• Tidak ada hasil yang ditemukan

URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE (DOTTORO TA) DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE (DOTTORO TA) DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE (DOTTORO’TA) DI KOTA MAKASSAR

T E S I S Oleh : SAFARUDDIN

Nomor Induk Mahasiswa : 105.03.12.003.16

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2 0 1 8

(2)

URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE (DOTTORO’TA) DI KOTA MAKASSAR

Yang disusun dan diajukan oleh

SAFARUDDIN NIM. 105.03.12.003.16

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Tesis Pada tanggal

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si. Mengetahui :

Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi

Unismuh Makassar Magister Administrasi Publik

Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. Dr. Hj. Fatmawati, M.Si. NBM. 483 523 NBM. 1076424

(3)

HALAMAN PERBAIKAN TESIS

Judul Tesis : URBAN GOVERNANCE MELALUI LAYANAN HOME CARE (DOTTORO’TA) DI KOTA MAKASSAR

Nama Mahasiswa : SAFARUDDIN

Nim : 105.03.12.003.16

Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik

Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji tesis pada tanggal 7 desember 2018 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Administrasi Publik (M.AP.) pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Tim Penguji

Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. ... (Ketua/Pembimbing/Penguji)

Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si ... (Sekretaris/Pembimbing/Penguji)

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si. ... (Penguji)

Dr. Hj. Fatmawati, M.Si. ... (Penguji)

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : SAFARUDDIN

NIM : 105031200316

Program Studi : Magister Ilmu Administrasi Publik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabilah dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Desember 2018

(5)

ABSTRAK

SAFARUDDIN, 2018. Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar, dibimbing oleh Abdul Mahsyar dan Nuryanti Mustari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Urban

Governance melalui layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumen. Kemudian teknik analisa data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan urban governance melalui layanan Home Care Dottoro’ta terlaksana secara efektif hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan aspek keadilan (equity) pelayanan diberikan pada semua kalangan tanpa melihat status sosial yang dilayani serta layanan ini diberikan secara gratis, home care Dottoro’ta juga telah menyentuh seluruh wilayah kota termasuk kepulauan

Pada aspek akuntabilitas (accountability) menunjukkan pengunaan anggaran yang tinggi pada program home care (Dottoro’ta) didominasi pada pengadaan peralatan kesehatan yang mesti dioptimalkan pemanfaatan sebagai pertanggungjawaban program ini

Pada aspek transparansi (transparancy) menunjukkan akses layanan sangat terbuka bagi seluruh masyarakat kota Makassar hal ini didukung peran Teknologi Informasi dalam membuat akses terpusat yang terintegrasi, sementara pada aspek keterlibatan masyarakat (civic

engagement) menunjukkan bahwa cakupan wilayah layanan home care

dottoro’ta menyentuh seluruh titik wilayah di Kota Makassar termasuk kepulauan yang bertujuan memperluas akses keterlibatan masyarakat pada layanan kesehatan, hal ini juga mendapat respon positif dari masyarakat meskipun memerlukan dukungan sosialisasi terhadap fungsi layanan.

Diperlukan persiapan penambahan armada mengingat data yang disajikan pada hasil penelitian ini menunjukkan tiap tahun pasien pengguna layanan Dottoro’ta semakin meningkat.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga tesis dengan judul “Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottorotta) di Kota Makassar” ini dapat diselesaikan. Salam serta Shalawat atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Tesis ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam mencapai Magister Ilmu Administrasi Publik (M.AP) pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.

Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing penulis yakni ayahanda Dr. Abdul Mahsyar, M.Si selaku pembimbing I dan Ibunda Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si selaku pembimbing II. Atas segala perhatian, kepedulian dan ilmunya, maka penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas bantuan yang telah diberikan sampai tesis ini selesai.

Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Olehnya itu, melalui kesempatan ini diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada yang terhormat :

1. Ayahanda Dr. Abd. Rahman Rahim, SE,. M.M. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar

(7)

2. Ayahanda Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

3. Ibunda Dr. Hj. Fatmawati, M.Si. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar

4. Ayahanda Dr. Abdul Mahsyar, M.Si. selaku pembimbing I dan Ibunda Dr. Nuryanti Mustari, S.IP,. M.Si. selaku pembmbing II

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh Staff Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar

6. Teman-teman Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar yang tidak sempat saya sebutkan namanya satu persatu, yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis

7. Kedua Orang Tua tercinta dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan semangat serta bantuan baik materil maupun moril demi kesempurnaan tesis ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan Rahmat dan KaruniaNya kepada kita semua. Amin.

Makassar, November 2018

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERBAIKAN TESIS ... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 7

B. Tinjauan Teoritis ... 9

1. Manajemen Perkotaan ... 9

2. Konsep Perkotaan ... 12

3. Urban Governance ... 15

4. Kebijakan Tata kelola Perkotaan ... 25

5. Konsep Home Care ... 29

C. Kerangka Pikir ... 31

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 33

BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

C. Informan. ... 35

D. Jenis dan Sumber Data ... 35

1. Data Primer ... 35

2. Data Sekunder ... 35

E. Instrumen Penelitian... 36

F. Teknik Pengumpulan Data ... 36

1. Wawancara ... 36

2. Observasi Langsung ... 37

(9)

G. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

1. Gambaran Umum Kota Makassar ... 39

B. Urban Governance Melalui Layanan Home Care Dottoro’ta Di Kota Makassar ... 53

1. Keadilan (Equity) ... 54

2. Keterlibatan Masyarakat (Civil engagement) ... 58

3. Akuntabilitas (Accountability) ... 60

4. Transparansi (Transparency) ... 68

C. Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 80

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Konsep Tata kelola perkotaan merupakan hal yang penting untuk dicermati seiring perkembangan pembangunan perkotaan yang semakin pesat sehingga pola tata perencanaan kota yang terorganisasi menentukan arah pembangunan kota berdasarkan paradigma tata kelola yang baik atau good governance yang menjamin keadilan, partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi tata kelola perkotaan atau Urban Governance guna menunjang kehidupan seluruh komponen masyarakat yang hidup di wilayah perkotaan.

Kota-kota masa depan di Indonesia diarahkan sejalan dengan Kebijakan dan Strategi Nasional Pembangunan Perkotaan 2015– 2045, yaitu kota berkelanjutan dan berdaya saing untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena konsep tata kelola perkotaan menjadi cara tepat untuk merespon permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola perkotaan atau Urban Governance.Tuntutan dalam Urban Governance adalah mampu menggunakan SDM, modal sosial, dan infrastruktur telekomunikasi modern untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kualitas kehidupan yang tinggi, dengan manajemen sumber daya yang bijaksana melalui pemerintahan berbasis partisipasi masyarakat Caragliu dalam (Schaffers, 2010:3).

(11)

Aspek penting dalam tata kelola perkotaan (urban governance) adalah Infrastructure and Service Management atau Infrastruktur dan Pengelolaan Pelayanan. Infrastruktur atau teknologi yang digunakan merupakan salah satu komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perkotaan hal terpenting pada aspek ini adalah fasilitas teknis yang diperlukan untuk melakukan pelayanan publik.

Urban Governance memiliki keterkaitan dengan pelayanan publik

yang modern memanfaatkan teknologi dan informasi digital. Salah satu model pelayanan yang memanfaatkan teknologi dalam operasionalisasinya yaitu Home Care adalah yaitu pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, individu dan keluarga, direncanakan, dikoordinasikan, dan disediakan, oleh pemberi pelayanan, yang diorganisir untuk memberi pelayanani rumah. Home Care ini dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan kepada individu dan keluarga di tempat tinggalnya yang dibekali teknologi telemedicine yang memungkinkan dokter ahli bisa mendiagnosa dari mana saja melalui gadget.

Pelayanan publik yang mendasar diberikan kepada warga masyarakat oleh institusi birokrasi di Indonesia adalah pelayanan pada bidang kesehatan, selain pelayanan bidang pendidikan. Begitu pentingnya pelayanan kesehatan ini, sebagian besar dari negara-negara yang ada di dunia ini mencantumkan pelaksanaan pelayanan kesehatan dalam konstitusinya. Problem yang sering dihadapi oleh birokrasi dalam

(12)

pelayanan kesehatan adalah terbatasnya sumber daya manusia, dana, prasarana dan waktu (Mahsyar, 2015).

Tuntutan layanan diperkotaan mendorong pemerintah memberikan pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Untuk mencapai pelayanan publik yang berkualitas tentunya diperlukan sumber daya yang juga berkualitas sehingga program dan strategi pemerataan kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada termasuk teknologi dapat mendukung pelayanan kesehatan yang optimal.

Pemerintah Kota Makassar membuat program-program berbasis teknologi antara lain puskesmas digital, dimana warga bisa mendaftar di puskesmas melalui layanan SMS. Data kesehatan masyarakat melalui layanan ini akan terdokumentasi secara lengkap sehingga pelayanan kesehatan melalui perawatan yang diberikan lebih tepat dan akurat.

Selain itu terdapat juga program Home Care yaitu program layanan kesehatan yang menyasar rumah warga. Apabila ada masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan di rumah maka dapat menghubungi call center 112 di War Room Pemerintah Kota. Selanjutnya, call center akan menghubungi puskesmas terdekat agar segera mengirimkan tim 'Dottoro'ta (dokter kita) ke rumah masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan.

Dinas Kesehatan Makassar adalah SKPD terkait dalam menyukseskan program Home Care (Dottoro’ta), Tim Dottoro’ta terdiri dari

(13)

tiga orang yakni dokter, perawat, dan seorang sopir kendaraan pintar yang dilengkapi alat USG dan EKG. Mobil ini juga memiliki alat diagnosis. Selain itu Dinas Kesehatan Kota makassar juga mengembangkan Home Care berbasis telemedicine.

Masalah yang ditemui berdasarkan hasil pengamatan adalah tidak berimbangnya 48 unit jumlah armada yang disiapkan dalam pelayanan Dottoro'ta yang melayani 1,4 juta penduduk di 143 kelurahan yang ada di seluruh wilayah Kota Makassar. Walaupun armada Dottoro'ta semuanya terhubung dalam layanan online di 46 puskesmas namun pelayanan dengan jumlah armada tersebut dianggap masih belum optimal karena jumlah penduduk yang dilayani masih terlampau besar jumlahnya.

Permasalahan lainnya adalah masih kurangnya sosialisasi dari pemerintah Kota mengenai pelayanan Dottoro'ta sehingga masyarakat masih mengandalkan untuk mengantar langsung pasien ke rumah sakit sehingga di IGD menumpuk untuk mendapat pelayanan padahal melalui layanan Dottoro'ta dapat memperoleh tindakan medis Dottoro’ta ini dilengkapi dengan sejumlah obat, alat medis lainnya dan tabung oksigen. Bahkan dilengkapi dengan alat monitor kondisi pasien yang menghubungkan langsung ke dokter ahli melalui wall room.

Aspek pengelolaan layanan kesehatan ini memerlukan pengelolaan perkotaan yang smart mengcover masalah kesehatan yang dialami masyarakat perkotaan seperti disejumlah wilayah di Kota Makassar yang dikenal akan kepadatan penduduk yang tidak berimbang dengan besarnya

(14)

kapasitas layanan rumah sakit dan puskesmas yang jumlah pasiennya tidak merata pada setiap fasilitas kesehatan yang ada di Kota Makassar. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan manajemen perkotaan yang efektif untuk mengaktualisasikan smart living layanan kesehatan di Kota Makassar.

Berangkat dari uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka penulis mengangkat sebuah judul tesis yaitu “Urban Governance Melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana Implementasi Urban Governance melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar?

2. Bagaimana Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam pembahasan tesis ini yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa Implementasi Urban Governance melalui Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa Hambatan Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta) di Kota Makassar.

(15)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian antara lain:

1. Diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan pada bidang ilmu administrasi publik terutama yang berhubungan dengan Urban Governance dan layanan kesehatan. 2. Dapat menjadi masukan berupa informasi ilmiah terhadap

stakeholders yang terkait dalam meningkatkan layanan kesehatan yang terintegrasi dalam program-program smart city kota makassar. 3. Dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat

terhadap kajian Urban Governance dan layanan kesehatan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dilakukan Tahir (2015) dengan judul Good Urban Governance: Peran Pemerintah dalam Pembangunan Wilayah Kecamatan di Kota Makassar.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan program smart card berdasarkan prinsip Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dilihat dari prinsip Peningkatan Efisiensi; Perbaikan Efektifitas; Perbaikan Kualitas Pelayanan; Tidak ada konflik kepentingan; Berorientasi kepada kepentingan umum; Dilakukan secara terbuka; Memenuhi nilai-nilai kepatutan; Dapat dipertanggungjawabkan hasilnya tidak untuk kepentingan diri sendiri. Dan artibut inovasi sebagai ukuran untuk menilai pelaksanaan inovasi pemerintah daerah yaitu : Relative Advantage atau Keuntungan Relatif, Compatibility atau Kesesuaian, Complexity atau Kerumitan, Triability atau Kemungkinan dicoba, Observability atau Kemudahan diamati semua berjalan dengan baik.

Kemudian penelitian Amri (2016), menunjukkan hasil penelitian bahwa teknologi informasi dan komunikasi saat ini di Kota Makassar telah menjadi salah satu infrastruktur utama dalam kehidupan masyarakat modern layaknya listrik, air, dan jalan. Konsep smart city menempatkan kota sebagai sebuah ekosistem yang terdiri dari banyak subsistem untuk mengelola transportasi, energi, perniagaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, komunikasi dan sumber daya air.

(17)

Selanjutnya penelitian Putra (2017), terkait Inovasi Pelayanan Publik Bidang Kesehatan Berbasis Home Care (Dottorota) Di Kota Makassar menunjukkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara pelaksaanan home care telah terlaksana dengan baik dengan berbagai keunggulan yang bervariasi. Adapun tingkat kesulitannya walaupun inovasi home care terlaksana dan dapat dilihat secara nyata oleh masyarakat dalam praktik inovasi tersebut. Pelaksanaan inovasi home care di Kota Makassar dipengaruhi oleh adanya sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai, dan sosialisasi yang sudah sering dilakukan oleh pelaksana home care.

Ketiga penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan penelitian saat ini yaitu membahas tentang indikator urban goverance Kota Makassar dan juga inovasi home care (Dottorota) namun hal yang membedakan dari penelitian terdahulu adalah fokus penelitian ini menitikberatkan pada Indikator pelaksanaan good urban governance (Lange, 2010) yang meliputi: keadilan (equity), transparansi (transparency) dan akuntabilitas (accountability), keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement).

B. Tinjauan Teoritis

Uraian mengenai konsep-konsep yang mengilhami tulisan ini merupakan bagian yang saling terkait secara konseptual dan teoritis

(18)

mengenai Urban Governcance Melalui Smart City Di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan. Pemahaman konsep yang disajikan dapat menjadi batasan bagi peneliti agar tidak keluar dari subtansi penelitian ini yang akan dibahas.

1. Manajemen Perkotaan

Manajemen perkotaan adalah pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang tata ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa, investasi, prasarana dan sarana perkotaan; serta di sebutkan pula bahwa pengelola perkotaan adalah para pejabat (Pemerintah) pengelola perkotaan. Dengan demikian, menurut apa yang secara formal didefinisikan oleh Pemerintah, manajemen perkotaan meliputi hal yang cukup luas, dan Nampak menekankan pada aspek perkembangan kota dan perkembangan ekonomi kota (Fawahid & Mashur, 2016).

Manajemen kota juga diartikan sebagai pembuatan kondisi kualitas kehidupan yang kondusif bagi kesehatan manusia, kehidupan, kesejahteraan, dan kemakmuran (Momeni, 2015:17).Manajemen perkotaan (urban management) merupakan bagian dari penataan ruang sebagai pendekatan yang kontemporer untuk menganalisa permasalahan perkotaan sekarang ini. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menjelaskan bahwa tata ruang adalah wujud struktural dari pola penataan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Ruang yang

(19)

dimaksud meliputi ruang perairan (laut), ruang darat dan ruang angkasa (udara) (Suriandjo, 2016).

Berbeda dengan Devas, N., & Rakodi, C. (1993), menggunakan pendekatan yang berbeda dalam melihat manajemen perkotaan.Mereka mencoba menghubungkan pengertian manajemen perkotaan dari aspek perencanaan kota(urban planning) dan ekonomi politik. Dari aspek perancanaan kota, manajemen perkotaan diihat sebagai proses linier dari sejumlah aktivitas menejemen pemerintahan kota, yang terdiri dari langka-langkah sebagai berikut :

1. Survey dan analisa meliputi (estimasi kebutuhan sekarang dan yang akan datang; survey situasi sekarang; analisa potensi ekonomi dan pembangunan; identifikasi sumber daya yang ada seperti keuangan,tanah,sumber daya manusia dan sebagainya; evaluasi dari intervensi-intervensi yang lalu; dan respon dari masyarakat).

2. Pengembangan strategi dan kebijakan meliputi (klarifikasi tujuan dan objek kebijakan; identifikasi isu-isu dan maslah kunci; identifikasi alternatif strategi dan kebijakan; analisa biaya dan keuntungan dari alternatif; identifikasi konsekuensi dan tindakan yang diambil; prioritas alternatif; seleksi alternatif yang mencapai keseimbangan optimal antara tujuan dan penggunaan sumber daya).

3. Implementasi meliputi (identifikasi instansi-instansi pelaksana; mobilasi sumber daya yang diperlukan; spesifikasi efektivitas koordinasi;

(20)

spesifikasi program dan proyek; persiapan anggaran program; spesifikasi tahapan-tahapan pelaksana; spesifikasi ukuran dan target kinerja; supervisi operasi rutin dan fungsi pemeliharaan).

4. Monitoring dan evaluasi meliputi (monitoring teratur pada kinerja dibandingkan dengan target; evaluasi akhir pada kinerja dan dampak; umpan balik dari hasil ke dalam langkah awal melalui sistem informasi efektif).

Menurut Brilhante, (2001) pembangunan kota berkelanjutan adalah merupakan tujuan dasar dari manajemen lingkungan kota yang terdiri atas tiga elemen:

1. Elemen pertama yakni kota mengacu kepada konsep kota yang selama ini dikenal.

2. Elemen kedua yakni lingkungan didefinisikan sebagai bentuk fisik— biotik dan abiotik—yang ada di sekitar masyarakat yang memiliki pola hubungan mutual dengan masyarakat. Istilah lingkungan dalam penelitian ini juga mempertimbangkan lingkungan ekonomi dan lingkungan sosial.

3. Elemen ketiga yakni manajemen yang dalam konteks ini diartikan sebagai pembuatan kebijakan dan seperangkat tindakan yang berdasar kepada kebijakantersebut.

(21)

Irwan (2005), mengemukakan pengertian kota sebagai berikut: 1. Suatu areal dimana terdapat atau menjadi pemusatan penduduk

dengan kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian (seperti industri, perdagangan dan jasa)

2. Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik maupun sosial ekonomi, bersifat tidak statis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan dan susah dikontrol.

3. Mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh mana pengaruh itu sangat tergantung kepada perencanaannya.

Saragih, dalam (Tahir, 2014), mengemukakan Perkembangan kota yang pesat, menyebabkan banyak masalah, salah satu diantaranya adalah terjadinya perubahan fungsi lahan. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh Pemerintah kota dan pihak swasta adalah merubah fungsi ruang terbuka hijau menjadi ruang terbangun. Dampak dari kesemuanya itu adalah hilangnya fasilitas umum yang biasa digunakan oleh warga, salah satu diantaranya adalah hilangnya fasilitas tempat bermain anak.

Perkotaan adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial, yang dijabarkan dalam 10 kriteria yang lebih spesifik untuk merumuskan kota. Menurut Restina (2009) 10 kriteria tersebut adalahsebagai berikut :

(22)

1. ukuran dan jumlah penduduk yang besar terhadap massa dan tempat, 2. bersifat permanen,

3. Kepadatan minimum terhadap jumlah penduduk dan luas wilayah, d) struktur dan tata ruang perkotaan seperti yang ditunjukkan jalur jalan dan ruang perkotaan yang nyata,

4. tempat dimana masyarakat tinggal dan bekerja,

5. fungsi perkotaan minimum meliputi pasar, pusat administrasi atau pemerintahan, pusat militer, pusat keagamaan, atau pusat aktivitas intelektual,

6. heterogenitas dan pembedaan yang bersifat hirarki pada masyarakat, 7. pusat ekonomi perkotaan yang menghubungkan sebuah daerah

pertanian ditepi kota dan memeroses bahan mentah untuk pemasaran yang lebih luas,

8. pusat pelayanan bagi daerah-daerah lingkungan setempat, 9. dan pusat penyebaran.

Variabel yang berpengaruh dalam proses perkembangan kota menurut Raharjo (Khambali, 2017), adalah:

1. Penduduk, keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial penduduk

2. Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi

3. Fungsi kawasan perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu menimbulkan

(23)

4. Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama timbulnya

5. perkembangan dan pertumbuhan pusat kota

6. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk ke segala arah

7. Faktor kesesuaian lahan

8. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusat

9. kota mendapatkan perubahan yang lebih maju

Meningkatnya kepadatan dan jumlah penduduk di kawasan perkotaan serta menurunnya kualitas lingkungan perkotaan membawa berbagai konsekuensi masalah di Indonesia, diantaranya peningkatan angka kemiskinan perkotaan, kemacetan lalu lintas, kenaikan permukaan air laut, pemenuhan kebutuhan infrastruktur yang belum merata, makin banyaknya lingkungan kumuh, dan banjir.

Anwar (2005), mengemukakan bahwa area perkotaan di Indonesia dewasa ini telah menunjukan perkembangan yang sangat pesat sejalan dengan pembangunan di Indonesia pada umumnya. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa perkotaan adalah lokasi yang paling effisien dan effektif untuk kegiatan-kegitan produktif sehubungan dengan ketersediaan sarana dan prasarana, tersedianya tenaga trampil, tersedianya dana sebagai modal dan sebagainya tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa perkotaan memiliki nilai strategis (Sutiyoso, 2017).

(24)

Perubahan konsep perkotaan di Indonesia, tidak memiliki implikasi terhadap analisis urbanisasi yang hanya dilakukan secara spasial pada tahun sensus yang sama, sebab konsep yang digunakan secara regional tidak ada perbedaan atau digunakan konsep yang sama secara nasional. Lain halnya pada analisis urbanisasi antar waktu, perubahan konsep perkotaan memiliki implikasi yang besar sebagai dampak pengaruh reklasifikasi akibat penggunaan konsep perkotaan yang berbeda (Setiawan, 2005:9).

3. Urban Governance

Konsep Urban Governance (tata kelola perkotaan) mengacu pada bagaimana pemerintah (lokal, regional atau nasional) serta pemangku kepentingan memutuskan bagaimana merencanakan, membiayai dan mengelola daerah perkotaan. Ini melibatkan proses negosiasi dan kontestasi yang berkelanjutan atas alokasi sumber daya sosial dan material dan kekuatan politik. Oleh karena itu, sangat politis, dipengaruhi oleh penciptaan dan operasi lembaga-lembaga politik, kapasitas pemerintah untuk membuat dan menerapkan keputusan dan sejauh mana keputusan-keputusan ini mengakui dan menanggapi kepentingan orang miskin. Ini mencakup sejumlah kekuatan ekonomi, sosial, lembaga dan hubungan. Ini termasuk pasar tenaga kerja, barang dan jasa; hubungan rumah tangga, keluarga dan sosial; dan infrastruktur dasar, tanah, layanan dan keselamatan publik (Devas et al., 2004:1).

(25)

Lea dan Courtney (Nurmandi, 2006 : 125) membedakan dua pendekatan pengelolaan perkotaan, yaitu pendekatan problem-oriented teknokratis dan pedekatan ekonomi politik struktural. Pendekatan pertama lebih memfokuskan pada peningkatan kinerja lembaga-lembaga yang ada dan memecahkan masalah-masalah perkotaan. Sedangkan pendekatan kedua lebih memfokuskan pada pada akar permasalahan perkotaan dalam konteks ekonomi politik nasioal dan internasional.

Menurut Slack dan Côté (2014: 7), tata pemerintahan kota (Urban Governance) yaitu :

1. Memainkan peran penting dalam membentuk karakter fisik dan sosial daerah perkotaan;

2. Mempengaruhi kuantitas dan kualitas layanan lokal dan efisiensi pengiriman;

3. Menentukan pembagian biaya dan distribusi sumber daya antar kelompok yang berbeda; dan

4. Mempengaruhi kemampuan warga untuk mengakses pemerintah daerah dan terlibat dalam pengambilan keputusan, mempengaruhi akuntabilitas pemerintah daerah dan responsif terhadap tuntutan warga.

Adapun tujuan akhir dari urban governance menurut (Latifa: 2013), adalah tercapainya Good Urban Governance yang merupakan upaya merespons berbagai masalah pembangunan kawasan perkotaan secara efektif dan efisien yang diselenggarakan oleh pemerintah yang akuntabel dan bersamasama dengan unsur masyarakat.

(26)

Selanjutnya dikemukakan oleh Lange (2010:45) Terdapat prinsip yang dijadikan sebagai indikator untuk mendalami peran pemerintah dalam pelaksanaan Good Urban Governance yaitu :

1. Keberlanjutan (sustainability)

Cakupan visi dan misi yang kuat dari pemerintah kota dalam mengembangkan dan membangun tata ruang dan layanan publik perkotaan. Strategi terarah dari visi pembangunan kota dan rencana pembangunan terpadu dapat memprioritaskan keputusan investasi serta mendorong sinergi dan interaksi di antara beberapa kawasan perkotaan yang terpisah dan juga fokus pada peningkatan pelayanan publik modern.

Selain itu rencana penggunaan lahan dapat memberikan kontribusi pada perlindungan lingkungan yang sensitif dan melakukan regulasi pasar tanah. Perluasan perkotaan dan rencana pengisian kegiatan yang tumbuh dari dalam kawasan (infill) dapat meminimalkan biaya transportasi dan layanan pengiriman, mengoptimalkan penggunaan lahan serta mendukung pelindungan dan organisasi ruang terbuka kota. Peningkatan lingkungan perkotaan dan rencana penambah-ulangan (retrofitting) dapat meningkatkan kepadatan perumahan dan kegiatan ekonominya serta memajukan komunitas yang secara sosial lebih terpadu.

(27)

Adanya perubahan dalam hal perencanaan kota yang harus mau bergeser berfokus pada kota berkelanjutan yang dapat mengakomodasi kebutuhan akan kualitas lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Kualitas ekosistem perkotaan menjadi sebuah kebutuhan yang sangat penting untuk menyediakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan untuk sistem alam dan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan ekosistem merupakan kebutuhan fungsional dalam hal pembangunan kota (Rahardjo, 2012).

Secara umum dikemukakan adanya tiga pendekatan public services provision yang berperan dalam pembangunan perkotaan (Kirby, Knox and Pinch, 1984) yaitu the public choice approach, the neo-Weberian approach, dan neo-Marxist approach. Di samping itu dalam pembangunan perkotaan juga tidak dapat mengabaikan peranan tata ruang (the role of space). Ketiga peran tersebut dapat saling dimanfaatkan dengan dukungan penataan ruang untuk penyediaan layanan publik.

2. Subsidiaritas (subsidiarity)

Peran pemerintah kota dalam mendistribusikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, baik itu kesehatan, pendidikan, sampah kota, air, dan layanan publik lainnya. Perwujudan lingkungan yang berkelanjutan dengan dukungan infrastruktur, ekonomi, kelembagaan dan tata kelola perkotaan yang lebih mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Melalui integrasi

(28)

teknologi komunikasi dan informasi serta konektivitas internet (Internet of Things), pemerintah dan masyarakat dapat berinteraksi secara efektif dan efisien di dalam mewujudkan tatanan kota yang lebih baik.

Subsidiarity juga penting ditekankan pada penataan ruang, sesuai

dengan asas dan tujuannya adalah mewujudkan keserasian pemanfaatan sumberdaya alam dan kepentingan kesejahteraannya, harus dilaksanakan sejalan dengan tatanan nilai masyarakatnya yang arif terhadap etika lingkungan. Pemasyarakatan penataan ruang harus dianggap sebagai suatu proses belajar sosial masyarakat secara berkesinambungan dalam seluruh sistem yang ada. Oleh karena itu pembangunan masyarakat kota yang lebih penuh dengan statement-statement abstrak seperti visi, misi atau tujuan-tujuan sosial kebudayaan dan perekonomian daripada berisi program-program penyelesaian masalah perkotaan yang lebih bersifat fisikal engineering (Harun, 2001).

3. Keadilan (equity),

Adanya rasa keadilan yang diberikan kepada masyarakat dalam penataan perkotaan membutuhkan pemerataan yang bisa dirasakan seluruh komponen. Modernitas terbaru adalah justru kesadaran lingkungan, keadilan kemanusiaan dan kualitas hidup, timpangnya distribusi pembangunan menunjukkan masalah dalam keadilan distribusional. Distribusi pembangunan sangat dipengaruhi oleh persepsi dalam pemerintahan dalam mendefinisikan keadilan distribusional.

(29)

Stakeholder memiliki persepsi keadilan distribusional yang berbeda dalam tata kelola perkotaan persepsi keadilan distribusional pejabat pemerintahan sangat penting mengingat ia menentukan bagaimana pemerintah mendistribusikan elemen-elemen pembangunan berupa infrastruktur, kesempatan kerja, kualitas layanan dan lain-lain ke berbagai daerah dan kelas sosial.

Melihat perubahan-perubahan sosial ekonomi dan demografi nasional maupun berbagai budaya tercermin dalam perkembangan perkotaan. Kota besar, kota kecil, dan lingkungan yang layak ditinggali, menarik secara fungsional dan seimbang secara sosial merupakan fondasi kesatuan sosial masyarakat secara umum. Namun di saat yang sama ruang lingkup perkotaan yang seimbang secara sosial tersebut semakin tergerus. Oleh karena itu pembangunan perkotaan yang seimbang secara sosial dan ekologis harus menjadi perjuangan utama bagi negara-negara industri maju maupun negara berkembang untuk menumbuhkan aspek keadilan dalam pembangunannya.

4. efisiensi (efficiency)

Mencakup efisiensi yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan pembiayaan sejumlah teknologi dan peralatan yang digunakan mendukung aksesbilitas layanan. Human Settlements Programme (2015), mengemukakan mekanisme yang ampuh untuk menyusun kembali bentuk dan fungsi kota-kota dan wilayah untuk menghasilkan seefesien mungkin

(30)

dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang paling rentan, terpinggirkan atau yang kurang terlayani.

Keberhasilan pelaksanaan rencana kota tergantung pada dasar keuangan yang sehat, termasuk kemampuan awal investasi publik untuk menghasilkan manfaat ekonomi dan keuangan serta untuk menutupi biaya operasional. Rencana keuangan harus berisi rencana pendapatan yang realistis, termasuk pembagian nilai manfaat perkotaan antara semua pemangku kepentingan, serta penyediaan pembiayaan bagi persyaratan rencana pembangunan perkotaan.

Untuk mengatasi masalah-masalah itu perlu mengarahkan pengembangan masyarakat agar lebih kompak dan efisien. Untuk digunakan dari pusat kota ke tengah kota agar penduduk dapat tinggal dekat dengan tempat kerja, memenuhi atau tempat-tempat kegiatan kesehariannya. Dengan begitu akan dapat memberikan kontribusipositif antara lain mengurangi kendaraan bermotor, dapat mereduksi biaya-biaya transportasi. Bagi masyarakat yang miskin disiapkan layanan kesehatan dan bantuan lainnya yang efesien dalam pelayanan (Suradi & Setiawan, 2015).

5. transparansi (transparency) dan akuntabilitas (accountability)

Pertanggung jawaban dan keterbukaan dalam penyelenggaraan program perintah kota terutama sejumlah layanan perkotaan yang dapat akses mudah oleh publik. Penekanannya harus pada pembentukan sistem

(31)

tata aturan dan adanya peraturan yang memberikan kerangka hukum jangka panjang yang kokoh dan dapat dipercaya untuk pembangunan perkotaan.

Mengatur pemantauan oleh para pemangku kepentingan, adanya mekanisme evaluasi dan akuntabilitas untuk melakukan penilaian atas pelaksanaan rencana kota secara transparan (informasi public) dan memberikan umpan balik dan informasi bagi perbaikan yang diperlukan, yang mencakup proyek-proyek dan program-program jangka pendek dan jangka panjang.

Perhatian khusus harus diberikan untuk akuntabilitas, implementabilitas, dan kapasitas dalam menegakkan kerangka hukum di mana pun berlaku.Penggunaan tata ruang sebagai mekanisme untuk melakukan fasilitasi secara fleksibel daripada sebagai cetak biru yang kaku. Rencana tata ruang harus dijabarkan secara partisipatif dan berbagai versinya dapat diakses dan dalam bahasa awam sehingga mudah dipahami oleh penduduk pada umum.

Salah satu yang diasumsikan paling penting adalah perspektif atau paradigma yang digunakan dalam penyusunan RTRWK. Dalam penelitian ini, governance sebagai perspektif kontemporer dalam ranah administrasi publik digunakan sebagai pendekatan dalam penyusunan RTRWK melalui prinsip-prinsip yang menyertainya dalam konteks penyelenggaraan desentralisasi. Prinisp governance yang diteliti dalam kaitannya dengan

(32)

penyusunan RTRWK adalah prinsip akuntabilitas, transparansi, responsif dan partisipasi. Selain itu, dari sudut pandang governance, peran para actor juga sangat penting di dalam pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda (Sutiyoso,2017).

6. Keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement)

Cakupan keterlibatan masyarakat dalam program pelayanan pemerintah kota masukan terhadap perbaikan tata kelola akan berdampak pada kepuasan masyarakat.

Secara formal menegaskan kemitraan dan partisipasi masyarakat sebagai prinsip-prinsip kunci dalam kebijakan, dengan melibatkan masyarakat (perempuan dan laki-laki), organisasi masyarakat sipil dan perwakilan dari sektor swasta dalam kegiatan perencanaan kota, memastikan bahwa perencana berperan aktif dan mendukung pelaksanaan prinsip-prinsip ini dan membangun mekanisme konsultasi yang luas dan forum untuk mendorong dialog kebijakan tentang isu-isu pembangunan perkotaan.

Pelayanan Publik merupakan suatu sistem, dalam arti masyarakat sebagai pemohon atau pengguna layanan harus diberikan akses yang seluas-luasnya berkaitan dengan proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Prinsip keterbukaan mempunyai peranan penting untuk terbangunnya pelayanan publik yang berkualitas.Peran serta masyarakat dalam pelayanan public

(33)

dimulai sejak penyusunan standar pelayanan sampai dengan evaluasi dan pemberian penghargaan, dengan demikian masyarakat juga memiliki peran serta dalam pemberian pelayanan publik, hal tersebut diwujudkan dalam bentuk kerja sama, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta peran aktif dalam penyusunan kebijakan pelayanan publik (Setyobudi, 2016). 7. Keamanan (Security)

Ada jaminan keamanan yang diberikan melalui sejumlah upaya yang dilakukan tanpa memberikan kesulitan dan meminimalisir resiko ancaman.Perencanaan dan desain kota yang baik dan fleksibelharus diberikan kepada perancangan ruang publik karena merupakan salah satu penyumbang utama untuk menghasilkan kualitas urban, dengan menyediakan pola jalan dan konektivitas yang tepat, serta alokasi ruang terbuka.

Hal yang sama pentingnya adalah kejelasan dalam tata letak bangunan dan lahan, termasuk kekompakan yang tepat dan pemanfaatan keragaman kegiatan ekonomi di kawasan terbangun untuk mengurangi kebutuhan mobilitas dan biaya pelayanan per kapita. Akhirnya, desain harus memfasilitasi pembauran dan interaksi sosial serta aspek budaya dalam kehidupan kota. Hubungan interaksi sosial menunjukkan trend urbanisasi dan konsentrasi penduduk, akan berpengaruh terhadap kegiatan masyarakat dan akan menyebabkan semakin besarnya area konsentrasi penduduk di daerah perkotaan.

(34)

Hal itu berdampak pada munculnya permasalahan pada daerah perkotaan. kualitas masyarakat yang melakukan urbanisasi masih rendah jika dilihat dari tingkat pendidikan, keahlian maupun kepedulian terhadap kualitas lingkungan maka urbanisasi akan berdampak pada permasalahan kependudukan, lingkungan dan tatanan fisik perkotaan diperlukan pula jaminan keamanan dalam pembangunan yang memerlukan investasi (Surtiani, 2006).

4. Kebijakan Tata Kelola Perkotaan

Menurut (Aziz, 2016), kebijakan di setiap kota tidaklah sama dan untuk merespons perubahan yang terjadi memerlukan suatu strategi, program, dan kebijakan yang tepat melalui tata kelola perkotaan yang terencana dan terintegrasi. Salah satu hal penting untuk mewujudkannya melalui peran kepemimpinan yang tepat untuk membangun kota berkelanjutan.

Menurut Setijawan(2018),arah kebijakan pembangunan perkotaan dimasa depan harus memenuhi fungsi entity kawasan tersebut, yang dapat dideskripsikan secara detil sebagai berikut:

1. Nyaman/layak huni (livable), memenuhi kebutuhan manusia akan kenyamanan hidup, fisik, sosial budaya, dan lingkungan.

2. Berkelanjutan (sustainable),antisipasi terhadap perubahan iklim dan bencana alam serta memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang.

(35)

3. Berkeadilan (just),menyediakan ruang hidup dan berusaha bagi seluruh golongan masyarakat perkotaan

4. Pendorong pertumbuhan (engine of growth),mampu berkompetisi dalam perkembangan ekonomi global dengan memanfaatkan potensi sosial budaya dan kreatifitas lokal (ekonomi kreatif); serta mampu menciptakan hierarki pasar bagi kota menengah, kecil, dan pedesaan. Untuk mencapai kehidupan perkotaan yang aman, damai, dan sejahtera, perlu dirumuskan visi tentang kondisi kota yang ingin dicapai di masa depan.Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 494/PRT/M/2005 dikemukakan bahwa Kota-kota di masa depan adalah kota yang dapat memberikan kehidupan yang sejahtera, nyaman dan aman bagi warganya, yang layak huni bagi seluruh warganya tanpa terkecuali. Secara umum kriteria kota yang ingin dicapai, yaitu:

a. Tempat di mana anak-anak, orang tua, dan bahkan para penyandang cacat dapat berjalan-jalan, dan bermain-main bersama; b. Tempat di mana kebersamaan dan canda dapat memecahkan

permasalahanpermasalahan yang muncul dalam lingkungan bertetangga;

c. Tempat di mana kita tidak hanya melindungi kawasan-kawasan bersejarah, tetapi juga ruang terbuka hijau dan hutan-hutan kota yang memberikan nilai tambah tersendiri bagi kehidupan dan keindahan permukiman;

(36)

d. Tempat di mana tingginya kualitas hidup dapat menarik kegiatan usaha dan tenaga kerja yang berbakat dan dengan demikian menghidupkan perekonomian kota;

e. Tempat di mana kita dapat menghabiskan lebih banyak waktu bagi keluarga dan bukan memboroskannya karena terjebak dalam kemacetan lalu-lintas;

f. Tempat di mana seluruh masyarakatnya dapat menyelenggarakan aktivitasnya sehari-hari dengan aman dan tenang, yang terbebas dari kriminalitas serta kerusuhan-kerusuhan sosial, dan ancaman terorisme.

Adapun Visi Pembangunan Perkotaan Nasional:

“Terwujudnya Kota yang mandiri, produktif, layak huni dan

berkelanjutan serta memenuhi Kesejahteraan rakyatnya secara

berkeadilan pada tahun 2025”

Misi Pembangunan Perkotaan Nasional:

1. Mengupayakan secara bertahap, terus menerus, konsisten dan terpadu agar kota kota diIndonesia pada tahun 2025 dapat memenuhi standar pelayanan perkotaan (SPP) yang ditetapkan melalui peraturan pemerintah.

2. Mengarahkan Kota-Kota kecil dan menengah secara bertahap, terus menerus, konsisten dan terpadu untuk menjadi kota‐kota yang berperan sebagai pendorong bagipertumbuhan ekonomi maupun

(37)

peningkatan kesejahteraan masyarakat diwilayahnya secara bertahap dalam periode waktu 2010 hingga 2025.

3. Mendorong kota-kota metropolitan dan besar yang memiliki potensi khusus secara bertahap, terus menerus, konsisten dan terpadu untuk dapat memiliki kelengkapan sarana, prasarana (termasuk transportasi umum massal) serta mampu bersaing di tingkat internasional dalam periode waktu 2010 hingga 2025.

Arah Kebijakan Pembangunan Perkotaan Indonesia jangka panjang hingga tahun2025, disistematisasikan dalam urutan peran sebagai berikut: 1. Dua Kebijakan pertama (K1 dan K2), diposisikan sebagai “Kebijakan

makro”yang memayungi keseluruhan Kebijakan Perkotaan di Indonesia, dengan pertimbangan bahwa isu permasalahan yang menghasilkan kedua Kebijakan pertama, selalu muncul di setiap forum pertemuan Stakeholder selama proses penyusunan KSPN ini berlangsung, yaitu sejak Lokakarya Regional hingga Seminar Nasional KSPN. Kedua Kebijakan pertama itu adalah: K1 =Penguatan peran kota sebagai basis pembangunan nasional dan menjamin pemenuhan kesejahteraan warga (Urban development policy), dan K2 =Menjamin pemerataan pembangunan namun terkonsentrasi pada beberapa pusat pertumbuhan tertentu. 2. Lima Kebijakan berikutnya (K3 sd K7), diposisikan sebagai

Kebijakan untuk menjawab semua permasalahan perkotaan yang ada dan telah mendesak untuk segera diatasi, terutama di kota‐kota

(38)

besar dan metropolitan,meliputi: K3 = Mengedepankan aspek sosial budaya, K4 = Pengembangan ekonomi lokal, K5 = Pemenuhan PSU permukiman, K6 = Pengendalian tataruang, K7 = Pengendalian kualitas Lingkungan, mitigasi resiko bencana dankesiapan menghadapi dampak perubahan iklim.

3. Kebijakan kedelapan/terakhir (K8), diposisikan sebagai landasan yangmemungkinkan atau bahkan menjamin ketujuh Kebijakan diatas dapat diterapkan dan efektif. K8 = Tata kelola dan kelembagaan.

E. Konsep Home Care

Kemunculan Home Care merupakan hasil dari gabungan modal sumber daya manusia (contohnya angkatan kerja terdidik), modal infrastruktur (contohnya fasilitas komunikasi yang berteknologi tinggi), modal sosial (contohnya jaringan komunitas yang terbuka). Pemerintahan yang kuat dan dapat dipercaya disertai dengan orang-orang yang kreatif dan berpikiran terbuka akan meningkatkan produktifitas layanan suatu kota berbasis teknologi dan keunggulan Sumber Daya Manusia. (Caragliu, Bo, & Nijkmp, 2009).

Kemajuan layanan home care sudah semakin baik sehingga banyak masyarakat yang mengetahui Home Care dan mencoba menggunakan jasa pelayanan home care yang disediakan oleh rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Saat ini banyak kasus – kasus penyakit degenerative yang memerlukan perawatan yang relative lama seperti kasus pasien pascastroke yang mengalami komplikasi kelumpuhan dan memerlukan

(39)

pelayanan rehabilitasi yang membutuhkan waktu relatif lama (Diamond, (2009).

Adapun Mekanisme Home Care yang dapat lakukan adalah sebagai berikut:

1. Pasien / klien pasca rawat inap atau rawat jalan harus diperiksa terlebih dahulu oleh dokter untuk menentukan apakah secara medis layak untuk di rawat di rumah atau tidak.

2. Selanjutnya apabila dokter telah menetapkan bahwa klien layak dirawat di rumah, maka di lakukan pengkajian oleh koordinator kasus yang merupakan staf dari pengelola atau agensi perawatan kesehatan dirumah, kemudian bersama-sama klien dan keluarga, akan menentukan masalahnya, dan membuat perencanaan, membuat keputusan, membuat kesepakatan mengenai pelayanan apa yang akan diterima oleh klien, kesepakatan juga mencakup jenis pelayanan, jenis peralatan, dan jenis sistem pembayaran, serta jangka waktu pelayanan.

3. Selanjutnya klien akan menerima pelayanan dari pelaksana pelayanan keperawatan dirumah baik dari pelaksana pelayanan yang dikontrak atau pelaksana yang direkrut oleh pengelola perawatan dirumah. Pelayanan dikoordinir dan dikendalikan oleh koordinator kasus, setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh tenaga pelaksana pelayanan harus diketahui oleh koordinator kasus.

(40)

4. Secara periodic koordinator kasus akan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan apakah sudah sesuai dengan kesepakatan.

C..Kerangka Pikir

Pada dasarnya konsep Urban Governance (tata kelola perkotaan) mengacu pada cara pemerintah serta pemangku kepentingan memutuskan tentang perencanaan, pembiayaan dan pengelolaan daerah perkotaan. Ini melibatkan proses negosiasi dan kontestasi yang berkelanjutan atas alokasi sumber daya sosial dan material dan kekuatan politik. Implementasi Urban Governance dapat diamati melalui program smart city kota makassar yang secara spesifik mengkaji indikator smart living yang berorientasi pada sektor kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu faktor majunya manajemen perkotaan yang menjadi tanda dalam pembangunan smart city. Oleh karena itu penelitan ini melihat pelaksanaan Homecare-Dottoro’ta yang berorientasi pada Pelayanan Kesehatan yang termasuk dalam inovasi yang mendukung pelaksanaan smart city di Kota Makassar penelitian ini mengacu pada indikator pelaksanaan good governance dengan melihat smart living (Home care Dottoro’ta) meliputi: keadilan (equity), transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), Keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement).

Untuk lebih jelasnya terkait kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut.

(41)

Gambar 1. Kerangka Pikir

D.Deskripsi Fokus Penelitian

Deskripsi Fokus penelitian ini bertujuan memberikan arahan dan batasan untuk mengetahui dan menganalisa Urban Governance (tata kelola perkotaan) Melalui Smart Living Di Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan yang dikhususkan pada program Homecare-Dottoro’ta, adapun indikator yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

1. Keadilan (Equity) yaitu adanya rasa keadilan yang diberikan kepada masyarakat dalam pedistribusian pelayanan yang baik kepada masyarakat, khususnya pelayanan kesehatan melalui home care.

Urban Governance

Pelayanan Kesehatan Kota Makassar Melalui Home Care

Dottorota

Pelaksanaan (Home care- Dottoro’ta) meliputi aspek :

1. keadilan (equity)

2. keterlibatan masyarakat sipil (civic engagement

3. transparansi (transparency) 4. akuntabilitas (accountability)

Tercapainya Layanan Kesehatan Perkotaan yang

efektif

Hambatan dalam Implementasi Layanan Home Care (Dottoro’ta)

(42)

2. Keterlibatan Masyarakat Sipil (civic engagement) yaitu cakupan keterlibatan masyarakat dalam program pelayanan pemerintah kota khususnya program Home Care Dottoro’ta.

3. Akuntabilitas (Accountability), terkait pertanggung jawaban mencakup efisiensi yang dilakukan terutama yang berkaitan dengan pembiayaan Dottoro’ta yang beroprasi memberikan pelayanan. 4. Transparansi (Transparency) keterbukaan dalam penyelenggaraan

program perintah kota terutama yang terkait layanan kesehatan Home Care Dottoro’ta

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian menggunakan jenis penelitian studi kasus dengan alasan bahwa temuan-temuan dalam penelitian kualitatif tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contoh penelitian kualitatif dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat, perilaku

(43)

seseorang, tentang peranan organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik (Strauss & Corbin, 2003).

Penelitian kualitatif temuan-temuannya tidak diperoleh prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Pendekatan kulaitatif dipilih karena dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang belum diketahui. Selain itu, metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif. (Sugiyono, 2011).Adapun jenis penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mendeskripsikan dan mengkaji data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam (indepth intervew), observasi, data dokumentasi dan studi kepustakaan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Komunikasi dan informatika Kota Makassar, dan Dinas Kesehatan. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan April sampai bulan Juli 2018.

C. Informan

Penentuan subjek atau informan dalam penelitian ini, penulis menentukan informan secara purposive sampling hal ini didasarkan karena adanya tujuan pengambilan informan berdasarkan kriteria pemahaman terhadap fokus dan subjek yang akan diteliti khususnya yang terlibat dalam Program Homecare-Dottoro’tasebagai berikut:

(44)

Kepala Bidang Pelayanan, Dinas Kesehatan Kota Makassar, Seksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan Peningkatan Mutu, Dinas Kesehatan Kota Makassar, Petugas Operasional Home Care – Dottoro’ta, dan Masyarakat Penerima Layanan Home Care – Dottoro’ta.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data dapat diperoleh informasi untuk menerangkan dan memberi kejelasan mengenai hal-hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian. Data yang dapat diperoleh dari sumber data dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Data primer

Adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu berupa hasil wawancara mendalam (indepth intervew), observasi atau pengamatan dari pemerintah setempat dan masyarakat.

2. Data sekunder

Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau melalui pihak kedua dengan melakukan studi dokumentan atau literatur kepustakaan yang berkaitan dengan yang diteliti

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah penulis sendiri dengan menggunakan metode wawancara mendalam (in-depth interview), sedangkan untuk memandu dalam

(45)

wawancara, penulis menyiapkan panduan pertanyaan tentang hal-hal pokok yang ingin diketahui.

Penulis melakukan wawancara dalam mengumpulkan data, tetapi tidak menutup kemungkinan wawancara tersebut berkembang melampaui pedoman yang ditentukan sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan, penulis juga melakukan pengamatan secara langsung tentang hal-hal yang dapat dijadikan data pendukung untuk membantu kelancaran proses penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara peneliti dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh data secara jelas dan kongkrit tentang masalah yang diteliti.

2. Oservasi Langsung

Observasi langsung adalah cara pengambilan data mengamati secara langsung sesuatu yang berkaitan dengan yang diteliti. Observasi

(46)

ini digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara sistematik.

3. Dokumen

Metode dokumen adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian. Tujuan digunakan metode ini untuk memperoleh data secara jelas.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses akhir dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2010). Menurut Creswell (2010), terdapat beberapa langkah dalam menganalisis data sebagaimana berikut ini:

1. Mengolah data dan mengintrepetasikan data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkrip wawancara, menscaning materi, mengerti data lapangan atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber informasi.

2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis catatan catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh

3. Menganalisis lebih detail dengan mengkoding data. koding merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.

(47)

4. Menerapkan proses koding untuk mendeskripsikan setting, orang-orang, kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kota Makassar

(48)

Kota Makassar berada pada posisi yang strategis karena posisi persimpangan jalur lalu lintas dari arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan Indonesia. Secara goegrafis wilayah kota Makassar berada pada koordinat 119 derajat bujur timur dan 5,8 derajat lintang selatan dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari permukaan laut. Dengan batas wilayah :

a) Sebelah Utara : Kabupaten Kepulauan Pangkajene b) Sebelah Selatan : Kabupaten Bone

c) Sebelah Barat : Selat Makassar d) Sebelah Timur : Kabupaten Maros

Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Adapun Lokasi penelitian ini dilakukan pada Kecamatan Rappocini, yang terdiri dari 10 Kelurahan yaitu Balla Parang, Banta Bantaeng, Bonto Makkio, Buakana, Gunung Sari, Karunrung, Kassi-Kassi, Mappala, Rappocini, Tidung. Kelurahan Buakana merupakan lokasi penelitian ini dilakukan karena terdapat BULO (Badan Usaha Lorong) yang mudah diakses peneliti.

1. Visi Misi Kota Makassar.

Visi Pemerintah Kota Makassar 2014- 2019 memiliki konsistensi dengan visi Kota Makassar 2005-2025, khususnya pada penekanan

(49)

“orientasi global”, dalam RPJMD dirumuskan sebagai “kota dunia”. Penekanan “berwawasan lingkungan” dan “paling bersahabat” pada visi dalam RPJPD dirumuskan sebagai “yang nyaman untuk semua” pada visi dalam RPJMD 2014-2019. Pokok visi “kota maritim, niaga, pendidikan, budaya dan jasa” pada visi dalam RPJPD, pada visi dalam RPJMD 2014-2019 ditempatkan sebagai bagian dari substansi “kota dunia”.

Jika dihubungkan dengan visi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan 2018, relevansi visi Pemerintah Kota Makassar 2014-2019 terletak pada posisi “Makassar Kota Dunia Yang Nyaman Untuk Semua”yang merupakan bagian penting dari terwujudnya “Sulawesi Selatan sebagai Pilar Utama Pembangunan Nasional dan Simpul Jejaring Akselerasi Kesejahteraan pada Tahun 2018”.

Pernyataan visi Pemerintah Kota Makassar 2019 memiliki tiga pokok visi yang merupakan gambaran kondisi yang ingin dicapai Kota Makassar pada akhir periode 2014-2019. Penjelasan masing-masing pokok visi tersebut, adalah sebagai berikut. Kota Dunia, dimaksudkan adalah Kota Makassar yang memiliki keunggulan komparatif, kompetitif, aksesibel dan inklusifitas yang berdaya tarik tinggi atau memukau dalam banyak hal.

Diantaranya potensi sumberdaya alam dan infrastruktur sosial ekonomi yang menjanjikan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan standar dunia. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “masyarakat sejahtera standar dunia”. Nyaman, dimaksudkan adalah terwujudnya proses pembangunan yang semakin menyempitkan

(50)

kesenjangan dan melahirkan kemandirian secara stabil, dalam struktur dan pola ruang kota yang menjamin kenyamanan dan keamanan bagi berkembangnya masyarakat yang mengedepankankan prinsip inklusifitas serta pola hubungan yang setara antara stakeholder dan stakeholder dalam pembangunan. Pokok visi ini dapat dikristalkan sebagai terwujudnya “kota nyaman kelas dunia”.

Untuk Semua, dimaksudkan adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan pembangunan yang dapat dinikmati dan dirasakaan seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi berdasarkan jenjang umur, jenis kelamin, status sosial dan kemampuan diri (termasuk kelompok disabilitas). Pokok visi ini dapat diristalkan sebagai terwujudnya “pelayanan publik standar dunia dan bebas korupsi”.

Untuk mewujudkan visi misi tersebut memerlukan konsep Smart City sebagai acuan. Pemerintah Kota Makassar menamai konsep kota cerdas itu dengan tagline 'Makassar Sombere & Smart City', yang memadukan konsep kota cerdas dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk mewujudkan pelayanan masyarakat lebih baik, dan 'sombere' bahasa lokal yang berarti 'hati'.

3. Dinas Kesehatan Kota Makassar

Adapun Visi Dinas Kesehatan Kota Makassar :

"Makassar Sehat dan Nyaman untuk Semua" Memiliki penjabatan visi yang strategis, dalam misi:

(51)

1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Yang Merata, Bermutu dan Terjangkau Berbasis Teknologi

2. Meningkatkan Kesehatan Masyarakat Melalui Pemberdayaan Masyarakat

3. Menjamin Kesehatan Masyarakat Melalui Sistem Jaminan Kesehatan

4. Menciptakan Lingkungan Sehat

Dinas Kesehatan Kota Makassar memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut :

Tabel 2. Sarana Prasarana Kesehatan Kota Makassar

No. Sarana Prasarana Jumlah

1. RSUD 1 (RSUD Daya)

2. RS Swasta 10

3. RS Milik Pemprov/TNI/Polri 12

4. RS Bersalin 15

5. Rumah Bersalin 13

6. Balai Pengobatan / Klinik 41 / 87

7. Bidan Praktek Swasta 75

8. Apotek 499

9. Toko Obat 64

10. Industri Obat Tradisional 1

(52)

12. Puskesmas Pembantu 37

13. Puskesmas Keliling 50

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.

Ketersediaan sarana kesehatan sangat penting untuk mendukung upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Kelurahan, Puskesmas Keliling, Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) serta sarana kesehatan lainya.

Sejak berlakunya Permenkes nomor 75 tahun 2014 setiap puskesmas harus terakreditasi untuk menjamin mutu pelayanan kesehatan. Untuk itu di kota makassar sejak tahun 2015 dilakukan pendampingan untuk persiapan akreditasi secara bertahap. Pada tahun 2016 terdapat 20 puskesmas yang telah terakreditasi diantaranya : Puskesmas Dahlia, Puskesmas Pertiwi, Puskesmas Makkasau, Puskesmas Tarakan, Puskesmas Andalas, Puskesmas Malimongan Baru, Puskesmas Tamangapa, Puskesmas Sudiang Raya, Puskesmas Paccerakang, Puskemas Mamajang, Puskesmas Batua, Puskesmas Antang Perumnas, Puskesmas Tamalate, Puskesmas Maccini Sawah, Puskesmas Kaluku Bodoa, Puskesmas Sudiang, Puskesmas Tamalanrea, Puskesmas Pattingalloang, Puskesmas Jongaya dan Puskesmas Kassi – Kassi. Adapun 26 puskesmas yang lainnya

(53)

dijadwalkan akan diakreditasi secara bertahap pada tahun 2017 dan 2018.

Selain fasilitas kesehatan yang digambarkan pada tabel di atas perlu juga diperhatikan tenaga kesehatan yang tersedia di Kota Makassar pengaturan ini disesuaikan Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 7 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan bahwa untuk melaksanakan upaya kesehatan diperlukan sumber daya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya serta terdistribusi secara adil dan merata. Sumber daya manusia kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan dan kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis dan tenaga kesehatan lainya.

Ketersediaan tenaga merupakan salah satu unsur penting untuk melaksanakan upaya kesehatan dalam percepatan pencapaian target pembangunan kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan pada Tahun 2016 adalah sebanyak 1.693 orang yang tersebar pada 46 Puskesmas, Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar, Instalasi Farmasi dan tenaga yang ada di Dinas Kesehatan Kota Makassar.

Tabel 3. Distribusi tenaga kesehatan berdasarkan jenis ketenagaan

Tenaga Kesehatan Pembagian Bidang

(54)

Tenaga Medis sebanyak terdiri atas

Dokter Umum 153 orang Dokter Gigi 84 orang

Tenaga Keperawatan sebanyak terdiri atas

Bidan 241 orang Perawat 491 orang Perawat Gigi 65 orang Tenaga Kefarmasian sebanyak

terdiri atas

Farmasi dan Apoteker 56 orang Asisten apoteker 50 orang Kesehatan Masyarakat sebanyak terdiri atas 138 orang

Sanitarian sebanyak 93 orang

Tenaga Gizi dan dietisien 100 orang Keterampilan Fisik/ Fisioterapi 8 orang Keteknisian Medis 41 orang

Analis Kesehatan 61 orang Tenaga Non Kesehatan 76 orang

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Makassar, 2018.

Adapun rasio dokter umum di Kota Makassar tahun 2013 adalah 9,78 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2016 rasio dokter umum adalah 10,56 dokter per 100.000 penduduk atau 1 : 10.000. Penduduk sementara rasio ideal dokter terhadap penduduk adalah 1:2500 artinya satu orang dokter melayani 2.500 penduduk, maka jika ingin mencapai rasio ideal tersebut dengan jumlah penduduk Kota Makassar sebanyak 1.449.401 orang maka dibutuhkan sebanyak 580 dokter umum, sementara

(55)

kondisi sekarang dokter umum pada unit layanan kesehatan Pemerintah Kota Makassar dalam hal ini Puskesmas dan Dinas Kesehatan masih berjumlah 153 orang. Jadi apabila kita ingin mendapatkan ratio dokter yang ideal masih dibutuhkan 427 orang dokter umum.

Rasio dokter gigi di Kota Makassar adalah 5,47 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2016 rasio dokter gigi adalah 5,80 per 100.000 penduduk atau 1 : 20.000 penduduk . Adapun rasioideal antara dokter gigi dengan penduduk di Indonesia adalah 1:9.000.Jika berhitung dari rasio ideal, dibutuhkan sebanyak 161 orang dokter gigi, sementara dokter gigi pada sarana kesehatan pemerintah Kota Makassar baru berjumlah 84 orang sehingga masih membutuhkan sebanyak 77 dokter gigi.

Tenaga perawat merupakan jenis ketenagaan kesehatan yang paling besar jumlahnya di Kota Makassar jumlah tenaga perawat pada tahun 2013 yaitu sebanyak 369 orang sedangkan pada tahun 2016 jumlah tenaga perawt menjadi 491 orang. Kondisi tersebut tidakberbeda jauh dengan kondisi nasional, dimana diperkirakan 60% tenaga kesehatan di Indonesia adalah perawat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 83 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, Dinas Kesehatan mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan urusan pemerintahan bidang kesehatan yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah dan dalam

(56)

melaksanakan tugas, Dinas Kesehatan menyelenggarakan fungsi antara lain :

a. Perumusan kebijakan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kesehatan;

b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan bidang kesehatan; c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan bidang

kesehatan;

d. Pelaksanaan administrasi dinas Urusan Pemerintahan bidangkesehatan;

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh walikota terkait dengan tugas dan fungsinya.

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 83 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Dinas Kesehatan, disebutkan bahwa berdasarkan tugas dan fungsinya, Dinas Kesehatan mempunyai uraian tugas :

a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang kesehatan; b. Merumuskan dan melaksanakan visi dan misi dinas;

c. Merumuskan dan mengendalikan pelaksanaan program dan kegiatan Sekretariat dan Bidang Kesehatan Masyarakat, Bidang

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 2. Sarana Prasarana Kesehatan Kota Makassar
Gambar 4. Cakupan Wilayah Home Care Dottoro’ta
Gambar 2. Alur prosedur pelayanan program Home Care Dottoro’ta
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelaksanaan ataupun prakteknya inovasi home care di Kota Makassar telah menunjukkan hasil yang baik yang dimana pemerintah selaku pembuat kebijakan ataupun

Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi merupakan penyakit degeneratif dengan pengobatan jangka panjang yang memerlukan pelayanan kefarmasian home care

Tabel 5.12 Distribusi skor, frekuensi dan persentase komponen dimensi empati pelayanan perawatan luka home care di Kota

Tabel 5.4 Distribusi skor, frekuensi dan persentase komponen dimensi bukti fisik pelayanan perawatan luka home care di Kota

Diharapkan dari hasil penelitian ini, perawat dapat termotivasi untuk meningkatkan dan mengembangkan pelayanan perawatan home care mengingat manfaat yang

Dijelaskan lebih lanjut oleh salah seorang perawat home care bahwasanya pelayanan yang mereka berikan mendapat tanggapan baik oleh masyarakat hal ini dapat

Berdasarkan hasil wawancara diatas dan observasi dilapangan bahwa dalam penyaluran komunikasi berupa informasi dan penjelasan kepada pasien emergency dilakukan dengan

Berdasarkan kesimpulan diatas, dari hasil penelitian dilapangan penulis dapat memberikan saran mengenai penelitian pengaruh inovasi pelayanan kesehatan Home Care