TERHADAP NILAI EKONOMIS TERNAK BABI PERANAKAN LANDRACE JANTAN
SKRIPSI
LIKO H. P HUTAGALUNG 070306032
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
SUBTITUSI DEDAK PADI DENGAN POD KAKAO (Theobroma Cacao L) FERMENTASI Rhizopus sp, Saccharomicyes sp dan Lactobacillus sp
TERHADAP NILAI EKONOMIS TERNAK BABI PERANAKAN LANDRACE JANTAN
SKRIPSI
LIKO H.P HUTAGALUNG 070306032
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012
TERHADAP NILAI EKONOMIS TERNAK BABI PERANAKAN LANDRACE JANTAN
SKRIPSI
Oleh :
LIKO H.P HUTAGALUNG 070306032
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERDITAS SUMATERA UTARA
2012
Judul : Subtitusi Dedak Padi Dengan Pod Kakao (theobroma Cacao L) Fermentasi Rhizopus Sp, Saccharomicyes Sp dan Lactobacillus Sp terhadap nilai ekonomis ternak Babi Peranakan Landrace Jantan.
Nama : Liko H. P Hutagalung
NIM : 070306032
Program Studi : Peternakan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Iskandar Sembiring, MM Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir.Ristika Handarini, MP Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal ACC :
LIKO H. P HUTAGALUNG., 2012 “Substitusi Dedak Padi dengan Pod Kakao (Theobrema cacao L) Fermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp terhadap Nilai Ekonomis Ternak Babi Peranakan Landrace jantan”, dibimbing oleh ISKANDAR SEMBIRING dan NURZAINAH GINTING.
Penelitian dilaksanakan di jalan Galang Kampung Baru desa Pasar Melintang Lubuk Pakam, pada bulan April 2012 sampai Juni 2012.
Tujuan penelititan ini adalah membuktikan kemampuan pod kakao fermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp menggantikan dedak padi terhadap nilai ekonomis ternak babi peranakan Landrace jantan yang dapat dilihat dari Total biaya produksi, Total hasil produksi, Laba-rugi, IOFC, B/C Ratio, BEP harga produksi dan BEP volume produksi.
Metode penelitian ini menggunakan 20 ekor babi jantan dengan rataan bobot badan awal 8,64 ± 5,88 kg dan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah P1 (pakan dengan 7,5% pod kakao fermentasi dan 17,5% dedak padi dalam ransum), P2 (pakan dengan 10% pod kakao fermentasi dan 15% dedak padi dalam ransum), P3 (pakan dengan 12,5% pod kakao fermentasi dan 12,5% dedak padi dalam ransum), P4 (pakan dengan 15% pod kakao fermentasi dan 10% dedak padi dalam ransum), P5 (pakan dengan 17,5% pod kakao fermentasi dan 7,5% dedak padi dalam ransum).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan pod kakao fermentasi memberikan hasil yang berbeda terhadap total biaya produksi (Rp/ekor) (674.704,20; 930.355,32; 785.595,43; 857.481,35 dan 759.423,19), total hasil produksi (Rp/ekor) (733.974,00; 1.045.599,00; 1.005.099,00;
836.349,00 dan 799.224,00), laba-rugi (Rp/ekor) (59.269,80; 115.243,68;
219.503,57; -21.132,35 dan 39.800,81), IOFC (Rp/ekor) (257.688,63; 381.800,33;
442.953,40; 268.177,71 dan 276.176,48), B/C Ratio (%) (1,07; 1,14; 1,25; 0,99 dan 1,04), BEP harga produksi (Rp/kg) (26.035,05; 24.107,56; 22.245,09;
28.169,34 dan 26.688,57), BEP volume produksi (Kg/ekor) (24,99; 34,46; 29,10;
31,76 dan 28,13). Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah pemberian pod kakao fermentasi pada level 17,5% sebagai pengganti dedak dalam ransum dapat meingkatakan nilai ekonomis.
Kata kunci : nilai ekonomis, babi jantan, pod kakao fermentasi
ABSTRACT
LIKO H. P HUTAGALUNG., 2012 “Subtitution of Rice Bran With Cocoa pods Fermented by Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp to Economic Value of Landrace Male Swine” under adviced of ISKANDAR SEMBIRING and NURZAINAH GINTING.
This research conducted at Galang Kampung Baru Lubuk Pakam, during 3 months it start on April 2012 until June 2012.
The objective of this research was to prove the ability of cocoa pods fermented by Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp to subtitution rice bran to economic value of landrace male swine during fattening, which can be seen from the Sum production cost, the Sum of production income, Profit and loss, IOFC, B/C ratio, Break Even Point of production price and Break Even Point of production volume.
The experiment used 20 weaning male swine with initial body weight 8,64
± 5,88 kg and was using completely randomized design (CRD) by five treatments and four replications. The treetment such as P1 (feed with 7,5% cocoa pods fermented and 17,5% rice bran in complete feed), P2 (feed with 10% cocoa pods fermented and 15% rice bran in complete feed), P3 (feed with 12,5% cocoa pods fermented and 12,5% rice bran in complete feed), P4 (feed with 15% cocoa pods fermented and 10% rice bran in complete feed), P5 (feed with 17,5% cocoa pods fermented and 7,5% rice bran in complete feed).
The result of this research showed that given of cocoa pods fermented by Rhizopus sp, Saccharomyces sp and Lactobacillus sp had the different result to the sum production cost (Rp/head) (674.704,20; 930.355,32; 785.595,43;
857.481,35 and 759.423,19), the sum of production income (Rp/head) (733.974,00; 1.045.599,00; 1.005.099,00; 836.349,00 and 799.224,00), profit and loss (Rp/head) (59.269,80; 115.243,68; 219.503,57; -21.132,35 and 39.800,81), IOFC (Rp/head)(257.688,63;381.800,33;442.953,40;268.177,71 and 276.176,48), B/C Ratio (%) (1,07; 1,14; 1,25; 0,99 and 1,04), BEP of production price (Rp/kg) (26.035,05; 24.107,56; 22.245,09; 28.169,34 and 26.688,57), BEP of production volume (kg) (24,99; 34,46; 29,10; 31,76 dan 28,13). The conclusion of this research that economic value of cocoa pods fermented can be at level 17,5% for subtitution rice bran in complete feed.
Keywords : economic value, male swine, cocoa pods fermented
Penulis dilahirkan di Belawan pada tanggal 21 Oktober 1989 dari ayah Uba Hutagalung dan Ibu Maria Panjaitan. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara.
Penulis lulus dari SMA NEGERI 9 MEDAN pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih program studi Ilmu Produksi Ternak, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) dan anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 15 Juni sampai dengan 15 Juli 2010, pengabdian masyarakat di Kelompok Ternak Marelan selama satu bulan tepatnya Agustus 2012 serta melaksanakan penelitian pada bulan April sampai Juni 2012 tepatnya di desa Pasar Melintang, kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul Skripsi ini adalah “Subtitusi Dedak Padi dengan Pod Kakao (Theobroma Cacao L) Fermentasi Rhizopus Sp, Saccharomicyes Sp dan Lactobacillus Sp Terhadap Nilai Ekonomis Ternak Babi Peranakan Landrace Jantan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Kepada Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing,
Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni, M.Sc selaku dosen penguji dan Bapak Usman Budi, S.Pt, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak
meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan memberi informasi yang berharga bagi Penulis, juga kepada Ibu Dr. Ir. Ristika Handarini, MP selaku ketua Program Studi Peternakan dan Seluruh civitas akademika Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian.
Semoga skripsi ini dapat membantu dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha di bidang peternakan.
... Hal.
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 4
Hipotesis Penelitian... 4
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Babi ... 5
Kulit kakao ... 8
Dedak Padi. ... 9
Ransum ... ... 10
Fermentasi ... 10
Sejarah Fermentasi ... 11
Reaksi Fermentasi ... 12
Inokulan Cair ... 13
Analisa Usaha ... 13
Total Biaya Produksi ... 15
Total Pendapatan ... 16
Analisa Laba Rugi... 17
Income Over Feed Cost ( IOFC)... 18
Benefit Cost Ratio (B/C) ... 19
Break Even Point (BEP) ... 20
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22
Bahan dan Alat Penelitian ... 22
Bahan ... 22
Alat ... 22
Metode Penelitian ... 23
Parameter Penelitian... ... 24
Total Biaya Produksi... ... 24
Total Hasil Produksi... ... 24
Rugi/Laba... 24
Income Over Feed Cost (IOFC)... 24
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)... ... 25
10
Pelaksanaan Penelitian... ... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Total Biaya Produksi ... 30
Total Hasil Produksi ... 34
Analisis Ekonomi Berdasarkan Data ... 36
Analisis Laba Rugi ... 36
Income over feed cost (IOFC) ... 37
Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) ... 39
Break Even Point (BEP) ... 39
BEP Harga Produksi ... 40
BEP Volume Produksi... .... 41
KASIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42
Saran ………. 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 46
DAFTAR TABEL
No. ... Hal.
1. Harga rata-rata hasil ternak di sumatera utara tahun 2005-2007…………... 7
2. Kandungan gizi kulit kakao ... 9
3. Kandungan gizi dedak padi ... 9
4. Konsumsi ransum da air minum menurut umur/periode ... 10
5. Biaya pakan babi tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 30
6. Biaya pembelian bibit babi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 31
7. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor) ... 31
8. Biaya obat-obatan babi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 32
9. Biaya upah tenaga kerja tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 32
10. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 33
11. Hasil penjualan ternak babi tiap perlakuan (Rp/ekor)... 34
12. Hasil penjualan feses babi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 34
13. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 35
14. Analisis laba-rugi tiap perlakuan selama penelitian(Rp/ekor) ... 36
15. Income over feed cost (IOFC) tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 38
16. Benefit cost ratio (B/C Ratio) tiap perlakuan selama penelitian (%/ekor) ... 39
17. BEP harga produksi tiap perlakuan (Rp/ekor) ... 40
18. BEP volume produksi tiap perlakuan (kg/ekor) ... 41
12
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan babi merupakan penyumbang dalam upaya pemenuhan protein asal hewani di Indonesia. Pada tahun 2009 total produksi daging sebanyak 2,2 juta ton yang terdiri dari daging sapi dan kerbau 0,5 juta ton, kambing dan domba 0,1 juta ton, babi 0,2 juta ton, ayam buras 0,3 juta ton, ayam ras pedaging 1,0 juta ton dan ternak lainnya 0,1 juta ton. Dengan demikian produksi daging terbesar disumbang oleh ayam ras pedaging 46,6%, sapi dan kerbau 20,4%, ayam buras 13,0%, babi 10,1% dan ternak lain 9,9%.
Kebutuhan protein hewani cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Indonesia. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008) produksi daging mengalami peningkatan yaitu 8% persen dan peningkatan terbesar berasal dari ternak domba 15,3%, diikuti ternak kuda 5,6%, kerbau 5,4%, babi 4,9%, kambing 4,2%, ayam buras 3,4%, ayam ras petelur 3,1%, sapi 3,1% dan itik 2,9%, (Ditjennak, 2011).
Pemerintah berusaha untuk memenuhi dan meningkatkan pendapatan peternak yaitu dengan cara mengembangkan seluruh komoditi ternak yang berpotensi menghasilkan daging sebagai sumber protein diantaranya adalah ternak babi, walaupun tidak semua kelompok masyarakat mengkonsumsi daging babi terutama masyarakat muslim dan hanya masyarakat non muslim yang mengkonsumsi daging babi namun permintaan terhadap daging babi cukup besar.
Sebagaimana diketahui babi merupakan ternak penghasil daging yang relatif cepat. Babi hanya membutuhkan 3 bulan penggemukan sampai masa panen.
Hal inilah yang menjadi salah satu faktor pendorong peternak dalam mengusahakan peternakan babi.
Keberhasilan peternakan babi ditentukan oleh tiga hal yaitu : breeding, feeding dan manajemen. Feeding adalah hal yang berkaitan dengan pemberian dan pakan yang digunakan dalam pemeliharaan babi. Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternakan babi. Dalam menentukan penggunaan pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantaranya nilai ekonomi atau harga dari pakan serta kesinambungan ketersediaan pakan dan kemudahan perolehannya. Semakin murah pakan yang digunakan tentu akan berdampak baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas baik.
Dedak merupakan bahan pakan yang sangat dominan penggunaanya dalam ransum pada usaha peternakan babi tradisional (umumnya dimasyarakat), namun dengan harga dedak yang belakangan cukup meningkat, peternak babi sulit mendapatkan keuntungan yang maksimal. Dengan demikian banyak orang mencari pakan alternatif yang jauh lebih murah diantaranya kulit buah kakao.
Kulit buah kakao (sheel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma Cacao L). Buah kakao terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta dan 24% biji. Limbah kulit kakao masih banyak dibuang oleh petani, justru potensial sebagai media perkembangan kasus hama penggerek buah kakao (Conomorpha cramerella). Kulit buah kakao yang belum menerima tindakan pengolahan memang kurang baik untuk menjadi bahan pakan ternak babi, hal ini dikarenakan pada kulit buah kakao mengandung zat anti nutrisi berupa lignin dan theobromin, namun dengan menggunakan teknologi sederhana
14
seperti fermentasi maka kandungan nutrisinya dapat diperbaiki dan anti nutrisinya dapat diturunkan.
Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses protein enrichment yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu.
Pada saat ini teknologi fermentasi yang sangat sederhana serta biayanya murah adalah fermentasi dengan metode Takakura. Teknologi ini sangat disenangi karena sangat praktis, selain itu pengolahannya dapat dilakukan di rumah.
Berdasarkan penelitian Koji Takakura sebaiknya dalam fermentasi dipakai mikroorganisme lokal. Hal ini dapat dipahami karena pemakaian mikroorganisme lokal akan menghemat biaya, karena masyarakat dapat membiakkan sendiri mikroorganisme tersebut dengan cara sederhana. Dalam metode ini banyak digunakan mikroorganisme yang baik dan mudah didapat sehingga hasil fermentasi sesuai dengan harapan yaitu mampu memperbaiki kandungan nutrisi kulit coklat dan menghancurkan zat anti nutrisi yang terdapat pada kulit coklat.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian tepung kulit buah kakao (Theobrema cacao .,L) yang difermentasi dengan Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp sebagai pengganti dedak dalam pakan terhadap analisis ekonomi ternak babi Landrace jantan.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan kemampuan kulit buah kakao fermentasi menggantikan dedak padi terhadap analisis ekonomi ternak babi.
Hipotesis Penelitian
Pemberian kulit buah kakao fermentasi sebagai pengganti dedak akan meningkatkan pendapatan dalam usaha ternak babi.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, masyarakat dan kalangan akademik tentang pemanfaatan kulit buah kakao fermentasi sebagai pengganti dedak terhadap analisis ekonomi usaha ternak babi.
Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan usaha peternakan babi serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
TINJAUAN PUSTAKA Babi
Menurut Sihombing (2006) klasifikasi ternak babi secara zoologis adalah sebagai berikut: Kelas : Mammalia, Ordo : Artiodactyla, Sub Ordo : Suina, Family : Suidae, Genus : Sus, Spesies : Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus, Sus domesticus, Sus barbatusdan Sus verrucocus.
Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolifik (banyak anak tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).
Babi landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, sangat popular sehingga dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia dan Indonesia. Babi ini berwarna putih, bertubuh panjang dan juga kakinya panjang. Salah satu penampilan yang khas adalah telinga yang merebah ke depan. Landrace terkenal sangat prolifik dan hingga kini juga yang terbukti paling banyak per kelahiran, serta persentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya 16-17 pasang dan sampai kini
putting susu babi inilah yang terbanyak diantara bangsa unggul (Tanaka dkk., 1980). Ternak babi mempunyai potensi sebagai sumber protein
hewani karena bersifat prolifik, efisien dalam mengkonversi bahan makanan menjadi daging dan mempunyai persentase karkas yang tinggi (Siagian, 1999).
Menurut NRC (1979) kebutuhan protein kasar pada babi starter adalah 16%, energi metabolisme sebesar 3175 Kkal, serta penambahan bobot badan yang diharapkan 0,6 kg. Diharapkan pula setiap harinya mengkonsumsi ransum sebanyak 1,7 kg sehingga konsumsi protein kasar 272 gram dan energi dapat
dicerna 5610 Kkal. Walaupun demikian tingkat protein ransum ditentukan pula
oleh kemampuan bahan makanan itu untuk menyediakan asam-asam amino essensial.
Keuntungan usaha ternak babi sebagai penghasil protein diantara ternak-ternak lainnya adalah: 1) ternak babi prolifik (subur) dan cepat mengembalikan modal, 2) ternak babi memungkinkan penjualan dengan tingkat sebaran badan yang luas dan 3) ternak babi sebagai pemanfaat berbagai sisa bahan makanan. Selain nilai ekonomi, ternak babi juga mempunyai fungsi sosial di beberapa daerah seperti di Irian Jaya, Timor dan Tapanuli, dengan sasaran pokok adalah dagingnya (Sihombing, 2006).
Biaya makanan mencakup 60% (dari induk melahirkan hingga anak menjadi babi pengakhiran) hingga 80% (hanya babi pengakhiran saja) dari total biaya produksi ternak babi. Pengetahuan dan aplikasi prinsip-prinsip nutrisi yang baik untuk manajemen pemberian makanan adalah sangat perlu bagi semua produser ternak babi. Karena pakan mengambil proporsi biaya yang terbanyak, maka tindakan perbaikan cara pemberian pakan akan signifikan efeknya terhadap pendapatan yang akan diraih peternak (Sihombing, 2006).
Tujuan utama dari produsen ternak babi adalah mengusahakan agar diperoleh keuntungan yang memuaskan dari penjualan stok bibit, babi sapihan, babi potong atau hasil ternak babi. Tujuan kedua termasuk hal-hal seperti melestarikan tradisi keluarga, memenuhi suatu corak kehidupan desa dan berpartisipasi aktif dalam pengadaan pangan nasional (Johnson, 1976).
Peternakan babi disamping sebagai sarana untuk menghasilkan protein hewani, juga merupakan sarana untuk mendatangkan keuntungan bagi pengusaha.
18
Hal ini karena ternak babi dapat mengubah atau memanfaatkan sisa makanan yang sudah tidak digunakan oleh manusia menjadi daging dan lemak yang mempunyai nilai gizi tinggi (Pond dan Manner, 1974).
Pemenuhan konsumsi daging babi dalam negeri tidak banyak bermasalah, bahkan mencapai titik jenuh. Salah satu indikasinya adalah harga daging babi yang tidak banyak bergerak dari tahun ke tahun dan lebih murah dari harga daging non unggas lainnya (Aritonang, 2006).
Untuk pergerakan harga komoditi hasil ternak di Sumatera Utara selama tiga tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Harga rata-rata hasil ternak di sumatera utara tahun 2008-2010 (Rupiah)
Jenis Komoditi Satuan Tahun
2008 2009 2010
Daging Ayam Broiler Karkas Daging sapi has
Daging sapi murni Daging kambing/domba Daging babi
Kg Kg Kg Kg Kg
14.400 44.000 45.000 32.000 25.000
15.916 49.500 48.000 34.000 26.500
17.364 60.425 50.333 38.541 27.158 Sumber:Diolah dari data Dinas Peternakan, Stastik Pertanian (2010).
Kulit Kakao
Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal perkebunan Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunana kakao mencapai yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006).
Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang rendah karena berserat kasar tinggi dan dapat mengandung anti nutrisi, seperti mengandung lignin dan theobromin tinggi (Aregheore, 2000), selain juga mengandung serat kasar yang tinggi (40,03%) dan protein yang rendah (9,71%) (Laconi, 1998). Menurut Amirroenas (1990), kulit kakao mengandung
selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Lignin yang berkaitan dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan kualitas dan gizi pakan serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan. Penggunaan kulit kakao sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan. Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor pembatas pemberian kulit kakao sebagai pakan ternak adalah terdapatnya anti nutrisi Theobromin pada kulit kakao.
Theobromin merupakan alkoloid tidak berbahaya yang dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung
theobromin secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan (Tarka dkk., 1998). Oleh karena itu untuk memaksimalkan pengunaan kulit kakao
pada ternak perlu ditingkatkan kualitasnya, antara lain dengan cara fermentasi.
Perbandingan kandungan kulit kakao tanpa fermentasi dan kulit kakao yang difermentasi dengan metode Takakura dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Kandungan gizi kulit kakao.
Bahan Pakan Kandungan
PK (%)
K Air (%)
LK (%)
SK ( %)
K abu (%)
GE (kkal/gr) Kulit kakao
Kulit kakao fermentasi
6.16 60.04 1.89 33.90 13.48 4.0327 18.01 16.65 1.49 40.80 16.26 4.3916
Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011).
Menurut IPPTP (2001) yang menyatakan bahwa kulit buah kakao terdiri dari bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,1% dan penggunaanya untuk ternak babi 30-40%.
20
Dedak Padi
Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari hasil pemisahan beras dengan kulit gabah melalui proses penggilingan dan pengayakan padi (Parakkasi, 1995). Pemanfaatan dedak padi di Indonesia sampai saat ini adalah sebagai pakan ternak. Hal ini disebabkan kandungan nilai gizi dalam dedak padi cukup tinggi seperti lipid, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan juga serat.
Menurut Rasyaf (1992) sebagai bahan pakan asal nabati, dedak mempunyai kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana kandungan protein dedak halus sebesar 12-13%, kandungan lemak 13% dan serat kasarnya 12%, kandungan nilai gizi dedak padi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Kandungan gizi dedak padi
Bahan Pakan Kandungan (%)
BK PK TDN LK SK Ca P
Dedak Padi 86 11.9 64 12.1 10 0.1 1.3
Sumber : Hartadi dkk., (1997)
Ransum
Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam (Anggorodi, 1995). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak. Untuk mengetahui konsumsi dan kebutuhan air minum pada babi dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode Umur fase produksi Macam ransum Konsumsi
(kg/ekor/hari)
Air minum (l/ekor/hari)
1-4 minggu Susu pengganti 0.02-0.05 0.25-0.5
4-8 mnggu Pre Starter 0.5-0.75 0.75-2.0
8-12 minggu Starter 1.00-1.25 2.0-3.5
12-16 minggu Grower 1.5-2.00 3.5-4.0
16-20 minggu Grower 2.25-2.75 4.0-5.0
20 – dijual Finisher 2.75-3.5 5.0-7.0
Induk Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Dara (6 bln) Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Jantan (6 bln) Bibit 2.50-3.50 7.0-9.0
Induk kering Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Bunting Bibit 3.00-4.50 15.0-20
Induk laktasi Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Sumber: Sinaga (2010)
Fermentasi
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik tetapi terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan
fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Respirasi anaerobik dalam otot mamalia selama kerja yang keras (yang tidak memiliki akseptor elektron eksternal), dapat dikategorikan sebagai
bentuk fermentasi yang menghasilkan asam laktat sebagai produk sampingannya.
Akumulasi asam laktat inilah yang berperan dalam menyebabkan rasa kelelahan pada otot (Wikipedia, 2011).
22
Sejarah Fermentasi
Ahli Kimia Perancis, Louis Pasteur adalah seorang zymologist pertama ketika di tahun 1857 mengkaitkan ragi dengan fermentasi. Ia mendefinisikan fermentasi sebagai "respirasi (pernafasan) tanpa udara". Pasteur melakukan penelitian secara hati-hati dan menyimpulkan bahwa fermentasi alkohol tidak terjadi tanpa adanya organisasi, pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel secara simultan. Ahli kimia Jerman, Eduard Buchner, pemenang Nobel Kimia tahun 1907, berhasil menjelaskan bahwa fermentasi sebenarnya diakibatkan oleh sekresi dari ragi yang ia sebut sebagai zymase. Penelitian yang dilakukan ilmuan Carlsberg (sebuah perusahaan bir) di Denmark semakin meningkatkan pengetahuan tentang ragi dan brewing (cara pembuatan bir). Ilmuan Carlsberg tersebut dianggap sebagai pendorong dari berkembangnya biologi molekular (Wikipedia, 2011).
Reaksi Fermentasi
Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada produksi makanan.
Jalur biokimia yang terjadi, sebenarnya bervariasi tergantung jenis gula yang terlibat, tetapi umumnya melibatkan jalur glikolisis, yang merupakan bagian dari tahap awal respirasi aerobik pada sebagian besar organisme. Jalur terakhir akan bervariasi tergantung produk akhir yang dihasilkan (Wikipedia, 2011).
Inokulan Cair
Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang berdasarkan hasil penelitian Koji Takakura akan mampu mendegradasi sampah organik yang berasal dari dapur rumah tangga. Mikroorganisme dasar adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino.
2. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan
enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana dan akhirnya
menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.
3. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
(Compost Centre, 2009).
24
Analisa Usaha
Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Dengan kata lain dengan analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai. Dengan mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan (Sirait, 1987).
Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui upaya ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang ril untuk periode selanjutnya.
Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Analisa usaha mutlak dilakukan apabila seseorang hendak memulai usaha.
Analisa usaha dilakukan untuk mengukur atau menghitung apakah usaha tersebut
menguntungkan atau merugikan. Analisa usaha memberi gambaran kepada peternak untuk melakukan perencanaan usaha. Dalam analisa usaha diperlukan beberapa asumsi dasar. Asumsi dasar dapat berubah sesuai dengan perkembangan waktu (Supriadi, 2009).
Total Biaya Produksi
Biaya tetap (fixed cost) adalah jenis biaya yang selama kisaran waktu produksi tertentu atau tingkat kapasitas produksi tertentu selalu tetap jumlahnya atau tidak berubah walaupun volume produksi berubah, yang termasuk biaya tetap misalnya: biaya penyusutan, biaya gaji, biaya asuransi, biaya sewa, biaya bunga, dan biaya pemeliharaan. Biaya tidak tetap (variable cost) adalah jenis biaya yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya volume produksi, apabila volume produksi bertambah maka biaya variabel akan meningkat, sebaliknya apabila volume produksi berkurang maka biaya variabel akan menurun, yang termasuk dalam biaya variabel adalah biaya-biaya langsung seperti bahan baku, tenaga kerja langsung, pakan dan lain-lain. Biaya total (total cost) adalah jumlah biaya tetap total ditambah dengan biaya variabel total pada masing-masing tingkat atau volume produksi (Jumingan, 2006).
Biaya tetap tidak tergantung pada tingkat kegiatan perusahaan, artinya biaya setiap bulannya tidak terpengaruh tehadap naik atau turunnya kegiatan perusahaan sedangkan biaya variabel naik dan turun sesuai dengan meningkat dan menurunnya kegiatan perusahaan (Slot dan Minnaar, 1996).
26
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah sesuai dengan perubahan volume produksi (Kasmir, 2008).
Biaya produksi merupakan sejumlah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha ternak. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan untuk sarana produksi dan berkali-kali dapat digunakan. Biaya tetap ini antara lain berupa lahan usaha, kandang, peralatan yang digunakan dan sarana transportasi. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan nperalatan, obat- obatan, vaksinasi dan biaya-biaya lain berupa biaya penerangan atau listrik, sumbangan, pajak usaha dan iuran (Siregar, 2007).
Nilai Total Biaya (TC=Total Cost) adalah merupakan jumlah biaya total yang diperlukan untuk suatu produk. Total biaya adalah merupakan jumlah dari biaya Tetap (Fixced Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost). Biaya tetap adalah merupakan jumlah dari komponen biaya yang jumlahnya relative tetap pada setiap periode, baik periode bulan atau tahun. Biaya Variabel adala komponen biaya yang jumlahnya bervariasi tergantung pada jumlah barang yang diproduksi. Jadi jika dirumuskan maka TC = FC + V.Q. Dimana TC adalah total biaya, FC adalah biaya tetap dan V adalah biaya Variabel dan Q adalah jumlah barang (Sukoco, 2011).
Total Pendapatan
Nilai Total Pendapatan (TR= total revenue) adalah merupakan jumlah uang yang diterima dari penjualan suatu produk yanitu perkalian antara jumlah harga (P) dan jumlah barang (Q) atau dapat dirumuskan sebagai TR = P x Q (1) , dimana TR adalah total revenue (total Pendapatan ), P adalah Harga jual produk dan Q adalah jumlah barang (Sukoco, 2011).
Penerimaan adalah hasil penjualan (output) yang diterima produsen.
Penerimaan dari suatu proses dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut (Budiono, 1990). Penerimaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan
hasil olahannya serta panen dari peternakan dan hasil olahannya (Kadarsan, 1995).
Analisa Laba-Rugi
Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :
I = TR - TC dimana :
I = keuntungan (income) TR = total penerimaan (revenue) TC = total pengeluaran (cost)
Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal
28
pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.
Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang atau jasa dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu.
laporan ini merupakan laporan akativitas dan hasil dari aktivitas itu, atau merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan (total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingakat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006).
Laporan laba rugi (income statement) merupakan laporan keuangan yang menggambarkan hasil usaha perusahaan dalam suatu periode tertentu. Dalm laporan laba rugi ini tergambar jumlah pendapatan dan sumber-sumber pendapatan yang diperoleh. Kemudian juga tergambar jumlah biaya dan jenis-jenis biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dari jumlah pendapatan dan jumlah biaya ini terdapat selisih yang disebut laba atau rugi. Jika jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan laba.
Sebaliknya jika jumlah pendapatan lebih kecil dari jumlah biaya, perusahaan dikatakan rugi (Kasmir, 2008).
Keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah
pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat melaksanakan evaluasi terhadap bidang usaha (Murtidjo, 1995).
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak. IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum.
Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).
IOFC = (Bobot badan akhir babi x harga jual babi/kg) – (total konsumsi pakan x harga pakan perlakuan/kg)
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (input) dengan total biaya (out put). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo dkk., 1995).
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan
30
total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila B/C Ratio > 1 : Efisien
B/C Ratio = 1 : Impas
B/C Ratio < 1 : Tidak efisien
B/C Ratio =
produksi biaya
Total
n) (pendapata produksi
hasil Total
Suatu usaha dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio > 1.
Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya, semakin kecil nilai B/C Rationya maka semakin tidak efisien usaha tersebut (Soekartawi, 1995).
Break Even Point (BEP)
Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir, 2008).
Break Event Point (BEP) atau lebih dikenal dengan titik pulang pokok adalah seuatu kondisi dimana jumlah pendapatan dan jumlah pengeluaran adalah seimbang. Secara umum perhitungan analisa pulang Pokok adalah menyamakan nilai Total Pendapatan (TR) dan Nilai Total Biaya (TC) (Sukoco, 2011).
Analisis titik impas diperlukan untuk mengetahui hubungan antara volume produksi, volume pejualan, harga jual, biaya produksi, baiya lainnya baik yang bersifat tetap maupun variabel dan laba atau rugi (Jumingan, 2006).
BEP Harga Produksi =
Produksi
Total
Produksi Biaya
Total
BEP Volume Produksi =
Produksi Hasil
satuan Harga
Produksi
Biaya Total
Analisis titik impas atau pulang modal (BEP) adalah suatu kondisi yang menggambarkan bahwa hasil usaha tani yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan. Dalam kondisi ini, usaha tani yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian.
1. BEP Volume Produksi
BEP Volume Produksi menggambarkan produksi minimal yang harus dihasilkan, agar usaha tani tidak mengalami kerugian.
2. BEP Harga Produksi
BEP Harga Produksi menggambarkan harga terendah dari produk yang dihasilkan. Apabila harga ditingkat petani lebih rendah daripada harga BEP, maka usaha tani akan mengalami kerugian.
(Cahyono, 2002).
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Jalan Galang, Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Penelitian akan dilaksanakan selama tiga bulan dimulai April 2012 sampai Juni 2012.
Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua puluh ekor ternak babi jantan peranakan landrace lepas sapih yang sudah dikastrasi sebagai objek yang diteliti, tepung kulit buah kakao fermentasi, dedak padi, dedak jagung, molases, konsentrat CP 152 dan tepung ikan sebagai bahan pakan. Air tebu, ragi tempe, ragi tape, biokul, sebagai fermentator pembuatan inokulan cair serta obat- obatan seperti obat cacing (Teramizin) dan air minum.
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang individual sebanyak dua puluh plot beserta perlengkapannya, tempat pakan dan tempat air minum, timbangan untuk menimbang bobot badan hidup berkapasitas 50 Kg dengan kepekaan 200 g dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan kepekaan 20 g untuk menimbang pakan, alat kebersihan (ember, sapu lidi, kereta sorong, sekop, sepatu bot, masker), thermometer ruang sebagai pengukur suhu kandang, alat tulis, kalkulator dan alat penerangan, mesin penggiling (Grinder) untuk menggiling pod kakao fermentasi, mesin pengaduk bahan pakan (Mixer), terpal plastik untuk alat menjemur pakan.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 5 ulangan.
Ulangan yang didapat berasal dari rumus:
t(n-1)≥15 4(n-1) ≥15 4n-4≥15 4n≥19 n≥4, 75 n=5
Perlakuan Penelitian yaitu:
P1 = Pakan 7,5 % tepung kulit buah kakao fermentasi dan 17,5 % dedak padi dalam formula.
P2 = Pakan dengan 10 % tepung kulit buah kakao fermentasi dan 15%
dedak padi dalam formula.
P3 = Pakan dengan 12,5 % tepung buah kakao fermentasi dan 12,5 % dedak padi dalam formula.
P4 P5
=
=
Pakan dengan 15 % tepung kulit buah kakao fermentasi dan 10 % dedak padi dalam formula.
Pakan dengan 17,5% tepung kulit buah kakao fermentasi dan 7,5%
dedak padi dalam formula.
Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
P44 P33 P12 P22 P11 P32 P21 P42 P34 P43
P54 P13 P24 P52 P23 P53 P41 P51 P14 P31
Model matematika percobaan yang digunakan adalah:
Yij = µ + γi + εij Dimana:
i = 1, 2, 3,...i = perlakuan
34
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j µ = nilai tengah umum
γi = pengaruh perlakuan ke-i
εij = efek galat percobaan pada perlakuan ke-i, ulangan ke-j.
(Hanafiah, 2003).
Parameter Penelitian Total Biaya Produksi
Total Biaya Produksi atau total pengeluaran yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk, yang diperoleh dengan cara menghitung : biaya bibit, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.
Total Hasil Produksi
Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung harga jual babi dan penjualan kotoran babi.
Rugi/Laba
Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR - TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan dan TC = Total pengeluaran
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengan cara menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan
akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan ternak.
B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan.
B/C Ratio =
Produksi Biaya
Total
Produksi Hasil
Total
Break Even Point (BEP)
Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. BEP harga produksi, dimana diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan berat babi (kg). Diperoleh dengan rumus :
BEP Harga Produksi =
Produksi
Total
Produksi Biaya
Total
b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga babi (Rp / Kg)
BEP Volume Produksi =
Produksi Hasil
satuan Harga
Produksi
Biaya Total
36
Pelaksanaan Penelitian Persiapan kandang
1. Kandang dan semua peralatan yang digunakan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan.
2. Pembuatan inokulan cair menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur air tebu (gula merah), ragi tape, ragi tempe dan biokul.
Gambar 1. Skema pembuatan inokulen cair
Semuanya dimasukkan ke galon ukuran 20 liter, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Manfaat penutupan dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik terjadi
Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air mineral
Dimasukkan air tebu sebanyak 1½ liter
Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram
Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram
Dimasukkan biokul sebanyak 15 ml
Diaduk semua bahan sampai merata
Ditutup dengan kantong plastik dan dibiarkan selama tiga (3) hari
pengelembungan, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan inokulan cair.
3. Pembuatan kulit kakao fermentasi
Pembuatan kulit buah kakao fermentasi menggunakan beberapa bahan antara lain kulit buah kakao, inokulan cair dan dedak halus. Alat yang digunakan yaitu terpal plastik untuk alas fermentasi. Kulit buah kakao diserakkan diatas alas, kemudian di siram dengan inokulan cair secara merata kemudian seluruh material disiram dengan dedak halus sampai merata dengan cara membolak-balik dengan sekop atau garu. Kemudian ditutup dengan selimut, tikar bekas, sabut kelapa bekas agar panas terbentuk dan mempercepat proses fermentasi. Dibiarkan selama 5 hari, kulit buah kakao yang sudah rapuh sudah bisa di keringkan. Pembuatan dedak kulit buah kakao dilakukan dengan menggunakan mesin tepung/grinder. Setelah menjadi dedak disimpan di tempat yang kering dan tidak lembab, tidak lepas pembuatan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Premixing yaitu mencampur komponen bahan yang digunakan dalam bentuk inokulan cair.
b. Mixing yaitu mencampur semua komponen bahan yang akan digunakan.
c. Drying yaitu pengeringan dengan cara penjemuran.
38
Gambar 2. Skema pembuatan kulit buah kakao fermentasi 4. Pengacakan Babi
Ternak babi yang digunakan selama penelitian adalah sebanyak 20 ekor babi peranakan Landrace jantan yang sudah dikastrasi. Penempatan babi dilakukan dengan sistem pengacakan dengan tidak membedakan bobot badan.
Sebelumnya dilakukan penimbangan bobot badan awal babi.
5. Pemberian pakan dan air minum
Pakan perlakuan diberikan secara ad libitum. Sisa pakan yang diberikan ditimbang keesokan harinya untuk mengetahui konsumsi pakan ternak tersebut. Sebelum dilakukan penelitian diberikan waktu untuk beradaptasi
Pembuatan inokulan cair
Pencampuran 100kg pod kakao dengan inokulan cair + dedak padi 15% dari
bahan
Campuran kulit dengan inokulan cair ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama
5 hari
Diukur suhunya dengan termometer ruang
Pod kakao fermentasi di jemur sampai kering
Di grinder /di giling
dengan pakan perlakuan secara terjadwal selama 2 minggu. Pemberian air minum juga dilakukan secara ad libitum. Air diganti setiap hari dan tempatnya dicuci dengan air bersih.
6. Pemberian obat-obatan
Ternak babi pertama masuk kandang diberikan obat cacing selama masa adaptasi, sedangkan obat lain diberikan sesuai kondisi ternak.
7. Periode pengambilan data
Pemberian pakan dihitung setiap hari, sedangkan penimbangan bobot badan babi dengan timbangan untuk menimbang bobot badan hidup berkapasitas 50 Kg dengan kepekaan 200 g dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan kepekaan 20 g dilakukan dalam selang waktu 7 hari sekali dan pengambilan data pengukuran suhu kandang penelitian dilakukan tiga kali sehari dimulai dari pagi, siang dan malam hari dengan menggunakan thermometer ruang setelah selesai pemberian pakan dan minum pada ternak babi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Total Biaya Produksi
Total biaya produksi adalah keseluruhan dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk yang diperoleh dengan cara menghitung: biaya pembelian bibit babi, biaya pakan, biaya obat-obatan, biaya sewa kandang dan perlengkapan dan biaya tenaga kerja.
1.1 Biaya Pakan Babi
Biaya pakan babi diperoleh dengan cara mengalikan semua jumlah konsumsi pakan dengan harga pakan per gramnya.
Tabel 5. Biaya pakan babi tiap perlakuan selama penelitian (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 262.793 385.629 230.912 879.334 293.111
P2 425.049 321.689 419.864 400.397 1.566.999 391.750 P3 401.089 424.362 368.088 212.546 1.406.086 351.522 P4 293.617 194.438 232.034 421.200 1.141.289 285.322 P5 245.642 422.353 297.178 227.821 1.192.994 298.249
Total 6.186.702
1.2 Biaya Pembelian Bibit
Biaya pembelian bibit yaitu biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit babi
sebanyak 19 ekor dengan bobot badan awal babi 160,4 kg dikali dengan Rp 51.621/kg.
Tabel 6. Biaya pembelian bibit babi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 371.668,67 309.723,89 314.885,95 996.278,51 332.092,84
P2 614.285,71 320.048,02 572.989,20 449.099,64 1.956.422,57 489.105,64 P3 376.830,73 464.585,83 407.803,12 289.075,63 1.538.295,32 384.573,83 P4 629.771,91 356.182,47 361.344,54 743.337,33 2.090.636,25 522.659,06 P5 309.723,89 572.989,20 480.072,03 283.913,57 1.646.698,68 411.674,67 Total 2.302.280,91 1.713.805,52 2.131.932,77 2.080.312,12 8.228.331,33
Rataan 428.021,21
1.3 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan
Biaya peralatan adalah biaya yang digunakan untuk membeli seluruh peralatan selama penelitian. Biaya peralatan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya peralatan yang digunakan, seperti tempat pakan, tempat minum dan kawat.
Tabel 7. Biaya sewa kandang dan peralatan tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 15.000,00 15.000,00 15.000,00 45.000,00 15.000,00 P2 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P3 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P4 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P5 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00
Total 285.000,00
1.4 Biaya Obat-obatan
Biaya obat-obatan adalah biaya yang diperoleh dari harga obat-obatan yang diberikan selama penelitian. Obat-obatan yang diberikan adalah teramizin dan pestiffa.
42
Tabel 8. Biaya obat-obatan tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 15.000,00 15.000,00 15.000,00 45.000,00 15.000,00 P2 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P3 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P4 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00 P5 15.000,00 15.000,00 15.000,00 15.000,00 60.000,00 15.000,00
Total 285.000,00
Rataan 15.000,00
1.5 Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja diperoleh dari jumlah tenaga kerja dikali dengan UMR Kabupaten Deli Serdang (Upah Minimum Regional). UMR saat penelitian adalah sebesar Rp 1.300.000/bulan. Biaya tenaga kerja 1 (satu) bulan adalah Rp 6.500 untuk menangani 1 ekor babi yang dipelihara secara intensif. Maka biaya yang dikeluarkan untuk memelihara 19 ekor babi adalah Rp 123.500/bulan dan Rp 370.500 selama penelitian.
Tabel 9. Biaya upah tenaga kerja tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 19.500,00 19.500,00 19.500,00 58.500,00 19.500,00 P2 19.500,00 19.500,00 19.500,00 19.500,00 78.000,00 19.500,00 P3 19.500,00 19.500,00 19.500,00 19.500,00 78.000,00 19.500,00 P4 19.500,00 19.500,00 19.500,00 19.500,00 78.000,00 19.500,00 P5 19.500,00 19.500,00 19.500,00 19.500,00 78.000,00 19.500,00
Total 370.500,00
Rataan 19.500,00
1.6 Total seluruh biaya produksi selama penelitian adalah
Biaya pakan babi Rp 6.186.702
Biaya pembelian bibit babi Rp 8.230.000 Biaya Sewa Kandang dan Peralatan Rp 285.000
Biaya Obat-obatan Rp 285.000
Biaya tenaga kerja Rp 370.500 +
Total Rp 15.357.202
Total biaya produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh biaya produksi seperti diatas. Maka biaya produksi tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 10. Total biaya produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 683.961,27 744.852,99 595.298,35 2.024.112,61 674.704,20 P2 1.088.834,86 691.236,67 1.042.353,60 898.996,14 3.721.421,27 930.355,32 P3 827.419,93 938.448,23 825.391,52 551.122,03 3.142.381,72 785.595,43 P4 972.889,36 600.120,42 642.878,44 1.214.037,18 3.429.925,40 857.481,35 P5 604.866,29 1.044.842,40 826.749,63 561.234,47 3.037.692,78 759.423,19
Total 15.355.533,78
Pada tabel 10 diatas dapat dilihat bahwa total biaya produksi per perlakuan pemeliharaan babi jantan selama penelitian menunjukkan perbedaan besar,
dimana rataan total biaya produksi tertinggi terdapat pada P2 sebesar Rp 930.355,22 dan yang terendah pada P1 sebesar Rp 674.704,20 dimana pada
perlakuan ini terdapat babi yang mati (missing). Perbedaan jumlah pengeluaran ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah biaya yang harus dikeluarkan untuk pembelian bibit dan pakan, sementara biaya obat-obatan, sewa kandang, peralatan dan tenaga kerja adalah sama. Hal ini seperti dinyatakan oleh Siregar (2007) yang menyatakan bahwa biaya tidak tetap merupakan biaya yang dikeluarkan secara berulang-ulang yang antara lain berupa biaya pakan, upah tenaga kerja, penyusutan kandang, penyusutan peralatan, obat-obatan, vaksinasi dan biaya- biaya lain berupa biaya penerangan atau listrik, sumbangan pajak usaha dan iuran.
44
2. Total Hasil Produksi
Total hasil produksi adalah seluruh perolehan dari hasil penjualan yaitu penjualan babi dan penjualan kotoran babi (feses).
2.1 Hasil penjualan babi
Penjualan babi diperoleh dari harga jual babi hidup perkilogram. Harga pada waktu penjualan yaitu sebesar Rp 27.000/kg dikali dengan bobot badan akhir babi (621 kg). Maka harga jual seluruh babi adalah Rp 16.767.000.
Tabel 11. Hasil penjualan babi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 675.000,00 958.500,00 540.000,00 2.173.500,00 724.500,00
P2 1.147.500,00 945.000,00 1.093.500,00 958.500,00 4.144.500,00 1.036.125,00 P3 1.039.500,00 1.350.000,00 1.053.000,00 540.000,00 3.982.500,00 995.625,00 P4 810.000,00 540.000,00 756.000,00 1.201.500,00 3.307.500,00 826.875,00 P5 540.000,00 1.107.000,00 972.000,00 540.000,00 3.159.000,00 789.750,00
Total 16.767.000,00
Rataan 874.575,00
2.2 Penjualan feses babi
Penjualan feses babi diperoleh dari harga jual feses babi perkilogram dikali dengan jumlah feses selama penelititan. Harga penjualan yaitu sebesar Rp 100 (feses dalam keadaan basah).
Tabel 12. Hasil penjualan feses babi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 9.474,00 9.474,00 9.474,00 28.422,00 9.474,00
P2 9.474,00 9.474,00 9.474,00 9.474,00 37.896,00 9.474,00 P3 9.474,00 9.474,00 9.474,00 9.474,00 37.896,00 9.474,00 P4 9.474,00 9.474,00 9.474,00 9.474,00 37.896,00 9.474,00 P5 9.474,00 9.474,00 9.474,00 9.474,00 37.896,00 9.474,00 Total 47.370,00 37.896,00 47.370,00 47.370,00 180.006,00
Rataan 9.474,00
2.3 Total Hasil Produksi
Hasil Penjualan Babi Rp 16.767.000
Hasil Penjualan feses babi Rp 180.000 +
Total Rp 16.947.000
Total hasil produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh hasil produksi seperti diatas. Maka hasil produksi tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 13. Total hasil produksi tiap perlakuan (Rp/ekor)
Perlakuan Ulangan
Total Rataan
1 2 3 4
P1 684.474,00 967.974,00 549.474,00 2.201.922,00 733.974,00
P2 1.156.974,00 954.474,00 1.102.974,00 967.974,00 4.182.396,00 1.045.599,00 P3 1.048.974,00 1.359.474,00 1.062.474,00 549.474,00 4.020.396,00 1.005.099,00 P4 819.474,00 549.474,00 765.474,00 1.210.974,00 3.345.396,00 836.349,00 P5 549.474,00 1.116.474,00 981.474,00 549.474,00 3.196.896,00 799.224,00 Total 4.259.370,00 3.979.896,00 4.880.370,00 3.827.370,00 16.947.006,00
Rataan 884.049,00
Pada tabel 13 dapat dilihat bahwa rataan total hasil produksi per perlakuan pemeliharaan babi jantan selama penelitian menunjukkan perbedaaan yang besar,
dimana rataan hasil pendapatan tertinggi terdapat pada P2 yaitu sebesar Rp 1.045.599 dan yang terendah pada P1 yaitu sebesar Rp 733.974. Hal ini terjadi
karena terdapat perbedaan bobot badan babi dan missing data yang terjadi pada P1, dimana babi yang mati disebabkan suhu yang ekstrem dikandang pada saat penelitian, sehingga nilai pendapatan dari penjualan babi berbeda pada setiap perlakuan. Ini sesuai dengan pernyataan Budiono (1990) bahwa penerimaan adalah hasil penjualan output yang diterima produsen. Penerimaan dari suatu proses dapat dihitung dengan mengalikan jumlah produksi yang dihasilkan dengan harga jual produksi tersebut. Demikian juga pendapat Kadarsan (1995)