1 ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM
HEMATOIMUNOLOGI dr. Dina Tri Amalia, dr. Anggi Setiorini
A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Hematoimunologi
B. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit hematoimunologi dengan baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi
Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden
Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
Mahasiswa dapat melakukan cross check
Mahasiswa dapat bersikap netral
Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis.
C. ALAT DAN BAHAN
2
Pasien Simulasi
Meja dan kursi periksa
D. SKENARIO
Seorang pasien perempuan berumur 15 tahun, datang ke praktek anda dengan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang sejak 2 minggu yang lalu. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
E. DASAR TEORI
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis. Termasuk di dalam alloanamnesis adalah semua keterangan dari dokter yang merujuk, catatan rekaman medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri.
Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang tepat pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci dan spesifik sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.
3 Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit hematoimunologi, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit hematoimunologi:
1. Gejala sistemik, berupa:
- Berat badan menurun 10% dalam waktu 6 bulan
- Demam tinggi 380C selama ±1minggu tanpa sebab yang jelas - Keringat malam
- Pembesaran kelenjar getah bening
2. Anemia. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu:
Gejala umum anemia.
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendenging (tinitus), mata berkunang- kunang, kaki terasa dingin sesak napas, dan dispepsia.
Gejala khas masing-masing anemia. Gejala ini khas untuk masing-masing jenis anemia. Sebagai contoh:
anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku sendok (koilonychia)
anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12
anemia hemolitik : ikterus, splenomegali, dan hepatomegali
anemia aplastik : perdarahan dan tanda – tanda infeksi
Gejala penyakit dasar
Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis reumatoid.
4 3. Keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring)
F. PROSEDUR
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.
Kesalahan identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika, maupun hukum. Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:
Nama lengkap pasien
Umur atau tanggal lahir
Jenis kelamin
Golongan darah
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Suku bangsa
Agama.
Dalam penyakit hematoimunologi, anamnesis mengenai usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal penting untung ditanyakan. Karena hal – hal tersebut menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi variasi kadar hemoglobin dan eritrosit suatu pasien.
5 2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi masalah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa, bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut:
1. Waktu dan lama keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus- menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang 3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah
6 4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan 7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan.
Berikut adalah beberapa faktor resiko penyakit hematoimunologi antara lain:
Riwayat penggunaan obat (misalnya : fenilbutazon, senyawa sulfur, antikonvulsan, NSAID, dll)
Riwayat terpapar bahan-bahan toksik seperti radiasi, obat-obatan atau senyawa kimia tertentu (ex : benzena)
Asupan nutrisi tidak adekuat : vegetarian, diet yang tidak seimbang (sering pada peminum alkohol, usia belasan tahun, beberapa bayi), makanan banyak serat, rendah vitamin C dan rendah daging,dll.
Keperluan yang meningkat : kehamilan, bayi, prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, keganasan peningkatan hematopoiesis (anemia hemolitik kronik), hemolisis, dan lain sebagainya
Malabsorbsi : akibat neoplasma, obat-obatan (fenitoin, kolkisin, neomisin, dll), enteritis, gastrektomi, dan lain sebagainya.
Adanya perdarahan menahun yang dapat berasal dari:
saluran cerna : akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, infeksi cacing tambang dll
saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia
saluran kemih : hematuria
saluran napas : hempotoe
7 9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita
keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial.
4. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Obat -obatan yang pernah diminum oleh pasien juga harus ditanyakan, termasuk pengobatan dengan steroid, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi, dan riwayat imunisasi. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran.
6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Perlu juga ditanyakan apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang (Narkoba). Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Anamnesis juga
8 mengenai lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, ventilasi, jamban, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.
Anamnesis mengenai pola diet/ kebiasaan makan dan minum sehari-hari pasien juga penting ditanyakan.
Pasien dengan asupan nutrisi yang tidak mencukupi seperti seseorang yang sedang menjalani diet ketat, vegetarian, ataupun peminum alkohol, memiliki resiko terjadinya defisiensi kobalamin dan asam folat. Hal ini menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Buku Panduan Skill Lab FK UGM. Yogyakarta
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II.
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta
H. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan penyakit yang berhubungan dengan sistem hematoimunologi seperti anemia, alergi obat, reaksi hipersensitivitas, kejadian ikutan paska imunisasi (KIPI), dll.
I. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT TERKAIT SISTEM HEMATOIMUNOLOGI
No Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Mengucapkan salam pada awal wawancara 2 Mempersilakan duduk berhadapan 3 Memperkenalkan diri
9
4
Informed
menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien
5
Consent
Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
6
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), golongan darah, alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi
tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang 7 a. Menanyakan keluhan utama
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama 8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
9
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang
waktu dan lama
sifat
lokalisasi dan penyebaran
hubungan dengan waktu dan aktifitas
keluhan yang mendahului dan menyertai serangan
keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
faktor resiko dan pencetus serangan
riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
perkembangan penyakit
upaya pengobatan & hasilnya
10
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya, adanya riwayat operasi, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat -obatan yang pernah diminum, riwayat transfusi, riwyat imunisasi, dan riwayat pemeriksaan medis yang pernah dilakukan sebelumnya).
11
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga)
12
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, aktifitas, anamnesis mengenai lingkungan tempat tinggal pasien)
ITEM PENALARAN KLINIS
10
13 Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien)
14 Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi 18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
11 Pemeriksaan Limfe/ Kelenjar Getah Bening (KGB)
dr. Fajriani Damhuri
1. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan limfe/ kelenjar getah bening (KGB) 2. Tujuan
1. Mahasiswa mampu melakukan persiapan pemeriksaan kelenjar getah bening 2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kelenjar getah bening
3. Level Kompetensi
Keterampilan Level Of Expexcted Ability
Palpasi kelenjar limfe -1- -2- -3- -4-
4. Alat dan Bahan 1. Model seluruh badan 2. Alkohol gliserin 3. Tissue
5. Skenario
Seorang anak usia 7 tahun datang dengan keluhan lemas dan pucat. Keluahan sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan demam yang tidak teralu tinggi, nafsu makan berkurang yang menyebabkan berat badan berkurang. Keluhan mual dirasakan dan merasa perut terdapat benjolan. Pasien juga mengeluhkan sering memar bila terbentur sesuatu. Bial menggosok gigi pasien mengeluhkan gusi sering berdarah. Pasien juga mersakan ada benjolan d leher, ketiak, dan selangkangan. Pasien belum pernah berobat. Keluhan serupa tidak ada pada keluarga pasien
12 6. Dasar teori / Rujukan
Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub: bawah;mandibula:rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.
Gambar 1. Kelenjar getah bening kepala dan leher
Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KBG itu sendiri seperti limfosit,
13 sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).
Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.
Saluran Limfe
Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan batang saluran kanan. Ductus thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di depan vertebra lumbalis. Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax menyimpang ke sebelah kiri kolumna vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena besar di sebelah bawah kiri leher dan menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu.
Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian yang menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan).
Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari sebelah kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Sewaktu suatu infeksi pembuluh limfe dan kelenjar dapat meradang, yang tampak pada pembengkakan kelenjar yang sakit atau lipat paha dalam hal sebuah jari tangan atau jari kaki terkena infeksi.
14 Gambar 2. Aliran limfe (sumber : www.australiancolonhealth.com)
Fungsi
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.
3. Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah.
Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.
4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan penyebaran organism itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian lain tubuh.
15 5. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk
melindungi tubuh terhadap kelanjutan infeksi.
7. Prosedur
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening :
1. Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari oksipital, posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular, submental, superficial servical, deep servikal, posterior servikal, supraklavikular, axillary, dan inguinal. Pemeriksaan dengan menngunakan tiga jari.
2. KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
Ukuran : normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan abnormal)
Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan
Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
3. Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya, atau keras biasanya menandakan keganasan
16 8. Daftar Pustaka
Anonim. 2007. Skills Lab Jilid 8 Tahun Akademik 2007/2008. Clinical Skill’s Laboratory. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Szilagy, Peter G. 2002. Bate’s guide to phsycal examination. McGraw-Hill.
Lymphatic Drainage in Body. Akses from :
http://www.australiancolonhealth.com.2Fmanual-lymphatic-drainage.
9. Evaluasi
CHECK LIST PEMERIKSAAN KELENJAR GETAH BENING N
o Prosedur/ Aspek Latihan Umpan Balik
ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN 1 Mengucapkan salam pada awal wawancara 2 Mempersilakan duduk berhadapan 3 Memperkenalkan diri
4
Informed
menjelaskan kepentingan pemeriksaan fisik guna mengetahui tentang sakit pasien
5 Consent
Meminta waktu & ijin untuk melakukan pemeriksaan fisik ITEM PROSEDURAL
6
Pemeriksaan secara sistematis kelenjar getah bening mulai dari oksipital, posterior auricular, pre auricular, parotid, submandibular, submental, superficial servical, deep servikal, posterior servikal, supraklavikular, axillary, dan inguinal. Pemeriksaan dengan menngunakan tiga jari.
7 Catat ukuran, jumlah, mobilitas, nyeri tekan, dan konsistensi bila teraba perbesaran kelenjar
8 Bila besar ukuran kurang dari 5 mm, terpisah, dapat digerakkan, dan tidak hangat biasanya normal pada area kepala
9 Pada area servikal dan inguinal, nodul berukuran 1 cm normal pada anak sampai usia 12 tahun
10 Bila terdapat nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan
11
Konsistensi : keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan pada proses infeksi, fluktuatif mengarahkan telah terjadnya abses
12
Penempelan/bergerombol : beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat diakibtakan karena tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.
17
13 Bila nodul tumbuh dengan cepat, menempel ke jaringan di bawahnya, atau keras biasanya menandakan keganasan
ITEM PROFESIONALISME 14 Cuci tangan WHO
15 Melakukan dengan penuh percaya diri 16 Melakukan dengan kesalahan minimal
18 ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM
GENITOURINARIA
dr. Dina Tri Amalia, dr. Fajriani Damhuri A. TEMA :
Keterampilan Komunikasi Anamnesis Penyakit Genitourinaria B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan instruksional umum
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis penyakit genitourinaria dengan baik dan benar
2. Tujuan instruksional khusus
Mahasiswa dapat mengawali dan mengakhiri anamnesis secara urut
Mahasiswa mengucapkan salam pembuka di awal dan penutup di akhir
Mahasiswa dapat menggali informasi dengan detail, namun relevan dengan permasalahan terutama masalah penyakit hematoimunologi
Mahasiswa dapat menunjukkan penampilan yang baik
Mahasiswa dapat menjaga suasana proses anamnesis yang baik
Mahasiswa dapat memahami dan menggunakan bahasa yang dipahami responden
Mahasiswa dapat menghindari sikap interogasi
Mahasiswa dapat melakukan cross check
Mahasiswa dapat bersikap netral
Mahasiswa dapat melaksanakan umpan balik
Mahasiswa dapat mencatat hasil anamnesis dengan jelas serta menyimpulkan hasil anamnesis.
C. ALAT DAN BAHAN
Pasien Simulasi
Meja dan kursi periksa
D. SKENARIO
Seorang pasien laki - laki berumur 67 tahun, datang ke praktek anda dengan susah buang air kecil sejak 1 bulan terakhir. Lakukan anamnesis pada pasien tersebut.
19 E. DASAR TEORI
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut sebagai autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orangtua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, yang disebut sebagai alloanamnesis.
Dalam melakukan anamnesis, pemeriksa harus berupaya agar tercipta suasana yang kondusif agar orangtua, pengantar, atau pasiennya dapat mengemukakan keadaan pasien dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan.
Anamnesis biasanya dilakukan dengan wawancara secara tatap muka, dan keberhasilannya untuk sebagian besar tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Dalam melakukan anamnesis, diperlukan teknik komunikasi dengan rasa empati yang tinggi dan teknik komunikasi itu terdiri atas komunikasi verbal dan non verbal yang harus diperhatikan. Kemudian rahasia harus dipegang kuat karena pasien datang dengan rasa kepercayaan. Bila anamnesis dilakukan dengan baik maka lebih kurang 70% diagnosis penyakit sudah dapat ditegakkan.
Dalam penyakit genitourinaria, pasien datang ke dokter mungkin dengan keluhan : (1) sistemik yang merupakan penyulit dari kelainan urologi, antara lain gagal ginjal (malaise, pucat) atau demam disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis dan (2) lokal (urologi) antara lain nyeri akibat kelainan urogenital, keluhan miksi, disfungsi seksual, atau infertilitas.
Berikut akan kita bahas beberapa keluhan yang disebabkan oleh penyakit genitourinaria, sehingga diharapkan dengan teknik anamnesis yang baik dapat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit tersebut:
a. Nyeri
Nyeri yang disebabkan oleh kelainan yang terdapat pada organ urogenitalia dirasakan sebagai nyeri lokal yaitu nyeri yang dirasakan di sekitar organ itu sendiri, atau berupa referred pain yaitu nyeri yang dirasakan jauh dari tempat organ yang sakit. Sebagai contoh nyeri lokal pada kelainan ginjal dapat dirasakan di daerah sudut kostovertebra dan nyeri akibat kolik ureter yang dirasakan hingga ke daerah inguinal, testis, dan ke tungkai bawah. Di bidang urologi banyak dijumpai bermacam-macam nyeri yang dikeluhkan oleh pasien sewaktu datang ke tempat praktek, yaitu:
Nyeri ginjal : akibat regangan kapsul ginjal yang terjadi karena pielonefritis akut yang menimbulkan edema, obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan hidronefrosis, atau tumor ginjal.
20
Nyeri kolik : akibat spasme otot polos ureter karena gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu, bekuan darah, dan lainnya. Nyeri terasa sangat sakit, hilang timbul sesuai dengan gerakan peristaltik ureter.
Pertama-tama dirasakan di daerah sudut kostovertebra kemudian menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Tidak jarang nyeri kolik diikuti dengan keluhan pada organ pencernaan seperti mual dan muntah
Nyeri vesika : dirasakan di daerah suprasimfisis. Terjadi akibat overdistensi buli-buli yang mengalami retensi urine atau terdapat inflamasi pad buli-buli. Inflamasi buli dirasakan sebagai perasaan kurang nyaman di daerah suprapubik. Nyeri muncul ketika buli terisi penuh dan nyeri berkurang pada saat selesai miksi. Tidak jarang pasien sistitis merasa nyeri yang sangat hebat seperti ditusuk-tusuk pada akhir miksi dan kadang kala disertai dengan hematuri.
Nyeri prostat : umumnya disebabkan inflamasi yang mengakibatkan edema kelenjar prostat dan distensi kapsul prostat. Lokasi nyeri akibat inflamasi ini sulit untuk ditentukan tetapi pada umumnya dapat dirasakan pada abdomen bawah, inguinal, perineal, lumbosakral, atau nyeri rektum.
Sering diikuti dengan keluhan miksi berupa frekuensi, disuria, bahkan retensi urine.
Nyeri testis / epididimis : nyeri pada daerah kantong skrotum dapat berasal dari nyeri akibat kelainan di kantong skrotum (nyeri primer) atau nyeri (refered pain) yang berasal dari organ di luar kantong skrotum.
Nyeri testis dirasakan hingga ke daerah abdomen sehingga dikacaukan dengan nyeri karena kelainan organ abdominal. Begitu pula nyeri akibat inflamasi pada ginjal dan inguinal, seringkali dirasakan di daerah skrotum. Nyeri tumpul di sekitar testis dapat disebabkan karena varikokel, hidrokel, maupun tumor testis.
Nyeri penis : dirasakan pada daerah penis yang sedang tidak ereksi (flaksid) biasanya merupakan referred pain dari inflamasi pada mukosa buli-buli atau uretra, yang terutama dirasakan pada meatus uretra eksternum. Selain itu parafimosis dan keradangan pada prepusium maupun glans penis memberikan rasa nyeri yang terasa pada ujung penis.
Nyeri yang terjadi pada saat ereksi mungkin akibat penyakit Peyronie atau priapismus.
21 b. Keluhan miksi
Keluhan yang dirasakan oleh pasien pada saat miksi meliputi Lower urinary tract symptoms (LUTS) dan inkontinentia urine. LUTS menjadi keluhan kira- kira 40 % orang tua. Gejalanya dibagi menjadi 2 yaitu gejala iritatif dan gejala obstruksi. Gejala LUTS dapat kita jumpai pada penyakit Benign Prostattic Hyperplasia (BPH), kelemahan otot detrusor, infeksi saluran kencing (ISK), prostatitis, batu pada saluran kencing, keganasan prostat atau keganasan bulu- buli, penyakit neurologik (multiple sklerosis, spinal cord injury, cauda equina syndrome).
Berikut akan dijelaskan keluhan yang dirasakan pasien pada saat miksi, yaitu:
Keluhan iritasi meliputi:
Urgensi: rasa sangat ingin kencing sehingga terasa sakit. Akibat hiperititabilitas dan hiperaktivitas buli karena inflamasi, terdapat benda asing di dalam buli, adanya obstruksi intravesika atau karena kelainan buli nerogen.
Frekuensi atau polakisuria : frekuensi berkemih lebih dari normal. Setiap hari orang normal rata – rata berkemih sebanyak 5 hingga 6 kali dengan volume kurang lebih 300 ml setiap miksi. Akibat poliuria atau karena kapasitas buli yang menurun sehingga sewaktu buli terisi pada volume yang belum mencapai kapasitasnya, rangsangan miksi sudah terjadi.
Nokturia : polakisuria yang terjadi pada malam hari. Pada pasien usia tua tidak jarang terjadi peningkatan produksi urine pada malam hari karena kegagalan ginjal melakukan konsentrasi (pemekatan urine).
Disuria : nyeri saat miksi dan terutama disebabkan karena inflamasi pada buli-buli atau uretra. Sering nyeri dirasakan paling sakit di sekitar meatus uretra eksternus. Disuria yang terjadi di awal miksi biasanya berasal dari kelainan utetra dan jika terjadi pada akhir miksi adalah kelainan pada buli-buli.
Keluhan obstruksi meliputi:
Hesitansi : awal keluarnya urine menjadi lebih lama dan seringkali pasien harus mengejan untuk memulai miksi.
Pancaran keluarnya urine lemah, tidak jauh dan kecil (bahkan urine jatuh di dekat kaki pasien)
Intermitensi : di pertengahan miksi seringkali miksi berhenti kemudian memancar lagi / miksi terputus-putus
22
Terminal dribbling : miksi diakhiri dengan perasaan masih terasa ada sisa urine di dalam buli (BAK tidak puas) dengan masih keluar tetesan – tetesan urine
Enuresis : ketidakmampuan menahan miksi
Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan seseorang untuk menahan miksi yang keluar dari buli –buli baik disadari maupun tidak disadari.
c. Keluhan perubahan warna urine
Hematuria
Hematuria adalah didapatkannya darah atau sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu dibedakan dengan bloody urethral discharge atau perdarahan uretra yaitu keluar darah dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi. Porsi hematuria yang keluar perlu diperhatikan apakah terjadi pada saat awal miksi (hematuria inisial), seluruh proses miksi (hematuria total) atau akhir miksi (hematuria terminal). Dengan memperhatikan porsi hematuria yang keluar dapat diperkirakan asal perdarahan. Hematuri dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih tetapi mulai dari infeksi hingga keganasan saluran kemih.
Pneumaturia
Pneumaturia adalah berkemih tercampur dengan udara. Keadaan ini dapat terjadi karena terdapat fistula antara buli dengan usus, atau terdapat proses fermentasi glukosa menjadi gas CO2 di dalam urine seperti pada pasien diabetes melitus.
Hematospermia/hemospermia : didapatkannya darah di dalam cairan ejakulat (semen). Biasanya dialami oleh pasien pubertas dan paling banyak usia 30-40 tahun.
Cloudy urine : urine berwarna keruh dan berbau busuk akibat akibat dari suatu infeksi saluran kemih. Keluarnya cairan dari uretra pada laki-laki adalah yang paling banyak menimbulkan keluhan urologi. Oranisme penyebab yang paling sering adalah Neisseria gonorrhoeaea atau Chlamydia trachomatis. Cairan yang keluar disertai rasa terbakar saat miksi atau rasa gatal pada uretra.
Selain akibat infeksi, pasien juga sering mengeluhkan urine yang berwarna keruh, tetapi ini lebih sering terjadi karena alkalin, yang
23 menyebabkan presipitasi fosfat. Urinalisis yang tepat akan memperlihatanya penyebab dari kekeruhan tersebut.
Pergerakan aliran limfatik atau chyle, ditandai pada pasien dengan urine putih susu. Hal tersebut menujukkan sistem fistula limfatik-urinari.
Sebagian besar disebabkan oleh obstruksi kelenjar limfe ginjal, dengan pecahnya forniceal dan rembesan. Filariasis, trauma, tuberkulosa, dan tumor retroperitoneal dapat menyebabkan masalah ini.
d. Massa
Pasien mungkin memberitahu adanya massa yang terlihat dan teraba pada perut bagian atas yang mungkin menunjukkan tumor ginjal, hidronefrosis, atau polikistik ginjal. Pembesaran kelenjar limfe pada leher mungkin menunjukkan adanya metastase tumor dari prostat atau testis. Benjolan pada selangkangan dapat menandakan adanya penyebaran tumor dari penis atau limfadenitis, chancroid, sifilis, atau limfogranuloma venerum. Keluhan massa pada skrotum dan isinya meliputi buah zakar membesar, terdapat bentukan berkelok kelok seperti cacing di dalam kantong (varikokel), atau buah zakar yang tidak berada di dalam kantong skrotum (kriptorkismus). Pembesaran pada buah zakar mungkin disebabkan oleh tumor testis, hidrokel, spermatokel, hematokel atau hernia skrotalis.
e. Keluhan disfungsi seksual: meliputi libido menurun, kekuatan ereksi menurun, disfungsi ereksi, ejakulasi retrograd (air mani tidak keluar pada saat ejakulasi), tidak pernah merasakan orgasmus atau ejakulasi dini.
f. Luka yang terdapat pada glans penis atau leher penis mungkin menunjukkan adanya luka sifilis, chancroid, herpes simpleks, atau karsinoma sel skuamosa.
Tampak kelainan berupa kutil pada penis.
F. PROSEDUR
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, anamnesis sistem, riwayat penyakit dalam keluarga, dan riwayat pribadi.
1. Identitas Pasien
Identitas pasien merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis.
Identitas diperlukan untuk memastikan bahwa pasien yang dihadapi adalah
24 memang benar pasien yang dimaksud, selain itu juga diperlukan untuk data penelitian , asuransi, dan lain sebagainya.
Identitas meliputi:
Nama lengkap pasien
Umur atau tanggal lahir
Jenis kelamin
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
Suku bangsa
Agama.
Usia dan jenis kelamin penting ditanyakan untuk kerentanan penyakit yang berkaitan dengan usia dan jenis kelamin tertentu, contohnya BPH. Riwayat pekerjaan juga penting untuk menganalisis risiko penyakit. Misalnya supir, mempunyai risiko terkena penyakit batu karena duduk secara statis dan dalam waktu yang lama.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang dirasakan pasien yang membawanya pergi ke dokter untuk berobat. Keluhan utama sangat dibutuhkan dalam mengumpulan informasi masalah. Bahkan untuk pasien yang datang hanya untuk sekedar pemeriksaan rutin. Perlu diketahui bahwa keluhan utama tidak selalu keluhan yang pertama disampaikan oleh orangtua pasien; hal ini terutama pada orangtua yang pendidikannya rendah, yang kurang dapat mengemukakan esensi masalah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama, sampai pasien datang berobat. Pasien diminta menceritakan gejala-gejala yang muncul dengan kata-katanya sendiri. Informasi tambahan tentang keluhan pasien dapat diperoleh dengan mengajukan pertanyaan yang spesifik. Riwayat perjalanan penyakit disusun dalam bahasa Indonesia yang baik sesuai dengan apa yang diceritakan pasien, tidak boleh menggunakan bahasa kedokteran, apalagi melakukan interpretasi dari apa yang dikatakan oleh pasien. Dalam mewawancarai pasien gunakanlah kalimat terbuka (kata tanya apa, mengapa,
25 bagaimana, bilamana), bukan kalimat tertutup/ kata tanya yang mendesak sehingga pasien hanya dapat ya dan tidak, kecuali bila akan memperjelas sesuatu yang kurang jelas.
Dalam melakukan anamnesis , harus diusahakan mendapatkan data-data sebagai berikut:
1. Waktu dan lama keluhan berlangsung
2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus- menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat atau berkurang 3. Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar, atau berpindah-pindah 4. Hubungan dengan waktu, misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan
sore, atau terus-menerus tidak mengenal waktu
5. Hubungannya dengan aktifitas, misalnya bertambah berat jika melakukan aktifitas, atau bertambah ringan jika beristirahat.
6. Keluhan-keluhan lain yang menyertai serangan, misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluahan lain yang bersamaan dengan serangan 7. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang
8. Faktor risiko dan pencetus serangan , termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan.
9. Apakah ada saudara sedarah , atau teman-teman dekat yang menderita keluhan yang sama
10. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa
11. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi keluhan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum oleh pasien, juga tidakan medis yang dilakukan (riwayat pengobatan kuratif maupun preventif) 12. Apabila ada gejala LUTS tanyakan gejala iritatif dan gejala obstruksi.
Gejala obstruksi : Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas, menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan menahan miksi (enuresis). Gejala iritatif : frekuensi (meningkatnya frekuensi miksi), nokturi (meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi (sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil), disuria (nyeri saat miksi).
Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan diagnosis diferensial.
26 4. Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang. Tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, operasi, riwayat alergi obat dan makanan. Bila pasien pernah melakukan berbagai pemeriksaan medis, maka harus dicatat dengan seksama, termasuk hasilnya.
5. Riwayat penyakit dalam keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial , atau penyakit infeksi. Pada penyakit kongenital perlu ditanya juga riwayat kehamilan dan kelahiran.
6. Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan.
Kebiasaan pasien yang juga harus ditanyakan adalah riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang ( Narkoba).
Merokok juga bisa menjadi faktor risiko BPH. Nokturia dapat terjadi tanpa adanya penyakit pada orang yang minum dalam jumlah cairan yang berlebihan di malam hari, minum kopi dan minuman beralkohol.
Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila mencurigai terjadi infeksi saluran kencing. Diet sehari-hari bagaimana, bila mencurigai batu ginjal kita dapat memperkirakan jenis batu tersebut. Aktifitas dan olahraga juga ditanyakan untuk faktor risiko penyakit batu.
G. DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2001. Buku Panduan skill Lab FK UGM. Yogyakarta
Anonim.2007.Buku Panduan Skill Lab FK Unpad.Bandung
Datta, Mirpuri.2003.Crassh Course Renal and Urinary Systems.London
Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar- Dasar Urologi Edisi Kedua. CV.Sagung seto : Jakarta
Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I dan Jilid II.
Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Jakarta H. TUGAS MAHASISWA
1) Masing-masing mahasiswa membuat anamnesis pasien dengan keluhan penyakit yang berhubungan dengan sistem genitourinaria misalnya BPH,
27 infeksi saluran kemih, GNAPS, batu saluran kemih, gonorhoe, tumor buli-buli, ca prostat, dll.
2) Anamnesis yang telah dibuat akan menjadi sumber latihan anamnesis pada pertemuan kedua
I. CEK LIST LATIHAN : ANAMNESIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISTEM GENITOURINARIA
N
o Prosedur/ Aspek Latihan Umpan
Balik ITEM INTERAKSI DOKTER-PASIEN
1 Mengucapkan salam pada awal wawancara 2 Mempersilakan duduk berhadapan 3 Memperkenalkan diri
4
Informed
menjelaskan kepentingan penggalian informasi yang benar tentang sakit pasien
5
Consent
Meminta waktu & ijin untuk melakukan alloanamnesis jika diperlukan
ITEM PROSEDURAL
6
Menanyakan identitas pasien :
Nama , Umur , jenis kelamin (dicatat saja tidak perlu ditanyakan), alamat lengkap, pekerjaan, agama dan suku bangsa
Pastikan menggali identitas tidak terkesan interogasi tidak harus berurutan dicari lengkap, boleh diselang-seling saat anamnesis berlangsung
Menanyakan Riwayat Penyakit Sekarang 7 a. Menanyakan keluhan utama
Cross cek, dan Pastikan Keluhan Utama 8 b. Menanyakan keluhan lain/ tambahan
9
c. Menggali informasi tentang riwayat penyakit sekarang
waktu dan lama
sifat
lokalisasi dan penyebaran
hubungan dengan waktu dan aktifitas
keluhan yang mendahului dan menyertai serangan
keluhan muncul pertama kali/ sudah berulang
faktor resiko dan pencetus serangan
riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
perkembangan penyakit
upaya pengobatan & hasilnya
Apabila ada keluhan mikturisi, tanyakan gejala :
Gejala obstruksi :
28
Hesitansi (kesulitan untuk memulai berkemih), pancaran miksi lemah, intermitensi (miksi yang terputus-putus), miksi tidak puas, menetes setelah miksi (terminal dribbling), ketidakmampuan menahan miksi (enuresis).
Gejala iritatif :
Frekuensi (meningkatnya frekuensi miksi), nokturi (meningkatnya pengeluaran urin saat malam hari), urgensi (sebuah keinginan yang kuat tiba-tiba untuk buang air kecil), disuria (nyeri saat miksi).
Perubahan warna urine : berdarah, berawan, atau bening
Pernah keluar batu atau tidak 10
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (menanyakan riwayat penyakit yang pernah di derita sebelumnya, adakah riwayat operasi, riwayat trauma, riwayat alergi obat dan makanan, riwayat obat-obatan yang pernah dikonsumsi
11
Menanyakan riwayat penyakit dalam keluarga
(riwayat penyakit herediter, familial, atau penyakit infeksi dalam keluarga)
12
Menggali informasi tentang riwayat Pribadi
(riwayat merokok, minuman alkohol, dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, pola diet/ kebiasaan makan dan minum, aktifitas dan olahraga. Bila ada indikasi, riwayat perkawinan dan kebiasaan seksualnya harus ditanyakan. Kebiasaan berganti-ganti pasangan bila mencurigai terjadi infeksi saluran kencing.
ITEM PENALARAN KLINIS
13 Melakukan cross check (paraphrase atau pengulangan terhadap apa yang dikatakan pasien)
14 Melakukan umpan balik (menanyakan hal-hal yang kurang jelas, atau pertanyaan yang kurang jelas).
15 Mencatat semua hasil anamnesis
16 Menyimpulkan dan menginterpretasikan hasil anamnesis ITEM PROFESIONALISME
17 Percaya diri, bersikap empati, tidak menginterogasi, serta menghormati pasien.
18 Mengakhiri anamnesis dengan sikap yang baik
29 PEMERIKSAAN FISIK SISTEM UROGENITAL PRIA, COLOK DUBUR DAN
PENGAMBIILAN SPESIMEN URETRA
dr. Hanna Mutiara. dr. Exsa Hadibrata, dr. Dina TA, dr. Anggi S
A. Tema Pembelajaran
Keterampilan pemeriksaan fisik sistem urogenital pria, pemeriksaan colok dubur dan pengambilan spesimen uretra
B. Tujuan
Setelah mempelajari CSL ini, diharapkan mahasiswa mampu melakukan:
persiapan sebelum melakukan pemeriksaan fisik urogenital pria
pemeriksaan fisik ginjal
pemeriksaan fisik suprapubik
pemeriksaan fisik penis
fisik skrotum dan isinya
pemeriksaan colok dubur
pengambilan spesimen uretra
C. Level Kompetensi
No Jenis Kompetensi Level Kompetensi
1 Inspection of penis 1 2 3 4
2 Inspection and palpation of scrotum 1 2 3 4
3 Palpation of penis, testes, epididymis spermatic duct 1 2 3 4
4 Transillumination of scrotum 1 2 3 4
5 Palpation (abdominal wall, kidney, colon, liver, spleen,
aorta, rigidity) 1 2 3 4
6 Rectal Examination 1 2 3 4
7 Palpation Of Prostate 1 2 3 4
8 Milking urethra 1 2 3 4
30 D. Alat dan Bahan
1. Handscoen
2. Manekin genitalia pria 3. Senter
4. Handscoen 5. Jelly
6. Manekin Prostat 7. Sabun cair 8. Air mengalir 9. Larutan antiseptik 10. Lap atau tissue 11. Tempat sampah medis 12. Kaca objek
13. Swab steril 14. Kassa steril
15. Label, alat tulis, spidol
E. Skenario
Saat Anda sedang jaga di klinik Unila, datanglah pasien untuk berobat dengan anda. Pasien pertama, laki-laki, 70 tahun, mengeluh susah BAB sejak 1 minggu yang lalu. Anda lalu melakukan pemeriksaan fisik sistem urogenita pria dan colok dubur untuk menegakkan diagnosa pada pasien ini. Pasien kedua, laki- laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan BAK bernanah sejak 2 hari yang lalu.
Anda lalu melakukakan prosedur pengambilan spesimen uretra dengan metode milking untuk menegakkan diagnosa.
31 F. Dasar Teori
PEMERIKSAAN UROGENITALIA PRIA
Pemeriksaan fisik pasien meliputi pemeriksaan tentang keadaan umum pasien dan pemeriksaan urologi. Seringkali kelainan-kelainan di bidang urologi memberikan manifestasi penyakit umum (sistemik) atau tidak jarang pasien-pasien urologi kebetulan menderita penyakit lain. Adanya hipertensi mungkin merupakan tanda dari kelainan ginjal, edema tungkai satu sisi mungkin akibat obstruksi pembuluh vena karena penekanan tumor buli-buli atau karsinoma prostat, dan ginekomasti mungkin ada hubungannya dengan karsinoma testis. Semua keadaan di atas mengharuskan dokter untuk memeriksa keadaan umum pasien secara menyeluruh. Pada pemeriksaan urologi harus diperhatikan setiap organ mulai dari pemeriksaan ginjal, buli-buli, genitalia eksterna dan pemeriksaan neurologi.
1. Pemeriksaan ginjal
Adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas harus diperhatikan pada saat melakukan inspeksi pada daerah ini. Pembesaran itu mungkin disebabkan oleh karena hidronefrosis atau tumor pada daerah retroperitonium.
Palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakkan di sudut kostovertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
Gambar 1. Palpasi bimanual ginjal
32 Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kostovertebra (yaitu sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal, mungkin teraba pada palpasi dan terasa nyeri pada perkusi.
2. Pemeriksaan buli-buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan parut bekas irisan operasi di suprasimfisis. Massa di daerah suprasimfisis mungkin merupakan tumor ganas buli-buli yang terisi penuh dari suatu retensi urune. Dengan palpasi dan perkusi dapat ditentukan batas atas buli-buli.
3. Pemeriksaan genitalia eksterna
Pada inspeksi genitalia eksterna diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/uretra antara lain : mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus uretra eksterna, fimosis/parafimosis, fistel uretro kutan, dan ulkus/tumor penis. Striktura uretra anterior yang berat menyebabkan fibrosis korpus spongiosum yang teraba pada palpasi di sebelah vebtral penis, berupa jaringan keras yang dikenal dengan spongiofibrosis.
Jaringan keras yang teraba pada korpus kavernosum penis mungkin suatu penyakit pyrone.
4. Pemeriksaan skrotum dan isinya
Perhatikan apakah ada pembesaran pada skrotum, perasaan nyeri pada saat diraba, atau ada hipoplasi kulit skrotum yang sering dijumpai pada kriptokosmus. Untuk membedakan antara massa padat dan massa kistus yang terdapat pada isi skrotum, dilakukan pada tempat yang gelap dan menyinari
33 skrotum dengan cahaya terang. Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif.
5. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan neurologi ditujukan untu mencari kemungkinan adanya kelainan neurologik yang mengakibatkan kelainan pada sistem urogenitalia.
Seperti pada lesi motor neuron atau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab buli-buli nerogen.
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pemeriksaan ini menimbulkan rasa sakit dan menyebabkan kontraksi sfingter ani sehingga dapat menyulitkan pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dijelaskan teelebih dahulu kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan dilakukan, agar pasien dapat bekerja sama dalam pemeriksaan ini. Pada pemiriksaan colok dubur dinilai :
a. Tonus sfingter ani dan refleks bulbokavernosus
b. Mencari kemungkinan adanya massa di dalam lumen rektum c. Menilai prostat.
Penilaian refleks bulbokavernosus dilakukan dengan cara merasakan jepitan pada sfingter ani pada jari akibat rangsangan sakit yang kita berikan pada glans penis atau klitoris.
Gambar 1. Pemeriksaan colok dubur
34
Gambar 2. Posisi pemeriksaan colok dubur : a. Posisi litotomi, b. Posisi left lateral decubitus, c & d. Posisi knee chest, e & f posisi membeungkuk
Pada wanita yang sudah berkeluarga selain pemeriksaan colok dubur, perlu juga diperiksa colok vagina guna melihat kemungkinan adanya kelainan di dalam alat kelamin wanita, antara lain : massa di serviks, darah di vagina, atau massa di buli-buli.
Indikasi dilakukannya colok dubur antara lain a. Retentio urine
b. Aliran urine berkurang, nocturia, urine menetes (dribbling)
c. Pemeriksaan untuk menilai traktus gastrointestinalis (Rectal Toucher) Pada Hipertophy prostat benigna (BPH) biasanya pembesarannya bilateral, teraba elastis seperti karet dan permukaan mukosa rectum licin. Pada carcinoma teraba benjolan seperti batu dan bernodul-nodul, dan pembesaran unilateral. Pada prostatitis akut kelenjar membesar dan terba lunak, tegang dan sangat sensitif terhadap tekanan (nyeri tekan).
PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA (METODE MILKING)
Pasien laki-laki yang datang dengan keluhan duh tubuh uretra dan atau nyeri pada saat buang air kecil agar diperiksa dahulu ada tidaknya duh tubuh. Bilamana tidak
35 tampak duh tubuh agar dilakukan teknik milking. Teknik milking merupakan suatu cara pengambilan spesimen/ sekret uretra dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra. Setelah itu baru dilakukan pengolesan duh tubuh pada objek glass untuk dilakukan pemeriksaan. Bila duh tubuh masih belum terlihat setelah dilakukan teknik milking, maka pasien dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa. Dalam pelaksanaan prosedur milking sebaiknya pemeriksa didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain. Sebelum melakukan pengambilan spesimen duh tubuh uretra, lakukan dahulu pemeriksaan fisik terhadap pasien. Kemudian beri penjelasan lebih dulu kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia dan sekitarnya, pemeriksa harus selalu menggunakan sarung tangan. Jangan lupa mencuci tangan sebelum dan sesudah memeriksa.
Pasien harus membuka pakaian dalamnya agar dapat dilakukan pemeriksaan genitalia (pada keadaan tertentu, kadang–kadang pasien harus membuka seluruh pakaiannya secara bertahap).
Pemeriksaan pasien laki-laki dapat dilakukan sambil duduk/ berdiri.
Hal – hal yang harus dilakukan pada pemeriksaan fisik yaitu:
Perhatikan daerah penis, dari pangkal sampai ujung, serta daerah skrotum
Perhatikan adakah duh tubuh, pembengkakan, luka/lecet atau lesi lain
Lakukan inspeksi dan palpasi pada daerah genitalia, perineum, anus dan sekitarnya.
Jangan lupa memeriksa daerah inguinal untuk mengetahui pembesaran kelenjar getah bening setempat (regional)
Bilamana tersedia fasilitas laboratorium, sekaligus dilakukan pengambilan bahan pemeriksaan.
Pada pasien pria dengan gejala duh tubuh genitalia disarankan untuk tidak berkemih selama 1 jam (3 jam lebih baik) sebelum pemeriksaan.
G. PROSEDUR
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan duduk.
Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum pada pasien atau keluarganya tentang pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya untuk pasien. Berikan jaminan pada pasien atau keluarganya tentang kerahasian hasil pemeriksaan
36 fisik yang dilakukan. Jelaskan pada pasien tentang hak pasien atau keluarganya misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik.
3. Mintalah persetujuan pasien untuk pemeriksaan fisik (inform consent)
4. Cuci tangan, persiapan alat, persiapan pasien dan pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan di tempat ruangan yang tenang dan cahaya yang cukup terang.
Perawat sebaiknya mendamping dokter selama pemeriksaan. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien.
5. Pemeriksaan Perut
A. Pemeriksaan regio costo-vertebralis
Pemeriksaan dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan biasa dilakukan adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position), dilihat dari depan dan belakang
Inspeksi :
Perhatikan tanda radang hebat, trauma (luka lecet/gores), benjolan di RCV/lateral abdomen yg ikut gerak nafas(tumor).
Palpasi :
a. Pemeriksaan posisi baring, 1 tangan di costo-vertebralis dan satu tangan didepan dinding perut. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi. Ginjal kanan lebih rendah, kadang teraba "ballotement" pada inspirasi maksimal.
b.Periksa adanya nyeri saat palpasi dan konsistensi ginjal Perkusi
a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dinding perut). Lihat perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness) dinding lateral abdomen.(perdarahan pd kasus trauma ginjal)
b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidak berubah dgn perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah sesuai dengan perubahan posisi
37 Auskultasi
Pemeriksaan dengan steteskop : terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada stenosis atau aneurysma arteri renalis
Transilluminasi
Terutama anak< 1thn dgn massa besar di supra pubis atau RCV Gunakan senter pada sisi massa di kamar gelap.
Tes transluminasi (+) → kista ginjal atau hydronefrosis dgn cairan transparant. Transluminasi tes (+) seperti pada hydrocele
B. Pemeriksaan Supra Pubik Inspeksi :
Normal : kosong atau volume < 150 cc → tidak teraba/terlihat a. Lihat penonjolan yg bulat antara sympisis os pubis dan
umbilikus → buli-buli penuh
b. Benjolan tidak teratur di supra pubis --> tumor buli-buli besar
Palpasi
a. Nyeri tekan supra pubis → sistitis
b.Tumor buli-buli, uterus, ovarium yg besar dan seminoma teraba di supra pubis
c. Urin sisa yg banyak → teraba dengan colok dubur bimanual
Perkusi
a. Buli-buli kosong → tidak dapat diidentifikasi dgn perkusi.
b. Pekak (dullness) di supra pubis → isi buli-buli > 150 cc atau atau kista ovarium pada wanita
38 6. Pemeriksaan Genitalia Eksterna Pria
A. Penis Inspeksi :
a. Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal
b. Apakah sudah disirkumsisi atau belum. Bila belum perhatikalah preputium
Preputium terlalu panjang, biasa pd hipospadia → dorsal hood.
Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tdk dapat dapat ditarik ke belakang melewati glans penis→ phymosis.
Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang corona glandis dan tidak segera direposisi kembali → paraphymosis
39 https://online.epocrates.com
c. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan ;
Glans penis
Periksa apakah ada Herpes progenitalis (Virus Herpes tipe 2), Radang glans penis : balanitis
Meatus uretra
o irritasi kronis pada meatus → Erythro-plasma of Queyrat o Condyloma acuminata = verruca acuminata
o Urethral discharge. Cairan yang keluar dari meatus urethra : Nanah (urethritis), darah (ruptura urethra, corpus alienum, batu, tumor urethra)
o Sulcus coronarius
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar ( sifilis primer), tumor (ca. penis), Condylomata acuminata
Letak meatus uretra
40 Hipospadia ada 3 tipe : Anterior, middle, dan posterior
Epispadia: meatus urethra terletak di dorsum penis.
Fistel urethra akibat peri urethritis atau trauma.
Hypoplasia of the penis (micro penis) adalah penis yang tidak berkembang (tetap kecil)
Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah ventral (chordae)
Palpasi :
Diraba seluruh penis mulai dari preputium,glans dan batang penis serta urethra.
o Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah preputium pada glans penis atau sulcus caronarius.
o Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur uretra.
o Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-scrotalis
41 B. Skrotum & Isinya
Inspeksi
a. Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
b. Lihat abses, fistel, udema, ganggren (skrotum tegang, kemerahan, nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa, basah → ganggren, ca srotum
c. Lihat pembesaran scrotum :
Orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum udem, merah.
Ca testis: skrotum besar berbenjol, tak ada tanda radang & tdk nyeri.
Hydrocele testicularis: kantong hydrocele seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba.
Hydrocele funicularis : kantong hydrocele berada di funikulus, yaitu terletak di sebelah kranial testis.
Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk ke dalam rongga abdomen ketika berbaring.
Varicocele: gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-kelok sepanjang skrotum, menghilang bila berbaring.
Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak kebiruan ada bekas trauma
Torsi testis : testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis kontralateral.
Palpasi
a. Raba jumlah testis, monorchidism / anorchidism, kriptokismus uni/bilateral.
Testis teraba keras sekali tidak nyeri tekan → seminoma
Hydrocele → testis tdk teraba, fluktuasi, tes transluminasi (+)
Hernia skrotalis → teraba usus/massa dr skrotum sampai kanalis inguinalis.
42
Varicocele → seperti meraba cacing dlm kantung yang berada di sebelah cranial testis (big of worm).
Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut nyeri akan berkurang, sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada. (Prehn's sign).
b. Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam skrotum.
Tidak teraba → agenesis vas deferens Transluminasi
Jika isi skrotum tampak menerawang berarti cairan kistus dikatakan sebagai transluminasi positif atau diafanoskopi positif.
7. Pemeriksaan Colok Dubur A. Persiapan
i. Mintalah pasien untuk buang air kecil, bila tidak dapat, lakukan ii. Kateterisasi. Atur posisi penderita dengan posisi lithotomi, kemudian
pasang sarung tangan dan oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant.
B. Lakukan inspeksi pada perineum dengan memisahkan kedua bokong (otot gluteus) dengan tangan kiri. Nilailah kulit sekitar perineum seperti tanda inflamasi, sinus pilonidal, fistula ani, prolaps rectum dan hemorrhoid. Masukkan jari telunjuk secara perlahan ke orificium anal (perineum) dan tekan secara perlahan untuk merelaksasikan spinkter ani eksterna.
C. Selanjutnya masukkan telunjuk sampai mencapai ampulla rectum, sambil menilai semua bagian rectum untuk menilai adanya massa atau tekanan pada daerah rectum kemudian pertahankan bagian ventral telunjuk menghadap ke dinding anterior rectum.
43 D. Doronglah telunjuk menuju jam 12, dan rasakan alur median yang memisahkan 2 kelenjar prostat, teruskan sampai mencapai bagian teratas prostat (pole atas) saat alur median menghilang. Bila telunjuk diteruskan ke atas, maka di tiap sisi midline dapat dicapai vesica seminalis yang dalam keadaan normal tidak teraba.
E. Nilailah permukaan prostat (halus atau bernodul), konsistensinya (kenyal, keras, halus), bentuknya, ukurannya (normal, membesar, atrofi), sensitifitas terhadap tekanan (nyeri atau tidak), mobilitas atau terfiksasi.
F. Setelah selesai, keluarkan jari dan berilah pasien tissue untuk membersihkan dirinya.
8. Pengambilan Spesimen Uretra Metode Milking 1) Senyum, salam dan sapa
2) Memberi tahu dan menjelaskan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan. Lakukan informed consent.
3) Menyiapkan alat dan bahan
4) Buat lingkaran pada objek glass dengan spidol lalu beri label 5) Cuci tangan WHO
6) Menggunakan handschoen sebelum melakukan tindakan
7) Pasien diminta untuk melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan diminta untuk tidur terlentang.
8) Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium ke arah pangkal.
9) Dengan pinset bersihkan glans penis dengan kain kasa steril yang dibasahi air garam fisiologis steril. Buang kain kasa bekas pakai ke dalam tempat sampah medis.
10) Periksa terlebih dahulu ada tidaknya duh tubuh pada pasien.
11) Bila terdapat duh tubuh uretra, maka pelan-pelan masukkanlah swab steril ke dalam orifisium uretra eksterna sampai kedalaman 1-2 cm, putar swab 1800 searah jarum jam. Kemudian sambil memutar, tarik keluar swab secara perlahan-lahan.
12) Oleskan duh tubuh pada swab secara melingkar ke atas kaca obyek yang sudah disiapkan. Biarkan di atas meja hingga mengering.
44 13) Bila tidak tampak duh tubuh, dapat dilakukan teknik milking terlebih dahulu dengan cara melakukan pengurutan uretra mulai dari pangkal penis ke arah muara uretra sampai keluar cairan sekretnya. Bila masih belum terlihat, dianjurkan untuk tidak kencing sekurang-kurangnya 3 jam sebelum diperiksa.
14) Minta pasien untuk memakai celananya kembali.
15) Sampel siap diperiksa.
16) Lepas handschoen, buang pada tempat sampah medis, cuci tangan WHO kembali.
H. Daftar Pustaka
a. Purnomo B, Basuki. 2007. Dasar-Dasar Urologi. FK Unibraw : CV Sagung Seto.
b. Emil A, Tanagho et all. Smith’s General Urology 16th Edition. Mc Graw-Hill, 2004
c. Degown RL and Brown DD : DeGowin’s Diagnostic Examination, 7th edition.McGraw-Hill, 2000
d. Swartz MH : Textbook of Physical Diagnosis, Hystory and Examination, 5th edition, Elsevier, 2006
e. https://online.epocrates.com/data_dx/reg/765/img/765-2-iline.gif
Ceklist Pemeriksaan
No Aspek Penilaian Umpan
Balik
I INTERPERSONAL
1 Senyum, salam dan sapa 2 Informed consent
II PROSEDURAL
3 Persiapan alat, cuci tangan WHO, pasang handscoen
A PEMERIKSAAN PERUT
A.1 Pemeriksaan regio costovertebralis 4 Inspeksi
5 Palpasi 6 Perkusi 7 Auskultasi 8 Transluminasi
A.2 Pemeriksaan Suprapubis 9 Inspeksi
10 Palpasi 11 Perkusi
45
B PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA
B.1 Pemeriksaan Penis 13 Inspeksi
14 Palpasi
B.2 Pemeriksaan Skrotum dan Isinya 15 Inspeksi
16 Palpasi 17 Transluminasi
C PEMERIKSAAN COLOK DUBUR
18 Mintalah pasien mengosongkan kandung kencing 19 Persiapan alat, cuci tangan, pasang handscoen 20 Posisikan pasien dalam posisi litotomi
21 Lakukan inspeksi daerah perineum dan anus, perhatikan apakah ada tanda-tanda hemorrhoid atau penonjolan/nodul, fistel (fisura ani) atau ada bekas operasi
22 Oleskan jari telunjuk yang bersarung tangan dengan lubricant
23 Masukkan jari telunjuk ke anus, perlahan-lahan sentuhlah spinkter ani dan mintalah pasien untuk bernapas seperti biasa, sambil menilai tonus spinkter ani tersebut. Tangan yang satu berada di atas suprapubis dan tekanlah ke arah vesica urinaria. (Bila vesica urinaria kosong, maka kedua ujung jari dapat bertemu (terasa)
24 Doronglah jari telunjuk ke arah dalam anus sambil menilai ampulla dan dinding rectum apakah dalam keadaan kosong/ada massa feses, terdapat tumor/hemorrhoid, atau adanya batu urethra (pars prostatica).
25 Tempatkanlah jari telunjuk pada jam 12, untuk meraba kelenjar prostat pada posisi lithothomi. (Kelenjar prostat teraba pada posisi jam 12.)
26 Raba massa tersebut, dan nilai hal-hal berikut:
1) Permukaannya atau keadaan mucosa rektum pada prostate,
2) Pembesarannya : pole atas bisa/tidak teraba dan penonjolannya kedalam rectum,
3) Konsistensi : kenyal, keras, atau lembut, 4) Simetris atau tidak,
5) Berbenjol-benjol atau tidak, 6) Terfiksir atau tidak, 7) Nyeri tekan atau tidak,
8) Adanya krepitasi (batu prostat) atau tidak
27 Keluarkan jari tangan dengan sedikit melengkungkan ujung jari, dan periksalah apakah ada darah, lendir dan feses pada sarung tangan
28 Melepas sarung tangan, cuci tangan
D PROSEDUR PENGAMBILAN SPESIMEN URETRA