• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINTESIS N-(4-KLOROFENIL)-3-(1,3-DIMETIL-2,6-DIOKSO-2,3,6,7- TETRAHIDRO-1H-PURIN-7-IL)PROPANAMIDA SEBAGAI PENGHAMBAT MATRIX METALLOPROTEINASE-9

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINTESIS N-(4-KLOROFENIL)-3-(1,3-DIMETIL-2,6-DIOKSO-2,3,6,7- TETRAHIDRO-1H-PURIN-7-IL)PROPANAMIDA SEBAGAI PENGHAMBAT MATRIX METALLOPROTEINASE-9"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

SINTESIS N-(4-KLOROFENIL)-3-(1,3-DIMETIL-2,6-DIOKSO-2,3,6,7- TETRAHIDRO-1H-PURIN-7-IL)PROPANAMIDA SEBAGAI

PENGHAMBAT MATRIX METALLOPROTEINASE-9

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh: M. Try Atmono NIM: 168114105

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Bagi saya, hidup terlalu singkat untuk dilewatkan dengan biasa-biasa saja” -Perahu Kertas, Dewi ‘Dee’ Lestari

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK:

“Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan dan membuat jalanku rata”

(3)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

KESIMPULAN DAN SARAN ... 17

UCAPAN TERIMA KASIH ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

LAMPIRAN ... 20

(4)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil spektrum 1H-NMR senyawa intermediet ... 9

Tabel 2. Spektrum NMR 1H senyawa KFPP ... 15

Tabel 3. Hasil spektrum 13C-NMR senyawa intermediet ... 25

Tabel 4. Hasil bacaan aktivitas penghambatan senyawa intermediet... 25

Tabel 5. Hasil bacaan aktivitas penghambatan senyawa KFDHPPP ... 26

(5)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. a) Struktur senyawa 2, b) FFUSD-01, c) Intermediet Hariono, dan d) KFPP dengan gugus fungsi yang diduga farmakofor ... 2 Gambar 2. Spektrum NMR 1H senyawa intermediet ... 8 Gambar 3. Hasil spektrum resonansi magnetik inti 13C senyawa intermediet .... 12 Gambar 4. Profil mass spectrometry dari senyawa intermediet ... 12 Gambar 5. Spektrum NMR 1H senyawa KFPP ... 13 Gambar 6. Prediksi struktur senyawa KFDHPPP berdasarkan spektrum 1H-NMR ... 15 Gambar 7. Reaksi substitusi asil nukleofilik antara 4-kloroanilin dan 3-bromopropionil klorida, dengan piridin sebagai katalis nukleofil ... 20 Gambar 8. Reaksi substitusi nukleofilik 2 antara teofilin dan senyawa intermediet, dengan K2CO3, sebagai katalis basa ... 20

Gambar 9. Senyawa intermediet setelah pengadukan selama 35 menit ... 21 Gambar 10. Senyawa intermediet setelah dinetralkan pH-nya dan dibiarkan mengering ... 21 Gambar 11. Profil KLT senyawa intermediet dengan fase gerak n-heksan (1) : etil asetat (3) ... 21 Gambar 12. Mekanisme reaksi 4-kloroanilin dengan DAB-HCl membentuk basa schiff yang berwarna jingga ... 22 Gambar 13. Hasil uji DAB-HCl senyawa intermediet (a) dan 4-kloroanilin (b), dengan pembentukkan basa schiff yang ditandakkan dengan warna jingga ... 22 Gambar 14. Hasil KLT menit ke-30, 90, 110 dan 290, yang diambil dari LAB pada proses refluks dengan menggunakan fase gerak n-heksan (1) : etil asetat (3). ... 23 Gambar 15. Hasil sintesis setelah refluks dan pengadukan selama 290 menit ... 23 Gambar 16. Hasil sintesis sebelum (a) dan sesudah (b) dilakukan Liquid Liquid

Extraction (LLE) ... 23

Gambar 17. Profil KLT senyawa KFPP sebelum penggabungan eluat (a) dan setelah penggabungan eluat (b) ... 24 Gambar 18. Penampakan senyawa KFPP yang berupa serbuk, berwarna putih dan tidak berbau ... 25 Gambar 19. Mekanisme fragmentasi senyawa intermediet pada spektrum massa ... 25 Gambar 20. Visualisasi yang menunjukkan tidak adanya interaksi antara KFDHPPP dan PEX-9 ... 28

(6)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Sintesis ... 20

Lampiran 2. Hasil Elusidasi Struktur ... 25

Lampiran 3. Hasil Uji In Vitro ... 25

(7)

xiii ABSTRAK

Kanker payudara memiliki prevalensi yang tinggi di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, prevalensi kanker payudara tertinggi ada di DI Yogyakarta. Pada jenis kanker payudara triple-negative dan human epidermal growth factor

receptor 2-positive (HER2-positive), Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9)

diekspresikan secara berlebihan. MMP-9 berperan penting dalam proses metastasis dan angiogenesis. Hingga saat ini, banyak Matrix Metalloproteinase

Inhibitor (MMPI) telah ditemukan namun kebanyakan dari mereka tidak selektif

terhadap MMP-9 karena menarget sisi catalytic domain yang menyebabkan efek samping dari MMPI lebih dominan daripada manfaatnya. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis senyawa N-(4-klorofenil)-3-(1,3-dimetil-2,6-diokso-2,3,6,7-tetrahidro-1H-purin-7-il)propanamida (KFPP) dan menguji aktivitasnya sebagai penghambat MMP-9 secara selektif, karena dirancang untuk berikatan dengan

domain hemopexin yang lebih selektif. Sintesis senyawa KFPP dilakukan dalam

dua tahap yaitu tahap sintesis senyawa intermediet dengan mereaksikan 4-kloroanilin dan 3-bromopropionil klorida dengan katalis piridin, lalu diikuti tahap sintesis senyawa KFPP dengan mereaksikan teofilin dan senyawa intermediet menggunakan katalis K2CO3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa

bukan KFPP dapat disintesis dalam dua tahap yakni SNA dan SN2. Rendemen

senyawa N‐(4‐klorofenil)‐N‐(1,2‐dihidropiridin‐1‐il)‐3‐(1,3‐dimetil‐2,6‐diokso‐

2,3,6,7‐tetrahidro‐1H‐purin‐7‐il)propanamida atau KFDHPPP adalah 19,59%. Aktivitas penghambatan senyawa KFDHPPP terhadap MMP-9 adalah -2%.

(8)

xiv ABSTRACT

Breast cancer has a high prevalence throughout the world. In Indonesia, the highest prevalence of breast cancer is occured in DI Yogyakarta. In triple-negative breast cancers and human epidermal growth factor receptor 2-positive (HER2-positive), Matrix Metalloproteinase-9 (9) is over-expressed. MMP-9 plays an important role in the process of metastasis and angiogenesis. To date, many MMP Inhibitors (MMPI) have been found, however, most of them are not selective towards MMP-9 because they target the catalytic domain prior to the side effects of MMPI rather than its benefits. This study aims to synthesize the compound N-(4-chlorophenyl)-3-(1,3-dimethyl-2,6-dioxo-2,3,6,7-tetrahydro-1H-purine-7-yl)propanamide (KFPP ) and selectively test its activity as an inhibitor of MMP-9, because it is designed to bind to the hemopexin domain. The synthesis of KFPP was carried out in two stages, namely the intermediate compound by reacting 4-chloroaniline and 3-bromopropionyl chloride with pyridine as the catalyst, followed by the synthesis of KFPP compound by reacting theophylline and intermediate compound using K2CO3 as the catalyst. The results showed that

non-KFPP compound could be synthesized in two stages, namely SNA and SN2.

The yield of N-(4-chlorophenyl)-N-(1,2-dihydropyridine-1-yl)-3-(1,3-dimethyl-2,6-dioxo-2,3,6,7-tetrahydro‐1H-purine-7-yl)propanamide or KFDHPPP is 19.59%. Inhibitory activity of KFDHPPP compound against MMP-9 is -2%.

(9)

1

PENDAHULUAN

Menurut WHO, kanker merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia dengan 9,6 juta kematian pada tahun 2018 dan 1 dari 6 kematian tersebut disebabkan oleh kanker. Jenis kanker yang terbanyak jumlah kematiannya adalah kanker payudara yaitu 627.000 (WHO, 2018). Di Indonesia sendiri, insidensi kanker payudara sebesar 42,1 per 100.000 penduduk dengan rata-rata kematian 17 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2019). Prevalensi kanker payudara tertinggi terdapat di DI Yogyakarta yaitu sebesar 2,4% (Kemenkes RI, 2016).

Pada sel kanker payudara, Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) diekspresikan secara berlebih dibandingkan pada jaringan payudara normal. MMP-9 merupakan suatu enzim protease yang bekerja dengan mendegradasi

extracellular matrix (ECM). Sel kanker payudara ini umumnya tidak merespon

jika diuji diagnostik untuk jenis hormon estrogen maupun progesteron. Ini merupakan ciri khas dari kanker payudara jenis triple-negative dan human

epidermal growth factor receptor 2-positive (HER2-positive). Studi menunjukkan

adanya hubungan ekspresi berlebihan MMP-9 dengan tingginya insiden metastasis pada pasien kanker payudara (Yousef et al., 2014).

Hingga saat ini, sudah terdapat beberapa Matrix Metalloproteinase

Inhibitor (MMPI) yang dirancang untuk menarget domain katalitik dari MMP

(Cathcart et al., 2015). Contoh MMPI tersebut adalah batimastat, marimastat, tanomastat, doksisiklin dan prinomastat. Namun, hampir semua MMPI gagal melalui uji klinis fase tiga karena munculnya efek samping yang merugikan seperti nyeri muskuloskeletal. Hal ini disebabkan tidak selektifnya domain katalitik sebagai target obat karena memiliki kemiripan sekuens asam amino (43- 65%) pada semua subfamilia MMP (Dufour et al., 2011). Nyeri dan inflamasi tersebut terjadi karena penghambatan MMP-1 yang berperan penting dalam proses anti-inflamasi dan MMP lainya, oleh marimastat (Nagase et al., 2006). Padahal, MMP-1 bersama dengan MMP-2, MMP-3, MMP-9, MMP-13, MMP-14 berperan penting sebagai agen anti-inflamasi endogen (Nagase et al., 2006). Marimastat memberikan manfaat yang lebih kecil daripada efek sampingnya, sehingga pengembangan obat marimastat dihentikan (Cathcart et al., 2015).

(10)

2

Inhibitor yang berikatan dengan situs MMP nonkatalitik akan mengganggu

fungsi persinyalan protease, sehingga memiliki potensi untuk lebih spesifik dan selektif dalam menghambat MMP. Domain PEX-9 mempunyai identitas asam amino yang rendah (25 hingga 33%) dengan MMP-1, MMP-2, MMP-8, MMP-10, dan MMP-28, serta MMP tipe membran (Dufour et al., 2011). Ini menjadikan

hemopexin domain dari MMP-9 (PEX-9) sebagai target yang lebih selektif

dibandingkan domain katalitiknya (Adhipandito et al., 2019). Pada tahun 2011, Dufour et al., menemukan suatu senyawa yang secara selektif menghambat enzim

Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) pada kanker payudara. Pada penelitian

tersebut dilakukan penapisan virtual dan uji in vitro terhadap lima senyawa yang diduga aktif menghambat MMP-9. Senyawa yang paling aktif adalah Senyawa 2 (yang selanjutnya disebut Senyawa Dufour) dengan Kd 2,1 μM, sudah diprediksi

interaksinya dengan domain PEX dari MMP-9 secara in silico. Senyawa Dufour ditemukan aktif in silico dan in vitro diduga karena memiliki cincin planar dan gugus arilamida yang berinteraksi kuat dengan kantung aktif dari PEX-9 (Dufour

et al., 2011). Struktur kimia Senyawa Dufour disajikan pada Gambar 1a.

Gambar 1. a) Struktur senyawa 2, b) FFUSD-01, c) Intermediet Hariono, dan d) KFPP dengan gugus fungsi yang diduga farmakofor

Adhipandito, (2017) dan Ludji, (2017) mensintesis senyawa dengan nama FFUSD-01 (Gambar 1b) dan FFUSD-02 berdasar farmakofor Dufour. Senyawa FFUSD-01 memiliki persen hambatan 31% dan senyawa FFUSD-02 memiliki persen hambatan 39% (IC50 3.20 μM). Penelitian mereka dilanjutkan oleh Hariono

(11)

3

et al., (2020) yang mensintesis delapan senyawa intermediet dengan persen

hambatan sebesar 4%-68% dan struktur tersaji pada Gambar 1c.

Pada penelitian ini akan disintesis senyawa analog dari Senyawa Dufour yaitu

N-(4-klorofenil)-3-(1,3-dimetil-2,6-diokso-2,3,6,7-tetrahidro-1H-purin-7-il)propanamida yang disingkat KFPP (klorofenil purin-il-propanamida), yang strukturnya disajikan pada Gambar 1d. Senyawa tersebut merupakan senyawa aril amida yang tersambung dengan cincin planar purin yaitu teofilin. Senyawa yang akan disintesis, diadaptasi dari seluruh farmakofor penelitian Dufour. Senyawa KFPP akan dianalisis strukturnya dengan metode spektroskopi serta dilakukan uji penghambatan in vitro terhadap MMP-9.

METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental deskriptif pada tahap sintesis, sementara pada uji aktivitas merupakan penelitian eksperimental murni. Rancangan penelitian eksperimentalnya adalah post-test only control group

design dengan teknik simple random sampling.

Bahan Penelitian

Seluruh bahan kimia yang digunakan bermutu analisis, kecuali dinyatakan lain. Bahan utama yang digunakan untuk sintesis antara lain 4-kloroanilin, 3-bromopropionil klorida, piridin, dimetilformamida (DMF), kalium karbonat (K2CO3) dan teofilin (bermutu teknis). Semua bahan utama dalam sintesis

bermerek Sigma-Aldrich. Adapun bahan-bahan pendukung yang digunakan antara lain bahan untuk uji warna yaitu p-dimetilaminobenzaldehid HCl (DAB HCl) (Sigma-Aldrich); bahan untuk kromatografi yaitu plat silika gel F254 (MERCK),

silika gel untuk kolom (MERCK) dan pelarut organik sebagai fase gerak (Sigma-Aldrich); bahan untuk elusidasi struktur yaitu pelarut deuterated (Sigma-Aldrich) yang sesuai untuk 1H-NMR dan 13C-NMR; bahan untuk uji in vitro yaitu kit enzim MMP-9 (Biovision) yang terdiri dari enzim MMP-9 terliofilisasi, substrat peptida, buffer fosfat, N-Isobutyl-N-(4-methoxyphenylsulfonyl)glycyl hydroxamic

(12)

4

mengencerkan enzim dan dimetilsulfoksida (Sigma-Aldrich) sebagai pelarut sampel.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat-alat gelas pada umumnya, timbangan analitik (Mettler Toledo®), pompa vakum (GAST model DOA-P504-BN), dan oven (Memmert GmbH + Co.KG). Alat untuk sintesis yaitu labu alas bulat (Pyrex), pengaduk magnetik, lempeng panas dan seperangkat alat refluks. Alat untuk Liquid Liquid Extraction (LLE) yaitu corong pisah (Pyrex) dan Erlenmeyer (Pyrex). Alat untuk kromatografi yaitu gelas beaker (Pyrex), pipa kapiler, kolom kromatografi, lampu UV254. Alat untuk elusidasi struktur yaitu

spektrometer NMR (JNM-ECZ500R, 500 Mhz Super Conductive Magnets) dan kromatografi gas-spektrometer massa (GC_MS QP2010S Shimadzu). Alat untuk uji in vitro yaitu pipet mikro (Eppendorf), micro well plate 96, pipet tips, vortex, ELISA microplate reader fluorescence (Tecan Infinite 200 PRO) dan multimode

reader (Synergi HTX-3).

Prosedur Penelitian

Sintesis Senyawa Intermediet 3‐bromo‐N‐(4‐klorofenil)propanamida (Hariono et al., 2020)

Ke dalam labu alas bulat, dimasukkan 4-kloroanilin sebanyak 3,59 mmol (127,571 mg) kemudian ditambahkan piridin sebanyak 7,18 mmol (0,581 mL). Campuran diaduk selama 10 menit (suhu kamar), lalu diteteskan secara bertahap 3-bromopropionil klorida sebanyak 8,00 mmol (0,810 mL). Campuran diaduk kembali selama 15 menit, progres reaksi dimonitor dengan KLT. Hasil sintesis disaring kemudian dicuci dengan Na2CO3 10% hingga pH netral. Padatan

dikeringkan lalu diuji kimiawi dengan DAB HCl.

Sintesis Senyawa Target N-(4-klorofenil)-3-(1,3-dimetil-2,6-diokso-2,3,6,7-tetrahidro-1H-purin-7-il)propanamida (Adhipandito et al., 2019)

Teofilin (1,524 mmol) dan K2CO3 (0,81 mmol) yang telah disiapkan,

dimasukan ke dalam labu alas bulat kemudian dilarutkan dalam DMF 5 ml, dan diaduk pada suhu kamar selama 10 menit. Senyawa intermediet (0,811 mmol) dalam 5 mL DMF ditambahkan ke dalam campuran reaksi, lalu direfluks pada

(13)

5

suhu titik didih pelarut DMF yakni 153,0 oC. Reaksi dimonitor dengan KLT dan suhu dipertahankan agar konstan pada suhu titik didih pelarut DMF.

Isolasi dan Pemurnian

Setelah reaksi selesai, dilakukan liquid-liquid extraction (LLE) dengan cara sebagai berikut: campuran hasil reaksi ditambah etil asetat 5 ml dan aquadest 5 ml, kemudian dikocok dengan corong pisah hingga memisah menjadi dua fase. Fase etil asetat ditampung dan fase air ditambah etil asetat 5 ml untuk ekstraksi yang kedua. Ekstrasi diulang sebanyak 2 kali kemudian fase etil asetat dari ketiga ekstraksi digabung dan diuapkan pada suhu ruang agar diperoleh senyawa target.

Dilakukan uji kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap senyawa target dengan cara sebagai berikut: sampel dilarutkan dengan etil asetat kemudian ditotolkan pada plat KLT. Pembanding yang digunakan yakni senyawa intermediet yang dilarutkan dengan asetonitril dan teofilin yang dilarutkan dengan kloroform, lalu ditotolkan pada plat KLT. Selanjutnya, plat dimasukkan ke dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan fase gerak n-heksan (1) : etil asetat (3). Setelah pengembangan selesai, plat dikeluarkan, dikeringkan dan dilihat warna bercaknya di bawah lampu UV 254 nm. Oleh karena terdapat lebih dari satu bercak dengan nilai retention factor (Rf) yang berbeda, maka pemurnian

dilanjutkan dengan kromatografi kolom.

Kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan fase gerak n-heksana (1) : etil asetat (3). Interval yang digunakan untuk menampung eluat dari kolom adalah lima menit. Eluat yang diperoleh dikeringkan dari pelarutnya dengan cara diuapkan lalu diuji KLT untuk memastikan kemurniannya.

Uji Pendahuluan dan Elusidasi Struktur

Senyawa murni kemudian diuji secara organoleptis (bentuk dan warna), KLT dan perhitungan rendemen. Elusidasi struktur dikerjakan oleh Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) kimia UGM untuk kromatografi gas-spektrometri massa, spektrometri 1H-NMR dan 13C-NMR.

Uji Aktivitas In Vitro

Enzim MMP-9 yang terliofilisasi direkonstitusi dengan 110 µL gliserol 30% dalam air deionisasi. Enzim yang telah terekonstitusi diencerkan dengan 550

(14)

6

µL buffer dan siap digunakan untuk pengujian. Uji aktivitas in vitro dilakukan dengan cara sebagai berikut: senyawa sampel disiapkan dengan cara dilarutkan dalam DMSO dengan konsentrasi akhir 200 µg/mL di dalam 96-microwell plate. Konsentrasi akhir DMSO dalam wellplate sebesar 1,099%. Pertama, blanko disiapkan dengan memipetkan 99 µL buffer uji MMP-9 tiap well. Kemudian, sampel disiapkan dengan cara menambahkan 44 µL buffer uji MMP-9, 1 µL sampel yang akan diuji, dan 5 µL enzim MMP-9 tiap well. Lalu disiapkan pula kontrol positif yang terdiri dari 43 µL buffer uji MMP-9, 2 µL NNGH, dan 5 µL enzim MMP-9. Adapun kontrol negatif disiapkan dengan memipet 45 µL buffer uji MMP-9, dan 5 µL enzim MMP-9. Blanko, sampel, kontrol negatif dan kontrol positif kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit. Setelah itu, 1 µL substrat FRET-based MMP-9 ditambahkan pada blanko sedangkan 50 µL substrat FRET-based MMP-9 (berisi 1 µL substrat dan 49 µL buffer) ditambahkan pada sampel, kontrol positif dan kontrol negatif lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit. Fluoresensi dibaca menggunakan multimode reader dengan panjang gelombang 325/393 nm. Desain well-plate dapat dilihat pada Lampiran 3 Tabel 6. Parameter keaktifan suatu senyawa dapat dilihat dari nilai persentase penghambatan, yang dirumuskan sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Senyawa

Sintesis senyawa KFPP terbagi ke dalam dua tahapan, yakni tahap sintesis senyawa intermediet dan tahap sintesis senyawa KFPP. Tahap sintesis senyawa intermediet melibatkan reaksi substitusi nuklefoilik asil (SNA). Pada reaksi tahap

ini, 4-kloroanilin dan 3-bromopropionil klorida direaksikan dengan bantuan katalis piridin. Reaksi SNA merupakan reaksi yang melibatkan penggantian gugus

pergi dengan gugus yang bersifat nukleofil (Smith and March, 2007). Gugus klorida pada 3-bromopropionil klorida berperan sebagai gugus pergi, sedangkan gugus amina pada 4-kloroanilin berperan sebagai nukleofil. Gugus amina dapat bereaksi dengan turunan asama karboksilat, termasuk 3-bromopropionil klorida

(15)

7

dalam pembentukan amida (Kahl et al., 2012). Mekanisme reaksinya disajikan pada Gambar 7 Lampiran 1. Tahap sintesis senyawa KFPP melibatkan reaksi substitusi nukelofilik 2 (SN2). Pada tahap ini, senyawa intermediet dan teofilin

direaksikan dengan bantuan katalis K2CO3. Teofilin berperan sebagai nukleofil

dan gugus Br pada senyawa intermediet berperan sebagai gugus pergi. Pada reaksi SN2, nukleofil akan menyerang atom karbon dari belakang, dan sementara proses

itu terjadi, ikatan antara karbon dan gugus pergi melemah sehingga membentuk sebuah transition state (keadaan transisi) berupa karbon pentavalen. Pada akhirnya, ikatan karbon dengan gugus pergi terputus dan terbentuk ikatan dengan nukleofil (Laerdahl and Uggerud, 2002). Mekanisme reaksi disajikan pada Gambar 8 Lampiran 1.

Uji Pendahuluan

Senyawa intermediet sebelum dibilas berwujud semisolid, berwarna cokelat dan berbau piridin namun setelah dibilas dan dibiarkan mengering senyawa berupa serbuk, berwarna kekuningan dan tidak berbau seperti yang terlihat pada Lampiran 1 Gambar 9 dan Gambar 10. Warna gelap sebelum dibilas mengindikasikan keberadaan piridin. Pada Profil KLT dengan fase gerak n-heksana (1) : etil asetat (3) yang ada di Gambar 11 Lampiran 1 memperlihatkan perbedaan noda senyawa intermediet dan bahan awal (4-kloroanilin).

Penegasan bahwa senyawa intermediet berhasil disintesis, dapat ditunjukan melalui uji DAB HCl. Senyawa dengan gugus amina primer akan bereaksi dengan DAB HCl dan membentuk basa schiff yang berwarna jingga seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12 Lampiran 1 (Adegoke, 2011). Senyawa intermediet tidak berwarna jingga yang berarti sudah tidak mengandung amina primer seperti disajikan di Lampiran 1 Gambar 13. Adapun senyawa KFPP berupa serbuk, berwarna putih dan tidak berbau. seperti yang terlihat pada Gambar 18 di Lampiran 1. Rendemen senyawa intermediet dan senyawa KFPP berturut turut adalah 25,35% dan 19,59%.

Elusidasi Struktur Senyawa Intermediet

(16)

8

Setelah melalui uji pendahuluan, senyawa hasil sintesis dielusidasi struktur. Uji NMR dilakukan terhadap senyawa intermediet dan senyawa KFPP. Senyawa intermediet larut dalam aseton (CD3)2CO), sehingga pelarut yang

digunakan dalam pengujian 1H-NMR dan 13C-NMR adalah (CD3)2CO) deuterated. Penggunaan pelarut deuterated pada NMR dilakukan karena jika menggunakan pelarut biasa (dengan proton H), maka proton pada sampel tidak akan terdeteksi karena tertutup oleh proton pelarut yang jumlahnya lebih besar (Hatada and Kitayama, 2004). Hasil uji 1H-NMR senyawa intermediet tersaji pada Gambar 2 dan intepretasinya pada Tabel 1.

Gambar 2. Spektrum NMR 1H senyawa intermediet

Geseran kimia (δ) 2,0 – 2,7 ppm merupakan daerah proton RCOCH2R

sedangkan δ 2,5 – 4,0 ppm merupakan daerah proton RCH2Br (Balci, 2005;

Fessenden and Fessenden, 1989). Sinyal pada δ 2,88 ppm (integrasi= 2) (J= 6,3 Hz) dan 3,01 ppm (integrasi= 2) (J= 6,3 Hz) menunjukkan sinyal dari proton HA,

sedangkan sinyal δ 3,75 ppm (integrasi= 2) (J= 6,3 Hz) dan 3,91 ppm (integrasi= 2) (J= 6,3 Hz) menunjukkan sinyal dari proton HB. Keberadaan set proton HA dan

(17)

9

HB pada rantai etilen, menegaskan keberadaan rantai etilen. Fenomena pola splitting berupa triplet of triplet pada set proton HA dan quartet of triplet dari

proton HB dipastikan dengan nilai J coupling constant. Nilai J coupling constant

set proton HA dan proton HB adalah 6,3 Hz dan 6,3 Hz, yang menunjukkan kedua

set proton tersebut bertetangga secara langsung dan menyerupai satu sama lain. Proton pada amida (-NH-) terdeteksi pada 9,44 ppm. Proton ini cukup deshielded karena dekat dengan gugus karbonil yang bersifat menarik elektron di sekitar proton sehingga kurang terlindungi.

Tabel 1. Hasil spektrum 1H-NMR senyawa intermediet

Proton Geseran Kimia Multiplikasi Integrasi J-J

HA 2,88 dan 3,01 triplet of triplet 2 6,3

HC 9,44 Singlet 1 -

HB 3,75 dan 3,91 quartet of triplet 2 6,3

HD 7,33 doublet of doublet 2 2,1 HE 7,70 doublet of triplet 2 2,1 X (TMS) 0 - - - Y (Aseton-D6) 2,05 - - -

δ 6,00 – 8,5 ppm merupakan daerah proton aromatik (Balci, 2005). Bentuk yang simetris dari benzena menimbulkan 2 set sinyal yang berbeda, yaitu: pada δ 7,33 ppm (integrasi= 2) (J= 2,1 Hz) dan pada δ 7,70 ppm (integrasi= 2) (J= 2,1 Hz). Sinyal pada δ 7,33 ppm merupakan proton HD sedangkan sinyal pada δ 7,70

ppm merupakan proton HE.Proton HE lebih deshielded daripada proton HD karena

dekat dengan atom nitrogen (N) yang elektronegatif. Proton HE memiliki medan

magnet internal yang lebih lemah dan akan terbawa radiasi medan magnet luar, sehingga geseran kimianya lebih besar daripada proton HD. Sinyal pada set proton

HD maupun sinyal proton HE, seharusnya berbentuk doublet of doublet of doublet

(ddd). Bentuk pemisahan (split) ddd menunjukkan bahwa atom hidrogen dipasangkan dengan tiga atom hidrogen lain yang tidak ekuivalen (Sorrell, 2006). HD1 dipasangkan dengan tiga atom hidrogen lain yang tidak ekuivalen yakni HE1,

HD2 dan HE2. Demikian pula HE1 dipasangkan dengan tiga atom hidrogen lain

yang tidak ekuivalen yakni HE2, HD1 dan HD2. Namun, dari hasil penelitian

menunjukkan pola pemisahan pada set proton HD adalah doublet of doublet dan

(18)

10

pada set proton HD timbul karena proton HD1 dan proton HE2 dianggap ekuivalen.

Mereka mengenali proton tetangganya sebanyak dua yakni HD2 (J= 2,1 Hz) pada

posisi meta terhadap HD1, dan HE1 (J= 2,1 Hz) pada posisi meta terhadap HE2.

Integrasi total dari set proton HD yang berjumlah 2, menunjukkan bahwa pola

pemisahan doublet of doublet timbul karena proton dengan lingkungan yang sama (HD1 dan HE2) mengenali proton pada karbon lain (HD2 dan HE1) dengan jarak

yang cukup dekat tapi tidak ekuivalen. Pola pemisahan doublet of triplet pada set proton HE timbul karena proton HD2 dan proton HE1 dianggap ekuivalen Mereka

mengenali proton tetangganya sebanyak dua yakni HD1 (J= 2,1 Hz) pada posisi

meta terhadap HD2, dan HE2 (J= 2,1 Hz)pada posisi meta terhadap HE1. Integrasi

total dari set proton HE yang berjumlah 2, menunjukkan bahwa pola pemisahan doublet of triplet timbul karena proton dengan lingkungan yang sama (HD2 dan HE1) mengenali proton pada karbon lain (HD1 dan HE2) dengan jarak yang cukup

dekat tapi tidak ekuivalen.

Setelah 1H, nukleus terpenting kedua adalah karbon karena karbon merupakan blok bangunan semua molekul organik (Tobin and Jennie, 2005). Kekuatan magnet nuklir 13C hanya seperempat dari 1H dan sensitivitasnya hanya 1/64 dari 1H. Selain itu, jumlah 13C alami di bumi hanya 1,1%, dan sisanya merupakan 12C yang nukleusnya tidak memiliki sifat magnetik. Kekuatan magnetik nuklir 13C yang rendah dan jumlah 13C yang rendah menyebabkan spektrum karbon diperoleh dalam kondisi decoupling proton dan tidak terintegrasi (Jacobsen, 2007; Klein, 2017).

Hasil uji spektrometri resonansi magnetik inti 13C senyawa intermediet tersaji pada Gambar 3, sedangkan interpretasinya tersaji pada Lampiran 2 Tabel 3. Menurut Vollhardt and Schore, (1999), δ 10,0 – 60,0 ppm merupakan daerah rantai alkil. Atom C1 memiliki δ 29,4 ppm yang menunjukkan atom C yang

berdekatan dengan gugus karbonil pada amida, sedangkan atom C2 memiliki δ

41,4 ppm yang menunjukkan atom C yang berdekatan dengan atom Br yang bersifat elektronegatif. Atom Br memiliki karakteristik electron withdrawing

group (EWG) yang lebih besar daripada karbonil sehingga atom C2 lebih tidak terlindungi dari medan magnet luar (deshielded) daripada atom C1, sehingga δ

(19)

11

atom C2 lebih besar daripada atom C1. δ 100,0 – 160,0 ppm merupakan daerah

benzena yang tersubstitusi (Vollhardt and Schore, 1999). Atom C3, C4, C5 dan C6

merupakan atom C yang terletak pada gugus benzena cincin arilamida. Atom C3

berada pada δ 122,5 ppm sedangkan atom C5 berada pada δ 130,4 ppm. Atom C5

kurang terlindungi karena berdekatan dengan gugus Cl yang memiliki karakter EWG yang lebih kuat daripada gugus NH yang berdekatan dengan atom C3. Atom

C4 berada pada δ 129,5 ppm sedangkan atom C6 berada pada δ 139,9 ppm.

Keberadaan gugus amino (ArNH2) yang merupakan EDG, menyebabkan C4 lebih

terlindungi terhadap medan magnet luar daripada C6. Jika gugus amino (ArNH2)

diganti dengan metilen (RCH2R) maka atom C6 lebih terlindungi terhadap medan

magnet luar daripada atom C4. Atom C7 berada pada geseran kimia terjauh yakni

(δ) 169,7 ppm. Besarnya δ atom C7 disebabkan oleh letaknya di gugus karbonil itu

sendiri, yang berkarakter EWG kuat. Adapun X pada δ 30,0 ppm merupakan daerah C dari metil aseton sedangkan Y pada δ 205,9 ppm merupakan daerah C dari karbonil aseton (Fulmer et al., 1997).

Gass Chromatography Mass Spectroscopy

GCMS dapat dengan mudah mengionisasi molekul menjadi radikal-kation, sehingga informasi struktur molekul dapat diketahui (Tureček, 2013). Hasil GCMS dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 hasil spektrum massa, terjadi perekaman senyawa utuh hasil sintesis dengan isotop Br 79 g/mol yaitu 263 pada spektrum paling kanan. Fragmentasi base peak (pola fragmentasi tertinggi dan stabil) pada spektrum tersebut memiliki masa relatif per ion sebesar m/z 127. Mekanisme fragmentasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2 Gambar 19.

Ketika 3-bromo-N-(4-klorofenil)propanamida dibombardir dengan elektron 70 eV, satu elektron pada O karbonil lepas menyebabkan terbentuk radikal kation pada O tersebut. Bentuk ini dideteksi sebagai parent molecule (3-bromo-N-(4-klorofenil)propanamida) dengan m/z 263 yang sesuai dengan MR senyawa tersebut. Bentuk radikal kation dari parent molecule kemudian akan mengalami pemisahan secara homolitik pada ikatan C-Cα yang menyebabkannya

terfragmentasi menjadi ion asilium pada karbon amida yang terdeteksi sebagai m/z 154 dan radikal etilen bromida yang tidak terdeteksi. Ion asilium pada

(20)

4-12

klorofenilasetamida akan mengalami pemutusan homolitik pada C-N amida yang menghasilkan radikal 4-kloroanilin dan kation asilium yang terdeteksi pada m/z 28. Radikal 4-kloroanilin kemudian mengabstraksi satu Hα dari radikal etilen

bromida melalui penggabungan homolitik sehingga menjadi 4-kloroanilin yang netral. Selanjutnya oleh bombardir elektron 70 eV, 4-kloroanilin netral akan lepas satu elektronnya membentuk radikal kation yang terdeteksi sebagai m/z 127. Fragmen dengan m/z ini merupakan fragmen terstabil yang tidak akan pecah lagi sehingga kelimpahannya paling tinggi (100%). Berdasarkan analisis fragmentasi tersebut dapat dipastikan bahwa senyawa intermediet adalah 3-bromo-N-(4-klorofenil)propanamida.

Gambar 3. Hasil spektrum resonansi magnetik inti 13C senyawa intermediet

(21)

13 Senyawa KFPP

NMR

Senyawa KFPP larut dalam klorofom (CDCl3), sehingga pelarut yang

digunakan dalam pengujian spektrometri resonansi magnetik inti 1H adalah (CDCl3) deuterated. Hasil uji spektrometri resonansi magnetik inti 1H senyawa

KFPP tersaji pada Gambar 5.

Gambar 5. Spektrum NMR 1H senyawa KFPP

Hasil uji spektrum NMR 1H senyawa KFPP menunjukkan integration

value yang belum merepresentasikan jumlah proton yang sebenarnya dari setiap

lingkungan. Setiap Integration value dibagi dengan integration value terkecil (0,55) lalu dikali dua, agar memperoleh jumlah proton yang sebenarnya dari setiap lingkungan, seperti yang terlihat pada Tabel 2.

Jumlah proton yang sebenarnya tidak sesuai dengan jumlah proton yang seharusnya diperoleh yakni 15 proton (proton pada group amino -NH2 tidak

(22)

14

terdeteksi). Dugaan sementara berdasarkan jumlah proton sebanyak 41 adalah senyawa KFPP ketambahan beberapa gugus fungsi. Gugus-gugus fungsi yang terikat pada senyawa KFPP diduga memiliki elektronegativitas yang cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan tidak sesuainya geseran kimia yang diperoleh dengan geseran kimia teoritis karena meningkatnya geseran kimia pada hampir setiap proton.

Untuk proton-proton yang merupakan bagian senyawa intermediet muncul dengan intepretasi yang kurang lebih sama dengan penjelasan pada senyawa intermediet. Yang membedakan dengan intermediet adalah munculnya proton pada δ 2,3 ppm yang merupakan daerah proton RCH3 (Kolbert et al., 2001).

Sinyal pada δ 1,23 ppm (integrasi= 3) menunjukkan proton HC sedangkan sinyal

pada δ 1,57 ppm (integrasi= 4) menunjukkan proton HD. Proton HC terletak jauh

dari cincin imidazol teofilin sehingga lebih terlindungi daripada proton HD, yang

letaknya bersebelahan. Kedua sinyal muncul dalam bentuk singlet yang berarti, baik proton HC maupun proton HD tidak memiliki proton tetangga. Proton HD

seharusnya memiliki nilai integrasi sejumlah 3 dan bukan 4. Keberadaan OH (geseran kimia 1,56 ppm; bentuk singlet) dari sisa pelarut air pada tahap penghilangan pelarut DMF dari produk sintesis secara LLE, turut menyumbangkan proton (Fulmer et al., 2010). Adapun lima proton lain yang disumbangkan oleh piridin ((CH(4); 7,68 ppm) dan HH dari teofilin ((CH); 6 – 8,5

ppm), menjadikan integrasi total set proton HE2 adalah 7 (Balci, 2005; Fulmer et al., 1997).

δ 4,5 – 6,5 ppm merupakan daerah olefin (alkena). Terdapat tiga set peak yang timbul pada daerah ini yakni, set peak proton HI (6,40 dan 6,40 ppm) (J= 1

Hz), HK (6,22 ppm) (nilai J diduga bernilai 1 Hz) dan HM (5,76; 5,76; 5,78; 5,78

ppm) (J=1 Hz). Set proton HI berbentuk doublet yang berarti memiliki satu proton

tetangga yakni HK. Proton HI ekuivalen dengan proton HL, sehingga integrasi total

set proton HI adalah 2. Proton HK diyakini memiliki bentuk doublet of doublet

dengan tetangganya adalah proton HI-HL dan proton HM. Set proton HK memiliki

(23)

15

tetangganya adalah proton HI-HL dan proton HK-HJ, sehingga integrasi total set

proton HM adalah 2.

Tabel 2. Spektrum NMR 1H senyawa KFPP Integration Value ke- Proton Jumlah Proton yang Sebenarnya

Set Proton Geseran Kimia Multiplikasi Integrasi J-J 1 7 HE (HE2) 7,51 dan 7,53 doublet 2 8,5 2 11 HG HG1 7,27 dan 7,28 doublet of doublet 2 1,5 HE1 7,28 dan 7,29 doublet of doublet 2 3 3 4 HI 6,40 dan 6,40 doublet 2 1 4 4 HK 6,22 doublet of doublet 2 1 5 4 HM 5,76 dan 5,78 doublet of doublet 2 1 6 2 HB 3,60 triplet 2 4,5 7 2 HA 3,11 triplet 2 4,5 8 4 HD 1,57 singlet 4 - 9 3 HC 1,23 singlet 3 -

Uji 13C-NMR dan GC-MS tidak dilakukan, karena dari spektrum 1 H-NMR, nampak bahwa produk yang diperoleh bukan senyawa KFPP, melainkan senyawa KFDHPPP. Senyawa KFDHPPP adalah senyawa KFPP yang mengalami adisi cincin piridin pada bagian NH-amida, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

(24)

16 Uji Aktivitas In Vitro

Meskipun senyawa KFPP tidak berhasil diperoleh, namun tetap dilakukan uji aktivitas in vitro penghambatan MMP-9. Uji aktivitas in vitro terhadap senyawa intermediet dilakukan di Universitas Padjadjaran, menggunakan ELISA

microplate reader fluorescence (Tecan Infinite 200 PRO). Adapun uji aktivitas in vitro senyawa KFDHPPP dilakukan di Universitas Sanata Dharma, menggunakan multimode reader (Synergi HTX-3).

Enzim MMP-9 memiliki kemampuan untuk memotong ikatan peptida

pada substrat yang terikat pada gugus fluorofor. Gugus fluorofor yang terlepas dibaca fluorosensinya pada panjang geolombang 325/393 nm. Semakin tinggi fluorosensiya maka semakin tinggi pula aktivitas enzimnya (Biovision, 2019; Nicolotti et al., 2012).

Uji aktivitas in vitro dilakukan terhadap senyawa intermediet dan KFDHPPP. Hasil uji penghambatan senyawa intermediet terhadap enzim MMP-9 menunjukkan persentase sebesar 10% pada konsentrasi 200 µg/mL. Aktivitas penghambatan yang rendah ini kemungkinan disebabkan gugus Cl yang kurang “bulky” untuk memenuhi kantung aktif domain PEX-9 sehingga interaksi molekulernya kurang efektif. Aktivitas penghambatan yang tinggi, hingga mencapai 93%, terjadi jika gugus EWG berupa gugus yang “bulky” seperti sulfonamida yang ditambahkan pada posisi para arilamida (Hariono et al., 2020). Persentase penghambatan senyawa intermediet yang kurang dari 50% menjadi dasar tidak dilakukannya uji IC50. Berdasarkan persen penghambatan, senyawa

intermediet termasuk dalam kategori insignificant (Aderogba et al., 2013).

Adapun hasil uji penghambatan senyawa KFDHPPP terhadap enzim MMP-9 menunjukkan persentase -2% pada konsentrasi 200 µg/mL yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut tidak menghambat aktivitas MMP-9 dan malah menginduksi aktivitas MMP-9. Secara in silico (melalui aplikasi VMware 7.1.0 dan Discovery Studio 3.5), hal ini disebabkan oleh keberadaan piridin pada posisi N7 senyawa KFDHPPP, yang menyebabkan senyawa tersebut tidak dapat berinteraksi dengan binding pocket dari PEX-9. Senyawa dapat memberikan aktivitas hambatan jika berinteraksi dengan salah satu atau beberapa asam amino

(25)

17

dari binding pocket PEX-9, seperti GLU14, GLU60, ARG106, ASP151 dan GLN154 (Hariono et al, 2020). Tidak terjadinya interaksi antara KFDHPPP dan PEX-9 dapat dilihat dari hasil visualisasi pada Gambar 20 Lampiran 4. Hasil bacaan dan perhitungan bioassay senyawa intermediet dan senyawa KFDHPPP tersaji pada Tabel 4 dan Tabel 5 di Lampiran 3.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Senyawa target tidak sesuai dengan yang diharapkan karena piridin turut bereaksi membentuk KFDHPPP. KFDHPPP dapat disintesis dari bahan awal 4-kloroanilin, 3-bromopropionil klorida dan teofilin melalui mekanisme SNA dan

SN2. Selain itu, senyawa KFDHPPP memiliki aktivitas penghambatan terhadap

PEX-9 secara in vitro sebesar -2%. Saran

Penulis menyarankan agar dilakukan verifikasi terhadap kemurnian bahan-bahan yang digunakan dalam sintesis melalui elusidasi struktur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterima kasih kepada Indonesian Toray Science Foundation

(26)

18

DAFTAR PUSTAKA

Adegoke, O.A., 2011. Analytical, Biochemical and Synthetic Applications of Para-dimethylaminobenzaldehyde. International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, 11(2), 17–29.

Aderogba, M.A., Ndhlala, A.R., Rengasamy, K.R.R., Van Staden, J., 2013. Antimicrobial and selected in vitro enzyme inhibitory effects of leaf extracts, flavonols and indole alkaloids isolated from Croton menyharthii.

Molecules, 18(10), 12633–12644.

Adhipandito, C.F., 2017. Sintesis Analog Purin (FFUSD-001) dan Studi In Silico Terhadap Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Hemopexin Domain Sebagai Kandidat Anti-Kanker Payudara. Yogyakarta.

Adhipandito, C.F., Ludji, D.P.K.S., Aprilianto, E., Jenie, R.I., Al-Najjar, B., Hariono, M., 2019. Matrix metalloproteinase9 as the protein target in anti-breast cancer drug discovery: an approach by targeting hemopexin domain.

Future Journal of Pharmaceutical Sciences, 5(1), 1–15.

Balci, M., 2005. Basic 1H-13C-NMR Spectroscopy. Elsevier B.V., Ankara. Biovision, 2019. MMP-9 Inhibitor Screening Kit (Fluorometric).

Cathcart, J., Pulkoski-Gross, A., Cao, J., 2015. Targeting matrix metalloproteinases in cancer: Bringing new life to old ideas. Genes and

Diseases, 2(1), 26–34.

Dufour, A., Sampson, N.S., Li, J., Kuscu, C., Rizzo, R.C., Deleon, J.L., Zhi, J., Jaber, N., Liu, E., Zucker, S., Cao, J., 2011. Small-Molecule Anticancer Compounds Selectively Target the Hemopexin Domain of Matrix Metalloproteinase-9. American Association for Cancer Research, 71(14), 4977–88.

Fessenden, R.J., Fessenden, J.S., 1989. Kimia Organik Jilid 1, 3rd ed. Erlangga, Jakarta.

Fulmer, G.R., Miller, A.J.M., Sherden, N.H., Gottlieb, H.E., Nudelman, A., Stoltz, B.M., Bercaw, J.E., Goldberg, K.I., 2010. NMR Chemical Shifts of Trace Impurities: Common Laboratory Solvents, Organics, and Gases in Deuterated Solvents Relevant to The Organometallic Chemist.

Organometallics, 29(9), 2176–2179.

Fulmer, G.R., Miller, A.J.M., Sherden, N.H., Gottlieb, H.E., Nudelman, A., Stoltz, B.M., Bercaw, J.E., Goldberg, K.I., 1997. NMR Chemical Shifts of Trace Impurities: Common Laboratory Solvents, Organics, and Gases in Deuterated Solvents Relevant to the Organometallic Chemist Gregory.

Aldenderfer, Mark S., Craig, Nathan M., Speakman, Robert Jeff, and Popelka-Filcoff, Rachel S., 2(1), 1–5.

Hariono, M., Nuwarda, R.F., Yusuf, M., Rollando, R., Jenie, R.I., Al-Najjar, B., Julianus, J., Putra, K.C., Nugroho, E.S., Wisnumurti, Y.K., Dewa, S.P., Jati, B.W., Tiara, R., Ramadani, R.D., Qodria, L., Wahab, H.A., 2020. Arylamide as Potential Selective Inhibitor for Matrix Metalloproteinase 9 (MMP9): Design, Synthesis, Biological Evaluation, and Molecular Modeling. Journal of Chemical Information and Modeling, 60(1), 349– 359.

(27)

19

Hatada, K., Kitayama, T., 2004. NMR Spectroscopy of Polymers. Springer, Osaka.

Jacobsen, N.E., 2007. NMR Spectroscopy Explained Simplified Theory, Applications and Examples for Organic Chemistry and Structural Biology. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co, New Jersey.

Kahl, T., Schroder, K.-W., Lawrence, F.R.L., Marshall, W.J., Hoke, H., Jackh, R., 2012. Aniline. Encyclopedia of Industrial Chemistry,.

Kemenkes RI, 2019. Hari kanker sedunia 2019.

Kemenkes RI, 2016. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Bulan Peduli Kanker Payudara.

Klein, D., 2017. Organic Chemistry, 3rd ed. John Wiley & Sons, Inc.

Kolbert, A.C., Carroll, C.A., Huff, L.A., 2001. NMR spectroscopy. BioPharm, 14(12 SUPPL.), 40–42.

Laerdahl, J.K., Uggerud, E., 2002. Gas phase nucleophilic substitution.

International Journal of Mass Spectrometry, 214(3), 277–314.

Ludji, D.P.K.S., 2017. Sintesis Analog Purin (FUSD-002) dan Studi In Silico Terhadap Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) Hemopexin Domain Sebagai Kandidat Antikanker Payudara. Yogyakarta.

Nagase, H., Visse, R., Murphy, G., 2006. Structure and Function of Matrix Metalloproteinases and TIMPs. Cardiovascular Research, 69, 562–573. Nicolotti, O., Catto, M., Giangreco, I., Barletta, M., Leonetti, F., Stefanachi, A.,

Pisani, L., Cellamare, S., Tortorella, P., Loiodice, F., Carotti, A., 2012. Design, Synthesis and Biological Evaluation of 5-hydroxy, 5-substituted-pyrimidine-2,4,6-triones as Potent Inhibitors of Gelatinases MMP-2 and MMP-9. European Journal of Medicinal Chemistry, 58, 368–376.

Smith, M.B., March, J., 2007. March’s Advanced Organic Chemistry, 6th ed. John Wiley & Sons, Inc, Canada.

Sorrell, T.N., 2006. Organic Chemistry, 2nd ed. University Science Books Sausalito, California.

Sparkman, D., Penton, Z.E., Kitson, F.G., 2011. Gas Chromatography and Mass Spectrometry A Practical Guide, 2nd ed. Elsevier Inc., Kidlington.

Tobin, A.J., Jennie, D., 2005. Asking About Life, 3rd ed. BROOKS/Cole-Thompson Learning 10 Davis Drive, Belmont.

Tureček, F., 2013. Renaissance of Cation-Radicals in Mass Spectrometry. Mass

Spectrometry, 2(Special_Issue), S0003–S0003.

Vollhardt, P., Schore, N., 1999. Organic Chemistry Structure and Fuction, 6th ed. W.H. Freeman and Company.

WHO, 2018. Latest global cancer data : Cancer burden rises to 18 . 1 million new cases and 9 . 6 million cancer deaths in 2018 Latest global cancer data : Cancer burden rises to 18 . 1 million new cases and 9 . 6 million cancer deaths in 2018.

Yousef, E.M., Tahir, M.R., St-Pierre, Y., Gaboury, L.A., 2014. MMP-9 Expression Varies According to Molecular Subtypes of Breast Cancer.

(28)

20 LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Sintesis

Gambar 7. Reaksi substitusi asil nukleofilik antara 4-kloroanilin dan 3-bromopropionil klorida, dengan piridin sebagai katalis nukleofil

Gambar 8. Reaksi substitusi nukleofilik 2 antara teofilin dan senyawa intermediet, dengan K2CO3, sebagai katalis basa

(29)

21

Gambar 9. Senyawa intermediet setelah pengadukan selama 35 menit

Gambar 10. Senyawa intermediet setelah dinetralkan pH-nya dan dibiarkan mengering

Gambar 11. Profil KLT senyawa intermediet dengan fase gerak n-heksan (1) : etil asetat (3), dimana dari kiri ke kanan: starting material (4-kloroanilin) lalu intermediet

(30)

22

Gambar 12. Mekanisme reaksi 4-kloroanilin dengan DAB-HCl membentuk basa schiff yang berwarna jingga

Gambar 13. Hasil uji DAB-HCl senyawa intermediet (a) dan 4-kloroanilin (b), dengan pembentukkan basa schiff yang ditandakkan dengan warna jingga

(31)

23

Gambar 14. Hasil KLT menit ke-30, 90, 110 dan 290, yang diambil dari LAB pada proses refluks dengan menggunakan fase gerak n-heksan (1) : etil asetat (3). Pada masing-masing plat KLT, noda yang tampak dari kiri ke kanan yakni noda intermediet, sampel dan teofilin

Gambar 15. Hasil sintesis setelah refluks dan pengadukan selama 290 menit

Gambar 16. Hasil sintesis sebelum (a) dan sesudah (b) dilakukan Liquid Liquid

(32)

24

Gambar 17. Profil KLT senyawa KFPP sebelum penggabungan eluat (a) dan setelah penggabungan eluat (b)

(a)

(33)

25

Gambar 18. Penampakan senyawa KFPP yang berupa serbuk, berwarna putih dan tidak berbau

Lampiran 2. Hasil Elusidasi Struktur

Tabel 3. Hasil spektrum 13C-NMR senyawa intermediet

Karbon Geseran Kimia Karbon Geseran Kimia

C1 29,4 C6 139,9

C2 41,4 C7 169,7

C3 122,5 X 30,0

C4 129,5 Y 205,9

C5 130,4

Gambar 19. Mekanisme fragmentasi senyawa intermediet pada spektrum massa

H N O Br Cl 70 eV H N O Br Cl H N O Cl m/z 154 + Br NH Cl m/z 127 (base peak) + C O m/z 28 H H H3C H C Br NH2 Cl m/z 263

Lampiran 3. Hasil Uji In Vitro

Tabel 4. Hasil bacaan aktivitas penghambatan senyawa intermediet

Sampel R1 R2 R3 R Mean SD % Aktivitas Enzim % Hambatan Enzim Blanko 10436 10315 10471 10407 82 - - Intermediet 28835 27817 30562 29071 1388 90 10 KN 31559 31553 30324 31145 711 100 0 KP 8479 8392 8298 8390 91 -10 110

(34)

26 Perhitungan:

 Baseline = R Mean sampel – R Mean blanko

Baseline = - 10407 = 18664  ( ) Tabel 5. Hasil bacaan aktivitas penghambatan senyawa KFDHPPP

Sampel R1 R2 R3 R Mean SD % Aktivitas Enzim % Hambatan Enzim Blanko 72 81 83 79 6 - - KFDHPPP 201 202 185 196 10 102 -2 KN 181 209 192 194 14 100 0 KP 81 68 68 72 8 -5% 105 Perhitungan:   Baseline = R Mean sampel – R Mean blanko

Baseline = 196 – 79 = 117

(35)

27  ( ) ( ) Tabel 6. Desain well-plate

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A B100 B100 B100 B45 E5 S50 B45 E5 S50 B45 E5 S50 B43 KP2 E5 S50 B43 KP2 E5 S50 B43 KP2 E5 S50 B B44 IT1 E5 S50 B44 IT1 E5 S50 B44 IT1 E5 S50 B44 KFDHPPP1 E5 S50 B44 KFDHPPP1 E5 S50 B44 KFDHPPP1 E5 S50 C D E F G H Keterangan: B100 = Dapar 100 µL B45 = Dapar 45 µL B44 = Dapar 44 µL B43 = Dapar 43 µL E5 = Enzim 5 µL S50 = Substrat 50 µL

KP2 = Kontrol Positif (NNGH inhibitor) 2 µL IT1 = Senyawa Intermediet 1 µL

(36)

28 Lampiran 4. Hasil Uji In Silico

Gambar 20. Visualisasi yang menunjukkan tidak adanya interaksi antara KFDHPPP dan PEX-9

(37)

29

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Sintesis N-(4-klorofenil)-3-(1,3-dimetil-2,6-diokso-2,3,6,7- tetrahidro-1H-purin-7-il)propanamida Sebagai Penghambat Matrix Metalloproteinase-9” memiliki nama lengkap M. Try

Atmono. Penulis merupakan anak bungsu dari pasangan Blasius Djebagun dan Sulami. Penulis lahir di Dili, 31 Mei 1997. Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis yakni tingkat sekolah dasar di SD Katolik Wae Medu, Labuan Bajo (2003-2009), tingkat sekolah menengah pertama di SMP Arnoldus, Labuan Bajo (2009-2012), tingkat sekolah menengah atas di SMAS Seminari ST Rafael, Kupang (2012-2016). Penulis kemudian melanjutkan Sarjana 1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 2016. Semasa menempuh kuliah, penulis terlibat dalam beberapa kegiatan kampus antara lain menjabat sebagai kepala divisi ilmiah Drug Discovery Research Group (2019-2020), menjadi instruktor dalam kegiatan workshop “Virtual Screening dalam Mendesain Obat TBC” yang diselenggarakn oleh Drug Discovery Research Group (2019). Penulis merupakan anggota Paduan Suara Farmasi dan pernah menjuarai Pekan Olahraga dan Seni Farmasi Indonesia (2017). Penulis aktif menjadi asisten dosen dalam praktikum Kimia Dasar (2019), Kimia Organik (2020), dan Analisis Farmasi (2020). Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitian dengan menjadi anggota divisi perlengkapan dalam kegiatan Pharmacy 3On3 and Dance Competition (2016) dan dalam kegiatan pelepasan wisuda II (2017). Penulis berharap siapapun yang membaca karya ini dapat memperoleh ilmu yang baru dan terinspirasi untuk berkarya dengan caranya sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Berapapun jumlah saluran masukan yang dimiliki oleh sebuah gerbang OR, maka tetap memiliki prinsip kerja yang sama dimana kondisi keluarannya akan berlogic 1 bila salah

2 Wakil Dekan Bidang I SALINAN TERKENDALI 02 3 Wakil Dekan Bidang II SALINAN TERKENDALI 03 4 Manajer Pendidikan SALINAN TERKENDALI 04 5 Manajer Riset dan Pengabdian

Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan, perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan

Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila dipergunakan, mempertahankan kualitas produk yang sudah tinggi dan

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Kompetensi adalah suatu kemampuan (keterampilan, sikap, dan pengetahuan) yang dimiliki seseorang yang dapat menunjukkan kinerja unggul dalam melakukan pekerjaan..

Pasal 1 peraturan tersebut berbunyi: pemilihan rektor dengan cara pemungutan suara oleh Anggota Senat UGM dalam suatu rapat senat tertutup khusus diadakan untuk keperluan

A DENGAN ISOLASI SOSIAL DIRUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA” Program Studi Diploma III Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas