• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELAPA SAWIT BUDIDAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELAPA SAWIT BUDIDAYA"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KELAPA SAWIT

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I. PEMBUKAAN LAHAN ... 1

1.1. Persiapan dan Pembuatan Time Schedule ... 1

1.2. Persyaratan Pembukaan Lahan Untuk Kelapa sawit ... 1

1.3. Teknik Pembukaan Lahan Untuk Tanaman Baru... 7

BAB II. PEMBIBITAN ... 11

2.1. Tahap Pre Nursery ... 11

2.2. Tahap Main Nursery ... 24

BAB III. PENANAMAN KACANGAN ... 33

3.1. Jenis Kacangan ... 33

3.2. Komposisi LCC/Perbandingan Campuran LCC ... 33

3.3. Tenik Penanaman ... 33

3.4. Pemupukan ... 35

3.5. Penyiangan ... 35

BAB IV. PENANAMAN KELAPA SAWIT ... 36

4.1. Pola Tanam ... 36 4.2. Memancang ... 36 4.3. Melubang ... 40 4.4. Pupuk Lubang ... 41 4.5. Pengangkutan ... 41 4.6. Pengeceran Bibit ... 41 4.7. Teknik Penanaman ... 42 BAB V. PENYISIPAN ... 43 5.1. Teknik Peyisipan ... 43 5.2. Perawatan ... 43

(3)

BAB VI. KASTRASI DAN SANITASI ... 44

6.1. Kastrasi ... 44

6.2. Sanitasi ... 44

BAB VII. PENUNASAN ... 46

7.1. Penunasan ... 46

7.2. Penyusunan Pelepah ... 48

BAB VIII. PEMUPUKAN TBM DAN TM ... 50

8.1. Jenis dan Kegunaan Pupuk ... 50

8.2. Dosis Pupuk ... 51

8.3. Waktu Aplikasi ... 51

8.4. Persiapan di Lapangan ... 52

8.5. Pengangkutan dari Gudang ke Lapangan ... 53

8.6. Cara Penaburan... 53

BAB IX. PENENTUAN POKOK CONTOH DAN POKOK SENSUS ... 55

9.1. Tanda – Tanda Sensus ... 55

9.2. Penentuan Pokok Contoh dan Pokok Sensus ... 56

9.3. Kegunaan Pokok Contoh dan Pokok Sensus ... 59

BAB X. DETEKSI HAMA DAN PENYAKIT ... 60

10.1. Cara Sensus ... 60

10.2. Tim Sensus ... 60

10.3. Prosedur Penghitungan ... 61

10.4. Frekuensi Sensus ... 62

BAB XI. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT DI TBM DAN TM ... 63

11.1. Hama Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) ... 63

11.2. Hama Tikus ... 69

11.3. Hama Rayap Coptotermes curvignathus ... 72

11.4. Hama Oryctes ... 74

11.5. Hama Apogonia dan Adoretus ... 77

11.6. Hama Tirathaba ... 78

11.7. Hama Babi ... 80

11.8. Penyakit Busuk Pangkal Batang (Basal Steam Rot) ... 82

11.9. Penyakit Busuk Tandan Buah (Marasmius) ... 84

11.10. Penyakit Busuk Pucuk (Spear Rot) ... 85

(4)

BAB XII. PENGENDALIAN GULMA ... 87

12.1. Gulma ... 87

12.2. Pengendalian Gulma ... 87

12.3. Pemeliharaan Piringan, Jalan Panen dan TPH ... 87

12.4. Pengendalian Lalang ... 88

12.5. Pengendalian Gulma Berkayu ... 89

12.6. Pakisan ... 90

12.7. Keladi (Colocasia sp dan Caladium sp) ... 91

12.8. Pisang (Musa sp) ... 91

12.9. Bambu (Bambosa sp) ... 91

BAB XIII. JENIS DAN DOSIS APLIKATOR ... 92

13.1. Pemilihan Jenis Herbisida ... 92

13.2. Dosis Herbisida ... 93

13.3. Kalibrasi Volume Semprot ... 93

13.4. Spray Factor ... 94

13.5. Rotasi dan Output Semprot ... 95

13.6. Teknik Penyemprotan ... 95

13.7. Alat Semprot ... 96

13.8. Perawatan Alat Semprot ... 104

BAB XIV. PANEN ... 105

14.1. Persiapan Panen ... 105

14.2. Mutasi dari TBM ke TM ... 106

14.3. Kriteria Matang Panen ... 107

14.4. Mutu dan Pengawasan Panen ... 107

14.5. Pengelolaan Panen ... 110

BAB XV. PENGANGKUTAN BUAH ... 112

15.1. Rotasi dan Pengangkutan TBS ke TPH... 112

15.2. Perawatan Collection Road ... 112

15.3. Jenis Kendaraan Untuk Pengangkutan TBS ... 112

15.4. Ketentuan Penggunaan Kendaraan Pengangkut TBS ... 113

(5)

DAFTAR TABEL

DAFTAR Halaman

1. Tabel 1.1. Time schedule pembukaan lahan untuk areal 3.000 ha (musim kemarau pada Februari, musim hujan dari

September – Desember)... 1

2. Tabel 1.2. Lebar teras berdasarkan derajat kemiringan lahan ... 2

3. Tabel 1.3. Klasifikasi gambut berdasarkan kedalaman ... 6

4. Tabel 1.4. Jenis dan fungsi parit ... 6

5. Tabel 1.5. Ketentuan tinggi tunggul maksimum dari permukaan tanah hasil tumbangan . ... 8

6. Tabel 1.6. Kebutuhan jenis alat berat berdasarkan vegetasi, topografi , posisi rumpukan dan kerapatan kayu . ... 9

7. Tabel 1.7. Cara pengendalian lalang ... 10

8. Tabel 2.1. Perkiraan kebutuhan bahan tanaman per hektar ... 11

9. Tabel 2.2. Pengelompokan bibit Marihat kedalam 12 kelompok utama dan 36 kategori ... 16

10. Tabel 2.3. Pengelompokan bibit Socfindo kedalam 2 kelompok utama dan 22 kategori ... 17

11. Tabel 2.4. Program pemupukan pembibitan kelapa sawit di pre-nursery ... 19

12. Tabel 2.5. Pedoman pengendalian hama dan penyakit di pembibitan kelapa sawit ... 21

13. Tabel 2.6. Program pemupukan bibit di main nursery ... 27

14. Tabel 3.1. Jenis, dosis dan waktu pemupukan kacangan ... 35

15. Tabel 4.1. Populasi tanaman menurut jarak tanam ... 36

16. Tabel 8.1. Sumber hara, jenis dan kegunaan pupuk ... 50

17. Tabel 8.2. Rekomendasi pemupukan kelapa sawit ... 51

18. Tabel 11.1. Jenis, ukuran dan siklus hidup UPDKS ... 63

19. Tabel 11.2. Tingkat populasi kritis UPDKS dan kategori serangannya ... 64

20. Tabel 11.3. Pedoman pengendalian UPDKS ... 65

21. Tabel 11.4. Dosis pestisida Bt untuk pengendalian UPDKS ... 66

22. Tabel 11.5. Dosis pestisida untuk pengendalian ulat api dan ulat kantong ... 67

23. Tabel 11.6. Jenis dan dosis pestisida untuk pengendalian UPDKS melalui injeksi batang ... 68

(6)

24. Tabel 11.7. Jenis dan dosis racun yang bersifat chronic untuk

pengendalian tikus ... 72

25. Tabel 11.8. Frekuensi sensus berdasarkan tingkat serangan hama rayap Coptotermes curvignathus... 72

26. Tabel 11.9. Nama dagang, bahan aktif dan formula aplikasi pestisida untuk pengendalian hama rayap Coptotermes curvignathus.. 73

27. Tabel 11.10.Frekuensi sensus berdasarkan tingkat serangan Oryctes... 75

28. Tabel 11.11.Nama dagang, bahan aktif dan dosis pestisida yang digunakan untuk pengendalian Oryctes... 76

29. Tabel 11.12.Penentuan kepadatan pherotrap berdasar tingkat serangan Oryctes ... 76

30. Tabel 11.13.Siklus hidup Tirathaba ... 78

31. Tabel 11.14.Jenis pestisida dan dosis untuk pengendalian Tirathaba ... 79

32. Tabel 12.1. Metode pemeliharaan piringan, jalan panen dan TPH ... 87

33. Tabel 12.2. Jenis herbisida dan cara pengendalian lalang ... 88

34. Tabel 12.3. Teknik pengendalian gulma berkayu dengan cara manual dan kimia ... 90

35. Tabel 12.4. Jenis dan dosis herbisida untuk pengendalian pakisan ... 91

36. Tabel 13.1. Jenis herbisida yang umum digunakan di perkebunan kelapa sawit ... 92

37. Tabel 13.2. Kategori volume semprot herbisida... 93

38. Tabel 13.3. Spesifikasi jenis dan ukuran nozzel alat semprot herbisida .... 95

39. Tabel 13.4. Spesifikasi dan warna nozzel plastik alat semprot herbisida ... 95

40. Tabel 14.1. Jenis dan spesifikasi alat panen pada perkebunan kelapa sawit... 106

41. Tabel 14.2. Standar jumlah pelepah per pohon yang harus dipertahankan berdasarkan umur tanaman ... 108

42. Tabel 14.3. Alat untuk pemeriksaan pekerjaan panen ... 110

43. Tabel 15.1. Jenis kendaraan yang digunakan untuk pengangkutan TBS.... 113

44. Tabel 16.1. Perkiraan biaya pembangunan kebun kelapa sawit di tanah mineral yang landai, tahun 2009 ... 114

(7)

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR Halaman

45. Gambar 1.1. Teras kontur ... 3

46. Gambar 1.2. Tapak kuda dengan rorak ... 3

47. Gambar 1.3. Parit pada kaki bukit ... 4

48. Gambar 1.4. Tinggi permukaan air tanah di atas lapisan pirit... 5

49. Gambar 1.5. Pembuatan parit pada tanah pasang surut... 5

50. Gambar 2.1. Pedoman seleksi kecambah ... 12

51. Gambar 2.2. Layout bedengan pada pre-nursery ... 15

52. Gambar 2.3. Papan label kelompok bibit di pre-nursery dan main nursery ... 16

53. Gambar 2.4. Pedoman seleksi bibit di pre-nursery ... 22

54. Gambar 2.5. Lay out jalan dan saluran air di pembibitan kelapa sawit .... 24

55. Gambar 2.6. Pedoman seleksi bibit di main nursery ... 30

56. Gambar 3.1. Penanaman kacangan pada areal datar ... 34

57. Gambar 3.2. Penanaman kacangan pada areal berkontur ... 34

58. Gambar 4.1. Pemancangan areal datar ... 39

59. Gambar 4.2. Pemancangan areal bergelombang ... 39

60. Gambar 4.3a. Pemisahan tanah pada saat membuat lubang ... 40

61. Gambar 4.3b. Penimbunan tanah pada saat menanam kelapa sawit ... 40

62. Gambar 8.1. Posisi lokasi tempat peletakan pupuk dan contoh papan pancangnya ... 52

63. Gambar 8.2. Lokasi aplikasi pupuk pada tanaman kelapa sawit ... 54

64. Gambar 9.1. Tanda BS pada pokok baris ke-3 dan tiap kelipatan 10 pokok selanjutnya ... 55

65. Gambar 9.2. Tanda BS pada pokok baris ke-8 dan tiap kelipatan 10 pokok selanjutnya ... 55

66. Gambar 9.3. Tanda pokok contoh ... 56

67. Gambar 9.4. Posisi pohon contoh dan pokok sensus ... 56

68. Gambar 9.5. Skema penentuan pokok contoh dan pokok sensus ... 58

69. Gambar 13.1. Alat semprot Mikron Herbi ... 99

(8)

BAB I

PEMBUKAAN LAHAN

    1.1. Persiapan dan Pembuatan Time Schedule  a. Pembuatan kontrak kerja diperlukan waktu sekitar 1 bulan dan sebaiknya  dimulai 10 bulan sebelum program penanaman 

b. Identifikasi  nilai  konservasi  tinggi  (NKT)  diperlukan  waktu  sekitar  3  bulan  dan sebaiknya dimulai 10 bulan sebelum program penanaman 

c. Persiapan  pembukaan  lahan  sebaiknya  dimulai  minimal  7  bulan  sebelum   program  penanaman,  sehingga  tersedia  waktu  19  bulan  untuk  menyelesaikan program 

d. Semua  tahapan  pekerjaan  agar  disusun  secara  sistematis  dan  satu  sama  lain tidak saling menghambat 

e. Dalam penyusunan time schedule faktor yang paling perlu diperhitungkan  ialah  :  iklim,  tenaga  kerja,  alat  berat  dan  bahan.  Berikut  contoh  time 

schedule  pembukaan  lahan  untuk  areal  3.000  ha  (musim  kemarau  pada 

Februari, musim hujan dari Sept – Des).   

Tabel 1.1. Time schedule pembukaan lahan untuk areal 3.000 ha (musim kemarau  pada Februari, musim hujan dari September – Desember). 

No  Jenis Kegiatan  Bulan 

6  7  8  9  10  11  12  1  2  3  4  5  6  7  8  9  10  11  12  1  Pembuatan kontrak kerja                                                           2  Identifikasi nilai konservasi tinggi                                                           3  Pembuatan batas blok                                                           4  Pembuatan jalan rintis (opening road)                                                           5  Imas tumbang                                                           6  Pembuatan jalan (TR dan CR)                                                           7  Pancang rumpukan                                                           8  Rumpuk mekanis                                                           9  Pancang tanaman                                                           10  Tanam kacangan (LCC)                                                           11  Ecer dan tanam kelapa sawit                                                             1.2. Persyaratan Pembukaan Lahan Untuk Areal Kelapa Sawit  1.2.1. Konservasi Tanah, Air dan Keanekaragaman Hayati, Situs Budaya, Sosial  dan Ekonomi.  a. Lakukan HCV (NKT = Nilai Konservasi Tinggi) identification, jika ditemukan  flora  dan  fauna  yang  harus  dilindungi  lakukan  isolasi  dan  dokumentasi 

(9)

terhadap  flora  dan  fauna  tersebut.  Selain  itu  lakukan  pemetaan  serta  lestarikan situs budaya, sosial dan ekonomi  b. Tidak menebang pohon dengan radius :  - 500 m dari tepi waduk atau danau  - 200 m dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa  - 100 m dari kiri kanan tepi sungai  - 50 m dari kiri kanan tepi anak sungai  - 2 kali kedalaman jurang dari tepi jurang  - 130 kali selisih pasang tertinggi dari tepi pantai  c. Land clearing dilakukan harus dengan zero burning.    1.2.2. Berdasarkan Jenis Tanah  1.2.2.1. Tanah Mineral Up Land 

Lebar  teras  dibuat  berdasarkan  derajat  kemiringan  lahan  dengan  ketentuan sebagai berikut :    Tabel 1.2. Lebar teras berdasarkan derajat kemiringan lahan  Kemiringan  Keterangan <50  Jarak tanam standar, tidak perlu teras/tapak kuda  5 – 80  Lebar teras minimal 2 m dengan interval 35 – 50 m  9 – 120  Lebar teras 4,0 – 4,5 m  13 – 250  Lebar teras minimal 3,0 m bergantung pada kondisi  tanah/kedalaman tanah.  >250  Tidak direkomendasikan untuk ditanam  Keterangan :  - Kemiringan lahan diukur dengan Abney Level atau clinometer  - Lebar teras < 5 m dengan backdrop 0,5 m 

- Sebelum  pembuatan  teras,  jalan  dibuat  terlebih  dahulu  untuk    memudahkan 

kegiatan operasional dari jalan ke teras atau sebaliknya dan mengurangi  erosi. 

 

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan  teras:  a. Teras Konservasi 

Pada daerah dengan kemiringan 5 – 80, teras konservasi dengan lebar  2  m  dibuat  secara  mekanis  dengan  jarak  antar  teras  35  –  50  m.  Jika  diperlukan tapak kuda dengan rorak dapat dibuat secara selektif 

   

(10)

Back drop (tebing teras) Lebar teras 3 ‐ 4,5 m Back slope 10 ‐ 12o  Tanah timbun  yang dipadatkan  b. Teras Kontur  Pada daerah berbukit dengan kemiringan  9 –  250  dibuat teras kontur  dengan  lebar  3  –  4,5  m  secara  mekanis  (Tabel  1.2).  Stop  bund  harus  dibuat  setiap  jarak  30  m  dengan  lebar  maupun  tinggi  60  –  70  cm  dengan panjang ± 2 m dari tebing. 

c. Tapak Kuda dengan Rorak 

Pada  daerah  dengan  kemiringan  13  –  250  yang  tidak  memungkinkan  dibuat teras kontur dengan lebar 3 m harus dibuat tapak kuda dengan  lebar  2,5  m  mengikuti  kontur  yang  harus  dikombinasikan  dengan  rorak.                        Gambar 1.1. Teras kontur                          Gambar 1.2. Tapak kuda dengan rorak    d. Tanaman Konservasi 

- Rumput  vertiver    sangat  bermanfaat  untuk  mencegah  erosi  karena  perakaran  yang  dalam  mencapai  3  m,  dan  struktur  perakarannya  sangat baik. 

- Perbanyakan  rumput  ini  dilakukan  dengan  membagi  rumpun  menjadi  bagian  kecil  dan  ditanam  berjarak  50  cm.  Untuk 

Back slope 10 ‐ 12o  Tanah timbun  yang dipadatkan  2,5 ‐ 3,5 m  70 cm 70 cm 70 cm 

(11)

mempercepat  perkembangannya  dilakukan  pemangkasan  daun  setinggi 25 cm setiap 3 bulan. 

 

1.2.2.2. Tanah Mineral Low Land Tanpa Sulfat Masam 

Pada areal pertemuan antara rendahan dan areal berbukit harus dibuat  parit  memanjang  kaki  bukit  menuju  ke  collection  atau  main  drain  (Gambar 1.3).                                          Gambar 1.3. Parit pada kaki bukit    1.2.2.3. Tanah Mineral Low Land Mengandung Potensial Sulfat Masam 

a. Untuk  menghindari  terbentuknya  sulfat  masam  sebagai  akibat  teroksidasinya  pirit,  permukaan  air  di  atas  lapisan  pirit  harus  dipertahankan 

b. Untuk  mempertahankan  tinggi  permukaan  air  parit  pertama  harus  dibendung dengan sekat‐sekat di beberapa tempat antara lain dengan  menggunakan bekas karung pupuk yang telah diisi tanah 

c. Jumlah  bendungan  di  sepanjang  parit  bergantung  pada  level  air  yang  harus dipertahankan  Bukit Penampang melintang  Areal dilihat dari atas  Parit kaki bukit Rendahan 

(12)

d. Selama  musim  hujan,  semua  pintu  air  dan  bendungan  harus  dibuka  untuk mengurangi kemasaman air dan pada akhir musim hujan harus  ditutup kembali 

e. Permukaan  air  diatas  lapisan  pirit  harus  senantiasa  dipertahankan  (Gambar 1.4).                          Gambar 1.4. Tinggi permukaan air tanah di atas lapisan pirit    1.2.2.4. Tanah Pasang Surut 

Pintu  air  di  areal  pasang  surut  ditempatkan  pada  outlet.  Untuk  menentukan  ketinggian  benteng  berdasarkan  ketinggian  air  laut  pada  waktu  air  pasang.  Parit  berukuran  3  m  x  2,5  m  x  3  m  dibuat  sepanjang  benteng yang berfungsi mencegah perembesan air laut pada saat pasang  yang tidak normal (Gambar 1.5).                          Gambar 1.5. Pembuatan parit pada tanah pasang surut    Lap. Pirit (>120  cm)  50 – 80 cm  3m Benteng laut Tanah  timbunan  10 m 2,5 m 3m

(13)

1.2.2.5. Gambut 

Klasifikasi gambut berdasarkan kedalamannya dapat dilihat pada Tabel  1.3. 

 

Tabel 1.3. Klasifikasi gambut berdasarkan kedalaman 

Kedalaman gambut (m) Jenis gambut Keterangan

< 1  Dangkal  Dapat ditanami 

1 – 3  Sedang  Dapat ditanami 

> 3  Dalam  Tidak boleh ditanam 

 

Untuk pembukaan areal gambut harus mengikuti cara kerja berikut :  a. Tentukan  level  permukaan  air  yang  akan  digunakan  sebagai  dasar 

pembuatan rencana pembukaan outlet dan main drain ke arah sungai  b. Outlet dan main drain harus sudah dibuka minimum 6 bulan sebelum 

LC. 

c. Tinggi  air  tanah  harus  dipertahankan  60  –  75  cm  agar  tidak  terjadi 

pseudosend  dan  penyusutan  lapisan  gambut  yang  cepat.  Tabel  1.4 

menyajikan  jenis dan fungsi parit.    Tabel 1.4. Jenis dan fungsi parit   Jenis parit  Lebar atas  (m)  Lebar bawah  (m)  Kedalaman  (m)  Fungsi  Outlet  drain  Sesuai  kebutuhan  Sesuai  kebutuhan  Sesuai  kebutuhan  Mengumpulkan air  dari main drain dan  mengalirkannya ke  sungai  Main drain  4  3  4  Mengumpulkan air  dari collection drain Collection  drain  3  2,5  3  Mengumpulkan air  dari field drain  Field drain  1  0,75  1  Mengalirkan air dari  blok ke collection  drain    d. Bendungan dibuat pada main drain dan collection drain.  

e. Bendungan  terbuat  dari  balok  broti  sebagai  cerucuk,  kemudian  ditimbun  dengan  karung  yang  telah  diisi  dengan  tanah  mineral  dan  disusun rapi. 

f. Tinggi  bendungan  sama  dengan  tinggi  permukaan  blok  dan  diberi  pintu  air  dengan  ketinggian  50  –  70  cm  dan  lebar  50  cm.  Jumlah  bendungan bergantung pada ketinggian air dalam parit.  

(14)

g. Pada  musim  hujan  pintu  bendungan  dibuka  atau  ketinggian  karung  bendungan dikurangi untuk mengurangi kemasaman tanah gambut.  h. Sebelum akhir musim hujan pintu bendungan ditutup atau ketinggian  karung bendungan ditinggikan agar ketinggian air di parit 50 – 70 cm  dari permukaan tanah.    1.3. Teknik Pembukaan Lahan Untuk Tanaman Baru  1.3.1. Penyusunan Tata Ruang 

Tata  ruang  disusun  berdasarkan  hasil  survey  tanah  semi  detil  yang  mencakup :  a. Jaringan jalan terutama untuk jalan penghubung keluar dan masuk lokasi  b. Batas kebun dan batas kerja kontraktor  c. Lokasi bibitan  d. Kondisi lahan : darat, rawa, bukit, sungai dan rencana outlet  e. Rencana pembagian blok  f. Luas setiap blok 30 ha   g. Penentuan TR (Transportation Road) dan CR (Collection Road)  h. Rencana lokasi pemukiman karyawan dan bangunan lainnya  i. Rencana lokasi pabrik dan kantor  j. Lokasi sumber material penimbunan dan pengerasan jalan    1.3.2. Pembuatan Batas Blok dan Jalan Rintis  Pedoman pembuatan blok dan jalan, sebagai berikut :  a. Berdasarkan peta rencana blok, dilakukan kegiatan rintis TR arah Utara –  Selatan dan CR arah Timur – Barat dengan menggunakan Theodolite oleh  surveyor 

b. Jarak  titik  pancang  antar  CR  =  1.009  m  dan  antara  TR  =  307  m  dengan  lebar blok 300 m dan panjang 1.000 m dan lebar TR = 9 m dan CR = 7 m  c. Khusus  untuk  areal  berbukit  dilakukan  imas  tumbang  terlebih  dahulu 

sebelum  pembuatan  jalan  dan  blok.  Pembuatan  blok  ditentukan  berdasarkan batas jalan dan luasnya tidak harus 30 ha. 

 

1.3.3. Pembukaan Lahan pada Vegetasi Hutan, Tanah Mineral dan Gambut  1.3.3.1. Imas 

Imas (underbrushing) yaitu memotong rapat ke permukaan tanah semak  dan  pohon/tumbuhan  yang  berdiameter  <10  cm,  dengan  menggunakan  parang atau kapak. 

     

(15)

1.3.3.2. Tumbang 

a. Pekerjaan  menumbang  yaitu  membebaskan  areal  dari  tegakan  kayu  dengan menggunakan chainsaw atau kapak 

b. Tumbang  I,  dilaksanakan  setelah  pekerjaan  imas,  untuk  pohon/kayu  dengan diameter 10 – 30 cm 

c. Tumbang II, dilakukan untuk pohon dengan diameter >30 cm 

d. Ketentuan  tinggi  tunggul  maksimum  dari  permukaan  tanah  hasil  tumbangan sebagai berikut :    Tabel 1.5.  Ketentuan tinggi tunggul maksimum dari permukaan tanah  hasil tumbangan  Diameter (cm)  Maksimum tinggi tunggul (cm) 11 – 20  21 – 30  31 – 40  41 – 50  > 50  30  40  45  50  75    e. Ketentuan lain yang harus diperhatikan adalah : 

- Hasil  tumbangan  tidak  dibenarkan  melintang  di  atas  alur  air  dan  jalan 

- Harus  dilakukan  secara  tuntas  sehingga  tidak  ada  pohon  yang  setengah  tumbang  maupun  pohon  yang  ditumbuhi  oleh  tanaman  menjalar 

- Pohon  yang  masih  tegak  tetapi  sudah  mati  tidak  perlu  ditumbang  sampai pada waktu dilakukan perumpukan 

- Penumbangan di lahan gambut dilakukan minimum 6 bulan setelah  pembuatan  outlet  dan  main  drain  serta  setelah  terjadi  penurunan  permukaan tanah. 

 

1.3.3.3. Perumpukan 

Menggunakan buldozer  dan atau excavator  untuk  merumpuk kayu  hasil  imasan  dan  tumbangan  pada  gawangan  mati  sejajar  baris  tanaman  dengan  arah  Utara‐Selatan.  Jenis  alat  berat  yang  dibutuhkan  terkait  dengan  vegetasi,    topografi  dan    kerapatan    kayu    dapat    dilihat    pada  Tabel 1.6. 

       

(16)

Tabel 1.6.   Kebutuhan  jenis  alat  berat  berdasarkan  vegetasi,  topografi  ,  posisi rumpukan dan kerapatan kayu 

Jenis alat 

berat  Vegetasi  Topografi 

Posisi  rumpukan  Kerapatan kayu Buldozer  Hutan sekunder,  semak belukar  Gelombang, datar,  datar  4 : 1  Sedang – rendah 

Buldozer  Hutan primer  Datar, gelombang 2 : 1  Tinggi – sedang

Buldozer dan  Excavator 

Hutan primer,  sekunder, semak 

belukar

Bukit, gelombang  Antar teras  Tinggi – rendah

Excavator  Hutan primer,  sekunder, semak  belukar  Rendahan, gambut 2 : 1  Tinggi – rendah   1.3.3.4. Pancang Jalur Rumpukan  a. Pancang dipasang di jalur rencana rumpukan yang berada di gawangan  mati  b. Tinggi pancang 4 m dan harus dipasang bendera putih supaya mudah  dilihat oleh operator excavator/buldozer  c. Setiap jarak ± 50 cm diberikan pancang  pembantu  sehingga  terdapat  6 – 8 pancang pembantu dalam jalur 

d. Pada  jarak  150  m  dibuat  tanda  tidak  boleh  dirumpuk  karena  akan  digunakan sebagai jalan kontrol dengan lebar 4 m. 

 

1.3.3.5. Pelaksanaan Rumpuk 

a. Posisi  buldozer  atau  excavator  berada  di  gawangan  hidup,  kegiatan  pengumpulan  atau  perumpukan  kayu‐kayu  diatur  dalam  gawangan  mati sejauh 2,5 m dari radius pohon sawit dan harus diletakkan rata di  permukaan tanah 

b. Top  soil  diusahakan  seminimal  mungkin  terkikis  oleh  pisau  buldozer,  posisi  pisau  diatur  10  cm  di  atas  permukaan  tanah  dan  atau  pisau  dipasang gigi 

c. Penempatan  rumpukan  di  areal  berbukit  dilakukan  mengikuti  arah  kontur  dan  kayu‐kayu  yang  melintang  pada  jalur  kontur  tanaman  harus dipotong dan disusun di jalur rumpukan. 

 

1.3.3.6. Pembukaan Lahan  Dengan Vegetasi Lalang  1.3.3.6.1. Sistem Kimiawi 

Pembukaan lahan dengan vegetasi lalang dapat dilakukan secara kimia  yaitu  menggunakan  glyphosate/sulphosate  dengan  dosis  anjuran  antara  6  –  10  liter/ha  blanket,  bergantung  pada  kondisi  lalang  dan 

(17)

kualitas air. Cara pengendalian lalang tersebut dapat dilihat pada Tabel  1.7. 

 

Tabel 1.7. Cara pengendalian lalang 

Cara  Dosis/ha  Waktu 

Semprot total  6 liter/ha blanket  Awal pembukaan areal 

Spot spraying 1  6 liter/ha   3 minggu setelah semprot total 

Spot spraying 2  6 liter/ha  4 minggu setelah semprot spraying 1 

Initial wiping  0,05 liter/ha/rotasi  4 minggu setelah semprot spraying 2 

Follow‐up  wiping  0,05 liter/ha/rotasi  Dilanjutkan 2 rotasi lagi dengan jarak  4 minggu per rotasi  Routine wiping  0,05 liter/ha/rotasi  Dilakukan setelah follow up wiping  rotasi ke 2 dengan rotasi 3 bulan  sekali.    1.3.3.6.2. Sistem Mekanis  a. Tidak dilakukan pada musim hujan atau kemarau panjang  b. Dilakukan dengan dua kali bajak dan dua kali garu yang ditarik oleh  traktor atau buldozer masing‐masing dengan arah bersilangan  c. Jangka waktu antara pembajakan kedua dan  garu pertama  sekitar  2 – 3 minggu dan dapat langsung diikuti dengan garu kedua.                                   

(18)

BAB II

PEMBIBITAN

    2.1. Tahap Pre nursery (PN)  2.1.1. Pemilihan Lokasi  Pemilihan lokasi untuk tempat pembibitan harus memenuhi syarat sebagai  berikut :  a. Topografi datar dan diusahakan terletak di tengah kebun  b. Dekat sumber air dan tersedia cukup banyak air walaupun pada  musim  kemarau  c. Drainase baik agar tidak tergenang pada musim hujan  d. Lokasi harus mudah didatangi dan jalan ke pembibitan harus baik  e. Areal harus jauh dari sumber hama dan penyakit, tersanitasi dengan baik  dan terbuka, tidak terhalang oleh pohon besar atau bangunan  f. Dekat dengan emplasement supaya pengawasan dapat lebih intensif  g. Aman dari gangguan binatang seperti sapi, kambing, dan kerbau.    2.1.2. Pemesanan Kecambah  a. Dipesan pada produsen kecambah yang mempunyai reputasi baik  b. Penjadwalan pemesanan kecambah perlu dilakukan dengan tepat karena  terkait  dengan  perizinan,  ketersediaan  kecambah  oleh  produsen,  program  pembukaan  lahan,  program  penanaman,  ketersediaan  tenaga  kerja dan penyiapan sarana produksi untuk kegiatan pemeliharaan bibit  c. Jumlah  kecambah  yang  harus  dipesan  adalah  193  –  200  kecambah  per 

hektar  areal  penanaman  dengan  kerapatan  tanaman  136  –  143  pokok  per hektar. Perkiraan kebutuhan bahan tanaman per ha program tanam  kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.1.    Tabel 2.1. Perkiraan kebutuhan bahan tanaman per hektar  Deskripsi  Jumlah  a. Kecambah diterima  b. Kecambah ditanam dipersemaian   (pre‐nursery)   c. Semai dipindah ke largebag  (main nursery)   d. Bibit siap tanam, termasuk kebutuhan  untuk sisipan (+ 5%)          200, seleksi 3 ‐ 5%   190, seleksi 5 ‐ 7,5%    + 180, seleksi 10 ‐ 15%    + 150, seleksi 10 ‐ 25%   

(19)

Kecambah baik Kecambah baik Kecambah membulat atau bantat

Akar terpuntir Pucuk dan akar terpuntir

Bentuk garputala Bentuk garputala dengan

pucuk bentuk pancing Bentuk graham

Bentuk tongkat berkait Kecambah terhambat Kecambah tanpa akar

d. Waktu  pemesanan  kecambah  harus  dilakukan  dengan  mengacu  pada  program penanaman, minimal 2 (dua) tahun sebelumnya    2.1.3. Seleksi Kecambah  a. Kecambah yang ditanam adalah kecambah normal. Untuk mendapatkan  kecambah normal gunakan pedoman berikut di bawah ini                                                                      Gambar 2.1. Pedoman seleksi kecambah  Kecambah Normal  Kecambah Abnormal

(20)

b. Kecambah  normal  mempunyai  pucuk  (plumula)  dan  akar  (radicula). 

Plumula  bentuknya  meruncing  berwarna  putih  sedangkan  radicula 

bentuknya agak tumpul, panjangnya + 8 – 25 mm berwarna gading yang  posisinya bertolak belakang dengan radicula 

c. Apabila  plumula  kembar,  plumula  yang  lebih  lemah  harus  dibuang.  Kemudian  kecambah  dengan  plumula  yang  lebih  kuat  ditanam  seperti  biasa   d. Kecambah yang harus dibuang dengan kondisi sebagai berikut :  - Kecambah abnormal  - Radicula dan atau plumula busuk/rusak  - Radicula dan plumula searah  - Terserang jamur  e. Kecambah yang dibuang harus dibuat berita acaranya.    2.1.4. Penyiapan Bedengan  Bedengan untuk tempat peletakan media tanam dalam babybag  disiapkan  sesuai dengan standard, yaitu :  a. Diusahakan arah bedengan memanjang dari Barat ke Timur  b. Panjang bedengan disesuaikan dengan keadaan lapangan (10‐20 m)  c. Lebar bedengan 1,2 m  d. Jarak antar bedengan 0,6‐1 m  e. Tepi bedengan dibuat palang dari papan, dengan panjang 10‐20 m,tinggi  10 cm dan tebal 2 cm  f. Pemasangan papan dijepit oleh patok dari luar dan dalam.    2.1.5. Penyiapan Media Tanam 

Media  tanam  yang  digunakan  harus  sesuai  dengan  standar  pembibitan,  yaitu : 

a. Tanah  yang  digunakan  untuk  media  adalah  tanah  lapisan  atas  (top  soil)  dan tidak bercampur dengan batu – batu/kerikil. Tekstur tanah sebaiknya  lempung berliat (40% debu, 30% pasir dan 30% liat) dan berdrainase baik  b. Topsoil  diayak  dengan  lubang  ayakan  1  cm  x  1  cm  untuk  memisahkan 

bongkah – bongkah  tanah dan sisa – sisa akar/kerikil 

c. Tumpukan  tanah  yang  telah  diayak  ditutup  dengan  terpal  plastik  agar  tidak kehujanan 

d. Tanah yang telah diayak dicampur merata dengan  15 g RP/babybag atau  untuk 1.000 babybag campur 1 m3 tanah  kering dengan 15 kg  RP secara  merata 

e. Apabila top soil tidak tersedia, maka dapat digunakan sub soil dicampur  dengan  POME,  dengan  perbandingan  volume  1  :  0,5  (tanah  :  POME). 

(21)

Babybag yang telah diisi dengan campuran ini segera disiram dengan air 

sampai  dengan  kapasitas  lapang  dan  harus  dibiarkan  selama  satu  minggu, sebelum ditanami 

f. Apabila  top  soil  dan  POME  tidak  tersedia,  maka  dapat  digunakan  1  m

sub soil dicampur  dengan 15 kg pupuk compound 15:15:6:4 dan  5 kg  RP 

untuk  1.000  babybag.  Babybag  yang  telah  diisi  dengan  campuran  ini  segera  disiram  dengan  air  sampai  dengan  kapasitas  lapang  dan  harus  dibiarkan selama satu minggu, sebelum ditanami. 

 

2.1.6. Pengisian dan Penyusunan Babybag 

a. Jangan  sekali‐kali  mengisi  tanah  basah  apalagi  yang  berkadar  liat  tinggi  ke  dalam  polybag  karena  akan  terjadi  pemadatan  yang  dapat  menghambat  pertumbuhan akar 

b. Babybag  yang  digunakan  harus  sesuai  standar,  dengan  ukuran  lebar  14  cm x panjang 23 cm x tebal 0,1 mm atau dalam 1 kg babybag berisi 205 –  215  lembar  babybag,  warna  hitam  dan  terdapat  lubang  –  lubang 

drainase 

c. Kebutuhan  babybag  untuk  per  hektar  tanaman  di  lapangan  adalah  200  lembar  babybag + 2% 

d. Babybag  diisi  dengan  media  tanam  yang  telah  disiapkan.  Isikan  tanah  tersebut ke babybag (+ 1 kg/babybag) dan dipadatkan 

e. Babybag disusun rapat dan rapi sehingga membentuk bedengan selebar  + 120 cm (12 babybag) dan panjangnya bergantung pada jumlah bibit per  nomor  kelompok.  Penyiraman  dilakukan  setiap  hari  sampai  dengan  kapasitas lapang 

f. Pinggiran  bedeng  diberi  palang  kayu  agar  baby  bag tidak  roboh.  Antara  bedengan  dibuat  jalan  kontrol  dengan  lebar  +  50  cm  memanjang  persemaian.  Barisan  babybag  yang  paling  pinggir  diusahakan  terletak  +  50 cm dari tepi atap naungan (Gambar 2.2) 

g. Babybag harus siap minimal 1 (satu) minggu sebelum kecambah ditanam  dan  disiram  setiap  hari  sampai  dengan  kapasitas  lapang  sampai  waktu  penanaman kecambah.                   

(22)

                                  Gambar 2.2. Layout bedengan pada PN    2.1.7. Penyiapan Naungan 

a. Naungan  untuk  pre‐nursery  tidak  mutlak  dan  dapat  ditiadakan  jika  penyiraman terjamin baik dan teratur 

b. Naungan  hanya  direkomendasikan  apabila  penyiraman  tidak  terjamin  atau kurang baik 

c. Untuk  bahan  atap  naungan  bisa  dipakai  pelepah  daun  sawit  ataupun  plastik net dengan 60% shading (naungan) 

d. Tinggi  tiang  atap  sekitar  2  m  (dengan  bagian  tiang  sedalam  0,3  m  tertanam di dalam tanah) dan lebar jarak antara 2 tiang sekitar 1,5 m  e. Sekitar 10 minggu setelah tanam (dua daun) naungan berangsur – angsur 

dikurangi  sehingga  dalam  waktu  2  minggu  kemudian  naungan  sama  sekali  dihilangkan  (setiap  selang  waktu  4  hari  naungan  dikurangi  seperempatnya) 

f. Jangan  memakai  naungan  yang  terlalu  gelap  dan  naungan  harus  dibongkar setelah 12 minggu dari penanaman kecambah.    2.1.8. Papan Label  a. Setiap papan label harus menunjukkan : Blok, jumlah kecambah ditanam,  tanggal kecambah ditanam, asal kecambah (misal : D x P Marihat), nama  kelompok (misal : BJ atau DA) , dan penanggungjawab (Gambar 2.3)    200 cm  180 cm  120 cm  Panjang bedengan bergantung pada jumlah  semai per nomor  kelompok  Jalan Kontrol Tiang penyangga atap 

(23)

                    Gambar 2.3. Papan label kelompok bibit di pre‐nursery dan main nursery    b. Untuk jenis DP  Marihat ada 12 (dua belas) kelompok utama yang harus  ditanam terpisah, yaitu BJ, DS, MA, LM, RS, YA, DS x NI, MA x NI, DS x BJ,  RS  x  DS,  MA  x  RS,  BJ  x  RS.  Ke  12  kelompok  utama  itu  mencakup  36  kategori persilangan (Tabel 2.2) 

c. Untuk  DP  Rispa  ada  2  (dua)  kelompok  utama,  yaitu  DP  dan  DYP  (jenis  Dumpy, lebih pendek dari DP) 

 

Tabel 2.2. Pengelompokan  bibit  Marihat  kedalam  12  kelompok  utama  dan 36 kategori.  Kelompok utama  Kategori  (nomor persilangan)  BJ  01 – 04     DS  02 – 29   02 – 42     02 – 43   02 – 44     02 – 50    MA  03 – 05   02 – 09     02 – 45   03 – 46     03 – 47   03 – 49     03 – 59  03 – 60     03 – 63   03 – 64   LM  04 – 17     RS  05 – 27   05 – 28     05 – 30  05 – 31     05 – 32  05 – 66   YA  09 – 15   09 – 19     09 – 20   09 – 67     09 – 68     DS * NI  10 – 34    MA * NI  11 – 33   11 – 37   DS * BJ  12 – 56   12 – 57   RS * DS  13 – 69     MA * RS  15 – 70    BJ * RS  22 – 71    

Catatan  :  Penanaman  kategori  yang  berlainan  dalam  kelompok  utama  yang  sama  dapat  dilakukan untuk satu blok di lapangan.   20 cm  30 cm 20 cm  15 cm  30 cm 50 cm Blok/Afd : Jumlah Kecambah : Tgl ditanam : Asal kecambah : Nama Kelompok : Penanggungjawab : Blok/Afd : Jumlah Kecambah : Tgl ditanam : Tgl Transplanting : Asal kecambah : Nama Kelompok : Penanggungjawab : Papan label di Pre‐Nursery Papan label di Main‐Nursery

(24)

d. Untuk  DP  Socfindo  ada  2  (dua)  kelompok  utama  yang  mencakup  22  kategori persilangan (Tabel 2.3) 

e. Dibuat papan label untuk pemisahan kelompok bibit dengan ukuran 15 x  20  cm,  tinggi  30  cm  dari  permukaan  tanah,  cat  dasar  warna  putih  dan  tulisan warna hitam.    Tabel 2.3. Pengelompokan bibit Socfindo kedalam 2 kelompok utama dan  22 kategori.  Kelompok utama   Kategori (nomor persilangan)  IL  0505     0511    2505    4205    4211    4905    4911    5005    5011    5105    5111    5405    5411    6311    6405    6722  SL  0811    3011    6105    6205    6405    6505    2.1.9. Penanaman 

a. Kecambah  yang  diterima  harus  disimpan  dan  dibuka  di  tempat  yang  ternaungi/tidak terkena sinar matahari langsung 

b. Kecambah yang masih dalam bungkusan plastik sebelum dibuka terlebih  dulu dipisah‐pisahkan sesuai dengan nomor kelompoknya 

c. Sebelum  ditanam,  semua  bungkusan  plastik  kecambah  dibuka  dan  disimpan  ditempat  yang  sejuk.  Kecambah  harus  segera  ditanam  pada  hari itu juga atau paling lama 1 (satu) hari setelah penerimaan kecambah  d. Penanaman  kecambah  harus  dilakukan  per  kelompok.  Sebelum 

penanaman  kecambah,  babybag  yang  telah  diisi  tanah  harus  disiram  terlebih dahulu 

e. Penanaman  kecambah  harus  dilakukan  dengan  hati‐hati/teliti  agar  akar  dan pucuk tidak patah, dengan cara sebagai berikut : 

(25)

- Buat  lubang  tepat  di  tengah  babybag  sedalam  2  –  2,5  cm  dengan  menggunakan jari 

- Letakkan  kecambah  dengan  posisi  bagian  akar  di  sebelah  bawah  dan  pucuk menghadap keatas 

- Timbun  kembali  dengan  tanah  setebal  1  –  1,5  cm  dan  tidak  boleh  dipadatkan 

- Kecambah yang belum jelas perbedaan bakal akar dan daunnya dapat  ditunda  penanamannya,  sedangkan  yang  terlalu  panjang  akarnya  dapat  dipertahankan  sampai  5  cm  dari  pangkalnya,  selebihnya  harus  dipotong 

f. Setelah penanaman, papan label harus dipasang dengan mencantumkan  nama kelompok kecambah yang ditanam. 

 

2.1.10. Penyiraman 

a. Penyiraman bibit dilakukan 2 kali sehari yaitu  pada pagi  dan sore hari.  Bila pada malam hari turun hujan > 10 mm, maka besok paginya tidak  perlu disiram. Kebutuhan air adalah 0,2 – 0,3 liter per babybag per hari  b. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan selang air yang dilengkapi 

dengan  kepala  gembor  di  ujungnya,  agar  tanah  tidak  keluar  dari 

babybag 

c. Penyiraman  dapat  juga  dilakukan  dengan  gembor  dan  persediaan  air  diambil dari drum yang ditempatkan pada setiap blok pre‐nursery 

d. Penyiraman adalah salah satu perlakuan pemeliharaan yang terpenting  dan  harus  dilaksanakan  dengan  sebaik‐baiknya  terutama  dalam  fase  awal di pre‐nursery. 

 

2.1.11. Pemupukan 

a. Program  aplikasi  pemupukan  dapat  dilihat  pada  Tabel  2.4,  pada  pre‐ 

nursery selalu dilakukan pemupukan dengan cara menyiramkan larutan 

pupuk dengan menggunakan gembor 

b. Penyiraman  dengan  larutan  pupuk  baru  dapat  dilakukan  jika  penyiraman dengan air pada sore hari telah selesai 

c. Untuk  memudahkan  pelaksanaan  pemberian  pupuk  dalam  bentuk  larutan,  maka  direkomendasikan  untuk  membuat  larutan  stok  terlebih  dahulu.  Larutan  stok  ini  harus  diencerkan  sebelum  disemprotkan/  disiramkan ke bibit 

d. Buat larutan stok urea, dengan cara melarutkan 300 g urea ke dalam 3  liter air. Untuk membuat larutan semprot atau siram, encerkan 300 ml  larutan stock urea ke dalam 14.700 ml air, lalu diaduk merata. Larutan  ini cukup untuk 300 bibit 

(26)

e. Buat larutan stok NPK, dengan cara melarutkan 300 g NPK 15:15:6:4 ke  dalam  3  liter  air.  Untuk  larutan  semprot  atau  siram,  encerkan  300  ml  larutan stok NPK ke dalam 14.700 ml air, lalu diaduk merata. Larutan ini  cukup untuk 300 bibit 

f. Pemberian  larutan  pupuk  dapat  disemprot  dengan  menggunakan  pompa semprot (knapsack sprayer) atau disiram dengan menggunakan  gembor 

g. Gunakan pompa semprot yang bebas dari herbisida dan atau pestisida.   h. Penyemprotan  larutan  pupuk  dapat  digabung  dengan  fungisida  atau 

insektisida 

i. Apabila  muncul  gejala  akibat  defisiensi  unsur  hara  yang  spesifik  atau  gejala‐gejala  lain  karena  efek  pemupukan,  maka  harus  segera  dilaporkan ke Departemen Riset, riwayat perlakuan sebelumnya dengan  disertai foto dari gejala yang dimaksud 

j. Gejala  defisiensi  hara  yang  spesifik  dari  unsur  tersebut  dibawah  ini,  dapat diperlakukan sebagai berikut : 

- Boron  : Dilakukan penyemprotan dengan 2,5 g HGFB per liter  (konsentrasi 0,25%) 

- Magnesium   : Dilakukan  penyemprotan  dengan  10  g  MgSO4.7H2O 

per liter (konsentrasi 1%) 

- Copper   : Dilakukan  penyemprotan  dengan    0,5  g  CuSO4.5H2O 

per liter (konsentrasi 0,05%) 

k. Setelah  umur  bibit  12  minggu  di  babybag  pindahkan  ke  largebag.  Jika  pada  umur  12  minggu  bibit  belum  dipindahkan  dari  babybag,  maka  pemupukan harus tetap dilanjutkan dengan dosis umur 11 minggu yaitu  30 g urea /15 liter air/300 bibit setiap minggu sampai bibit dipindahkan  l. Jangan memberikan pupuk dalam bentuk granular pada babybag. 

 

Tabel 2.4. Program pemupukan pembibitan kelapa sawit di pre ‐ nursery  

Minggu   Cara aplikasi   Jumlah pupuk per bibit 

Pada  saat  pengisian  tanah baby bag   Dicampur dengan  tanah polybag    10 g RP untuk baby polibag  5  6  7  8  9  10  11  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  Disemprot / Disiram  30 g urea/15 l air/300 bibit   30 g Cpd 55/15 l air/300 bibit   30 g urea/15 l air/300 bibit   30 g Cpd 55/15 l air/300 bibit  30 g urea/15 l air/300 bibit   30 g Cpd 55/15 l air/300 bibit  30 g urea/15 l air/300 bibit  Note : Cpd 55 = pupuk majemuk 15:15:6:4     

(27)

2.1.12. Pemberian Mulsa 

Pemberian  mulsa  dilakukan  pada  tahap  pre‐nursery  dan  main  nursery  sebagai berikut :  

a. Mulsa berupa cangkang ditabur dalam babybag di sekitar bibit setebal  2,5 cm menutupi permukaan tanah (mulsa tidak boleh menyentuh bibit)  b. Mulsa yang terbawa air hujan atau penyiraman segera diganti 

c. Fiber dari mesocarp, alang ‐ alang atau tanaman yang bagian bunganya  tidak  diikutkan  dapat  digunakan  untuk  mulsa  dengan  catatan  air  penyiraman masih dapat masuk ke dalam tanah 

d. Pemberian  mulsa  dapat  mencegah  petumbuhan  gulma  di  dalam 

babybag dan mengurangi evaporasi. 

 

2.1.13. Pengendalian Gulma 

a. Pengendalian gulma di pre‐nusery hanya dilakukan dengan cara manual  yaitu  dengan  mencabuti  seluruh  jenis  gulma  yang  tumbuh  di  dalam 

babybag 

b. Gulma  yang  telah  dicabuti,  dikumpulkan  dan  disingkirkan  dari  areal  pembibitan 

c. Bersamaan  dengan  pengendalian  gulma  tersebut,  untuk  bibit  yang  doyong  dilakukan  penegakan,  sedangkan  untuk  bibit  yang  akarnya  tersembul dilakukan penambahan tanah ke dalam babybag.  

 

2.1.14. Pengendalian Hama dan Penyakit 

a. Waspada  terhadap  gejala  serangan  hama  dan  penyakit,  agar  tidak  terjadi  out  break.  Metode  pengendalian  hama  dan  penyakit  di  pembibitan dapat dilihat pada Tabel 2.5 

b. Untuk  pembibitan  diperlukan  stok  insektisida  dan  fungisida  di  gudang  kebun  adalah  4  x  3,5  liter/ha  atau  3,5  kg/ha  per  jenis  insektisida  maupun fungisida 

c. Hindari  penyimpanan  insektisida  dan  fungisida  bercampur  dengan  bahan lainnya, seperti herbisida dan pupuk  d. Pompa semprot yang dipakai untuk insektisida/ fungisida harus khusus  dan tidak boleh dipakai untuk keperluan lainnya.               

(28)

Tabel 2.5.  Pedoman  pengendalian  hama  dan  penyakit  di  pembibitan  kelapa sawit  Jenis hama &  penyakit   Gejala serangan   Pestisida yang digunakan   Jenis   Konsentrasi  (%)  Cara aplikasi  Apogonia sp  dan   Adoretus sp  Lapisan pidermisnya  dikikis atau helai  daun dimakan  seluruhnya (terjadi  lobang‐lobang)  Thiodan 35 EC  1,5  Semprotkan  ke daun  pada sore  hari rotasi 1  – 2 kali  seminggu  Ulat api dan   Ulat kantong   Memakan daun atau  epidermis nya saja   Decis 2,5 EC  Thiodan 35 EC  Gusadrin 150 WSC  Nuvacron  150 SCW  0,06   1,5  Semprotkan  ke daun,  rotasi bila  ada serangan  Belalang  (Valanga)  Terutama memakan  tepi daun  Decis 2,5 EC  Gusadrin 150 WSC  Nuvacron  150 SCW    0,06     Semprotkan  ke daun,  rotasi bila 2  kali sebulan   Tungau dan  kutu (Mile dan  Aphid)  Menyerang sebelah  bawah daun  terutama daun yang  lebih tua  menyebabkan daun  berbintik‐bintik,  cenderung  mengering, serangan  timbul karena musim  kemarau panjang  Perfekthion 400 EC  Anthio 330 EC   0,125  Semprotkan  ke daun,  rotasi bila  ada serangan  Penyakit daun  Anthracnose   Daun bercak‐bercak  terang, coklat hitam,  mengering mulai dari  ujung. Gejala ini  diduga akibat bibit  terlalu lembab  karena pelindung   Dithane M‐45 80 WP  0,15   Semprotkan  ke daun,  rotasi 10‐15  hari sekali  Penyakit daun  Leaf Spot  (bercak daun)  Daun bercak‐bercak  bundar, kuning  terang kemudian  coklat dan cekung  dikelilingi oleh halo  yang berwarna hijau  kekuningan.  Selanjutnya bercak  bertambah besar  dan saling bertemu  satu sama lainnya.   Dithane M‐45 80 WP  0,20  Siramkan  pada tanah  di dalam  polybag  sampai jenuh       

(29)

Semai Normal

Semai dengan bentuk terpuntir Semai tumbuh abnormal karena herbisida

Daun semai menggulung Semai “Collante”

Semai tegak Semai berdaun sempit (seperti daun alang-alang)

2.1.15. Seleksi/Pengafkiran 

a. Seleksi bibit dilakukan untuk membuang bibit yang mempunyai bentuk  dan pertumbuhan yang  abnormal serta bibit yang terserang hama dan  penyakit.  Pedoman  seleksi  bibit  di  pre‐nursery  dapat  dilihat  pada  Gambar 2.4.    a. Semai Normal                   b. Kelainan‐kelainan semai karena kesalahan kultur teknis                                c. Semai Abnormal di Pre‐Nursery                                            Gambar 2.4. Pedoman seleksi bibit di pre‐nursery 

(30)

b. Bibit  yang  abnormal  dikumpulkan  secara  terpisah,  dan  harus  diperiksa  kembali  untuk  kemudian  segera  dimusnahkan  (dibuat  berita  acara  pemusnahan bibit) 

c. Seleksi bibit di pre‐nursery dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :  - Tahap I  : pada bibit 4 – 6 minggu 

- Tahap II : pada saat sebelum bibit ditransplanting ke main nursery   d. Pada  kondisi  normal,  seleksi  selama  di  pre‐nursery  +  5  –  10  %  dari 

populasi bibit 

e. Seleksi  bibit  dilakukan  petak  per  petak  dengan  membandingkannya  pada  pertumbuhan  rata‐rata  di  petak  tersebut.  Bibit  yang  normal  mempunyai  bentuk  daun  lanceolate,  dimana  tiap  daun  yang  keluar  pada  akhirnya  pertumbuhannya  akan  lebih  besar  dari  daun  yang  terdahulu. 

 

2.1.16. Pemisahan dan Perawatan Doubletone 

a. Pada  saat  transplanting  bibit  ke  pembibitan  utama  (MN),  semua  bibit  kembar dipisahkan dan ditempatkan segera pada tempat terpisah 

b. Babybag  bibit  doubletone  disiram  dengan  air  agar  cukup  lembab,  kemudian  dibelah  pada  bagian  tengah  antara  dua  bibit  doubletone  tersebut dengan menggunakan pisau yang tajam, untuk menghasilkan 2  bibit. Setiap bibit memiliki setengah bagian tanah babybag 

c. Kemudian  bibit  tersebut  dimasukkan  dalam  babybag  yang  baru  dan  ditambahkan  tanah  yang  sudah  dicampur  dengan  pupuk  RP  dengan  rasio 10 kg RP untuk 1 m3 tanah kering 

d. Bibit  ditaruh  dalam  bedengan  yang  diberi  naungan  dan  papan  dengan  label sesuai dengan label asalnya. 

e. Bibit disiram dengan sistem kabut. Penyiraman dilakukan selama 10 jam  per hari selama 14 hari 

f. Jika  sistem  penyiraman  kabut  tidak  ada,  dapat  disiram  dengan  air  empat kali dari standar penyiraman di pre‐nursery 

g. Pemupukan dilakukan dengan aturan yang berlaku di pre‐nursery 

h. Penyemprotan  insektisida  dan  fungisida  dilaksanakan  setiap  minggu  sekali.  Jaringan  tanaman  yang  mati  digunting,  dikumpulkan  untuk  selanjutnya dibakar di luar lokasi pembibitan 

i. Apabila pertumbuhan bibit doubletone telah stabil dan daun baru jelas  telah tumbuh ( ± 1 bulan) maka naungan dapat diambil secara progresif  (bertahap) 

j. Apabila  bibit  telah  benar‐benar  kuat,  lakukan  seleksi  biasanya  berkisar  1,5 bulan setelah pemisahan doubletone, kemudian pindahkan ke main 

nursery. 

(31)

2.1.17. Administrasi Pembibitan 

Untuk mendukung kelancaran teknis operasional lapangan di pembibitan,  diperlukan  sarana  administrasi  yang  baik  sehingga  data  yang  disajikan  tepat  dan  up  to  date,  mulai  dari  tahap  penerimaan  kecambah,  pre‐

nursery, main nursery hingga saat pemindahan ke lapangan.  

 

2.2. Tahap Main Nursery (MN)  2.2.1. Persiapan Main Nursery 

a. Luas  areal  untuk  main  nursery  disesuaikan  dengan  perencanaan  jumlah  bibit yang akan ditanam 

b. Satu hektar areal dapat menampung + 14.260 bibit dengan jarak 90 cm x  90  cm  x  90  cm  segitiga  sama  sisi.  Jarak  tersebut  dipakai  jika  bibit  akan  dipindah ke lapangan pada umur 12 – 15 bulan 

c. Infrastruktur main nursery berupa jalan dan pipa saluran air harus sudah  diselesaikan  selambat‐lambatnya  2  bulan  sebelum  transplanting  bibit. 

Lay  out  sarana  dan  infrastruktur  di  pembibitan  disajikan  pada  Gambar 

2.5 

d. Pipa inlet untuk pengambilan air dari sumur atau sungai harus dilengkapi  dengan saringan  yang  dapat  dibuat dari  drum,  yang  dilubangi  pada sisi‐ sisinya.                                       Gambar 2.5.  Lay out jalan dan saluran air di pembibitan kelapa sawit     Pipa utama Pipa utama  Pipa konsumen  Keterangan  100 m Mesin pompa air  5 m  50 m  33 m

(32)

2.2.2. Pengisian dan Penempatan Largebag 

a. Largebag  dengan  ukuran  standar  40  cm  x  50  cm  tebal  0,20  mm  atau  dalam  1  kg  largebag  berisi  18  –  20  lembar  largebag,  berwarna  hitam,  model  duduk,  terbuat  dari  polyethene  dan  sisinya  berlubang  (4  baris  berjarak 5 cm x 5 cm mulai tengah kantong bagian bawah) 

b. Tanah  yang  digunakan  adalah  tanah  lapisan  atas  (top  soil)  dan  tidak  bercampur  dengan  batu‐batu  kerikil.  Tekstur  tanah  sebaiknya  lempung  berliat dan mempunyai sifat drainase yang baik  c. Tiap 100 kg tanah kering dicampur merata dengan 500 g  RP, dengan cara  pencangkulan sampai homogen  d. Isikan tanah tersebut ke largebag (+ 20 kg per largebag) sampai setinggi  + 1 cm dari bibir kantong. Pengisian tanah diusahakan cukup padat dan  berdiri tegak (tidak bengkok atau patah pinggang). Tanah yang diisikan ke  dalam largebag harus dalam keadaan kering 

e. Jangan  sekali‐kali  mengisi  tanah  basah  apalagi  yang  berkadar  liat  tinggi  ke dalam largebag karena akan terjadi pemadatan yang berakibat buruk  bagi pertumbuhan akar 

f. Bila  mana  tidak  tersedia  top  soil  maka  dapat  digunakan  solid  decanter  atau  POME  dengan  perbandingan  100  kg  tanah  :  10  kg  solid  decanter  atau 0,5 liter POME plus 0,5 kg pupuk urea atau 10 kg fiber. Aduk secara  merata  tanah  dengan  penyubur  tanah  tersebut  dan  biarkan  selama  2  minggu sebelum digunakan 

g. Bersamaan  dengan  pengisian  tanah  ke  dalam  largebag  dilakukan  pemancangan 

h. Sewaktu  pengisian  dan  penjarangan  largebag,  harus  dihindari  mengangkat  largebag  pada  bagian  bibir,  karena  akan  mengakibatkan  

largebag robek 

i. Lakukan konsolidasi pada masing‐masing largebag, sebagai berikut :   - Menegakkan  posisi  largebag  agar  tidak  bengkok  (tidak  patah 

pinggang) 

- Meluruskan barisan tanaman 

- Meratakan  dan  menambahkan  tanah  kedalam  largebag  hingga 

permukaan tanah 1 cm dari bibir largebag  - Mencabut gulma yang tumbuh  - Melakukan penyiraman  j. Pekerjaan ini harus  selesai  2 – 4 minggu sebelum transplanting.           

(33)

2.2.3. Transplanting dari PN ke MN 

a. Transplanting  bibit ke main nursery dilakukan setelah bibit berumur + 3  bulan (4‐5 daun) 

b. Transplanting  bibit  dilakukan  per  kelompok  bibit,  upayakan  tidak  tercampur dengan kelompok bibit lainnya 

c. Sebelum  transplanting,  tanah  di  largebag  disiram  dengan  air  sampai  jenuh.  Hal  ini  untuk  memudahkan  penanaman  bibit  dan  mengurangi  tingkat kematian bibit sewaktu transplanting 

d. Bibit  yang  sudah  diseleksi  di  pre‐nursery,  diecer  ke  masing‐masing 

largebag yang akan ditanami 

e. Cara penanaman bibit ke largebag adalah sebagai berikut :  

- Buat lubang di tengah‐tengah largebag dengan menggunakan pipa bor  yang panjang yang diameternya sama dengan diameter babybag 

- Potong  dasar  babybag  dengan  menggunakan  pisau  tajam  lalu  masukkan ke dalam lubang yang sudah dibuat di largebag, kemudian  plastik  babybag  ditarik  keluar  melalui  bibit.  Usahakan  agar  tanah  dalam babybag tidak pecah 

- Antara tanah dalam largebag dengan bola tanah babybag dipadatkan  dan permukaannya sama tinggi (bonggol/leher batang tidak terbenam  dan akar tidak kelihatan) 

f. Papan  label  dipasang  setelah  transplanting  per  kelompok  selesai.  Kemudian  lakukan  penyiraman  yang  cukup  pada  semua  largebag  tersebut.  Permukaan  tanah  dalam  largebag  diberi  mulsa  berupa  cangkang (shell), serabut (fibre), bunga jantan kelapa sawit, daun lalang  dan  lain‐lain.  Tujuannya  adalah  untuk  konservasi  tanah  dan  air  di 

largebag.   

2.2.4. Penyiraman 

a. Penyiraman  bibit  dilakukan  2  kali  sehari,  yaitu  sejak  pagi  hingga  pukul  11.00 dan dari pukul 15.00 sampai selesai. Kebutuhan air rata‐rata untuk  setiap  bibit  adalah  +  2‐3  liter  per  largebag  per  hari  bergantung  pada  umur bibit 

b. Bila  terjadi  hujan  lebih  dari  10  mm  pada  hari  sebelumnya,  maka  tidak  perlu dilakukan penyiraman pada hari itu 

c. Penyiraman  dilakukan  dengan  selang  air  sumisansui  yang  mempunyai  lubang halus dan mengeluarkan butiran air yang halus, agar erosi tanah  dan hilangnya pupuk granular dari dalam largebag dapat dihindari 

d. Jangan  sekali‐kali  menyiram  dengan  selang  air  tanpa  kepala  gembor  di  ujungnya (ditembakkan langsung ke tanah largebag) 

   

(34)

e. Ditugaskan 1 (satu) orang operator khusus dengan tugas :  - Mengelola mesin pompa air 

- Memeriksa  serta  memperbaiki  pipa  air  di  lokasi  pembibitan  setiap  harinya    2.2.5. Pemupukan  a. Pemupukan sesuai dengan program yang telah direkomendasikan dapat  dilihat pada Tabel 2.6.    Tabel 2.6. Program pemupukan bibit di main nursery  

Minggu   Cara Aplikasi   Jumlah pupuk per bibit 

Pada  saat  pengisian  tanah  polybag  besar  1  minggu  sebelum pemindahan bibit    dicampur dengan  tanah polybag      100 g RP untuk large bag  13  15  17  19  21  23  25  29  33  37  41  45  49  53  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  Disebar  5    g  15:15:6:4  5  g  15:15:6:4  5  g  15:15:6:4  5  g  15:15:6:4   7  g  15:15:6:4   7  g  15:15:6:4  15 g  15:15:6:4  10 g  Urea  25 g  15:15:6:4   15 g  Urea  30 g  15:15:6:4  20 g  Urea  35 g  15:15:6:4  25 g  Urea   Jika lebih dari 12 bulan,  maka setiap 3 bulan  dilakukan pemupukan       Disebar      25  g 15:15:6:4   

b. Apabila  muncul  gejala  defisiensi  unsur  hara  yang  spesifik,  maka  segera  laporkan  kepada  Dept.  Riset  dengan  disertai  informasi  perlakuan  sebelumnya dan foto dari gejala yang dimaksud 

c. Pemupukan  dilakukan  dengan  takaran.  Tidak  dibenarkan  memupuk  tanpa takaran (disebar langsung dengan tangan).    2.2.6. Pengendalian Gulma  a. Gulma di dalam largebag   - Pengendalian gulma di dalam largebag dilakukan dengan cara manual  setiap bulan sampai bibit cukup besar  

(35)

- Tidak diperbolehkan mengendalikan gulma di dalam largebag dengan  menggunakan herbisida  - Konsolidasi bibit (mendirikan dan menegakkan bibit doyong) dilakukan  bersamaan dengan pengendalian gulma  - Pemberian mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma.   b. Gulma di antara large bag  

- Pengendaliannya  dapat  dilakukan  dengan  penyemprotan  2  ‐2,5  liter  herbisida Round‐up 480 AS  per ha blanket (konsentrasi 0,5%) 

- Nozzel dari sprayer yang digunakan adalah polijet kuning/VLV 200 dan 

posisinya  harus  lebih  rendah  dari  permukaan  large  bag  pada  saat  penyemprotan. Tindakan ini harus diawasi dengan ketat 

- Tidak  dibenarkan  melakukan  penyemprotan  dengan  herbisida  2,4  D‐ amine. 

 

2.2.7. Pengendalian Hama dan Penyakit 

a. Mandor  bibitan  harus  waspada  terhadap  gejala  adanya  serangan  hama  dan  penyakit  agar  tidak  terjadi  out  break  dan  pengendaliannya  dapat  segera dilakukan 

b. Biasanya serangan hama Apogonia sp terjadi karena pengendalian gulma  yang tidak “up to‐date” 

c. Metode  pengendalian  hama  dan  penyakit  di  pembibitan  harus  sesuai  dengan rekomendasi 

d. Stok insektisida dan fungisida yang jenisnya sesuai dengan rekomendasi  harus  tersedia  di  gudang  kebun,  dan  harus  dihindarkan  penyimpanan  bahan tersebut dalam jumlah berlebihan. 

 

2.2.8. Seleksi dan Pengafkiran 

a. Bibit  yang  abnormal  dikumpulkan  secara  terpisah,  dan  harus  diperiksa  kembali  untuk  kemudian  segera  dimusnahkan/dicincang  yang  harus  disertai berita acara pemusnahan  b. Seleksi bibit di main‐nursery  dilakukan dalam 4 tahap, yaitu :  - Tahap I   : umur bibit 4 bulan  - Tahap II : umur bibit 6 bulan  - Tahap III : umur bibit 8 bulan  - Tahap IV : pada saat sebelum bibit ditanam ke lapangan 

c. Beberapa  bentuk  bibit  yang  abnormal  dan  harus  disingkirkan  sewaktu  seleksi adalah : 

1) Kelainan pada keragaan tanaman : 

- Bibit  tumbuh  meninggi  dan  kaku,  sudut  pelepah  dengan  sumbu  batang  lebih  tajam  (gejala  steril).  Gejala  ini  muncul  setelah  +  2‐3  bulan di bibitan 

(36)

- Permukaan tajuk rata, bentuk bibit memendek karena pelepah yang  muda  tidak  mau  memanjang  dan  lebih  pendek  dari  pada  pelepah  yang tua. Terjadi setelah + 2‐3 bulan di bibitan 

- Bibit tumbuh terkulai, terjadi setelah + 6 bulan di bibitan 

- Anak  daun  tidak  membelah  sedangkan  anak  daun  pada  bibit  yang  lain  yang  umurnya  sama  telah  membelah.  Terjadi  setelah  +  3‐4  bulan di bibitan. 

2) Kelainan pada bentuk anak daun (leaflet) :  

- Sudut  anak  daun  dengan  tulang  daun  sangat  tajam  (cenderung  steril). Terjadi setelah + 3 bulan di bibitan 

- Helaian  anak  daun  sempit  seperti  jarum,  kadang‐kadang 

menggulung dan membentuk sudut yang tajam dengan tulang daun.  Terjadi setelah + 3 bulan di bibitan 

- Anak daun pendek‐pendek dan terjadi setelah + 5 bulan di bibitan.  - Anak  daun  tersusun  sangat  rapat  atau  sebaliknya  tersusun  jarang‐

jarang. Terjadi setelah + 5 bulan di bibitan  3) Kelainan kecepatan pertumbuhan : 

Bentuk  dan  daunnya  normal  tetapi  pertumbuhannya  sangat  lambat.  Bibit yang demikian (stunted seedling) termasuk bibit yang dibuang.   d. Persentase seleksi dari pre‐nursery sampai dengan ditanam ke lapangan 

berkisar  antara  20  ‐  25%,  bergantung  pada  jenis  bibit  dan  rekomendasi  dari instansi produsenl kecambahnya 

e. Bibit abnormal akibat serangan hama, penyakit, defisiensi unsur hara dan  kesalahan  tindakan  kultur  teknis  seperti  terkena  percikan  herbisida  dan  terbakar  karena  pemupukan  yang  berlebihan,  dapat  dipelihara  terus  dengan  perlakuan  khusus.  Bila  3‐4  bulan  setelah  perawatan  tidak  ada  perbaikan /perubahan maka bibit harus dibuang/ dimusnahkan  f. Pedoman seleksi bibit di main nursery dapat dilihat pada Gambar 2.6.                           

(37)

                                                                  Gambar 2.6. Pedoman seleksi bibit di main nursery        

Bibit rata atas Bibit anak daun sempit Bibit daun tidak pecah

Bibit internode lebar Bibit internode pendek Khimera

Bibit kerdil (kanan) dibandingkan dengan bibit normal

Bibit normal (atas) dan bibit raksasa (bawah). Perhatikan perbedaannya pd ukuran dan warna pangkal petiol

Bibit sakit yg terkena crown desease mudah diidentifikasi di pembibitan dan hrs dimusnahkan raksasa (bawah). Perhatikan perbedaannya pd ukuran dan warna pangkal petiol

(38)

2.2.9. Transplanting ke Lapangan 

a. Bibit kelapa sawit siap dipindahkan ke lapangan pada umur 12 ± 2 bulan.  b. Satu  bulan  sebelum  pemindahan  ke  lapangan,  dan  diulangi  lagi  dua 

minggu kemudian, largebag diangkat dan diputar 1800. Cara ini dilakukan  untuk  memutuskan  perakaran  yang  telah  menembus  largebag  agar   transplanting  shock dapat dikurangi 

c. Untuk  mencegah  kerusakan  daun  bibit/cabang  sewaktu  pemindahan  bibit ke lapangan (transportasi) dianjurkan mengikat cabang bibit dengan  tali plastik 

d. Sebelum  bibit  sawit  dipindahkan  ke  lapangan  dilakukan  penyiraman  i  tanah largebag sampai  jenuh 

e. Pemindahan bibit ke lapangan harus dilakukan per kelompok bibit (jenis  bibit).  Peta  rencana  penanaman  di  lapangan  harus  dipersiapkan.  Diusahakan  blok  yang  sama  ditanami  jenis  bibit  dari  kelompok  yang  sama. 

 

2.3. Bibit Umur > 12 bulan 

a. Bibit  berumur  sampai  dengan  24  bulan  masih  berada  di  pembibitan  utama. Bibit digunakan untuk penyisipan, untuk memperkecil perbedaan  pertumbuhan tanaman asli dengan tanaman sisipan 

b. Bilamana  bibit  bertahan  di  pembibitan  lebih  dari  24  bulan  maka  penjarangan  polybag  dari  90  cm  segitiga  sama  sisi  menjadi  150  cm  segitiga  sama  sisi.  Tata  letak  pembibitan  harus  diubah  untuk  menyediakan  jalur  pengawasan  setiap  4  polybag.  Oleh  karena  itu  satu  baris polybag harus dipindahkan untuk setiap 5 baris polybag 

c. Untuk  mendapatkan  tinggi  semprotan  2  m,  tekanan  pengoperasian  selang  sumisansui  harus  dipertahankan  pada  0,8  kg/cm2  dengan  jarak  antara selang maksimum 3,8 m. Pengairan harus terus dilakukan sampai  kelembaban tanah di areal pembibitan terpenuhi 

d. Pemangkasan pelepah lateral pertama kali dilakukan ketika bibit berusia  18  bulan.  Walaupun  demikian  pemangkasan  kerucut  perlu  diatur  waktunya 4 bulan sebelum rencana penanaman di lapangan 

e. Semua  pelepah  dengan  ketinggian  120  cm  dari  permukaan  tanah  di 

polybag  dipotong  menjadi  75  cm  dengan  menggunakan  parang  yang 

tajam 

f. Pelepah  hasil  pangkasan  diletakkan  diantara  bibitan,  jika  jumlahnya  berlebihan  sebagian  dibuang  ke  real  pembibitan.  Jika  terserang 

Curvularia maka pelepah pangkasan harus dibuang dan dibakar 

g. Lakukan penyiraman sampai dengan kapasitas lapang 

h. Tiga  bulan  sebelum  penanaman  dilakukan  pemangkasan  akar  dengan  cara  memutar  polybag  dengan  arah  yang  berlawanan.  Tiga  minggu 

(39)

setelah  pemangkasan  polybag  harus  diputar  kembali  dan  sore  hari  sebelum pemindahan, bibit harus disiram sampai kapasitas lapang 

i. Bibit  yang  tertahan  di  pembibitan  selama  lebih  dari  4  bulan  biasanya  sudah  berbunga  dan  bunga  ini  harus  pangkas  pada  saat  pemangkasan  pelepah 

j. Penanaman harus dilakukan pada saat musim hujan 

k. Sebelum  dilakukan  pindah  tanam,  pelepah  bibit  harus  diikat  dengan  menggunakan tali rapiah pada 2 titik untuk memudahkan pemuatan dan  pengangkutannya ke lokasi penanaman 

l. Bila terjadi penundaan pengangkutan bibit harus disiram kembali 

m. Setelah  ditanam,  pada  saat  pemadatan  tanah  tali  rapiah  tersebut  harus  dilepaskan.                                                           

Gambar

Tabel 1.1. Time schedule pembukaan lahan untuk areal 3.000 ha (musim kemarau  pada Februari, musim hujan dari September – Desember). 
Tabel 1.3. Klasifikasi gambut berdasarkan kedalaman 
Tabel 1.6.   Kebutuhan  jenis  alat  berat  berdasarkan  vegetasi,  topografi  ,  posisi rumpukan dan kerapatan kayu 
Tabel 1.7. Cara pengendalian lalang 
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bibit yang telah ditanam di polibag dipelihara dengan baik agar pertumbuhannya sehat dan subur, sehingga bibit akan dapat dipindahkan ke lapang sesuai dengan umur dan saat tanam

Penghitungan jumlah akar bibit dilakukan pada bibit umur 2 bulan setelah semai (bss) dengan cara membelah polybag pembibitan kemudian media bibit dimasukkan

Kegiatan pembibitan pada dasarnya berperan dalam penyiapan bahan tanaman (bibit) untuk keperluan penanaman di lapangan, sehingga kegiatan pembibitan harus dikelola

Pemangkasan untuk membentuk batang pokok dilakukan pada batang

Tidak adanya interaksi perlakuan kombinasi media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap tinggi bibit, jumlah pelepah, panjang pelepah dan volume akar bibit kelapa

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pemangkasan dan pemberian dosis pupuk NPK terhadap jumlah pelepah patah/sengkleh, pertumbuhan, dan hasil

Tahapan pembibitan di Kebun Teluk Bakau menggunakan sistem dua tahap (double stage), yang terdiri dari pembibitan awal (pre-nursery) selama kurang lebih 3 bulan pada

Tujuan dari seleksi Penyemaian adalah untuk memilih bibit yang normal untuk menghindari terangkutnya bibit yang abnormal ketahap pembibitan selanjutnya. Apabila dijumpai