3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, di mana hasil dari penelitian berhubungan erat dengan jumlah. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti akan melakukan penelitian dengan menghubungkan suatu masalah yang ingin diteliti terhadap sejumlah variable, di mana data variable tersebut akan didapat dengan mengumpulkan berbagai sample dan populasi yang berhubungan. Metode kuantitatif disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah–kaidah ilmiah, yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Selain itu, teknik pengambilan data yang dilakukan adalah metode kuesioner. Metode kuesioner digunakan untuk mendapatkan data dari tempat tertentu yang alamiah (bukan buatan), tetapi peneliti melakukan perlakuan dalam pengumpulan data.
(Sugiyono. 2008).
Dalam metode kuantitatif yang berlandaskan pada positivisme, realitas dipandang sebagai sesuatu yang konkrit, dapat diamati dengan panca indera, dapat dikategorikan menurut jenis, bentuk, warna, dan perilaku, tidak berubah, dapat diukur dan diverifikasi. Dengan demikian dalam penelitian kuantitatif, peneliti dapat menentukan hanya beberapa variabel saja dalam obyek yang diteliti, dan kemudian dapat membuat instrument untuk mengukurnya. Selain itu, hubungan peneliti dengan yang diteliti bersifat independen. Hal ini bertujuan agar terbangun obyektivitas. Hubungan variabel terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehinggadalam penelitiannya ada variabel independen dan dependen. Dari variabel tersebut selanjutnya dicari seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Sugiyono. 2008).
3.2 Gambaran Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono. 2007). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah masyarakat Surabaya dengan jumlah yang tidak terbatas.
3.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2007) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik non-probability purposive sampling, tujuan purposive sampling adalah mendapatkan sampel orang yang sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan sebelumnya. (Paul C. Cozby, Scott. Bates, 2012). Kriteria yang ditetapkan adalah pria dan wanita berumur 15-60 tahun, dengan asumsi bahwa masyarakat dengan usia tersebut sudah dapat melakukan keputusan konsumsi sendiri dan sesuai dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional bahwa usia produktif dimulai dari 15 tahun..
Penelitian ini menggunakan 10 kali dari jumlah structural path terarah pada particular latent construct pada structural model (Joe F. Hair, Christian M.
ringle, and Marko Sarstedt, 2011). Manifest variable pada penelitian ini adalah 9 sehingga dengan sample yang dibutuhkan adalah 90, tetapi sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 100.
3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang menggambarkan realita yang disimbolkan secara numerik (dengan angka-angka). Data kuantitatif yang digunakan diperoleh dari kuesioner.
3.3.2 Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 2 bagian, yaitu :
1. Sumber primer, yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber primer yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah kuesioner.
2. Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul. Misal lewat orang lain, atau lewat suatu dokumen. Sumber sekunder yang penulis gunakan pada penelitian ini adalah melalui jurnal, artikel internet.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah kuesioner untuk mengetahui data masyarakat Surabaya mengenai consumption behavior, saat sedang mengkonsumsi makanan. Pertanyaan kuesioner akan diberikan kepada masyarakat surabaya. Pemilihan 100 masyarakat di Surabaya yang akan diberi pertanyaan kuesioner untuk kepentingan pengumpulan data akan ditentukan secara purposive sampling. Pertanyaan dalam kuesioner didasari dengan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi consumption behavior masyarakat Surabaya. Kuesioner ini dibagikan pada tanggal 9 dan 10 November 2013 kepada 100 responden yang ada di Tunjungan Plaza, Surabaya.
3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Consumption norms
Consumption norms merupakan norma yang melekat pada nilai perilaku konsumen (Woersdorfer, 2010) sekaligus menjadi acuan seseorang saat orang tersebut melakukan konsumsi.
1. Usia yang lebih muda harus makan lebih banyak.
2. Orang yang gemuk tidak pilih-pilih makanan.
3. Pemahaman keluarga saya tidak boleh ada sisa makanan.
4. Saya lebih banyak mengalokasikan pendapatan saya untuk makan.
3.5.2 Eating Environment
Eating environment adalah keadaan lingkungan yang berhubungan dengan situasi mengkonsumsi makanan, tetapi tidal meliputi makanan. Hal-hal yang terkait dalam eating environment ini meliputi eating atmosphere, eating effort, dan eating distraction.
1. Eating atmosphere, pengaruh suasana lingkungan saat makan terhadap eating norms, duration of the meal, dan consumption volume.
Indikator empirik :
a. Tingkat pencahayaan terang, cukup, atau redup mempengaruhi perilaku konsumsi makan
b. Keberadaan live music mendukung selera makan c. Bau ruangan yang harum mendukung selera makan.
d. Suhu dingin menambah volume makan
2. Eating distractions, suatu kondisi di mana terdapat suatu gangguan atau intervensi pada saat seseorang sedang mengonsumsi makanan.
Indikator empirik :
a. Makan dengan menonton televisi mendorong makan lebih banyak 3. Eating effort, suatu usaha yang dilakukan saat akan atau sedang
mengonsumsi makanan.
Indikator empirik :
a. Besar alat makan mempengaruhi volume konsumsi
3.5.3 Meal Duration
Meal duration merupakan jangka waktu yang dibutuhkan oleh seseorang pada saat mengkonsumsi makanan yang dirasa memberikan pengaruh terhadap perilaku makan konsumen. Hal ini meliputi server speed dan party size.
1. Server speed, kecepatan pelayanan yang diberikan oleh pelayan restoran atau rumah makan untuk memenuhi kebutuhan konsumen
a. Kecepatan server mempengaruhi lama makan di restoran b. Pelayanan yang lambat membuat makan lebih lama
2. Party size, kondisi di mana jumlah orang yang makan bersama dalam satu grup atau komunitas akan memberikan efek terhadap perilaku makan konsumen.
a. Suka makan bersama-sama
b. Makan bersama akan makan lebih banyak
c. Saat bersama orang lain akan makan lebih banyak meski sudah makan d. Semakin lama di restaurant semakin banyak yang dikonsumsi.
3.5.4 Consumption behavior
Consumption behavior merupakan perilaku konsumsi yang dimiliki oleh seseorang. Perilaku konsumsi ini sendiri merupakan bagian dari perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari frekuensi, volume, dan motivasi dari penggunaan produk tersebut.
1. Frekuensi makan, menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi.
a. Keinginan pergi ke restoran selalu dipenuh
b. Suka berlama-lama di restoran yang sering dikunjungi
2. Volume makan, menggambarkan kuantitas produk yang digunakan oleh konsumen.
a. Semakin lama di restoran tersebut semakin banyak yang dimakan b. Lingkungan makan yang nyaman membuat makan lebih banyak c. Nafsu makan mendorong makan lebih banyak
3. Motivasi, alasan pemakaian produk yang dilakukan oleh konsumen.
a. Mencari restoran yang nyaman
b. Ingin berlama-lama di restoran tersebut c. Ingin makan makanan khas
d. Memenuhi rasa lapar
3.6 Teknik Analisa Data
Analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisa data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan
variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono. 2008, p.
147).
3.6.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberi kesempatan bagi peneliti untuk membuat pernyataan yang akurat akan data. Dua metode statistik yang digunakan. Central tendency digunakan untuk mengetahui data partisipan secara garis besar. Bisa juga menggunakan variability untuk mengetahui bagaimana luas distribusi akan data tersebar.
a. Central Tendency
Central Tendency memberi informasi mengenai bagaimana gambaran sampel secara umum atau rata-rata. Ada tiga ukuran dalam central tendency yaitu mean, median, dan modus.
Mean adalah jumlah penambahan semua nilai data dibagi dengan penjumlahan banyak jumlah data. Mean adalah indikator yang layak digunakan apabila nilai data diukur dalam interval atau skala rasio.
Median adalah nilai data yang membagi kelompok data menjadi dua.
Median antas digunakan saat nilai data ada pada skala ordinal, karena hanya digunakan untuk mengurutkan nilai data dan bisa juga digunakan untuk invertal dan skala rasio.
Mode atau modus adalah nilai data yang paling sering muncul. Modus layak digunakan untuk lmenggambarkan central tendency saat skala nominal digunakan. Modus tidak memperhitungkan nilai dari data itu sendiri tapi secara simpel memberi informasi nilai data mana yang paling sering muncul.
b. Variability
Variability adalah angka yang mengkarakterisasikan jumlah penyeberan dalam distribusi nilai data. Ukuran yang digunakan adalah standard deviation, variance, dan range.
Standard deviation disimbolkan dengan s adalah indikator rata-rata deviasi atas nilai data dari mean. Standard deviation ditemukan dengan menghidung variance terlebih dahulu. di mana standard deviation adalah akar dari variance.
Range adalah alat ukur variability yang paling simpel karena hanya merupakan pengurangan dari nilai data tertinggi dengan nilai data terkecil (Paul dan Scott 2012).
3.6.2. SEM (Structural Equation Modeling)
Structural equation modeling (SEM) adalah metode statistik yang lebih maju dengan seperangkat teknik untuk mengecek model yang menspesifikkan pada serangkaian hubungan di antara variabel menggunakan metode kuantitatif non-eksperimental. Model adalah pola hubungan yang diduga di antara seperangkat variabel. Model yang ditawarkan berdasarkan teori bagaimana variabel-variabel berhubungan satu sama lain. Setelah data dikumpulkan, metode statistik bisa diterapkan untuk mengecek sebagaimana tepatnya model yang ditawarkan dengan data yang sebenarnya. (Cozby & Bates. p,257)
Structural equation modelling adalah metode statistik yang digunakan ahli biologi, ekonom, dan peneliti di bidang pendidikan, peneliti pemasaran, peneliti ilmu medis, dan berbagai ilmuwan perilaku sosial. Alasan kenapa penggunaan SEM meliputi banyak bidang keilmuan dikarenakan SEM memberi peneliti metode yang komprehensif untuk menghitung dan mengetes teori. Faktor penting lainnya karena SEM secara eksplisit menghitung pengukuran kesalahan yang terjadi hampir pada semua disiplin ilmu dan memiliki latent variables.
Latent variables adalah konstruk teoritis atau hipotetis akan banyak kepentingan pada banyak ilmu. Biasanya, tidak ada metode operasional uuntuk mengukur latent variables atau cara yang tepat untuk menilai tingkat keberadaan.
Walaupun demikian, manifestasi sebuah konstruk dapat diobservasi dengan mencatat atau mengukur fitur-fitur yang spesifik akan sebuah kebiasaan pada serangkaian subjek pada lingkungan tertentu. Pencatatan atau pengukuran dari fitur akan sebuah perilaku biasanya didapatkan dengan menggunakan instrumentasi yang bersangkutan seperti test, skala, self-reports, inventarisasi, atau kuesioner. Setelah sebuah konstruk dinilai, structural equation modelling
bisa digunakan untuk menilai kewajaran pernyataan hipotetis tentang keterkaitan potensial di antara konstruk-konstruk sebagaimana hubungan konstruk-konstruk terhadap indikator atau langkah-langkah penilaian mereka. (Raykov, Tenko.;
Marcoulides, George A. p,1)
Sedangkan menurut Gefen, SEM adalah teknik untuk menspesifikkan, mengestimasi, dan mengevaluasi model hubungan linear diantara serangkaian variabel yang diobservasi.SEM mengandung observed variables (manifest atau measured) dan unobserved variables (underlying atau latent) yang bisa independent (exogenous) atau dependent (endogeneous) secara alami. Latent variables adalah konstruk hipotetis yang tidak bisa diukur secara langsung, dan pada SEM biasanya direpresentasikan dengan beberapa manifest variables yang berperan sebagai indikator yang mendasari sebuah konstruk. Model SEM adalah hipotesis akan sebuah pola hubungan linear diantara observed dan unobserved variables. Tujuan penggunaan SEM adalah menentukan apakah model awal valid, daripada untuk mencari model yang tepat. (Gefen et al., 2000).
Jadi SEM adalah sebuah metode penelitian yang digunakan untuk mengukur hubungan diantara variabel-variabel. Di mana terdapat latent variables dan manifest variables. Manifest variables adalah variabel yang dapat diukur, sedagkan latent varables adalah variabel yang tidak dapat diukur secara langsung dan direpresentasikan dengan manifest variables. Dalam penelitian ini menggunakan model formatif karena memandang indikator sebagai variabel yang mempengaruhi variabel laten, di mana bila ada salah satu indikator meningkat tidak harus diikuti dengan peningkatan indikator lainnya dalam satu konstruk, tapi jelas akan meningkatkan variabel latennya. Model formatif tidak mengasumsikan perlunya korelasi antar indikator.