• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keprilakuan Dalam Perpajakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keprilakuan Dalam Perpajakan"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKUNTANSI KEPERILAKUAN TUGAS AKUNTANSI KEPERILAKUAN

ASPEK KEPERILAKUAN ASPEK KEPERILAKUAN PADA PERPAJAKAN PADA PERPAJAKAN OLEH : OLEH : FITRIAH

FITRIAH NURAINI NURAINI 1706202002817062020028 M.

M. ARIFIN ARIFIN 1706202002417062020024

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN"

JAWA TIMUR JAWA TIMUR

2018 2018

(2)

ASPEK KEPRILAKUAN DALAM PERPAJAKAN

A. Akuntansi Keperilakuan

Menurut Ikhsan dan Muhammad (2005:91-92), Akuntansi keperilakuan adalah suatu sistem informasi yang digunakan dalam penetapan suatu keputusan yang melibatkan aspek-aspek keperilakuan dari para pengambil keputusan. Akuntansi keperilakuan menggunakan metodologi ilmu pengetahuan perilaku untuk melengkapi gambaran informasi dengan mengukur dan melaporkan faktor manusia yang memengaruhi keputusan bisnis dan hasil mereka. Akuntansi keperilakuan menyediakan suatu kerangka yang disusun berdasarkan teknik berikut ini, yaitu:

1. Untuk memahami dan mengukur dampak proses bisnis terhadap orang-orang dan kinerja perusahaan

2. Untuk mengukur dan melaporkan perilaku serta pendapat yang relevan terhadap  perencanaan strategis

3. Untuk memengaruhi pendapat dan perilaku guna memastikan keberhasilan implementasi kebijakan perusahaan.

Sebagai bidang riset yang sering memberikan kontribusi yang bermakna, riset akuntansi keperilakuan ini dapat membentuk kerangka dasar (framework) serta arah riset di masa yang akan datang. Banyaknya volume riset atas akuntansi keperilakuan dan meningkatnya sifat spesialisasi riset, serta tinjauan studi secara periodik, akan memberikan manfaat untuk beberapa tujuan berikut ini:

1. Memberikan gambaran state of the art terhadap minat khusus dalam bidang baru yang ingin diperkenalkan

2. Membantu dalam mengidentifikasikan kesenjangan riset

3. Untuk meninjau dengan membandingkan dan membedakan kegiatan riset melalui subbidang akuntansi, seperti audit, akuntansi manajemen, dan perpajakan sehingga para peneliti dapat mempelajarinya melalui subbidang lain.

Riset akuntansi keperilakuan dalam bidang perpajakan telah memfokuskan diri pada kepatuhan (tax compliance) dengan melakukan pengujian variabel psikologi dan lingkungan. Bermacam-macam variabel yang diuji, sering dengan hasil campuran menyarankan bahwa perilaku kepatuhan pajak adalah hasil yang kompleks. Interdependensi hubungan antara otoritas perpajakan dan kontribusi wajib pajak  pada kompleksitas perilaku digambarkan oleh Colins dan Plumlee (1991).

(3)

B. Pengertian Pajak

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Resmi (2008:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh prof.Dr.P.J.A.Andriani yang telah diterjemahkan oleh R.Santoso Brotodiharjo (1992:2) pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut  peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah. Pengertian  pajak menurut Mr. Dr. NJ. Feldmann dalam Waluyo (2011:2) pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaranpengeluaran umum. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut:

1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan

2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah

3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

4. Pajak diperuntukakan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari  pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public

investment.

5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. C. Fungsi Pajak

Dalam Wirawan (2007:10-11) terdapat empat fungsi pajak, yaitu:

1. Fungsi anggaran (budgetair) adalah fungsi yang letaknya di sektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara, dan bila ada surplus akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi pemerintah.

(4)

2. Fungsi mengatur (regulerend) yaitu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan.

3. Fungsi demokrasi yaitu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi ini sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari pemerintah apabila ia telah melakukan kewajibannya membayar pajak, bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint).

4. Fungsi distribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.

D. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Asas pemungutan juga dikemukakan oleh John F.Due dalam buku Government Finance, An Economic Analisys yaitu the neutrality principle yang bermakna bahwa  pajak itu harus netral artinya tidak memengaruhi pilihan masyarakat untuk mengkonsumsi atau memproduksi barang. Terlihat bahwa asas ini bertujuan untuk menjaga agar pemungutan pajak tidak mengganggu kemajuan ekonomi. Namun, dimungkinkan kebijaksanaan pemerintah justru dibuat untuk memengaruhi konsumsi masyarakat. Asas pemungutan pajak dapat pula dibagi dalam beberapa asas, adalah sebagai berikut (Waluyo, 2011:15-16):

1. Asas Menurut Falsafah Hukum

Hukum pajak harus mendasarkan pada keadilan. Selanjutnya keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan kepada hak negara untuk memungut pajak, muncul beberapa teori dasar, sebagai berikut:

a Teori Asuransi

Dalam perjanjian asuransi diperlukan pembayaran premi. Premi tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran atas usaha melindungi orang dari segala kepentingannya, misalnya keselamatan atau keamanan harta bendanya. Teori asuransi ini menyamakan pembayaran premi dengan pembayaran pajak. Walaupun kenyataannya menyatakan bahwa dengan premi tersebut tidaklah tepat.  b Teori Kepentingan

Pada teori kepentingan ini memperhatikan beban pajak yang harus dipungut dari masyarakat. Pembebanan ini harus didasarkan pada kepentingan setiap orang

(5)

 pada tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa dan hartanya. Oleh karena itu, pengeluaran negara untuk melindunginya dibebankan pada masyarakat.

c Teori Gaya Pikul

Teori ini mengandung maksud bahwa dasar keadilan pemungutan pajak terletak  pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada masyarakat berupa  perlindungan jiwa dan harta bendanya. Oleh karena itu, untuk kepentingan  perlindungan, maka masyarakat akan membayar pajak menurut gaya pikul

seseorang. d Teori Bakti

Teori bakti ini disebut juga teori kewajiban pajak mutlak. Teori ini berdasarkan  pada negara memunyai hak mutlak untuk memungut pajak. Di lain pihak, masyarakat menyadari bahwa pembayaran pajak sebagai suatu kewajiban untuk membuktikan tanda baktinya terhadap negara. Dengan demikian dasar hukum pajak terletak  pada hubungan masyarakat dengan negara.

e Teori Asas Daya Beli

Dalam teori ini mendasarkan bahwa penyelenggaraan kepentingan masyarakat yang dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak yang bukan kepentingan individu atau negara, sehingga lebih menitikberatkan pada fungsi mengatur.

2. Asas Yuridis

Untuk menyatakan suatu keadilan. Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada negara atau warganya. Oleh kaena itu, pemungutan pajak harus didasarkan  pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah  pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945

3. Asas Ekonomis

Seperti pada uraian sebelumnya, pajak mempunyai fungsi reguler dan fungsi  budgeter. Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat agar terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.

4. Asas Pemungutan Pajak Lainnya

Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan, adalah sebagai berikut:

(6)

 Negara-negara memunyai hak untuk memungut asas seluruh penghasilan Wajib Pajak  berdasarkan tempat tinggal Wajib Pajak. Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang  berasal dari Indonesia atau berasal dari luar negeri (pasal 4 Undang-Undang Pajak

Penghasilan)

 b Asas Kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara. Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia untuk membayar  pajak.

c Asas Sumber

 Negara memunyai hak untuk memungut pajak atas penghasilan yang bersumber  pada suatu negara yang memungut pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

E. Pembagian Pajak

Dalam Waluyo (2011:12) pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, adalah sebagai berikut:

1. Menurut golongan atau pembebanan, dibagi menjadi berikut ini.

a Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan  pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.

Contoh: pajak penghasilan

 b Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai.

2. Menurut sifat

Pembagian pajak menurut sifat dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya  berdasarkan ciri-ciri prinsip adalah sebagai berikut:

a Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan

 b Pajak Objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

(7)

a Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.

 b Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan sektor perkotaan dan pedesaan.

G. Sistem Perpajakan

 Nurmantu (2003:106) memaparkan bahwa sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yaitu Tax Policy, Tax Law, dan Tax Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metode atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat mengalir ke kas negara. Sedangkan sistem pemungutan  pajak itu sendiri menurut waluyo (2011: 17) yaitu:

1. Sistem Official Assessment

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut:

a Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus  b Wajib Pajak bersifat pasif

c Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2. Sistem Self Assessment

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar

3. Sistem Withholding

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

H. Reformasi Perpajakan

Menurut Abimanyu (2003) reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi perpajakan yang sekarang menjadi  prioritas menyangkut modernisasi administrasi perpajakan jangka menengah (tiga hingga enam tahun) dengan tujuan tercapainya: pertama, tingkat kepatuhan sukarela yang

(8)

tinggi. Kedua, kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi. Dan, ketiga,  produktivitas aparat perpajakan yang tinggi. Sebagaimana yang menjadi sasaran sejak tahun 2002, bahwa reformasi perpajakan secara komprehensif sebagai satu kesatuan dilakukan terhadap 3 (tiga) bidang pokok atau utama yang secara langsung menyentuh  pilar perpajakan, yaitu :

1. Bidang Administrasi, yakni melalui modernisasi administrasi perpajakan Melalui modernisasi administrasi perpajakan, diharapkan terbangun pilar-pilar pengelolaan  perpajakan nasional yang baik dan kokoh sebagai fundamental penerimaan negara yang baik dan berkesinambungan (sustainable revenue) ke depan. Dalam hal ini,  pengelolaan perpajakan pada dasarnya tidak menutup diri terhadap pandangan, pendapat, atau kritisi dari berbagai pihak eksternal. Direktorat Jenderal Pajak berupaya terbuka (transparency) dan menjadikannya sebagai masukan dalam menata dan membangun sistem pengelolaan perpajakan yang baik dan modern.

2. Bidang Peraturan, dengan melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Perpajakan. Dari aspek peraturan perpajakan, terus diupayakan dan dilakukan  pengembangan yuridis formal dan materil perpajakan. Langkah yang dilakukan yakni melalui penyesuaian dan pembaruan peraturan seirama dengan perkembangan yang terjadi dalam tatanan kehidupan masyarakat, negara, maupun kegiatan ekonomi. Alasannya karena suatu peraturan pada dasarnya harus dapat mengikuti dan diikuti oleh kehidupan masyarakat, negara, dan pemangku kepentingan. Bila tidak, maka  peraturan tersebut justru bisa menjadi penghambat (barrier) bahkan kontradiktif,

sehingga pencapaian sasaran dapat menjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. 3. Bidang Pengawasan, membangun bank data perpajakan nasional Di bidang  pengawasan, dibangun bank data perpajakan nasional sebagai upaya menyeimbangkan  pelaksanaan sistem self assessment dengan official assessment dalam penghitungan

dan penetapan besarnya pajak yang terutang, sebagaimana diatur dalam UU Perpajakan. Selain itu pembangunan bank data perpajakan nasional juga bertujuan untuk melakukan kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan. Melalui kegiatan ekstensifikasi,  berdasarkan data dan informasi yang ada maka dihimbau agar masyarakat yang telah memenuhi syarat untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Untuk orang pribadi, batasannya adalah bagi mereka yang telah memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)  baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum berkeluarga. Setelah masyarakat mengetahui himbauan ini, dan ternyata masyarakat belum mendaftarkan diri sendiri

(9)

sebagai Wajib Pajak seiring sistem self assessment, untuk menyeimbangkannya dilakukan penerbitan NPWP secara jabatan (official assessment). Melalui ekstensifikasi, akan terjadi perluasan basis pajak yakni dengan pertambahan jumlah Wajib Pajak, terutama orang pribadi. Dalam kondisi seperti itu, akan terwujud aspek keadilan dalam perpajakan. Seiring dengan itu untuk kegiatan intensifikasi dilakukan berbagai upaya kegiatan. Di antaranya melalui model optimalisasi pemanfaatan data perpajakan (OPDP).

I. Reformasi Sistem Administrasi Perpajakan

Keban (2004: 2) mengutip pendapat Trecker, administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Menurut Lumbantoruan (1997:582), administrasi perpajakan ialah cara-cara atau prosedur  pengenaan dan pemungutan pajak. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan merupakan  penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajibankewajiban pembayar pajak, baik  penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat Wajib Pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai: (1) fungsi, (2) sistem, dan (3) lembaga. Sebagai fungsi, administrasi perpajakan meliputi fungsi  perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan.

Sebagai suatu sistem, administrasi perpajakan merupakan separangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana dan prasarana, dan wajib pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai lembaga, administrasi perpajakan merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses perpajakan. Menurut Silvani (1992) seperti dikutip Gunadi, administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (Unregistered Taxpayers). Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang  bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. Penambahan  jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi yang tegas perlu diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak padahal sebenarnya potensial untuk itu.

(10)

2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (stopfiling taxpayers) yaitu Wajib Pajak yang sudah terdaftar di administrasi kantor pajak tetapi tidak menyampaikan surat pemberitahuan.

3. Penyelundup Pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Keberhasilan sistem self assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan  penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan

seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.

4. Penunggakan Pajak (delinquent tax pavers). Dari tahun ke tahun tunggakan pajak  jumlahnya semakin besar. Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui  pelaksanaa tindakan penagihan secara intensif. Sejak dilakukannya pembaharuan  perpajakan nasional (tax reform) tahun 1983, pemerintah secara terus menerus  berupaya menyempurnakan sistem perpajakan nasional. Selain dilakukan terhadap kebijakan perpajakan dan undangundangnya, perbaikan juga mencakup administrasi  perpajakan. Administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Program-program reformasi administrasi perpajakan jangka menengah Direktorat Jenderal Pajak menurut Purnomo (2004: 218-233) antara lain:

1. Meningkatkan Kepatuhan Perpajakan 1) Meningkatkan Kepatuhan Sukarela

a Program kampaye sadar dan peduli pajak  b Program pengembangan pelayanan perpajakan 2) Memelihara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Patuh

a Program pengembangan Pelayanan Prima

 b Program penyederhanaan pemenuhan kewajiban perpajakan 3) Menangkal Ketidakpatuhan Perpajakan

a Program merevisi pengenaan sanksi

 b Program menyikapi berbagai kelompok Wajib Pajak tidak patuh c Program meningkatkan efektivitas pemeriksaan.

(11)

e Program penyempurnaan ekstensifikasi

f Program pemanfaatan teknologi terkini dan pengembangan IT masterplan

g Program pengembangan dan pemanfaatan bank data

2. Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Administrasi Perpajakan 1) Meningkatkan Citra Direktorat Jenderal Pajak

a. Program merevisi UU KUP

 b. Program penerapan Good Corporate Governance c. Program perbaikan mekanisme keberatan dan banding d. Program penyempurnaan prosedur pemeriksaan

2) Melanjutkan Pengembangan Administrasi Large Taxpayer Office (LTO) atau Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar.

a. Program peningkatan pelayanan, pemeriksaan dan penagihan pada LTO

 b. Program peningkatan jumlah Wajib Pajak terdaftar pada LTO selain BUMN/BUMD

c. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil Direktorat Jenderal Pajak

d. Program penerapan sistem administrasi LTO pada kanwil lainnya. 3. Meningkatkan Produktivitas Aparat Perpajakan

a. Program reorganisasi Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan fungsi dan kelompok Wajib Pajak

 b. Program peningkatan kemampuan pengawasan dan pembinaan oleh kantor Pusat/Kanwil Direktorat Jenderal Pajak

c. Program penyusunan kebijakan batu untuk manajemen Sumber Daya Manusia d. Program peningkatan mutu sarana dan prasana kerja

e. Program penyusunan rencana kerja operasional

Menurut Nasucha (2004:69-77), empat dimensi reformasi administrasi perpajakan, yaitu:

1. Struktur organisasi.

Bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan polapola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang di antara posisi administratif, dan  jaringan komunikasi formal.

(12)

Prosedur organisasi berkaitan dengan proses komunikasi, pengambilan keputusan,  pemilihan prestasi, sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur

organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. 3. Strategi organisasi

Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang  bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor, peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang  bermakna.

4. Budaya organisasi.

Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.

J. Kepatuhan Wajib Pajak

Sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia adalah self assessment system dimana segala pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan sepenuhnya oleh wajib pajak. Fiskus hanya melakukan pengawasan melalui prosedur pemeriksaan. Kondisi perpajakan menuntut keikutsertaan aktif wajib pajak dalam menyelenggarakan  perpajakannya yang membutuhkan kepatuhan wajib pajak yang tinggi. Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela valuntary of comlience merupakan tulang punggung self assessment system, dimana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban perpajakan dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajaknya tersebut.

Menurut Deviano dan Siti (2006:110) Mengatakan bahwa kepatuhan  perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakan ada terdapat 2 macam kepatuhan yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material:

1. Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material, adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara substantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal. Menurut James et al. (2003), pengertian kepatuhan pajak (tax compliance) dalam hal ini diartikan bahwa Wajib Pajak

(13)

mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama (obtrusive investigation),peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sangsi baik hukum maupun administrasi.

K. PRINSIP KEADILAN DALAM PEMUNGUTAN PAJAK I. Konsep Keadilan Sebagai Tujuan Hukum.

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tercantum dalam konstitusi kita yaitu pasal 1 ayat (3) UUD 45.[1] Hukum sendiri memiliki beberapa tujuan sebagaimana pendapat dari Gustav Radbruch yaitu bahwa Hukum bertumpu pada 3 (tiga) tujuan pertama keadilan (gerechtigkeit ), kedua kemanfaatan (zweckmassigkeit ) dan ketiga kepastian hukum (rechtssicherheit ). Ketiganya merupakan tujuan akhir yang hendak dicapai oleh hukum secara bersamaan.

 Namun dalam praktik akan jamak sangat terlihat adanya pertentangan antara satu tujuan dengan tujuan lainnya.[4] Menyikapi hal yang demikian, Radbruchmengemukakan bahwa sebagai salah satu tujuan hukum, posisi keadilan sangat dominan jika dibandingkan dengan tujuan hukum lainnya. Dominasi asas keadilan dibanding asas lainnya ini dikemukakannya dalam asas prioritas baku yang dijadikan prioritas nomor satu selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir  barulah kepastian hukum[5].

Terlepas dari kritik yang disampaikan terhadap asas prioritas baku yang dikemukakan oleh Radbruch di atas, setidaknya perlu kita garis bawahi bahwa asas atau  prinsip keadilan merupakan elemen yang sangat urgent sebagai dasar bagi dan tujuan dari hukum.Apakah yang dimaksud dengan keadilan?Ada banyak sekali definisi yang dikemukakan para pakar tentang keadilan ini, misalnya apa yang dikemukakan oleh  N.E. Algra menurutnya[6]:

“Apakah sesuatu itu adil (rechtvaardig , lebih banyak tergantung pada “rechmatigheid ” (kesesuaian dengan hukum) pandangan pribadi seorang penilai. Kiranya lebih tidak  baik mengatakan “itu adil”, tetapi itu mengatakan “hal itu saya anggap adil”. Memandang sesuatu itu adil, terutama merupakan suatu pendapat mengenai nilai secara  pribadi”

Menurut A.S. Finawati meskipun konsep keadilan sangat abstrak, namun cukup dapat diterima secara umum bahwa “adil” tidaklah berarti kesamaan dalam segala tindakan melainkan proporsional tergantung pada kebutuhannya[7].  Lantas kenapa

(14)

keadilan harus menjadi dasar dari suatu hukum? Alasannya adalah karena hukum itu tidak identik dengan keadilan.[8]

II. Menentukan Prinsip Keadilan Dalam Pemungutan Pajak

Keadilan merupakan asas yang menjadi substansi utama dalam pemungutan  pajak di samping anasir hukum itu sendiri. Sebagai dasar berpijak, sudah seharusnya asas (keadilan) tersebut dipegang teguh agar tercapai sistem perpajakan yang baik [9]. Akan tetapi prinsip keadilan adalah sesuatu yang sangat abstrak dan subjektif. Meskipun demikian di dalam Hukum Pajak, keadilan dikemukakan sebagai  berikut:[10]

“Asas keadilan mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan merata. Pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara”.

Adolf Wagner mengemukakan bahwa asas keadilan adalah dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam  jumlah yang sama (diperlakukan sama). Tidak hanya mensyaratkan adanya pemerataan

dan persamaan perlakukan, keadilan dalam pemungutan pajak dalam paham yang modern menurut Mar’ie Muhammad, juga berarti bahwa petugas pajak tidak boleh  berlaku sewenang-wenang terhadap pembayar pajak yang telah menyetorkan sebagian  penghasilannya kepada Pemerintah.[12]

Lantas apakah yang menjadi parameter terakomodasinya prinsip keadilan di dalam  pemungutan pajak? Menurut Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti mengatakan, akomodasi asas atau prinsip keadilan dalam pemungutan pajak terlihat  pada saat dimulainya penyusunan undang-undang pajak .[13] Sebagai pedoman untuk menentukan terpenuhinya prinsip keadilan dalam perundang-undangan menurut Adam Smith harus dipenuhi 4 (empat) syarat berikut:[14]

1. equality and equity; 2. certainty;

3. convienience of collection; dan 4. economics of collections.

Keempat pedoman ini disebut “the four canons of Adam Smith” atau “sering juga disebut “the four maxim” [15]. Dalam penjabaran lebih lanjut, keempat syarat-syarat tersebut dapat diuraikan lagi sebagai berikut:

(15)

1.  Equality atau kesamaan, mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang yang berada dalam keadaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama.[16] Dalam asas ‘equality’ ini tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama, para wajib  pajak harus dikenakan pajak yang sama pula.[17] Sementara itu, asas equity/kepatutan, merupakan keadilan yang bersifat khusus yang diterapkan  pada suatu kasus tertentu.[18]

2. Certainty atau kepastian hukum, adalah tujuan setiap undang-undang[19]. UU Pajak yang baik senantiasa dapat memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak, kapan ia harus membayar, apa hak-hak dan kewajiban mereka, siapa subjek dan objek pajak dan berapa besarnya pajak .[20]

3. Convenience of payment, maksudnya adalah pajak harus dipungut pada saat yang tepat, yaitu pada saat wajib pajak mempunyai uang atau saat sedekat-dekatnya dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan.[21]

4.  Economics of collection, maksudnya dalam membentuk undang-undang pajak yang  baru para konseptor wajib mempertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus

relatif lebih kecil dibandingkan dengan uang pajak yang masuk .[22]

Akomodasi prinsip keadilan di dalam pembentukan undang-undang secara umum  bukanlah monopoli ketentuan Hukum Pajak belaka, lebih dari itu, prinsip tersebut juga harus melandasi setiap perumusan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, prinsip keadilan tercermin pada asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechtgelijkheidbrginsel ) yang merupakan salah satu dari lima asas material yang wajib dipenuhi oleh peraturan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan oleh Van der Vlies. I.C van der Vliesdi mengatakan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dibagi menjadi dua, yaitu asas formal dan asas materi l.[23]

Asas formal mencakup:

a. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duetlijke doelstelling );  b. Asas organ / lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

c. Asas perlu pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel ); d. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoorbaarheid ); e. Asas konsensus (het beginsel van consensus).

Sedangkan yang masuk asas materiil adalah sebagai berkut:

a. Asas terminologi dan sistimatika yang benar (het beginsel van duitdelijke terminologie en duitdelijke systematiek ),

(16)

 b. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid );

c. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechsgelijkheids beginsel ); d. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel );

e. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual (het beginsel van de individuale rechtsbedeling ).

Prinsip-prinsip yang dikemukakan Ibnu Khaldun itu didasari fakta bahwa faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin beban pajak bagi  pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin keuntungan yang lebih  besar (setelah pajak), sehingga membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif  berbisnis.[29]

Dari apa yang dikemukakan sebelumnya dapat dipahami bahwasanya parameter prinsip keadilan dalam pemungutan pajak terlihat pada adanya pemerataan dan perlakuan yang sama serta adanya perlindungan terhadap warga negara terhadap tindakan semena-mena  penguasa dalam pemungutan pajak tersebut itu sendiri.

(17)

REVIEW JURNAL

JUDUL : PENGARUH PERSEPSI DAN PERILAKU WAJIB PAJAK ATAS PENERAPAN E-FILING TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi pada WPOP yang terdaftar pada KPP Pratama Batu Periode 2015)

A. GAMBARAN UMUM

Pendapatan negara, yang salah satunya adalah pajak digunakan untuk membiayai  pengeluaran negara. Direktorat Jenderal Pajak meluncurkan reformasi administrasi  perpajakan yang disebut dengan modernisasi pajak, hal tersebut dilakukan karena  pajak memiliki peran utama dalam hal pembiayaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simultan dan parsial variabel persepsi dan perilaku wajib  pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan mengetahui variabel apa yang paling dominan. Explanatory research dengan pendekatan kuantitatif adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Populasi penelitian ini yakni wajib pajak orang  pribadi yang menggunakan fasilitas e-filing, yakni sebanyak 3.335 wajib pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 98 responden wajib pajak orang  pribadi yang terdaftar di KPPPratama Batu. Analisis data yang digunakan dalam  penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis linier berganda.

B. ISI JURNAL

Hasil Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu, penelitian Tresno (2013) menunjukkan bahwa variabel persepsi penerapan sistem e-filing berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan hasil  penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dapat dipengaruhi secara signifikan Karena thitung > ttabel yaitu 4,760 > 1,985 atau nilai sig t (0,000) < α = 0.05 maka pengaruh X1 (Persepsi) terhadap Y(KepatuhanWajib Pajak Orang Pribadi) adalah signifikan. Hal ini dapat diartikan  bahwa dengan adanya penerapan sistem e-filing ini tingkat kepatuhan wajib pajak

dalam melaporkan SPT dapat meningkat.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa X2 (Perilaku Wajib Pajak) dengan Y (Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi) menunjukkan thitung=3,324. Sedangkan ttabel (α = 0.05) adalah sebesar 1,985. Karena t hitung> t tabel yaitu 3,324 > 1,985 atau nilai sig t (0,000) < α = 0.05 maka pengaruh X2 (Perilaku Wajib Pajak) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi adalah signifikan pada alpha 0,05. Hal ini berarti H0ditolak dan H1 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

(18)

dapat dipengaruhi secara signifikan. akan lebih patuh dan jujur dalam melaporkan SPT dengan menerapkan sistem efiling dan mampu meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hal ini mendukung penelitian terdahulu, Penelitian Tresno (2013) mendapatkan temuan bahwa pengaruh perilaku waijb pajak signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Persamaan hasil penelitian ini dengan  penelitian terdahulu dapat disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain tempat  penelitian yang berbeda dan perilaku wajib pajak yang lebih efisien dalam  pelaporan akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

C. KESIMPULAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel persepsi dan perilaku wajib  pajakberpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi . Variabel  persepsi dengan pernyataan penerapan e-filing dapat meningkatkan performa  pelaporan pajak saya merupakan variabel dominan atas penerapan E-filing yang

Referensi

Dokumen terkait

Menimbang, bahwa Majelis Hakim Tingkat Banding setelah membaca dan menganalisa putusan verstek Pengadilan Agama Tigaraksa Nomor 1613/Pdt.G/2014/ PA.Tgrs tanggal

• Guru membimbing peserta didik untuk melakukan pembuktian (verification) atas temuan sebagai hasil kreatifitas siswa tentang pemahaman masalah inflasi, kebijakan

• Asam amino yang secara nutrisi non esensial itu lebih penting bagi sel dari pada asam amino yang secara nutrisi esensial , karena dalam tubuh organisme /

pada ayam buras yang berada di wilayah Bukit Jimbaran, Badung sehingga dapat dipakai sebagai acuan dalam pencegahan, pengobatan, dan pengendalian cacing Tetrameres

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat karbon aktif dan waktu kontak optimum pada proses adsorpsi adalah 150 gram dan 80 menit dengan pengurangan kandungan sulfur 32,2 %

Science Film Festival Indonesia 44 FILM SELECTION - NATURAL SCIENCE, LIFE SCIENCE &amp; TECHNOLOGY. Science Film

Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 10/PUU-X/2012, Pemerintah Daerah diberikan Kewenangan untuk menentukan Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha Pertambangan,

pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil ( return ) atas jumlah aktiva yang digunakan