. Kartini sendiri yang dalam tulisan-tulisannya menyiratkan bahwa dia tidak berupaya menjadi “super woman“ namun menjadi “khalifatullah fil ard“. Pemikiran R.A. Kartini bisa dijadikan

(6)

ABSTRACT

Female Agency and The Attempt of Reconstructing Islamic Education: Assesment and Contextualization of R.A. Kartini’s Thoughts

This study investigates R.A. Kartini side from the perspective of female agency, with an emphasis on R.A. Kartini‟s social engagement R.A. Kartini in developing education in Indonesia. Educationin this sense is focused on the education of women, as well as its relevance in contemporary Indonesian Islamic education. This study uses “qualitative content analysis” and “hermeneutics” to analyze and contextualize the ideas of R.A. Kartini. To analyze the data, the author uses the concept of agency and humanistic education, more specifically theistic humanistic education.

This study deals with the following research questions (1) What are the educational ideas of R.A Kartini? (2) What is the relevance of educational ideas of R.A Kartini with the concept of humanistic education? (3) How is the contextualization of R.A Kartini‟s thoughts in the reconstruction of Islamic education in Indonesia?

Educational thoughts of R.A. Kartini are concentrated on character education and women‟s education. R.A. Kartini sees that female education is an investment for the nation. Education is a right for every human being, including women. The struggle of R.A. Kartini in the field of women‟s education has opened our eyes on the importance of education for women. Through her struggle, Indonesian women are now more advanced and able to work according to their ability. In this regard we can see the agency R.A. Kartini in fighting and realizing education for women. In addition, R.A. Kartini also emphasizes character education, which may provide a pillar for the progress of the nation.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, karunia, dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pengerjaan tesis ini sampai selesai. Tentunya tak ada gading yang tak retak, begitupun dengan penulisan tesis ini yang masih banyak kekurangan. Namun demikian segala hambatan dan tantangan, dalam penyajian tesis ini, bisa penulis lewati sehingga bisa terselesaikan dengan baik. Penulis mengambil judul “Female agency dan upaya rekonstruksi pendidikan Islam: telaah dan kontekstualisasi pemikiran R.A Kartini”. Penulis tertarik meneliti R.A Kartini dari sisi

pendidikannya, karena dari R.A Kartini penulis banyak belajar semangatnya dalam mendidik anak-anak bangsa, dalam hal ini perempuan. Di dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak, baik lewat diskusi, literatur maupun terjun langsung wawancara ke museum R.A Kartini di Rembang. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Rahmat Hariyadi, M. Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Dr. Zakiyudin Baedhowi, selaku Direktur Pasca Sarjana.

(8)

4. Segenap Dosen Pasca Sarjana IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmu, sekaligus memberikan motivasi agar tetap semangat dalam belajar.

5. Teman-teman Pasca Sarjana IAIN Salatiga, Angkatan 2013/2014. 6. Kedua Orang tua, yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan do‟a. 7. Anak saya Naora, terima kasih sudah menghibur mama dengan kelucuan

dan celotehmu. Mama sayang kamu nak.

8. Suami sekaligus partner dalam hidup saya. Terima kasih telah menumbuhkan semangat saya untuk belajar kembali.

9. Dan semua pihak, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga segala kebaikan mendapatkan balasan dari Allah SWT, amin. Akhirnya penulis sadari, penulisan tesis ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca.

Salatiga, April 2017

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PENGESAHAN……….. ……... ii

HALAMAN PERNYATAAN ………..……... iii

ABSTRAK……….……... iv

KATA PENGANTAR……….. v

DAFTAR ISI ……….……... vi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………. 2

C. Signifikansi Penelitian ……….. 8

1. Tujuan Penelitian ………. 8

2. Manfaat Penelitian ………... 8

D. Kajian Pustaka 1. Review Penelitian Terdahulu………. 9

2. Kerangka Teori ………... 11

E. Metode Penelitian……….. 13

F. Sistematika Penulisan ………... 15

BAB II R.A KARTINI: KEHIDUPAN DAN AKTIVISME……….. 17

A.Genealogi R.A Kartini ……….. 17

B. Latar Belakang Pendidikan R.A Kartini……… 20

C.Kondisi Pendidikan Jawa pada Zaman R.A Kartini ………. 23

D.Kumpulan Surat R.A Kartini dan Yayasan Sekolah Kartini……….. 27

E. R.A Kartini dan Perjuangan untuk Kemajuan Bangsa………... 30

F. R.A Kartini dan Interaksinya dengan Kiai Saleh Darat………. 34

G.R.A Kartini Feminis Islam dari Indonesia………. 39

BAB III PEMIKIRAN PENDIDIKAN R.A KARTINI……….. 45

A. R.A Kartini dan Pendidikan Perempuan……… 45

(10)

BAB IV KONTEKSTUALISASI PEMIKIRAN R.A KARTINI

DALAM REKONSTRUKSI PENDIDIKAN ISLAM……… 66

A.Pentingnya Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia………….. 66

B. Kontekstualisasi Pemikiran Kartini tentang Pendidikan Karakter….69 C.Pendidikan Islam Anti Kekerasan: Kontekstualisasi Pemikiran R.A Kartini ……… 74

D.Pendidikan berwawasan Gender dan Pemberdayaan Perempuan: Kontekstualisasi Pemikiran R.A. Kartini ……….. 76

BAB V PENUTUP ………... 81

A. Kesimpulan ………. 81

B. Saran ………. 83

DAFTAR PUSTAKA……… 84

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini (untuk selanjutnya disebut R.A Kartini), lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, dan wafat di Rembang 17 September 1904 pada usia 25 tahun.1 Anak kelima dari sebelas bersaudara ini sangat gemar membaca dan menulis, akan tetapi orang tuanya mengharuskan R.A Kartini menimba ilmu hanya sampai Sekolah Dasar karena harus dipingit. Karena tekad bulat R.A Kartini untuk mencapai cita-citanya, R.A Kartini mulai mengembangkan dengan belajar menulis dan membaca bersama teman sesama perempuannya. Saat itu juga R.A Kartini juga belajar bahasa Belanda. Semangat R.A Kartini tidak pernah padam, dengan rasa keingintahuan yang sangat besar, ia ingin selalu membaca surat kabar, buku-buku dan majalah Eropa. Dari situlah terlintas ide memajukan wanita Indonesia dari keterbelakangan. Karena kemampuannya berbahasa Belanda, R.A Kartini juga seringkali melakukan menyurat dengan korespondensi dari Belanda. Sempat terjadi surat-menyurat antara R.A Kartini dan Mr. J.H Abendanon untuk pengajuan beasiswa di negeri Belanda, tetapi semua itu tidak pernah terjadi karena R.A Kartini harus menikah pada 12 november 1903 dengan Raden Adipati

1

(12)

Joyodiningrat yang sudah memiliki tiga isteri. Perjuangan R.A Kartini tidak berhenti setelah menikah, R.A Kartini memiliki suami yang selalu mendukung akan cita-citanya dalam memperjuangkan pendidikan dan martabat kaum perempuan. Maka pada tahun 1912 didirikannya sekolah R.A Kartini di Jepara dan Rembang. Pendirian sekolah wanita tersebut berlanjut di Surabaya, Jogjakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon. Sekolah R.A Kartini didirikan oleh yayasan R.A Kartini, adapun yayasan R.A Kartini sendiri didirikan oleh keluarga Van Deventer dan tokoh politik etis.2

R.A Kartini meninggal selang beberapa hari setelah melahirkan anak pertama bernama R.M Soesalit pada 13 September 1904, tepatnya 4 hari setelah kelahiran R.M Soesalit, saat itu usia R.A Kartini masih 25 tahun. Setelah kematian R.A Kartini, seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda J.H Abendanon mulai membukukan surat menyurat R.A Kartini dengan teman-temannya di Eropa dengan judul “Door Duisternis tot Licht“ yang artinya Habis Gelap terbitlah terang. 3

Kumpulan surat-surat R.A Kartini dibuat setelah beliau terinspirasi penafsiran Kiai Saleh Darat terhadap Surat al-Baqarah ayat 257,

( ) yang artinya dari kegelapan menuju cahaya yang terang.

Adapun kedekatan R.A Kartini dengan Islam bermula dari pertemuannya dengan Kiai Saleh Darat dari Semarang. Saat itu R.A Kartini

2

Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, Jakarta: Lentera Dipantara, 2013, 51.

3

(13)

hadir dalam pengajian Kiai Saleh yang digelar di Pendopo Kesultanan Demak, saat itu R.A Kartini berkunjung ke kediaman pamannya, Ario Hadiningrat, sang bupati Demak. Kiai Saleh mengupas makna surat al-Fatihah, R.A Kartini yang tertarik pada cara Saleh menguraikan makna ayat-ayat tersebut meminta agar al Quran diterjemahkan ke dalam Bahasa Jawa. Kartini menyatakan, “Selama ini surat al-Fatihah gelap artinya bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, dia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo kiai (Saleh Darat) telah menerangkan dalam bahasa Jawa yang saya pahami„„.

Karena masih penasaran dengan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran, R.A Kartini meminta pamannya, Pangeran Ario Hadiningrat agar berkenan mempertemukannya kembali dengan Kiai Saleh Darat. Ketika keduanya bertemu, maka berlangsunglah sebuah dialog yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam al-Quran.4 Dialog tersebut adalah sebagai berikut:

Kiai, perkenankan saya bertanya, bagaimana hukumnya jika ada seorang

yang berilmu menyembunyikan ilmunya?“, tanya R.A. Kartini

Kiai Saleh Darat menimpalinya dengan sebuah pertanyaan, “Mengapa Raden

Ajeng bertanya demikian?“

Kiai, selama hidup saya baru kali ini berkesempatan memahami makna surat al Fatihah, surat pertama dari induk al-Quran. Isinya begitu indah,

menggetarkan sanubariku,“ ujar R.A Kartini.

Kiai Saleh Darat tertegun mendengar jawaban dari R.A Kartini. Ia seolah-olah tak punya kata untuk menyela. Lalu R.A Kartini melanjutkan pembicaraannya dengan sang Kiai.

Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran

4

(14)

ke dalam bahasa Jawa. Bukankah al-Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?.

Dari pertemuan tersebut, muncullah ide Kiai Saleh Darat untuk membuat al-Quran berbahasa Jawa. Ide kiai Saleh Darat, disambut gembira oleh R.A Kartini, meski Kiai Saleh Darat, mengetahui hal ini bisa membuatnya di penjara. Maklum, pada masa itu pemerintah Hindia-Belanda melarang segala bentuk penerjemahan al Quran. Kitab tafsir al-Quran berbahasa Jawa segera dikerjakannya. Agar tidak dicurigai penjajah, Kiai Saleh menggunakan huruf Arab gundul atau tanpa harakat (pegon) yang disusun membentuk kata-kata dalam bahasa Jawa. Al-Quran terjemahan ke dalam Bahasa Jawa diberi judul Fayd al-Rahman.

Dalam pembukaan kitab Fayd al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan yang memakai bahasa Arab Pegon, Kiai Saleh Darat menulis alasannya mengapa ia harus menulis tafsir terjemahan al-Quran tersebut. Ia menulis alasannya: “Saya melihat secara umum pada orang -orang awam tidak ada yang memperhatikan tentang maknanya al-Quran karena tidak tahu caranya dan tidak tahu maknanya karena al-Quran diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka dari itu saya bermaksud membuat terjemahan arti al-Quran.“5

Kitab tafsir dan terjemahan yang disusunnya itu menjadi kitab tafsir berbahasa Jawa pertama di Nusantara yang ditulis dalam aksara Arab. Setelah dicetak, Saleh menghadiahkan satu eksemplar kitab tersebut pada

5

(15)

R.A Kartini saat menikah dengan Bupati Rembang, Raden Mas Joyodiningrat.

Saat menerima al-Quran terjemahan bahasa Jawa itu, dengan perasaan senang R.A Kartini berucap, “Selama ini surat al-Fatihah gelap artinya bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, dia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo kiai (Saleh Darat) telah menerangkan dalam bahasa Jawa yang saya pahami.“

Terbantu memahami lebih banyak isi al-Qur„an, R.A Kartini terpikat pada suatu ayat yang menjadi favoritnya, yakni “Orang-orang beriman dibimbing Allah dari kegelapan menuju cahaya“, dalam surat al-Baqarah

ayat 257. Oleh sastrawan Sanusi Pane, judul buku kumpulan surat R.A Kartini dalam Bahasa Belanda Door Duisternis Tot Licht diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang, mengacu pada ayat favoritnya itu.6

Berawal saat menerima al-Quran terjemahan bahasa Jawa yang ditulis oleh Kiai Saleh Darat, R.A Kartini akhirnya mengerti makna yang terkandung dalam surat al-Baqarah. Sehingga mempengaruhi pemikirannya mengenai pendidikan yang beliau tulis dalam kumpulan surat-surat yang ditujukan kepada teman-temannya di Eropa, salah satu suratnya mengenai pendidikan.

Telah lama dan telah banyak saya memikirkan perkara pendidikan, terutama akhir-akhir ini. Saya pandang pendidikan itu sebagai kewajiban yang demikian mulia dan suci, sehingga saya pandang kejahatan apabila tanpa kecakapan yang sempurna saya berani menyerahkan tenaga untuk perkara

6

(16)

pendidikan. Bagi saya pendidikan itu merupakan pembentukan budi dan jiwa.7

Dalam kerangka tersebut, ada indikasi bahwa pemikiran pendidikan R.A Kartini bersentuhan dengan konsep pendidikan humanistik. Pendidikan humanistik adalah di mana seseorang harus mempunyai kemampuan untuk mengarahkan sendiri perilakunya dalam belajar (self regulated learning), apa yang akan dipelajari dan sampai tingkatan mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Ide pokoknya adalah bagaimana seseorang yang belajar mengarahkan diri sendiri, sekaligus memotivasi diri sendiri dalam belajar daripada sekedar menjadi penerima pasif dalam proses belajar. Dari beberapa penelitian dengan mengarahkan dan memotivasi diri sendiri, seseorang lebih memiliki motivasi besar untuk belajar.8

Pendidikan humanistik merupakan sebuah filosofi belajar yang sangat memperhatikan keunikan-keunikan yang dimiliki oleh seseorang, bahwa setiap pribadi mempunyai cara sendiri dalam mengkonstruk ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Pembelajaran dengan pendekatan ini juga lebih menghargai domain-domain lain yang ada dalam diri seseorang selain domain kognitif dan psikomotorik, sehingga dalam proses pembelajarannya nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri seseorang mendapatkan perhatian untuk dikembangkan.9

7

Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang..., 111

8

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2008, 142.

9

(17)

Penelitian mengenai “Female agency dan upaya rekonstruksi pendidikan Islam, telaah dan kontekstualisasi pemikiran R.A Kartini“, ini

penting dilakukan. Mengingat R.A Kartini, merupakan sosok wanita pertama di Indonesia yang mampu merubah tradisi lama Jawa, dimana perempuan tidak bisa memperoleh pendidikan yang setara dengan laki-laki. Karena menganggap bahwa perempuan hanya bisa menjadi istri dan ibu rumah tangga biasa. Dari pemikiran beliau yang dituangkan melalui surat-menyurat kepada sahabatnya di Eropa, kita bisa membaca bahwa sosok R.A Kartini adalah pahlawan wanita yang berjasa untuk kemajuan bangsa Indonesia terutama perempuan dalam memperoleh pendidikan.

Selama ini R.A Kartini sering diidentikkan dengan feminis sekuler, yang sama sekali tidak berakar dari tradisi Islam. Melalui penelitian ini, penulis akan menelaah dan menganalisis pemikiran pendidikan R.A. Kartini dengan melihat akar dan inspirasinya dari tradisi Islam. Selain itu penelitian ini juga akan melihat kontekstualisasi pemikiran R.A. Kartini dalam upaya rekonstruksi pendidikan Islam masa kini di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pemikiran pendidikan yang dikemukakan R.A Kartini?

2. Sejauhmana pemikiran pendidikan R.A Kartini bersentuhan dengan konsep “pendidikan humanistik”?

(18)

C. Signifikansi Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Menjelaskan pemikiran pendidikan yang digagas oleh R.A Kartini b. Menjelaskan kaitan antara pemikiran pendidikan R.A Kartini dengan

konsep “pendidikan humanistik”.

c. Melacak kontekstualisasi pemikiran R.A Kartini dalam upaya rekonstruksi pendidikan Islam di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara akademik diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan kajian untuk memahami female agency R.A Kartini yang terutama sekali terefleksikan dalam aktivisme dan pemikiran pendidikan R.A Kartini. Sumbangsih lebih lanjut dari penelitian ini adalah konstektualisasi dari pemikiran pendidikan R.A Kartini, untuk melihat relevansinya dalam rekonstruksi pendidikan Islam, yang adil kepada gender.

(19)

D. Kajian Pustaka

1. Review Penelitian Terdahulu

Sejauh informasi yang diperoleh, penelitian dalam bentuk pemikiran R.A Kartini telah dilakukan oleh Dri Arbaningsih (2005) dalam bentuk disertasi dengan judul Kartini dari Sisi Lain, Menelaah Pemikiran Kartini

tentang Emansipasi “Bangsa“. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh

surat-surat dan dua nota R.A Kartini. Menurut Dri Arbaningsih, R.A Kartini lebih dari sekedar tokoh emansipasi wanita seperti dimengerti orang selama ini. Emansipasi R.A Kartini jauh lebih luas, yakni “emansipasi bangsa“ Jawa (kebangsaan nasional Indonesia ketika itu belum lahir), yang ternyata merupakan embrio kebangkitan “bangsa-bangsa“ lain. Pengakuan R.A

Kartini dan beberapa pelajar STOVIA (dalam korespondensi mereka) atas kesadaran eksistensial-esensial sebagai “rakyat“ dan “bangsa“, yakni Jong Java, ternyata membuahkan bukan saja Boedi Oetomo melainkan juga Soempah Pemoeda 1928 oleh pelbagai Jong “bangsa-bangsa“ Nusantara. Karena itulah, R.A Kartini adalah salah seorang perintis Kebangkitan Nasional. Buku Door Duisternis Tot Licht (1911), merupakan buku kumpulan surat-surat R.A Kartini yang disusun dan diterbitkan oleh J.H Abendanon, berhasil mereduksi dan memposisikan R.A Kartini hanya sebagai tokoh emansipasi saja.10

10

Dri Arbaningsih, R.A Kartini dari Sisi Lain, Menelaah Pemikiran R.A Kartini tentang

(20)

Selain Dri Arbaningsih, penelitian mengenai R.A Kartini juga dilakukan oleh Jean Stewart Taylor, yang mengambil judul “Raden Ajeng Kartini“, yang ditulis dalam sebuah jurnal Signs: Journal of Women in Culture and Society. Tulisan Taylor, mengangkat R.A Kartini sebagai sosok yang mempunyai pengaruh dan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia, dan dianggap sebagai feminis yang menerjemahkan ide-ide Eropa ke dalam masyarakat Indonesia. Stewart menggambarkan bahwa R.A Kartini juga mempunyai mimpi besar untuk perubahan bagi kemajuan perempuan Jawa, terutama dalam hal pendidikan, seni tradisional, kesehatan publik, dan kesejahteraan ekonomi.11

Penelitian tersebut di atas memilih materi yang berbeda dengan penelitian yang akan penulis paparkan, sehingga penelitian yang diberi judul “Female Agency dan Upaya Rekonstruksi Pendidikan Islam: Telaah

dan Konstektualisasi Pemikiran R.A Kartini“ ini layak dilakukan. Menurut hemat penulis inspirasi yang dilakukan oleh R.A Kartini baik dalam isi surat-suratnya dan semangatnya dalam pendidikan pembebasan dipengaruhi oleh al-Quran, yakni surat al-Baqarah ayat 257, yang artinya “Orang-orang beriman dibimbing Allah dari kegelapan menuju cahaya“.

Karena di dalam surat-surat tersebut R.A Kartini banyak memberikan pencerahan tidak hanya bagi perempuan Jawa yang selama ini terkukung oleh tradisi, tapi bagaimana R.A Kartini memberikan semangat pembebasan agar laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan untuk

11 Jean Stewart Taylor, “Raden Ajeng Kartini”,

(21)

maju bersama, sebagaimana isi dari kumpulan surat-suratnya yang terangkum dalam Habis Gelap Terbitlah Terang.

Penelitian penulis juga memiliki kekhasan tersendiri, dalam hal kerangka konsep pendidikan, karena penelitian ini menerapkan konsep

agencyuntuk membedah keterlibatan sosial R.A Kartini dalam pendidikan dan pemberdayaan perempuan.

2. Kerangka Teori

Untuk penelitian ini penulis menggunakan konsep agency yang ditawarkan oleh Emirbayer dan Mische.12 Agency adalah sebuah konsep yang penting untuk melihat dan menganalisis keterlibatan sebuah aktor, dalam hal ini R.A Kartini. Agency adalah proses temporal dari keterlibatan sosial, berdasarkan pengetahuan dan kesadaran akan masa lampau (dalam bentuk habitual), berorientasi pada masa depan (dalam bentuk kemampuan projective untuk membayangkan kemungkinan alternatif) dan juga pada masa sekarang (dalam bentuk kemampuan practical evaluative

untuk mengkontekstualisasi habitus masa lampau dan proyek masa depan dalam konteks masa sekarang. Ketiga aspek agency tersebut menurut hemat penulis sangat relevan untuk memotret dan mengkaji keterlibatan R.A Kartini dalam proses sosial yang melingkupinya.

12

(22)

Contoh dari konsep agency ini penulis cuplik dari kumpulan surat R.A Kartini “Habis Gelap Terbitlah Terang“. Hal ini terlihat dari kutipan berikut: “Bagaimana pernikahan dapat membawa kebahagiaan, jika hukumnya dibuat untuk semua lelaki dan tidak untuk wanita? Kalau hukum dan pendidikan hanya untuk lelaki? Apakah itu berarti ia boleh melakukan segala sesuatunya?“. 13

Dari kutipan ini terlihat agency dari R.A Kartini, terutama aspek

practical-evaluative. Dalam hal ini R.A Kartini mengkritisi habitus masa lampau masyarakat Jawa, terutama sekali budaya patriarki, yang memberikan peran kuat pada laki-laki terutama dalam pendidikan dan hukum. Sebagai evaluasi dan tindak lanjut dari hal itu, maka R.A Kartini berupaya memberdayakan perempuan dalam hal pendidikan, yang pada gilirannya akan memberdayakan perempuan dalam hal hukum dan aspek-aspek sosial yang lain.

Selain agency, penulis juga menggunakan konsep “pendidikan humanistik“. Pendidikan humanistik memandang bahwa belajar bukan

sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada. Domain-domain tersebut meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanistik dalam pembelajaran menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi yang terbuka, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang. Sehingga tujuan

13

(23)

yang ingin dicapai dalam proses belajar itu tidak hanya dalam domain kognitif saja, tetapi bagaimana menjadi individu yang bertanggungjawab, penuh perhatian terhadap lingkungannya, serta mempunyai kedewasaan emosi dan spiritual.14

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan tesis ini penulis menggunakan penelitian pustaka (library research). Untuk menganalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan metode “analisis isi kualitatif“ (qualitative content

analysis). Adapun langkah-langkah utama dari metode ini adalah:

1. menyusun “kategori” (formulating the categories),

2. mendefinisikan “kategori” (defining the categories),

3. mengindikasikan kata-kata yang mewakili “kategori” tersebut.15

Selain itu, penulis menggunakan metode hermeneutika. Hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam teks, mitos ataupun simbol. 16 Dalam penelitian ini, metode hermeneutika terutama sekali dibutuhkan untuk melihat sebuah teks dalam konteks awal saat teks tersebut ditulis, untuk kemudian melihat substansi dari pesan teks tersebut, kemudian dicari relevansinya dalam

14

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran..., 142.

15

Margrit Schreier, Qualitative Content Analysis in Practice, California: Sage, 2012.

16

“Hermeneutics: Principles of Biblical Information“, Encyclopaedia Britannica,

(24)

konteks masa sekarang, dengan tetap mempertimbangkan substansi pesan tersebut.17

Sumber premier dari penelitian ini adalah buku kumpulan surat R.A Kartini yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang (Door Duisternis tot Licht) Kumpulan Surat Kartini yang menginspirasi Wanita-wanita di

Indonesia Sepanjang Masa (Jakarta: Penerbit Narasi, 2011). Selain itu penulis juga merujuk pada biografi R.A Kartini yang ditulis oleh Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soertoto, yang berjudul Kartini, Sebuah Biografi, Rujukan Figur Pemimpin Teladan (Jakarta: Balai Pustaka, 2011). Sedangkan sumber sekunder dari penelitian ini adalah karya-karya yang ditulis oleh para ilmuwan tentang sosok R.A Kartini.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan tesis ini, penulis membuat sistematika dalam lima bab yaitu:

Bab I, Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, kerangka teori, review penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II, Biografi R.A Kartini menjelaskan tentang gambaran umum mengenai sosok R.A Kartini, permasalahan dan kendala yang dihadapi

17

(25)

oleh R.A Kartini, dan perjuangan R.A Kartini untuk memberikan pendidikan kepada kaum perempuan agar setara dengan laki-laki.

Bab III, pemikiran pendidikan R.A Kartini, yang meliputi pemikiran pendidikan R.A Kartini tentang pendidikan perempuan dan pendidikan karakter. Pada surat-surat R.A Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya khususnya menyangkut kebebasan untuk menuntut ilmu dan belajar. Dalam bab ini juga akan dibahas apakah pemikiran R.A Kartini tentang pendidikan bersinggungan dengan konsep “pendidikan humanistik“.

BAB IV, kontekstualisasi pemikiran R.A Kartini dalam rekonstruksi pendidikan Islam. Dalam bab ini, penulis berupaya menyelaraskan pemikiran R.A Kartini pada masa lalu ke dalam konteks sekarang, terutama dalam kaitannya dengan upaya rekonstruksi pendidikan Islam masa kini, yang sadar akan gender dan pemberdayaan wanita.

(26)

BAB II

R.A KARTINI: KEHIDUPAN DAN AKTIVISME

A. Genealogi R.A Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong, Jepara, Jawa Tengah, pada tangggal 21 April 1879. Lahir dari pasangan Ario Sosroningrat dan Ibu Ngasirah. R.A Kartini merupakan anak ke 5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua.

R.A Kartini digambarkan sudah menunjukkan kemandirian dan rasa ingin tahunya yang tinggi sejak dini.18 Ayah Kartini, R.M. Sosroningrat, Bupati Jepara, mempunyai dua orang istri. Yang pertama dinikahinya pada tahun 1872, ketika ia masih berpangkat wedana di Mayong. Istrinya, Mas Ajeng Ngasirah, berasal dari kalangan rakyat biasa anak Nyai Hajjah Siti Aminah dengan Kiai Haji Madirono, seorang guru agama di Desa Telukawur, Jepara.19 Masih dalam kedudukannya sebagai Wedana, pada tahun 1875 ia menikah lagi dengan seorang putri bangsawan tinggi keturunan Raja Madura, yaitu Raden Ajeng Wuryam atau Muryam putri R.A. Citrowikromo, Bupati Jepara sebelum Sosroningrat. Istri kedua ini kemudian diangkat menjadi “garwa padmi”, sedangkan Mas Ajeng Ngasirah sebagai “garwa ampil”. Sebutan “garwa

18

Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini, Sebuah Biografi, Rujukan Figur Pemimpin Teladan, Jakarta: Balai Pustaka, 2011, 24.

19

(27)

padmi” adalah sebutan untuk istri utama yang mendampingi suaminya

pada upacara-upacara resmi. Sedangkan istri yang lain, yang dinikahi dengan sah maka disebutnya sebagai “garwa ampil”.

Berikut skema dari silsilah keluarga R.A Kartini, yang berasal dari kakeknya, R.M Sosroningrat.

Silsilah keluarga Sosroningrat20 R.M. Sosroningrat – Bupati Jepara

Garwa Ampil: M.A Ngasirah Garwa Padmi: R.A. Sosroningrat

1. R.M Slamet (15 Juni 1873) 3. R.A Sulastri (9Januari 1877) 2. R.M Busono (11 Mei 1874) 6. R.A Rukmini (4 Juli 1880) 4. R.M Kartono (10 April 1877) 8.R.A Kartinah (3Juni 1883) 5. R.A Kartini (21 April 1879)

7. R. A Kardinah (1 Maret 1881) 9. R.M Muljono (26 Desember 1885) 10.R.A Sumatri (11 Maret 1888) 11.R.M Rawito (16 Oktober 1892)

20

(28)

Pada skema tersebut, terlihat urutan putra dan putri R.M.A.A Sosroningrat, serta dari istri mana mereka dilahirkan.

Anak ke-1 : R.M Slamet

Anak ke-2 : R.M Busono, bergelar P.A Sosrobusono, Bupati Ngawi Anak ke-3 : R.A Sulastri, menikah dengan R. Cokrohadisosro, Patih

Kendal

Anak ke-4 : R.M Kartono, bergelar R.M.P Sosrokartono dan terkenal sebagai “Ndoro Sosro”.

Anak ke-5 : R.A Kartini, menikah dengan R.A.A Joyoadiningrat Anak ke-6 : R.A Rukmini, menikah dengan R. Santoso

Anak ke-7 : R.A Kardinah, menikah dengan R.M.A.A Reksonegoro, Patih Pemalang, kemudian menjadi Bupati Tegal

Anak ke-8 : R.A Kartinah, menikah dengan R. Dirjoprawiro Anak ke-9 : R.M Mulyono

Anak ke-10 : R.A Sumatri, menikah dengan R. Sosrohadikusumo Anak ke-11 : R.M Rawito

B. Latar Belakang Pendidikan R.A Kartini

(29)

Di sekolah, R.A Kartini termasuk sosok yang kritis dan cerdas, R.A Kartini dengan mudah dapat beradaptasi dan bersaing dengan teman-temannya dari Belanda baik perempuan maupun laki-laki. Ia berbicara bahasa Belanda dengan fasih. Hal ini dibuktikan ketika seorang inspektur Belanda datang ke sekolah R.A Kartini, inspektur tersebut memberikan tugas kepada anak-anak membuat karangan dalam bahasa Belanda. Menurut hasil penilaiannya, ternyata karangan R.A Kartini paling bagus dibanding semua karangan dari seluruh sekolah di daerah inspeksinya.21

R.A Kartini bisa membuat karangan dengan baik, karena tidak lepas dari didikan ayahnya semenjak kecil. R.A Kartini terbiasa membaca buku-buku dan koran yang berbahasa Belanda, sehingga menjadikan R.A Kartini tidak asing dalam mempelajari bahasa Belanda secara fasih. Selain itu, ayahnya selalu memperkenalkan putri-putrinya kepada tamu bangsa Belanda yang datang ke kabupaten. Dengan demikian secara tidak langsung R.A Kartini beserta adik-adiknya belajar berkomunikasi dalam Bahasa Belanda.

Di antara buku yang dibaca R.A Kartini antara lain adalah, „Tujuan Pergerakan Wanita‟ dari Dr. Aletta Jacobs dan „Droomen van het Ghetto‟ (impian dari Ghetto) dari Zangwill. Buku „Moderne Maagden‟ dari Marcel

Prevost menarik hatinya karena menggambarkan pergerakan wanita yang memikat dan mengharukan. Begitu pun artikel „Apakah tugas wanita modern?‟ dari majalah Wettenschappelijke Bladen. R.A Kartini menyukai

21

(30)

buku „Barthold Meryan‟ dari sosialis Cornelie Huygens, karena membahas

tentang sosialisme, pernikahan, dan kedudukan wanita. Kegemarannya dengan buku, mengantarkan sahabat, ayah, dan kakaknya menghadiahkan buku yang berkualitas kepada R.A Kartini. Seperti buku-buku dari Henri Borel, yaitu „De Laatste Incarnatie‟ dan „Het Jongetje‟. Karya Borel

mampu menampilkan bahasa yang menawan sehingga menarik hati R.A Kartini untuk membacanya.22

Mengenai kegemarannya membaca, R.A Kartini pernah menceritakan perihal tersebut kepada Nyonya R.M Abendanon – Mandri.

Bila hatinya sedang bersedih, ia hanya dapat menemukan hiburan dari

sahabatnya yang tak pernah bergerak yaitu “buku-buku”. Ia selalu gemar sekali membaca, namun kini kesenangannya bacaan sudah menjadi bagian hidupnya. Apabila ia telah menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, segera ia memegang buku atau surat kabar. Ia membaca semuanya yang tertangkap oleh bola matanya. Ia melahap semua bacaan, bercampur antara yang baik dan yang buruk. Banyak sekali buku yang dinikmatinya, buku yang tak terkatakan bagusnya yang membuatnya dapat melupakan semua kesedihan dalam hidupnya. Tabiat-tabiat baik, pandangan hidup mulia, jiwa dan pikiran besar, membuat hatinya berkobar-kobar kegirangan dan gemetar karena berbesar hati. Ia menghayati sepenuhnya semua yang dibaca.23

Sebuah buku yang sangat menyentuh rasa nasionalisme R.A Kartini, adalah „Max Havelaar‟ karya besar Eduard Douwes Dekker yang

terkenal dengan nama samaran Multatuli. Dia seorang penulis jenius yang belum ada tandingannya dalam sastra Belanda. „Max Havelaar‟ berisikan

tentang roman otobiografi Multatuli, yang berisi gugatan sosial yang menggemparkan masyarakat di Eropa dan Hindia Belanda (Indonesia).

22

Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini, Sebuah Biografi…, 18.

23

(31)

Berkat bukunya itu nama Mulatatuli tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai pembela bangsa Indonesia. Baru pada tahun 1972 buku tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh HB. Jassin dengan kata pengantar oleh Drs. G. Termoshuizen. Sebelumnya buku „Max Havelaar

telah diterjemahkan ke dalam sejumlah bahasa dan menjadi literatur dunia.24

Jika kita telaah lebih dalam, melalui kegemaran membaca, telah mengantarkan R.A Kartini pada pengetahuannya yang luas mengenai berbagai persoalan yang menimpa rakyat Indonesia pada masa itu. Tidak hanya sekedar membaca, R.A Kartini mampu memahami dan menyelami pemikiran sang penulis dalam kehidupan sehari-hari. Hingga akhirnya hasil bacaan tersebut, mampu menghasilkan renungan yang ia tuliskan dalam surat-suratnya yang ditujukan kepada sahabat, dan teman penanya dari Indonesia maupun Eropa. Pembelajaran secara otodidak yang dilakukan oleh R.A Kartini, menjadikan dia fasih dalam bahasa Belanda selain juga kecakapan untuk tulis menulis.

C. Kondisi Pendidikan Jawa pada zaman R.A Kartini

Pada tahun 1870-an, kondisi dan budaya Jawa tidak menginginkan perempuan maju setara dengan laki-laki. Perempuan ningrat sebelum menikah harus dipingit di dalam rumah, untuk menjaga harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Hal ini dilihat oleh R.A Kartini sebagai

24

(32)

ketidakadilan terhadap kaum perempuan dan sebagai bentuk diskriminasi. R.A Kartini mengkritisi ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam mengakses pendidikan. Perempuan ingin belajar menuntut ilmu masih sering dianggap tabu oleh masyarakat. Hal ini karena persepsi bahwa perempuan ningrat yang keluar rumah adalah melanggar aturan adat, sehingga tidak ada yang berani melanggarnya.

Ketidakberuntungan juga terlihat di perempuan kelas bawah. Sekalipun mereka diperbolehkan keluar rumah untuk mencari nafkah, namun mereka sering dipaksa untuk dinikahkan dengan laki-laki yang sudah beristri. Perempuan secara umum pada zaman itu bisa dikategorikan sebagai kelompok termarginalkan.

R.A Kartini memberi perhatian akan fenomena perempuan di Jawa yang tidak mempunyai akses untuk mengenyam pendidikan. Hal ini antara lain terlihat dalam korespondensinya dengan Nyonya N. van Kol.

Begitu banyak azab dan sengsara yang diderita oleh perempuan bumiputra. Berbagai penderitaan itu yang telah saya saksikan dalam masa kanak-kanak saya, sehingga menimbulkan keinginan dalam hati untuk melawan adat istiadat yang seolah-olah membenarkan dan menganggap adil keadaan itu. Usaha kami mempunyai dua tujuan, yaitu turut berusaha memajukan bangsa kami dan merintis jalan bagi saudara-saudara perempuan kami menuju ke keadaan yang lebih baik, yang setara dengan martabat manusia. Kami mengajukan permohonan: bantulah kami untuk mewujudkan cita-cita kami yang bertujuan memberi kebahagiaan bagi bangsa dan kaum kami yaitu perempuan. Didiklah perempuan Jawa, cerdaskan menurut perasaan dan pikiran. Dengan demikian tuan sekalian akan mendapat teman bekerja yang tangkas dan cakap dalam melaksanakan kerja raksasa tuan yang mulia dan indah, yaitu membuat bangsa beradab, cerdas dan bangkit! 25

25

(33)

Dalam suratnya yang lain, yang ditujukan kepada Nyonya N. van Kol, R.A Kartini menyatakan cita-citanya agar kaum perempuan juga diberikan kesempatan menimba ilmu kedokteran. Hal ini dikarenakan, R.A Kartini melihat banyak orang Jawa yang sakit dan masih sedikit yang mengerti tentang ilmu kedokteran. Keinginaan R.A Kartini mengenai cita-citanya, dia tuliskan kepada Nyonya N. van Kol.

Saya dan Roekmini akan bekerjasama. Yang juga kami harap dapat diajarkan pada sekolah yang kami cita-citakan itu ialah: ilmu kesehatan, ilmu merawat, dan ilmu membalut luka! ilmu pengetahuan inilah yang selalu akan berguna bagi kami, dan banyak berguna bagi masyarakat di sekeliling kami ketika harus merawat orang sakit. Sangat menyedihkan bila melihat orang yang kami sayangi menderita, sedang kami tidak tahu bagaimana meringankan penderitaan mereka. Pengetahuan ilmu kesehatan, ilmu merawat dan kepandaian membalut luka harus menjadi bagian dari pendidikan. Kecelakaan dapat dihindari, atau setidaknya jumlahnya dapat ditekan serendah-rendahnya apabila pengetahuan itu diajarkan baik kepada laki-laki maupun kepada perempuan. Sama sekali kami tidak bermaksud menjadikan orang Jawa sebagai bangsa Jawa Eropa dengan pendidikan bebas. Kami hanya ingin memberikan berbagai kelebihan bangsa lain kepada mereka disamping berbagai kelebihan yang sudah ada pada mereka sendiri. Bukan untuk menggeser sifat-sifat bawaan mereka sendiri, melainkan untuk membuatnya lebih halus dan luhur!26

R.A Kartini mengajukan permohonan kepada pemerintah kerajaan Belanda agar memberikan akses pendidikan kepada rakyat. R.A Kartini menilai bahwa pendidikan sangat penting untuk pembentukan akal pikiran dan juga pembentukan karakter. Ini bisa dilihat sebagai aspek projektif dari agency R.A Kartini, yaitu keinginan dan cita-cita untuk memajukan pendidikan pada generasi muda. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

Kami hendak berhubungan dengan kaum laki-laki bangsa kami terpelajar, yang suka akan kemajuan; hendak berusaha bersahabat dengan mereka dan selain itu mencoba mendapat bantuannya. Bukan orang laki-laki yang

26

(34)

kami lawan, melainkan pendapat kolot yang turun-temurun, adat yang tidak terpakai bagi tanah jawa kami masa depan. Dari Jawa baru ini beberapa orang lain, baik laki-laki maupun perempuan, bersama-sama kami merupakan pelopor. Sepanjang masa perintis jalan itu dalam bidang apapun berat tanggung jawabnya, kami tahu. Senang sekali mempunyai cita-cita dan tujuan hidup.27

R.A Kartini meminta adanya sekolah kejujuran yang dilengkapi asrama untuk para gadis. Setiap sekolah harus memiliki perpustakaan yang memadai, agar para siswa fasih berbahasa Belanda selain bahasa Indonesia.. Tentang bahasa, R.A Kartini pernah mengatakan, “saya tidak mengerti satu pun bahasa modern. Sayang! Adat tidak mengizinkan kami, para gadis untuk belajar lebih banyak. Kami mengerti bahasa Belanda saja, sudah dianggap keterlaluan. Saya belajar bahasa, bukan hanya untuk bicara dalam bahasa itu, melainkan supaya saya dapat membaca karya para pengarang asing yang bagus dalam bahasa aslinya!”28

R.A Kartini dalam suratnya, juga mengemukakan keinginannya untuk menjadi guru. Ia memandang tugas pendidik sangat mulia, Hal tersebut dinyatakan kepada Ny. Abendanon:

Saya berpendapat mendidik adalah tugas yang luhur dan suci. Tanpa memiliki keahlian memadai adalah dosa mencurahkan diri di bidang tersebut. Bagi saya pendidikan berarti pembentukan watak dan akal pikiran. Tugas pendidik tidak berhenti pada pengembangan akalnya saja. Ia juga wajib memelihara pembentukan wataknya. Secara moral dia berkewajiban, walau tidak ada hukum yang mengharuskannya melakukan itu. Patut diingat, bahwa perkembangan intelektual saja tidak menjamin nilai kesusilaannya.29

27

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, 55.

28

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, 13.

29

(35)

Suratnya kepada Prof. Anton yang menyatakan kewajiban seseorang berpendidikan:

Kami memohon dengan sangat supaya di sini diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan. Bukankah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki, melainkan karena kami yakin akan pengaruh besar yang mungkin datang dari kaum perempuan. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh ibu Alam sendiri ke dalam tangannya agar menjadi ibu yang menjadi pendidik anak-anak mereka.30

Selain masalah pendidikan secara umum, R.A Kartini juga menuliskan pendidikan secara khusus bagi anak-anak. Sebagaimana tertuang dalam suratnya yang ditujukan kepada Dr.Anton:

Ibu adalah pusat kehidupan rumah tangga. Kepada mereka dibebankan tugas besar mendidik anak-anaknya, pendidikan yang akan membentuk budi pekertinya. Berilah pendidikan yang baik bagi anak-anak perempuan. Siapkanlah masak-masak untuk menjalankan tugasnya yang berat.

Hendaknya para ibu mengetahui jika mereka dikaruniai kebahagiaan sebesar sebagai seorang perempuan, yaitu kemewahan ibu! Bersamanya seorang anak mendapatkan masa depannya. Di depan matanya jelas tergambar kewajiban yang dibebankan keibuannya kepada dirinya. Mereka mendapatkan anak bukan untuk dirinya sendiri. Mereka harus mendidiknya untuk keluarga besar, keluarga raksasa yang bernama masyarakat, karena anak itu kelak akan menjadi anggotanya!.31

Begitu besar perhatian R.A Kartini terhadap pendidikan, yang beliau tuangkan dalam isi surat-suratnya kepada para sahabat penanya. R.A Kartini menghendaki sistem pendidikan yang mengutamakan pembinaan watak untuk semua disiplin ilmu, terutama yang bermanfaat

30

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, 339.

31

(36)

bagi masyarakat luas, seperti kesehatan, kedokteran, bidan/perawat, apoteker obat tradisional, pamong praja, hukum juga agama.32

D. Kumpulan Surat R.A Kartini dan Yayasan Sekolah Kartini

Pada tanggal 13 September putranya lahir dan empat hari kemudian, pada tanggal 17 September 1904, R.A Kartini meninggal dengan tiba-tiba dalam usia 25 tahun. Kabar meninggalnya R.A Kartini telah sampai kepada keluarga Abendanon. Suami dari R.A Kartini, Bupati Joyodiningrat menyampaikan berita meninggalnya R.A Kartini dengan menulis surat kepadanya.

Dengan halus dan tenang ia menghembuskan napasnya yang terakhir dalam pelukan saya. Lima menit sebelum hilang, pikirannya masih utuh, dan sampai saat terakhir ia tetap sadar. Dalam segala gagasan dan usahanya ia adalah lambing cinta. Pandangannya dalam hidup sedemikian luas sehingga tidak ada di antara saudara-saudaranya perempuan yang dapat menyamainya. Jenazahnya saya tanam keesokan harinya di halaman pesanggrahan kami di Bulu. 13 pal dari kota.33

Berita wafatnya R.A Kartini diterima oleh keluarga Abendanon ketika mereka masih di Batavia. Kabar yang mengejutkan ini, membuat Abendanon menyesal, karena telah membujuk R.A Kartini untuk melepaskan izin yang telah dipegangnya untuk belajar di Nederland. Dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” dituliskan kata pengantar

oleh Abendanon, “Kawat yang memberitakan kematian mendadak pada tanggal 17 September 1904 menimbulkan kesedihan yang mendalam.

32

Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini, Sebuah Biografi…., 365.

33

(37)

Seperti yang hanya kami rasakan pada berlalunya orang-orang yang paling kami cintai”.34

Untuk menghormati R.A Kartini, Abendanon akhirnya menerbitkan surat-surat Kartini sebagai penghargaan tertinggi kepada R.A Kartini. Buku Door duisternis tot licht terbit pertama kali pada bulan April 1911, sekitar 6,5 tahun setelah wafatnya R.A Kartini. Penerbitan perdana buku Door duisternis tot licht bertepatan dengan hari lahir R.A Kartini, 21 April 1911. Buku tersebut mendapat sambutan hangat dari masyarakat Nederland, mereka kagum membaca pikiran-pikiran R.A Kartini yang ditulis dalam bahasa Belanda yang indah. Dalam waktu yang lama Door duisternis tot licht menjadi pembicaraan di koran-koran, majalah, dan bukunya menjadi best seller. Orang Belanda jadi mengenal sosok R.A Kartini lebih dekat, mengenai pemikiran dan cita-citanya terhadap pendidikan.35

Selain peran Abendanon, sosok lain yang berjasa dalam mendirikan sekolah R.A Kartini adalah Nyonya Hilda de Booy-Boissevain. Hilda sangat aktif untuk mencarikan dana dengan propaganda berkeliling Nederland memperkenalkan cita-cita R.A Kartini di kalangan masyarakat Belanda. Dalam kata pengantar Door duisternis tot licht,

Abendanon memberitahukan bahwa semua hasil penjualan buku diserahkan untuk Sekolah Kartini yang akan didirikan.

34

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, vi.

35

(38)

Gagasan R.A Kartini dalam Door duisternis tot licht untuk mendirikan sekolah bagi perempuan Jawa juga telah mengetuk hati Mr. C. Th. Van Deventer yang pernah bekerja di Hindia Belanda. Setelah membaca surat-surat R.A Kartini, ia memperoleh pandangan baru mengenai sosok R.A Kartini. Selama ini Van Deventer melihat orang Jawa adalah orang malas, tidak punya pendidikan, dan hanya bisa sebagai budak. Dengan membaca buku Door duisternis tot licht ia membuat penilaian yang berbeda. Kekaguman Van Deventer terhadap sosok R.A Kartini, ia tuliskan dalam sebuah karangan dengan judul „Kartini‟ dalam

majalah De Gids, di mana ia menyatakan rasa kagum dan simpatinya terhadap cita-cita Kartini. Van Deventer aktif dalam kampanye keliling bersama Nyonya Hilda de Booy dalam membantu melaksanakan perkumpulan “Dana Kartini”. Sebagai hasil anjuran dari Abendanon, maka

pada tanggal 27 Juni 1913 di kota Gravenhage didirikan Komite “Dana Kartini” yang diketuai Mr. C. Th. Van Deventer. Pencetus ide “Dana

Kartini” diprakasai oleh Hilda de Booy-Boissevain, yang merupakan

sahabat pena Kartini.36

Hasil dari pengumpulan dana yang dilakukan oleh Hilda dan Vandeventer, akhirnya pada tanggal 15 September 1913 dibuka Sekolah Kartini di Jomblang (Semarang Selatan) yang dibuka oleh residen Semarang. Setelah itu disusul pendirian Sekolah Guru (Kweekschool) untuk guru-guru wanita di Salatiga pada tahun 1918. Tahun 1921

36

(39)

pemerintah membuka Sekolah Normal (Normaalscholen) untuk pendidikan guru yang tingkatannya lebih rendah dari Kweekschool. Pada tahun 1913 didirikan “Perkumpulan Kartini” (Kartini Vareeniging) di

Batavia dan tempat-tempat lain. Berkat bantuan dari “Dana Kartini” di Nederland dan Hindia Belanda serta subsidi pemerintah, maka kemudian dapat didirikan Sekolah Kartini di kota lain. Seperti di Batavia (1913), Meester Cornelis (1913), Buitenzorg (1913), Madiun (1914), Malang (1916), Pekalongan (1917), Cirebon (1916), dan Indramayu (1918).37

E. R.A Kartini dan Perjuangan untuk Kemajuan Bangsa

R.A Kartini berkorespondensi kepada Nona E.H. Zeehandelaar yang merupakan sahabat dalam bertukar pikiran dan ide. Perkenalan R.A Kartini dengan Stella pada tahun 1899 melalui redaksi De Hollandse Lelie, majalah wanita yang waktu itu terkenal dengan sumbangan karangan dalam bidang sosial dan sastra.38 Salah satu isi surat R.A Kartini yang ditujukan kepada Stella, menceritakan bagaimana keberadaan perempuan Jawa yang tidak bisa mengakses pendidikan secara maksimal. Hingga usia 12 tahun, R.A Kartini harus dipingit di rumah dan tidak boleh bepergian. Kebudayaan Jawa yang membatasi perempuan keluar dari rumah, karena menganggap jika perempuan keluar rumah tanpa didampingi oleh suami, adalah merupakan aib bagi keluarga. Namun hal itu dilawan R.A Kartini dengan semangat kemajuan, dimana keberadaan beliau yang dipingit tidak

37

Sitisoemandari Soeroto dan Myrtha Soeroto, Kartini, Sebuah Biografi…, 348.

38

(40)

menjadikannya diam dan pasrah dengan keadaan. Semangat untuk maju dan rasa ingin tahu yang tinggi, yang menjadikan R.A Kartini ingin terbebas dari kungkungan budaya yang lama, dan membawa perubahan pada budaya yang baru.

Kami, anak-anak gadis yang masih terantai pada adat istiadat lama, hanya boleh mendapatkan sedikit kemajuan di bidang pendidikan. Anak-anak gadis setiap hari meninggalkan rumah untuk belajar di sekolah sudah merupakan pelanggaran besar terhadap adat istiadat negeri kami. Untuk diketahui, adat di negeri kami melarang keras para anak gadis pergi ke luar rumah. Apalagi sampai pergi ke tempat lain, tidak boleh. Satu-satunya lembaga pendidikan yang ada di kota kecil kami, hanya sekolah rendah umum biasa untuk orang-orang Eropa. Pada usia 12 tahun saya

harus tinggal di rumah. Saya harus masuk “kotak”, terkurung di rumah,

terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh kembali ke dunia itu lagi selama belum memiliki suami- seorang lelaki yang sama sekali asing, yang dipilih orang tua bagi kami untuk menikahi kami, sungguh tanpa sepengetahuan kami. Suatu kebahagiaan besar bagi saya bahwa saya masih boleh membaca buku-buku Belanda dan berkorespondensi dengan kawan-kawan yang ada di Belanda. Semua itu merupakan satu-satunya penerangan dalam masa saya yang suram dan sedih.39

Hal ini juga terlihat dalam kutipan surat R.A. Kartini berikut:

Perkenalkan namaku Raden Ajeng Kartini, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, Bupati Jepara. Berumur 23 tahun. Lahir di Mayong, daerah Jepara, pada 21 April 1879. Menginginkan dididik menjadi guru (ijazah guru bantu dan guru kepala) di negeri Belanda. Dan yang terakhir ini ada banyak alasannya. Pertama, untuk memperluas pandangan, memperluas cakrawala pandangan jiwa, membuang prasangka yang masih melekat padanya dan menyebabkan hambatan, mengunjungi beberapa perguruan dan lembaga pendidikan di sana untuk mengetahui cara pendidikan dan pengajaran di Nederland; ini semua dimaksudkan agar dapat lebih baik menunaikan tugas yang ingin dipikulnya. Tujuan cita-cita ingin belajar di Eropa tersebut ialah: memberikan yang baik dari peradaban Belanda kepada bangsa kami, untuk memuliakan adat-istiadatnya; membawa bangsa itu kepada pandangan tata susila yang lebih tinggi sebagai sarana untuk mencapai keadaan masyarakat yang lebih baik dan lebih bahagia. Jalan yang kami harapkan untuk mencapai tujuan itu ialah: mendirikan

39

(41)

sekolah-sekolah untuk anak-anak perempuan Jawa. Untuk sementara sebagai percobaan dan contoh, adalah sebuah sekolah berasrama untuk anak-anak perempuan kepala-kepala Bumiputra. Tujuannya ialah: agar ibu-ibu di pulau Jawa yang maju dan cerdas, dan akan meneruskan kemajuan dan kecerdasannya itu kepada anak-anaknya; anak-anak perempuannya yang akan menjadi kaum ibu lagi; anak-anak laki-lakinya, yang suatu ketika akan dipanggil, turut menjaga suka duka bangsa!.40

R.A. Kartini berusaha mengatasi konservativisme dan otoritarianisme. Perlu dicatat bahwa yang dilawan R.A. Kartini adalah ide, bukan orang. Sehingga dia bisa bekerjasama dan berinteraksi dengan kaum pria yang tercerahkan, yang tidak mendukung konservativisme.

R.A. Kartini sangat menekankan penguasaan bahasa asing, yakni dalam hal ini bahasa Belanda. Pengetahuan bahasa asing bisa dan sangat berpotensi untuk memajukan seseorang, secara pribadi, dan bangsa, secara umum. Pengetahuan ini memungkinkan orang memahami wacana dan ide maju dari bangsa lain, untuk kemudian mencari inspirasi dan sintesis untuk kemajuan bangsanya. Pengetahuan ini juga memungkinkan orang untuk berkomunikasi dengan bangsa-bangsa lain, bergerak dalam aktivisme dan terlibat dalam jaringan (network) yang memungkinkan seseorang untuk membangun gerakan yang solid untuk mencari solusi dari masalah bangsa dan atau memberikan arah bagi kemajuan bangsa.

Pertanyaan yang harus kami jawab itu semuanya sangat penting dan justru yang memenuhi benak dan sanubari kami, karena itulah kami tidak dapat dan tidak mau menjawabnya serampangan saja. Untuk menyebutkan contoh, pertanyaan pertama berbunyi: “Tindakan apa yang

cocok untuk membuat bangsa Jawa lebih maju dan sejahtera?”

Pertanyaan yang telah dipelajari oleh orang-orang yang beruban dan ahli. Dan pertanyaan itu harus kami jawab cepat dan lengkap pula. Pertanyaan

40

(42)

kedua: “Ke arah mana pengajaran harus diperbaiki dan diperluas?. Ini pertanyaan yang bagi saya cukup dijawab dengan sepatah kata. Pertanyaan itu berbunyi, apakah arti perempuan dalam memajukan orang Jawa oleh para negarawan tidak terlalu sedikit diperhatikan?

Yang mengajukan pertanyaan seperti itu pastilah seorang yang berpikiran modern. Dan pertanyaan yang terakhir, bagaimanakah cara memulai suatu usaha untuk lebih meningkatkan peradaban dan kemajuan perempuan jawa dari tingkat tinggi atau bawah, dan tidakkah dengan demikian usaha itu bertentangan dengan adat kebiasaan negeri?”41

Hal ini juga terlihat dalam kutipan surat R.A. Kartini berikut: Bantulah, teman-teman. Bantulah mengusahakan kami pergi dari sini untuk bekerja mewujudkan cita-cita kami. Akan tiba saat permulaan untuk mengakhiri ketidakadilan yang besar, yang menyebabkan ribuan hati perempuan dan anak hancur luluh. Saya hendak menekuni Bahasa Belanda sungguh-sungguh, menguasainya dengan sempurna, agar saya dapat berbuat dengan bahasa itu semau saya. Dan saya akan mencoba dengan pena saya menumbuhkan perhatian mereka, yang dapat memberi bantuan dalam usaha kami untuk memperbaiki nasib perempuan Jawa.

Kami hendak berhubungan dengan kaum laki-laki bangsa kami terpelajar, yang suka akan kemajuan; hendak berusaha bersahabat dengan mereka dan selain itu mencoba mendapat bantuannya. Bukan orang laki-laki yang kami lawan, melainkan pendapat kolot yang turun-temurun, adat yang tidak terpakai bagi tanah jawa kami masa depan. Dari Jawa baru ini beberapa orang lain, baik laki-laki maupun perempuan, bersama-sama kami merupakan pelopor. Sepanjang masa perintis jalan itu dalam bidang apapun berat tanggung jawabnya, kami tahu. Senang sekali mempunyai cita-cita dan tujuan hidup.42

F. R.A Kartini dan Interaksinya dengan Kiai Saleh Darat

R.A Kartini menurut Pramoedya Ananta Toer adalah seorang yang relijius, tanpa berpegang pada bentuk-bentuk keibadahan, atau syariat, jadi ia termasuk golongan jawa, atau golongan kebatinan, di mana Tuhan dipahami sebagai sumber hidup yang mengikat setiap orang dengannya, tak peduli apa pun agama yang dianut, bahkan juga bagi si ateis sekalipun,

41

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, 384.

42

(43)

sebagaimana jelasnya dinyatakannya dalam hubungan dengan buku Edna lyall „We Two‟. Ia dapat menerima agama apa pun, dan ia tidak dapat

menerima pemutar balikan atas agama apa pun, sebagaimana halnya pernyataannya dalam hubungan dengan buku Sienkiewicz „Quo Vadis‟?43

Tahun berganti tahun, kami namanya orang Muslim, karena kami keturunan orang Muslim, dan kami namanya Muslim, lebih daripada itu tidak. Tuhan, Allah, bagi kami semata-mata kata seruan. sepatah kata, adalah bunyi tanpa arti dan rasa. Demikian kami hidup terus, sampai tiba hari yang membawa perubahan dalam kehidupan jiwa kami.44

Pandangan R.A Kartini mengenai agama sangat dekat dengan teologi pembebasan yang kita kenal sekarang. Agama seharusnya mencerahkan dan memajukan peradaban, bukan menjadi legimitasi orang untuk melakukan kekerasan pada orang lain, atau melakukan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:

Kami mendapatkan banyak perhatian dari sahabat kalangan rakyat biasa. Dan alasan mengapa kami agak sedikit mengacuhkan agama sebab kami melihat banyak kejadian tak berperikemanusiaan yang dilakukan orang dengan berkedok agama. Lambat laun barulah kami tahu, bukan agama yang tiada memiliki kasih sayang, melainkan manusia jugalah yang membuat segala sesuatu yang semula bagus dan suci itu.45

Pencarian R.A Kartini akan adanya Tuhan semesta alam, tentu tidak lepas dari batinnya yang bertanya tentang adanya hidup di dunia. Kekosongan demi kekosongan telah menimbulkan tanda tanya dalam dirinya untuk mencari keberadaan seorang Tuhan. Dalam suratnya kepada Abendanon, tanggal 15 Agustus 1902, R.A Kartini pernah menceritakan tentang pertemuannya kepada orang tua yang telah membukakan

43

Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, Jakarta: Lentera Dipantara, 2003, 260-261.

44

R.A Kartini, Habis Gelap Terbitlah Terang…, 300.

45

(44)

pencariannya akan adanya Tuhan dalam Islam. Orang tua yang dimaksud disini adalah Kiai Saleh Darat dari Semarang.

Di sini ada seorang tua, tempat saya meminta bunga yang berkembang di dalam hati. Sudah banyak yang diberikan kepada saya, sangatlah banyak lagi bunga simpanannya. Dan saya ingin lagi, senantiasa ingin lagi. Dan dengan sungguh-sungguh terdengarlah suaranya mengatakan:

“Berpuasalah satu hari satu malam dan jangan tidur selama itu, juga harus

mengasingkan diri di tempat yang sunyi.”

“Habis malam datanglah cahaya,

Habis topan datanglah reda, Habis duka datanglah suka,

Berdesau-desaulah dalam telinga saya sebagai rekuiem.

Saya tidak mau belajar lagi belajar membaca al Quran, belajar menghafalkan amsal dalam Bahasa asing, yang tidak saya ketahui artinya. Dan boleh jadi guru-guru saya, laki-laki dan perempuan juga

tidak mengerti. “Beritahu saya artinya dan saya akan mau belajar semuanya.” Saya berdosa, kitab suci yang mulia itu terlalu suci untuk

diterangkan artinya kepada kami.

(45)

R.A Kartini dari guru ngajinya begitu asing.46 “Selama ini surat al-Fatihah

gelap artinya bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, dia menjadi terang benderang sampai kepada makna tersiratnya, sebab Romo Kiai (Saleh Darat) telah menerangkan dalam bahasa Jawa yang saya pahami,” kata R.A Kartini usai mendapatkan penjelasan mengenai makna yang terkandung dalam surat al-Fatihah yang disampaikan Kiai Saleh Darat.

Karena masih penasaran dengan makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Quran, R.A Kartini meminta pamannya, pangeran Ario Hadiningrat agar berkenan mempertemukannya dengan Kiai Saleh Darat. Ketika keduanya bertemu, maka berlangsunglah sebuah dialog yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam al-Quran. Dialog tersebut adalah sebagai berikut:

Kiai, perkenankan saya bertanya, bagaimana hukumnya jika ada seorang

yang berilmu menyembunyikan ilmunya?“, tanya R.A. Kartini

Kiai Saleh Darat menimpalinya dengan sebuah pertanyaan, “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?“

“Kiai, selama hidup saya baru kali ini berkesempatan memahami makna surat al Fatihah, surat pertama dari induk al-Quran. Isinya begitu indah,

menggetarkan sanubariku,“ ujar R.A Kartini.

Kiai Saleh Darat tertegun mendengar jawaban dari R.A Kartini. Ia seolah-olah tak punya kata untuk menyela. Lalu R.A Kartini melanjutkan pembicaraannya dengan sang Kiai.

Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran

46

(46)

Quran ke dalam bahasa Jawa. Bukankah al-Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?47

Pertemuan Kiai Saleh Darat dengan R.A Kartini yang menjadi alasan Kiai Saleh Darat untuk menulis tafsir yang bernama Fayd al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan. Pertemuan tersebut terjadi sebelum 19 Februari 1892, atau sebelum R.A Kartini masuk pingitan (sekitar umur 12 tahun). sebab, Fayd al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan itu mulai ditulis pada malam Kamis 19 Februari 1892, dan selesai pada tanggal 9 Desember 1892.

Dalam pembukaan kitab Fayd al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan yang memakai Bahasa Arab pegon, Kiai Saleh Darat menulis alasannya mengapa ia harus menulis tafsir terjemahan al-Qur‟an tersebut. Ia menulis alasannya sebagai berikut: “Saya melihat secara umum pada orang-orang awam tidak ada yang memperhatikan tentang maknanya al-Qur‟an karena tidak tahu caranya dan tidak tahu maknanya karena al -Qur‟an diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab, maka dari itu saya

bermaksud membuat terjemahan arti al-Qur‟an.”

Tentang alasan mengapa Kiai Saleh Darat memakai Bahasa Arab Pegon dalam menulis tafsirnya, hal ini disebabkan karena salah satunya agar tidak diketahui Belanda yang di waktu itu melarang penerjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa Melayu atau Jawa. Terjemah tafsir tersebut diberikan

47 Matsuki HS dan M. Ishom El Seha, “Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan Cakrawala

(47)

kepada R.A Kartini pada tahun 1902. Di waktu memberikan tafsir itu, usia Kiai Saleh Darat sekitar 82 tahun.48

Ketika menerima terjemah tafsir al-Quran tersebut, R.A Kartini sangat bahagia. Bahasa Arab yang selama menjadi Bahasa yang sulit dipahami, melalui kitab Fayd al-Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Malik ad-Dayyan,

R.A Kartini menjadi antusias mempelajari bahasa Arab meskipun mengalami sebuah kesulitan. Ia mengagumi isi yang terkandung dalam tafsir huruf arab pegon tersebut yang mengandung banyak makna. Dalam isi suratnya kepada tuan Abendanon, R.A Kartini secara jelas menerangkan sosok orang tua yang memberikan kepadanya sebuah naskah Arab Pegon.

Karena merasa senangnya, seorang tua telah menyerahkan kepada kami naskah-naskah lama Jawa yang kebanyakan menggunakan huruf Arab. Karena itu kini kami ingin belajar lagi membaca dan menulis huruf Arab. Sampai saat ini buku-buku Jawa itu semakin sulit sekali diperoleh lantaran ditulis dengan tangan. Hanya beberapa buah saja yang dicetak. Kami sekarang sedang membaca puisi bagus, pelajaran yang arif dalam Bahasa yang bagus. Saya ingin sekali kamu mengerti bahasa kami. Aduhai, ingin benar saya membawa kamu untuk menikmati semua keindahan itu dalam Bahasa aslinya. Maukah kamu belajar Bahasa Jawa? Sulit, itu sudah tentu, tetapi bagusnya bukan main! Bahasa jawa itu Bahasa perasaan, penuh puisi dan kecerdikan. Kami sendiri sebagai anak negeri kerapkali tercengang tentang ketajaman bangsa kami.49

G. R.A Kartini feminis Islam dari Indonesia

Kata feminisme berasal dari kata latin femina (perempuan) yang mempunyai makna “memiliki kualitas perempuan”, dan mulai dipakai

istilah tersebut pada tahun 1890-an di sebuah publikasi The Athenaeum, 27 April 1895. Menurut Tuttle, pada zaman tersebut istilah feminisme baru

48

Amirul Ulum, Kartini Nyantri, 179.

49

Referensi

Dokumen terkait

Laporan laba-rugi merupakan salah satu pengukur kinerja keuangan perusahaan selama satu periode pemeliharaan sebab tingginya biaya produksi pada setiap

bahwa laporan prarencana pabrik ini temyata merupakan hasil karya orang lain.,.. maka saya sadar dan menerima konsekuensi bahwa laporan prarencana pabrik

Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER), dan Return on Assets (ROA) terhadap Return Saham Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di

lanjutkan daring lagi, tapi saat ini kita sudah bisa ga- bungkan daring dan tatap muka untuk lebih memak- simalkan lagi perkuliahan, karena memang kita akui perkuliahan daring

Setiap memasuki awal semester baru, mahasiswa diwajibkan melakukan registrasi mata kuliah yang akan diambil dalam satu semester kedepan. Registrasi dilakukan di

Lombok, Nusa Tenggara Barat sebagai strategi peningkatan investasi asing bidang kepariwisataan berupa insentif keringanan pajak sebesar 25 %, pemangkasan izin

Untuk pemeriksaan tidak langsung dilakukan desinfeksi jaringan akar dengan mengusap permukaan jaringan menggunakan sodium hipoklorit (NaOCl) 1%atau etanol 70% dengan

Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan. mendorong agar perguruan tinggi di seluruh