PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah dan bangunan
merupakan barang komoditi atau merupakan barang ekonomi yang berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan bangsa , negara dan
penduduknya. Negara sebagai
organisasi yang mengatur dan
memerintah rakyat serta kehidupan
bernegara demi mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya berkewajiban untuk
mengatur tata hidup dan
pendayagunaan tanah baik sebagai barang ekonomi maupun tempat tinggal. Untuk itu sudah sejak zaman kerajaan sampai dengan berdirinya Negara, pendayagunaan tanah ini diatur oleh para penguasa atau Negara. Salah satu pengaturan pendayagunaan tanah disamping melalui Undang-undang Pokok Peraturan Agraria, Land Use dan Land Reform adalah melalui Perpajakan Atas Tanah.
Sebelum tahun 1985 disadari bahwa saat itu berlaku sistem perpajakan atas tanah dan bangunan khususnya yang menyangkut pajak kebendaan dan pajak kekayaan yang diciptakan sejak zaman Belanda, telah menimbulkan tumpang tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya sehingga menyebabkan pajak berganda bagi masyarakat. Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam GBHN perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Hak cipta :
“Seluruh tulisan pada modul ini
merupakan milik dari Pusdiklat
Pajak – BPPK, hasil tulisan dari
Widyaiswara Pusdiklat Pajak,
Drs. Darwin, MBP.”
“Modul ini dapat digunakan
dalam rangka proses
pembelajaran, dengan tetap
mencantumkan penulis dan
pemilik sah dokumen ini.
Dilarang mengunakan sebagian
atau seluruh isi dari modul ini
untuk kepentingan komersial. “
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti, memahami, dan menjelaskan serta melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam Undang Undang PBB beserta segala aturan pelaksanaannya mulai dari latar belakang, dasar hukum, sampai dengan sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang melanggar ketentuan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat :
a. Mengerti dan memahami latar belakang dan tujuan ditetapkannya Undang-undang PBB.
b. Memahami falsafah, dasar hukum, terminology, ketentuan dan segala peraturan ikutan dari Undang-undang PBB.
c. Memahami dan menjelaskan tentang objek, subjek, tarif, dan dasar pengenaan PBB.
d. Memahami dan menjelaskan serta melaksanakan tatacara perhitungan PBB. e. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang PBB, tempat dan
tatacara pembayaran serta tatacara penagihan PBB.
f. Memahami, menjelaskan , dan melaksanakan pemberian pelayanan atas permohonan keberatan, banding, dan pengurangan PBB.
g. Memahami dan menjelaskan mekanisme pembayaran, pelimpahan, dan pembagian hasil PBB.
C. SARANA PENUNJANG
Dalam pelaksanaan pembelajaran mata ajar ini perlu ditunjang dengan sarana/alat guna kemudahan dalam memahami aturan/Undang-undang PBB, seperti:
1. Buku Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
2. Buku Undang Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkenaan dengan Pajak Bumi dan Bangunan
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang berkenaan dengan Pajak Bumi dan Bangunan
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak/Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang berkenaan dengan Pajak Bumi dan Bangunan.
6. Modul/Bahan Ajar mengenai Pajak Bumi dan Bangunan.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. KEGIATAN BELAJAR 1
DASAR HUKUM, OBJEK, SUBJEK TARIF DAN DASAR PENGENAAN
A. DASAR HUKUM
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan kepada Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan seterusnya di dalam tulisan ini disebut dengan UU PBB.
B. OBJEK DAN SUBJEK
Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan adalah :
jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan
jalan tol kolam renang
pagar mewah , taman mewah
tempat olah raga
galangan kapal , dermaga
tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
fasilitas lain yang memberi manfaat
Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:
objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan
Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu hak
Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas
perlakuan timbal balik
Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Kuangan
Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan
kewajiban membayar pajak maka subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak.
C. TARIF
PBB mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5% yang berlaku sejak UU PBB tahun 1985 sampai dengan sekarang.
D. DASAR PENGENAAN
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mempunyai pengertian sebagai berikut: “harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti”.
Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan Metode Perbandingan Harga.
2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi dengan penyusutan yang ada.
3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut Pendekatan Kapitalisasi.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat.
NJOP dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik untuk bumi maupun bangunan. Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah Rp140,- per M2 dan kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2. Klasifikasi NJOP bangunan terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp1.200.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp50.000,- per M2 dan kelompok B (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp1.516.000,- per M2.
Latihan:
1. Sebutkan definisi Bumi dan Bangunan menurut Undang-undang PBB 2. Sebutkan 3(tiga) objek yang tidak dikenakan PBB
3. Apa yang dimaksud dengan Azas Perlakukan Timbal Balik dalam pengenaan PBB? Jelaskan dengan contoh
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 3. KEGIATAN BELAJAR 2
DASAR PERHITUNGAN DAN CARA MENGHITUNG PBB A. DASAR PERHITUNGAN PBB
Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu suatu persentase tertentu dari NJOP. Berdasarkan UU PBB, NJKP ditentukan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan bahwa untuk objek pajak dengan nilai jual satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya sebesar 20% dari NJOP.
B. BATAS TIDAK KENA PAJAK
Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak dikenakan pajak yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan batas NJOPTKP maksimum sebesar Rp12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara regional.
C. CARA MENGHITUNG PBB
Dari beberapa parameter yang telah disebutkan di atas maka besarnya PBB terutang dapat dihitung dengan menggunakan formula:
PBB = Tarif x NJKP x (NJOP - NJOPTKP) = 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP) atau = 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
CONTOH-CONTOH PERHITUNGAN PBB:
1. Amir memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sbb : Luas tanah : 500 M2; nilai tanah : Rp90.000.000,-
Luas bangunan : 150 M2; nilai bangunan : Rp37.500.000,-
Hitung besarnya PBB atas tanah dan bangunan pak Amir tersebut apabila NJOPTKP sebesar Rp10.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN Jawab :
Nilai tanah per M2 = 90.000.000 / 500 = Rp180.000,- --> konversi --> Klas A.26 : NJOP = Rp200.000,- / M2
Nilai bangunan per M2 = 37.500.000 / 150 = Rp250.000,- --> konversi --> Klas A.11: NJOP = Rp225.000,- / M2
NJOP Tanah : 500 x Rp200.000,- = Rp100.000.000,- NJOP bangunan : 150 x Rp225.000,- = Rp 33.750.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp133.750.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp123.750.000,- PBB = 0,5% x 20% x Rp123.750.000,- = Rp123.750,-
2. Asiong seorang pedagang memiliki properti harta tetap dengan rincian sbb : Luas tanah : 500 M2 ; nilai tanah : Rp1.750.000.000,-
Luas bangunan : 400 M2 ; nilai bangunan : Rp600.000.000,-
Hitung besarnya PBB atas properti Asiong tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta
Jawab :
Nilai tanah/M2 = 1.750.000.000 / 500 = Rp3.500.000,- --> konversi --> Klas B.50 : NJOP = Rp3.375.000,- / M2
Nilai bangunan/M2 = 600.000.000 / 400 = Rp1.500.000,---> konversi --> Klas B.20 : NJOP = Rp1.516.000,- / M2
NJOP tanah : 500 x Rp3.375.000,- = Rp1.687.500.000,- NJOP bangunan : 400 x Rp1.516.000,- = Rp 606.400.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp2.293.900.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.283.900.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp2.283.900.000,- = Rp4.567.800,-
3. Ibu Wati memiliki sebuah toko, nilai tanah dan bangunannya beragam dengan rincian sbb :
Luas tanah 1 : 3.000 M2 ; nilainya : Rp2.100.000.000,- Luas tanah 2 : 5.000 M2 ; nilainya : Rp3.000.000.000,- Luas bang. 1 : 1.500 M2 ; nilainya : Rp375.000.000,- Luas bang. 2 : 2.000 M2 ; nilainya : Rp600.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN Jawab :
Luas tanah 1 dan 2 = 8.000 M2 ; nilainya = Rp5.100.000.000,-
Nilai tanah/M2 = 5.100.000.000 / 8.000 = Rp637.500,- --> konversi --> Kls A.19 : NJOP = Rp614.000,- / M2
Luas bangunan 1 dan 2 = 3.500 M2 ; nilainya = Rp975.000.000,-
Nilai bangunan/M2 = 975.000.000 / 3.500 = Rp278.571,- --> konversi --> Kls A.9 : NJOP = Rp310.000,- / M2
NJOP tanah : 8.000 x Rp614.000,- = Rp4.912.000.000,- NJOP bangunan : 3.500 x Rp310.000,- = Rp1.085.000.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp5.997.000.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp5.987.000.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp5.987.000.000,- = Rp11.974.000,-
4. Ibu Rita memiliki rumah dan toko yang letaknya terpisah di Jalan Kemanggisan, Jakarta Barat dengan rincian sbb :
Rumah : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp3.745.000,-/ M2 ( kls B.49 ) Luas bang. : 300 M2 ; NJOPnya = Rp1.516.000,- / M2 ( kls B.20 ) Toko : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp4.605.000,- / M2 ( kls B.47 )
Luas bang. : 400 M2 ; NJOPnya = Rp1.833.000,- / M2 ( kls B.19 )
Hitung besarnya PBB atas rumah dan toko Ibu Rita tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta
Jawab :
Rumah :
NJOP tanah : 500 x Rp3.745.000,- = Rp1.872.500.000,- NJOP bangunan ; 300 x Rp1.516.000,- = Rp 454.800.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp2.327.300.000,- NJOPTKP = Rp 0
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.327.300.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp2.327.300.000,- = Rp4.654.600,-
Toko :
NJOP tanah : 500 x Rp4.605.000,- = Rp2.302.500.000,- NJOP bangunan : 400 x Rp1.833.000,- = Rp 733.200.000,- NJOP tanah dan bangunan = Rp3.035.700.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp3.025.700.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp3.025.700.000,- = Rp6.051.400,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
D. PERHITUNGAN PBB UNTUK RUMAH SUSUN
Rumah susun merupakan suatu kawasan dimana para penghuninya selain memanfaatkan unit-unit rumah susun tersebut juga memanfaatkan areal yang merupakan objek pajak yang dimanfatkan secara bersama-sama seperti tempat parkir, tangga, emperan (kaki lima) dan lain sebagainya. Oleh karena adanya objek yang dimanfaatkan secara bersama-sama tersebut maka luas tanah dan bangunan yang dimanfaatkan dibagi secara proporsional kepada setiap penghuni rumah susun tersebut.
Contoh perhitungan :
Perum Perumnas mendirikan rumah susun dengan data sebagai berikut : a. Luas tanah : 5.000 M2 ; NJOP = Rp36.000,- / M2 (kls A.33) b. Luas bangunan hunian :
tipe 21 : 200 unit = 4.200 M2 tipe 36 : 100 unit = 3.600 M2 tipe 48 : 50 unit = 2.400 M2 Luas bangunan hunian = 10.200 M2
NJOP bangunan hunian = Rp264.000,- / M2 ( kls A.10 )
c. Bangunan bersama :
Tangga, kaki lima seluas : 1.800 M2 ( kls A.10 ) d. Bangunan sarana :
Jalan, tempat parkir dll : 2.000 M2 ( kls A.10 )
Hitung PBB masing-masing hunian bila NJOP.TKP = Rp10.000.000,-
Jawab : NJOP tanah : 5.000 x Rp36.000,- = Rp 180.000.000,- NJOP bangunan : Hunian : 10.200 x Rp264.000,- = Rp2.692.800.000,- Bersama : 1.800 x Rp264.000,- = Rp 475.200.000,- Sarana : 2.000 x Rp264.000,- = Rp 528.000.000,- Jumlah NJOP bangunan = Rp3.696.000.000,-
PBB tipe 21 :
NJOP tanah : (21/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 370.588,- NJOP bang. : (21/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp 7.609.411,- NJOP tanah dan bangunan = Rp 7.979.999,- NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 0 PBB tipe 21 = Rp 0 PBB tipe 36 :
NJOP tanah : (36/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 635.294,- NJOP bang. : (36/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp 13.044.705,- NJOP tanah dan bangunan = Rp 13.679.999,- NJOPTKP (asumsi) = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 3.679.999,- PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp3.679.999,- = Rp 3.680,- (pembulatan)
PBB tipe 48 :
NJOP tanah : (48/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 847.062,- NJOP bang. : (48/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp17.393.006,- NJOP tanah dan bangunan = Rp18.240.068,- NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 8.240.068,- PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp8.240.068,- = Rp 8.240,-
Latihan:
1. Sebutkan 3(tiga) hal pokok yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2002 tentang Dasar Perhitungan PBB.
2. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 201/KMK.04/2000 ditetapkan batas tidak kena pajak adalah Rp12 juta per Wajib Pajak, jelaskan!
3. Pak Sumarlan memiliki rumah dan tanah kosong dengan rincian sebagai berikut: a. Rumah: Luas tanah = 500 M2; Nilai seluruhnya=Rp1 milyar
Bangunan dua lantai, masing-masing 200 M2 dengan nilai seluruhnya=Rp1 milyar
Kolam renang: 10m x 15 m dengan nilai=Rp300 juta Taman mewah: 100 M2 dengan nilai=Rp100 juta Pagar mewah: 300 M2 dengan nilai =Rp360 juta
b. Tanah kosong seluas 1000 M2 dengan nilai beragam sebagai berikut: 600 M2 dengan nilai = Rp1.200.000.000,-
400 M2 dengan nilai = Rp1.000.000.000,-
Hitung besarnya PBB yang menjadi kewajiban Pak Sumarlan tersebut apabila NJOPTKP ditentukan sebesar Rp10.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 4. KEGIATAN BELAJAR 3
SEKTOR PERKEBUNAN, KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN
Sebagaimana diketahui didalam pembagian PBB terdapat 5(lima) sektor yaitu: Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan. Contoh-contoh perhitungan di dalam BAB II adalah termasuk dalam sektor Pedesaan dan Perkotaan. Adapun sektor Perikanan (Bidang Perikanan) adalah termasuk didalam sektor Pedesaan atau Perkotaan tergantung dimana letak perikanan yang bersangkutan dan akan dibahas dalam BAB IV.
Fokus utama untuk perhitungan PBB Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan adalah menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Bilamana NJOP telah diperoleh maka dengan mudah dapat dihitung PBBnya.
A. SEKTOR PERKEBUNAN :
Pengenaan PBB sektor perkebunan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-21/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor perkebunan terdapat berbagai jenis areal (tanah) dengan karakteristik yang berbeda sehingga NJOP masing-masing areal juga berbeda sesuai dengan Nilai Indikasi Rata-rata masing-masing tanah diareal yang bersangkutan. Adapun areal-areal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Areal Kebun, yaitu areal yang sudah diolah dan ditanami dengan komoditas perkebunan baik yang telah menghasilkan maupun belum menghasilkan
NJOP = NJOP tanah + Standar Investasi Tanaman
NJOP tanah : sesuai dengan karakteristik tanah dan NIR hasil pendataan dan penilaian yang kemudian dituangkan kedalam bentuk Surat Keputusan Kakanwil DJP Standar Investasi Tanaman : jumlah modal yang diinvestasikan menurut umur dan jenis tanaman dalam satuan rupiah per hektar
2. Areal yang sudah diolah tapi belum ditanami.
NJOP = NJOP tanah + Biaya Pengolahan/pematangan tanah dalam satu tahun
3. Areal Emplasemen, yaitu areal yang diatasnya terdapat bangunan dan / atau pekarangan
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
4. Areal lain, yaitu areal selain areal kebun dan areal emplasemen yang berupa areal belum diolah, rawa, cadas, jurang atau tanah lain yang tidak dapat dimanfaatkan untuk perkebunan.
NJOP = NJOP tanah
Contoh perhitungan :
PT.Sawit Seberang, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit didaerah Sumatera Utara memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari tanah dan bangunan dengan rincian sebagai berikut :
A. Tanah 1. Areal kebun :
a. Usia tanaman 2 tahun : 100 Ha, kelas A.42 ( Rp1.700,- / M2 ) S I T : Rp2.795.000,- per Ha
b. Tanaman sudah menghasilkan : 300 Ha, kelas A.42 S I T : Rp5.646.000,- per Ha
2. Areal emplasemen :
a. Kantor : 0,5 Ha , kelas A. 36 ( Rp14.000,- / M2 ) b. Gudang : 1 Ha , kelas A.37 ( Rp10.000,- / M2 ) c. Pabrik : 2 Ha, kelas A. 37
B. Bangunan :
a. Kantor : 500 M2 , kelas A. 4 ( Rp700.000,- / M2 ) b. Gudang : 1.000 M2, kelas A. 6 ( Rp505.000,- / M2 ) c. Pabrik : 4.000 M2 , kelas A. 8 ( Rp365.000,- / M2 )
Hitung PBB tahun 2003 atas perkebunan tersebut bila NJOPTKP : Rp10 juta
Jawab :
A. NJOP Tanah 1. Areal Kebun :
a. Usia tanaman 2 tahun : 100 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 1.700.000.000,- 100 x Rp2.795.000,- = Rp 279.500.000,- b. Tanaman sdh menghasilkan : 300 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 5.100.000.000,- 300 x Rp5.646.000,- = Rp 1.693.800.000,- 2. Areal Emplasemen : a. Kantor : 0,5 x 10.000 x Rp14.000,- = Rp 70.000.000,- b. Gudang : 1 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 100.000.000,- c. Pabrik : 2 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 200.000.000,- NJOP Tanah ( 1 + 2 ) = Rp 9.143.300.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN B. NJOP Bangunan : a. Kantor : 500 x Rp700.000,- = Rp 350.000.000,- b. Gudang : 1.000 x Rp505.000,- = Rp 505.000.000,- c. Pabrik : 4.000 x Rp365.000,- = Rp 1.460.000.000,- NJOP Bangunan = Rp 2.315.000.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan ( A + B ) = Rp11.458.300.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp11.448.300.000,- PBB : 0,5% x 40% x Rp11.448.300.000,- = Rp 22.896.600,-
B. SEKTOR KEHUTANAN
Pengenaan PBB sektor kehutanan berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-73/PJ.6/1999 tanggal 16 Desember 1999.
Didalam sektor kehutanan terdapat berbagai jenis areal hutan yaitu :
1. Areal Produktif yang disebut juga Areal Blok Tebangan yaitu areal hutan dimana kayu-kayu pada areal tersebut mempunyai umur ataupun diameter yang cukup untuk ditebang dan bernilai ekonomis. Luas areal ini biasanya dinyatakan didalam Rencana Karya Tahunan (RKT) yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan kepada para pengusaha hutan.
2. Areal Belum/Tidak Produktif yang disebut juga Areal Non Blok Tebangan yaitu areal hutan dimana kayu-kayunya belum layak ditebang karena belum cukup umur dan tidak ekonomis untuk ditebang.
3. Areal Lainnya yaitu areal yang tidak ada tegakannya (tidak ada pepohonannya) seperti rawa, payau, waduk/danau, atau yang digunakan oleh pihak ketiga secara tidak sah.
4. Log Ponds yaitu areal perairan didalam hutan yang digunakan untuk tempat penimbunan kayu.
5. Log Yards yaitu areal daratan didalam hutan yang digunakan untuk penimbunan kayu.
6. Areal Emplasemen yaitu merupakan areal dimana didirikan bangunan-bangunan yang berkenaan dengan usaha bidang kehutanan
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
Untuk menentukan NJOP sektor kehutanan dapat dibagi atas 2(dua) kategori tergantung kepada jenis hak untuk mengelola/mengusahakan hutan tersebut yaitu : 1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak
Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin Sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
a. NJOP areal produktif ditetapkan sebesar 8,5 kali hasil bersih dalam satu tahun. Hasil bersih adalah Pendapatan kotor dikurangi Biaya eksploitasi
Pendapatan kotor adalah total hasil produksi kayu tahun pajak sebelumnya dikalikan dengan harga pasar kayu bulat dalam tahun pajak berjalan (harga pasar per 1 Januari).
Biaya eksploitasi terdiri dari :
a. Biaya penanaman ( khusus PT.Perhutani ).
b. Biaya pemeliharaan hutan / perawatan ( khusus PT.Perhutani ). c. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan.
d. Biaya penebangan ( upah tenaga kerja dan peralatan ). e. Biaya pengangkutan sampai ke log ponds atau log yards.
f. PBB dan PSDH ( untuk areal blok tebangan ) tahun pajak sebelumnya.
b. NJOP areal belum/tidak produktif, areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP tanah.
c. NJOP Log Ponds = NJOP Perairan, yaitu berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya.
2. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri ( HPHTI ).
a. NJOP Areal Hutan adalah NJOP tanah ditambah Biaya Pembangunan HTI menurut umur tanaman.
Standar Biaya Pembangunan HTI dibuat berdasarkan data dari Dinas Kehutanan setempat.
b. NJOP areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP tanah
Contoh perhitungan :
1. PT. Wanalestari, suatu perusahaan bidang kehutanan (HPH) di Kalimantan Selatan memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari bumi dan bangunan sbb :
A. Bumi
1. Areal produktif
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. Areal belum/tidak produktif
Tanah hutan non blok tebangan : 4.000 Ha, kls A.49 3. a.Log ponds : 10 Ha, kls A.49
b. Log yards : 5 Ha, kls A.49
4. Areal lainnya (rawa, payau) : 100 Ha, kls A.50 ( Rp140,- / M2 ) 5. Areal Emplasemen : a. Pabrik : 20.000 M2 ; kls A.45 ( Rp 660,-/M2 ) b. Gudang : 2.000 M2 ; kls A.45 c. Kantor : 1.000 M2 ; kls A.45 d. Perumahan : 10.000 M2 ; kls A.44 ( Rp910,-/ M2 ) B. Bangunan a. Pabrik : 1.000 M2; kls A.10 (Rp264.000,- / M2 ) b. Gudang : 500 M2; kls A.10 c. Kantor : 200 M2 ; kls A.9 ( Rp310.000,- / M2 ) d. Perumahan : 5.000 M2 ; kls A.9 C. Angka kapitalisasi : 8,5
Hasil bersih sebelum tahun pajak berjalan : Rp1.000.000.000,-
Hitung PBB yang menjadi kewajiban PT. Wanalestari tersebut bila NJOPTKP = Rp10.000.000,-
Jawab :
A. NJOP Bumi :
1. Areal produktif : 8,5 x Rp1.000.000.000,- = Rp 8.500.000.000,- 2. Areal belum produktif : 4.000 x 10.000 x Rp200,- = Rp 8.000.000.000,- 3.a. Log ponds : 10 x 10.000 x Rp2,70 = Rp 270.000,- b. Log yards : 5 x 10.000 x Rp200,- = Rp 10.000.000,- 4. Areal lainnya : 100 x 10.000 x Rp140,- = Rp 140.000.000,- 5. Areal Emplasemen : a. Pabrik : 20.000 x Rp660,- = Rp 13.200.000,- b. Gudang : 2.000 x Rp660,- = Rp 1.320.000,- c. Kantor : 1.000 x Rp660,- = Rp 660.000,- d. Perumahan : 10.000 x Rp910,- = Rp 9.100.000,- NJOP Bumi (1+2+3+4+5) = Rp16.674.550.000,- B. NJOP Bangunan : a.Pabrik : 1.000 x Rp264.000,- = Rp 264.000.000,- b.Gudang : 500 x Rp264.000,- = Rp 132.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
c. Kantor : 200 x Rp310.000,- = Rp 62.000.000,- d. Perumahan : 5.000 x Rp310.000,- = Rp1.550.000.000,- NJOP bangunan : = Rp2.008.000.000,- NJOP Bumi dan Bangunan : = Rp18.682.550.000,- NJOPTKP : = Rp 10.000.000,- NJOP untuk perhitungan PBB = Rp18.672.550.000,- PBB : 0,5% x 40% x Rp18.672.550.000,- = Rp37.345.100,-
2. PT. Wanasetra, sebuah perusahaan pengelola hutan tanaman industri (HPHTI) memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari bumi dan bangunan dengan rincian sebagai berikut :
A. Tanah
1. Areal produktif
a. Tanah yang ditanami komoditas hutan industri dan telah menghasilkan: Tanaman sonokeling : 500 Ha, kelas A.39 ( Rp5.000,- / M2 )
Standar Biaya Pembangunan (SBP) = Rp2.930.800,- / Ha. b. Tanah yang belum menghasilkan :
Sonokeling tahun ke-4 : 100 Ha, kelas A.39; SBP = Rp2.427.800,- / Ha Sonokeling tahun ke-5 : 200 Ha, kelas A.39; SBP = Rp2.769.800,- / Ha 2. Log Ponds (perairan) : 20 Ha, kelas A.47
3. Areal lainnya (rawa, payau) : 50 Ha, kelas A.50 ( Rp140,- / M2 ) 4. Areal Emplasemen :
a. Pabrik : 10.000 M2 , kelas A.43 ( Rp1.200,- / M2 ) b. Gudang : 5.000 M2 , kelas A.43
c. Kantor : 1.000 M2 , kelas A.43 d. Perumahan : 10.000 M2 , kelas A.43
B. Bangunan :
a. Pabrik : 3.000 M2 , kelas A.11 ( Rp225.000,- / M2 ) b. Gudang : 500 M2 , kelas A.11
c. Kantor : 200M2 , kelas A.9 ( Rp310.000,- / M2 ) d. Perumahan : 1.000 M2 , kelas A.11
Hitung PBB yang menjadi kewajiban PT. Wanasetra tersebut apabila NJOPTKP ditentukan sebesar Rp10.000.000,-
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN Jawab :
A. NJOP Tanah 1. Areal Produktif
a. Tanah sudah menghasilkan tanaman sonokeling :
500 x 10.000 x Rp5.000,- = Rp25.000.000.000,- SBP = 500 x Rp2.930.800,- = Rp 1.465.400.000,- b. Tanaman belum menghasilkan :
Sonokeling tahun ke-4 : 100x10.000xRp5.000,- = Rp 5.000.000.000,- SBP = 100 x Rp2.427.800,- = Rp 242.780.000,- Sonokeling tahun ke-5 : 200x10.000xRp5.000,- = Rp10.000.000.000,- SBP = 200 x Rp2.769.800,- = Rp 553.960.000,- 2. Log Ponds = 20 x 10.000 x Rp4,80 = Rp 960.000,- 3. Areal lainnya = 50 x 10.000 x Rp140,- = Rp 70.000.000,- 4. Areal Emplasemen : a. Pabrik = 10.000 x Rp1.200,- = Rp 12.000.000,- b. Gudang = 5.000 x Rp1.200,- = Rp 6.000.000,- c. Kantor = 1.000 x Rp1.200,- = Rp 1.200.000,- d. Perumahan = 10.000 x Rp1.200,- = Rp 12.000.000,- NJOP Tanah ( 1 + 2 + 3 + 4 ) = Rp42.364.300.000,- B. NJOP Bangunan : a. Pabrik = 3.000 x Rp225.000,- = Rp 675.000.000,- b. Gudang = 500 x Rp225.000,- = Rp 112.500.000,- c. Kantor = 200 x Rp310.000,- = Rp 62.000.000,- d. Perumahan = 1.000 x Rp225.000,- = Rp 225.000.000,- NJOP Bangunan = Rp 1.074.500.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan = Rp43.438.800.000,- NJOPTKP = Rp 10.000.000,- NJOP sebagai dasar perhitungan PBB = Rp43.428.800.000,- PBB = 0,5% x 40% x Rp43.428.800.000,- = Rp 86.857.600,-
C. SEKTOR PERTAMBANGAN
Pengenaan PBB sektor pertambangan terbagi atas dua bagian yaitu sektor pertambangan non-migas dan sektor pertambangan migas. Sedangkan sektor pertambangan migas terbagi lagi menjadi sektor pertambangan migas dan
non-BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN I. PERTAMBANGAN NON-MIGAS
Pengenaan PBB sektor pertambangan non-migas berdasarkan kepada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Didalam sektor pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif, yaitu areal yang sudah di eksploitasi dan menghasilkan bahan galian tambang.
NJOP untuk areal ini ditentukan sebesar 9,5 kali hasil bersih bahan galian tambang dalam satu tahun.
Hasil bersih adalah pendapatan kotor hasil penjualan bahan galian tambang dalam satu tahun dikurangi dengan biaya eksploitasi di mulut tambang ( run on mine ).
2. Areal Belum Produktif, yaitu areal yang belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan menghasilkan ( tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi ).
NJOP untuk areal ini = NJOP tanah.
Untuk tahap penyelidikan umum, areal yang diperhitungkan adalah sebesar 5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP)
Untuk tahap eksplorasi tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-5 areal yang diperhitungkan adalah sebesar 20% dari luas areal WKP.
Untuk tahap eksplorasi perpanjangan I dan II areal yang diperhitungkan adalah sebesar 50% dari luas areal WKP.
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan bahan galian tambang.
NJOP = NJOP tanah.
4. Areal Emplasemen, yaitu areal yang diatasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan.
NJOP = NJOP tanah.
5. Areal lainnya, yaitu areal perairan yang digunakan untuk pelabuhan khusus sehubungan dengan usaha pertambangan.
NJOP = NJOP perairan.
II. PERTAMBANGAN NON-MIGAS GALIAN C
Pengenaan PBB sektor pertambangan non-migas galian C berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Didalam sektor pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. Areal Produktif yaitu areal yang telah dieksploitasi dan menghasilkan bahan galian tambang ( tahap eksploitasi ).
NJOP ditetapkan berdasarkan Angka Kapitalisasi dikalikan hasil bersih bahan galian tambang dalam satu tahun.
Angka Kapitalisasi diperhitungkan berdasarkan lama waktu eksploitasi penambangan tertentu.
Hasil bersih adalah pendapatan kotor hasil penjualan bahan galian tambang dalam satu tahun dikurangi biaya eksploitasi di mulut tambang ( run on mine ).
2. Areal Belum Produktif yaitu Areal yang belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan menghasilkan (tahap penyelidikan umum, eksplorasi , dan konstruksi)
NJOP = NJOP tanah
3. Areal Tidak Produktif yaitu Areal yang sama sekali tidak menghasilkan bahan galian tambang
NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen yaitu Areal yang diatasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan
NJOP = NJOP Tanah
5. Areal Lain yang merupakan pelabuhan khusus berkaitan dengan usaha pertambangan
NJOP = NJOP Perairan
III. PERTAMBANGAN MIGAS
Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Migas diatur dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-24/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif , yaitu Areal didlam Wilayah Kuasa Pertambangan yang telah dieksploitasi (tahap eksploitasi dan produksi).
NJOP = 9,5 x Hasil Penjualan Migas setahun 2. Areal Belum Produktif :
a. Areal Penyelidikan Umum, yaitu areal di dalam WKP yang sedang atau akan dilakukan penyelidikan secara geologi umum untuk membuat peta geologi dan mengetahui tanda-tanda adanya migas
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
b. Areal Eksplorasi, yaitu areal di dalam WKP yang sudah dilakukan penyelidikan umum dan perlu diteliti lebih seksama untuk menetapkan secara rinci adanya migas.
c. Areal Non Producing Open, yaitu areal di dalam WKP yang sudah selesai dieksplorasi dan sewaktu-waktu siap ditambang/dieksploitasi.
d. Areal Non Producing Plug and Abandon, yaitu areal di dalam WKP yang sudah selesai dieksploitasi dan untuk sementara ditutup / ditinggalkan. NJOP untuk areal belum produktif ( a s/d d ) = NJOP Tanah
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan migas NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen, yaitu areal di dalam / di luar WKP yang diatasnya terdapat bangunan-bangunan dan atau pekarangan.
NJOP = NJOP Tanah 5. Areal Lain :
a. Areal Pengamanan, yaitu areal di dalam / di luar WKP yang digunakan sebagai pengamanan bangunan dan atau pengamanan lingkungan
NJOP = NJOP Tanah
b. Tanah kosong dan areal lainnya di dalam/di luar WKP yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, dan atau areal emplasemen.
NJOP = NJOP Tanah
c. Areal Perairan, yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan khusus berkaitan dengan usaha pertambangan migas.
NJOP = NJOP Perairan.
IV. PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
Pengenaan PBB sektor Pertambangan Energi Panas Bumi diatur didalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-25/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif, yaitu areal didalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumberdaya Panasbumi yang telah dieksploitasi dan menghasilkan energi panasbumi
NJOP = 9,5 x hasil penjualan energi panas bumi setahun.
Hasil Produksi dari pertambangan ini adalah seluruh jumlah air dan atau uap panasbumi yang diperoleh dari proses eksploitasi dan digunakan sebagai sumber energi /listrik dalam ukuran Kwh.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. Areal Belum Produktif :
a. Areal Penyelidikan Umum,yaitu areal di dalam WKPSP yang sedang atau akan dilakukan penyelidikan secara geologi umum untuk membuat peta geologi pendahuluan yang memuat lokasi dan kenampakan panasbumi . b. Areal Eksplorasi, yaitu areal di dalam WKPSP yang telah diduga adanya
sumberdaya panasbumi yang perlu diteliti lebih seksama besar cadangan dan karakteristiknya.
c. Areal Cadangan Produksi, yaitu areal di dalam WKPSP yang telah dipastikan mengandung cadangan sumberdaya panasbumi dan sewaktu-waktu siap diproduksi.
NJOP ( a s/d c ) = NJOP Tanah
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan eneergi panasbumi
NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen, yaitu areal di dalam / di luar WKPSP yang diatasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan.
NJOP = NJOP Tanah.
5. Areal Lain :
a. Areal Pengamanan, yaitu areal di dalam/di luar WKPSP yang digunakan sebagai pengamanan bangunan maupun lingkungan.
NJOP = NJOP Tanah
b. Tanah Kosong dan areal lain di dalam/ di luar WKPSP yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, dan atau areal emplasemen.
NJOP = NJOP Tanah
c. Areal Perairan, yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan khusus berkaitan dengan usaha pertambangan energi panasbumi.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 5. KEGIATAN BELAJAR 4
PBB SEKTOR PERIKANAN DAN PELABUHAN LAUT
A. SEKTOR PERIKANAN ( PEDESAAN/PERKOTAAN)
Sebagaimana dijelaskan diatas, Sektor Perikanan termasuk didalam Sektor Pedesaan atau Sektor Perkotaan tergantung kepada lokasi sektor tersebut, oleh karena itu penentuan Nilai Jual Kena Pajaknya harus diperhatikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No:25 Tahun 2002, yaitu yang bernilai Rp1 M atau lebih terkena NJKP 40% sedangkan yang nilainya dibawah Rp1 M terkena NJKP 20%.
Pengenaan PBB sektor perikanan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-22/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Sektor Perikanan terbagi atas 2(dua) jenis yaitu Perikanan Laut/Sungai dan Perikanan Darat.
I. PERIKANAN LAUT/SUNGAI
Didalam sektor perikanan laut/sungai terdapat berbagai areal sebagai berikut : 1. Areal Perikanan ( Penangkapan Ikan ) yaitu seluruh perairan Indonesia, sungai,
waduk, danau, rawa, genangan air lainnya yang dapat digunakan oleh manusia untuk menangkap ikan.
NJOP = 10 x hasil bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan
Hasil bersih merupakan Pendapatan Kotor dikurangi Biaya Operasional
Pendapatan Kotor adalah hasil penjualan ikan setahun sebelum tahun pajak berjalan Biaya Operasional merupakan biaya penangkapan ikan dan pengangkutan sampai ke tempat pelelangan.
2. Areal Pembudidayaan Ikan, merupakan areal tempat kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya.
NJOP = 8 kali hasil bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan Hasil bersih merupakan Pendapatan Kotor dikurangi Biaya Operasional
Pendapatan Kotor adalah hasil penjualan ikan setahun sebelum tahun pajak berjalan Biaya Operasional adalah biaya pemeliharaan, penangkapan dan angkutan sampai ke tempat pelelangan.
3. Areal Emplasemen dan areal lainnya (didaratan). NJOP = NJOP tanah
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN II. PERIKANAN DARAT
Berbeda dengan perikanan laut yang memanfaatkan perairan atau genangan air yang terjadi secara alamiah untuk areal penangkapan ikan, maka perikanan darat menggunakan tambak-tambak atau kolam-kolam ikan yang sengaja dibuat untuk pembudidayaan ikan. Oleh sebab itu didalam perikanan darat terdapat Biaya Investasi Tambak yang dihitung menurut jenis tambak tersebut apakah Tambak Intensif atau Semi Intensif. Biaya investasi tambak diperoleh dari Dinas Perikanan.
Tambak Intensif adalah jenis tambak yang pengelolaannya telah menggunakan banyak alat bantu seperti kincir air, pomnpa, genset, pakan dan pupuk, sedangkan Tambak Semi Intensif adalah tambak yang pengelolaannya menggunakan sedikit alat-alat bantu kincir air, pompa, genset, pakan alam dan tambahan pupuk.
Didalam perikanan darat terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Pembudidayaan Ikan yaitu areal tempat kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya.
NJOP = NJOP tanah + Biaya Investasi Tambak menurut jenisnya. 2. Areal Emplasemen dan Areal Lainnya ( didaratan )
NJOP = NJOP tanah.
Disamping itu didalam sektor perikanan baik perikanan laut/sungai maupun perikanan darat terdapat areal lainnya sebagai berikut :
1. Areal Perairan yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan berkenaan dengan usaha perikanan.
NJOP = NJOP Perairan
NJOP Perairan ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah disekitarnya
2. Areal Pembudidayaan ikan yang belum menghasilkan atau areal pembenihan.
NJOP = NJOP Perairan ditambah Biaya Investasi Pembenihan dalam satu tahun (biaya bibit dan pemeliharaan )
3. Areal Perairan untuk pengamanan dan kepentingan lainnya. NJOP = NJOP perairan.
B. PENGENAAN PBB ATAS PELABUHAN LAUT
Pengenaan PBB atas Pelabuhan Laut diatur didalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-39/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 sebagai berikut :
1. Kolam Labuh, Tempat Labuh dan Docking : NJOP = NJOP Perairan
2. Areal Perairan Potensial yang belum dimanfaatkan : NJOP = setinggi-tingginya kelas A-30 dan lebih kecil(rendah) dari kelas tanah darat sekitarnya.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 6. KEGIATAN BELAJAR 5
RUMAH SAKIT SWASTA DAN PERGURUAN TINGGI SWASTA A. PBB ATAS RUMAH SAKIT SWASTA
Pengenaan PBB atas rumah sakit swasta diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan No: 796/KMK.04/1993 tanggal 20-8-1993 sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan Rumah Sakit Swasta adalah Rumah Sakit Swasta IPSM ( Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat ) yang memenuhi kriteria :
a. Minimal 25% dari jumlah tempat tidur digunakan untuk pasien yang tidak mampu
b. Sisa hasil usaha digunakan untuk reinvestasi rumah sakit dalam rangka pengembangan rumah sakit dan tidak digunakan untuk investasi di luar rumah sakit.
2. Atas bumi dan atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh rumah sakit swasta IPSM dikenakan PBB sebesar 50% dari jumlah PBB yang seharusnya terutang.
3. Rumah sakit swasta pemodal yang bukan merupakan rumah sakit swasta IPSM dikenakan PBB sepenuhnya.
4. Atas bumi dan atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh rumah sakit swasta tetapi secara nyata tidak dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan secara langsung dan terletak di luar lingkungan rumah sakit, tetap dikenakan PBB sepenuhnya seseuai ketentuan yang berlaku
B. PBB ATAS PERGURUAN TINGGI SWASTA
Pengenaan PBB atas Perguruan Tinggi Swasta ( PTS ) diatur dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No:SE-10/PJ.6/1995 yang mengatur sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan PTS adalah Perguruan Tinggi yang berbentuk Akademi, Politeknik, Institut, Sekolah Tinggi, dan Universitas yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara PTS yang berbentuk Yayasan, Perkumpulan Sosial, dan/atau Badan Wakaf.
2. Penerbitan SPPT PBB atas PTS dilaksanakan apabila memenuhi salah satu kriteria sbb :
a. Sumbangan Pendidikan (SPP) dan pungutan lainnya dengan nama apapun rata-rata > Rp2.000.000,- per tahun.
b. Luas bangunan > 2.000 M2 c. Lantai bangunan > 4 lantai
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
3. Bumi dan/atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh PTS dikenakan PBB sebesar 50% dari PBB yang seharusnya terutang.
4. Bumi dan/atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh PTS tetapi secara nyata tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan secara langsung yang terletak di luar lingkungan PTS yang bersangkutan tetap dikenakan PBB secara penuh sesuai ketentuan yang berlaku.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 7.KEGIATAN BELAJAR 6
TAHUN PAJAK, SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
A. TAHUN PAJAK, SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG Tahun Pajak : satu tahun takwim
Saat Pajak Terutang : Keadaan objek pajak per 1 Januari Tempat Pajak Terutang : - Wilayah DKI Jakarta
- Kabupaten/Kota tempat objek pajak.
B. PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OP DAN SP I. PENDAFTARAN OP DAN SP
- Wajib Pajak Aktif
- Menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yg dapat diperoleh pada : - Kantor Pelayanan PBB
- Dinas Pendapatan Daerah - Kantor Camat atau Kantor Lurah - Tempat lain yang ditunjuk
- SPOP harus diisi : - jelas, benar dan lengkap
- ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasanya - SPOP dikirim kembali ke KPPBB untuk diproses
- KPPBB memproses SPOP : - meneliti data isian SPOP - meng-entry data isian tersebut - mencetak data keluran berupa :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT ) 2. Surat Tanda Terima Setoran ( STTS )
3. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak ( DHKP )
II. PENDATAAN OP DAN SP
- Fiskus (Aparat PBB) aktif melakukan pendataan ke lapangan - Alternatif cara pendataan yang digunkan ada 4 :
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
2. Pendataan dengan cara identifikasi objek dan subjek pajak 3. Pendataan dengan cara verifikasi objek dan subjek pajak 4. Pendataan dengan cara pengukuran objek pajak
- Alat yang digunakan : SPOP, alat ukur dan alat tulis kantor - Hasil pendataan : 1. Peta yang terdiri dari : - Peta Blok
- Peta Zona Nilai Tanah - Peta Kelurahan / Desa 2. SPOP yang telah diisi dan ditandatangani WP
C. PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN I. TATACARA PEMBAYARAN
1. Wajib Pajak langsung melakukan pembayaran ke Bank Tempat Pembayaran( Bank TP) atau Kantor Pos Tempat Pembayaran (Kantor Pos TP) dengan membawa SPPT asli. Setelah pembayaran WP akan memperoleh STTS asli yang telah diregister oleh Pejabat Bank/Kantor Pos TP.
2. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran melalui pemidahbukuan uang dari rekening WP ke rekening Kas Negara qq PBB (nama rekening Kas Negara untuk penerimaan PBB).
3. Wajib Pajak dapat mengirimkan uang (transfer) melalui Bank maupun Kantor Pos ke rekening Kas Negara qq PBB.
4. Wajib Pajak dapat membayar melalui petugas pemungut yang ditunjuk. Dari petugas, Wajib Pajak akan menerima Tanda Terima Sementara (TTS). Petugas akan menyetorkan uang yang diterimanya dari WP ke Bank/Kantor Pos TP dan menerima STTS asli yang kemudian harus dikirimkannya (dikembalikan) kepada Wajib Pajak yang telah membayar.
5. Wajib Pajak dapat membayar melalui ATM BCA. Pembayaran melalui ATM BCA ini mulai berlaku sejak tahun 2003 atas kerjasama antara DJP dengan BCA.
II. TATACARA PENAGIHAN
Jatuh tempo SPPT adalah 6(enam) bulan. Pembayaran setelah lewat jatuh tempo WP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (48%). Setelah jatuh tempo dan WP belum juga membayar PBB akan dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang jatuh temponya 1(satu) bulan. Kemudian berturut-turut akan dikeluarkan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) dan akhirnya barang sitaan akan dilelang untuk membayar PBB ( Tata Urutan Penagihan diatur lebih lanjut dalam Undang Undang Penagihan Pajak).
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
D. PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP) Sebab-sebab terbitnya SKP :
1. SPOP tidak kembali. SPOP yang dikirim ke Wajib Pajak harus dikembalikan dalam waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal diterima oleh WP. Lewat waktu akan ditetapkan secara jabatan dengan mengeluarkan SKP. Jumlah ketetapan pajak dalam SKP adalah jumlah pokok pajak (secara jabatan) ditambah denda administrasi sebesar 25%. Jatuh tempo SKP adalah 1(satu) bulan. Lewat jatuh tempo akan diberlakukan UU Penagihan Pajak.
2. SPOP dikembalikan oleh WP kemudian diproses menjadi SPPT. Setelah terbit SPPT terdapat data baru hasil pemeriksaan SPOP yang menyebabkan Pajak Terutang tambah besar. Atas kekurangan pajak tersebut akan diterbitkan SKP yang jumlahnya adalah sebesar kekurangan ditambah denda administrasi 25% dari kekurangan tersebut.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 8.KEGIATAN BELAJAR 7
KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN
A. KEBERATAN PBB
WP dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP mengenai :
- Luas tanah/luas bangunan
- NJOP/ klasifikasi tanah dan atau bangunan - Perbedaan penafsiran UU/Peraturan
Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu
tidak dianggap sebagai permohonan keberatan dan tidak dipertimbangkan.
Setelah menerima surat keberatan dari WP, KPPBB/KPP Pratama meneruskan ke
Kanwil DJP yang harus memproses dalam waktu 12 bulan, lewat waktu keberatan dianggap diterima
Hasil proses berupa : diterima seluruhnya/sebagian, ditolak atau menambah besar
pajak terutang
Pengajuan keberatan oleh WP tidak menunda kewajiban membayar pajak
WP yang tidak setuju atas SK Keberatan dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
B. BANDING PBB
Pengajuan banding dilakukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak WP menerima SK
Keberatan, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
Pengajuan banding dalam bahasa Indonesia dan dilakukan oleh WP/ahli
waris/kuasanya
Satu surat pengajuan banding untuk satu SK Keberatan.
Jumlah pajak terutang harus dibayar lebih dahulu sebesar 50%
(lebih lanjut lihat UU Peradilan Pajak)
C. PENGURANGAN PBB
Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP dalam hal :
1. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau sebab sebab tertentu lainnya yaitu :
a. Objek pajak pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas dan merupakan milik orang pribadi.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
b. Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOPnya meningkat karena dampak dari pembangunan.
c. Objek pajak milik orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari pensiunan.
d. Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah. e. Objek pajak milik anggota veteran.
f. Objek pajak milik Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas sepanjang tahun.
2. Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
3. WP merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan
Pengurangan diajukan dalam bahasa Indonesia dan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan
setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
Dalam permohonan dicantumkan besarnya pengurangan yang diinginkan dalam
prosentase (misal 50%, 75%)
Untuk bencana alam dapat diajukan secara kolektif melalui Lurah/Camat
Permohonan akan diproses oleh KPPBB/KPP Pratama/Kanwil DJP dalam waktu
3(tiga) bulan sejak diterima dari WP, lewat waktu dianggap diterima
KPPBB/KPP Pratama akan memproses permohonan dengan ketetapan sampai
Rp500 juta, lewat Rp500 juta akan diproses oleh Kanwil DJP
Keputusan terhadap permohonan berupa mengabulkan seluruhnya/sebagian atau
menolak.
D. PEMBETULAN
Apabila terjadi salah tulis, salah hitung atau kekeliruan dalam penerapan perundang -
undangan perpajakan yang terdapat dalam SPPT, SKP maupun STP dapat dibetulkan baik atas permintaan WP maupun tidak.
Pembetulan dapat dilakukan tanpa batas waktu akan tetapi apabila pembetulan
tersebut mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah besar, maka pembetulan tersebut hanya dapat dilakukan apabila hak untuk menetapkan pajak belum kedaluwarsa (10 tahun).
Hasil proses pembetulan berupa sama, lebih kecil atau lebih besar dari pajak
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN E. PEMBATALAN
Dalam hal objek pajak tidak ada, atau hak dari subjek pajak terhadap objek pajak batal karena putusan pengadilan, atau objek pajak berubah peruntukan menjadi fasilitas umum atau fasilitas sosial atau bukti tertentu lainnya, maka dapat dilakukan pembatalan atas SPPT, SKP maupun STP.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 9.KEGIATAN BELAJAR 8
DALUWARSA, RESTITUSI DAN KOMPENSASI
A. DALUWARSA PBB
PBB mempunyai 2(dua) jenis daluwarsa yaitu :
1. Daluwarsa Penetapan
Penetapan pajak menjadi daluwarsa setelah lewat waktu 10 tahun. Namun
demikian apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak dibayar atau kurang bayar atau wajib pajak dikenai hukuman karena tindak pidana perpajakan, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% dari pajak yang belum dibayar.
2. Daluwarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan menjadi daluwarsa setelah masa 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.
Namun daluwarsa penagihan ini juga menjadi tertangguh apabila : - diterbitkan Surat Tegoran atau Surat Paksa
- ada pengakuan hutang dari WP
- diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar / KB Tambahan
B. RESTITUSI dan KOMPENSASI I. RESTITUSI PBB
Sebab-sebab terjadinya restitusi :
1. Pajak yang dibayar lebih besar dari pajak terutang karena: a. Permohonan pengurangan dikabulkan
b. Permohonan keberatan dikabulkan c. Permohonan banding dikabulkan d. Perobahan peraturan
2. Pajak yang dibayar seharusnya tidak terutang, misalnya pembayaran PBB atas rumah ibadah.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN Tata Cara Pemberian Restitusi
Permohoonan diajukan dalam bahasa Indonesia
Lampiran permohonan :
- fotokopi SPPT/SKP
- fotokopi SK Pengurangan/ Keberatan/ Banding
- fotokopi STTS ( bukti bayar )
KPPBB/KPP Pratama melakukan Penelitian/Pemeriksaan dari permohonan restitusi
yang diterima
Dari hasil pemeriksaan kemudian dikeluarkan keputusan berupa :
- SKKP PBB apabila Pajak yang telah dibayar lebih besar dari Pajak
Terutang
- SPb (Surat Pemberitahuan) apabila Pajak yang telah dibayar sama
dengan Pajak Terutang
- SKP apabila Pajak yang telah dibayar kurang dari Pajak Terutang
Proses sampai dengan keluarnya Surat Keputusan harus selesai paling lama 12
bulan, lewat waktu harus diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB (SKKP PBB)
Dalam waktu satu bulan setelah SKKP PBB harus diterbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pembayaran PBB (SPMKP PBB)
Apabila lebih dari satu bulan dari penerbitan SPMKPPBB wajib pajak belum
menerima restitusi maka WP berhak mendapat imbalan bunga sebesar 2% per bulan
Apabila WP mempunyai hutang pajak lainnya maka restitusi yang akan diterimanya
lebih dahulu diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya tersebut.
II. KOMPENSASI PBB
Kelebihan pembayaran pajak yang diterima oleh WP dapat diterima melalui cara pemindahbukuan (restitusi) tapi dapat pula dialihkan untuk pembayaran lainnya (kompensasi). Pengalihan pembayaran tersebut dapat dilakukan untuk:
ketetapan PBB tahun yang akan datang
hutang PBB atas nama WP lain
hutang PBB atas nama WP lain untuk tahun yang akan datang
C. PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
1. Keterlambatan penerbitan SKKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung sejak berakhirnya 12 bulan setelah permohonan restitusi diterima sampai dengan terbitnya SKKP PBB.
2. Keterlambatan penerbitan SPMKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan terhitung dari sejak berakhir 1 bulan dari terbitnya SKKP PBB sampai dengan terbitnya SPMKP PBB.
3. Kelebihan pembayaran PBB karena permohonan keberatan/banding diterima sebagian atau seluruhnya, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang terhitung dari sejak pembayaran PBB sampai dengan terbitnya Surat Keputusan Keberatan/Putusan banding.
4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi karena pengurangan/penghapusan sebagai akibat diterbitkannya keputusan keberatan/banding, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang terhitung dari sejak pembayaran sampai dengan terbitnya Keputusan Pengurangan/ Penghapusan Sanksi Administrasi.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
10.KEGIATAN BELAJAR 9
PEMBAGIAN HASIL DAN KETENTUAN PIDANA
A. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
Hasil penerimaan PBB yang diterima oleh Bank/Kantor Pos TP dari para WP dalam jangka waktu satu minggu (setiap hari Jum’at) harus dilimpahkan ke Bank/Kantor
Pos Persepsi. Oleh Bank/Kantor Pos Persepsi kemudian dilimpahkan ke Bank/Kantor Pos Operasional III juga pada setiap hari Jum’at. Kemudian oleh Bank/Kantor Pos
Operasional III pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi tersebut pada setiap hari Jum’at dibagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu :
10 % untuk bagian Pemerintah Pusat
9 % untuk bagian Biaya Pemungutan
16,2 % untuk bagian Pemerintah Propinsi
64,8 % untuk bagian Pemerintah Kabupaten/Kota
Sejak tahun anggaran 1994/1995 bagian Pemerintah Pusat sebesar 10% dilimpahkan kembali kepada daerah Kabupaten/Kota dengan imbangan sbb :
6,5 % dibagikan merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota
3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada daerah Kabupaten/Kota yang mengalami
surplus rencana penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan.
B. KETENTUAN PIDANA
Apabila WP :
1. Karena alpa/lupa :
tidak mengembalikan SPOP
mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar
sehingga menimbulkan kerugian kepada negara maka akan dikenakan sanksi berupa kurungan maksimum 6(enam) bulan atau denda sebanyak dua kali pajak terutang.
2. Karena sengaja :
tidak mengembalikan SPOP
mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar menunjukkan/memberikan surat-surat palsu atau asli tapi palsu
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
tidak menunjukkan surat-surat/dokumen yang diperlukan tidak menunjukkan data/keterangan yang diperlukan
sehingga menyebabkan kerugian kepada negara maka dapat dikenakan sanksi berupa hukuman penjara maksimum dua tahun atau dikenakan denda sebanyak lima kali pajak terutang. Bila hal tersebut diulangi lagi maka sanksi tersebut menjadi dua kali lipat. Terhadap yang bukan WP bila melakukan hal-hal tersebut diatas maka dikenakan sanksi berupa hukuman kurungan maksimum satu tahun atau denda maksimum dua juta rupiah. Apabila lewat waktu 10 tahun (kedaluwarsa) maka ketentuan pidana tersebut tidak dapat dituntut.