• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usaha Mikro Kecil Menengah

2.1.1 Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah definisinya adalah:

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro, antara lain meliputi: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000, (lima puluh juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan usaha, atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000, (tiga ratus juta rupiah).

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan RI No.40/KMK.06/2003 tentang pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil, mengatur bahwa jumlah maksimal kredit yang dapat diberikan oleh pihak perbankan adalah nasabah Usaha Mikro adalah sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai, dan menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang ini.

(2)

yang dapat diberikan pihak perbankan kepada nasabah usaha kecil adalah sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang- undang ini. Pada umumnya, usaha menengah ini dalam pembiayaan perbankan masuk dalam segmen kredit dengan nilai pinjaman dari sebesar Rp. 500.000.000, (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 5.000.000.000, (lima miliar rupiah).

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004 : 365).

Sebagai bahan perbandingan menurut Susana Suprapti (2005 : 48), Usaha Mikro Kecil Menengah adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan) sebanyak 200 juta dan mempunyai omset/nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp. 1 Milyar dan berdiri sendiri.

Sedangkan pengertian Usaha Mikro Kecil Menengah menurut surat edaran Bank Indonesia No. 26/1/UKK Tanggal 29 Mei 1993 adalah :

(3)

1. Usaha Kecil adalah yang memiliki total aset maksimum Rp. 600 juta, tidak termasuk tanah dan rumah yang ditempati.

2. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi yang dikembangkan dengan perhitungan aset (diluar tanah dan bangunan) mulai dari 200 juta sampai kurang dari 600 juta rupiah dengan jumlah tenaga kerja mulai 20 orang sampai dengan 99 orang.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa definisi UMKM adalah kegiatan usaha berskala kecil yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, memiliki kekayaan bersih 200 juta (di luar tanah dan bangunan) dengan pendapatan 100-200 juta rupiah. 2.1.2 Tujuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Tujuan Usaha Mikro menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.

2.1.3 Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Usaha Mikro memiliki peranan yang penting dalam pembangunan ekonomi, karena intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan investasi yang lebih kecil, sehingga usaha mikro lebih fleksibel dalam menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan pasar. Hal ini menyebabkan usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal, karena mampu mengurangi impor. Oleh karena itu pengembangan usaha mikro dapat memberikan kontribusi pada perubahan struktur sebagai prakondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang

(4)

stabil dan berkesinambungan. Disamping itu tingkat penciptaan lapangan kerja lebih tinggi pada usaha mikro daripada yang terjadi di perusahaan besar (Sutrisno dan Sri, 2006).

Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari (Kementrian Koperasi dan UKM, 2005): 1. Kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai

sektor.

2. Penyedia lapangan kerja yang terbesar.

3. Pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat.

4. Pencipta pasar baru dan sumber inovasi.

5. Sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia antara lain: jumlahnya yang besar dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi mampu menyerap banyak tenaga kerja dan setiap investasi menciptakan lebih banyak kesempatan kerja; memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dengan harga terjangkau (www.smecda.com).

(5)

2.1.4 Karakteristik Usaha Mikro

Penelitian yang dilakukan LM-FEUI (Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia) pada tahun 1994 menemukan karakteristik usaha kecil (mikro) di Indonesia sebagai berikut (Ahmad, n.d):

1. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas terpasang 60% atau kurang. Hal ini disebabkan karena kesalahan dalam perencanaan dan ketidakmampuan memperbesar pasar, dan lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha kecil-kecilan.

2. Masalah utama yang dihadapi berbeda menurut tahap pengembangan usaha. Pada masa pengembangan (sebelum investasi) terdapat dua masalah yaitu, permodalan dan kemudahan berusaha (lokasi dan perijinan). Pada tahap selanjutnya sektor usaha kecil menghadapi kendala permodalan dan pengadaan bahan baku. Selain hal itu juga karena kurangnya keterampilan teknis dan administrasi.

3. Tingkat ketergantungan terhadap bantuan pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan bahan baku relatif masih tinggi.

4. Hampir 60% masih menggunakan teknologi tradisional.

5. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung terhadap konsumen.

6. Sebagian besar pengusaha kecil dalam memperoleh bantuan perbankan merasa rumit dan dokumen yang harus disiapkan sukar dipenuhi.

(6)

Ciri-ciri usaha kecil menurut Mintzerg, (dalam Situmorang, 2003: 5) adalah: 1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis. 2. Struktur organisasinya bersifat sederhana.

3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar.

4. Kebanyakan tidak memiliki pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan.

5. Sistem akuntansi yang kurang baik.

6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya. 7. Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas. 8. Marjin keuntungan sangatlah tipis.

9. Keterbatasan modal sehingga tidak mampu mempekerjakan manajer-manajer profesional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajer-manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

10. Perdagangan dengan skala kecil dan informasi. 2.1.5 Contoh-contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Adapun contoh-contoh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sebagai berikut :

1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja. 2. Pedagang di pasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya.

3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubel, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan.

(7)

4. Peternakan ayam, itik dan perikanan.

5. Koperasi berskala kecil, dan lain sebagainya. 2.1.6 Tantangan dan Permasalahan Usaha Mikro

Sebagaimana diketahui dari berbagai studi, bahwa dalam mengembangkan usahanya, UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal. Menurut Jafar Hafsah dalam Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004 mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM yaitu faktor internal dan eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor internal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi: 1. Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

Sebenarnya di Indonesia sudah terdapat beberapa lembaga keuangan, baik perbankan maupun non bank, yang dapat diandalkan untuk membantu menyelesaikan permasalahan ini. Untuk skala Mikro, dikenal Lembaga Keuangan Mikro & Bank Perkreditan rakyat (BPR), yang

(8)

merupakan representasi dari lembaga keuangan perbankan pada skala mikro. Untuk lembaga keuangan non perbankan, terdapat lembaga Koperasi Simpan Pinjam (KSP). Sedangkan di tingkat Nasional, ada PT. Permodalan Nasional Madan (Persero) yang melakukan pembinaan terhadap lembaga keuangan mikro, baik yang berbentuk perbankan atau non bank. Selain itu juga terdapat perum pegadaian dengan menawarkan jasa bantuan keuangan bagi pengusaha skala mikro kecil menengah melalui proses yang relatif sederhana dan cepat. Namun tentu saja kemampuan finansial lembaga-lembaga tersebut tidak sesuai dengan jumlah pengusaha skala kecil menengah (Wahyuni dkk, 2005).

2. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Disamping itu dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

3. Lembaga Jaringan Usaha dan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena produk yang dihasilkan

(9)

jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang baik.

Aspek lain yang membuat jaringan usaha dan akses pasar menjadi terbatas sekali, yaitu UMKM dihadapkan pada persoalan cost of

production yang tinggi. Tingginya cost of production ini juga turut

dipengaruhi oleh mahalnya bahan baku, tingginya cost of transportation, banyaknya pungutan liar yang mengatasnamakan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) serta retribusi lain yang irrasional dan tumpang tindih. Tingginya cost ini membuat produk UMKM kalah bersaing dengan produk-produk impor yang beredar bebas di pasar. Barang-barang yang sebagian dipasok secara illegal ini tampil dengan model dan desain yang lebih bagus, harga lebih murah dan mutu juga cukup baik. Maka, semakin terpuruklah produk UMKM Sumatera Utara karena daya saing yang tak seimbang (Wahyuni dkk, 2005).

A. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan UMKM meliputi: 1. Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Iklim usaha yang kondusif adalah iklim yang mendorong seseorang melakukan investasi dengan biaya dan resiko serendah mungkin, dan menghasilkan keuntungan jangka panjang yang tinggi (Tambunan, 2006).

(10)

Kebijaksanaan Pemerintah untuk menumbuh kembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.

Selain itu juga diperlukan perlindungan hukum dan jaminan keamanan bagi pelaku UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya. Persoalan premanisme, biasanya kelompok preman ini mendatangi pelaku usaha dengan meminta uang keamanan sehingga para pelaku UMKM pun memasukkan biaya ini ke dalam cost produksinya dan akan menyebabkan harga barang juga meningkat. Jika hal ini terjadi di semua pelaku usaha maka akan terjadi biaya tinggi dan inflasi ekonomi di tingkat nasional.

Kasus-kasus sweeping dan premanisme menggambarkan kondusifitas berusaha belum didukung adanya jaminan keamanan untuk keberlanjutan berusaha. Sekali lagi, pemerintah melalui aparat kepolisian diminta dengan sangat bisa memberikan jaminan keamanan yang bisa menciptakan iklim usaha yang sehat dengan tanpa gangguan dan tekanan dari berbagai pihak.

2. Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang

(11)

mereka miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

3. Implikasi Otonomi Daerah

Ketentuan tentang pengurusan perizinan usaha industri dan perdagangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang berlaku selama perusahaan yang bersangkutan menjalankan kegiatan usaha perdagangannya. Selain itu, ada juga Keputusan Menteri Perindag No. 225/MPP/Kep/7/1997 tentang Pelimpahan Wewenang dan Pemberian Izin di Bidang Industri dan Perdagangan sesuai dengan Surat Edaran Sekjen No. 771/SJ/SJ/9/1997 ditetapkan bahwa setiap perusahaan yang mengurus SIUP baik kecil, menengah dan besar berkewajiban membayar biaya administrasi dan uang jaminan adalah 0 rupiah (nihil). Artinya, perizinan tidak dikenakan biaya (Wahyuni dkk, 2005).

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Disamping

(12)

itu semangat kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.

Pemko Medan melalui Perda No. 10 Tahun 2002 mengeluarkan aturan tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan dan Tanda Daftar Perusahaan. Perda ini menetapkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam mengurus perizinan. Para pelaku usaha sebenarnya tidak keberatan dalam mengurus masalah perizinan tetapi masalah yang timbul adalah melalui besarnya dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan izin tersebut. Selain itu juga, waktu yang diperlukan dalam membuat perizinan sangatlah lama. Padahal, untuk mendapatkan akses permodalan ke Lembaga Keuangan, UMKM harus mempunyai legalitas dalam hal izin usaha itu (Wahyuni dkk, 2005). 4. Implikasi Perdagangan Bebas

Tahun 2015, akan mulai diberlakukan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Dengan adanya AFTA, maka Indonesia seharusnya sudah mempersiapkan langkah terencana untuk menghadapi hal tersebut. Meski demikian, AFTA sewarjanya dinilai bukan sebagai suatu ancaman yang menakutkan bagi ekonomi Indonesia. AFTA merupakan momentum yang bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk bisa unggul di kawasan ASEAN. Dengan AFTA dan pembentukan masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, maka Indonesia dapat mengambil peluang tersebut melalui pendayagunaan Usaha Mikro Kecil dan

(13)

Menengah (UMKM). Ada 4 hal yang akan dilakukan pada AFTA yaitu bebas aliran jasa, bebas investasi, bebas aliran modal, dan bebas aliran tenaga kerja terampil. Keempat hal ini, mengakibatkan terjadinya serbuan besar- besaran barang bahkan jasa asing yang masuk ke pasar Indonesia, demikian pula sebaliknya. Barang- barang dari produsen Indonesia bisa bebas masuk ke negara- negara ASEAN lainnya. Disinilah kesempatan bagi produk- produk UMKM lokal Indonesia untuk bisa bersaing di pasar global.

Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dituntut untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas seperti isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO 14000) dan isu Hak Asasi Manusia (HAM) serta isu ketenagakerjaan. Isu ini sering digunakan secara tidak adil oleh negara maju sebagai hambatan (Non Tariff Barrier for Trade). Untuk itu maka diharapkan UKM perlu mempersiapkan agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

5. Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.

(14)

6. Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

Dalam memanfaatkan pasar global, UMKM kita bisa belajar ke Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Ketiga negara tersebut memiliki UMKM yang kontribusinya tinggi terhadap ekspor. Akses pemasaran yang tidak tertembus UMKM ini juga sangat dipengaruhi lemahnya penguasaan Teknologi Informasi (TI) oleh pelaku UMKM (Wahyuni dkk, 2005).

Menurut Dwiwinarmo (2008 dalam Haryadi, 2010), ada beberapa faktor Penghambat berkembangnya UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) antara lain kurangnya modal dan kemampuan manajerial yang rendah. Meskipun permintaan atas usaha mereka meningkat karena terkendala dana maka sering kali tidak bisa untuk memenuhi permintaan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan untuk mendapatkan informasi tentang cara mendapatkan dana dan keterbatasan kemampuan dalam membuat usulan untuk mendapatkan dana. Kebanyakan usaha skala kecil dalam menjalankan usaha tanpa adanya perencanaan, pengendalian maupun juga evaluasi kegiatan usaha.

2.1.7 Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui Kebijakan Pemerintah

Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan

(15)

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pemberdayaan UMKM diselenggarakan sebagai kesatuan dan pembangunan perekonomian nasional untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.

Pengembangan UKM diIndonesia selama ini dilakukan oleh Kantor Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kementerian Negera KUKM). Selain Kementrian Negara KUKM, instansi yang lain seperti Depperindag, Depkeu, dan BI juga melaksanakan fungsi pengembangan UKM sesuai dengan wewenang masing-masing. Di mana Depperindag melaksanakan fungsi pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil Menengah. Demikian juga Departemen Keuangan melalui SK Menteri Keuangan (Menkeu) No. 316/KMK.016/1994 mewajibkan BUMN untuk menyisihkan 1-5% Iaba perusahaan bagi Pembinaan Usaha Kecil Dan Koperasi (PUKK). Bank Indonesia sebagai otoritas keuangan dahulu mengeluarkan peraturan mengenai kredit bank untuk UKM.

Prinsip Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UU No. 20/2008) adalah:

a. penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri;

(16)

c. pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d. peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan

e. penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu.

Sesuai dengan UU No.20 tahun 2008, pemberdayaan UMKM bertujuan:

a. mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan;

b. menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan

c. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Pemberdayaan Koperasi Dan UKM Tahun 2014, perkembangan UMKM ditunjukkan oleh peningkatan jumlah UMKM sebesar 2,4 persen sehingga mencapai 56,5 juta unit usaha pada tahun 2012 dan jumlah tenaga kerja UMKM juga meningkat sebesar 5,8 persen menjadi sekitar 107,7 juta orang. Peningkatan jumlah unit usaha dan tenaga kerja terbesar tercatat pada kelompok usaha menengah, yaitu masing-masing 10,7 persen dan 14,7 persen. Sementara itu, pertumbuhan unit usaha dan tenaga kerja usaha kecil juga terus meningkat. Pengembangan kinerja usaha mikro masih membutuhkan kerja keras, hal ini penting karena pertumbuhan unit usaha

(17)

dan tenaga kerja yang rendah. Padahal usaha mikro masih dominan yaitu 98,8 persen unit usaha dengan menampung 92,8 persen tenaga kerja.

Sehingga berdasarkan perkembangan UMKM yang semakin pesat maka Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Bidang Pemberdayaan Koperasi Dan UKM diarahkan kepada kebijakan berikut:

1. Penguatan badan hukum dan pengawasan koperasi.

2. Peningkatan kapasitas usaha bagi koperasi di sektor-sektor produktif. 3. Penguatan akses keuangan bagi UMKM dan penguatan KSP/KJKS.

4. Peningkatan akses dan jaringan/kemitraan usaha dan pemasaran bagi UMKM.

5. Peningkatan jangkauan diklat UMKM.

6. Pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) UMKM di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

Menurut Suarja (2007) dalam Sudrajat mengungkapkan pemberdayaan Koperasi dan UMKM dilakukan melalui:

a. Revitalisasi peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional.

b. Revitalisasi koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses UMKM terhadap permodalan, tekologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha.

c. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan. d. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.

(18)

2.1.8 Landasan Hukum UMKM

Adapun yang menjadi landasan hukum UMKM adalah sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha industri ataupun perdagangan di Indonesia diatur oleh UU

No.1 Tahun 1985.

2. Untuk usaha kecil industri diatur oleh UU No. 9 Tahun 1995.

3. Bentuk badan Hukum Usaha Industridan perdagangan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1985 tentang perseroan terbatas.

4. Perijinan usaha kecil dan menengah dan besar khusus industri tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan tanda daftar industri.

5. Tata cara perijinan usaha perdagangan (SIUP) diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 591/MPP/Kep/99 tentang tata cara pemberian surat izin usaha perdagangan (SIUP).

2.2 Modal

Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap usaha atau perusahaan membutuhkan dana atau biaya untuk dapat beroperasai. Hal ini sebenarnya menjadi persoalan yang dihadapi hampir semua pengusaha, karena untuk memulai usaha dibutuhkan pengeluaran sejumlah uang sebagai modal awal. Pengeluaran tersebut untuk membeli bahan baku dan penolong, alat-alat dan fasilitas produksi serta pengeluaran operasional lainnya. Melalui barang-barang yang dibeli tersebut perusahaan dapat menghasilkan sejumlah output yang kemudian dapat dijualnya untuk mendapat sejumlah uang pengembalian modal dan keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar

(19)

menghasilkanuang sebagai keuntungan. Bagian keuntungan ini sebagian digunakan untuk memperbesar modal agar menghasilkan uang sebagai keuntungan dalam jumlah yang lebih besar lagi, dan seterusnya begitu sampai pengusaha mendapatkan hasil sesuai yang diinginkan atau target (Achmad, 2009).

Tulus (2002) menjelaskan bahwa modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap usaha, baik skala kecil, menegah maupun besar. Sedangkan Neti (2009) menyebutkan bahwa dalam memulai suatu usaha, modal merupakan salah satu faktor penting disamping faktor lainnya, sehingga suatu usaha bisa tidak berjalan apabila tidak tersedia modal. Artinya, bahwa suatu usaha tidak akan pernah ada atau tidak dapat berjalan tanpa adanya modal. Hal ini menggambarkan bahwa modal menjadi faktor utama dan penentu dari suatu kegiatan usaha. Karenanya setiap orang yang akan melakukan kegiatan usaha, maka langkah utama yang dilakukannya adalah memikirkan dan mencari modal untuk usahanya.

Menurut Prawirosentono (2002 dalam Neti, 2009) modal merupakan kekayaan yang dimiliki perusahaan yang dapat menghasilkan keuntungan pada waktu yang akan datang dan dinyatakan dalam nilai uang. Modal dalam bentuk uang pada suatu usaha mengalami perubahan bentuk sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan usaha, yakni: (1) sebagian dibelikan tanah dan bangunan; (2) sebagian dibelikan persediaan bahan; (3) sebagian dibelikan mesin dan peralatan; dan (4) sebagian lagi disimpan dalam bentuk uang tunai.

(20)

2.2.1 Definisi Modal

Istilah modal berbeda artinya dalam percakapan sehari-hari dan dalam ilmu ekonomi. Modal (capital) sering ditafsirkan sebagai uang. Terutama apabila mempersoalkan pembelian peralatan, mesin-mesin, atau fasilitas-fasilitas produktif lain. Adalah lebih tepat untuk menyatakan uang yang digunakan untuk melaksanakan pembelian tersebut sebagai modal finansial (financial capital). Seorang ahli ekonomi akan menyatakan pembelian demikian sebagai investasi.

Para ekonom menggunakan istilah modal untuk semua alat bantu yang digunakan dalam bidang produksi (Winardi, 1995). Adakalanya modal dinamakan barang-barang investasi, dan modal demikian terdiri dari:

a. Mesin-mesin b. Peralatan

c. Bangunan-bangunan

d. Fasilitas-fasilitas transpor dan distribusi

e. Persediaan (inventaris) barang-barang setengah jadi 2.3 Kredit

2.3.1 Definisi Kredit

Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”.

(21)

2.3.2 Unsur-unsur Kredit

Adapun unsur-unsur yang terkandung tersebut dalam pemberian kredit menurut Abdulkadir dan Rilda (2000 : 59) adalah :

1. Kepercayaan

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap permohonan kredit yang akan diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama.

2. Agunan

Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang akan diterima oleh calon debitur pasi akan dilunasi dan ini meningkatkan kepercayaan pihak bank.

3. Jangka Waktu

Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, setelah jangka waktu berakhir kredit dilunasi.

4. Risiko

Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang, atau terlambat, atau macetnya pelunasan kredit, baik disengaja atau tidak disengaja, risiko ini menjadi beban bank.

5. Bunga Bank

Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan jasa berupa bunga yang wajib diayar oleh calon debitur, dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank.

(22)

6. Kesepakatan

Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit.

2.3.3 Fungsi dan Manfaat Kredit

Kredit mempunyai fungsi bagi dunia usaha termasuk juga usaha kecil yaitu sebagai sumber permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya. Sedangkan bagi lembaga keuangan termasuk juga bank kredit berfungsi menyalurkan dana masyarakat(deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit kepada dunia usaha (www.bi.go.id).

Manfaat kredit bagi debitur yaitu memberi keuntungan usaha dengan adanya tambahan modal dan berkembangnya usaha. Sedangkan manfaat bagi lembaga keuangan yaitu memberi keuntungan dari selisih bunga pemberian kredit atau jasa lainnya (www.bi.go.id).

2.3.4 Jenis-jenis Kredit

Jenis-jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaan oleh debitur antara lain (www.bi.go.id):

1. Untuk pembelian barang modal atau perluasan usaha 2. Untuk menambah modal kerja usaha

3. Untuk keperluan konsumsi

(23)

2.4 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya berkaitan dengan usaha mikro kecil dan menengah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian kali ini.

a. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan dalam penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gawi Wiguna Pradana (2010) dengan judul skripsi “ Pengaruh Pembiayaan Syari’ah Oleh Bank Sumut Syari’ah terhadap Pendapatan UKM di Kecamatan Medan Helvetia ” menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan sebelum dan sesudah diberikan pembiayaan mudharabah dan musyarakah terhadap pendapatan usaha kecil di kecamatan Medan Helvetia dengan kenaikan pendapatan sebelum hingga sesudah diberikan pembiayaan mudharabah adalah sebesar 24,45% dan kenaikan pendapatan antara sebelum dan sesudah mendapatkan pembiayaan musyarakah adalah sebesar 43,39%.

b. Berdasarkan hasil dari penelitian Fitria Sari (2011) “ Peran Koperasi Simpan Pinjam dalam Perkembangan UMKM Agribisnis di Bogor ( studi kasus Kospin Jasa Bogor)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan yang diterima UMKM sebelum dan sesudah menerima kredit, pendapatan total meningkat yaitu sebesar Rp 712.102.500 sebelum kredit dan menjadi Rp 1.803.206.000 setelah kredit. c. Berdasarkan hasil dari penelitian Ari Syofwan (2013) “ Peranan Kredit

Usaha Rakyat terhadap Pengembangan UMK di Kecamatan Gebang Kabupaten Langkat ( studi kasus Bank BRI kec. Gebang)” menyimpulkan bahwa pengaruh modal sendiri terhadap perubahan tingkat pendapatan

(24)

UMK, pengaruh ini bernilai positif atau dengan kata lain semakin tinggi modal KUR maka akan semakin besar pula tingkat pendapatan yang akan di dapatkan pengusaha UMK.

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Saat ini, permasalahan terbesar yang dihadapi UMKM adalah dana yang terbatas. Skim-skim pembiayaan pun menjadi sia-sia karena manajemen yang kurang baik. Aspek permodalan merupakan kunci sukses dalam pembiayaan UMKM. Tidak hanya permodalan, UMKM juga harus memiliki manajemen yang baik sehingga mampu bersaing di era perdagangan bebas nanti. Dari mulai UMKM terkecil yaitu usaha sektor makanan dan minuman harus mendapat perhatian sebab pengembangan sektor UMKM ini sangat memberikan kontribusi yang positif terhadap perekonomian nasional pada umumnya dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya sehingga dibutuhkan strategi yang tepat dalam pengembangan UMKM.

(25)

Konsep pemikiran yang dijadikan dasar dalam penelitian ini dijelaskan pada gambar berikut:

Gambar 2.1 Kerangka konseptual

UMKM Sektor makanan dan minum

Aspek Kebutuhan Modal

Strategi pengembangan UMKM pada sektor makanan dan minuman

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kemampuan membaca permulaan ini terlihat dari anak sudah mampu mampu mengurutkan huruf abjad, mampu menyebutkan lambang atau simbol huruf vokal, mampu menyebutkan

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS For Windows 16.0, 2018 Berdasarkan tabel Coefficients, diketahui bahwa nilai koefisien regresi variabel kompetensi kepribadian guru (X)

atau perlakuan yang dilakukan untuk seorang atau masyarakat juga dipaparkan sebagai penatalaksanaan. Intervensi yang dilakukan yaitu memberikan terapi seduhan air

Data kubikal yang menyimpan data utuk memetakan pergerakan revolusi sosial dunia Data kubikal ini akan dilakukan analisa, mencaup drilling data generalisasi,

Ketua Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU Medan beserta staf, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan selama Saya bertugas di Departemen tersebut..

Hasil perencanaan ini telah memberikan layanan yang sangat baik untuk user dan pelanggan.Setelah diketahui jumlah antena pRRU yang digunakan, panjang kabel, tata

Kondisi ini telah diantisipasi oleh Toyota. Mesin Innova dilengkapi dengan “knock sensor”. bila mesin mengalami detonasi atau “mbrebet”, menembak

Beban kerja perawat memiliki dampak yang luas sehingga harus menjadi perhatian bagi institusi pelayanan kesehatan terlebih bagi profesi perawat, seperti penelitian (Carayon dan