• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. SMAN 2 Cibitung yang terletak di Jalan KH. Abdul Manan Kp. Sasak Bakar,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN. SMAN 2 Cibitung yang terletak di Jalan KH. Abdul Manan Kp. Sasak Bakar,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Menengah Atas (SMA) yang menjadi lokasi penelitian ini adalah SMAN 2 Cibitung yang terletak di Jalan KH. Abdul Manan Kp. Sasak Bakar, Kertamukti, Kec. Cibitung, Bekasi, Jawa Barat. Sekolah ini didirikan pada tanggal 3 Juni 2017 dengan status kepemilikan milik Pemerintah Daerah. Kegiatan belajar mengajar dimulai pukul 07.00-15.00 setiap hari. Penelitian ini dilakukan pada 139 responden siswa perempuan yang berusia 15-19 tahun dari siswa perempuan kelas X, XI, XII yang berjumlah total 208 siswa.

Peneliti memilih SMAN 2 Cibitung dikarenakan sekolah tersebut didirikan di tengah sawah dan minim lampu penerangan, sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan seksual di wilayah tersebut dan memungkinkan salah satu siswa SMAN 2 Cibitung menjadi korban kekerasan seksual.

5.1.2. Karakteristik Responden

Data karakteristik demografi yang disajikan dalam penelitian ini meliputi usia dan kelas. Karakteristik responden dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 5 1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan usia dan kelas

No Karakteristik Demografi Responden F %

1 Usia (tahun)

15 27 19,4

16 52 37,4

17 41 29,5

18 17 12,2

19 2 1,4

Total 139 100

2 Kelas

(2)

Tabel 5.1 menunjukkan distribusi responden berdasarkan karakteristik demografi pada 139 siswa. Data distribusi penelitian ini mayoritas responden berusia 16 tahun sebayak 52 siswa (37,4%) dan kelas 12 sebanyak 58 siswa (41,7%).

5.1.3. Deskripsi Variabel Penelitian 1. Faktor Pengetahuan

Tabel 5.2 Distribusi indikator variabel pengetahuan

Variabel yang diukur Kategori Frekuensi Persentase

Pengetahuan Kurang 67 48,2%

Cukup 31 22,3%

Baik 41 29,5%

TOTAL 139 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 48,2% siswa perempuan memiliki pengetahuan yang kurang yaitu memiliki skor ≤ 5, siswa yang memiliki pengetahuan yang cukup dengan skor 6-7 sebanyak 22,3% dan sebanyak 29,5% siswa memiliki pengetahuan yang baik yakni memiliki skor ≥ 8. Mayoritas responden memiliki pengetahuan yang kurang pada parameter tentang jenis kekerasan seksual (soal nomor 2, 3, 6, 7)

2. Faktor Sikap

Tabel 5.3 Distribusi indikator variabel sikap

Variabel yang diukur Kategori Frekuensi Persentase

Sikap Negatif 72 51,8%

Positif 67 48,2%

TOTAL 139 100%

10 32 23,0

11 49 35,3

12 58 41,7

Total 139 100

(3)

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebanyak 51,8% siswa perempuan memiliki sikap negatif dengan skor < 32 dan sebanyak 48,2% siswa perempuan memiliki sikap yang positif dengan skor > 32. Mayoritas responden memiliki sikap negatif pada parameter pencegahan kekerasan seksual pada remaja puteri (soal nomor 3, 6, 7, 10, 16).

3. Faktor Interaksi Teman Sebaya

Tabel 5.4 Distribusi indikator variabel interaksi teman sebaya

Variabel yang diukur Kategori Frekuensi Persentase

Interaksi Teman Sebaya Tinggi 59 42,4%

Sedang 24 17,3%

Rendah 56 40,3%

TOTAL 139 100%

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan sebanyak 42,4% siswa perempuan memiliki interaksi teman sebaya yang tinggi dengan skor > 30, siswa yang memiliki interaksi teman sebaya sedang dengan skor 20-30 sebanyak 17,3% dan sebanyak 40,3% siswa memiliki interaksi teman sebaya rendah dengan skor < 20. Mayoritas responden memiliki interaksi teman sebaya yang tinggi pada parameter sikap teman yang menjauh ketika responden tidak mau terlibat dalam perilaku seksual beresiko (soal nomor 5, 8, 9, 10)

4. Perilaku Mencegah Kekerasan Seksual

Tabel 5.5 Distribusi indikator variabel perilaku mencegah kekerasan seksual Variabel yang diukur Kategori Frekuensi Persentase

Perilaku Mencegah Kekerasan Seksual

Negatif 70 50,4%

Positif 69 49,6%

TOTAL 139 100%

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan sebanyak 50,4% siswa perempuan memiliki perilaku mencegah kekerasan seksual yang negatif dengan skor ≤ 7 dan sebanyak 49, 6% siswa memiliki perilaku mencegah kekerasan seksual yang positif

(4)

dengan skor > 7. Mayoritas responden memiliki perilaku mencegah kekerasan seksual negatif pada parameter afektif (soal nomor 1, 2, 3, 5, 7, 8, 9).

5.1.4. Analisis Hasil Uji Hipotesis

Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan pada variabel faktor pengetahuan, sikap, interaksi teman sebaya dengan perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri di SMAN 2 Cibitung, Kab. Bekasi maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5 6 Hasil Uji Hipotesis hubungan variabel pengetahuan, sikap, interaksi teman sebaya dengan perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri dengan 139 responden

Variabel Regresi

Koefisien Regresi (B)

S.E Wald dF Sig. Exp (B)

Keterangan

Pengetahuan .980 .371 6.969 1 .008 2.664 Signifikan Sikap 1.636 .633 6.689 1 .010 5.135 Signifikan Interaksi Teman Sebaya .901 .331 7.401 1 .007 2.461 Signifikan

Hasil yang diperoleh dari uji regresi logistic berganda pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa faktor pengetahuan (p=0.008), faktor sikap (p=0.010) dan faktor interaksi teman sebaya (p=0.007) memiliki hubungan signifikan (p<0.05) yang positif dengan perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri. Hal tersebut berarti responden yang memiliki pengetahuan yang baik serta memiliki sikap positif dan interaksi teman sebaya yang tinggi akan memiliki perilaku mencegah kekerasan seksual yang positif.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada remaja puteri kelas X, XI, XII SMAN 2 Cibitung Kabupaten Bekasi pada bulan Maret 2021 didapatkan hasil

(5)

bahwa jumlah siswa perempuan yang menjadi responden sebanyak 139 siswa.

Rentang usia siswa yaitu 15-19 tahun dengan siswa berusia 16 tahun lebih banyak yaitu 52 anak dan siswa kelas 12 sebanyak 58 anak. Setelah mendapatkan data dan melakukan analisis data maka didapatkan beberapa data yang akan dibahas dalam pembahasan.

5.2.1. Faktor Pengetahuan

Hasil penelitian ditemukan bahwa faktor pengetahuan memiliki nilai signifikansi (p=0.008), maka terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri SMAN 2 Cibitung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ayuny, 2017) bahwa Responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi akan memiliki sikap baik terhadap pelecehan seksual 4,4 kali lebih besar dari pada responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Pengetahuan faktor kekuatan terjadinya perubahan perilaku seseorang dan menjadi sumber landasan terbentuknya moral remaja sehingga dalam diri seseorang memiliki keselarasan yang terjadi antara pengetahuan dan sikap, dimana sikap terbentuk setelah terjadi proses tahu terlebih dahulu (Kesetyaningsih, Ana and Sri, 2015).

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Minarsih, 2018) juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat pengetahuan remaja dengan kejadian pelecehan seksual pada remaja puteri. Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu pengelihatan, penciuman, rasa dan raba.

Menurut Lawrence Green dalam (Nursalam, 2020) pengetahuan merupakan faktor predisposisi yang menentukan terbentuknya perilaku seseorang.

(6)

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih baik dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Rahma, 2018). Pengetahuan remaja tentang kekerasan seksual masih sangat kurang. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, situs porno di internet dan hal-hal lain yang akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang seks menjadi salah. Semakin baik pengetahuan remaja tentang kekerasan seksual maka semakin tinggi pula perilaku remaja dalam mencegah kekerasan seksual.

5.2.2. Faktor Sikap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sikap memiliki nilai signifikansi (p=0.010) berarti terdapat hubungan antara sikap remaja dengan perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri SMAN 2 Cibitung. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Minarsih, 2018) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan sikap remaja dengan kejadian pelecehan seksual pada remaja puteri, sebanyak 51,4% anak memiliki sikap negatif dan pernah mengalami pelecehan seksual. Sikap seorang remaja berperan dalam memberikan suatu impuls yang dianggap dapat memunculkan sugesti pelaku untuk melakukan pelecehan seksual. Notoatmojo (2010) menyatakan bahwa sikap merupakan suatu bentuk respon seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan seperti rasa senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik maupun tidak baik. Terbentuknya sikap dalam pencegahan pelecehan seksual dipengaruhi oleh adanya pengetahuan remaja mampu menghadapi dan mengantisipasi ketika pelecehan seksual itu terjadi.

(7)

Sikap menjadi faktor yang paling berhubungan dengan perilaku mencegah kekerasan seksual dikarenakan remaja yang memiliki sikap yang positif dalam mencegah kekerasan seksual akan memiliki perilaku yang positif dalam mencegah kekerasan seksual. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Rusmiati and Hastono, 2015) yang mengatakan bahwa remaja yang memiliki sikap negatif akan berpeluang 3,6 kali lebih tinggi untuk memiliki perilaku seksual berisiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif. Remaja yang memiliki sikap positif akan menghindari perilaku seksual yang berisiko dan sebaliknya, remaja yang memiliki sikap negative cenderung akan melakukan perilaku seksual beresiko.

5.2.3. Faktor Interaksi Teman Sebaya

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor interaksi teman sebaya memiliki hubungan signifikan yang positif terhadap perilaku mencegah kekerasan seksual pada remaja puteri dengan nilai signifikansi (p=0.007). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kosati, 2018) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara interaksi teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko pada remaja. Hal ini sesuai dengan teori teman sebaya yang dikemukakan oleh Santrock (2007) menyatakan bahwa teman sebaya merupakan remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Remaja cenderung memilih teman yang mempunyai kesamaan dalam minat dan nilai agar menciptakan rasa nyaman dalam berkomunikasi, saling mengerti satu sama lain, saling percaya dan terbuka terhadap berbagai masalah yang tidak dibicarakan dengan orang tua (Putri, Shaluhiyah and Prabamurti, 2017).

Penelitian lain menunjukkan bahwa interaksi teman sebaya berpengaruh terhadap pelecehan seksual pada remaja sebanyak (p=0.000) (Rahmadani and

(8)

Tianingrum, 2019). Remaja memiliki ikatan emosional yang kuat dengan teman sebayanya sehingga rasa solidaritas yang tinggi dalam pergaulan membuat remaja mudah terpengaruh oleh teman sebayanya (Sigalingging and Sianturi, 2019). Hal ini sesuai dengan pernyataan Eisenberg, Golberstein, & Whitlock (2014) bahwa teman sebaya cenderung berdampak besar dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Bentuk dukungan yang diberikan oleh teman sebaya berupa persepsi atau pemahaman karena adanya faktor konformitas dan ajakan secara langsung (Loke, Mak and Wu, 2016).

Masalah seks merupakan salah satu hal yang ingin diketahui oleh remaja.

Remaja yang sudah berkembang kematangan seksualnya, akan dapat mudah terjebak dalam masalah. Masalah yang dimaksud dalam hal ini terutama dapat terjadi apabila remaja tidak dapat mengendalikan perilaku seksualnya (Catursari, 2013). Keadaan tersebut muncul akibat adanya interaksi sosial di antara individu sosial dengan kelompok sebaya. Peran interaksi dengan kelompok sebaya tersebut dapat berupa imitasi, identifikasi, sugesti dan simpati (Zuwaily, 2014). Hal ini didukung dengan penelitian lain yang menyatakan bahwa peran teman sebaya dapat mempengaruhi remaja untuk mengambil keputusan mengenai perilaku seksual (Adhikari, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Upaya penyelesaian dalam perjanjian kerjasama jika terjadi sengketa dari penelitian yang telah dilakukan menerangkan bahwa dalam pasal 18 pada perjanjian tersebut telah diatur

Kesehatan, setelah dilakukan survey, dari sekitar 65 juta remaja usia 12-24 tahun, hanya 20,6 % yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV yang salah satu cara

Di sinilah kemudian awal dari terbentuknya apa yang disebut dualisme desa di Sidemen, yaitu Desa Dinas Sidemen (yang sejak akhir tahun 1990-an wilayahnya sudah

Mekanisme koordinasi antara Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank dilakukan dalam hal pembuatan peraturan dan pengawasan

Perbedaan dari ketiga video profile tersebut dengan Perancangan Video Profil sebagai Media Informasi Pada Lorin Solo Hotel adalah dilihat dari konsep video dengan

Penelitian ini mendasarkan pendapat dalam literatur analis keuangan yang fokus utamanya adalah pada book-tax differences dimana laba fiskal lebih besar dibanding laba akuntansi

Dilihat dari langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran terdiri dari 5 tahapan adalah peserta didik dibagi menjadi

Dari hasil pre tes yang diperoleh dalam siklus III ini, hanya ada beberapa siswa yang belum tuntas dalam kata lain nilai yang diperoleh siswa belum memenuhi