• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA TESIS"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

i

UNIVERSITAS

INDONESIA

DEFISIENSI ZINC SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIARE AKUT MENJADI DIARE MELANJUT

TESIS

Dede Lia Marlia 0806360052

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA

(2)

UNIVERSITAS

INDONESIA

DEFISIENSI ZINC SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIARE AKUT MENJADI DIARE MELANJUT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak

Dede Lia Marlia 0806360052

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

ILMU KESEHATAN ANAK JAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dede Lia Marlia

NPM : 0806360052

Tanda Tangan : ………..

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Dede Lia Marlia

NPM : 0806360052

Program studi : Pendidikan Dokter Spesialis Anak

Judul tesis : Defisiensi Zinc sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Anak pada Program Studi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dewan Penguji:

Pembimbing : Dr. dr. Pramita G. Dwipoerwantoro, Sp.A (K) (...)

Pembimbing : Dr. dr. Najib Advani, Sp.A (K) MMed.Paed (...)

Penguji : Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S Hadinegoro, Sp.A(K) (...)

Penguji : dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K) (...)

Penguji : dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A(K) (...)

Ditetapkan di : Jakarta

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi persyaratan pendidikan sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menghaturkan hormat dan terima-kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. dr. Pramita G. Dwipoerwantoro, Sp.A (K) selaku pembimbing materi dan Dr.dr. Najib Advani, Sp.A (K) MMedPaed selaku pembimbing metodologi, serta Prof. Dr. dr. Agus Firmansyah Sp.A(K) selaku Dosen wali, yang senantiasa memberikan bimbingan, pengarahan dan petunjuk yang sangat berarti sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tanpa bantuannya, penulis tidak akan mampu mendalami dan memahami materi ini. Ucapan terima-kasih tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Sri Rezeki S Hadinegoro, Sp.A(K), dr. Nastiti Kaswandani, Sp.A(K), dan dr. Hikari Ambara Sjakti, Sp.A(K) selaku dewan penguji, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan demi penyempurnaan tesis ini.

2. Dekan Fakultas Universitas Indonesia, serta kepada Dr. dr. Aryono Hendarto, Sp.A(K) selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM dan dr. Bambang Tridjaja AAP, Sp.A(K), M.M Paed selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Anak, yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan pendidikan dokter spesialis anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM.

3. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mendidik penulis selama mengikuti pendidikan.

4. Khusus kepada dr. Daniel, Sp.A, dr. Tati, Sp.A, dr. Ramli, Sp.A, dr. Eni SpA, saya ingin menyampaikan rasa hormat dan penghargaan kepada

(6)

beliau yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan kepada saya selama melakukan penelitian di RSUD Budhi Asih, RSUD Bayu Asih Purwakarta dan RSUD Sekarwangi Sukabumi. Kepada seluruh staf dan petugas medik di Unit Rawat Jalan, Rawat Inap, serta IGD RSUD Budhi Asih, RSUD Bayu Asih Purwakarta, dan RSUD Sekarwangi Sukabumi yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada saya dalam melaksanakan penelitian ini.

5. Ibu Asih (SEAMEO), Abdul Aziz (Lab RS Sayang Bunda), yang telah membantu penulis mulai dari penyimpanan dan pengolahan sampel, hingga rampungnya penelitian ini.

6. Rekan-rekan PPDS IKA, angkatan Juli 2008: Alvi, Anisa, Daniel, Dave, Ayijati, Debora, Dewis, Emilda, Fathy, Fijri, Ihat, Ina, Liza, Uni Rita, Adhi, Reni, Renno, Satria, Teh Teti, Swanty dan Sita, terima-kasih telah menjadi ibarat keluarga keduaku selama menempuh PPDS ini. Kalian telah menjadi teman bersama dalam jatuh-bangun, berbagi cerita dan pembangkit semangat.

7. Saya persembahkan tesis ini untuk orangtua tercinta: Ibunda Hj. Siti Aminah dan Bapak Efe Hanafiah (Alm), yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan kasih sayang hingga saat ini. Seluruh keluarga besar Purwakarta dan Sukabumi, segala hormat, cinta dan terima-kasih sebesar-besarnya penulis haturkan untuk mereka. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi mereka dan memberi penulis kesempatan dan kemampuan untuk berbakti dan membalas segala jasa dan budi mereka. 8. Saya persembahkan tesis ini pula untuk suami saya tercinta dr. Rudi

Dermawan, SpP, terima kasih atas segala pengertian, perhatian, doa dan cinta kasih yang tulus diberikan kepada penulis sehingga penulis mampu mencapai tahap ini. Kupersembahkan pula tesis ini untuk anak-anakku, Muhammad Deru Mujahid, Saifurrahman Addifa’i P, Muhammad Akmal Ramadhan yang telah berkorban banyak demi memberikan kesempatan saya untuk menjalani pendidikan ini.

(7)

vi

9. Seluruh pasien dan keluarga yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini. Semoga pengorbanan kalian tidak akan tersia-siakan dan penelitian ini mampu memberi sumbangan keilmuan yang berarti.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah banyak membantu penulis selama menjalani proses pendidikan dan penelitian ini.

Akhir kata, semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 16 Januari 2014

(8)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Dede Lia Marlia

NPM : 0806360052

Program studi : Ilmu Kesehatan Anak Departemen : Ilmu Kesehatan Anak Fakultas : Kedokteran

Jenis karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia, Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

DEFISIENSI ZINC SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIARE AKUT MENJADI DIARE MELANJUT

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia bebas menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Jakarta Pada tanggal: 16 Januari 2014

Yang menyatakan

(9)

viii ABSTRAK Nama : Dede Lia Marlia

Program studi : Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Defisiensi Zinc sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut

Latar belakang. Diare masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi pada anak, dan efeknya akan meningkat pada diare melanjut. Eksresi yang meningkat dan malnutrisi menimbulkan defisiensi makro dan mikronutrien, zinc salah satunya. Defisiensi zinc merupakan masalah global terutama di negara berkembang.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah defisiensi zinc sebagai faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut.

Metode. Penelitian ini merupakan uji potong lintang dan kohort yang dilakukan di RSCM, dan tiga rumah sakit umum daerah pada anak usia > 1 bulan – 60 bulan. Kriteria inklusi meliputi pasien dengan diare akut kurang 7 hari. Kriteria eksklusi meliputi gizi buruk, diare berdarah dan subjek dengan penyakit penyerta dan keganasan. Pengumpulan sampel darah untuk pemeriksaan kadar zinc serum. Hasil. Sembilan puluh sembilan subjek dilakukan analisis. Usia terbanyak adalah 12-36 bulan, dengan lelaki berbanding perempuan 1,3:1. Lebih dari 90% pendidikan ibu adalah rendah dan pendapatan orangtua 90,0% rendah. Prevalens defisiensi zinc adalah 20,2%. Tidak terdapat hubungan antara defisiensi zinc dengan usia, status nutrisi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua. Insidens diare melanjut sebesar 25,3%. Defisiensi zinc bukan merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut RR 1,82 (IK 95% 0,633-5,260) dengan p 0,261. Riwayat diare berulang merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut RR 3,4 kali (IK95% 1,3-9,5 dengan p 0,013). Simpulan. Defisiensi zinc bukan merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut. Riwayat diare berulang berisiko untuk terjadinya diare akut menjadi diare melanjut.

(10)

ABSTRACT Name : Dede Lia Marlia

Study program : Pediatrics

Title : Zinc deficiency as one of risk factors for prolonged episodes of acute diarrhea in children

Background. Acute diarrhea is one of the causes of high morbidity and mortality in children, and its morbidity and mortality is increasing in prolonged diarrhea. Prolonged diarrhea might continue to persistent diarrhea and malnutrition due to macro- and micronutrient deficiency, such as zinc. Recently, zinc deficiency has become a global health problem in developing countries, such like Indonesia. Objectives. This study aimed to identify whether zinc deficiency is one of risk factors of prolonged diarrhea and to evaluate the level of zinc in prolonged diarrhea compare to acute diarrhea.

Method. This study is a cross-sectional and cohort studies, underwent at Cipto Mangunkusumo Hospital and three other general hospitals in West Java. The study was performed in children aged > 1 month – 60 months old. The inclusion criteria were acute diarrhea less than 7 days. The exclusion criteria were severe malnutrition, bloody diarrhea and subjects having concomitant diseases. Blood samples were withdrawn for serum zinc measurement.

Results. There were ninety-nine subjects participated in this study. The majority subjects aged 12-36 months old, with boy:girl ratio = 1.3:1. More than 90% subjects had low educated mothers and came from low income families (90.0%). The prevalence of zinc deficiency in this study was 20.2%. There were no correlation between zinc deficiency and age, nutritional status, recurrent diarrhea, mother's education level, and family income. The incidence of prolonged diarrhea was 25.3%. Zinc deficiency was not a risk factor for prolonged diarrhea [RR 1.82 (95%CI 0.633-5.260), p=0.261]. The history of recurrent diarrhea was a risk factor for prolonged diarrhea [RR 3,4 (95%CI 1.3-9.5, p=0.013)].

Conclusion. In this study, zinc deficiency was not the risk factor for prolonged diarrhea. History of recurrent diarrhea was the risk factor for prolonged diarrhea. Keywords: zinc deficiency, acute diarrhea, prolonged diarrhea, recurrent diarrhea, children

(11)

x

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iv

KATA PENGANTAR ………. v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………...……. viii

ABSTRAK ………...……....….. ix

ABSTRACT ………..………. x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

1. PENDAHULUAN ……….………. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Hipotesis Penelitian ... 3 1.4. Tujuan Penelitian ………. 3 1.4.1. Tujuan Umum ... 3 1.4.2. Tujuan Khusus ... 4 1.5. Manfaat Penelitian ……… 4 1.5.1. Manfaat Ilmiah ... 4 1.5.2. Manfaat Praktis ... 4

1.5.3. Manfaat Pengabdian Masyarakat …... 4

2. TINJAUAN PUSTAKA ………. 5

2.1. Diare .………... 5

2.1.1. Definisi Diare ……… 5

2.1.2. Epidemiologi Diare ……… 5

2.1.3. Etiologi Diare ……… 6

2.1.4. Faktor Risiko Diare Melanjut dan Persisten ………. 7

2.1.5. Patofisiologi Diare ……… 9

2.2. Zinc ………... 10

2.2.1. Defisiensi Zinc ………. 12

2.2.2. Faktor Risiko Defisiensi Zinc ……….. 14

2.2.3. Diagnosis Defisiensi Zinc ……… 15

2.3. Defisiensi Zinc dan Diare ……... 17

3. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP ……….. 22

3.1. Kerangka Teori ……….. 22

3.2. Kerangka Konsep ……….. 23

(12)

4.1. Desain Penelitian ………..……… 24

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 24

4.3. Populasi dan Subjek Penelitian ……… 24

4.3.1. Populasi Target ………. 24

4.3.2. Populasi Terjangkau ……….. 24

4.3.3. Subjek Penelitian ……….. 25

4.3.4. Perkiraan Jumlah Subjek ……….. 25

4.4. Pengambilan Subjek Penelitian……….. 26

4.5. Variabel Penelitian ……… 26

4.6. Prosedur Penelitian ……… 27

4.6.1. Informed concent dan Pencatatan Data Dasar ……… 27

4.6.2. Pemeriksaan Laboratorium ……… 27

4.6.3. Pemantauan terhadap Lama Diare………. 28

4.7. Alur Penelitian ……… 29

4.8. Definisi Operasional ……… 29

4.9. Pengolahan Data ……… 31

4.10.Etik Penelitian ……….. 32

5. HASIL PENELITIAN ………...……… 33

5.1. Alur Subjek Penelitian ... 33

5.2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 34

5.3. Kadar Zinc ………... 35

5.4. Definisi Zinc dan Hubungannya dengan Sosial Ekonomi dan Karakte- ristik Subjek pada Diare Akut………... 36

5.5. Insidens Diare Melanjut …….………. 36

5.6. Defisiensi Zinc terhadap Kejadian Diare Melanjut ……… 37

5.7. Faktor Sosial Ekonomi dan Karakteristik Subjek dengan Diare Me- lanjut ……….. 37

6. PEMBAHASAN ……….. 39

6.1. Keterbatasan Penelitian ... 39

6.2. Karakteristik Subjek Penelitian ………. 40

6.3. Hubungan Defisiensi Zinc dengan Sosial Ekonomi dan Karakteristik Subjek ……….. 41

6.4. Defisiensi Zinc sebagai Faktor Risiko Diare Akut menjadi Diare Melanjut ……… 43

7. SIMPULAN dan SARAN ………...… 45

7.1. Simpulan ... 45

7.2. Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

(13)

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penelitian-Penelitian Faktor Risiko Diare Melanjut dan

Diare…... 8 Tabel 2.1. Batas Bawah Kadar Zinc Serum pada

Populasi……….. 16

Tabel 5.2 Karakteristik Subjek……… 34 Tabel 5.4 Hubungan Defisiensi Zinc dengan Usia, Status Gizi, Riwayat

Diare Berulang, Pendidikan Ibu, dan Pendapatan Orangtua…... 36 Tabel 5.6 Hubungan Kadar Zinc dengan Diare Melanjut 37 Tabel 5.7 Hubungan Diare Melanjut dengan Usia, Status Gizi, Riwayat

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Patogenesis Diare Persisten ... 10

Gambar 2.2 Absorpsi Zinc ………... 12

Gambar 2.3 Interaksi antara Defisiensi Zinc, Malnutrisi dan Diare... 18

Gambar 2.4 Mekanisme Zinc sebagai Antidiare... 19

Gambar 5.1 Alur Pengambilan Subjek ……….. 33

Grafik 5.3.1 Sebaran Kadar Zinc………. 35

Grafik 5.3.2 Distribusi Kadar Zinc pada Diare Akut dan Diare Melanjut ……… 36

(15)

xiv

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Formulir Data Penelitian ………...54 Lampiran 2 Lembar Penjelasan dan Persetujuan Orangtua/Wali…... 55,56

Lampiran 3 Kuesioner Follow-up …. ………..…... 57 Lampiran 4 Gambar Skala Tinja Bristol... 57

Lampiran 5

Surat Keterangan Lolos Kaji Etik dari FKUI-RSCM... 58

(16)

DAFTAR SINGKATAN

AAS : Atomic Absorption Spectrophotometry ASI : Air Susu Ibu

cAMP : Cyclic Adenosine Monophosphate cGMP : Cyclic Guanosine Monophosphate DKI : Daerah Khusus Ibukota

dkk : dan kawan-kawan

ETEC : Enterotoxigenic Escherichia coli

FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

g : gram

HIV : Human Immunodeficiency Virus IK : Interval Kepercayaan

IKA : Ilmu Kesehatan Anak

IZincG : International Zinc Nutrition Consultative Group

L : liter

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey

mg : milligram

mL : milliliter MT : metallothionein OR : odds ratio

RCT : Randomized Controlled Trial Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar RR : relative risk, risk ratio RSBA : Rumah Sakit Budhi Asih

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSP : Rumah Sakit Pusat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah SD : Sekolah Dasar; Standar deviasi UNICEF : United Nations Children's Fund WHO : World Health Organization

(17)

xvi

Universitas Indonesia

ZNT : Zinc Transporter

µg : mikrogram

(18)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting terutama di negara berkembang karena morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh diare masih tinggi. World Health Organization (WHO) tahun 2009 melaporkan setiap tahun terdapat 2,5 milyar anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami diare.1 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) menunjukkan insidens diare pada anak usia di bawah 5 tahun adalah 16,7%, dan merupakan penyebab utama kematian pada bayi (31,4%) dan usia di bawah 5 tahun (25,2%).2 Diare yang melanjut dapat menyebabkan malnutrisi, defisiensi mikronutrien, meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas penyakit lain terkait diare serta berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.1,3,4 Kondisi diare dengan atau tanpa komplikasi banyak terkait dengan masalah ekonomi masyarakat maupun negara karena merupakan alasan terbanyak untuk datang ke fasilitas kesehatan maupun mendapat perawatan di rumah sakit.1,5,6

Sebagian besar diare akan sembuh dalam satu minggu, namun pada sejumlah kasus dapat berlanjut sampai lebih dari 14 hari. Pembagian klinis diare saat ini meliputi diare akut, disentri, dan diare persisten.7,8 Diare yang berlangsung lebih dari 5 hingga 7 hari memerlukan perhatian lebih seksama. International persistent

diarrhea working group menekankan perlunya menilai kondisi diare melanjut

yakni diare yang berlangsung antara 7 hingga 13 hari karena berisiko menjadi diare persisten.9,10 Sebuah penelitian kohort pada subjek usia satu tahun menyimpulkan bahwa diare melanjut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diare persisten dengan relative risk (RR) 6,09.9 Diare persisten di negara berkembang menyumbang angka kematian yang tinggi, berkisar antara 23% sampai 70% menurut WHO.11 Pencegahan harus dilakukan dengan mencegah diare akut melanjut, yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya diare

(19)

2

Universitas Indonesia

adalah suplementasi zinc yang bertujuan untuk mencegah diare berulang, melanjut atau persisten.1

Defisiensi zinc merupakan kondisi yang sering terjadi di negara berkembang. Secara global prevalens defisiensi zinc 31% dengan kisaran 4% hingga 73%. Prevalens tertinggi didapatkan di Asia Tenggara dan Selatan (34%-73%).13 Berbagai masalah dapat timbul akibat defisiensi zinc diantaranya perawakan pendek dan risiko infeksi meningkat. Sebuah telaah menunjukkan, defisiensi zinc meningkatkan kejadian diare dan pneumoni.14 Penelitian Walker15 menghasilkan defisiensi zinc menyebabkan 4,4% kematian pada anak di bawah 5 tahun dengan 14,4% diantaranya diakibatkan oleh diare.

Berbagai faktor risiko ditengarai berkonstribusi pada keadaan defisiensi zinc, diantaranya adalah asupan kandungan zinc yang rendah, kebutuhan meningkat, maupun ekskresi berlebihan, misalnya pada diare.13,16

Diare akan menyebabkan peningkatan ekskresi zinc dalam tinja, balans zinc yang negatif dan menurunkan konsentrasi zinc dalam jaringan.17 Selanjutnya anak dengan diare akan rentan terhadap defisiensi zinc, terutama pada diare lebih dari 10 hari dan diare kronik atau persisten.18 Anak dengan diare akut dan persisten

seringkali memiliki kadar zinc serum yang rendah saat datang, dan hal ini dihubungkan dengan durasi diare.18,19 Penelitian di Delhi, India mendapatkan prevalens defisiensi zinc sebesar 73,3% pada anak usia pra-sekolah dengan diare akut.20 Penelitian pada diare persisten di Afrika mendapatkan prevalens defisiensi

zinc mencapai 47,9%.21 Pada diare, zinc berperan dalam inhibisi second

messenger induced Cl secretion (cAMP, cGMP, ion kalsium) meningkatkan

absorpsi natrium, memperbaiki permeabilitas intestinal, dan fungsi enzim pada enterosit, meningkatkan regenerasi epitel usus dan respons imun lokal dengan membatasi bacterial overgrowth, dan meningkatkan klirens patogen.17-19,22,23

Studi kohort membandingkan subjek defisiensi zinc dengan subjek normal, menunjukkan bahwa kadar zinc yang rendah berhubungan dengan insidens dan tingkat keparahan diare yang lebih tinggi.24 Studi yang dilakukan oleh Zinc

(20)

menunjukkan manfaat zinc sebagai terapi preventif dalam mengurangi morbiditas diare. Studi Cohrane merekomendasikan terapi zinc dalam tatalaksana diare akut pada anak usia di atas 6 bulan.23

1.2 Rumusan Masalah

Data yang ada menunjukkan bahwa angka morbiditas dan mortalitas yang ditimbulkan oleh diare masih tinggi, dan tata laksana diare melanjut memegang peran penting akan keberhasilan mengurangi berlanjutnya diare akut menjadi persisten (kronik). Di Indonesia belum ada data tentang kadar zinc pada diare akut maupun melanjut, dan peran defisiensi zinc dikaitkan dengan diare melanjut belum pernah dievaluasi. Untuk itu peneliti ingin mengetahui kadar zinc pada anak dengan diare akut dan melanjut, mencari faktor yang berhubungan dengan defisiensi zinc, serta mencari faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut. 1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diajukan beberapa pertanyaan penelitian yaitu:

1. Berapakah proporsi defisiensi zinc pada diare akut?

2. Adakah hubungan antara usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua berhubungan dengan defisiensi

zinc pada anak dengan diare akut?

3. Berapakah kadar zinc pada diare akut dan diare melanjut?

4. Apakah defisiensi zinc merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut?

5. Apakah faktor usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Defisiensi zinc berkaitan dengan faktor usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua.

(21)

4

Universitas Indonesia

3. Faktor usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua merupakan faktor risiko terjadinya diare akut menjadi diare melanjut.

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui kadar zinc pada anak dengan diare. 1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi defisiensi zinc pada anak dengan diare akut.

2. Mengetahui hubungan antara usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua berhubungan dengan defisiensi

zinc pada anak dengan diare akut

3. Mengetahui kadar zinc pada anak dengan diare akut dan diare melanjut. 4. Mengetahui apakah defisiensi zinc merupakan faktor risiko terjadinya

diare akut menjadi diare melanjut.

5. Mengetahui apakah faktor usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan pendapatan orangtua juga merupakan faktor risiko terjadinya diare akut menjadi diare melanjut.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Pendidikan

Penelitian ini akan menghasilkan data dasar mengenai profil kadar zinc pada anak dengan diare akut dan diare melanjut, faktor-faktor yang berkaitan dengan defisiensi zinc pada anak dengan diare akut dan faktor risiko yang berkaitan dengan terjadinya diare akut menjadi diare melanjut.

1.5.2. Manfaat Pembangan Penelitian

Hasil penelitian ini menjadi data tambahan tentang kondisi defisiensi zinc pada anak dengan diare akut maupun diare melanjut di Indonesia, dan diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak dengan dukungan data asupan nutrisi terkait zinc maupun mikronutrien lainnya.

(22)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemegang kebijakan (puskesmas, rumah sakit) agar pilar tata laksana diare akut dapat dijalankan dengan baik untuk mencegah diare akut menjadi melanjut sehingga dapat mengurangi angka kematian bayi dan anak akibat diare.

(23)

6 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diare

2.1.1 Definisi Diare

Berbagai definisi diajukan untuk diare, diantaranya adalah hilangnya cairan dan elektrolit secara berlebihan dalam feses, lebih spesifik bila feses lebih dari 10 mL/kg/hari pada bayi dan lebih dari 200 g/hari pada anak.27 Definisi lain yang sering dipakai dan lebih praktis digunakan dalam praktek sehari-hari adalah peningkatan frekuensi buang air besar lebih dari tiga kali perhari dan atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih cair.12 Volume cairan feses meningkat akibat sekresi berlebih atau absorpsi yang berkurang.28 Perubahan frekuensi dan konsistensi ini penting terutama pada bayi yang mendapat air susu ibu (ASI) eksklusif yang cenderung buang air besar dengan feses lebih lunak dan lebih sering secara normal dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula.12 Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.7,29 World Health Organization sendiri mendefinisikan diare akut tanpa darah sebagai diare yang

berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari.12 Sedangkan disentri ditujukan

bila diare yang disertai darah dan lendir.7 Istilah diare persisten dipergunakan oleh

WHO untuk mendefinisikanepisode diare dengan awitan akut dan berlangsung lebih dari 14 hari.12,30 Diare melanjut yakni diare yang berlangsung antara 7-13 hari.9

2.1.2 Epidemiologi Diare

Menurut WHO dan UNICEF terdapat 2,5 milyar anak di bawah usia 5 tahun yang mengalami diare dan 1,9 juta anak usia di bawah 5 tahun mengalami diare setiap tahunnya. Insidens ini relatif tidak berubah dalam dua dekade terakhir. Kebanyakan dari kasus terjadi di negara-negara berkembang khususnya Afrika dan Asia selatan.1,7 Data prevalens diare akut pada anak usia di bawah 5 tahun di

(24)

India Selatan adalah 22,5%.31 Laporan Riskesdas tahun 2007 prevalens diare akut sebesar 16,7% pada anak usia di bawah 5 tahun.2

Insidens diare persisten bervariasi di berbagai negara. Data epidemiologi diare persisten dari WHO 3% hingga 20% diare akut pada anak di bawah usia 5 tahun dapat menjadi diare persisten.30 Insidens diare persisten di Brazil tahun 1989-2000 mendapatkan 4,7%.9 Studi tahun 1997 di Turki mendapatkan episode diare persisten 18,56 episode dari tiap 100 anak.32 Penelitian di Afrika Barat pada tahun 1994 pada anak usia di bawah 5 tahun, dari 390 episode diare, 12,5% diantaranya adalah diare persisten.33 Prevalens diare persisten di Meksiko pada pengamatan akhir satu dekade mengalami penurunan dari 31,7% menjadi 13,8%.34 Di negara maju seperti Amerika Serikat, insidens diare persisten jauh lebih kecil yakni hanya 0,18 episode tiap anak tiap tahunnya. Hal ini dapat dipahami mengingat perbedaan geografis dan status sosial ekonomi.35

Data mengenai epidemiologi diare persisten di Indonesia masih merupakan data lama. Penelitian pada tahun 1992 dari 136 anak di bawah lima tahun dengan diare melanjut dan diare persisten, 61,2% dari data tersebut adalah diare persisten.36

Selama tahun 1996 terdapat 121 kasus diare persisten pada anak usia di bawah 5 tahun pada penelitian di Jakarta.37 Data di Departemen Ilmu Kesehatan Anak

RSCM prevalens diare persisten pada anak non-HIV antara Januari 2009 hingga Desember 2010 sebesar 19%.38

2.1.3. Etiologi Diare

Sebagian besar penyebab diare akut adalah infeksi saluran cerna.7,9,12,28,29,31 Etiologi diare akut baik pada negara maju maupun berkembang mengidentifikasi penyebab pada sekitar 65% kasus dengan Rotavirus dan pathogenic Escherichia

Coli sebagai penyebab tersering.12,29 Rotavirus merupakan penyebab pada sekitar

35%-40% kasus terutama di negara maju, pun di negara berkembang.7,12,28

Rotavirus merupakan penyebab diare akut tersering (60%) pada anak usia kurang 5 tahun di Indonesia.39

(25)

8

Universitas Indonesia

Etiologi diare persisten berbeda-beda tergantung dari kondisi sosial lingkungan. Di negara maju, infeksi bukan merupakan etiologi terbanyak dari diare persisten ini, sedangkan di negara berkembang justru terjadi hal sebaliknya, infeksi merupakan etiologi tersering. Patogen usus spesifik merupakan penyebab diare akut, disentri dan diare persisten. Telaah sistematik mengenai penyebab diare persisten pada anak di negara-negara berpendapatan rendah hingga menengah dengan subjek berusia kurang dari 6 tahun dan kontrol subjek yang sehat, hasilnya didapatkan Enteropathic E. coli (31%-41%) sebagai etiologi tersering pada anak dengan diare persisten diikuti Giardia lamblia, Crytosporidium, Campylobacter,

Rotavirus dan Enteric adenovirus, Shigella dan Salmonella, sisanya

mikroorganisme lain.40 Di Indonesia, studi di Jakarta, mendapatkan agen penyebab teratas diare persisten berturut-turut Rotavirus, ETEC, Shigella,

Entamuba histolytica, Salmonella sp pada infeksi tunggal, sedangkan infeksi

ganda adalah Rotavirus dengan Salmonella, Rotavirus dengan ETEC, Rotavirus dengan Trichuris trichuria dan Salmonella dengan ETEC.36 Studi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM tahun 2009 mendapatkan etiologi diare persisten pada 47 subjek non-HIV berturut-turut Klebsiella sp (41%), E. coli (35%),

Acinetobacter calcoaceticus (12%), dan Enterobacter aerogenes (12%).38

2.1.4. Faktor Risiko Diare Melanjut dan Persisten

Berbagai faktor terbukti merupakan risiko untuk terjadinya diare persisten, baik itu dari pejamu maupun faktor lingkungan. World Health Organization meetings menyimpulkan bahwa diare persisten lebih sering terjadi pada usia 1 tahun, malnutrisi, gangguan imunologis, riwayat diare akut 2 bulan sebelumnya, episode diare persisten 1 tahun sebelumnya dan kesulitan makan sebelumnya.30

Penelitian kohort menyimpulkan bahwa diare melanjut memiliki risiko 6 kali untuk menjadi diare persisten dan bayi dengan riwayat diare melanjut sebelum usia 1 tahun akan berisiko mengalami diare persisten saat usia anak.9 Studi kohort yang dilakukan di Turki pada tahun 1999, melibatkan 204 neonatus yang diikuti sampai usia 1 tahun. Penelitian ini menunjukkan faktor-faktor risiko terjadinya diare persisten meliputi kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, pemberian ASI yang lebih dari satu jam pasca-lahir, berat badan kurang,stunded children

(26)

atau wasted children, hanya ayah yang bekerja, pendidikan ibu rendah dan tinggal di daerah kumuh.32

Studi kohort di Afrika Barat tahun 1999 pada anak berusia di bawah 5 tahun, mendapatkan bahwa gejala anak dengan riwayat menetek harus dipaksa, anak tampak lemas dan napas cepat, konsultasi yang terlambat, infeksi oleh

Crytosporidium, usia 6-11 bulan, dan usia ≥ 12 bulan merupakan faktor risiko

terjadinya progresivitas diare akut menjadi diare persisten.33 Studi kasus kontrol pada 50 subjek dengan diare akut dan 50 subjek dengan diare persisten, usia kurang dari 5 tahun, hasilnya adalah malnutrisi berat, riwayat penggunaan antibiotik, sumber air minum tidak bersih, tidak mendapat ASI ekslusif merupakan faktor risiko diare persisten dengan OR berturut-turut 7,5; 10,2; 4,1; 3,7.41 Penelitian tahun 2002 mendapatkan faktor risiko diare persisten adalah malnutrisi, infeksi saluran napas bawah, defisiensi vitamin A, dan riwayat penggunaan antibiotik sebelumnya.42 Penelitian faktor risiko diare melanjut tahun 2010, menyebutkan bahwa usia lebih muda, jenis kelamin perempuan, lama diare sebelumnya, demam dan gizi kurang merupakan faktor risiko diare melanjut dengan OR berturut-turut 1,08; 2,33; 1,06; 1,7 dan 4,32.43

Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Faktor Risiko Diare Melanjut dan Diare Persisten

Peneliti Tahun Subjek Desain Faktor risiko yang bermakna

Sodemann 1996 0-5 tahun Kasus

kontrol

Riwayat menetek harus dipaksa, anak tampak lemas dan napas cepat, konsultasi

yang terlambat, infeksi oleh

Crytosporidium, usia 6-11 bulan, dan usia

≥ 12 bulan

Etiler

1997-1999

0-1 tahun Kohort Status gizi kurang (berat badan/usia),

stunded children, wasting children, status

pekerjaan ayah, pendidikan ibu, tinggal di daerah kumuh

Karim

1998-1999

< 5 tahun Kasus kontrol

Malnutrisi berat, riwayat penggunaan antibiotik, sumber air minum tidak bersih, tidak mendapat ASI eksklusif

Moore

1989-2000

< 5 tahun Kasus kontrol

Diare melanjut, bayi dengan riwayat diare melanjut sebelum usia 1 tahun

Umamaheswari 2000-2002 1bln-10 tahun Kasus kontrol

Malnutrisi, riwayat penggunaan antibiotik, defisiensi vitamin A, dan infeksi saluran napas bawah

Ghani 1996 < 5 tahun Kasus

kontrol

Gizi kurang, pemakaian antibiotik, tinja berlendir, tinja berdarah, intoleransi

(27)

10

Universitas Indonesia

Penelitian tentang faktor risiko diare persisiten di Indonesia dilakukan oleh Ghani37 pada tahun 1996. Studi ini menghasilkan temuan bahwa faktor gizi kurang, pemakaian antibiotik, feses berlendir, feses berdarah, dan intoleransi laktosa merupakan risiko potensial untuk terjadinya diare persisten pada anak usia di bawah 5 tahun (Tabel 2.1).

2.1.5. Patofisiologi Diare

Peningkatan kandungan air pada tinja disebabkan adanya ketidakseimbangan proses fisiologi usus besar dan usus kecil dalam penyerapan ion-ion, substrat organik, dan air.27 Setiap perubahan dalam pergerakan dua arah air dan elektrolit dalam usus halus, misalnya pada penambahan sekresi, pengurangan absorpsi atau keduanya, akan menyebabkan penambahan volume cairan yang masuk ke usus besar. Diare akan timbul bila volume cairan tambahan ini melebihi kemampuan absorpsi usus besar.29

Diare persisten paling sering dicetuskan oleh episode diare akut karena infeksi usus dengan tatalaksana yang tidak adekuat sehingga perbaikan mukosa terganggu dan terjadi enteropati melanjut (Gambar 2.1).45 Diare persisten terjadi akibat

kerusakan mukosa berupa pendataran atau hilangnya vili, hilangnya glikokaliks, terdapatnya pseudomembran yang melapisi epitel, dan peningkatan permeabilitas lamina propia. Perubahan anatomi ini akan mengakibatkan gangguan fungsi mukosa, peningkatan permeabilitas usus dan malabsorpsi sehingga memengaruhi proses pencernaan dan fungsi barier usus.28,45

Hilangnya vili usus halus menyebabkan penurunan aktivitas disakaridase terutama enzim laktase yang mengakibatkan malabsorpsi laktosa. Lebih dari setengah anak yang menderita diare persisten mengalami protein-losing enteropathy yang ditunjukkan dengan peningkatan alfa-1 antitripsin tinja. Peranan sistem imun dan perubahan struktur serta fungsi usus tersebut merupakan faktor utama penyebab malnutrisi pada diare persisten.45

(28)

Gambar 2.1. Patogenesis Diare Persisten

Diawali diare infeksi dengan faktor risiko melanjut menjadi diare persisten.

Dikutip dan dimodifikasi dari Aldo A, Lima M, Guerrant L. Epid Rev. 1992;14:222-42.45 Patofisiologi diare persisten secara umum dibagi menjadi sekretorik, osmotik, atau gabungan keduanya.8,29 Diare sekretorik terjadi bila terdapat mekanisme sekresi berlebihan dibandingkan dengan mekanisme absorpsi. Dua mekanisme utama penyebab diare sekretorik adalah sekresi elektrolit usus karena proses fosforilasi dalam enterosit dan peningkatan permeabilitas paraselular. Kedua mekanisme ini sering dicetuskan oleh berbagai patogen baik secara langsung maupun melalui enterotoksin yang dihasilkan. Sedangkan diare osmotik terjadi bila terdapat zat-zat nutrisi yang tidak dapat dicerna dan diabsorbsi secara adekuat oleh usus sehingga menimbulkan perubahan gradien osmotik dan menyebabkan perpindahan air dari mukosa ke lumen usus.8,29

2.2 Zinc

Kadar zinc pada manusia dewasa 1,5-3 g. Zinc dapat ditemukan pada berbagai organ, jaringan, cairan dan hasil sekresi akan tubuh. Namun tidak ada organ yang secara khusus menyimpan zinc sebagai cadangan dalam tubuh, sehingga memerlukan asupan secara teratur. Absorpsi zinc dalam makanan terjadi di duodenum dan yeyenum distal, melalui mekanisme transpor aktif dan pasif (Gambar 2.2). Vitamin B6, sekresi asam pikolinik dari pankreas, sitrat dan beberapa asam amino dapat meningkatkan absorpsi zinc. Sedangkan asam fitat,

Diare akibat infeksi

Diare melanjut

Diare persisten & enteropati Malnutrisi

Defisiensi imun

Defisiensi mikronutrien (zinc dan vitamin A)

Pengobatan diare

suboptimal atau terlambat Re-infeksi

(29)

12

Universitas Indonesia

aktif terjadi saat zinc dalam bentuk ion meningkat dalam lumen usus dan semakin efektif saat asupan rendah, proses difusi terutama saat kadar zinc intralumen tinggi dan sekitar separuh zinc yang tidak diabsorpsi akan dibuang bersama feses. Selain itu, terdapat sekresi zinc endogen yang berasal dari pankreas, kandung empedu dan deskuamasi sel usus walaupun akan mengalami reabsorpsi pada akhirnya. Semua proses tersebut akan menjadikan zinc dalam homeostatic state.16,46 Zinc

yang diabsorpsi masuk ke dalam sirkulasi dan 70% zinc terikat pada albumin, sehingga kondisi yang memengaruhi kadar albumin, secara tidak langsung berpengaruh terhadap kadar zinc serum.16,46 Sekitar 50% ekskresi zinc adalah melalui feses, sedangkan sisanya dalam urin, keringat, semen dan darah menstruasi.16

Zinc memiliki peran pada berbagai metabolisme tubuh. Terdapat lebih dari 300

enzim memerlukannya baik dalam struktur, fungsi katalitik maupun aksi regulasi enzim-enzim tersebut. Diantara keutamaan fungsi zinc adalah dalam sintesis protein dan transkripsi protein, dalam hal ini zinc berperan untuk meregulasi ekspresi gen, dan diantara sel-sel yang paling sering terjadi turnover adalah sel epitel saluran cerna dan sel dalam sistem imun.16,23,47,48 Zinc diperlukan tubuh

untuk menjaga integritas dan mempertahankan fungsi normal sistem imun. Zinc juga berperan dalam proses limfoproliferatif dan anti-oksidan dalam tubuh, termasuk dalam proses perbaikan jaringan dan perbaikan luka. Status zinc individu sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya pengaruh diet, absorpsi makanan, fungsi fisiologis individu, termasuk ekskresi endogen dari tubuh.16,47

(30)

Gambar 2.2. Absorpsi Zinc

Absorpsi zinc melalui transport aktif dan pasif, zinc yang tidak diserap akan diekskresi bersama feses. Sekresi zinc endogen juga dalam lumen intestin. Zinc dalam asupan dan zinc endogen terdapat dalam homeostatic state yang diatur dalam usus. Dikutip dari Salgueiro MJ, Zubillaga M, Lysionek A, Sarabia MI, Care R, Paoli T, dkk. Nutr Res. 2000; 20:737-55.46

2.2.1 Defisiensi Zinc

Defisiensi zinc saat ini merupakan salah satu masalah global, prevalensnya sebesar 31% dengan kisaran antara 4% hingga 73%. Negara maju di Eropa dan Amerika memiliki prevalens paling rendah yakni 4-7%, sedangkan negara berkembang di Asia Selatan dan Asia tenggara memiliki prevalens tinggi 34%-73%.13 Data defisiensi zinc pada anak terutama di negara berkembang tidak

berbeda jauh dengan data secara global. Lima penelitian di India, mendapatkan prevalens pada anak usia di bawah 5 tahun dengan reratanya 43,8%.49 Penelitian pada anak usia 6-13 tahun di Thailand sebesar 57% mengalami defisiensi zinc.50 Berbeda dengan India dan Thailand, di Iran pada anak usia 3-18 tahun defisiensi

zinc hanya terjadi pada 7,9% kasus.51 Penelitian pada anak usia di bawah 1 tahun mendapatkan prevalens defisiensi zinc berkisar antara 6%-39% di Jawa Barat, Jawa tengah dan Lombok.52 Sebanyak 17% bayi di Jawa Barat mengalami defisiensi zinc.53

Berbagai masalah dapat timbul akibat defisiensi zinc diantaranya perawakan pendek dan meningkatnya risiko infeksi. Sebuah telaah menunjukkan, defisiensi

(31)

14

Universitas Indonesia

defisiensi zinc menyebabkan 4,4% kematian pada anak di bawah 5 tahun dengan 14,4% diantaranya diakibatkan oleh diare.15

Secara garis besar penyebab defisiensi zinc dibagi kedalam dua kelompok, (i) penyebab nutrisi (ii) kondisi atau penyakit yang berpengaruh terhadap metabolisme zinc.13,46,54 Asupan yang tidak adekuat, kebutuhan yang meningkat, malabsorpsi, ekskresi yang berlebihan dan gangguan dalam penggunaan merupakan faktor-faktor yang sering menjadi penyebab defisiensi zinc.13,16,46,54 Asupan nutrisi tidak mengandung zinc yang cukup karena rendahnya sumber zinc yang tinggi (daging dan produknya, tiram dan kerang) dan lebih banyak mengandung inhibitor zinc (fitat dan kebanyakan sayur-sayuran) merupakan etiologi tersering terutama di negara berkembang.13,16,46,54 Usia muda terutama bayi dan anak, remaja awal, usia lanjut dan wanita hamil/menyusui membutuhkan asupan zinc lebih tinggi. Penyakit akrodermatitis enteropatika, penyakit Crohn, sirosis hepatis, penyakit ginjal kronik, kistik fibrosis, dan lain-lain berhubungan dengan gangguan metabolisme zinc.16,46,54 Obat-obatan seperti etambutol, penasilamin bersifat chelating agent sehingga zinc menjadi sulit digunakan oleh jaringan.16,46

Luka bakar, penyakit ginjal kronik, trauma, penyakit kolagen, otot dan tulang, perdarahan kronis saluran cerna akibat kecacingan menyebabkan ekskresi yang berlebihan dari zinc endogen.16,54 Sekresi dan reabsorpsi zinc endogen berlangsung pada intestinal untuk menjaga homeostatis zinc, sehingga kondisi yang mengganggu fungsi intestinal atau integritas mukosa intestinal dapat berpengaruh pada kemampuan tubuh dalam mempertahankan status zinc merupakan contoh kehilangan yang berlebihan dari zinc endogen.16 Namun,

jumlah zinc yang berlebihan dalam feses tersebut masih belum jelas mekanisme, dapat disebabkan oleh eksresi yang meningkat dari zinc endogen atau zinc dalam nutrisi yang tidak diabsorpsi.16 Diare akibat infeksi masih merupakan penyakit yang sering ditemui di banyak negara dengan pendapatan rendah, sehingga diperlukan penelitian tentang pengaruh diare terhadap zinc endogen. Defisiensi

(32)

menurunkan kadar zinc tubuh yang pada akhirnya menjadi lingkaran setan antara diare dan zinc yang rendah.16

2.2.2. Faktor Risiko Defisiensi Zinc

Faktor sosial ekonomi merupakan salah satu yang berperan penting dalam morbiditas, mortalitas dan malnutrisi pada usia anak, termasuk malnutrisi mikronutrien di dalamnya. Secara konsisten, pendidikan ibu merupakan hal penting dalam memengaruhi kesehatan anak, nutrisinya dan keberlangsungan hidupnya. Berbagai penelitian mendapatkan pola asuh dan cara pemberian makan adalah dua faktor yang berhubungan dengan kesehatan anak terkait pendidikan ibu.16 Pendidikan ibu yang rendah berkaitan dengan asupan yang tidak adekuat, higiene dan perilaku tidak sehat yang kesemuanya dinilai meningkatkan risiko defisiensi zinc. Selain itu pendidikan ibu juga berhubungan dengan status sosial ekonomi dan household food security.16

Sejak lama, pendapatan keluarga memengaruhi status nutrisi anak dan status antropometris anak usia di bawah 5 tahun sering digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi suatu daerah atau negara. Golongan ekonomi rendah biasanya mengkonsumsi sumber protein hewani yang rendah dan lebih banyak plant based diets, kondisi ini menjadikan status zinc yang rendah.16

Penelitian pada daerah dengan pendapatan rendah di Amerika Serikat mendapatkan prevalens yang tinggi defisiensi zinc yakni sebesar 42,8%.55 Penelitian potong lintang di China menunjukkan prevalens defisiensi zinc lebih tinggi pada subjek yang tinggal di pedesaan, tinggal rumah yang kecil dan memiliki jumlah anggota keluarga yang sedikit.59 Namun penelitian lain mendapatkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat sosial ekonomi dengan defisiensi zinc.50

Kebutuhan zinc akan meningkat pada usia anak dini, remaja, kehamilan, menyusui dan usia lanjut. Growth velocity yang cepat saat usia bayi meningkatkan kebutuhan akan zinc, selain itu morbiditas diare yang sering pada usia ini, asupan yang tidak adekuat saat awal pemberian makanan tambahan juga dinilai

(33)

16

Universitas Indonesia

kebutuhan zinc mengalami puncaknya. Hal ini karena terjadi pubertal growth

spurt. Sehingga usia inipun merupakan masa yang rentan untuk defisiensi zinc.16,46 Akhtar mendapatkan usia anak paling tinggi terjadi defisiensi zinc dibandingkan wanita hamil dan menyusui.49

Malnutrisi merupakan morbiditas yang umum pada negara berkembang. Asupan yang rendah pada anak dengan malnutrisi terutama protein akan mengakibatkan defisisensi zinc. Sebuah studi potong lintang di Nepal, pada kondisi penurunan albumin plasma 1 g/L akan terjadi penurunan kadar zinc plasma sebesar 0,25 µmol/L (IK 95% 0,21-0,29).57 Data pada anak usia di bawah 1 tahun dengan malnutrisi di Vietnam, pada 50% kasus mengalami defisiensi zinc.18 Sebuah studi yang membandingkan kadar zinc pada anak usia kurang dari 60 bulan dengan gizi buruk dan anak sehat, mendapatkan kadar zinc yang lebih rendah pada anak dengan malnutrisi namun kedua kelompok tidak mengalami defisiensi.58,59 Selain faktor asupan yang kurang, malnutrisi menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi khususnya diare.16,18

2.2.3 Diagnosis Defisiensi Zinc

Tahun 1960 manifestasi klinis defisiensi zinc berat pertama kali dikenali sebagai penyebab gangguan pertumbuhan dan perkembangan maturasi seks yang terlambat.14,15 Namun pada defisiensi ringan-sedang manifestasi klinis tersebut tidak selalu ada, pemeriksaan penunjang diperlukan untuk evaluasi adanya defisiensi tersebut terutama pada risiko tinggi. Berbagai cara dapat dilakukan untuk evaluasi kadar zinc, dari tindakan non-invasif hingga invasif. Namun hingga saat ini tidak ada standar atau pedoman maupun guideline yang diterima serta bagaimana melaksanakan penilaian dan menginterpretasikan hasil evaluasi tersebut. Penilaian asupan nutrisi yang mengandung zinc adekuat pada populasi merupakan salah satu cara dilakukan dalam menentukan prevalens defisiensi zinc pada populasi. Modalitas lain adalah pemeriksaan biormarker seperti kadar zinc serum/plasma, kadar zinc feses, urin, kadar zinc dalam beberapa sel dan enzim. Indikator klinis setelah suplementasi zinc merupakan penilaian defisiensi zinc tanpa tergantung hasil biormarker, klinis diare, pneumonia dan pertumbuhan

(34)

sudah luas dan banyak diteliti sebagai indikator klinis adanya defisiensi

zinc.14,16,60

Pemeriksaan kadar zinc serum selama ini paling sering digunakan dalam menilai status zinc pada populasi. Meskipun konsentrasi zinc dalam sirkulasi memiliki keterbatasan validitas dan reliabilitas dalam identifikasi defisiensi zinc ringan hingga sedang, beberapa bukti menunjukkan bahwa indeks ini berguna dalam menilai status zinc pada tingkat populasi.16 Sebuah telaah sistematik mengenai reliabilitas cara penentuan status zinc pada manusia menyimpulkan bahwa pemeriksaan kadar zinc plasma, urin dan rambut cukup handal dalam menentukan status zinc.60 Zinc plasma hanya mewakili 0,2% dari total zinc tubuh. Konsentrasi zinc plasma dipengaruhi asupan selama periode singkat, namun terdapat

mekanisme homeostatis yang bertindak untuk menjaga konsentrasi zinc plasma dalam rentang fisiologis (yaitu perubahan adaptif dalam efisiensi penyerapan dan tingkat ekskresi endogen) sehingga dapat mencegah konsentrasi plasma yang tinggi dan ini dipertahankan selama dalam waktu lama.60

Kadar zinc yang normal dalam plasma berbeda-beda tergantung usia dan dipengaruhi asupan. Menurut data National Health and Nutrition Examination

Survey (NHANES) II di Amerika Serikat, dikatakan defisiensi pada anak kurang

dari 10 tahun bila kadar zinc serum kurang dari 65 µg/dL atau < 9,9 µmol/L (Tabel 2.2).16,61

Tabel 2.2.Batas Bawah KadarZinc Serum pada Populasi, dari Data NHANES II.

Populasi Usia >10 tahun Wanita Kadar Zinc µg/dL (µmol/L) Anak usia < 10 tahun

Tidak hamil Hamil

Lelaki

Puasa Tidak ada

data 70 (10,7) 74 (11,3) Sewaktu 65 (9,9) 66 (10,1) 70 (10,7) Pagi 57 (8,7) 59 (9) Trimester pertama: 56 (8,6)

Trimester kedua dan

ketiga: 50 (7,6) 61 (9,3)

Dikutip dan dimodifikasi dari International Zinc Nutrition Consultative Group (IZincG), Hotz C,

(35)

18

Universitas Indonesia

Konsentrasi serum zinc berfluktuasi sebanyak 20% selama 24 jam, sebagian besar disebabkan efek dari konsumsi makanan. Segera setelah makan, terjadi peningkatan awal, setelah itu konsentrasi menurun secara progresif selama 4jam berikutnya dan kemudian naik sampai asupan berikutnya. Puasa semalaman akan meningkatkan konsentrasi zinc serum sedikit, titer tertinggi biasanya terlihat di pagi hari.16 Penelitian tentang pengaruh makanan terhadap kadar zinc di Peru dan Ekuador mendapatkan bahwa kadar zinc menurun sebesar ≈ 1-2 µg/100 mL tiap jam setelah asupan.62 Konsentrasi serum zinc yang rendah dapat terjadi pada

beberapa kondisi, mewakili respon fisiologis normal dan tidak selalu menunjukkan status zinc yang rendah. Konsentrasi zinc serum berkurang selama infeksi akut dan peradangan, yang kemungkinan disebabkan oleh redistribusi zinc dari plasma ke hati; sitokin dilepaskan selama respon fase akut mengaktifkan hati sintesis metallothionein suatu protein logam mengikat yang muncul untuk mengubah penyerapan zinc hati. Peningkatan konsentrasi protein C - reaktif atau penanda lain dari respon fase akut dapat digunakan untuk menunjukkan adanya infeksi dan harus dipertimbangkan dalam interpretasi hasil. Stres dan infark miokardium juga mengurangi kadar zinc serum. Karena zinc diangkut dalam plasma terikat dengan albumin, penyakit seperti sirosis dan malnutrisi energi proteinyang menghasilkan hipoalbuminemia sehingga konsentrasi zinc serum lebih rendah.16,63 Hemodilusi yang terjadi selama kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, dan pengobatan hormonal lainnya, juga menghasilkan lebih rendah konsentrasi zinc serum. Di sisi lain, kondisi yang mengakibatkan hemolisis intrinsik atau ekstrinsik sel darah dapat mengakibatkan kadar serum zinc yang sangat tinggi karena konsentrasi zinc intraseluler yang jauh lebih besar daripada dalam serum.16

2.3 Defisiensi Zinc dan Diare

Diare akan menyebabkan peningkatan ekskresi zinc feses, balans zinc yang negatif dan menurunkan konsentrasi zinc dalam jaringan.17,18 Konsekuensi keadaan tersebut tentunya rentan terhadap defisiensi zinc, terutama pada diare lebih dari 10 hari dan diare kronik atau persisten.18 Diare persisten sendiri juga akan menyebabkan absorpsi zat-zat nutrien mengalami penurunan bahkan kadar

(36)

menggambarkan suatu hubungan antara diare, defisiensi zinc dan malnutrisi, sebagai hubungan yang saling memengaruhi (Gambar 2.3). Asupan yang kurang baik makronutrien maupun mikronutrien pada malnutrisi dapat menyebabkan defisiensi zinc. Selain itu pada malnutrisi menyebabkan gangguan dalam sistem imun sehingga individu lebih rentan terhadap infeksi, salah satunya adalah diare. Absorpsi usus juga mengalami gangguan pada kondisi malnutrisi sehingga kapasitas penyerapan zinc pun akan terpengaruh. Kadar protein pada individu dengan malnutrisi biasanya kurang dari normal, sehingga zinc yang terikat sebagian besar pada albumin akan terpengaruh. Diare menyebabkan penyerapan yang buruk nutrisi karena transit yang cepat dalam usus, menurunnya absorpsi mukosa dan hilangnya transporter tertentu. Patofisiologi selanjutnya, diare mengakibatkan banyaknya “makanan sampah”yang berasal dari sisa kerusakan sel, proliferasi flora ususdan kondisi ini mengganggu penyerapan mineral, termasuk zinc, dan mengurangi bioavailabilitasnya. Sedangkan zinc diperlukan dalam regenerasi mukosa, sehingga patologi saluran cerna berlangsung lama.18

Gambar 2.3. Interaksi Antara Defisiensi Zinc, Malnutrisi dan Diare.

Dikutip dan dimodifikasi dari Wapnir RA. J. Nutr. 2000;130:1388S-92S.18

Mekanisme kerja zinc sendiri dalam terapi diare belum sepenuhnya diketahui. Beberapa mekanisme yang diajukan meliputi peran zinc dalam inhibisi second

Episode diare meningkat

(lama diare) Malabsorpsi zinc

Gangguan imunitas seluler Kehilangan zinc

Malnutrisi

(37)

20

Universitas Indonesia

absorpsi natrium, memperbaiki permeabilitas intestinal, fungsi enzim pada enterosit, meningkatkan regenerasi epitel usus dan respons imun lokal dengan membatasi bacterial overgrowth, meningkatkan klirens pathogen (Gambar 2.4).17-19,22,23 Studi pada tikus yang distimulasi dengan toksin kolera, lalu dikelompokkan menjadi empat. Pada tikus defisiensi zinc, absorpsi air dan natrium lebih rendah per cm usus, dan terjadi sekresi 4 kali lebih besar dari air dan natrium.65

Gambar 2.4.Mekanisme Zinc sebagai Antidiare.

(a) Absorpsi zinc normal oleh transporter ZIP4 pada permukaan lumen enterosit. ZIP yang terlibat dalam absorpsi zinc dan melokalisasi terutama untuk permukaan luminal; ZNT kebanyakan vesikular dan bertanggung jawab atas keluarnya zinc dan sekuestrasi. Saat suplai zinc adekuat, enterosit mengekspresikan yang lebih banyak metallothionein MT1, MT2, dan ZIP5 pada membran basolateral. (b) selama diare sekretori; peningkatan kadar mukosa cAMP menyebabkan pergerakan air ke luar sel. (c) Zinc menyebabkan penyerapan kation dan atau penghambatan sekresi anion; penghambatan cAMP yang menyebabkan sekresi pada permukaan luminal, dan cAMP-activated K+ pada membran basolateral, mengurangi kehilangan air. Dikutip dari Scrimgeour AG, Lukaski HC. Curr Opin Clin Nutr Metab Care. 2008;11:711–7.17

Anak dengan diare akut dan persisten seringkali memiliki kadar zinc serum yang rendah saat datang, dan hal ini dihubungkan dengan durasi diare.17,18 Penelitian di India mendapatkan prevalens defisiensi zinc sebesar 73,3% pada anak usia pra-sekolah dengan diare akut.20 Saat dilakukan pemeriksaan lama diare sudah berlangsung 2-4 hari. Penelitian pada anak dengan diare persisten menemukan

(38)

rerata kadar zinc serum adalah 5,83 µmol/L (dengan kelompok kontrol 8,99 µmol/L), dengan prevalens defisiensi zinc pada anak dengan diare persisten mencapai 47,9%.21 Walaupun demikian, sulit untuk membedakan apakah kadar

zinc yang rendah tersebut menyebabkan anak menjadi rentan terhadap infeksi atau

akibat peningkatan ekskresi zinc dan redistribusi zinc selama fase akut yang menyebabkan kadar zinc menurun tajam dalam fase akut infeksi.21,22 Sebuah studi kohort dengan tujuan mencari faktor risiko diare berulang di Iran, subjeknya adalah anak usia di bawah 5 tahun. Hasil penelitian mendapatkan bahwa anak dengan defisiensi zinc memiliki risiko 3,9 kali mengalami diare berulang.66

Studi kohort membandingkan subjek defisiensi zinc dengan subjek normal, menunjukkan bahwa kadar zinc yang rendah berhubungan dengan insidens dan tingkat keparahan diare yang lebih tinggi.24 Zinc Investigators Collaborative group dalam studi RCT tentang suplementasi zinc sebagai terapi preventif yang

diberikan selama 2 minggu hingga 54 minggu, menyimpulkan suplementasi zinc akan menurunkan insidens dan prevalens diare.25 Sebuah metaanalisis mendapatkan bahwa, suplementasi zinc selama 3 bulan dibanding plasebo, menurunkan episode diare, dan keparahan diare, pada diare akut dan diare persisten.26 Di lain pihak, metaanalisis lain menunjukkan suplementasi zinc

menurunkan insidens dan prevalens diare akut hingga 9% dan 19%, namun tidak untuk diare persisten, disentri maupun kematian. Sehingga disimpulkan, terapi preventif zinc pada diare tidak konklusif karena heterogennya studi-studi dalam metaanalisis tersebut.67

Selain perannya dalam mencegah diare, zinc juga berperan terapeutik. Uji klinis suplementasi zinc sebagai tambahan terapi rehidrasi memberikan reduksi setidaknya 20% terhadap durasi episode diare akut, mengurangi output feses dan reduksi risiko terjadinya diare melanjut (>7 hari) hingga 43–47%, tanpa tergantung status gizi dan ada/tidaknya patogen dalam tinja. Zinc juga berperan dalam menurunkan risiko terjadinya diare persisten dan mengurangi kemungkinan kegagalan terapi pada anak dengan diare persisten. World Health Organization telah merekomendasikan penggunaan suplementasi zinc oral (10-20 mg/hari) pada

(39)

22

Universitas Indonesia

Telaah sistematik oleh Zinc Investigator Collaborative Group pada anak dengan diare persisten menunjukkan suplementasi zinc akan menurunkan probabilitas berlanjutnya diare hingga 24% (IK95% 9-37%) dan menurunkan angka kegagalan terapi dan kematian hingga 42% (IK95% 10-63%) pada diare persisten.68 Hal ini sejalan dengan metaanalisis tahun 2008 yang menunjukkan suplementasi zinc pada diare persisten akan menurunkan 12,5% frekuensi diare, 15,5% durasi diare dan 18% perbaikan diare.69 Studi Cohrane tahun 2013 menyimpulkan pada wilayah dengan prevalens defisiensi zinc dan malnutrisi tinggi, pemberian zinc dapat bermanfaat, pada anak di atas 6 bulan dengan diare akut. Zinc terbukti menurunkan lamanya diare sekitar 10 jam, dan 27 jam pada anak malnutrisi sedang. Pada diare persisten, terapi zinc diduga menurunkan lama diare sekitar 16 jam. Namun dalam tatalaksana diare persisten, tidak ada rekomendasi dari hasil studi Cohrane ini.23 Adanya respons terhadap zinc yang heterogen ini memerlukan pengkajian ulang terhadap strategi universal suplementasi zinc dalam tatalaksana diare di negara berkembang.

(40)

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Teori

Etiologi diare akut sebagian besar akibat infeksi. Pada diare terjadi lesi mukosa intestinal. Berbagai faktor risiko berperan pada diare akut menjadi diare melanjut atau persisten, antara lain malnutrisi, defisiensi imun, defisiensi mikronutrien (defisiensi zinc salah satunya) dan tata laksana diare akut tidak adekuat. Lesi mukosa akan terus berlangsung. Zinc berperan dalam regenerasi epitel intestinal, sehingga bila kadarnya rendah akan memengaruhi proses regenerasi tersebut. Zinc juga akan membantu mningkatkan klirens patogen dan menekan bacterial

Diare akut

Lesi mukosa intestinal

Kerusakan mukosa dan brush border terus berlanjut

Diare melanjut/ diare persisten Kadar zinc rendah

Regenerasi epitel intestinal dan brush

border ↓ Kehilangan nutrien diantaranya zinc Malabsorbsi Keracunan obat/ makanan Alergi makanan Infeksi Malnutrisi Defisiensi imun

Pengobatan diare tidak adekuat Meningkatkan risiko

infeksi

Malnutrisi Defisiensi imun

Pengobatan diare tidak adekuat Meningkatkan risiko

(41)

24

Universitas Indonesia

misalnya diare. Diare akut maupun melanjut atau persisten akan terjadi kehilangan nutrien, salah satunya zinc, sehingga berisiko terjadinya defisiensi

zinc.

3.2 Kerangka konsep

Status ekonomi dan pendidikan ibu rendah serta usia muda merupakan kelompok berisiko terjadinya defisiensi zinc. Asupan yang rendah dan rentan infeksi pada malnutrisi erat kaitannya untuk defisiensi zinc. Diare berulang meningkatkan kehilangan nutrien dan hal ini meningkatkan risiko untuk kehilangan zinc. Kadar

zinc rendah meningkatkan risiko infeksi, misal pada diare akut maupun diare

melanjut. Peneliti ingin mengevaluasi hubungan antara usia, status gizi, riwayat diare berulang, pendidikan ibu dan status ekonomi dengan defisiensi zinc. Selanjutnya mengevaluasi apakah defisiensi zinc merupakan faktor risiko diare akut menjadi diare melanjut.

Diare akut • Status ekonomi rendah • Pendidikan ibu rendah • Usia • Malnutrisi • Riwayat diare berulang Kadar zinc

serum rendah Risiko Infeksi

Diare melanjut

Ruang lingkup penelitian Sebab akibat

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini terdiri 2 studi yaitu penelitian potong lintang untuk melihat prevalens defisiensi zinc pada diare akut dan faktor-faktor yang memengaruhinya, kemudian dilanjutkan dengan penelitian kohort untuk melihat hubungan defisiensi

zinc dengan kejadian diare melanjut.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen IKA FKUI RSCM Jakarta, RSUD Budhi Asih Jakarta, RSUD Bayu Asih Purwakarta dan RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi. Lokasi perekrutan subjek termasuk poliklinik, instalasi gawat darurat, dan ruang perawatan. Pemeriksaan kadar zinc serum dilakukan di laboratorium

Saemeo Tropmed Regional Centre For Community Nutrition, FKUI. Waktu

penelitian berlangsung dari tanggal 1 Oktober sampai 30 November 2013. 4.3 Populasi dan Subjek Penelitian

4.3.1 Populasi Target

Populasi target penelitian adalah semua anak dengan diare akut berusia >1 bulan sampai dengan 60 bulan.

4.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau adalah semua anak dengan diare akut berusia >1 bulan hingga 60 bulan yang berobat ke poliklinik rawat jalan maupun dirawat inap Departemen IKA FKUI – RSCM Jakarta, RSUD Budhi Asih Jakarta, RSUD Bayu Asih Purwakarta dan RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi selama penelitian berlangsung.

(43)

26

Universitas Indonesia

4.3.3 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah semua anak pada populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.3.1. Kriteria inklusi

a. Diagnosis diare akut kurang dari 7 hari

b. Orangtua bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed

consent.

4.3.3.2Kriteria eksklusi a. Gizi buruk b. Diare berdarah c. Infeksi HIV

d. Penyakit penyerta; antara lain pneumonia, morbili, sindrom nefrotik, kelainan hati, infeksi susunan saraf pusat

e. Keganasan

4.3.4 Perkiraan Jumlah Subjek

Penelitian dilakukan dua tahap, yaitu menentukan prevalens defisiensi zinc pada diare akut dan faktor yang memengaruhinya dan melihat hubungan defisiensi zinc dengan kejadian diare melanjut, maka jumlah subjek dapat dihitung dengan menggunakan dua pendekatan rumus. Pertama, untuk menentukan prevalens defisiensi zinc pada diare akut, jumlah subjek dihitung berdasarkan rumus proporsi tunggal.70 n= (Zα) 2pq d2 Keterangan: Zα =1,96

p = prevalens defisiensi zinc pada diare akut (0,7)20 d = selisih rerata dua kelompok yang bermakna (0,1) maka n= (1,96)2x0,7x0,3

(0,1)2

(44)

Jumlah subjek 80 ditambah dengan drop out 10% menjadi 88.

Kedua, untuk menganalisis hubungan defisiensi zinc dan diare melanjut, dan apakah defisiensi zinc menjadi faktor risiko diare melanjut, digunakan rumus perhitungan jumlah subjek dalam studi kohort sebagai berikut:70

n1=n2=

P1 = proporsi diare melanjut pada pasien dengan kadar zinc normal (0,3)

P2 = proporsi diare melanjut pada pasien defisiensi zinc (0,48)21

P = ½(P1+P2) = 0,39

maka n1=n2=

n1=n2 = 25

4.4 Pengambilan Subjek Penelitian

Subjek diambil secara convinient dari pasien diare akut rawat jalan dan rawat inap di Departemen IKA FKUI RSCM Jakarta, RSUD Budhi Asih Jakarta, RSUD Bayu Asih Purwakarta dan RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi sampai jumlah subjek terpenuhi.

4.5 Variabel Penelitian

− Variabel bebas: usia (numerik), status gizi (nominal atau ordinal), riwayat diare berulang (kategorikal), pendapatan orangtua (ordinal), pendidikan orangtua (ordinal).

Gambar

Tabel 1  Penelitian-Penelitian Faktor Risiko Diare Melanjut dan
Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Faktor Risiko Diare Melanjut dan Diare Persisten
Gambar 2.1. Patogenesis Diare Persisten
Gambar 2.2. Absorpsi Zinc
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

26. Henri Pirenne, Economic and Social History of Medieval Europe , trans. Pacey, Technology in World Civilization , pp. Bertrand Gille, “Machines,” in Singer, II, p. 92; Endrei,

39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja

Dengan ini diberitahukan bahwa, setelah diadakan penelitian oleh Pejabat Pengadaan Barang/Jasa menurut ketentuan yang berlaku dan berdasarkan Surat Penetapan

Selain itu, data dari pengamatan pada variabel panjang tunas menunjukkan bahwa panjang stek 75 cm menghasilkan tunas terpanjang, sehingga pada akhirnya akan

Untuk mengetahui pengaruh pencarian pengecer (retailer search) terhadap perilaku beralih merek (switching behavior) dalam pembelian hand phone. Dengan hasil penelitian ini

Jadi bahasa yang dipakai disini adalah paling lambat 20 hari Pak, bisa sehari bisa seminggu tetapi jangan lewat 20 hari, begitu lewat 20 hari ayat berikutnya yang

Program evaluasi Kesetaraan Paket C merupakan program yang sasaranya untuk penyelenggara program Kesetaraan Paket C tersebut yaitu SKB Kulonprogo. Program evaluasi ini

Javascript adalah bahasa yang berbentuk kumpulan skrip yang pada fungsinya berjalan pada suatu dokumen HTML, sepanjang sejarah internet bahasa ini adalah bahasa