• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami Kerugian Dalam Transaksi Perbankan Melalui Internet Banking (Studi Kasus Putusan Nomor 40 PDT.G 2015 PN.Mad) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang Mengalami Kerugian Dalam Transaksi Perbankan Melalui Internet Banking (Studi Kasus Putusan Nomor 40 PDT.G 2015 PN.Mad) Chapter III V"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

ASPEK HUKUM DALAM PELAKSANAAN JASA PELAYANAN

PERBANKAN DALAM TRANSAKSI MELALUI INTERNET BANKING

A. Landasan Hukum Perbankan dalam Transaksi Internet Banking

Internet banking sebagai salah satu produk bank disatu sisi memang

memberikan banyak manfaat, namun disisi lain juga terdapat risiko-risiko yang

dapat menimbulkan kerugian nasabah.72

1. UU Perbankan

Berdasarkan penelitian ini, di dalam

peraturan hukum Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai internet

banking, namun meskipun tidak ada peraturan perundang-undangan yang khusus

mengatur tentang internet banking di Indonesia, penulis dapat menemukan

peraturan yang berkaitan dengan perlindungan nasabah internet banking dengan

cara menafsirkan peraturan-peraturan tersebut ke dalam pemahaman tentang

internet banking atau mengaitkan peraturan yang satu dengan yang lainnya.

Beberapa ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang ini yang mampu

dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum

atas data pribadinasabah dalam penyelenggaraan internet bankingdapat

dicermati pada Pasal 40 ayat (1) yang menyatakan sebagai berikut : (1)

Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Dalam ketentuan

72

(2)

Pasal 40 ayat (1) diberikan penjelasan bahwa dalam hubungan dengan

kerahasiaan bank yang wajib dirahasiakan oleh bank adalah seluruh data

dan informasi mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan

keuangan, dan hal-hal lain dari orang, dan badan yang diketahui oleh bank

karena kegiatan usahanya. Dari ketentuan Pasal 40 ayat (1) dapat

dikemukakan bahwa ketentuan ini mencerminkan akan asas atau prinsip

kerahasiaan bank (bank secrets). Prinsip kerahasiaan bank ini dalam

konteks perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dapat saja

diterapkan. Namun, penerapannya di dalam penyelenggaraan internet

bankingmenjadi tidak optimal sebab perlindungan hukum atas data pribadi

nasabah yang ada pada ketentuan ini terbatas hanya pada data yang

disimpan dan dikumpulkan oleh bank, padahal di dalam penyelenggaraan

internet banking data nasabah yang ada tidak hanya data yang disimpan

dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang ditransfer oleh pihak nasabah

dari tempat komputer di mana nasabah melakukan transaksi73. Melihat pada kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa UU Perbankan belum

mampu memberikan perlindungan hukum sepenuhnya atas data pribadi

nasabah dalam penyelenggaraan internet banking.74

Pada pengujung tahun 1998 telah diundangkan UU Perbankan.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 mengubah/ menggantikan/ menambah

beberapa pasal dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992. Menurut Pasal

73

Ade Sanjaya, “Prinsip Dalam Perbankan (Kepercayaan, Kehati-hatian, Kerahasiaan Mengenai Nasabah)”, diakses dar

74

(3)

1 Angka 1 UU Perbankan : “Perbankan adalah segala sesuatu yang

menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta

cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.75 Salah satu pelaksanaan kegiatan perbankan dalam memberikan pelayanan kepada

nasabah dengan cara konvensional ataupun melalui media alternatif

lainnya seperti Internet Banking. Internet Banking merupakan suatu

bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan

sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang

sifatnya konvensional maupun yang baru.76

Khusus berkenaan dengan konsep internet banking, terdapat hal serius

yang harus dicermati yaitu mengenai privacy atau keamanan data nasabah.

Hal ini dikarenakan karakteristik layanan internet banking yang rawan

akan aspek perlindungan data pribadi nasabahnya. Ketentuan yang dapat

dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum

atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan layanan internet banking

dapat dicermati pada Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan yang menyatakan

bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan timbul resiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan oleh bank. Hal tersebut diatur mengingat

bank dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar

kepercayaan.77

75

Ade Sanjaya, op.cit. diakses pada tanggal 11 Juli 2017 jam 11.20

76

Budi Agus Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia. (Yogyakarta: Penerbit UII Press.2005), hlm. 21.

77

(4)

Apabila dikaitkan dengan permasalahan perlindungan hukum atas data

pribadi nasabah, semestinya dalam penyelenggara layanan internet

banking pun penerapan aturan ini penting untuk dilaksanakan. Penerapan

aturan tidak hanya dilakukan ketika diminta, namun bank harus secara pro

aktif juga memberikan informasi-informasi sehubungan dengan risiko

kerugian atas pemanfaatan layanan internet banking oleh nasabah

mereka.78

Selanjutnya, ketentuan lain dalam UU Perbankan adalah ketentuan Pasal

40 ayat (1) dan (2), Bank diwajibkan untuk merahasiakan keterangan

mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42 Pasal 43,

Pasal 44 dan Pasal 44A79

Prinsip kerahasian bank pada ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan

secara optimal terhadap perlindungan hukum atas data pribadi nasabah

dalam penyelenggara layanan internet banking. Hal ini dikarenakan

perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan

tersebut terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpul oleh bank,

padahal data nasabah di dalam penyelenggara layanan internet banking

tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan tetapi termasuk data

yang ditransfer oleh pihak nasabah dari tempat komputer dimana nasabah

melakukan transaksi .

80

78

Ibid., Pasal 29 ayat 4.

79

Ibid.

(5)

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi81

Dalam hal perlindungan hukum atas data pribadi nasabah terdapat pada

ketentuan Pasal 22 Undang-undang Telekomunikasi (disebut juga dengan

UU Telekomunikasi) yang menyatakan bahwa: “Setiap orang yang

dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, dan tidak sah, atau

memanipulasi:

a. Akses ke jaringan telekomunikasi, dan/atau

b. Akses ke jasa telekomunikasi, dan/atau

c. Akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Ketentuan ini apabila dianalogikan pada masalah perlindungan data

pribadi nasabah dalam penyelenggaraan layanan internetbanking terasa

ada perbedaan dari objek data atau informasi yang dilindungi dimana

ketentuan ini lebih menitikberatkan pada data yang ada dalam jaringan dan

data yang sedang ditransfer.82

Beberapa ketentuan perundang-undangan diatas dapat diberlakukan pada

berbagai macam kasus mengenai data pribadi nasabah dan hak nasabah Ketentuan pidana terhadap para pihak yang melakukan pelanggaran atas

ketentuan Pasal 22 UU Telekomunikasi tersebut terdapat dalam Pasal 50

menyatakan bahwa: “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 22, dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun

dan atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta

rupiah).”

81

Indonesia (Telekomunikasi), Undang-Undang tentang Telekomunikasi, UU Nomor 36 Tahun 1999, LN Tahun 1999 Nomor 154, TLN Nomor 3881, Pasal 22.

82

(6)

apabila mengalami kerugian dalam layanan InternetBanking namun hal

tersebut tergantung kepada jenis kasusnya. Ketentuan

perundang-undangan perbankan tidak dapat diberlakukan pada kasus (Typosquatting)

yang merugikan nasabah, karena dalam hal ini keterangan atau data

nasabah yang bocor tidak melibatkan pihak-pihak yang terkait dalam

lembaga perbankan tersebut83. Data nasabah yang sampai kepada pihak lain tersebut disebabkan kekurang hati-hatian nasabah yang dimanfaatkan

si pelaku tindak kejahatan dengan membuat situs plesetan yang hampir

sama.84

Perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam penyelenggara

InternetBanking tersebut yang dilakukan melalui cara self regulation dan

government regulation,85 maka dapat ditarik kesimpulan bahwa upaya

perlindungan hukum telah dilakukan namun belum mencerminkan asas

keseimbangan. Sampai saat ini belum ada ketentuan khusus atau aturan

yang mencerminkan suatu hak dan kewajiban yang seimbang antara

penyelenggara Internet Banking dan nasabah sendiri.86

Menurut Peraturan Pemerintah Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan

Telekomunikasi yang merupakan peraturan pelaksana dari UU

Telekomunikasi, internet dimasukkan kedalam jenis jasa multimedia, yang

83

David Y. Wonok, “Perlindungan Hukum atas Hak-Hak Nasabah Sebagai Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Resiko yang Timbul Dalam Penyimpangan Dana”,Jurnal Ilmu Hukum, Vol. I No. 2 Juni 2013, hlm. 9.

84

Dwi Ayu Astrini, op.cit, hlm.158.

85

Budi Agus Riswandi, op.cit, hlm. 200.

86

(7)

didefinisikan sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi yang

menawarkan layanan berbasis teknologi informasi. Hal tersebut

menunjukan bahwa pengaturan mengenai internet termasuk di dalam

hukum telekomunikasi. UU Telekomunikasi yang baru mulai berlaku pada

tanggal 8 September 2000 mengatur beberapa hal yang berkenaan dengan

kerahasiaan informasi. Antara lain pada Pasal22 dinyatakan bahwa setiap

orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau manipulasi;

(a) akses ke jaringan telekomunikasi; dan/atau (b) akses ke jasa

telekomunikasi; dan/atau (c) akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Bagi pelanggar ketentuan tersebut diancam pidana penjara maksimal enam

tahun dan/atau denda maksimal Rp 600.000.000,- ( enam ratus juta

rupiah).87

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Diperlukan seperangkat aturan hukum untuk melindungi konsumen.

Aturan tersebut berupa Pembentukan Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen (disebut juga dengan UU

Konsumen) mempunyai maksud untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen menurut Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan Konsumen. UU

Perlindungan Konsumen mempunyai pengertian berupa segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa perlindungan

konsumen merupakan segala upaya yang dilakukan untuk melindungi

87

(8)

konsumen sekaligus dapat meletakan konsumen dalam kedudukan yang

seimbang dengan pelaku usaha.88

Konsumen dalam Pasal 1 Ayat (2) UUPerlindungan Konsumen disini yang

dimaksudkan adalah “Pengguna Akhir (end user)” dari suatu produk yaitu

setiap orang pemakaian barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.89

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian

hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Pasal

tersebut pada dasarnya memberikan landasan konstitusional bagi

perlindungan hukum konsumen di Indonesia, karena dalam ketentuan itu

secara jelas dinyatakan bahwa menjadi hak setiap orang untuk

memperoleh keamanan dan perlindungan.90

Payung hukum yang dijadikan perlindungan bagi konsumen dalam hal ini

nasabah bank pengguna layanan Internet Banking dalam penulisan ini

yaitu UU Perlindungan Konsumen, sedangkan aturan perundang-undangan

lainnya sebagai pendukung payung hukum yang sudah ada. Masalah

kedudukan yang seimbang secara jelas dan tegas terdapat dalam Pasal 2

yang menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat,

keadilan, kesimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta

88

Dwi Ayu Astrini, op.cit, hlm.157.

89

(9)

kepastian hukum91. Dengan berlakunya UU Perlindungan Konsumen, memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan oleh

karenanya bank dalam memberikan layanan kepada nasabah dituntut

untuk:92

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar dan jelas, dan jujur mengenai

kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d. Menjamin kegiatan usaha perbankannya berdasarkan ketentuan

standard perbankan yang berlaku dan beberapa aspek lainnya.

Hak-hak konsumen untuk memperoleh keamanan, kenyamanan, dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa, serta hak untuk memperoleh ganti rugi.

Dalam Pasal 4 huruf a,UU Perlindungan Konsumen menyebutkan tentang hak

konsumen atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa. Menjadi tanggungjawab pihak bank sebagai penyedia

jasa, bahkan bank akan memberikan yang terbaik dalam pelayanannya kepada

nasabah dan konsumen pengguna berhak mendapatkan fasilitas terbaik

terutama dalam hal ini, berkaitan dengan keamanan nasabah sendiri.93

Bank sebagai pelaku usaha berusaha mematuhinya dengan menerapkan

sistem keamanan berlapis seperti yang telah dikemukan diatas, namun

pengamanan yang ada sepertinya masih kurang, hingga menyebabkan

91

Budi Agus Riswandi, op.cit, hlm. 182.

92

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Ibid, hlm. 31.

93

(10)

terjadinya kerugian yang diderita oleh nasabah.94 Undang-undang telah berusaha sebaik mungkin mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang

melindungi kepentingan konsumen, namun faktor lain penyebab tidak dapat

terwujudnya aturan diatas. Pasal ini merupakan bentuk perlindungan preventif,

untuk mencegah terjadinya kerugian bagi konsumen. Diharapakan dengan

mengetahui hak-haknya konsumen tidak mudah tertipu dan mengalami

kerugian terus-menerus.95

Pasal 4 huruf d, berisi tentang “hak untuk didengar pendapat dan

keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan”. Aturan ini

memberikan kesempatan kepada konsumen untuk dapat menyampaikan

kekurangan-kekurangan dari pelayanan jasa internet banking yang diberikan

oleh bank. Sebagai timbal baliknya pihak bank berkewajiban mendengarkan

pendapat dan keluhan dari pihak konsumennya. Meskipun disemua bank

mayoritas sudah melakukannya melalui layanan constumer servis (CS), tetapi

seharusnya bank dapat lebih serius lagi menanggapi keluhan penggunaan

layanan apalagi jika sampai ada yang dirugikan, dengan cara meningkatkan

sistem keamanan bank tersebut dan terus memperbaharui RiskTechnology

yang dipunyai.96

94

Budi Agus Riswandi, op.cit, hlm. 188.

95

Sentosa Sembiring, Ibid, hlm. 20.

Pasal 4 huruf h, tentang hak konsumen untuk mendapatkan

kompensasi dan/atau ganti rugi bila barang dan/atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya jo pasal 19 Ayat (1)

dan Ayat (2) yang juga berisi tentang kewajiban pelaku usaha untuk

(11)

telah terjadi wanprestasi (cedera janji) antara para pihak berdasarkan

perjanjian yang telah disepakati bersama berdasarkan salah satu asas umum

perjanjian, yakni asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUHPer.97

Sedangkan dalam permasalahan ini, nasabah diharuskan menyetujui

perjanjian baku yang dituangkan kedalam syarat dan ketentuan berlaku pada

formulir aplikasi pengguna internet banking, sehingga terdapat ketimpangan

kedudukan antara para pihak. Nasabah tidak dapat mengajukan ketentuan apa

yang menjadi keinginannya, sedangkan bank dapat mengajukan ketentuan apa

yang menjadi keinginannya, termasuk ketentuan yang dapat merugikan

nasabah.98 Pasal 7 huruf f, berisi tentang kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan

barang dan/atau jasa yang diperdagangkan. Sebenarnya dalam UU

Perlindungan Konsumen ini sudah cukup baik, apalagi dengan pengulangan isi

pasal yang hampir sama sampai dua kali. Sedangkan menurut Pasal 4 huruf h

pada UU Perlindungan Konsumen, dapat menuntut ganti rugi jika tidak sesuai

dengan perjanjian yang tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana

mestinya.99

Dalam Pasal 26 dalam UU Perlindungan Konsumen berbicara

mengenai, pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi

jaminan dan atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan. Seperti

iklan yang disebutkan dalam setiap promosi bank penyedia layanan internet

banking, bahwa kelebihan penggunaan jasa ini salah satunya, yaitu keamanan.

97

Ibid, hlm. 31.

98

Ibid, hlm.67.

99

(12)

Meski pada kenyataannya keamanan yang diberikan bank masih dapat dibobol

dengan berbagai cara. Ini menunjukan kewajiban keamanan yang diberikan

oleh bank masih belum terpenuhi dengan baik. Ternyata, pasal dalam UU

Perlindungan Konsumen tersebut menunjukkan belum ada kepastian hukum,

karena tidak adanya pelaksanaan hukum atau aturan lain yang mampu

menindak tegas bahkan memberikan sanksi atas pelanggaran dan/atau belum

terpenuhinya aturan hukum.100

Penerapan sanksi-sanksi dalam perlindungan hukum yang bersifat

respresif juga diperlukan untuk membuat jera para pelanggar peraturan.

Bentuk perlindungan hukum ini, dapat dilihat dari Pasal 60-63 dalam aturan

UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan tentang sanksi-sanksi yang

dikenakan untuk pelanggaran beberapa pasal dalam undang-undang ini.

Sanksi-sanksi tersebut berupa sanksi administratif dan sanksi pidana.

Sedangakan sanksi secara perdata adalah berupa pemberian ganti rugi kepada

nasabah yang dirugikan.101

100

Ibid, hlm. 88.

Dalam UU Perlindungan Konsumen, hanya beberapa pasal saja yang

dapat dikenai sanksi pidana atau administratif. Setidaknya tetap dapat

disebutkan sanksi hukum yang dapat dikenakan, berupa surat peringatan

pengumuman penurunan nama baik-baik atau denda sebagai pemberi sanksi

ringan yang dapat membuat jera para pelaku usaha untuk tidak merugikan

konsumennya.

101

Wulan Barokah, “Penyelesaian Sengketa Dalam Bank Syariah”, diakses dari

(13)

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektonik

Salah satu bentuk implementasi dari yuridiksi untuk menetapkan hukum

(yuridiction to enforce) terhadap tindak pidana siber berdasarkan hukum

pidana Indonesia adalah salah satu pembentukan Undang-Undang Nomor

11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (disebut juga

dengan UU ITE). UU ITE merupakan Undang-undang yang dibentuk

khusus untuk mengatur berbagai aktivitas manusia dibidang teknologi

informasi dan komunikasi termasuk beberapa tindak pidana yang

dikategorikan tindak pidana siber. Namun demikian berdasarkan luas

lingkup dan kategorisasi tindak pidana siber, disamping UU ITE peraturan

perundang-undangan lainnya juga secara eksplisit atau implisit mengatur

tindak pidana siber. Kriminalisasi tindak pidana siber dalam peraturan

perundangundangan Indonesia tersebut memiliki implikasi terhadap upaya

pemberantas tindak pidana siber di Indonesia khususnya dan dunia pada

umumnya.102

UU ITE yang disahkan pada tanggal 21 April 2008 dinilai telah cukup

mampu mengatur permasalahan-permasalahan hukum dari sistem Internet

banking sebagai salah satu layanan perbankan yang merupakan wujud

perkembangan teknologi informasi. Kendala seperti aspek teknologi dan

aspek hukum bukan lagi menjadi faktor penghambat perkembangan

Internetbanking di Indonesia, meskipun dalam pasal-pasal UU ITE tidak

ada pasal-pasal yang spesifik mengatur mengenai Internet Banking itu

102

(14)

sendiri, akan tetapi terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai transaksi

dengan media Internet.103

Setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan

sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap

beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya.104 “Andal” artinya sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan

penggunanya. “Aman” artinya sistem elektronik terlindungi secara fisik

maupun nonfisik. “Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya sistem

elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya. Selain itu,

penyelenggaraan sistem elektroniknya.105

Bertanggung jawab artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab

secara hukum terhadap penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian

pihak pengguna sistem elektronik.106UU ITE juga mengatur bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang tersendiri, setiap

penyelenggara sistem elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronik

yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut, yaitu :107

103

Allen H. Lipis, Ibid, hlm. 168.

104

Indonesia (Informasi dan Transaksi Elektronik),Undang-Undangtentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Nomor 11 Tahun 2008, LN Tahun 2008 Nomor 58, TLN Nomor 4843, Pasal 15 Ayat (1).

105

Ibid, Pasal 15 Ayat (2).

106

(15)

a. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan

dengan peraturan perundang-undangan.

b. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan

dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaran sistem

elektronik tersebut.

c. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam

penyelenggaraan sistem elektronik.

d. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan

bahasa, informasi atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang

bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik.

e. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan,

kejelasan dan kebertanggungjawaban prosedur atau produk.

Selain itu juga perlindungan hukum yang diberikan oleh UU ITE dalam

hal perlindungan data pribadi, berhubungan dengan hak pribadi nasabah

(privasi), menurut Pasal 26 menyatakan bahwa kecuali ditentukan lain oleh

Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media

elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas

persetujuan orang yang bersangkutan.108

Perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan bahwa

keamanan privasi data pribadi nasabah yang menggunakan layanan perbankan

melalui media internet kurang terjamin. Hal ini dikarenakan masih banyak

108

(16)

kelemahan dalam mengantisipasi berbagai pelanggaran atau penyalahgunaan

dari media internet yang berdampak kerugian berbagai pihak.109

Di dalam Undang-Undang ini tidak ada Pasal yang jelas mengatur

tentang internet banking. Akan tetapi, ada Pasal yang mengatur tentang

transaksi dengan media internet. Dalam ketentuan umum UU ITE Pasal 1

angka (2) menyatakan bahwa transaksi elektronik adalah perbuatan hukum

yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau

media elektronik lainnya.110

(1) Setiap Penyelenggara sistem elektronik harus menyelenggarakan

sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab

terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaiman mestinya. Pasal dalam UU ITE yang berkaitan dengan

internet bankingyakni Pasal 15 yang menyatakan :

(2) Penyelenggara sistem elektronik bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan sistem elektroniknya.

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PB/2007 tentang Penerapan

Manajemen Risiko

Dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Perlindungan

terhadap nasabah yang dalam hal ini merupakan konsumen tidak hanya

mengacu UU Perbankan saja. Bank Indonesia sebagai pelaksana otoritas

moneter mempunyai peranan yang besar dalam usaha melindungi dan

menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank

yang salah berupaya dalam meningkatkan pengamanan dan melakukan

109

(17)

perbaikan-perbaikan terhadap sistem perbankan.111 Dalam ketentuan ini, pengaturan internet banking tidak diatur secara tersendiri, namun

dikelompokkan dalam internet banking. Penyelenggaraan internet banking

ini diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 23 sebagai bentuk

pelaksanaan internet banking yang diselenggarakan oleh bank umum.112

B. Fasilitas dan Keamanan dalam menggunakan Layanan Internet Banking

Sebagai dampak yang lebih khusus dari perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi, industri perbankan juga mengalami dampaknya. Hal ini sangat

dirasakan jika mencermati produk-produk layanan perbankan yang memanfaatkan

sarana teknologi elektronik. Banyak bank nasional kini menawarkan layanan

jasanya dan fasilitas melalui media elektronik, melalui sarana telepon, personal

komputer, dan media elektronik lainnya.113Internet banking merupakan salah satu pelayanan jasa bank uang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,

melakukan komunikasi dan melakukan transaksi melalui internet banking.114 Sejalan dengan keberadaan layanan jasa perbankan dapat disampaikan tipe

layanan jasa perbankan melalui media web yaitu sebagai berikut :115

1. Informational Web Tipe layanan jasa perbankan ini merupakan tingkat

dasar. Dalam tipe ini, layanan jasa perbankan sudah melalui web, tetapi

hanya menampilkan informasi saja. Resiko dari model layanan jasa

111

Muhammad Djumhana, Azas-Azas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.18.

112

Ali Murdiat, “Perlindungan Hukum Nasabah Pengguna Elektronik Banking Dalam Sistim Hukum Indonesia”, Jurnal Hukum & Bisnis Vol.I/No.1/April-Juni /2013

113

Muhammad Djumhana, op.cit., hlm. 20.

114

Ibid.

115

(18)

perbankan seperti ini relatif lebih rendah. Server dan bank itu sendiri

merupakan jaringan internal. Pada tingkatan ini, layanan internet banking

dapat ditetapkan melalui bank atau pihak ketiga. Meskipun risiko relatif

rendah, server dan website mungkin mudah diserang untuk diubah

(vulnerable to alteration). Oleh karena itu, pengawasan dan pencegahan

dari yang tidak berwenang terhadap server bank harus terus dimonitor.

2. Transactional Web Pada tingkatan internet banking ini, nasabah

dibolehkan mengeksekusi transaksi dengan risiko yang cukup tinggi

dibanding dengan informational web,transactional web membolehkan

nasabah untuk melakukan pembelian barang dan jasa serta transaksi

perbankan secaraonline. Transaksi nasabah dapat berupa membuka dan

mengakses rekening, membeli produk dan jasa, mengajukan pinjaman,

pembayaran dan transfer dana. Karena hubungan secara tipikal eksis antara

users di luar dan bank atau penyedia layanan sistem komputer internal

(services provider’s internal computer systems), bentuk layanan internet

bankingseperti ini mengantarkan risiko yang sangat besar bagi informasi

nasabah dan kemudian dibutuhkan kontrol internal yang sangat kuat.

3. Wireless Teknologi ini mengizinkan bank untuk menawarkan kepada

nasabah tradisional mengenai produk dan jasa baru dengan cara

pengembangan channel yang lain. Bank menyediakan produk dan jasa

nasabah melalui wireless divice, seperti telepon seluler, pager, dan

personal digital assistans yang mempunyai akses wireless pada bank.

Produk dan jasa yang ditawarkan mulai dari informasi, transaksi, dan

(19)

bersama-sama. Karena produk dan jasa yang ditawarkan bersifat sensitif dan

informasi rahasia, keamanan dan pengawasan merupakan hal yang esensial

bagi bank yang menyediakan produk dan jasa melalui wireless.

4. PC Banking Tipe electronic bankingseperti ini membolehkan beberapa

interaksi antara sistem bank dan nasabah. PC Banking ini menyediakan

pengembangan channel secara tertutup melalui telepon

kadang-kadangsering disebut dengan home banking. Transaksi dibatasi untuk

komunikasi e-mail, transfer uang, meninjau dan menyeimbangkan

rekening, dan pembayaran tanpa cek. Karena server ini menerobos dalam

jaringan internal bank, risikonya sangat tinggi dalam transaksi. Kelayakan

mengontrol harus ditempatkan untuk mencegah dan memonitor perubahan

manajemen pada akses yang tidak berwenang dari jaringan internal bank

dan sistem komputer.116

5. Multichannel Customer Relationship Management (CRM) Lembaga

keuangan telah hadir dan merealisasikan internet banking sebagai channel

lain yang sederhana. Oleh karena itu, multichannel yang mengatur

penyelesaian hubungan nasabah dalam lembaga keuangan menjadi

menarik. Tujuannya adalah untuk memperkuat loyalitas dan peningkatan

transaksi dan free. Untuk mendorong ini, penyelesaian CRM

menyediakan interaksi nasabahnya melalui channel silang, menganalisis

data untuk pola nasabah pengguna produk keuangan. Melalui layanan ini,

maka lembaga keuangan akan memperoleh hasil yang lebih efektif.

116

(20)

6. Penyediaan tagihan elektronik dan pembayaran (Electronic bill

presentmentand payment) secara final menjadi menguntungkan dan

populer pada tahun 2001. Layanan kontak uang elektronik, yang

didasarkan pada penyediaan tagihan secara online, menawarkan

kesempatan pendapatan lain bagi lembaga keuangan. Lembaga keuangan

dapat mengubah fee tersebut di atas pemrosesan pembayaran reguler.

7. Manajemen pembayaran invoice (Invoice payment management)

Meskipun lembaga keuangan tidak menjadi dominan dalam konsolidasi

pernyataan tagihan dan pembayaran elektronik untuk nasabah, mereka

menciptakan suatu peraturan baru dari pernyataan invoice dan pembayaran

elektronik untuk bisnis kecil dan nasabah perusahaan. Dalam peraturan ini,

lembaga keuangan akan menerima point untuk tagihan perusahaan,

memperluas peemrosesan kontak uang (lockbox) tradisional mereka ke

dalam abad e-payment.

8. Pembayaran kartu kredit online (Online credit card payment) Menurut

Group Giga Information, kartu kredit sangat dominan dalam sistem

pembayaran pada tahun 2001. Debt online dan elektronik cek dengan

menggunakan Automated Clearing House (ACH) bagaimanapun akan

tersingkirkan.

9. Cek elektronik untuk pembayaran B2B (Business to business) (Electronic

checks for B2B payment) Elektronik cek akan menjadi lebih populer untuk

penjualan retail, tetapi hingga sekarang sedikit sekali dampaknya terhadap

(21)

10.Aplikasi jaminan online (Online mortgage application). Aplikasi jaminan

online dibatasi untuk kartu kredit dan pinjaman kecil. Kini banyak orang

menerapkan ini untuk jaminan online.

11.Pembayaran orang ke orang melalui e-mail (Person to person e-mail

payment). Dengan solusi ini, individu dapat membuat pembayaran kartu

kredit dan ACH (Automated Clearing House) transfer dalam waktu yang

real (real time) untuk setiap orang dengan alamat e-mail.

C. Kebijakan Perbankan dalam Penggunaan Teknologi Informasi (Internet banking)

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional

relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya

diantaranya meliputi Automated Teller Machine, Banking Application System,

Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring Elektronik, dan internet

banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering menggunakan istilah Teknologi

Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk semua terapan teknologi informasi dan

komunikasi dalam layanan perbankan. Istilah lain yang lebih populer

adalahInternet banking. Internet banking mencakup wilayah yang luas dari

teknologi yang berkembang pesat akhir-akhir ini.117

Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai

mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan

nasabah yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu atau nasabah

datang ke cabang-cabang bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk

menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan

117

(22)

teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet

bahkan dengan mobile "HP" dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.118

Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para

perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai

unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :119

1) Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.

2) Adanya ATM (Auto Teller Machine) pengambilan uang secara cash secara

24 jam

3) Penggunaan Database di bank – bank.

4) Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.

Dengan adanya jaringan komputer hubungan atau komunikasi kita dengan

klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference.

Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin

chatting, dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online,

sharing file. Apabila mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung

dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah

yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya. Pada

dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan

mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama

dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan Internet banking

melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan

118

Noviyanto, “Sistem Informasi Perbankan”, diakses dari

(23)

bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual

menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.120

Internet banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi yang

berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan layanan

perbankan di “garis depan” atau front end, seperti ATM dan komputerisiasi

(sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat back end, yaitu

teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga keuangan, merchant, atau

penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check conversion.121

Saat ini sebagian besar layanan internet banking terkait langsung dengan

rekening bank. Jenis internet banking yang tidak terkait rekening biasanya

berbentuk nilai moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu

(chip dalam smartcard). Dengan semakin berkembangnya teknologi dan

kompleksitas transaksi, berbagai jenis internet banking semakin sulit dibedakan

karena fungsi dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi.122 Penggunaan teknologi sistem informasi oleh bank sesuai dengan Surat

Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang

Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi

Bank Indonesia Nomor 31/175/KEP/DIR/1998 tentang Penyempurnaan Teknologi

Sistem Informasi Bank dalam Menghadapi Tahun 2000. Penggunaan teknologi

sistem informasi dimaksudkan adalah untuk meningkatkan efektivitas dan

efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan

120

Drbanker, “Teknologi Informasi Perbankan”, diakses dari 17.43 Wib

121

Wiji Nurastuti, op.cit, hlm.86.

122

(24)

hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi.

Sehubungan dengan pengertian teknologi sistem informasi sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh

Bank tersebut dapat dijelaskan bahwa pengolahan data keuangan secara elektronis

meliputi pemrosesan transaksi keuangan secara lengkap sejak pencatatan transaksi

sampai dengan penyusunan laporan keuangan, sedangkan pengolahan data

elektronis atas pelayanan jasa perbankan dengan menggunakan sarana komputer,

telekomunikasi dan sarana elektronis lainnya meliputi penggunaan Automated

Teller Machine (ATM), Electronic Fund Transfer (EFT), dan Home Banking

Service, termasuk Phone Banking dan Internet Banking.123

Pengertian teknologi sistem informasi menurut Surat Keputusan Direksi

Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR/1995 tentang Penggunaan Teknologi

Sistem Informasi oleh Bank bahwa teknologi sistem informasi adalah suatu sistem

pengolahan data keuangan dan pelayanan jasa perbankan secara elektronis dengan

menggunakan sarana komputer, telekomunikasi dan sarana elektronik lainnya.124

Saat ini telah banyak pelaku ekonomi, khususnya di kota-kota besar yang

tidak lagi menggunakan uang tunai dalam transaksi pembayarannya, tetapi telah

memanfaatkan layanan perbankan modern. Untuk menunjang keberhasilan

operasional perbankan, sudah pasti diperlukan sistem informasi yang handal yang

dapat diakses dengan mudah oleh nasabahnya, yang pada akhirnya akan

123

(25)

bergantung pada teknologi online.125Internet banking merupakan salah satu layanan perbankan yang menggunakan teknologi informasi. Dengan

menggunakan layanan internet banking, maka nasabah dapat melakukan transaksi

perbankan seperti transfer antar rekening di bank yang sama, membayar tagihan

telepon, rumah atau membayar angsuran kredit rumah, mobil, motor, membayar

tagihan telepon seluler, melayani pengisian voucher isi ulang, dll.126

D. Aspek Hukum Internet Banking

Keamanan fisik atau aset keuangan dijamin oleh standar implementasi,

seperti halnya prinsip akuntan yang diterima secara umum yang diformulasikan

oleh American Institute of Certified Public Accountants dan Financial Accounting

Standards Board ditambah lagi dengan praktik bisnis yang rasional, yakni

meliputi pembatasan prosedur keamanan dari keduanya. Untuk fungsi-fungsi

sensitif seperti pembelian dan pembayaran (disbursements) untuk dokumen

sensitif yang rusak (shredding) sebelum menggunakan sistem mereka. Dalam

beberapa hal, prinsip sistem keamanan informasi adalah ekuivalen untuk

menetapkan prosedur keamanan ini, tetapi dalam banyak hal mereka

meningkatkan masalah manajemen dan teknis.127

Pada tahun 1991, The National Research Council (NRC) menerbitkan

Computers at Risk; Safe Computing in the Information Age, dan dikenal sebagai

formulasi komprehensif dari Generally Accepted System Security Principle

125

Abdul Kadir dan Terra Ch. Triwahyuni,Pengenalan Teknologi Informasi, (Yogyakarta : Andi, 2003), hlm. 23.

126

Rizki Abadi, “Phone Banking: Pengertian dan Cara Kerjanya”, diakses dari tanggal 12 Agustus 2017 jam 12.00 Wib

127

(26)

(GSSP) yang akan menyediakan artikulasi yang jelas dari keamanan esensial ke

depan, kepastian (assurance), dan praktik. Berikut ini contoh-contoh yang

ditawarkan NRC sebagai elemen potensial dari GSSP:128

1. Kualitas kontrol (quality control).Setiap sistem harus memiliki ketepatan

sistem untuk menyediakan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk menyuplai

sebelum perhatian keamanan dimasukkan ke dalam laporan. Setiap sistem

harus mengawasi kode akses serta data, khususnya bentuk operasi-operasi

oleh pengguna. Setiap sistem harus menjamin (properly) setiap pengguna

dengan pantas melalui identifikasi sistem yang benar. Setiap sistem harus

mencatat semua surat pemeriksa keuangan pada sistem operasi keamanan

yang relevan, mencakup percobaan-percobaan yang tidak patut (improrer

attempts) melalui akses sistem dan perlindungan pencatatan untuk

mencegah dari penghapusan atau perubahan setelah peristiwa

pencatatan.129

2. Ketentuan Pengawasan kode akses serta data (access control on code as

well as data).

Setiap sistem harus mempunyai tempat khusus pengguna

yang diperbolehkan untuk memodisikasi keamanan negara (the security

state) dari sistem menurut standar prosedur. Setiap sistem jaringan harus

mempunyai metode encryption confidensial atau komunikasi sensitif.

3. Identifikasi pengguna dan autentisitas (user indentification and

authentication).

4. Keamanan mencatat (security logging).

128

(27)

5. Keamanan administrasi (security administrator).

6. Data encryption.

7. Pemeriksa keuangan independen (independent audit), independensi,

pemeriksaan rahasia dari sistem administrasi, menganalogikan

pemeriksaan keuangan bisnis oleh perusahaan akuntan.

8. Analisis risiko/bahaya (hazard analysis) Analisis biaya seharusnya

dilakukan untuk setiap sistem keamanan kritik.

Kelompok jaringan kerja EFT membangun Guidelines for the Secure

Operation of the Internet, yakni pedoman pelaksanaan keamanan internet yang

harus diimplementasikan berdasarkan basis kerelaan dari masyarakat pengguna

internet. Pedoman tersebut berisikan tentang poin-poin utama yakni sebagai

berikut :130

1. Pengguna bertanggung jawab secara pribadi untuk mengerti dan

menghormati sistem kebijakan keamanan, baik komputer maupun

jaringan. Pengguna layanan internet banking harus dapat

mempertanggungjawabkan perilaku mereka sendiri dalam menggunakan

layanan internet banking.

2. Pengguna mempunyai tanggung jawab menjalankan mekanisme keamanan

yang tersedia dan prosedur untuk melindungi data mereka sendiri. Mereka

juga mempunyai suatu tanggung jawab untuk menilai dalam melindungi

sistem mereka yang digunakan.

3. Penyedia jasa komputer dan jaringan bertanggung jawab untuk

pembiayaan operasi sistem keamanan mereka. Mereka selanjutnya

130

(28)

bertanggung jawab untuk memberitahukan pengguna dari kebijakan

keamanan dan setiap perubahan untuk kebijakan ini.

4. Vendor dan pembangun sistem bertanggung jawab untuk menyediakan

sistem yang mendengar dan mewujudkan (embody) kelayakan pengawasan

keamanan.

5. Pengguna, penyedia jasa, hardware dan software vendor bertanggung

jawab untuk mengoperasikan sistem keamanan.

6. Perbaikan teknis di protokol keamanan internet banking seharusnya

mencari permasalahan mendasar. Dalam protokol baru, hardware atau

software untuk internet semestinya menghormati aspek keamanan dari

proses pembangunan dan desain protokol. Suatu pedoman meliputi prinsip

set yang harus di ambil ke dalam laporan tidak hanya oleh organisasi yang

menata rencana keamanan, tetapi juga oleh legislator dan regulator yang

menetapkan legal framework untuk keamanan computer.131

Suatu pedoman meliputi prinsip set yang harus di ambil ke dalam laporan

tidak hanya oleh organisasi yang menata rencana keamanan, tetapi juga oleh

legislator dan regulator yang menetapkan legal framework untuk keamanan

komputer. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :132

1. Accountability Pemilik, Penyedia, penguna dan pemerhati lainnya dengan

sistem keamanan informasi seharusnya bertanggung jawab dan

mempertanggung jawabkannya. Memperluas kemungkinan tanpa

131

Suwarno, “Sistem Keamanan Internet Banking” diakses dari

Agustus 2017 jam 10.15 Wib

132

(29)

mengompromikan keamanan, semua pihak seharusnya dapat mengakses

keuntungan dengan cepat terhadap materi ilmu pengetahuan dan

keamanan.

2. Awareness Ethics. Sistem informasi dan keamanan mereka seharusnya

dipromosikan dengan cara menghormati hak-hak dan kepentingan

pihak-pihak lain. Ketentuan keamanan seharusnya mengambil semua aspek yang

relevan mencakup teknis, perdagangan, dan hukum. Ketentuan keamanan

seharusnya menempatkan risiko dari bahaya dan risiko dari sistem nilai

informasi. Ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap aspek,

kebijakan, dan prosedur organisasi lainnya. Aturan pencegahan dan

merespons cabang pada keamanan harusnya diambil setiap waktu.

Keamanan segarusnya dinilai secara periodik menyangkut pengembangan

sistem informasi yang melewati batas waktu. Sistem keamanan informasi

seharusnya seimbang dengan penggunaan legitimasi arus informasi dalam

masyarakat demokrasi

3. Multidiciplianary. Ketentuan keamanan seharusnya mengambil semua

aspek yang relevan mencakup teknis, perdagangan, dan hukum.

4. Proportionality. Ketentuan keamanan seharusnya menempatkan risiko dari

bahaya dan risiko dari sistem nilai informasi.

5. Integration. Ketentuan keamanan seharusnya menggabungkan setiap

aspek, kebijakan, dan prosedur organisasi lainnya.

6. Timeliness. Aturan pencegahan dan merespons cabang pada keamanan

(30)

7. Reassesment. Keamanan segarusnya dinilai secara periodik menyangkut

pengembangan sistem informasi yang melewati batas waktu.

8. Democracy. Sistem keamanan informasi seharusnya seimbang dengan

penggunaan legitimasi arus informasi dalam masyarakat demokrasi.

Ada dua jenis keamanan yang dipakai dalam internet banking yaitu:133 1. Sistem Cryptografi Sistem ini menggunakan angka-angka yang dikenal

dengan kunci (key). Sistem ini disebut juga dengan sistem sandi. Ada dua

tipe cryptografi yaitu simetris dan asimetris. Pada sistem kriptografi

simetris, skema algoritma sandi akan disebut kunci-simetris apabila untuk

setiap proses enkripsi maupun deksripsi data secara keseluruhan digunakan

kunci yang sama.Skema ini berdasarkan jumlah data per proses dan alur

pengolahan data didalamnya dibedakan menjadi dua kelas, yaitu

block-chipher dan stream-chiper. Sedangkan pada sistem kriptografi asimetris,

skema algoritma sandinya menggunakan kunci yang berbeda untuk proses

enkripsi dan dekripsinya. Skema ini disebut juga sebagai sistem kriptografi

kunci publik karena kunci untuk enkripsi dibuat untuk diketahui oleh

umum (public key), tapi untuk proses dekripsinya hanya dapat dilakukan

oleh yang berwenang yang memiliki kunci rahasia untuk mendekripsinya,

disebut private-key.

2. Sistem Firewall. Firewall merupakan sistem yang digunakan untuk

mencegah pihak-pihak yang tidak diizinkan untuk memasuki daerah yang

dilindungi dalam unit pusat kerja perusahaan. Firewall berusaha untuk

mencegah pihak-pihak yang mencoba tanpa izin dengan cara melipat

133

(31)

gandakan dan mempersulit hambatan-hambatan yang ada. Namun yang

perlu diingatkan adalah bahwa sistem firewall ini tidak dapatmencegah

masuknya virus atau gangguan yang berasal dari dalam perusahaan itu

sendiri.134

Untuk mengantisipasi timbulnya permasalahan yang terkait dengan

keamanan sistem informasi, maka perlu diimplentasikan suatu kebijakan dan

prosedur pengamanan. Kebijakan dan prosedur tersebut harus mencakup:135 1. Identifikasi sumber-sumber dan aset-aset yang akan dilindungi.

2. Analisa kemungkinan ancaman dan konsekuensinya.

3. Perkiraan biaya atau kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan.

4. Analisa potensi tindakan penangkal dan biayanya serta kerugian lainnya.

5. Mekanisme pengamanan yang sesuai.

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan dalam bab ini, dapat ditarik

kesimpulan bahwa aspek hukum dalam pelaksanaan jasa pelayanan perbankan

dalam transaksi melalui internet banking diantaranya UU Perbankan, UU

Perlindungan Konsumen, UU ITE dan UUTelekomunikasi.

Ketentuan hukum dari peraturan-peraturan diatas mencerminkan

perlindungan hukum yang komprehensif, di mana perlindungan hukum masih

bersifat parsial yang terletak di berbagai macam perundang-undangan. Peraturan

yang ada belum menggalang suatu peraturan yang adil karena belum

mencerminkan asas keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut

134

Budi Raharjo, Keamanan Sistem Informasi Berbasis Internet, (Bandung: PT.Insan Indonesia, 2005), hlm.82.

135

(32)

harus mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang

terkait. Diperlukan peraturan khusus yang bersifat komprehansif dalam sistem

perundang- undangan di Indonesia yang mengatur tentang transaksi perbankan

melalui internet banking.

Aspek hukum mengenai transaksi perbankan melalui internet banking di

Indonesia yang ada saat ini juga belum dapat menjamin keadilan bagi para pihak.

Hal ini dapat dilihat melalui self-regulation sebagai alternatif dalam mengisi

kekosongan hukum yang merupakan aturan atau ketentuan yang dibentuk secara

sepihak oleh pihak bank yang cenderung lebih berpihak kepada kepentingan bank

sebagai penyelenggara layanan internet banking. Hal ini tidak mencerminkan asas

keseimbangan, di mana idealnya pembentukan aturan tersebut harus

mencerminkan hak dan kewajiban yang seimbang di antara para pihak yang

terkait, karena bila suatu aturan atau kaidah menurut isinya menggalang suatu

aturan yang adil, maka kaidah itu bernilai dan dapat ditanggapi sebagai

mewajibkan secara batin.

Pengaturan hukum terhadap layanan internet banking terdapat secara

tersirat didalam undang-undang seperti UU Perbankan, UU Telekomunikasi, UU

Perlindungan Konsumen, UU ITE, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor

9/15/PB/2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko. Dalam UU Perbankan dapat

ditemukan beberapa pasal yang menyatakan tentang penetapan dan pemberian

perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dan penyelenggaraan internet

banking. UU Telekomunikasi jelas dinyatakan dalam Pasal 22 yang jika

dianalogikan pada masalah perlindungan data pribadi nasabah dalam

(33)

yang dilindungi yaitu pada data yang ada dalam jaringan dan data yang sedang

ditransfer. Sedangkan pada UU Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen seperti

adanya jaminan kesempatan kepada konsumen untuk menyampaikan

(34)

BAB IV

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH YANG

MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT PENGGUNAAN LAYANAN

INTERNET BANKING (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 40/PDT.G/2015/PN.Mad)

A. Peran Perbankan dalam Melindungi Nasabah Terkait Layanan Internet BankingMenurut Undang-UndangNomor 8 Tahun 1998 Tentang PerbankanJo Undang-UndangNomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

UU Perbankan merupakan wujud dari aturan yang menjadi landasan

hukum dalam bidang perbankan, yang menjadi hukum positif perbankan di

Indonesia. Di Indonesia, masalah-masalah yang terkait dengan bank diatur dalam

undang-undang ini, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan transaksi perbankan

melalui internet banking. Di dalam UU Perbankan diatur beberapa hal yang

berhubungan dengan transaksi perbankan melalui internet banking, antara lain

mengenai pengertianpengertian yang berhubungan dengan perbankan, jenis dan

usaha bank, pembinaan dan pengawasan bank, serta mengenai rahasia bank.136

136

Andria Luhur Prakoso, “Tinjauan Terhadap Arbitrase Syariah Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Bidang Perbankan Syariah”, Jurnal Jurisprudence, Vol. 7 No. 1

Di

dalam Pasal 1 UU Perbankan dinyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang

menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya

kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam

(35)

tentang bank, juga di dalam ketentuan itu diberikan definisi perbankan. Perbankan

adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Berdasarkan dua definisi tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa

pengertian bank dan perbankan merupakan dua peristilahan yang berbeda.

Pengertian bank lebih diorientasikan pada badan usahanya dan kegiatan bank,

sementara pengertian perbankan lebih luas lagi di dalamnya meliputi

kelembagaan dan cara serta proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.137

Selanjutnya, di dalam Pasal 5 UU Perbankan dinyatakan bahwa menurut

jenisnya, bank terdiri dari :138

1) Bank Umum, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2) Bank Perkreditan Rakyat, yakni bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Berdasarkan rumusan di atas, dapat dilihat bahwa jenis bank yang dapat

menyelenggarakan dan menawarkan layanan internet banking kepada

nasabahnya adalah bank umum, sedangkan Bank Perkreditan Rakyat dalam

kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pembagian

jenis bank tersebut mendasarkan pada segi fungsi bank, yang dimaksudkan

137

Rika Saleo, “Analisis Tingkat Kesehatan Bank Dengan Menggunakan Metode Camel (Studi Kasus Pada PT. Bank Mandiri Tbk)”,Jurnal EMBAVol.5 No.2 Juni 2017

138

(36)

untuk memperjelas ruang lingkup dan batas kegiatan yang

diselenggarakannya.

Setelah mempunyai pemahaman atas klasifikasi bank dalam UU

Perbankan, yang perlu dikaji juga melingkupi kegiatan usaha bank. Di dalam

Pasal 6 UU Perbankan disebutkan Usaha Bank Umum meliputi : 139

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,

deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu;

b. Memberikan kredit;

c. Menerbitkan surat pengakuan hutang ;

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk

kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa

berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam surat-surat

dimaksud

2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya

tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud

3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah ;

4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

5. Obligasi

6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.

7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1(satu)

tahun

(37)

e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah;

f. Menempatkan dana pada, meminjam dari, atau meminjamkan dana kepada

bank lain baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun

dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;

g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan pihak ketiga;

h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan

suatu kontrak;

j. Melakukan penempatan dana dari nasabah lainnya dalam bentuk surat

berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

k. dihapus

l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali

amanat;

m. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan

Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia;

n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan

(38)

Berdasarkan lingkup kegiatan usaha bank tersebut, transaksi perbankan

yang dapat dilakukan melalui layanan internet banking, antara lain:140

1) Transfer dana rupiah atau pemindahbukuan antar rekening bank yang sama

serta up date daftar transfer. Di samping itu, terdapat internet banking

yang dapat melakukan transfer ke bank lain di dalam negeri, melalui

kliring dan transfer terjadwal

2) Pembayaran tagihan-tagihan, misalnya tagihan telepon, listrik, air,

berbelanja lewat e-commerce, dan lain sebagainya

3) Pembukaan deposito berjangka, sesuai dengan fitur produk deposito pada

bank yang bersangkutan

4) Informasi rekening, misalnya posisi saldo rekening, suku bunga dan kurs

valuta.

5) Pendaftaran layanan notifikasi SMS, yaitu melakukan pendaftaran atau

perubahan layanan notifikasi SMS ke ponsel nasabah pengguna

6) Permintaan buku cheque/ bilyet giro

7) Up date profil, antara lain mengubah PIN atau mengubah alamat email.

Mengenai pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha bank

dilakukan oleh Bank Indonesia dengan menetapkan ketentuan yang wajib

dipenuhi oleh bank sesuai Pasal 29 UU Perbankan yang dapat dijelaskan sebagai

berikut :141

140

Sasha, “Pengertian Internet Banking : Manfaat dan Keuntungannya”, diakses dari Wib

141

(39)

1) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha

bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip

kehati-hatian.

2) Di dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara

yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang

mempercayakan dananya kepada bank

3) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai

kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi

nasabah yang dilakukan melalui bank Pembinaan dan pengawasan bank ini

perlu dilaksanakan agar bank sebagai penyelenggara layanan internet

banking dapat menjamin keamanan transaksi perbankan yang dilakukan

oleh nasabah, serta nasabah dapat mengetahui mengenai risiko-risiko yang

mungkin timbul dalam transaksi perbankan yang dilakukan dalam layanan

internet banking melalui informasi layanan internet banking yang

diberikan oleh bank.

Di samping mengatur aspek-aspek di atas, UU Perbankan juga mengatur

masalah kerahasiaan bank. Menurut Pasal 1 Ayat 28 UU Perbankan, rahasia bank

adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah

penyimpan dan simpanannya. Rahasia bank merupakan hal yang penting, karena

bank sebagai lembaga kepercayaan wajib merahasiakan segala sesuatu yang

(40)

UU Perbankan dinyatakan “Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya”.142

Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang

keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh

bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan. Berdasarkan ketentuan tersebut,

UU Perbankan telah secara konsisten menjelaskan bahwa pengertian rahasia bank

hanya menyangkut nasabah penyimpan dan simpanannya.143 Selanjutnya, penjelasan Pasal 40 UU Perbankan menyatakan bahwa keterangan mengenai

nasabah, selain sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan keterangan yang

wajib dirahasiakan. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 40 UU Perbankan

tersebut mencerminkan akan asas atau prinsip kerahasiaan bank, yang sekiranya

mampu dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum

atas data pribadi nasabah dalam melakukan transaksi perbankan melalui internet

banking, mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang

disimpan pada bank atas dasar kepercayaan.144

Mengenai kerahasiaan bank ini, untuk perkembangan saat ini tidak cukup

lagi mengantisipasi dinamika bisnis sektor perbankan. Prinsip kerahasiaan bank

ini dalam konteks perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dapat saja

diterapkan, namun penerapannya di dalam penyelenggaraan internet banking

menjadi tidak optimal, sebab perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang

ada pada ketentuan ini terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpulkan

142

Marnia Rani, “Perlindungan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kerahasiaan Dan Keamanan Data Pribadi Nasabah Bank”,Jurnal Selat, Oktober 2014, Vol. 2 No. 1, hlm.176.

143

Budi Agus Riswandi, op.cit, hlm. 217.

144

(41)

oleh bank, padahal di dalam penyelenggaraan internet banking, data nasabah yang

ada tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan, tetapi termasuk data yang

ditransfer oleh pihak nasabah dari sarana komputer yang terhubung dengan

internet dimana nasabah melakukan transaksi perbankan. Bank tidak mapu lagi

untuk mengantisipasi dampak dari pemanfaatan layanan internet banking.145 Ketidakmampuan ini disebabkan karena karakteristik layanan internet

banking untuk memfasilitasi transaksi perbankan yang berbeda dengan perbankan

secara konvensional. Melihat pada kondisi demikian, dapat disimpulkan bahwa

UU Perbankan belum mampu memberikan perlindungan hukum sepenuhnya atas

data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan internet banking.146

Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan

informasi. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah,

menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau

menyebarkan Informasi Elektronik.147

145

Ratna Suryani, “Tinjauan Yuridis Terhadap Transaksi Perbankan Melalui Internet Banking Di Indonesia”, Disampaikan pada Seminar Sehari, diselenggarakan oleh Universitas Padjajaran Bandung pada tanggal 13 Juli 2011 di Bandung

146

Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius 2013), hlm. 52.

147

(42)

Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik

oleh penyelenggara negara, orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat. Jaringan

Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua sistem elektronik atau lebih, yang

bersifat tertutup ataupun terbuka. Internet Banking (e-banking) adalah salah satu

pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi,

melakukan komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan

internet. Bank penyelenggara e-banking harus memiliki wujud fisik dan jelas

keberadaannya dalam suatu wilayah hukum. Bank Indonesia tidak

memperkenankan kehadiran bank visual dan tidak memiliki kedudukan hukum.

E-banking dipandang bank Indonesia merupakan salah satu jasa layanan

perbankan, sehingga bank bersangkutan harus memiliki jasa layanan seperti

layaknya bank konvensional.148

Penyelenggaraan internet banking sangat dipengaruhi oleh perkembangan

teknologi informasi. Dalam kenyataannya pada satu sisi membuat jalannya

transaksi perbankan menjadi lebih mudah, akan tetapi di sisi lain membuatnya

semakin beresiko. Salah satu risiko yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan

e-banking adalah internet fraud atau penipuan melalui internet. Dalam internet

fraud ini menjadikan pihak bank atau nasabah sebagai korban, yang dapat terjadi

karena maksud jahat seseorang yang memiliki kemampuan dalam bidang

teknologi informasi, atau seseorang yang memanfaatkan kelengahan pihak bank

maupun pihak nasabah. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh e-banking antara lain:149

148

Tim Redaksi, Undang-undang Internet dan Transaksi Eletronik, (Yogyakarta : Penerbit Gradien Mediatama, 2008), hlm. 18.

149

(43)

1. Informational Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah

dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan

eksekusi transaksi.

2. Communicative Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah

dalam bentuk komunikasi atau melakukan interkasi dengan bank penyedia

layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi

transaksi.

3. Transactional Internet Banking: pelayanan jasa bank kepada nasabah

untuk melakukan interaksi dengan bank penyedia layanan internet banking

dan melakukan eksekusi transaksi.

UU ITE mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang

memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan

informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi

kejahatan melalui internet banking. UUITE mengakomodir kebutuhan para

pelaku bisnis di internet banking dan masyarakat pada umumnya guna

mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda

tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.150

Fasilitas internet banking yang diberikan kepada nasabah

untukmemudahkan kegiatan nasabah,seperti fasilitas keamanan yang

benar-benarterjamin aman sehingga tidak dapat di tembus oleh pihak yang

tidakbertanggung jawab. Oleh karena itu layanan internet banking yangdiberikan

post/2017/05/06/Peraturan-dan-Regulasi-Telekomunikasi-dan-Transaksi-Elektronik, pada tanggal 14 Agustus 2017 jam 14.55 WIB

150

(44)

pihak bank harus mampu meminimalisir resiko yang akanterjadi dan

pembentukan suatu undang-undang perlindungan data pribadidi Indonesia untuk

menjamin privasi atas data pribadi khususnya dalamtransaksi online di internet,

sehingga nasabah yang menggunakan layananinternet banking merasa aman.151 Bentuk perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet

banking sebagai medianya diatur dalam Pasal 21 ayat 2 UU ITE yang

menyebutkan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum

dalam pelaksanaan transaksi elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur sebagai berikut:152

1. Jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi

elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

2. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam

pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;

atau

3. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam

pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara

Agen Elektronik.

B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bersifat Preventif dan

Represif

Praktek perbankan juga menempatkan konsumen dalam posisi yang

semakin lemah. Bank dilindungi dengan perjanjian standar perbankan dalam

151

Yurisal Aesong, “Perlindungan Hukum terhadap Nasabah Bank” diakses dari

Referensi

Dokumen terkait

apakah yang ada untuk dipergunakan dalam memberikan perlindungan hukum bagi nasabah dari fasilitas internet banking , dimana disatu sisi undang-undang yang mengatur

Bentuk perlindungan terhadap data nasabah dalam internet banking di Indonesia terdapat dari beberapa macam peraturan yang telah mengatur tentang internet banking

Permasalahannya adalah bagaimana perlindungan hukum bagi para nasabah bila dalam transaksi melalui layanan mobile banking dan internet banking dan bagaimana tanggung

Adapun bentuk-bentuk perlindungan hukum yang dapat di berikan kepada nasabah dalam transaksi giro di sektor perbankan adalah perlindungan hukum terhadap nasabah

Mekanisme perlindungan dan tanggungjawab yang diberikan pihak bank terhadap nasabah yang mengalami masalah dalam pengguna internet banking, 3 macam bentuk

Namun, penerapannya di dalam penyelenggaraan internet bankingmenjadi tidak optimal sebab perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah pengguna elektronik banking terhadap resiko kerugian yang diderita oleh nasabah. Menganalisis gambaran atau peta sharing