• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor Penyebab Guru Bimbingan & Konseling SLTA di Salatiga Tidak Melakukan Evaluasi Perencanaan Program T2 942011087 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.

Perencanaan

Program

Bimbingan

&

Konseling

Perencanaan program BK memberikan manfaat yang penting bagi kelangsungan program (Nurihsan & Sudianto, 2005). Pertama, adanya kejelasan arah pelaksanaan program. Kedua, mempermudah pengontrolan dan pengevaluasian kegiatan bimbingan. Ketiga, terlaksananya program BK yang lancar, efektif, dan efisien. Program BK yang disusun tanpa ada perencanaan akan berbahaya bagi pelaksanaan dan hasil program BK itu sendiri. Dengan tidak adanya perencanaan, hasil program yang diharapkan juga tidak bisa ditetapkan dan diukur. Alokasi waktu, biaya, sumber, dan kegiatan pendukung tidak akan bisa dikendalikan efisiensi dan efektivitasnya. Fatalnya, kebutuhan siswa yang harus diakomodasi agar perkembangan kepribadian mereka berkembang dengan baik dapat tidak terakomodasi dalam program BK karena tanpa didahului perencanaan.

(2)

menentukan apa yang benar-benar dibutuhkan dalam menyusun sebuah program BK.

Terdapat empat hal penting yang harus diperhatikan dalam melakukan perencanaan program BK. Pertama, mengumpulkan informasi mengenai siswa dan komunitas. Kedua, mengidentifikasi keberadaan dan penggunaan sumber yang ada. Ketiga, mempelajari penyampaian program BK yang ada. Keempat, mengumpulkan persepsi mengenai program (Gysbers & Henderson, 2006).

2.1.1Mengumpulkan informasi mengenai siswa dan komunitas

Informasi mengenai siswa berupa apa yang mereka ketahui, mereka pelajari, dan mereka butuhkan. Informasi komunitas yang dimaksud adalah konteks dimana siswa tinggal seperti etnisitas, bahasa, status sosio-ekonomi, dan latar belakang keluarga. Informasi siswa dan komunitas penting untuk menentukan tujuan layanan BK. Ini merupakan langkah awal dalam menyusun program BK. Kebutuhan siswa dalam program BK adalah pencapaian tugas perkembangan dan pemberian bantuan terhadap masalah siswa (Badrujaman, 2011). Tugas perkembangan siswa berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan psikologi dan sosial siswa.

(3)

umumnya. Salah satu contoh tugas perkembangan pada periode usia ini adalah menerima keadaan fisik sendiri. Setiap individu pada periode usia ini harus belajar untuk melaksanakan tugas perkembangan tersebut. Misalnya anak remaja dengan tubuh pendek, ia harus belajar untuk menerima keadaaan fisik tersebut. Jika ia tidak mampu atau gagal, ia akan merasa tidak bahagia.

2.1.2 Mengidentifikasi keberadaan dan penggunaan sumber yang ada

Terdapat tiga sumber yang seharusnya ada dalam program bimbingan, yaitu sumber berupa personel, keuangan, dan kebijakan.

a. Personel

(4)

Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara No. 04331/P/1993 dan No. 25/1993, perbandingan konselor sekolah dan jumlah siswa di setiap sekolah adalah 1:150 atau tidak lebih dari 250 tiap tahun. Hasil penelitian di SLTA di Missouri menunjukkan bahwa rasio guru BK : siswa yang memadai menghasilkan lulusan yang lebih baik dan menurunkan pelanggaran kedisiplinan di kalangan siswa (Lapan et al, 2012 ).

(5)

Dalam kompetensi sosial, seorang guru BK dharapkan mampu (1) Mengimplementasikan kolaborasi intern di tempat bekerja, (2) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi bimbingan dan konseling, dan (3) Mengimplementasikan kolaborasi antarprofesi. Sejalan dengan pemikiran Gysbers & Henderson (2006) bahwa seorang guru BK haruslah seorang yang profesional dan bersertifikat, kompetensi profesional memberikan tuntutan yang paling banyak dibanding dengan tiga kompetensi lainnya. Guru BK harus mampu (1) Menguasai konsep dan praksis asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, (2) Menguasai kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling, (3) Merancang program Bimbingan dan Konseling, (4) Mengimplementasikan program Bimbingan dan Konseling yang komprehensif, (5) Menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan Konseling, (6) Memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, dan (7) Menguasai konsep dan praksis penelitian dalam bimbingan dan konseling.

(6)

sering dianggap sebagai polisi sekolah dibandingkan sebagai pembimbing karena lebih sering bersikap pasif dengan hanya menunggu siswa datang atau staf lain memberikan tugas.

b. Keuangan

Pada praktiknya, anggaran untuk program BK masih minim padahal sumber keuangan ini akan memperlancar pelaksanaan program. Kebanyakan konselor tidak memiliki anggaran yang baik untuk program BK (Schimdt dalam Badrujaman, 2011). Salah satu alasan tidak terlaksananya evaluasi program adalah karena terkendala anggaran yang tidak mencukupi (Shertzer & Stone, 1981).

(7)

yang sudah dipersiapkan tidak akan terlaksana tanpa adanya dukungan anggaran keuangan.

c. Politik

Sumber politik yang dimaksud meliputi kebijakan dari dinas pendidikan lokal dan nasional, sekolah, dan standar dari asosiasi BK. Contohnya adalah dukungan berupa pemberian jam bimbingan klasikal terjadwal dan pemberian ijin melakukan kegiatan bimbingan dari kepala sekolah atau diterbitkannya peraturan dari dinas pendidikan atau menteri mengenai pelaksanaan BK di sekolah.

Sebaiknya waktu yang disediakan bagi konselor adalah delapan jam perhari. Waktu tersebut dimaksudkan agar konselor bisa menyediakan waktu sesudah jam pelajaran sekolah usai. Kegiatan bimbingan dapat dilakukan di dalam atau di luar jam pelajaran tetapi kegiatan di luar jam pelajaran sebanyak-banyaknya 50% dari keseluruhan kegiatan bimbingan. Artinya, kegiatan bimbingan harus lebih banyak dilakukan di dalam jam pelajaran sekolah.

(8)

kegiatan pendukung dan 6 jam untuk kegiatan evaluasi.

2.1.3Mempelajari penyampaian program BK yang ada

Ada beberapa hal penting yang harus diidentifikasi untuk mengetahui deskripsi mengenai penyampaian program BK, yaitu:

a. aktivitas BK saat ini yang meliputi layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individu, dan dukungan sistem

b. bagaimana kompetensi guru BK digunakan c. siapa saja yang dilayani dalam program BK d. hasil program sampai dengan saat ini

e. bagaimana guru BK menggunakan waktu mereka f. jumlah siswa dan klien lain yang saat ini dilayani g. jumlah siswa dan klien lain yang dilayani oleh sub

kelompok

h. jumlah siswa yang mencapai hasil yang diharapkan sampai dengan saat ini.

2.1.4 Mengumpulkan persepsi mengenai program

(9)

program BK. Persepsi mereka bisa diperoleh melalui wawancara atau menyebarkan kuesioner.

2.2 Evaluasi Perencanaan Program Bimbingan & Konseling

Evaluasi program merupakan sebuah metode yang sistematik untuk mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai sebuah program (Wirawan, 2011). Evaluator melakukan kegiatan evaluasi melalui prosedur atau tahapan tertentu dalam mengumpulkan data. Prosedur atau tahapan dimulai dari menentukan tujuan evaluasi diikuti dengan memilih desain evaluasi, menentukan instrumen dan teknik analisis evaluasi, dan diakhiri dengan melaporkan hasil evaluasi. Prosedur tersebut dilakukan berurutan, tidak dengan cara bebas menentukan tahap mana terlebih dahulu yang ingin dilakukan.

(10)

program dapat terdeteksi, program akan bisa dikembangkan. Perbaikan dan pengembangan program akan meningkatkan kepercayaan stakeholder. Program yang akuntabel dapat memberikan informasi yang memadai mengapa sebuah program dapat atau tidak dapat dilaksanakan. Informasi akurat tersebut hanya bisa disampaikan jika ada pelaksanaan evaluasi.

Berdasarkan pandangan mengenai evaluasi program dan perencanaan program BK, maka evaluasi perencanaan program BK dapat disimpulkan sebagai sebuah kegiatan mengumpulkan dan menganalisis data mengenai gambaran yang konkret dan detail tentang program BK yang ada sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat keputusan. Sebelum perencanaan program BK dilaksanakan, harus ada keterlibatan pihak lain selain guru BK yang memberikan penilaian, seperti kepala sekolah, guru dan staf. Keterlibatan ini akan menjadikan program BK sebagai program yang familiar dan tidak hanya menjadi milik staf BK karena pada pelaksanaannya, program BK akan melibatkan semua warga sekolah (Gysbers & Henderson, 2006).

2.3 Program Bimbingan & Konseling Komprehensif

(11)

mendampingi/membimbing perkembangan akademis, karier, personal, dan sosial siswa. Untuk dapat melaksanakan program BK dengan baik maka keterlibatan seluruh warga sekolah sangat diperlukan. Guru BK tidak bekerja sendiri dalam merencanakan dan melaksanakan program BK, mereka bekerja sama dengan guru BK yang lain, seluruh staf sekolah, orang tua, dan bahkan anggota masyarakat.

Program BK Komprehensif memiliki empat elemen, seperti yang tergambar di bawah ini:

Gambar 2.1

Elemen Program BK Komprehensif

Sumber: Gysbers & Henderson, 2006

(12)

seharusnya siswa kembangkan, dan sikap apa yang seharusnya terbentuk pada diri siswa setelah berpartisipasi dalam keseluruhan program BK. standar dan kompetensi siswa harus meliputi bidang akademik, karier, pribadi, dan sosial siswa.

Elemen kedua adalah kerangka organisasi: struktur, kegiatan, dan waktu. Komponen struktural meliputi definisi, asumsi, dan rasionalisasi. Definisi yang dimaksud adalah definisi tentang program BK menurut daerah/sekolah tertentu. Program BK antara satu sekolah dengan sekolah yang lain berbeda, untuk itu tiap sekolah/daerah seharusnya memiliki definisi tersendiri mengenai program mereka masing-masing. Asumsi merupakan pernyataan-pernyataan mengenai kondisi tertentu dari siswa, staf, dan program terkini. Contoh asumsi mengenai siswa adalah bahwa setiap siswa di sekolah kami memiliki akses yang merata terhadap program BK; asumsi mengenai staf adalah guru BK yang profesional sangat penting bagi sekolah; dan asumsi mengenai program adalah tujuan penting dari program BK adalah untuk membantu siswa sukses dalam bidang akademis. Rasionalisasi fokus pada alasan-alasan mengapa siswa perlu memperoleh kompetensi BK dan memiliki akses terhadap bimbingan yang disediakan dari program.

(13)

kebutuhan siswa dan kegiatan yang terstruktur yang dapat dilaksanakan di dalam kelas ataupun di lingkungan sekolah (di luar kelas). Perencanaan Individual menyediakan kegiatan dan layanan BK untuk membimbing semua siswa dalam merencanakan, memonitor, dan mengelola perkembangan akademik, karier, personal, dan sosial siswa. Perencanaan Individual diimplementasikan melalui strategi penilaian individual, konseling individual, perencanaan peralihan, dan tindak lanjut.

(14)

Komponen alokasi waktu menyajikan alokasi waktu yang disarankan untuk didistribusikan oleh guru BK dalam menjalankan komponen program. Untuk program BK SLTA, disarankan 15-25 % waktu guru digunakan untuk layanan dasar, 25-35% digunakan untuk perencanaan individu, 25-35 % digunakan untuk layanan responsif, dan 10-15% digunakan untuk dukungan sistem. Distribusi waktu tersebut seharusnya berdampak pada semakin minimnya kegiatan yang dilakukan oleh guru BK yang merupakan kegiatan non-BK. alokasi waktu tersebut tidak bersifat mengikat tetapi disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah masing-masing. Elemen yang ketiga adalah elemen sumber. Elemen sumber meliputi sumber personel yang fokus pada kompetensi guru BK dan staf; sumber keuangan yang mengatur alokasi anggaran program BK; dan sumber politik yang berisikan kebijakan dari sekolah atau dinas pendidikan.

(15)

berdampak pada perkembangan akademik, karier, pribadi, dan sosial siswa.

2.4 Alasan Tidak Dilaksanakannya Evaluasi Program Bimbingan & Konseling

Evaluasi merupakan kegiatan yang masih tidak umum di kalangan guru BK (Badrujaman, 2011; Cheramie & Sutter dalam Brown & Trusty, 1993) karena guru BK jarang, bahkan tidak pernah, melakukan evaluasi terhadap programnya. Shertzer & Stone (1981) mengemukakan tujuh kesulitan yang dihadapi guru BK dalam mengevaluasi program BK:

a. Kekurangan waktu

Guru BK merasa kekurangan waktu sehingga tidak sempat melakukan evaluasi, alasan ini dikemukakan oleh Trevisan & Hubert dalam Brown & Trusty (2005). Evaluasi yang mungkin bisa dilakukan adalah evaluasi non formal yang biasanya tidak akurat. Tekanan dalam melaksanakan tugas-tugas yang ada membuat guru BK mengabaikan kegiatan evaluasi (Gysbers & Henderson, 2006). Guru BK terlibat hampir di semua aspek operasional sekolah (Murray, 1995). Hal ini diperburuk dengan guru BK yang terkadang kurang menyadari siapa mereka, apa yang harus mereka lakukan di sekolah, dan seperti apa kebutuhan sekolah terhadap mereka (Gray & McCollum, 2003).

(16)

Mutu Pendidik & Tenaga Kependidikan, 2009). Guru BK membantu perkembangan pendidikan, karier, personal, dan sosial siswa yang dilayani dalam layanan orientasi, informasi, penempatan & penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan/kelompok, bimbingan perorangan/kelompok, konsultasi, dan mediasi. Tetapi kebanyakan kerangka organisasi (sekolah) menempatkan BK sekolah sebagai tempat layanan dengan sederet daftar tugas sehingga sering terjadi guru BK menerima tugas-tugas yang bukan tugas-tugas BK karena tugas-tugas-tugas-tugas tersebut dianggap sebagai pelayanan kepada seseorang, seperti melayani pendaftaran siswa baru atau mengatur perubahan jadwal.

Gysbers & Henderson (2006) menyarankan prosentase pendistribusian waktu bagi guru BK dalam melaksanakan program sebagai berikut: 15% - 25% untuk kurikulum bimbingan, 25% – 35% untuk perencanaan individu, 25% - 35% untuk layanan responsif, 15% - 20% untuk dukungan sistem, dan 0% untuk kegiatan dan layanan non bimbingan. Artinya, guru BK seharusnya sesedikit mungkin melaksanakan tugas-tugas yang berada di luar area bimbingan dan konseling.

b.Kurangnya pelatihan mengenai penelitian dan evaluasi

(17)

melakukan evaluasi. Instrumen tersebut dapat diperoleh dengan membuat sendiri atau mengadaptasi dari instrumen-instrumen yang sudah ada untuk disesuaikan dengan kebutuhan sekolah (Gysbers & Henderson, 2006). Rendahnya pengetahuan guru BK mengenai instrumen evaluasi ini semakin menguat dengan tidak tersedianya training bagi mereka. Guru BK bukannya tidak bersedia mengevaluasi, mereka menunjukkan minat untuk mengevaluasi program mereka secara formal dan detail tetapi mereka membutuhkan pelatihan mengenai prosedur evaluasi program (Astramovich, Coker, Hoskins, 2005).

c. Perilaku manusia tidak mudah diukur

Instrumen dan metode pengukuran pada area personaliti, sikap, dan motivasi seringkali mengalami hambatan. Hasil yang dicapai dari bimbingan kepada siswa tidak dapat didefinisikan atau diukur secara tepat karena berhubungan dengan perkembangan kepribadian sehingga instrumen yang tepat atau setidaknya mendekati ketepatan kurang dipahami guru BK. Evaluator membutuhkan teknik atau alat yang mampu membuat mereka tidak subyektif dalam mengevaluasi.

d. Terbatasnya data sekolah tentang siswa untuk kepentingan evaluasi

(18)

budaya, seperti etnisitas, keluarga asal, dan komunitas asal. Data-data tersebut penting untuk dimiliki sejak awal siswa masuk sekolah karena akan sangat berguna ketika evaluasi program BK dilaksanakan. Selain itu, setiap guru BK harus mampu menunjukkan data yang konkret dan dapat diukur mengenai hasil kerja mereka dengan siswa sehingga stakeholder bisa melihat dengan jelas pentingnya berpartisipasi dalam program BK (Dahir & Stone, 2003).

Sayangnya data mengenai siswa yang dikumpulkan oleh sekolah biasanya hanya bersifat administratif, berbeda dengan data yang dikumpulkan untuk keperluan evaluasi. Hal ini menyebabkan kesulitan saat melakukan evaluasi yang valid dan reliabel.

e. Dana

Masih menjadi anggapan umum bahwa riset, termasuk di antaranya evaluasi, merupakan hal yang mewah dan membutuhkan banyak dana, sehingga anggaran untuk melakukan evaluasi program seringkali ditiadakan. Administrator sekolah juga tidak cukup memiliki keyakinan mengenai nilai dari hasil evaluasi sehingga alokasi dana lebih sering digunakan untuk hal lain.

f. Kesulitan menemukan kelompok kontrol

(19)

longitudinal menjadi alternatif yang lebih akurat meskipun akan lebih menguras dana dan waktu.

g. Kesulitan menentukan kriteria

Kriteria adalah standar yang dipilih untuk tujuan perbandingan untuk menentukan jika terjadi perubahan. Kriteria yang menjadi patokan dalam mengevaluasi masih bersifat subyektif, dalam arti masih berupa pendapat dan penafsiran pembimbing (Winkel & Hastuti, 2004). Menentukan standar siswa dalam program BK harus mempertimbangkan pengetahuan apa yang seharusnya siswa peroleh, ketrampilan apa yang seharusnya siswa kembangkan, dan sikap apa yang seharusnya terbentuk pada siswa setelah berpartisipasi dalam program BK (Gysbers & Henderson, 2006). Karena pada akhir program standar siswa harus diukur tingkat pencapaiannya, maka standar sejak awal harus dirancang sedemikian sehingga bisa diukur pada akhirnya, tanpa lepas dari visi, misi, dan tujuan program BK itu sendiri.

(20)

kegiatan, (6) penetapan personel yang akan melaksanakan kegiatan, (7) persiapan fasilitas dan biaya, dan (8) perkiraan tentang hambatan yang akan ditemui dan upaya untuk mengatasi hambatan tersebut. Berdasarkan kedua pendapat tersebut di atas maka dari ketujuh alasan yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone mengapa evaluasi program BK tidak terlaksana, terdapat dua alasan yang tidak digunakan dalam penelitian ini, yaitu alasan c (perilaku manusia tidak mudah diukur) dan alasan f (kesulitan menemukan kelompok kontrol).

Ketujuh alasan yang dikemukakan oleh Shertzer & Stone tersebut meliputi alasan tidak terlaksananya evaluasi muai dari perencanaan, pelaksanaan hingga hasil. Mengukur perilaku manusia dan kebutuhan akan kelompok kontrol merupakan aspek yang lebih tepat jika digunakan dalam evaluasi hasil program BK, bukan perencanaan program BK. Karena ranah penelitian ini hanya berada pada evaluasi perencanaan program BK maka alasan c dan f tersebut tidak digunakan untuk analisis data.

2.5 Penelitian yang Relevan

(21)

sementara penulis menggunakan Exploratory Factor Analysis (EFA). Asumsinya adalah bahwa burnout yang dialami oleh guru BK dalam penelitian Moyer dapat mengakibatkan guru BK tidak melaksanakan evaluasi program BK. Karena menggunakan CFA maka Moyer terlebih dahulu harus menyajikan variabel-variabel prediktor, dan Moyer menggunakan variabel kegiatan non-BK, supervisi, dan rasio guru BK : siswa. Dalam salah satu item skala sikap, peneliti juga menggunakan kegiatan non-BK sebagai instrumen untuk mengumpulkan data. Untuk variabel kegiatan non-BK, responden diminta untuk memberikan respon mengenai jumlah waktu dalam seminggu yang mereka habiskan untuk melakukan kegiatan non-BK. Untuk variabel supervisi, responden diminta mengindikasikan berapa banyak kegiatan supervisi dilakukan dalam sebulan dan untuk variabel rasio guru BK:siswa, responden diminta melaporkan berapa banyak siswa yang dibimbing oleh seorang guru BK.

Hasil penelitian Moyer (2011) menunjukkan bahwa kegiatan non-BK yang dilakukan oleh guru BK menjadi faktor paling besar yang mempengaruhi burnout guru BK dan diikuti oleh faktor supervisi. Hasil menunjukkan bahwa semakin banyak guru BK melakukan kegiatan non-BK, semakin tinggi tingkat burnout mereka dan semakin sering supervisi dilakukan, semakin tinggi tingkat burnout mereka.

Gambar

Gambar 2.1 Elemen Program BK Komprehensif

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini hendaknya guru BK dapat menggunakan konseling kelompok untuk meningkatkan kematangan karir siswa, karena hal ini sangat

Aspek-aspek dalam perencanaan pendidikan homeschooling Destiny Institute meliputi visi, misi, tujuan dan rencana kerja sekolah. Visi dan misi yang dibuat di

- Tujuan bimbingan kelompok adalah diperoleh informasi dan pemahaman baru dari topik yang dibahas, upaya mengembangkan potensi kepribadian seperti berani mengemukakan

Hasil dari penelitian ini yaitu: (1) Perencanaan kurikulum sekolah dilakukan sesuai dengan kebutuhan sekolah sekarang dan akan datang, (2) pelaksanaannya media

Ada perubahan perilaku beberapa teman saya, namun ada juga yang motivasi belajarnya tidak baik, sebaiknya ada pendampingan dari sekolah, program BK ini bisa

Penelitian ini bertujuan mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi BK - FKIP - UKSW Angkatan

Bagi Dosen BK, penulis dapat memberikan saran untuk lebih banyak memberikan layanan serta pembelajaran kaitannya dengan menangani kecemasan dalam bidang pribadi-sosial

1) Berdasarkan penelitian yang dilakukan, apabila pihak sekolah terutama guru BK menghadapi gejala atau menemukan permasalahan mengenai kebutuhan karir peseta