• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELA. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELA. docx"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN KONSTRUKTIVIS DALAM PEMBELAJARAN

IPS SD

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan IPS Dosen Pengampu: Drs. Nono Harsono S, M.Si.

Disusun Oleh:

Dinda Dian Nanda 1304982

Ria Safitri 1303699

Twenty Eight Oktaviani 1301353

5 Paket 3 A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR KAMPUS CIBIRU

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Dalam makalah yang berjudul “Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran IPS”. Penulisan makalah ini selain bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan IPS juga agar dapat berbagi ilmu yang kita miliki. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharap kankritik dan saran yang sifatnya membangun.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Bandung, Oktober 2015

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Penulisan...2

D. Sistematika Penulisan...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

A. Pengertian Pendekatan Konstruktivis...3

B. Tokoh Pencetus Pendekatan Konstruktivis...5

C. Karakteristik Pendekatan Konstruktivis...9

(4)

E. Model Pembelajaran yang Dapat Dikaitkan dengan Pendekatan Konstruktivis....11

BAB III PEMBAHASAN...15

A. Mengembangkan Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivis...15

B. Ciri-ciri Guru Konstruktivis...18

C. Strategi Pembelajaran Keterampilan Sosial dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivis...20

BAB IV PENUTUP...25

A. Simpulan...25

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses belajar mengajar merupakan aktivitas antara guru dengan siswa di dalam kelas. Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar yang dapat mencapai sasaran melalui kegiatan yang sistematis dan untuk itu sangatlah diperlukan keaktifan guru dan siswa untuk menciptakan proses belajar mengajar yang baik tersebut.

Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektualitas serta kualitas kehidupan, maka pendidikan pun menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, tentu saja hal ini membutuhkan sebuah desain pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Sehingga berbagai teori, metode dan desain pembelajaran serta pengajaran pun dibuat dan diciptakan untuk mengapresiasikan semakin beragamnya tingkat kebutuhan dan kerumitan permasalahan pendidikan.

Konstruktivistik merupakan salah satu landasan berpikir pendekatan pengajaran dan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL), yaitu pengetahuan yang dibangun oleh siswa sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu, memberi makna melalui pengetahuan itu, kemudian memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan dasar tersebut, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “membangun” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah kami buat, maka kami merumuskan beberapa rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini.

1. Apa pengertian dari pendekatan konstruktivis dalam IPS ? 2. Siapa saja tokoh pencetus pendekatan konstruktivis ?

(6)

2

3. Bagaimana karakteristik pendekatan konstruktivis ? 4. Apa saja prinsip-prinsip pendekatan kontruktivis ?

5. Bagaimana cara mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis?

6. Apa saja ciri-ciri guru konstruktivis ?

7. Bagaimana strategi pembelajaran keterampilan sosial dengan menggunakan pendekatan konstruktivis ?

C. Tujuan Penulisan

Dari beberapa rumusan masalah yang telah kami rumuskan, maka dapat ditarik tujuan dari penulisan makalah ini.

1. Untuk mengetahui pengertian dari pendekatan konstruktivis dalam IPS. 2. Untuk mengetahui siapa saja tokoh pencetus pendekatan konstruktivis. 3. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik pendekatan konstruktivis. 4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pendekatan kontruktivis ?

5. Untuk mengetahui dan memahami cara mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis.

6. Untuk mengetahui ciri-ciri guru konstruktivis.

7. Untuk memahami strategi pembelajaran keterampilan sosial dengan menggunakan pendekatan konstruktivis.

D. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari 4 bab yang diawali oleh bab Pendahuluan sampai dengan bab Penutup.

Bab I merupakan Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II merupakan Landasan Teoritis yang berisi kajian tentang pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran IPS di Sekolah Dasar.

Bab III merupakan Pembahasan yang berisi Karakteristik Pembelajaran Konstruktivistik dalam pembelajaran IPS di SD, ciri guru konstruktivis, cara mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, dan strategi Pembelajaran Keterampilan Sosial di SD.

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pendekatan Konstruktivis

Pengertian pendekatan sudah sangat akrab dengan kita, karena sudah dari semester tiga kita sudah mempelajarinya sehingga tidak perlu panjang lebar lagi mengenai pendekatan. Intinya, pendekatan adalah seperangkat asumsi yang merupakan sudut pandang guru dalam merancang suatu pembelajaran. Jadi, pendekatan kontruktivis juga berisi asumsi-asumsi mengenai bagaimana merancang suatu pembelajaran yang berdasarkan landasan berpikir konstruktivis.

Pembelajaran Konstruktivistikatau Constructivist Theories of Learning adalah model pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajaran mereka sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks. Mengacu pada pemikiran Aronson (1978)dalam makalah Awaludin (2010 : 3), yang mengatakan bahwa pada proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan siswa dalam proses belajar dan sosialisasi yang berkesinambungan, berorientasi pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Menurut paham dari aliran konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boleh dipindahkan dari guru kepada siswa/anak didik dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu diberi binaan tentang pengetahuan menurut pengalaman masing - masing. Kenyataan yang diketahui murid adalah realitas yang dia bina sendiri. Murid sebenarnya telah mempunyai satu set ide dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap kelanjutan pola pengetahuan dan pemikiran mereka.

Dalam Aunurrahman (2012), konstruktivisme juga merupakan landasan berpikir (filosofi) dalam salah satu model pembelajaran yaitu CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui

(8)

pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagaibagian

(9)

5

integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau pengetahuanyang di miliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata.

Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan penguasan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan sumbangan yang cukup baik dalam jangka waktu panjang. Pengetahuan teoritis yang bersifat hapalan mudah lepas di ingatan seseorang apabila tidak ditunjang dengan pengalaman nyata. Implikasi bagi guru dalam mengembangkan tahap konstruktivisme ini terutama dituntut kemampuan untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya.

Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung mampu secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga dengan wawasannya itu ia selalu dengan mudah memberikan ilusrasi, menggunakan sumber belajar, dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan, meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda.

Melihat sudut pandang landasan berpikir dalam teori belajar, dalam Sadulloh (2007: 166) berbeda dengan behaviorisme, konstruktivisme memfokuskan pada psoses-proses pembelajaran bukan pada perilaku belajar. Sejak pertengahan tahun 1980-an, para peneliti telah berusaha untuk mengidentifikasi bagaimana para siswa mengkonstruksi/ membentuk pemahaman mereka terhadap bahan yang mereka pelajari. Menurut konstruktivisme, melalui proses-proses kognitif.

(10)

6

pendekatan-pendekatan konstruktivis mendukung kurikulum dan pengajaran student-centered bukannya teacher-centered siswa adalah kunci pembelajaran.

Jadi tidak seperti kaum behavioris yang mengkonsentrasikan diri pada perilaku yang dapat diobservasi secara langsung, kaum konstruktivis memfokuskan pada proses-proses dan strategi-strategi mental yang digunakan para siswa untuk belajar. pemahaman kita tentang pembelajaran telah berkembang sebagai hasil dari kemajuan-kemajuan dalam sains kognitif, studi tentang proses-proses mental yang digunakan siswa dalam berpikir dan mengingat. Dengan mengambil dari penelitian dalam bidang linguistik, psikologi, antropologi, neurofisiologi, dan ilmu komputer, para ilmuan kognitif mengembangkan model-model baru bagaimana orang-orang berpikir dan belajar.

Para guru yang menggantungkan aktivitas-aktivitas kelas pada konstruktivisme mengetahui bahwa pembelajaran adalah suatu proses pembentukan makna yang aktif, dimana para siswa bukanlah penerima pasif informasi. Pada kenyataannya, para siswa terus-menerus terlibat dalam upaya memahami pemahaman siswa dan menyadari bahwa pembelajaran siswa dipengaruhi oleh pengetahuan awal, pengalaman, sikap dan interaksi sosial.

E. Tokoh Pencetus Pendekatan Konstruktivis

(11)

7

mengembangkan pembelajaran konstruktivistik guna menggali potensi belajar serta memfasilitasi berkembangnya pengalaman-pengalaman belajar yang baru. Dialog, teknik bertanya atau kegiatan tanya jawab seperti ini relevan dengan teknik bertanya serta model-model pertanyaan dalam pembelajaran IPS.

Pada abad ke-20, Jean Piaget dan John Dewey mengembangkan teori pendidikan dan perkembangan siswa (childhood development and education) atau yang dikenal denganProgressive Education yang kemudian berpengaruh terhadap proses kelahiran alirankonstruktivistik dalam pembelajaran serta pengembangan kurikulum. Dalam teori yangdikembangkannya, Piaget meyakini bahwa manusia belajar melalui proses konstruksisatu struktur logika setelah struktur logika lain dicapainya. Maksudnya, manusia dapatmempelajari sesuatu yang baru setelah sesuatu yang lain dipelajarinya. Dia juga menyimpulkan bahwa kemampuan nalar anak dan cara pikirnya (modes of thinking)berbeda dengan cara pikir orang dewasa. Implikasi dari teori ini dan caramengaplikasikannya telah melandasi bagi lahirnya aliran konstruktivisme dalampendidikan, termasuk dalam pembelajaran IPS.

Dalam Aunurrahman (2012), dalam teori ini, Piaget mengemukakan bahwa secara umum semua anak berkembang melalui urutan yang sama, meskipun jenis dan tingkat pengalaman mereka berbeda satu sama lainnya. Perkembangan mental anak terjadi secara bertahap dari tahap yang satu ke tahap yang lebih tinggi. Semua perubahan yang terjadi padda satu ke tahap tersebut merupakan kondisi yang diperlukan untuk mengubah atau meningkatkan tahap perkembangan moral berikutnya.

(12)

8

seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Dalam pandangan Piaget tahap-tahap kognitif mempunyai ikatan yang sangat erat dengan empat karakteristik berikut :

1. Setiap anak yang berbeda akan menempatkan cara-cara yang berbeda secara kualitatif, utamanya dalam cara berfikir atau memecahkan permasalahan yang sama.

2. Perbedaan cara berfikir antara anak satu dengan yang lain seringkali dapat dilihat dari cara mereka menyusun kerangka berpikir yang saling berbeda. Dalam hal ini ada serangkaian langkahyang konsisten dalam kerangka berpikirnya, dimana tiap-tiap anak akan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.

3. Masing-masing cara berpikir akan membentuk satu kesatuan yang terstruktur. Ini berarti pada tiap tahap yang dilalui seorang anak akan diatur sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.

4. Tiap-tiap urutan dari tahap kognitif pada dasarnya merupakan suatu integrasi hirarkhis dari apa yang telah dialami sebelumnya.

(13)

9

Atura-aturan permainan yang dihasilkan ini oleh anak dianggap sebagai hukum yang dihasilkan dari kesepakatan bersama, walaupun menurut mereka aturan-aturan tersebut masih dapat dimodofikasi.

Dari hasil penelitiannya Piaget mengetahui anak-anak yang lebih muda usianya cendrung menilai sesuai tindakan berdasarkan konsekuensi atau akibat materialnya. Misalnya John lebih nakal dari Hendry, karena John memecahkan piring dan gelas, sementara Haendry hanya memecahkan sebuah cangkir.

Dalam hal keadilan, Piaget menguraikan tentang pentingnya keadilan distributif (ditributif justice), utamanya menyangkut bagaimana cara melaksanakan hukuman dan ganjaran yang harusnya diberikan kepada tiap-tiap anggota kelompok. Keadilan distributif ini menuntutnya dibedakan antara yang di ekualitas dan ekuitas. Ekuitas adalah pandangan dimana tiap-tiap orang harus diperlakukan secara sama. Sementara ekuitas juga memperhitungkan pertimbangan-pertimbangan dari masing-masing individu.

Kesimpulan mendasar dari hasil pengamatan Piaget adalah bahwa dapat diambil terdapat pola-pola yang konsisten pada perilaku anak yang bergerak dari satu tahap ketahap berikutnya. Pola-pola perubahan ini terkait secara langsung dengan tingkat usia anak.

Hampir sama dengan Piaget, Dewey mengembangkan teori yang dilandasi olehkeinginan agar pembelajaran dibangun melalui pengalaman nyata (real experience). Diamenyatakan: "If you have doubts about how learning happens, engage in sustainedinquiry: study, ponder, consider alternative possibilities and arrive at your beliefgrounded in evidence." Jadi, inquiri merupakan salah satu kunci penting dalam membangun pembelajaran yang konstruktivistik.

(14)

10

of proximal learning,"according to which students solve problems beyond their actual developmental level (butwithin their level of potential development) under adult guidance or in collaboration withmore capable peers.

Sedangkan Jerome Bruner memelopori pentingnya perubahan kurikulum yang didasarkan atas pemikiran bahwa belajar merupakan proses yang aktif serta proses sosialdimana para siswa mengkonstruksi gagasan-gagasan atau konsep baru yang didasarkanatas pengetahuan yang telah dipelajarinya. Pembelajaran dengan menggunakan konsepyang diambil dari beberapa disiplin tertentu adalah relevan dengan pemikiran Bruner.Pemikiran ini adalah relevan dengan pembelajaran IPS tentang penggunaan konsep dalampembelajaran.

Menurut Bruner, peserta didik menyeleksi dan mentransformasi informasi, mengkonstruksi hipotesis, dan mengambil keputusan yang didasarkan atas struktur kognitifnya. Struktur kognitif (yaitu schema, mental models) memberi makna (meaning) pada pengalaman dan memberi kesempatan pada individu pada pengalaman yang nyata. Sepanjang proses pembelajaran guru harus mendorong para peserta didik menemukan sesuatu materi yang bermakna bagi dirinya. Guru dan siswa harus terlibat secara aktif dalam proses dialog (seperti halnya model socratic learning. Oleh karena itu, tugas utama guru adalah menyajikan informasi untuk dipelajari lebih lanjut dan disesuaikan dengan apa yang telah diketahui dan dialaminya. Kurikulum harus diorganisasi dalam pola spiralsehingga memungkinkan siswa secara terus-menerus membangun sesuatu yang telahdipelajarinya. Materi pembelaran IPS yang dimulai dari lingkungan terdekat kemudianmeluas ke lingkungan yang lebih luas adalah relevan dengan pemikiran Bruner.

F. Karakteristik Pendekatan Konstruktivis

(15)

11

lainnya dalam makalah Awaludin (2010 : 5-6) . Ciri – ciri tersebut diantaranya:

1. Mengutamakan ide dan permasalahan yang datang dari siswa dan menggunakannya sebagai panduan untuk merancang pembelajaran.

2. Menggunakan inisiatif siswa untuk bertanya dan berdialog dengan guru. 3. Proses pembelajaran sama pentingnya dengan hasil pembelajaran 4. Mengutamakan pembelajaran kooperatif

5. Mengutamakan dan memelihara inisiatif, kreativitas, dan autonomi murid 6. Menumbuhkan kepercayaan dan sikap positif yang dibawa oleh murid 7. Mengutamakan proses inquiri melalui kajian dan eksperimen yang

dilakukan oleh siswa

8. Membekali siswa untuk mampu mengkaji cara mempelajari suatu ide 9. Memberi peluang kepada siswa untuk membangun pengetahuan baru

dengan memahaminya melalui pandangan siswa terhadap situasi dunia nyata atau kehidupan sehari – hari.

Terdapat 3 prinsip pembelajaran dalam pandangan Bruner (1983) dalam Supriatna (2010 : 5 – 6), yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPS di SD yaitu :

1. Pembelajaran harus berhubungan dengan pengalaman serta konteks lingkungan siswa sehingga hal itu dapat mendorong mereka untuk belajar. 2. Pembelajaran harus terstruktur sehingga siswa bisa belajar dari hal – hal

yang mudah kepada hal – hal yang lebih sulit.

3. Pembelajaran harus disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan siswa dapat melakukan ekplorasi sendiri dalam rangka mengkonstruksikan pengetahuannya.

Honebein memberi landasan penguatan dalam pembelajaran IPS yang bersifat konstruktivistik dalam Supriatna (2010: 6) :

1. Mengembangkan pengalaman menjadi pengetahuan 2. Mengembangkan pengalaman dengan beragam perspektif 3. Mengembangkan pembelajaran dalam konteks nyata

4. Mendorong terbentuknya rasa memiliki terhadap apa yang dipelajarinya 5. Menempatkan proses belajar sebagai proses sosial

6. Mendorong penggunaan beragam cara dalam belajar sesuai dengan kebiasaan masing-masing

(16)

12

G. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivis

Model pembelajaran konstruktivis sangat relevan diterapkan dalam pembelajaran Ilmu Sosial sesuai dengan kurikulum Pendidikan IPS, khususnya model pembelajaran menurut pandangan konstruktivisme sosial yang menekankan pentingnya aspek sosio-moral dalam aktivitas akademis. Menurut DeVries and Zan dalam Sukadi (2003) prinsip-prinsip yang perlu dilaksanakan, antara lain: 1) menciptakan situasi yang aktif terkait dengan tujuan-tujuan siswa; 2) memajukan interaksi sosial yang berpusat pada aktivitas akademis, 3) membangkitkan kebutuhan siswa untuk berkomunikasi dan keinginan untuk berkolaborasi; 4) mengembangkan aktivitas akademis dalam konteks moral; 5) mendorong penalaran siswa mulai dari apa yang diketahui siswa, menghormati kesalahan siswa, dan mengajar disesuaikan dengan jenis pengetahuan (fisik, logika, dan sosial) yang ingin dibangun atau dikembangkan; dan 6) memberikan waktu yang cukup untuk proses konstruksi pengetahuan

H. Model Pembelajaran yang Dapat Dikaitkan dengan Pendekatan Konstruktivis

Terdapat dua model pembelajaran yang dapat dikaitkan dengan pendekatan konstruktivis, yaitu model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran inkuiri.

1. Model Konstruktivisme

Dalam Wibowo, model konstruktivis dilandasi oleh teori konstruktivisme. Belajar menurut teori konstruktivis yaitu siswa harus mampu secara pribadi menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru yang kemudian dibandingkan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut apabila tidak sesuai lagi.

Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam model konstruktivis yaitu:

No Tahap Kegiatan Teknik

1 Engagement Orientasi siswa Menyajikan masalah

2 Eksplorasi Mengamati fenomena Demonstrasi, eksplorasi, cerita

(17)

13

4 Ekspansi Aplikasi/ pengembangan Tugas atau proyek

5 Evaluasi Tes kognitif Hands-on

2. Model Inkuiri

Dalam Adibah (2009) istilah inkuiri berasal dari Bahasa Inggris, yaitu inquiry yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh seorang tokoh yang bernama Suchman. Suchman meyakini bahwa anak-anak merupakan individu yang penuh rasa ingin tahu akan segala sesuatu. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran inkuiri adalah sebagai berikut:

a. Orientasi

Pada langkah ini guru mengondisikan agar siswa siap melaksanakan proses pembelajaran dengan cara merangsang dan mengajak siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Langkah orientasi merupakan langkah yang sangat penting, karena keberhasilan pembelajaran inkuiri sangat tergantung pada kemauan siswa untuk beraktivitas menggunakan kemampuannya dalam memecahkan masalah.

Beberapah hal yang dapat dilakukan dalam tahap orientasi adalah : 1) Menjelaskan topik, tujuan, dan hasil belajar yang diharapkan dapat

dicapai oleh siswa.

(18)

14

3) Menjelaskan pentingnya topic dan kegiatan belajar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberikan motivasi belajar siswa.

b. Merumuskan Masalah

Pada langkah ini guru membawa siswa pada suatu persoalan yang mengandung teka-teki. Persoalan yang disajikan adalah persoalan yang menantang siswa untuk berpikir memecahkan teka-teki itu. Proses berpikir dan mencari jawaban teka-teki itulah yang sangat penting dalam strategi inkuiri, oleh karena itu melalui proses tersebut siswa akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga sebagai upaya mengembangkan mental melalui proses berpikir.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah adalah:

1) Masalah hendaknya dirumuskan sendiri oleh siswa. Siswa akan memiliki motivasi belajar yang tinggi manakala dilibatkan dalam merumuskan masalah yang hendak dikaji.

2) Masalah yang dikaji adalah masalah yang mengandung teka-teki dan jawabannya pasti.

3) Konsep-konsep dalam masalah adalah konsep-konsep yang sudah diketahui terlebih dahulu oleh siswa. Artinya, sebelum masalah itu dikaji lebih jauh melalui melalui proses inkuiri, guru perlu yakin terlebih dahulu bahwa siswa sudah memiliki pemahaman tentang konsep-konsep yang ada dalam rumusan masalah.

c. Mengajukan Hipotesis

Kemampuan atau potensi individu untuk berpikir pada dasarnya sudah dimiliki sejak individu itu lahir. Potensi berpikir tersebut dimulai dari kemampuan setiap individu untuk menebak atau mengira-ngira (berhipotesis) dari suatu permasalahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengembangkan kemampuan berhipotesis pada setiap anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.

(19)

15

Dalam pembelajaran inkuiri, mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam pengembangan intelektual. Proses pengumpulan data bukan hanya memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Oleh sebab itu, tugas dan peran guru dalam tahapan ini adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk berpikir mencari informasi yang dibutuhkan. e. Menguji Hipotesis

Menguji hipotesis adalah proses menentukan jawaban yang dianggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data. Yang terpenting dalam menguji hipotesis adalah mencari tingkat keyakinan siswa atas jawaban yang diberikan. Disamping itu, menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Merumuskan Kesimpulan

(20)

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mengembangkan Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivis

Dalam pandangan Brook and Brook (1999)pendekatan konstruktivistik mengharuskan guru-guru IPS untuk melakukan hal-hal berikut ini :

1. Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa dalam mengembangkan materi pembelajaran. Jadi, sebagai seorang guru yang ingin mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis harus menerima kebebasan siswa dalam berpendapat dan harus mampu mendorong siswa untuk berinisiatif bertanya tentang isu-isu sosial yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Selain bertanya, guru juga harus mendorong siswa untuk membuat anak menjawab sendiri pertanyaan tersebut, dan mendorong siswa untuk menganalisis pertanyaannya sendiri (bertanya sendiri menjawab sendiri).

2. Menggunakan data mentah dan sumber utama untuk dikembangkan dan didiskusikan bersama-sama dengan siswa di kelas. Dalam hal ini guru membawakan sebuah fakta yang berupa data (baik berupa angka-angka, diagram, atau gambar). Kemudian, siswa berdiskusi dan membuat prediksi, analisis, serta kesimpulan dari data tersebut.

3. Memberi tugas kepada siswa untuk mengembangkan klasifikasi, analisis, melakukan prediksi terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan menciptakan konsep-konsep baru.Dalam hal ini guru menjadi fasilitator agar siswa mampu membentuk pemahamannya dengan kegiatan mengklasifikasi, menganalisis, mengsintesa, dan memprediksi, serta membuat kesimpulan. Guru dapat membacakan cerita atau berita yang berisi masalah agar siswa terangsang untuk melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

4. Bersifat fleksibelitas terhadap respon dan interpretasi siswa dalam masalah-masalah sosial, bersedia mengubah strategi pembelajaran yang tergantung pada minat siswa, serta mengubah isi pelajaran sesuai dengan

(21)

17

situasi dan kondisi siswa. Jadi, guru juga harus menerima saat siswa membahas sesuatu yang sesuai dengan minat mereka. Karena bersifat fleksibel tidak selalu mengubah rencana pembelajaran dalam kurikulum sepenuhnya.

5. Memfasilitasi siswa untuk memahami konsep sambil mengembangkannya melalui dialog dengan siswa. Jadi, dalam hal ini guru harus mengurangi menjawab “jawaban yang paling benar” dari pertanyaan-pertanyaan siswa. jawaban yang sempurna dari guru akan menghambat kreativitas berpikir siswa untuk memecahakan suatu isu dalam suatu konsep. Jadi, guru juga harus membuat pertanyaan berdialog dan guru melakukan dialog saat menjawab pertanyaan siswa merupakan salah satu esensi dari pembelajaran konstruktivis.

6. Mengembangkan dialog antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan rekannya. Caranya adalah dengan menyajikan wacana sosial gagasan orang lain atau guru atau wacana dari teman sebayanya. Dengan melakukan kegiatan ini maka siswa akan lebih tertarik untuk mengembangkan pemahamannya dengan materi pelajaran.

7. Menghindari penggunaan alat tes untuk mengukur keberhasilan siswa. Maksudnya adalah evaluasi itu bersifat on going, cara mengukur keberhasilan siswa bukan hanya dengan menggunakan satu alat tes saja dan bukan hanya diakhir pembelajaran saja.

8. Mendorong siswa untuk membuat analisis dan elaborasi terhadap masalah-masalah kontroversial yang dihadapinya. Jadi, dalam hal ini guru benar-benar memfasilitasi beragam pendapat yang diajukan oleh siswa mengenai masalah-masalah yang kontroversial. Dengan begitu, guru juga telah memfasilitasi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya, keterampilan menghargai pendapat, dan mempertahankan suasana demokratis di dalam kelas.

(22)

18

guru. Guru sebaiknya menghargai setiap usaha dan harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir penuh mengenai persoalan tersebut.

10.Memberi peluang kepada siswa untuk membangun jaringan konsep serta membentuk metafora. Jadi, dalam hal ini guru dalam mengembangkan pembelajarannya harus mampu menyajikan konsep-konsep yang saling berhubungan (membentuk jejaring). Melalui konsep-konsep yang saling berhubungan itu dapat dikembangkan methapora pada diri siswa

Berdasarkan hal-hal di atas mengenai penilaiannya, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh meliputiberbagai aspek yang ditampilkan siswa saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.Salah satu model evaluasi yang dapat digunakan adalah portofolio. Portofolio pada dasarnya merupakan dokumen guru yang dikumpulkan mengenai semua penampilan siswa yang menyangkut kemampuan dan keterampilan pengetahuan, partisipasi dalam KBM, sikap terhadap pelajaran, kemampuan inquiry, kooperasi dengan teman-teman di kelas, ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas, hasil tugas, dan lain-lain. Denganmodel ini guru IPS di SD dapat merekam semua aspek yang ditampilkan siswa sebagaihasil belajar. Berdasarkan semua rekaman tertulis tersebut, guru IPS dapat memberikan“kepuasan” kepada para siswa-siswanya dalam “memberikan” nilai.

Jadi, dalam mengevaluasi keberhasilan belajar model konstruktivistik dalam pendidikan IPS di SD, proses belajar nampaknya lebih penting daripada hasilnya. Guru IPS yang melakukan evaluasi proses belajar yang konstruktivistik dan dengan menggunakan portofolio harus mampu mencatat kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang dikembangkan dalam KBM. Kemampuan-kemampuan dalam mengumpulkan informasi/data, mengolah informasi, memanfaatkan informasi untuk dirinya serta mengkomunikasikan hasil untuk berbagai keperluan harus dapat dikembangkan dan dievaluasi dalam pengajaran IPS yang bersifat konstruktivistik.

(23)

langkah-19

langkah pembelajaran modifikasinya sendiri karena suatu pendekatan bukan merupakan rincian langkah-langkah pembelajaran seperti model. Guru boleh membuat langkah-langkahnya sendiri asalkan tidak menyimpang dari karakteristik dan prinsip-prinsip pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivis. Rancangan langkah-langkah pembelajaran IPS yang dibuat penyusun dengan menggunakan pembelajaran konstruktivis yaitu:

3. Melakukan apersepsi yang membangkitkan minat dan motivasi siswa dengan memberikan suatu topik yang berkaitan dengan kehidupan siswa. 4. Melakukan tanya jawab dengan siswa mengenai pengetahuan awal yang

dimiliki siswa mengenai topik pembelajaran.

5. Siswa mengajukan sendiri masalah yang ingin dibahas, kemudian siswa lain saling menjawab pertanyaan temannya (menganalisis) dengan bantuan guru.

6. Guru menyimpulkan masalah yang diajukan siswa.

7. Siswa dengan berkelompok melakukan eksplorasi untuk memecahkan masalah.

8. Siswa mempresentasikan hasil eksplorasinya.

Jadi, pembelajaran yang menjiawai landasan berpikir konstruktvis yaitu pembelajaran yang menghargai konsepsi siswa, merangsang siswa untuk berpikir tingkat tinggi untuk menguji konsepsinya, dan merangsang siswa aktif selama pembelajaran.

I. Ciri-ciri Guru Konstruktivis

Berdasarkan uraian-uraian di sub bab sebelumnya, maka penyususn menyimpulkan bahwa ciri guru konstruktivis adalah sebagai berikut:

1. Guru yang senantiasa membangkitkan konsepsi siswa sebelum masuk ke materi inti.

2. Guru yang memotivasi siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang ingin diketahuinya.

(24)

20

4. Guru yang memfasilitasi siswa agar mampu berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisis, mengklarifikasi, memprediksi, mengsintesis, dan menciptakan.

5. Guru yang dengan sabar menunggu saat siswa sedang menjawab pertanyaan.

Bruce dan Masha dalam Models of Teaching dalam Sadulloh (2010 : 167-168) memberikan deskripsi guru konstruktivis debagai berikut: jack Wilson adalah guru kelas satu di Lincoln, Nebraska. Ia kesehariannya mengajarkan membaca pada sekompok anak yang maju dengan cukup baik. Kendati demikian, ia prihatin bahwa mereka tidak memiliki kesulitan memecahkan kata-kata baru kecuali kalau mereka tidak dapat membayangkan maknanya dari konteks. Jika mereka mampu membayangkan apa yang dimaksud kata-kata itu dari potongan kalimatnya, mereka tampaknya tidak memiliki kesulitan menggunakan prinsip-prinsip yang telah mereka pelajari untuk memahami kata-kata tersebut. Ia menyimpulkan bahwa mereka tidak memiliki kontrol penuh atas konsep dan prinsip analisis fonetik dan struktural. Ia merencanakan aktivitas-aktivitas yang dirancang untuk membantu mereka mengembangkan konsep-konsep tentang bagaimana kata-kata disusun dan menggunakan pengetahuan itu dalam memecahkan kata-kata yang tidak diketahui mereka.

Jack mempersiapkan sekantung kartu yang masing-masing memiliki sebuah kata. Ia memilih kata-kata yang memiliki prefiks (awalan) dan sufiks (akhiran), dan ia dengan sengaja menyimpan kata-kata yang memiliki akar kata sama namun awalan dan akhiran yang berbeda. Ia mengambil prefiks dan sufiks karena prefiks dan sufiks adalah karakteristik struktural kata yang terkenal, mudah diidentifikasi.

(25)

21

seperti konsonan-konsonan awal yang dimulai dengan huruf “s”, vokal, pasangan konsonan, dan sebagainya.

Setelah para siswa akrab dengan bermacam-macam kata, Jack meminta mereka untuk mengelompokan kata-kata tersebut. Para siswa mulai mempelajari kartu-kartu mereka, dengan menilik-nilik kartu tersebut mereka memilah-milah keumuman kata-kata tersebut.

Ketika para siswa selesai memilah-milah kata, Jack meminta mereka untuk berbicara menegnai masing-masing kategori, yang menceritakan apa yang dimiliki kartu-kartu itu secara umum. Secara sedikit demi sedikit, para siswa dapat menemukan prefiks dan sufiks utama dan memikirkan mengenai makna prefiks dan sufiks tersebut. Kemudian ia memberi mereka kalimat-kalimat yang didalamnya kata-kata yang tidak ada dalam bungkus kartu yang diawali dan diakhiri oleh prefiks dan sufiks dan memina mereka untuk membayangkan makna-makna dari kata-kata tersebut, dengan menerapkan konsep-konsep yang telah mereka bentuk untuk membantu mereka membuka makna-makna kata tersebut.

Aktivitas induktif dilakukan beberapa kali, dengan memilih kumpulan kata yang berbeda. Jack mengarahkan para siswa melalui kategori-kategori konsonan dan bunyi-bunyi vokal serta struktur yang mereka butuhkan untuk memecahkan kata-kata yang tidak dikenal.

J. Strategi Pembelajaran Keterampilan Sosial dengan Menggunakan Pendekatan Konstruktivis

Mengenai keterampilan sosial, sudah banyak sekali dijelaskan dalam kesempatan yang sebelumnya, sehingga langsung saja masuk ke strategi keterampilan sosial dengan menggunakan pendekatan konstruktivis.

Terdapat beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada parasiswa melalui pendidikan IPS SD. Di antara beberapa strategi tersebut, strategi konstruktivistik, cooperative learning (pembelajaran kooperatif) dan inquiry dapat dipilih dan dikembangkan sebagai alternatif.

(26)

22

Strategi konstruktivistik ini berarti guru menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran dan siswa sendiri yang mengembangkan pembeajarannya. Siswa yang mengajukan masalah dan menganalisis masalah tersebut. Dalam prosesnya, saat siswa sebagai pusat pembelajaranlah keterampilan sosial siswa akan terasah.

Seorang guru IPS yang konstruktivistik harus dapat memfasilitasi para siswanya dengan kesempatan untuk berlatih dalam mengklasifikasi, menganalisis dan mengolahinformasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadapinformasi harus dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. Dalammemberikan tugas kepada siswa-siswanya harusnya guru yang konstruktivistikmenggunakan sifat kognitif seperti prediksi, klasifikasi dan analisis. Jadi, aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalammenghapal dan mengingat tetapi juga menganalisis, memprediksi, mengkritisi danmengevaluasi informasi yang siswa terima.

Di era global ini, banyak sekali sumber-sumber infosmasi yang dapat dijadikan sumber belajaran IPS. Sumber belajar yang bersifat keobjektifan dan kesubjektifan juga menarik untuk dianalisis siswa. Ada informasi berdasarkan datadan fakta yang objektif dan ada pula informasi yang didasarkan atas data dan fakta yangsifatnya subjektif. Siswa harus dilatih untuk memilah mana informasi yang benar danmana informasi yang sifatnya rumor. Keterampilan dalam hal mengkritik sumberinformasi, mengkompilasi informasi seperti mengumpulkan, menggabungkan danmenyusun informasi, serta menarik informasi dari sumber seperti foto, dokumen tertulis,media elektronik serta sumber lisan harus dapat dilatihkan dalam proses belajar mengajar.Strategi atau pendekatan konstruktivistik yang menempatkan siswa sejajar (equal)dengan guru merupakan langkah yang baik untuk melatihkan keterampilan-keterampilan tersebut.

2. Strategi inquiry

(27)

23

intelektual. Strategi inimenekankan peserta didik menggunakan keterampilan intelektual dalam memperolehpengalaman baru atau informasi baru melalui investigasi yang sifatnya mandiri(independent). Jadi, keterampilan memperoleh informasi baru berdasarkanpengetahuan mengenai informasi atau pengalaman belajar sebelumnya merupakankondisi baik untuk mengembangkan keterampilan yang terkait dengan penguasaaninformasi. Beberapa keuntungan strategi ini yang terkait dengan penguasaan informasidiantaranya adalah ; 1) strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaranlebih realistis dan positif ketika menganalisis dan mengaplikasikan data dalammemecahkan masalah, 2) memberi kesempatan kepada para siswa untuk merefleksikanisu-isu tertentu, mencari data yang relevan, serta membuat keputusan yang bermaknabagi mereka secara pribadi, dan 3) menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligusmengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.

(28)

24

melakukan prediksi, menyeleksi informasi, membuat bagan, menggunakan teknologi informasi seperti internet, menggunakan telepon serta etika menggunakan telepon, membuat keputusan, berdiskusi,bekerjasama dan keterampilan-keterampilan lain yang terkait. Keterampilan-keterampilan yang sangat berguna bagi kehidupan mereka sehari-hari harus dapat difasilitasi oleh guru melalui pendekatan di atas.

Dengan menggunakan strategi ini, maka seluruh ranah kognitif, afektif, dan psikomotor juga dapat sekaligus dikembangkan. Pengetahuan yang berupa fakta dan konsep merupakan ranah kognitif. Pemahaman teori masuk kepada ranah psikomotor, dan penerapan pengetahuan yang dijadikan pembiasaan oleh siswa termasuk kepada ranah afektif. Keterampilan sosial yang dikembangkan dalam proses pembelajaran hendaknya juga diimbangi dengan sikap sosial positif melalui membiasakan mereka melakukan atau mempraktekkan sikap-sikap positif tersebut.

3. Strategi Cooperative Learning

Strategi cooperative learning mengajarkan siswa untuk belajar bekerjasama dalam kelompok. Sikap, dan perilaku bekerjasama dalam kelompok menjadi hal yang sangat penting. Dalam strategi ini bukan hanya mengembangkan ranah kognitif siswa, tetapi juga melibatkan ranah psikomotor siswa. Dimana siswa belajar dengan melibatkan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran IPS sebagai tempat untuk melatih keterampilan-keterampilan sosial, untuk itu guru hendaknya dapat memillih materi atau bahan ajaryang bermakna bagi siswa.Keterampilan sosial bekerjasama merupakan aspek yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Strategi ini dapat dikembangkan guru dalam pembelajaran agar lebih bermakna.

(29)

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Pembelajaran Konstruktivistikadalah model pembelajaran yang mengutamakan siswa secara aktif membangun pembelajaran mereka sendiri secara mandiri dan memindahkan informasi yang kompleks. Dalam pendekatan pengajaran dan pembelajaran konstruktivis akan memberikan peluang kepada guru untuk memilihkaidah pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri waktu yang diperlukan untuk memperoleh suatu pengetahuan aau konsep. Guru dapatmembuat penilaian sendiri dan menilai pemahaman suatu bidang pengetahuan dan dapat di tingkatkan lagi, selain itu beban guru berkurang karena bertaindak sebagai fasilitator.

Adapun strategi pembelajarannya yaitu konstruktivistik, inquiry, dan kooperatif. Ketiga strategi tersebut dapat dikembangkan oleh guru sesuai dengan materi, situasi dan kondisi yang terjadi di lingkungan sekolah. Selain itu guru juga harus mengetahui ciri-ciri guru konstruktivis, ciri-ciri guru konstruktivis yaitu sebagai berikut 1) Guru yang senantiasa membangkitkan konsepsi siswa sebelum masuk ke materi inti. 2) Guru yang memotivasi siswa untuk bertanya mengenai hal-hal yang ingin diketahuinya. 3) Guru yang mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa. 4) Guru yang memfasilitasi siswa agar mampu berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisis, mengklarifikasi, memprediksi, mengsintesis, dan menciptakan. Dan 5) Guru yang dengan sabar menunggu saat siswa sedang menjawab pertanyaan.

K. Saran

Saran untuk pembaca sebagai calon guru agar mengembangkan pembelajaran IPS yang bermakna yakni senantiasa menggunakan pendekatan-pendekatan yang sesuai, salah satunya pendekatan konstruktivis yang membuat anak aktif untuk

(30)

berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu kita harus memahami apa itu pendekatan konstruktivis, karakteristiknya, dan prinsipnya serta memahami bagaimana cara menjadi guru konstruktivis dan strategi penerapannya.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Adibah, F. (2009). BAB II Kajian Teori. Makalah, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Surabaya.

Aunurrahman. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: alfabeta.

Awalludin, D S. (2010). “Pendekatan Pembelajaran Konstruktivistik Di SD”. Makalah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia, Kampus Purwakarta. Purwakarta.

Sadulloh, U. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung: Cipta Utama.

Sukadi. 2003. “Implementasi Model Konstruktivis Dalam Pembelajaran Ips”.Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja. No 2, ISSN 0215-8250, 6.

Supriatna, Nana, dkk. 2010. Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI PRESS.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menguji pengaruh variabel hubungan pimpinan-bawahan dengan membandingkan t hitung sebesar 3.481 dan t tabel 1,980 yang berarti t hitung > t tabel ,

Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian ini dengan judul “ PENGARUH KOMITE AUDIT, UKURAN PERUSAHAAN, PAJAK, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KUALITAS AUDIT

Skor Angket untuk Variabel X1 (Layout toko) Alternatif Jawaban No. Store sudah menunjukkan ciri khas dari perusahaan tersebut, mayoritas responden menjawab setuju

Proses risk assessment dilakukan berdasarkan NIST 800-30 yang menjelaskan tentang sepuluh langkah risk assesment , penentuan risiko berdasarkan ISO 29110 tentang cara

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain (1)  bagaimana pengaruh asupan gizi pada masa kehamilan?; (2) bagaimana pengaruh  pemberian

Yang dapat diharapkan dari diskursus terbuka tersebut adalah “kesamaan persepsi” bahwa politik modern tidak lagi bersandar pada kebenaran keunggulan moral suatu agama, melainkan

DIPLOMA III SI-S TEKNIK SIPIL KELAS SORE DIPLOMA III EL-P TEKNIK LISTRIK KELAS PAGI DIPLOMA III EL-S TEKNIK LISTRIK KELAS SORE DIPLOMA III EK-P TEKNIK ELEKTRONIKA KELAS PAGI DIPLOMA

Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah di Semarang dengan perihal Lamaran sebagai Calon Peserta Program Pengembangan Kepedulian dan