• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bremen, Jerman, akhir Juni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bremen, Jerman, akhir Juni"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

FO

TO

-FO

TO: MIRANTI HIRSCHM

ANN

Tembakau Deli, Manikam

Pamor tembakau asal Deli dan Jawa di perdagangan dunia memudar.

Jumlah bal tembakau yang dilelang kian tahun makin berkurang. Kejayaannya

bisa digantikan produsen lain. Akankah hanya menjadi kenangan?

B

remen, Jerman, akhir Juni

2007. Cuaca cerah meling-kupi kota tempat Balai Lelang Tembakau Indonesia di Bre-men (Tabak Boerse BreBre-men). Sayang, hari yang baik itu kurang berhasil mengangkat angka penjualan hasil bumi milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II dan X. Setidaknya bila dibandingkan dengan lelang tahun lalu. Kali ini, meski dalam dua hari lelang (27-28 Juni) barang jualan ludes, angkanya hanya mencapai 5,2 juta euro. Bandingkan dengan tahun lalu, yang meraih 6 juta euro. Meski angka total penjualan agak menurun, tahun ini lelang tembakau mutu terbaik di dunia itu berhasil menaikkan harga. Yakni rata-rata mencapai 35 euro per kilogram. Ini setara dengan Rp 434.000 dan mengalami kenaikan hingga 17% ketimbang tahun lalu.

Dagangan PTPN II dan X di Bre-men yang dikawal pejabat kedua peru-sahaan pelat merah itu licin tandas, diangkut sejumlah perusahaan besar cerutu Eropa. Merekalah yang mampu membeli tembakau kualitas unggul dengan harga tertinggi. Penjualan lewat lelang ini dilepas dengan sistem kebun per kebun dan partai per partai, sehingga margin harganya sangat lebar. Partai terbaik dari tembakau daun pasir pernah terjual hampir 90 euro per kilo, setara dengan Rp 1.116.000. Harga terendah sekitar 10 euro per kilo. Itu sebabnya, harga tembakau Sumatera adalah yang termahal di dunia.

Harga tinggi ini tentu hanya bisa terjadi pada ajang pelelangan. Tak seperti lelang tradisional hasil bumi atau benda seni yang terbuka dan menggunakan pengeras suara atau lelang barang elek-tronik lewat internet seperti e-bay, lelang tembakau di Bremen berlangsung elegan, tertutup, dan rahasia. Suasananya berbeda. Gedung lelang di kota pelabuhan Bremen itu terletak di kawasan industri dan pergudangan. Dari kejauhan, tampak Merah-Putih dan bendera Negara Bagian Lelang tembakau Deli di bursa tembakau Indonesia di Bremen, Jerman.

(2)

Bremen tegak bersisian mengapit nama gedung itu: ‘’Bremen Tabakboerse’’.

Di tempat parkir tampak mobil ber-pelat negara tetangga, seperti Belanda, Belgia, Inggris, negara-negara Skandinavia, dan kota lain di Jerman. Pada dinding tempat mobil itu merapat terpampang papan ‘’dilarang merokok’’. Uniknya, aro-ma asap cerutu langsung menyergap ketika memasuki bangunan bergaya arsitektur post-modern tahun 1950-an itu. Gedung 3.000 meter persegi itu dibangun meng-hadap utara dengan atap bersiku trans-paran, sehingga tak diterpa sinar matahari langsung tapi bisa menyerap cahaya alaminya. Cahaya ini dipakai untuk meneliti warna daun tembakau secara natural.

Gedung itu dilengkapi pengatur kelembapan konstan 85% dan temperatur 24-26 derajat celsius, mirip iklim tropis tempat daun tembakau tumbuh. Bremen adalah kota di utara Jerman dengan iklim yang kering, kelembapan konstan dan minim serangga sehingga ideal sebagai kota penyimpanan tembakau. Untuk mencapai balai utama, pengunjung melewati dulu deretan ruang yang atasnya terbuka. Di ruang itu, calon pembeli memeriksa contoh tembakau. Di tiap pintunya terpampang nama perusahaan cerutu atau makelar.

Akhirnya, tampak sebuah balai luas berukuran sekitar 100 x 25 meter, tempat

m nan Nyaris Pudar

contoh tembakau kering asal Sumatera dan Jawa diperagakan. Daun tembakau itu diikat dan diberi kode sesuai asal kebun dan partainya dan ditempatkan di meja kayu. Belasan lajur untuk tembakau Deli dan dua lajur untuk tembakau Jawa. Para calon pembeli boleh memegang, mencium, bahkan membakar daun-daun itu untuk pengetesan.

Beberapa orang dari berbagai bangsa pagi itu sudah lalu lalang. Pakaian mereka necis. Tak lupa sebatang cerutu besar terselip di sela-sela jari atau bibir mereka. Merekalah para padagang tembakau, makelar, calon pembeli, ahli tembakau, produsen cerutu, dan pengamat tembakau Indonesia. Bukan rahasia, beberapa produsen pesaing tembakau Deli, Sumatera, dari negara-negara Amerika Selatan pun hadir dalam lelang.

Lelang ini dijadikan ajang bertemu-nya pebisnis tembakau dan cerutu dunia, Eropa khususnya. Balai lelang tembakau ini tinggal satu-satunya di dunia. Sayang-nya, makin lama frekuensi lelang temba-kau Bremen makin berkurang. Pada tahun awal, sempat diadakan enam hingga delapan kali lelang setahun. Satu kali lelang satu hari. Dengan merosotnya volume tembakau Indonesia, sejak 2002 lelang di Bremen hanya diadakan dua kali setahun.

Setelah menjalani empat minggu

Hapag Lloyd (mereka punya kontainer khusus untuk pengiriman tembakau dan kopi) dan mendarat di Bremen, tembakau ini akan disimpan di gudang tembakau yang persis di depan balai lelang. Dalam rentang 40 hari sebelum pelelangan, berbagai perusahaan cerutu dan pedagang tembakau Belanda, Inggris, serta negara-negara Skandinavia mengirimkan ahli tembakau mereka untuk melihat kualitas tembakau, seperti warna, lebar daun, aroma, dan kelenturan untuk menentukan taksiran harga yang bisa mereka tawarkan.

Jam sembilan tepat, lelang tembakau asal Sumatera dimulai. Setiap perusahaan memasukkan amplop dengan harga tawar mereka ke kotak berutulisan ‘’Gebote’’, tawaran. Di balik kotak itu, dalam ruang tertutup para pemilik barang yang diwakili Direktur PTPN II, X, dan perwakilan Balai Lelang Bremen (DITH —Deutsch-Indonesische Tabak Handelsgesellshaft mbH & Co KG) menunggu. Merekalah yang menentukan siapa penawar tertinggi yang bisa membawa pulang tembakau mutu jempolan itu.

Setelah 15 menit, lewat pengeras suara terdengar suara wanita berbahasa Jerman menerangkan bahwa waktu tawar diperpanjang 15 menit. Perpanjangan ini bisa terjadi dua kali hingga pengumuman waktu tawar tak diperpanjang lagi. Sebuah lampu merah menyala, menandakan bah-wa bah-waktu untuk memasukkan tabah-waran habis. Lalu pemilik barang bareng DITH memeriksa tawaran yang masuk dan men-diskusikannya. Selama satu jam, diskusi di ruangan itu berjalan. Suasananya tegang.

Seorang peserta lelang dari peru-sahaan cerutu Belgia mengaku deg-degan menanti pengumuman. Lalu suara wanita Jerman itu terdengar mengumumkan pe-menang lelang tanpa menyebutkan harga. Balai besar itu seketika sepi, menyimak hasilnya. Mereka menuliskan siapa saja yang menang lelang. Begitu selesai, suasana berubah cair, para pemenang mendapat ucapan selamat dari peserta lain. Senyum merekah di sana-sini. Henry Masquelin, tobacco purchaserpabrikan cerutu J. Cortes, Belgia, berkomentar, ‘’Saya rasa, tahun ini pasaran tembakau Sumatera bukan ditu-jukan bagi para pedagang karena kualitas-nya sangat tinggi dan permintaankualitas-nya banyak.’’

Karakteristik tembakau Deli masih tak tergantikan oleh tembakau mana pun. Keunggulannya terletak pada warna daunnya yang terang, kadar nikotin rendah, abu putih, elastisitasnya baik, dan aromanya khas (spicy but mild). Sangat cocok digu-nakan sebagai pembalut lapisan terluar Tembakau kualitas cerutu

(3)

cerutu (seckblatt-Jerman/wrapper-Inggris). Keunggulan inilah yang membuat industri cerutu berkelas Eropa tetap setia dan fanatik terhadap tembakau Deli puluhan tahun dan tak pernah absen dari lelang. Sebut saja J. Cortez (Belgia), Royal Agio dan De Olifant (Belanda), Nobel Cigars dan Henri Wintermans (Belanda-Denmark), serta Villiger (Jerman-Swiss).

De Olifant, yang berdiri tahun 1832, memiliki pabrik skala kecil yang mempro-duksi 4.000.000 cerutu setiap tahun. Sejak 80 tahun lalu, mereka selalu menggunakan tembakau Sumatera. ‘’Tembakau Deli me-rupakan tembakau terbaik yang pernah saya temui di dunia. Tak ada yang bisa menan-dingi cita rasa dan aroma tembakau Suma-tera. It’s really beautiful!’’ kata Ravi Ravestijn, advisor perusahaan, yang telah menggeluti dunia cerutu selama 50 tahun.

Ravi mengaku, sebagian kecil

pro-K

ehadiran Kelle Hubert-Jean dari Kamerun di balai lelang itu tampak mencolok. Ia berbicara pada hampir semua orang yang dite-muinya. Hubert-Jean memperkenalkan diri sebagai produsen tembakau untuk wrapper

cerutu asal Batscenga, Kamerun. Ia ingin belajar tentang lelang tembakau.

Negara di pantai barat Afrika itu sem-pat mengecap kejayaan perdagangan tem-bakau dan memiliki balai lelang khusus tembakau Kamerun di Paris. Mereka sempat menjadi saingan terberat lelang tembakau Indonesia. Setelah putus hubungan dengan perusahaan Prancis, kualitas tembakau mereka terus merosot tajam, sehingga balai lelang di Paris terpaksa tutup pada 1992.

Kini mereka mulai bangkit lagi dari nol. Hubert-Jean berkisah, Batschenga, desa tempatnya berasal, adalah ladang perintis tembakau Afrika. Bibit tembakau Kamerun berasal dari Sumatera yang dibawa orang Belanda ke Afrika, satu abad lampau. Cuaca dan temperaturnya tak jauh beda dengan Sumatera, sehingga mereka sukses membudi-dayakan bibit tembakau Sumatera. Ia opti-mistis dapat mengulang kejayaan tembakau Kamerun di masa depan. ‘’Kami sedang beker-ja keras mengatur kembali tata pertanian tem-bakau,’’katanya.

Sukses tembakau Deli tentu membuat

ngiler para petani tembakau negara lain. Chandra Perpatih, makelar tembakau dari Perantara GmbH, menuturkan bahwa bibit tembakau Sumatera banyak ditanam di Amerika Selatan untuk menyamai kualitas tembakau Deli. Namun banyak yang belum

berhasil. ‘’Outputper hektarenya masih relatif ren-dah dan aromanya tidak bisa menyaingi rasa the original Deli,’’ujarnya.

Pada saat ini, ada lima perusahaan di dunia

yang mencoba keberhasilan tembakau Deli. Dua di Bahia, Brasil, satu di Meksiko, dan dua perusahaan dalam negeri, yaitu di Jember (PTPN X dan perusa-haan swasta). ‘’Yang sukses hanya dari Jember. Tapi, dari segi harga, mereka tidak akan bisa menyamai. Aromanya masih beda. Inilah kelebihan unsur hara tanah Deli,’’ia menambahkan.

Produk tembakau kini tersandung kampa-nye antitembakau yang marak dijalankan berba-gai negara. Negara di Eropa satu per satu mulai ikut menjalankan aksi antitembakau ini. Indonesia pun (Jakarta) sudah melaksanakan aksi antitembakau ini dengan pelarangan merokok di berbagai tempat umum. Lalu, bagaimana masa depan industri cerutu? Fritz Bossert, Senior Vice

President Kulenkampf AG, pedagang tem-bakau di Amerika, datang ke Bremen untuk berjumpa dengan rekan-rekan bisnisnya. Baginya, kampanye antitembakau itu berbau politis.

‘’Sangat mudah bagi politisi menga-takan bahwa mereka memerangi tembakau karena penyakit yang ditimbulkan. Jangan samakan cerutu dan rokok. Cerutu itu untuk dinikmati. Orang harus duduk santai, menikmati setiap kepulan, dan baru habis dalam 30 menit. Untuk sebuah cerutu yang baik pun kita harus merogoh kocek 3 hingga 4 euro per batang. Ini berbeda dengan rokok,’’ kata Bossert. Ia menolak anggapan bahwa kampanye antitembakau mempe-ngaruhi produksi cerutu. Ia melihat kecen-derungan tumbuhnya jumlah produksi cerutu buatan mesin dan cerutu manual mutu terbaik. Jumlah impornya bertambah 3%-4% per tahun.

Wolfgang G. Koehne, Managing Director DITH, berpendapat senada. ‘’Pertama, memang pemerintah Eropa dan Amerika menuntut pemasangan label pe-ringatan bahaya merokok pada kotak cerutu. Sampai sekarang tidak ada pengaruh berarti pada bisnis cerutu. Pada bisnis rokok memang ada dampaknya,’’katanya.

Di Eropa pun belum ada pola dampak pelarangan merokok di muka umum. Di Italia, yang melancarkan pelarangan keras bagi pe-rokok di tempat umum dan restoran, per-mintaan akan cerutu malah naik. Ia lagi-lagi menekankan bahwa konsumen cerutu adalah

genuss raucheratau penikmat tembakau yang hanya mengisap cerutu sesekali. ‘’Cerutu adalah sebuah gaya hidup,’’ujarnya.

Miranti S. Hirschmann (Jerman)

Tembakau Kamerun dan Larangan Merokok

Pengamat asal Kamerun

Naif Ali Dahbul, Adi Prasongko, Soedjai Kartasamita dan Teuku Darmawan

FO

TO

-FO

TO: MIRANTI HIRSCHM

(4)

sil. Namun pihaknya terus berusaha me-menuhi permintaan konsumen untuk menggunakan tembakau daun pasir asal Deli.

Produk Olifant memiliki konsumen

fanatik. Sekotak cigarillos (cerutu kecil

seukuran rokok) isi 10 dengan kotak kayu dilempar dengan harga 12 euro (Rp 148.800). Sedangkan harga jenis cerutu premiumnya bisa mencapai 5 hingga 7 euro per batang.

Tren dunia pada saat ini sedang bergeser dari cerutu besar ke cerutu kecil. Mengapa harga cerutu Sumatera tidak pernah lebih mahal dari cerutu asal Amerika Latin? ‘’Itu hanya masalah brand image. Cerutu Kuba, misalnya, harganya bisa melambung tinggi karena ada larangan ekspor ke Amerika,’’ Chandra Perpatih, makelar tembakau dari Perantara GmbH, menjelaskan.

Enam tahun lalu, market share

deckblatt tembakau Indonesia mencapai

42% dari total kebutuhan cerutu dunia. Karena menurunnya produksitivitas

tembakau Deli, maka share deckblatt

tem-bakau asal Indonesia menjadi 34%. Dalam lima tahun terakhir, volume tembakau Deli yang dilelang mengalami naik-turun yang cukup mengkhawatirkan.

Tahun ini, volume tembakau yang dilelang di Bremen mencapai titik terendah, 2.477 bal (1 bal = 75 kilogram) atau 185.775 kilogram. Tembakau Sumatera hanya 1.675 bal. Sementara itu, kebutuhan dunia atas

tembakau Sumatera wrapperkelas wahid ini

3.000 bal. Dengan menurunnya produksi tembakau Deli dari tahun ke tahun, posisi tembakau Deli yang dilelang di Bremen terancam digeser produsen asal Ekuador, Brasil, Meksiko, Kamerun, dan Kuba. Kekurangan pasokan tembakau Deli ini harus digantikan dengan tembakau dari negara lain untuk kebutuhan produksi. Bila keadaan ini dibiarkan, bisa jadi kejayaan tembakau Deli dilupakan konsumen.

Menurut Naif Ali Dahbul, Direktur Keuangan PTPN II Tanjung Morawa, yang ditemui di sela waktu istirahat lelang, kemerosotan volume tembakau yang dilelang banyak disebabkan faktor alam. Tanaman ini sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Faktor hujan dan panas akan mempengaruhi kualitas.

Faktor lain merosotnya produksi adalah pemekaran kota yang mengalih-fungsikan ladang tembakau menjadi fasi-litas umum dan kepemilikan pribadi. Bebe-rapa bagian ladang menjelma menjadi la-pangan golf, pusat perdagangan, dan pe-rumahan. Ditambah, klaim kepemilikan lahan oleh masyarakat. Delapan puluh

ta-hun lalu, luas ladang tembakau mencapai 200.000 hektare. Kini tinggal 120.000 hektare.

Menghadapi hal ini, Dahbul menga-takan bahwa pihaknya mencoba memberi pengertian kepada masyarakat mengenai mekanisme tanaman tembakau. ‘’Setahun sebelum tanam tembakau, lahan harus dibiarkan kosong untuk menggemburkan dan mengembalikan humus dan unsur hara.

Namun sebagian masyarakat berpikir, ini merupakan lahan yang terbengakalai.’’

Ia menyatakan, sejauh ini, peme-rintah daerah, dibantu Badan Pertanahan Nasional, mengusahakan untuk memberi pengertian kepada masyarakat bahwa tanah kosong itu milik PTP. Di samping itu, memang ada sekitar 5.800 hektare lahan di pinggir kota yang tak lagi layak ditanami tembakau.

Tantangan 50 Tahun Lelang Bremen

Tahundepan, Balai Lelang Bremen akan melakukan tahun lelang yang ke-50. Namun, dengan menurunnya volume tembakau asal Indonesia yang dilelang, timbul kekhawatiran volume itu tidak lagi memenuhi kuota lelang, dan Balai Lelang Bremen terpaksa gulung tikar seperti Balai Lelang Tembakau Kamerun di Paris pada 1992.

Menanggapi kekhawatiran akan kelangsungan lelang tembakau Bremen, Wolfgang G. Koehne menyataakan bah-wa pihaknya dan pihak PTPN telah mengusahakan kenaikan volume tem-bakau yang akan diperdagangkan di Bremen. Cara ini diharapkan dapat mengembalikan kepercayaaan pabrikan cerutu untuk menggunakan tembakau Sumatera. ‘’Saya selalu percaya pada keunggulan dan kemampuan tembakau Sumatera,’’katanya.

Wolfgang G. Koehne adalah penerus perusahaan keluarga Hellmering Koehne & Co, yang bergerak di bidang perdagangan tembakau. Ayahnya, Walter Koehne, merupakan tokoh penting kerja sama perdagangan tembakau Indonesia di Jerman, terma-suk dalam pendirian gedung bursa itu. Pada saat ini, Wolfgang Koehne menja-bat sebagai Managing Director DITH, institusi pemasaran tembakau Sumatera dan Jawa di Bremen. Selama 49 tahun, belum pernah sekali pun para pelanggan mengajukan klaim pada mereka. Dalam kesehariannya sebagai orang yang berkecimpung dalam industri tembakau, Wolfgang Koehne dituntut untuk mencoba berbagai macam cerutu. Bagaimana ia mengekspresikan rasa tem-bakau Sumatera? ‘’Terbaik, ringan, dan bercita rasa. Pokoknya, saya selalu tergoda untuk menyalakan cerutu berikutnya,’’jawabnya.

Miranti S. Hirschmann (Jerman)

Penjualan Tembakau Jawa dan Deli

Tahun Tembakau Deli Nilai Penjualan Tembakau Jawa Nilai Penjualan

(bal) (euro) (bal) (euro)

2003 2.304 3.869.000 1.686 1.624.000 2004 1.636 3.698.000 1.143 1.574.000 2005 2.124 5.020.000 1.294 1.810.000 2006 2.082 4.395.000 1.112 1.674.000 2007 1.675 3.998.000 802 1.235.000 Sumber: Perantara GmbH Wolfgang G Koehne

(5)

Dahbul tidak memungkiri ber-kurangnya produksi tembakau di wilayah PTPN II pada tiga tahun terakhir. ‘’Strategi kami berikutnya adalah memu-satkan pada kualitas dan bukan kuantitas karena itu akan sangat membantu mem-peroleh margin yang cukup besar,’’ katanya. PTPN II berencana menyediakan lahan lagi kurang lebih 12.000 hektare. Dengan rotasi lima tahun sekali tanam di sebagian lahan itu, kini setiap tahun ditanam tembakau Sumatera di 1.000 ladang. Mereka bermaksud meningkat-kannya jadi 1.200 dan naik kembali perlahan-lahan (satu ladang 0,8 hektare). Mereka juga akan mengonsentrasikan lahan khusus untuk tanaman tembakau dan tak lagi diselingi dengan waktu tanam tebu. Lain dengan situasi tembakau Jawa. Adi Prasongko, Direktur Utama PTPN X yang mengawal penjualan tembakau di Bremen, mengatakan bahwa peminat tembakau Jawa masih cukup banyak dan harganya amat kompetitif. Produksi total PTPN X mencapai sekitar 10.000 bal, tapi yang dilelang di Bremen hanya 702 bal. Sisanya ditujukan untuk pembelian langsung, ‘’Kami membuat tembakau sesuai permintaan pembeli,’’ ujarnya.

Menurut Prasongko, harga pen-jualan langsung masih lebih tinggi daripada lelang. ‘’Namun kami menilai kegiatan ini sebagai bentuk kerja sama Pemerintah Indonesia dengan Jerman. Kami akan terus berpartisipasi dalam bursa ini,’’ katanya. Ia menambahkan, bila pasar lelang menda-patkan harga bagus, tak tertutup kemung-kinan mereka akan menambah volume di masa mendatang. Berbeda dengan ladang tembakau di Sumatera, ladang tembakau di Jawa adalah milik petani, bukan HGU.

Miranti S. Hirschmann (Jerman)

> Tahun 1959, pasar tembakau Indonesia de-ngan sistem lelang pindah dari Amsterdam, Belanda, ke Bremen, Jerman. Buntut kon-frontasi Indonesia dengan Belanda soal Irian Barat.

> Untuk pelelangan, dibentuk Deutsche Indonesische Tabak-Handelgesellschaft (DITH), yang merupakan kerja sama

Indonesia (PPN-PPN tembakau —sekarang PTPN II dan PTPN X) dengan Jerman (Bremer Gruppe, terdiri dari pedagang tembakau dan konsorsium bank di Bremen).

> Lelang pertama dilakukan di sebuah gudang Pelabuhan Bremen. Tiga pelelangan berjalan sukses.

> Melalui kerja sama dengan pihak yang sama

Sejarah Pasaran Tembakau

J

ual cerutu dengan tembakau

Suma-tera? ‘’Kami tidak menjual produk lokal,’’ suara seorang wanita di se-berang telepon menjawab. Bagaimana dengan cerutu pabrikan Eropa? Sunyi. ‘’Kami hanya menjual cerutu impor dari Havana atau Dominika,’’ jawabnya lagi.

Ini percakapan via telepon antara GATRAdan pelayan sebuah cigar loungedi hotel bintang lima di bilangan Jalan Thamrin, Jakarta. Ironis. Sambutan ber-beda dialami GATRAketika mengunjungi sebuah toko khusus cerutu yang terdapat di antara jajaran butik fashionpenyandang label mewah Marienplatz, Muenchen, Jerman. Pertanyaannya sama, ‘’Jual cerutu dengan tembakau Sumatera?’’

Jawabannya tak terduga, ‘’Tentu saja. Kami hanya menjual cerutu terbaik dari seluruh dunia.’’ Sang pelayan toko langsung menunjukkan sebuah lemari dengan deretan kotak kayu cedar berbagai merek Eropa dengan stempel Sumatera. ‘’Kami memiliki berbagai koleksi Sumatera. Vintage-nya pun ada.’’

Brandtembakau Sumatera pada

cerutu Eropa memang punya kelas ter-sendiri. Sebuah sejarah panjang menyer-tai kemasyhuran hasil bumi tanah Deli ini. Ia tak lepas dari perkembangan kota-kota pelabuhan di Jerman dan Belanda seabad lalu.

Kampen adalah sebuah kota ber-penduduk sekitar 50,000 orang. Letak-nya di Provinsi Overijssel, Belanda. Sungai Ijssel yang membelah kota itu menjadikannya kota pelabuhan kargo tersohor pada abad ke-12 dan ke-13. In-dustri tembakau di Kampen berkembang pesat pada tahun 1826 hingga 1950. Tahun 1920, tercatat lebih dari 110 pabrik cerutu mengendalikan ekonomi kota dan sempat memproduksi 1,5 milyar batang cerutu buatan tangan pada 1880.

Pada saat turun dari kereta regional di Stasiun Kampen, aroma cerutu berdesir di mana-mana. Di pusat kota, makin tampak lelaki tua-muda duduk santai atau mengobrol sembari mengisap cerutu. Sisa-sisa kejayaan Kampen sebagai kota industri tembakau tercecer di mana-mana, ter-masuk sebuah museum tembakau yang bertempat di sebuah bekas pabrik cerutu. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, pabrik tembakau di sana berguguran. Kini tinggal satu pabrik yang masih aktif, memproduksi cerutu dengan proses semi-mesin. De Olifant, nama pabrik itu.

Witwe Meulenkamp memulai usaha pabrik cerutu berlogo gajah ini pada 1832. Sebuah pabrik cerutu lima lantai yang lengkap dengan penyimpanan daun tembakau di lantai dasar dibangun tak jauh dari sungai. Hingga saat ini, bangunan tersebut masih berfungsi sebagai tempat produksi cerutu. Bagian depan bangunan telah menjelma menjadi toko cerutu dan kafe untuk mempromosikan lini penjualan teh dan kopi.

De Olifant adalah produsen cerutu terkecil di antara produsen cerutu raksasa Belanda, seperti Swedish Match (1,5 milyar batang per tahun), Henry Wintermans Cigars, Royal Agio Cigars (800 juta batang per tahun), dan Ritmeester Cigars. Pada masa lalu, para produsen besar itu selalu menggunakan tembakau daun pasir asal Deli. Sekarang hal itu tak lagi terjadi karena berbagai alasan, harga yang makin tinggi dan sediaan yang makin berkurang. Produsen yang memproduksi milyaran batang harus mencari penggantinya dan telah berlangsung sejak 1980-an.

Uniknya, alternatif utama yang hampir menyerupai kualitas tembakau Sumatera adalah tembakau Jawa. Padahal, tembakau Jawa selalu digunakan sebagai daun pengikat (binder). Alternatif kedua

De Olifant Setia dengan Deli

Chandra Perpatih

FO

TO

-FO

TO: MIRANTI HIRSCHM

(6)

(tanpa konsorsium bank), dibangun gedung pelelangan (Tabakboerse) dan dibentuk peru-sahaan Bremer Tabakboerse sebagai pengelola tempat pelelangan, 50% milik Pemerintah In-donesia (PTPN) dan 50% milik Bremer Gruppe.

> Melalui keputusan Pemerintah Indonesia cq Departemen Perdagangan, mulai tahun 1959 diwajibkan semua tembakau bahan cerutu

dilelang di Bremen, yaitu tembakau Sumatera milik PTPN II Tanjung Morawa, Medan, tem-bakau Jawa dari Klaten (Vorstenlanden) dan Jember (Besuki) milik PTPN X Surabaya, serta tembakau Besuki milik eksportir swasta.

> Pada 1976, penjualan tembakau bermutu ren-dah di Bremen tidak menguntungkan sehing-ga hanya melelang yang terbaik.

> Pada 1989, tata cara penjualan tembakau Indonesia dibebaskan, bisa dilelang di Bremen atau dijual langsung. Tembakau Besuki milik PTPN dan swasta tak lagi dijual di Bremen.

> Tembakau Sumatera dan Vorstenlanden ser-ta tembakau naungan (VBN jenis FIK) masih tetap dilelang di Bremen sampai kini.

Produksi Industri Cerutu Belanda

(dalam juta batang)

2003 2004 2005 Produksi 2.201 2.555 2.545

Ekspor Cerutu Belanda

(dalam juta batang)

2003 2004 2005 Uni Eropa 1.914 269 2.025

Negara lain 256 2.048 294

Total 2.183 2.281 2.342

Sumber: CBS (Central Statistic Office)

adalah tembakau Brasil dan Meksiko yang menggunakan benih asal Sumatera. Tembakau Brasil ini mulai mendapat sebutan Bras atau Brasil-Sumatera.

Namun De Olifant, yang mempro-duksi 4 juta batang per tahun, selalu menggunakan tembakau dengan kualitas terbaik. Selama 80 tahun, mereka setia menggunakan tembakau Sumatera asli tanah Deli sebagai wrapperatau lapisan terluar pembungkus cerutu. Thomas Klaphake, Managing Director De Olifant, mengatakan, ‘’Kami hanya menggunakan tembakau Sumatera. Daun pasir.’’

Melihat kenyataan produksi temba-kau bermutu Sumatera yang makin berku-rang, Klaphake tidak memungkiri kemung-kinan melirik tembakau Sumatera yang ditanam di tempat lain. ‘’Bila Brasil-Sumatera dan Meksiko-Brasil-Sumatera bisa lebih baik kualitasnya, tentu banyak peminatnya karena harganya lebih murah dan jarak pengirimannya lebih pendek,’’ katanya.

Sebagai tindak pengamanan, Olifant pun mulai mencoba berbagai produk tembakau yang telah difermentasi dan membandingkannya dengan tembakau Sumatera. Sebagai pengguna setia tembakau Sumatera, Klaphake berkali-kali mengingatkan para pejabat PTPN yang singgah di pabriknya, ‘’Jagalah baik-baik (daun) emas yang ada di tangan kalian.’’

Dengan stok yang masih bertumpuk di gudangnya, Klaphake merasa aman un-tuk produksi enam tahun ke depan. Ia me-rasa amat puas dengan kualitas daun hasil lelang Bremen bulan lalu, yang jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Pada saat itu, De Olifant berhasil menggaet daun terbaik dengan pembelian 450.000 euro.

Pabrik dengan 34 pegawai ini me-ngeluarkan sembilan jenis cerutu berbagai ukuran dan kualitas. De Olifant, juga produsen cerutu Belanda lainnya, meramu cerutu mereka dengan ‘’resep Belanda’’, yaitu wrapperasal Sumatera, binderasal Jawa (Besuki/Jember), dan isinya campur-an Brasil, Sumatera, Jawa, dcampur-an Havcampur-ana. Bedanya terletak pada komposisi isi dan kualitas wrapperserta binder. ‘’Kami suka rasa dan aromanya, dan kami ingin mempertahankan resep dan kualitas pro-duk kami,’’ Klaphake menambahkan.

Ia menjelaskan bahwa tiap perke-bunan menghasilkan rasa berbeda. Favorit De Olifant selama ini adalah hasil perke-bunan Tanjung Putus (87) dan Halvetia (73). ‘’Tak banyak pilihan. mereka hanya punya enam perkebunan yang tersisa,’’ ujarnya.

Di antara tumpukan bal berbungkus tikar itu, terdapat daun tembakau untuk produk kualitas tinggi (vintage). Untuk mencapai predikat vintage, daun-daun itu

harus disimpan lagi minimal tujuh tahun sebelum dijadikan wrappercerutu untuk mencapai rasa yang sempurna. Potensi satu bal kualitas super ini bisa mencapai harga 7.000 hingga 10.000 euro.

Pada salah satu kotak cerutu jenis premium yang siap jual tertulis ‘’Vintage dekblad oogstjaar 1987 plantage 73/1’’, yang berarti ‘’wrapper mutu terbaik, panen tahun 1987, diambil dari per-kebunan 73 (Halvetia —PT Perper-kebunan Nasional II) kualitas 1’’.

Belanda menempati urutan no-mor dua dunia dalam total volume produksi cerutu setelah Amerika Serikat. Tahun 2005, tercatat 2,3 milyar cerutu diekspor ke 100 negara. Sebanyak 87% tujuan ekspor utama mereka adalah negara-negara Uni Eropa sendiri, Pran-cis (836 juta batang) dan Inggris (268 juta batang).

Prancis, Jerman, dan Spanyol merupakan tiga negara pengguna cerutu terbanyak di Uni Eropa. Sayang, di negeri tempat tembakau daun pasir tumbuh selama 45 hari, tak banyak yang menyadari kemasyhurannya bagai daun emas yang dipuja-puja di negeri sebe-rang. Ladang-ladangnya sudah mulai menjelma menjadi lapangan golf.

Miranti S. Hirschmann (Kampen, Belanda)

Referensi

Dokumen terkait

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasamasyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif

Sebagai alat bantu serta manusia sebagai operatornya dapat menghasilkan laporan-laporan secara cepat, efisien, laporan-laporan yang dihasilkan dalam program Sistem

Rasa aman ini dapat dirasakan bila antara jalur sepeda dengan jalur kendaraan bermotor terpisah secara fisik, jalur sepeda yang mulus tidak banyak lubang,

Secara spesifik, kajian ini bertujuan: (1) Mengidentifikasi kaitan sebab maupun akibat kualitas sumberdaya alam dan lingkungan dengan pemberdayaan TKLN, (2) Mengkaji

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kategori rendah lila ibu hamil trimester III dengan berat badan lahir bayi di RSUD Wates, Kulon Progo, Yogyakarta

Skripsi Penapisan Streptomyces Sp Yang Mempunyai Daya Antimikroba Dari … Novidyah Pangestuti... ADLN Perpustakaan

antiguo régimen estaba gravado el estanco del tabaco y, como el Estado no se hacía cargo de la deuda navarra, “la cantidad necesaria para el pago de réditos de su deuda y

Salah satunya adalah dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu dengan menggunakan metode data flow diagram yang dilanjutkan dengan membuat diagram konteks, diagram zero,