• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. biasa disebut dengan pihak principal dan pengelola perusahaan atau pihak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. biasa disebut dengan pihak principal dan pengelola perusahaan atau pihak"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Teoretis

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Teory)

Di dalam sebuah perusahaan, terutama perusahaan yang saham perusahaannya diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia umumnya terdapat pemisahan antara pemegang saham dan pengelola perusahaan. Pemegang saham biasa disebut dengan pihak principal dan pengelola perusahaan atau pihak manajemen yang biasa disebut dengan pihak agen. Pemegang saham hanya sebatas menyetorkan modal kepada perusahaan dan mengharapkan hasil keuangan yang bertambah yang kemudian akan dikelola oleh pihak manajemen untuk kemudian dipertanggungjawabkan melalui laporan keuangan, dimana pihak manajemen akan mendapatkan kompensasi keuangan sebagai imbalan. Wulandari (2013) menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya. Hubungan antara pemegang saham dan pihak manajemen ini dinamakan dengan teori keagenan.

Menurut Kawatu (2009) teori agensi menjelaskan tentang hubungan kontraktual antara pihak yang mendelegasikan keputusan tertentu (principal/pemilik/pemegang saham) dengan pihak yang menerima pendelegasian tersebut (agen/manajemen). Hubungan keagenan muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa

(2)

dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling, 1976). Teori keagenan didasarkan oleh tiga asumsi, yaitu asumsi sifat manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organizational assumptions), dan asumsi informasi (information assumptions) (Susanto, 2012).

Manajer sebagai pihak yang lebih menguasai informasi internal perusahaan karena manajer bertugas mengelola perusahaan yang dipertanggungjawabkan melalui laporan keuangan. Adanya ketidakseimbangan informasi ini menyebabkan terjadinya asimetri informasi (information asymetry). Asimetri informasi antara pihak agen dan pihak prinsipal ini membuat para manajer (pihak agen) melakukan manajemen laba. Manajemen laba menghasilkan informasi laba yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dan menyebabkan kualitas laba perusahaan menjadi rendah. Manajemen laba umumnya dilakukan oleh pihak manajemen yang tidak memiliki saham di perusahaan yang bersangkutan. Besarnya kepemilikan saham oleh manajer dapat mempengaruhi praktik manajemen laba, karena dengan adanya kepemilikan saham oleh manajer menempatkan manajer sebagai pemilik perusahaan yang menginginkan return yang besar yaitu dengan peningkatan laba (Sari dan Riduwan, 2013).

Wahyudi (2013) menyatakan bahwa untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan cost pengawasan tersebut, cost tersebut disebut cost agency. Dengan meningkatkan kepemilikan saham manajerial akan dapat mengurangi agency cost, selain itu kepemilikan manajerial akan mensejajarkan kepentingan manajemen

(3)

dan pemegang saham, sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dengan benar dan akan merasakan kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Jensen dan Meckilng, 1976).

Berbagai macam permasalahan dalam teori keagenan tersebut maka dibutuhkan suatu regulasi agar permasalahan dalam perusahaan dapat dikendalikan dan meminimalisir biaya keagenan yang besar. Corporate governance diyakini sebagai sistem yang dapat digunakan sebagai pengendalian perusahaan agar dapat meningkatkan kualitas kinerja perusahaan.

2.1.2 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)

Cadbury Committee tahun 1992 pertama kali memperkenalkan istilah corporate governance dengan definisi sebagai berikut, “A set a rules that define the relationship between shareholder, manager, creditor, government, employee and other internal and external stakeholder in respect to the right and responsibility”.

Nasution dan Setiawan (2007) mendefinisikan corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Good Corporate Governance harus dimiliki oleh sebuah perusahaan untuk meningkatkan kualitas laba dalam laporan laba dan mengawasi tindakan daripada pihak manajemen agar tidak melakukan manajemen laba. Corporate governance

(4)

timbul karena adanya masalah keagenan yaitu antara pemegang saham dengan pihak manajemen perusahaan. Wulandari (2013) mengungkapkan bahwa apabila mekanisme corporate governance tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka seluruh proses aktivitas perusahaan akan berjalan dengan baik, sehingga hal-hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan baik yang sifatnya kinerja finansial maupun non finansial akan juga turut membaik.

Kaihatu (2006) menyatakan dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan agency theory. Stewardship theory berdasarkan asumsi filosofis mengenai sifat manusia yakni manusia pada hakekatnya memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain, dapat dipercaya serta mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab. Agency theory yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa manajemen perusahaan sebagai agents bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Agency teory dipandang lebih mewakili kondisi yang ada.

Prinsip-prinsip corporate governance yang dikeluarkan oleh KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) tahun 2006 yang dikenal dengan istilah “TARIF” yang dijabarkan sebagai berikut :

1. Transparansi (transparency) mengandung pengungkapan (disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh stakeholder. Transparansi diperlukan agar perusahaan menjalankan bisnis secara objektif dan profesional. Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat

(5)

waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan keuangan perusahaan.

2. Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris independen dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.

3. Responsibilitas (responsibility), perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai warga korporasi yang baik (good corporate citizen). Prinsip ini menekankan pada adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.

4. Independensi (independency), perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan beserta seluruh jajaran di bawahnya tidak boleh saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.

(6)

5. Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan perlakuan dan kesempatan. Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktik-praktik tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukakan transaksi-transaksi yang mengandung benturan kepentingan.

Prinsip-prinsip corporate governance ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para pelaku usaha dan pasar modal untuk membangun, melaksanakan, dan mengkomunikasikan praktik corporate governance yang secara langsung dapat meningkatan kualitas laba serta kelangsungan hidup perusahaan.

1. Mekanisme Good Corporate Governance

Menurut Rahadi (2014) salah satu dampak signifikan yang terjadi akibat dari tata kelola perusahaan yang buruk adalah krisis ekonomi disuatu negara, timbulnya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini dimana bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, dan keberadaan komite audit.

Kepemilikan manajerial merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen perusahaan. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan antara pemegang saham luar

(7)

dengan manajemen, sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah seorang pemilik juga (Jensen dan Meckling, 1976). Kepemilikan manajerial akan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham, sehingga akan memperoleh manfaat secara langsung dari keputusan yang diambil, selain itu menanggung kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi perusahaan yang bersangkutan (Boediono, 2005). Proporsi kepemilikan saham yang dikontrol oleh manajer dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Semakin besar proporsi saham yang dimiliki manajemen pada perusahaan, maka manajemen cenderung lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang kenyataannya adalah dirinya sendiri. Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial (Rachmawati dan Triatmoko, 2007). Hal ini dapat menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap kualitas laba.

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank dana pensiun, dan invesment banking (Siregar dan Utama, 2006). Kepemilikan institusional sering disebut sebagai pemegang saham yang canggih sehingga yang seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding kepemilikan non instusional. Kepemilikan institusional diyakini mampu memonitor tindakan manajer dengan lebih baik dibanding dengan

(8)

kepemilikan individual. Dalam hubungan dengan fungsi monitor, investor institusional memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan dengan investor individual (Rachmawati dan Triyatmoko, 2007). Kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan menambah manajemen laba.

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak memiliki hubungan kepengurusan, kepemilikan saham, hubungan keuangan, ataupun hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, baik direksi ataupun pemegang saham pengendali atau hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. Menurut KNKG (Komite Nasional Kebijakan Governance) dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan GCG, namun dewan komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Dewan komisaris independen berperan dalam melakukan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan keuangan yang berkualitas (Boediono, 2005). Keberadaan komisaris independen dimaksudkan untuk mendorong terciptanya iklim perusahaan dan lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan kewajaran dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya. Sefiana (2009) dan Kawatu (2009) yang menyatakan bahwa

(9)

proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, tetapi tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Boediono (2005) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas laba.

Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance), Bursa Efek Indonesia (BEI), dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) mewajibkan perusahaan publik untuk memiliki komite audit. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat profesional yang independen kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris. Tugas komite audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen (Kartina dan Nikmah, 2011). Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan oleh investor untuk menilai perusahaan (Suaryana, 2005).

2. Tujuan Good Corporate Governance (GCG)

Good Corporate Governance mempunyai lima macam tujuan utama yaitu : a. Melindungi hak dan kewajiban pemegang saham.

b. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non pemegang saham.

(10)

d. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan.

e. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan.

3. Manfaat Good Corporate Governace (GCG)

FCGI (2001) menyatakan bahwa corporate governance mempunyai empat manfaat antara lain :

1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.

2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dari investor maupun kreditur (menurunkan cost of capital).

3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan sekaligus akan meningkatkan shareholder’s value dan dividen.

Mc Kinsey (2002) menunjukkan bahwa lebih dari 70% investor institusional bersedia membayar premium sebesar 28% lebih pada saham perusahaan di negara berkembang yang telah menerapkan good corporate governance (GCG). Hasil survei tersebut dilakukan terhadap 188 perusahaan di enam negara berkembang yakni Korea Selatan, India, Meksiko, Malaysia, Turki, dan Taiwan pada tahun 2001.

(11)

2.1.3 Kualitas Laba

Laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam laporan keuangan, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan, menjadi hal krusial yang harus dicermati oleh pemakai laporan keuangan (Sari dan Riduwan, 2013). Laba dapat dijadikan sebagai tolak ukur kinerja perusahaan baik keberhasilan maupun kegagalan dalam mencapai tujuan bisnis. Selain laba digunakan sebagai evaluasi kinerja manajemen, laba juga digunakan untuk memperkirakan earnings power, dan memprediksi laba di masa yang akan datang. Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas operasional perusahaan (Sari dan Riduwan, 2013). Definisi manajemen laba yaitu “purposeful intervention in the external financial reporting process, with the intent of obtaining some private gain”

Dari definisi tersebut menyebutkan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan ekternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 2004). Menurut Healy dan Wahlen (1999) manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan justifikasi di dalam pelaporan keuangan dan struktur pencatatan transaksi sehingga mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa stakeholder dalam menjelaskan kemampuan dan kinerja ekonomi perusahaan. Sedangkan menurut Wulandari (2013) manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan atau menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya, yang tidak mempunyai hubungan dagang menaikkan atau menurunkan profitabilitas perusahaan untuk jangka

(12)

panjang. Manajemen laba dapat diartikan sebagai suatu tindakan manajemen yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru kepada perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat mengganggu bahkan membahayakan perusahaan (Wulandari, 2013). Dari definisi tersebut manajemen laba yang dilakukan oleh pihak manajemen dengan tujuan untuk kepentingan pribadi. Praktik manajemen laba akan membuat kualitas laba menjadi rendah.

Alat untuk mengukur besarnya manajemen laba adalah dengan menghitung discretionary accruals yang merupakan komponen akrual hasil rekayasa 24 manajerial dengan memanfaatkan kebebasan dan keleluasaan dalam estimasi dan pemakaian standart akuntansi (Wulandari, 2013). Wulandari (2013) juga menambahkan bahwa model Jones dimodifikasi (modified jones model) merupakan model yang banyak digunakan dalam penelitian karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan hasil paling baik.

Menurut Scott (2009) menjabarkan beberapa motivasi dilakukannya manajemen laba, yaitu :

1. Bonus purpose

Melalui skema bonus, manajemen akan mengatur dan memaksimalkan laba yang dilaporkan karena kompensasi atau bonus tersebut didasarkan pada besarnya laba yang dilaporkan.

(13)

2. Debt Covenant Hypotesis

Manajemen akan berusaha untuk meningkatkan laba agar tidak melanggar perjanjian kredit yang telah dilakukan demi menjaga nama baik serta menghindari biaya pelanggaran kontak yang besar.

3. Pemenuhan laba sesuai ekspektasi investor dan reputasi

Perusahaan yang melaporkan labanya yang tinggi akan memperoleh dampak atas harga saham yang meningkat karena memberikan keyakinan bagi investor akan performa perusahaan di masa depan. Untuk menurunkan ekspektasi investor, pelaporan laba akan diumumkan dengan lebih rendah.

4. Intial Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memliki nilai pasar dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham.

2.1.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian Siswardika Susanto (2012) yang menguji tentang Corporate Governance, Kualitas Laba, dan Biaya Ekuitas pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI tahun 2009 menyimpulkan bahwa dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba, komite audit berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kualitas laba, dewan komisaris memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap biaya ekuitas, komite audit cenderung berpengaruh positif dan signifikan terhadap biaya ekuitas.

Penelitian Enggar Fibria Verdana Sari dan Akhmad Riduwan (2013) tentang Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan : Kualitas Laba

(14)

sebagai Variabel Intervening menyimpulkan bahwa Corporate Governance tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, kualitas laba yang diproksi dengan discretionary accrual tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan, kualitas laba bukanlah variabel intervening dalam hubungan mekanisme corporate governance dengan nilai perusahaan.

Penelitian Rahmita Wulandari (2013) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage Terhadap Manajemen Laba yang menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, dewan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, ukuran dewan direksi berpengaruh positif terhadap manajemen laba, leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba, ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.

Penelitian Eti Kartina dan Nikmah (2011) tentang Pengaruh Corporate Governance, Invesment Opportunity Set (IOS) Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan memberikan hasil bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba, komposisi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap kualitas laba, kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba, kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba, IOS berpengaruh negatif terhadap kualitas laba, kualitas laba berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, komite audit berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, kepemilikan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap nilai

(15)

perusahaan, Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, IOS berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

Penelitian Wilsna Rupilu (2011) yang meneliti tentang Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia menyimpulkan bahwa Pengaruh mekanisme corporate governance terhadap kualitas laba yaitu dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap kualitas laba, ini mengindikasikan bahwa pengaruh mekanisme dewan komisaris independen tidak efektif dalam memberikan pengawasan terhadap manajemen. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba, ini mengindikasikan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya. Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba, ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka kepemilikan institusional sebagai mekanisme pengendali dalam penyusunan laporan laba memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas laba. Komite Audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Ini mengindikasikan bahwa keberadaan komite audit dan auditor yang kompeten mempunyai kinerja yang baik dan profesional sehingga dapat mengidentifikasi adanya tindakan manajemen laba lebih dini sehingga sebagai mekanisme pengendali dalam penyusunan laporan laba memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas laba.

Amanita Novi Yushita, Rahmawati, dan Hanung Triatmoko (2013) dalam penelitian yang membahas Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kualitas

(16)

Auditor Eksternal, dan Likuiditas Terhadap Kualitas Laba. Dari hasil pengujian tersebut diketahui bahwa variabel struktur dewan direksi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap discretionary accrual. Dengan kata lain, peningkatan struktur dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menurunkan kualitas laba perusahaan. Hasil ini merupakan bukti bahwa struktur dewan direksi disuatu perusahaan dalam menjalankan fungsinya dalam membuat dan mengendalikan keputusan manajerial serta aktivitas monitoring atas seluruh aktivitas perusahaan termasuk di dalamnya mengawasi kualitas informasi laporan keuangan masih sangat minim dan dimungkinkan terbentur dengan kepentingan para investor sehingga lebih mementingkan manajemen laba daripada menyajikan kualitas laba yang dimiliki. Variabel kepemilikan manajerial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap discretionary accrual. Variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual. Hasil penelitian ini dimungkinkan oleh adanya perbedaan penggunaan populasi dan sampel serta perbedaan waktu observasi. Variabel komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komite audit sebagai salah satu mekanisme corporate governance tidak mampu mengurangi tindak manipulasi laba yang dilakukan pihak manajemen. Hal ini bisa dikarenakan masih lemahnya praktek corporate governance di Indonesia. Dengan kata lain, peran komite audit baik audit internal maupun eksternal dalam penguatan kualitas laba masih minim dan kinerja komite audit dalam perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia masih kurang efektif. Variabel proporsi komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap discretionary

(17)

accrual. Adapun arah pengaruhnya adalah positif. Dengan kata lain, peningkatan proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan akan menurunkan kualitas laba perusahaan. Hasil ini dimungkinkan disebabkan oleh minimnya kontribusi dan kemampuan komisaris independen dalam upaya mendorong dan menciptakan iklim yang lebih objektif, dan menempatkan kesetaraan (fairness) sebagai prinsip utama dalam memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya. Variabel komite audit eksternal berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual. Adapun arah pengaruhnya adalah negatif. Variabel likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap discretionary accrual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel likuiditas berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap kualitas laba. Maka disimpulkan terdapat pengaruh simultan dari ketujuh variabel bebas terhadap variabel terikat yaitu discretionary accrual.

(18)

2.2 Rerangka Pemikiran Gambar 1 Rerangka Pemikiran Agency Theory Agent Principal

Mekanisme Good Corporate Governance

Komite Audit Dewan Komisaris Independen Kepemilikan Institusional Kepemilikan Manajerial Kualitas Laba

(19)

2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kualitas Laba

Kepemilikan manajerial mempengaruhi kualitas laba, semakin besar kepemilikan manajerial maka discretionary accrual semakin rendah (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Peasnell dkk. (2005) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajerial akan rawan tindakan manajer untuk melakukan manajemen laba yang menyebabkan kualitas laba menjadi rendah. Penelitian yang sama juga ditemukan oleh Boediono (2005) yang menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial memberikan pengaruh positif terhadap kualitas laba, semakin tinggi kepemilikan manajerial semakin tinggi pula kualitas laba. Boediono (2005) menambahkan bahwa tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi perusahaan yang bersangkutan. Hipotesis yang dapat dirumuskan dari uraian di atas yaitu :

H1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba. 2.3.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas Laba

Kepemilikan institusional dapat mengawasi perkembangan investasi sebuah perusahaan. Wulandari (2013) memaparkan bahwa dengan adanya tingkat pengendalian terhadap manajemen yang sangat tinggi maka potensi kecurangan dapat ditekan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens (Boediono, 2005). Kusuma (2005) dan Wulandari (2006)

(20)

mengemukakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kinerja.

Kepemilikan institusional berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap discretionary accrual, artinya bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer merasa terikat sehingga untuk memenuhi target laba para investor manajer tetap melakukan manajemen laba (Bangun dan Vincent, 2008). Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H2 : Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. 2.3.3 Pengaruh Dewan Komisaris Independen Terhadap Kualitas Laba Komisaris independen didefinisikan sebagai komisaris yang bukan merupakan anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan yang menguasai pengelolaan perusahaan (Surya dan Yustiavananda, 2006). Menurut Boediono (2005) hasil analisis menunjukkan besarnya pengaruh langsung dewan komisaris independen terhadap kualitas laba sebesar 5,29% dan mempunyai hubungan yang positif. Akan tetapi jika dilihat kuatnya pengaruh mekanisme ini terhadap kualitas laba dapat dikatakan sangat lemah. Febiani (2012) juga menyatakan pernyataan yang sama yaitu perusahaan yang tidak curang memiliki dewan direksi yang presentase anggotanya lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang curang. Menurut Nasution dan Setyawan (2007) bahwa makin banyaknya dewan komisaris dalam perusahaan berhasil mengurangi manajemen laba yang terjadi. Dewan komisaris independen diharapkan dapat menciptakan good corporate governance dalam perusahaan.

(21)

Dari pernyataan tersebut mengandung arti bahwa dewan komisaris independen telah efektif dalam menjalankan tanggungjawabnya mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan. Rumusan hipotesis untuk uraian di atas adalah :

H3 : Dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap kualitas laba. 2.3.4 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan informasi yang terdapat para manajer dan para pemegang saham dengan menggunakan pihak luar untuk memberi pengesahan terhadap laporan keuangan (Rahadi, 2014). Suryana (2005) berpendapat bahwa peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan oleh investor untuk menilai perusahaan. Para pemegang saham akan mengambil keputusan berdasarkan dari hasil auditor. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang baik serta dilaksanakannya good corporate governance (GCG). Menurut Kawatu (2009) menunjukkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95% komite audit memiliki pengaruh terhadap kualitas laba. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan adanya komite audit dalam perusahaan maka discretionary accrual semakin rendah. Berikut rumusan hipotesis berdasarkan uraian di atas :

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan KLHS dalam penataan ruang juga bermanfaat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dan atau instrumen

Inpres Nomor 6 tahun 2012 tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi menugaskan

Nilai sig variabel kompleksitas operasi perusahaan (KOMPLEKS) < 0,05 dan arah koefisien pada variabel ini berlawanan dengan penurunan hipotesis yang menyatakan

Jika siswa belum bisa menentukan pecahan yang sesuai dengan harga barang, maka guru dapat memberikan bimbingan. Jika siswa belum bisa menggambar, maka guru

Pola yang terbentuk dari pecahan batuan alam ini tampak elegan dengan balutan warna abu- abu dan putih khas bebatuan untuk konsep desain modern yang fungsional karena selain

Gel hand sanitizer dengan bahan aktif alkohol 60% dan tisu basah antiseptik dengan bahan aktif benzalkonium klorida 0,1% efektif dalam mengurangi jumlah koloni kuman

Berdasarkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berlaku diberbagai negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara adalah:

Penelitian ini menggunakan konsep media interaktif metode Talking Stick dengan menambahkan interaksi dan membawa fitur-fitur menarik serta sistem untuk kenikmatan yang