• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

57

ANALISIS NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK PPN (Studi kasus pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA)

Oleh: Dheliana Setianingayu

Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

ABSTRAK

PT. ANTA UTAMA adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa biro perjalanan dan pariwisata yang bertempat di pusat Kota Kediri lebih tepatnya di Jl. Dhoho Gg Masjid Setono Gedong No. 3 Kediri. Perusahaan ini adalah perusahaan yang melayani baik perorangan maupun organisasi. Kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah paket pariwisata dan perjalanan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan memiliki beberapa cabang dan sub agen. Cabang merupakan bagian dari perusahaan yang berfungsi sebagai pusat laba (profit center) tersendiri.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada Biro Pariwisata PT. ANTA UTAMA dengan perhitungan perusahaan itu sendiri.

Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain yang berhubungan dengan jasa pariwisata yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Besarnya Nilai Lain yang ditetapkan untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh PT. Anta Utama, sebenarnya lebih adil karena pelanggan atau konsumen tidak dikenakan pajak secara berganda.

Penerapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada PT. Anta Utama untuk kondisi saat ini, menghasilkan pajak terutang yang lebih besar dibandingkan dengan perhitungan menggunakan komisi atau imbalan jasa dan menimbulkan selisih. Sehingga komisi atau imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama lebih sesuai untuk dijadikan Dasar Pengenaan Pajak.

PT. Anta Utama hendaknya mengikuti perhitungan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 karena peraturan ini yang sekarang berlaku. Terhadap semua jasa yang dijual, PT. Anta Utama harus memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Kata kunci : Nilai Lain, Dasar Pengenaan Pajak, Pajak Pertambahan Nilai

ABSTRACT

PT. Anta Utama is a company engaged in the field of travel and tourism

services agency located in the center of Kediri more precisely at Jl. Dhoho Gg.

Masjid No. 3 Setono Gedong Kediri. The company is a company that caters to

both individuals and organizations. Activities of the company are the tourism and

travel package. In carrying out its business activities the company has several

(2)

58

branches and sub-agents. Branch is part of the company acting as profit (profit

center) of its own.

This study uses the technique of comparative analysis, which compares the

implementation of other value as the basis for the imposition of VAT Tax on

Tourism Bureau PT. Anta Utama with the company's own calculations.

Decree of the Minister of Finance on the other value associated with tourism

services which the Minister of Finance Decree No. 567/KMK.04/2000 dated

December 26, 2000 and Decree of the Minister of Finance No. 251/KMK.03/2002

dated May 31, 2002. Magnitude of other value set for delivery service travel

agency or travel agency services in the amount of 10% (ten percent) of the amount

of the bill or the amount that should have been billed.

Calculation of Value Added Tax on ticket sales services conducted by PT.

Anta Utama, actually more fair because customers or consumers are not double

taxed.

Another application of value as a basis for the imposition of VAT Tax at PT.

Anta Utama for current conditions, resulting in a larger tax payable compared

with calculations using the commission or fee and pose difference. So the

commission or fee for services requested by PT. Main Anta more suitabel to be

used as basis for the imposition of taxes.

PT. Anta Utama should follow other value calculation referred to in the

Decree of the Minister of Finance No. 567/KMK.04/2000 dated December 26,

2000 as amended by No. 251/KMK.03/2002 dated May 31, 2002 because this rule

is now in effect. Against all services sold, PT. Anta Utama must collect Value

Added Tax of 1% x number of bills or the amount that should be charged.

Keywords: Other Values, Tax Base, Value Added Tax I. PENDAHULUAN

Latar belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan Pajak Penjualan Ata barang Mewah Disebutkan bahwa Dasar pengenaan Pajak adalah Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Nilai Lain tersebut di tetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah Terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor: 251 /KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Keputusan tersebut salah satunya dalam

Pasal 2 huruf (h) menetapkan tentang penggunaan Nilai Lain untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih. Perusahaan jasa biro pariwisata yang sebagian besar kegiatannya menjual tiket pesawat, mendapat komisi atau imbalan jasa dari hasil penjualan tiket tersebut. Komisi yang diperoleh dari penjualan tiket tersebut berkisar 7% dari harga yang tercantum dalam tiket . Agar dapat bersaing, mereka menurunkan harga tiket sehingga Keuntungan merekapun lebih rendah dari komisi yang mereka terima.

Penggunaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih dapat mengakibatkan perusahaan jasa biro

(3)

59 pariwisata terlalu besar membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila Dasar Pengenaan Pajaknya adalah jumlah tagihan yang seharusnya ditagih, maka dasar yang di gunakan adalah sebesar harga yang tercantum dalam tiket tersebut bukan dari komisi atau imbalan jasa yang di terima. Padahal, Pajak Masukan yang telah di bayar oleh perusahaan ini tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Masukan yang telah di bayar sehingga akan terjadi ketidakadilan pengenaan pajak.

PT. ANTA UTAMA adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa yang melayani baik untuk perorangan maupun organisasi. Kegiatan yang dilakukan perusahaan ini adalah tiket pariwisata dan perjalanan. Dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan memiliki beberapa cabang dan sub agen. Cabang merupakan bagian dari perusahaan yang berfungsi sebagai pusat laba (profit center) tersendiri.

II. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai objek penelitian penulis memilih Biro perjalanan PT. ANTA UTAMA yang beralamatkan di Jl. Dhoho Gg. Masjid Setono Gedong No. 3 Kediri. Dengan menggunakan metode analisis komparatif yaitu membandingkan jumlah pembayaran pajak yang dibayar oleh perusahaan dengan jumlah yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Dan menghitung serta mencari berapakah Nilai Lain pada Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh perusahaan. Data yang di analisis mulai dari Tahun 2010-2012. Identifikasi Variabel

1. Nilai Lain

2. Dasar Pengenaan Pajak PPN Definisi Operasional Variabel

1. Nilai Lain adalah Nilai yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak selain dari Harga Jual dan Penggantian, Nilai Impor dan Nilai Ekspor.

2. Dasar Pengenaan Pajak PPN adalah jumlah harga jual, Penggantian yang diminta atau yang seharusnya diminta

oleh penjual atau pemberi jasa atau Nilai Impor yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terhutang yang berkaitan dengan PPN mengenai pajak yang langsung yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang kena pajak atau jasa kena pajak dalam peredarannya dari produsen sampai ke konsumen.

Teknik Analisis

Untuk membuktikan hipotesis yang diajukan, maka digunakan metode analisis komparatif, yaitu membandingkan pelaksanaan penggunaan Nilai Lain sebagai DPP Pajak Pertambahan Nilai pada Biro Pariwisata dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berkaitan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 mengenai penggunaan Nilai Lain sebagai DPP Pajak Pertambahan Nilai. Resmi (2012) dalam bukunya menuliskan rumus DPP PPN yaitu sebagai berikut :

1. DPP :

10% x Nilai Jasa per tagihan 2. PPN yang terhutang :

= 10% x DPP

= 10% x 10% x Nilai Jasa per tagihan

Pajak yang terutang adalah 10% x 10% x Nilai Jasa per tagihan, sehingga tarif efektif adalah 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih atau Nilai Jasa tiap bulan.

Selama ini perusahaan tidak menghitung pajak dengan rumus dan belum sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan. Pembahasan Hasil Penelitian

Perbedaan Perhitungan Antara

Kebijakan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan

Apabila perhitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei

(4)

60 2002 maka seluruh penjualan atau penyerahan tiket, baik domestik maupun luar negeri, yang dilakukan oleh PT. Anta Utama harus dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tersebut adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih oleh PT. Anta Utama atas penjualan tiket pesawat kepada pelanggan harus dimasukkan untuk menghitung Dasar Pengenaan Pajak. Refund tiket yang dilakukan pelanggan tidak boleh dikurangkan dari penyerahan tiket yang dilakukan karena mekanisme refund tiket PT. Anta Utama tidak sesuai ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994.

Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama yang mengeluarkan penjualan tiket domestik sebagai penyerahan tidak kena pajak karena dalam tiket domestik tercantum kalimat bahwa harga tiket sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, menurut PT. Anta Utama pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan tiket akan mengakibatkan pengenaan pajak berganda. Refund tiket oleh PT. Anta Utama langsung dikurangkan dari omzet penjualan pada saat terjadinya sehingga mengurangi Pajak Pertambahan Nilai terutang.

Perhitungan pajak terutang antara yang dilakukan oleh PT. Anta Utama masih mengacu pada ketentuan yang lama yaitu Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.3/1989 tanggal 26 April 1989. Di sana disebutkan Dasar Pengenaan Pajak untuk penjualan jasa angkutan udara adalah 10% dari nilai peredaran atau omzet (nilai invoice) tidak termasuk omzet dari penjualan tiket angkutan dalam negeri. Secara hukum aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan diberlakukannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah

terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002.

Perusahaan penerbangan sebagai penyedia Jasa Kena Pajak sebesarnya telah memungut atau membayar Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% dari harga tiket, yang di dalam komponen harga tesebut sudah termasuk komisi. Komisi yang dimaksud merupakan jumlah maksimal diskon yang diberikan kepada konsumen atau pelanggan.Karena penjualan dilakukan lewat agen, dalam hal ini PT. Anta Utama sebagai perusahaan jasa biro pariwisata, maka komisi atau diskon tersebut menjadi hak PT. Anta Utama. Dari komisi atau diskon yang dapat diterima PT. Anta Utama, tidak seluruhnya dimanfaatkan oleh PT. Anta Utama sebagai laba pendapatan penjualan tiket karena sebagian komisi akandiberikan kepelanggan.

Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh perusahaan penerbangan tersebut sudah termasuk diskon atau komisi yang diberikan kepada agen. Karena perusahaan penerbangan telah membayar Pajak Pertambahan Nilai termasuk atas diskon yang diberikan, maka PT. Anta Utama tidak memungut pajak lagi atas penjualan tiket dalam negeri sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.3/1989 yang dijadikan acuan.

Ditinjau dari asas keadilan, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai terhadap tiket domestik akan mengakibatkan pengenaan pajak berganda apabila dibebankan kepada pelanggan atau konsumen. Konsumen telah membayar Pajak Pertambahan Nilai atas jasa angkutan udara yang telah tercantum dalam tiket. Jika dikenakan Pajak Pertambahan Nilai kembali, dengan Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Nilai Lain, maka konsumen akan terbebani dengan adanya pembayaran Pajak Pertambahan Nilai berganda.

Apabila Pajak Pertambahan Nilai terutang yang dihitung perusahaan penerbangan selain untuk jasa penerbangan dalam negeri juga sudah termasuk untuk

(5)

61 komisi bagi agen, maka Pajak Pertambahan Nilai tidak perlu lagi dipungut.Dalam hal ini, tanggung jawab pemungutan dan penyetoran berada di pihak perusahaan penerbangan.Perusahaan penerbangan harus memisahkan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut kepada konsumen dan yang dipungut atas komisi atau imbalan jasa keagenan agar PT. Anta Utama tidak dikenakan kewajiban memungut Pajak Pertambahan Nilai.Untuk itu, harus ada bukti pemungutan yang diberikan oleh perusahaan penerbangan kepada PT. Anta Utama.

Tiket penerbangan luar negeri, ditinjau dari jasa yang dijual, sebenarnya tidak termasuk Jasa Kena Pajak. Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penerbangan luar negeri dapat dilakukan, baik PT. Anta Utama sebagai agen perusahaan penerbangan maupun sebagai agen pelanggan, jika kondisi dan syarat yang ada terpenuhi. Untuk kasus ini, kedudukan PT. Anta Utama lebih tepat dikatakan sebagai agen bagi pelanggan.Dengan demikian, Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut seharusnya menggunakan dasar sebesar imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama kepada pelanggannya.

a. Perlakuan Refund Tiket

Refund tiket oleh PT. Anta Utama diperlakukan sebagai pengurang penghasilan pada saat tiket dikembalikan. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh PT. Anta Utama akan dikembalikan ke pelanggan apabila tiket belum terpakai sama sekali. Apabila tiket sudah dipakai, maka Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh PT. Anta Utama tidak dikembalikan ke pelanggan. Praktek yang dilakukan oleh PT. Anta Utama atas refund

tiket ini tidak benar, karena tidak sesuai dengan aturan apabila PT. Anta Utama tidak mengembalikan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan.Seharusnya Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan untuk tiket yang di-refund dikembalikan ke pelanggan.Apabila tiket telah dipakai, Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar harus dikembalikan sesuai proporsi tiket yang tidak dipakai.

Untuk Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar oleh pelanggan tetapi tidak dikembalikan ke pelanggan pada saat refund tiket, PT. Anta Utama akan menyetorkan pajak yang dipungut ke negara. Masalah timbul ketika Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dikembalikan ke pelanggan tetapi tidak dapat dikurangkan dari Pajak Pertambahan Nilai terutang karena PT. Anta Utama tidak membuat Nota Retur atas refund tiket ini.

Untuk masalah refund tiket, seharusnya boleh dikurangkan sebagai pengurang penjualan, baik untuk tiket yang belum dipakai sama sekali maupun telah dipakai. Refund tiket akan mengurangi Pajak Pertambahan Nilai pada masa terjadinya refund tiket. Jika Nota Retur sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 596/KMK.04/1994 tidak dapat dipenuhi oleh biro perjalanan seperti PT. Anta Utama, seharusnya dibuat pengecualian juga karena Nilai Lain yang dikenakan terhadap biro perjalanan juga merupakan suatu kekhususan. Menurut penulis, bukti yang kuat atas adanya retur ini adalah Laporan Penjualan Tiket yang ditujukan dan disetujui oleh perusahaan penerbangan. Berikut adalah tabel perbedaan perhitungan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan :

(6)

62 Tabel 8

Perbedaan Perhitungan PT. Anta Utama dengan Keputusan Menteri Keuangan

Tahun Penjualan Lain Perhitungan PT. Anta Utama

Keputusan Menteri

Keuangan Selisih

2010 Hari Raya Idul Fitri Rp 240.855,18 Rp 382.795,7 Rp 141.940,52 Natal dan Tahun Baru Rp 89.751,7 Rp 187.950,18 Rp 98.198,48 2011 Hari Raya Idul Fitri Rp 321.455 Rp 407.071,8 Rp 85.616,8

Natal dan Tahun Baru Rp 92.444 Rp 195.770,3 Rp 103.326,3 2012 Hari Raya Idul Fitri Rp 211.221 Rp 438.556,6 Rp 227.335,6 Natal dan Tahun Baru Rp 101.401 Rp 242.214,9 Rp 140.813,9 Sumber: Data Primer diolah.

Selisih yang ada tersebut disebabkan oleh penjualan atau penyerahan tiket penerbangan domestik yang tidak dilaporkan atau disertakan dalam penghitungan pajak terutang.Selain itu, perbedaan ini diakibatkan adanya refund tiket yang digunakan sebagai pengurang penjualan.Mengingat jumlah selisih pajak terutang yang cukup material, maka pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh biro perjalanan perlu untuk dikaji ulang.

Jika dilihat jenis pajak yang dikenakan yaitu Pajak Pertambahan Nilai, sebenarnya hal ini tidak begitu masalah bagi PT. Anta Utama karena yang menanggung beban pajak adalah konsumen atau pelanggan.Namun, karena hal ini mempengaruhi harga jual dan berdasarkan asas keadilan hal ini tidak adil maka mekanisme pengenaan pajak atau Dasar Pengenaan Pajak yang terutang perlu untuk ditinjau kembali.

Alternatif yang dapat ditempuh untuk masalah ini adalah pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar komisi atau selisih antara jumlah tagihan ke konsumen dan jumlah yang dibayarkan ke perusahaan

penerbangan yang diterima oleh PT. Anta Utama.Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak dilakukan dengan mengurangkan Laporan Penjualan Tiket ke perusahaan penerbangan sebagai harga pokok dengan faktur penjualan yang sekaligus faktur pajak yang dikeluarkan PT. Anta Utama pada saat penjualan jasanya.Dari perhitungan ini diperoleh Dasar Pengenaan Pajak atas komisi yang diterima oleh PT. Anta Utama.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak tarif umum sebesar 10%.Dalam hal ini, Pajak Masukan yang memenuhi ketentuan untuk dapat dijadikan sebagai kredit pajak, dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk menghitung jumlah hutang pajak dan setoran pajak.Apabila Pajak Keluaran lebih kecil dari Pajak Masukan, maka PT. Anta Utama dapat melakukan restitusi pajak.

Jika perhitungan Pajak Pertmbahan Nilai yang terutang didasarkan pada komisi yang diterima sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan menggunakan tarif pajak 10% dengan mengabaikan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, maka besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang:

(7)

63 Tabel 9

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2010 Penyerahan Tiket Tahun 2010 Rp. 38.279.570 Dikurangi Refund Tiket Rp. 325.212 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 37.954.358 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 36.597.075

Komisi yang Diterima Rp. 1.357.283

Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 135.728,3 Sumber: Data Primer diolah.

Dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2010 hanya sebesar Rp. 135.728,3. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain

sebagaimana dimaksud dalam Keputusan

Menteri Keuangan Nomor

642/KMK.04/1994 Nomor

567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 382.795,7( Tabel 2 ) – Rp. 135.728,3 = Rp. 247.067,4.

Tabel 10

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2010 Penyerahan Tiket Tahun 2010 Rp. 18.795.018 Dikurangi Refund Tiket Rp. 166.222 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 18.628.796 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 17.458.023 Komisi yang Diterima Rp. 1.170.773 Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 117.077,3 Sumber: Data Primer diolah.

Demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2010 yg hanya sebesar Rp. 117.077,3.Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 187.950,18( Tabel 3 ) – Rp 117.077,3 = Rp. 70.872,88.

(8)

64 Tabel 11

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2011 Penyerahan Tiket Tahun 2011 Rp. 40.707.180 Dikurangi Refund Tiket Rp. 450.345 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 40.256.835 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 38.655.243 Komisi yang Diterima Rp. 1.601.592 Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 160.159,2 Sumber: Data Primer diolah.

Dengan perhitungan yang sama, dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2011 hanya sebesar Rp. 160.159,2. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor

642/KMK.04/1994 Nomor

567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 407.071,8 ( Tabel 4 ) – Rp. 160.159,2 = Rp. 246.912,6.

Tabel 12

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2011 Penyerahan Tiket Tahun 2011 Rp. 19.577.030 Dikurangi Refund Tiket Rp. 195.275 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 19.381.755 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 18.275.300

Komisi yang Diterima Rp. 1.106455

Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 110.645,5 Sumber: Data PT. Anta Utama

Menggunakan perhitungan yang sama, demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2011 yg hanya sebesar Rp. 110.645,5. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam

Keputusan Menteri Keuangan Nomor

642/KMK.04/1994 Nomor

567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 195.770,3( Tabel 5 ) – Rp 110.645,5 = Rp. 85.124,8.

(9)

65 Tabel 13

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Idul Fitri 2012 Penyerahan Tiket Tahun 2012 Rp. 43.855.660 Dikurangi Refund Tiket Rp. 426.700 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 43.428.960 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 41.930.400 Komisi yang Diterima Rp. 1.498.560 Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 149.856 Sumber: Data Primer diolah.

Dengan perhitungan yang sama, dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah komisi bersih setelah diskon ke pelanggan, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan atau penjualan tiket untuk Hari Raya Idul Fitri tahun 2012 hanya sebesar Rp. 149.856. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan

Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor

642/KMK.04/1994 Nomor

567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 438.556,6 ( Tabel 6 ) – Rp. 149.856 = Rp. 288.700,6.

Tabel 14

Perhitungan PPN Terutang berdasarkan Komisi Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2012 Penyerahan Tiket Tahun 2012 Rp. 24.221.490 Dikurangi Refund Tiket Rp. 208.080 Penyerahan Tiket Bersih Rp. 24.013.410 Harga Pokok Tiket Setelah Dikurangi Refund Tiket Rp. 22.124.990 Komisi yang Diterima Rp. 1.888.420 Pajak Pertambahan Nilai Terutang (Tarif 10%) Rp. 188.842 Sumber: Data Primer diolah.

Menggunakan perhitungan yang sama, demikian juga yang terjadi untuk Hari Raya Natal dan tahun Baru tahun 2011 yg hanya sebesar Rp. 188.842. Penyerahan tiket yang dilakukan meliputi tiket penerbangan domestik maupun luar negeri. Jumlah ini ternyata lebih kecil dari apa yang dilaporkan PT. Anta Utama selama ini maupun dengan menggunakan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor

642/KMK.04/1994 Nomor

567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Selisih perhitungan antara penggunaan Nilai Lain dengan jumlah komisi bersih yang diterima adalah sebesar Rp. 242.214,9 ( Tabel 7 ) – Rp 188.842 = Rp. 53.372,9. Berikut ini tabel penjelasan supaya lebih jelasnya :

(10)

66 Tabel 15

Hasil Pengolahan Perhitungan Nilai Lain dengan Jumlah Komisi Bersih

Tahun Hari tertentu Perhitungan Nilai Lain

Perhitungan Komisi

Bersih Selisih

2010 Hari Raya Idul Fitri Rp 382.795,7 Rp 135.728,3 Rp 247.067,4 Natal dan Tahun Baru Rp 187.950,18 Rp 117.077,3 Rp 70.872,88 2011 Hari Raya Idul Fitri Rp 407.071,8 Rp 160.159,2 Rp 246.912,6

Natal dan Tahun Baru Rp 195.770,3 Rp 110.645,5 Rp 85.124,8 2012 Hari Raya Idul Fitri Rp 438.556,6 Rp 149.856 Rp 288.700,6 Natal dan Tahun Baru Rp 242.214,9 Rp 188.842 Rp 53.372,9 Sumber: Data Primer diolah.

Berdasarkan perhitungan yang telah di olah terlihat bahwa dengan menggunakan perhitungan PPN terutang berdasarkan imbalan jasa atau komisi sebagai Dasar Pengenaan Pajak, ternyata pajak terutang yang harus dibayar oleh PT. Anta Utama

lebih kecil dari pada menggunakan Nilai Lain.

Ikhtisar dari perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibahas di bagian sebelumnya adalah sebagai berikut:

Tabel 16.

Ikhtisar Perhitungan PPN Terutang

Tahun

Jenis Jasa Dasar Pengenaan Pajak

Jasa Penjualan Tiket Hitungan PT. Anta Utama

Nilai Lain sesuai dengan KMK

Komisi/ Imbalan Jasa 2010 Hari Raya Idul Fitri Rp 240.855,18 Rp 382.795,7 Rp 135.728,3

Natal dan Tahun Baru Rp 89.751,7 Rp 187.950,18 Rp 117.077,3 2011 Hari Raya Idul Fitri Rp 321.455 Rp 407.071,8 Rp 160.159,2 Natal dan Tahun Baru Rp 92.444 Rp 195.770,3 Rp 110.645,5 2012 Hari Raya idul Fitri Rp 211.221 Rp 438.556,6 Rp 149.856

Natal dan Tahun Baru Rp 101.401 Rp 242.214,9 Rp 188.842 Jumlah Rp 1.057.127,88 Rp 1.854.359,48 Rp 862.308,3 Sumber: Data Primer Diolah

Setelah diketahui Ikhtisar perhitungan PPN terutang dengan menggunakan perhitungan Nilai Lain yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, menggunakan perhitungan Komisi / Imbalan Jasa, dengan perhitungan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama, telah diketahui bahwa sesungguhnya dengan menggunakan perhitungan Komisi /

Imbalan Jasa sebenarnya kebih sedikit dari pada menggunakan perhitungan yang digunakan oleh perusahaan, akan tetapi perhitungan dengan menggunakan Nilai Lain yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Keuntungan Penggunaan Nilai Lain Jika berbicara masalah keuntungan atau kerugian penerapan suatu peraturan,

(11)

67 maka kita akan menghadapi berbagai pihak yang terkait dengan peraturan itu. Keuntungan bagi salah satu pihak, dapat menjadi kerugian pihak yang lainnya.Untuk penggunaan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai bagi biro pariwisata, pihak yang terkait adalah pemerintah sebagai pembuat peraturan dan penerima setoran pajak, PT. Anta Utama sebagai biro pariwisata dan pelanggan atau konsumen yang menikmati jasanya.

Secara keseluruhan keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan Nilai Lain adalah kemudahan dalam perhitungan maupun administrasi. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang akan lebih mudah dengan Nilai Lain karena tidak perlu lagi menghitung berapa Pajak Masukan yang telah kita bayar. Dari Dasar Pengenaan Pajak sebesar jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih, secara langsung dapat dihitung pajak terutang yang harus disetor ke Kas Negara.

Administrasi, dalam hal ini pencatatan yang dilakukan oleh PT. Anta Utama atau biro pariwisata, juga cukup mudah karena dari pencatatan penjualan saja sudah memenuhi pembukaan yang disyaratkan oleh peraturan yang berlaku.Dari pencatatan penjualan sudah dapat dihitung besarnya pajak terutang sehingga tujuan pembukuan untuk perhitungan Pajak Pertambahan nilai telah terpenuhi.

Bagi negara, selain Nilai Lain memudahkan perhitungan pajak terutang, jika kita perhatikan ikhtisar perhitungan Pajak Pertambahan Nilai, maka Nilai Lain akan memberikan setoran pajak yang lebih besar ke kas negara. Hal ini belum dapatditarik kesimpulan, akan tetapi ditinjau dari kondisi PT. Anta Utama, penggunaan Nilai Lain sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002

akan menghasilkan Pajak pertambahan Nilai yang terutang paling besar dari perhitungan yang lain.

Kerugian Penggunaan Nilai Lain

Dari tabel di atas terlihat bahwa secara keseluruhan, penggunaan Nilai Lain menghasilkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang paling besar dari tiga perhitungan Pajak Pertambahan Nilai yang disajikan. Perbedaan perhitungan pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang dilakukan oleh PT. Anta Utama denga perhitungan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai Nilai Lain adalah masalah besarnya pajak terutang atas jasa penjualan tiket dan pengurusan dokumen.

Apabila perhitungan PT. Anta Utama yang diterapkan dalam menghitung pajak terutang, yang mendapatkan keuntungan atas hal ini adalah konsumen atau pelanggan yang membeli tiket pesawat domestik. Konsumen yang membeli tiket tidak akan dibebani dengan Pajak Pertambahan Nilai secara berganda. Akan tetapi, karena biro perjalanan harus menggunakan Nilai lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002, maka konsumen tiket domestik akan dikenakan pajak berganda.

Dengan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, tarif efektif 1% diterapkan atas jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih.Dengan demikian, untuk pembelian tiket domestik apabila Nilai Lain yang sekarang berlaku diterapkan, maka atas jumlah tagihan atau yang seharusnya ditagih tersebut sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas jasa penerbangan domestik.Hal ini mengakinatkan pengenaan pajak berganda apabila tarif efektif 1% diterapkan.

(12)

68 Bagi PT. Anta Utama atau biro pariwisata yang lainnya, yang mendapatkan komisi atas penjualan tiket ini, tentu tidak akan dapat memanfaatkan komisi maksimal yang dapat diterima. Jika PT. Anta Utama menjual tiket sesuai dengan harga yang tercantum di tiket dan memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% dari harga jual tersebut maka konsumen akan membayar lebih besar daripada membeli langsung ke perusahaan penerbangan. Dengan demikian, konsumen akan memilih membeli langsung ke perusahaan penerbangan karena harganya lebih murah.

Jika dibandingkan dengan penggunaan komisi atau imbalan jasa yang diterima PT. Anta Utama sebagai Dasar Pengenaan Pajak, baik perhitungan dengan menggunakan Nilai Lain maupun perhitungan PT. Anta Utama sendiri, ternyata pajak yang terutang atas jasa yang diberikan oleh PT. Anta Utama lebih kecil. Jika kondisi nyata yang dihadapi oleh biro perjalanan atau pariwisata selama ini seperti PT. Anta Utama, maka penggunaan Nilai Lain ternyata manghasilkan harga jual jasa yang tidak semestinya karena Pajak Pertambahan nilai yang dipungut lebih besar dari yang sewajarnya.

Bagi negara, penggunaan Nilai Lain akan mengurangi setoran pajak yang dapat diterima apabila komisi, imbalan jasa atau keuntungan yang diperoleh atau diterima oleh biro pariwisata lebih dari 10% dari harga jual atau penggantian. Jika perusahaan jasa biro perjalanan mendapatkan komisi, imbalan jasa atau keuntungan lebih dari 10% dari harga jual atau penggantian, dengan diterapkannya Nilai Lain, Pajak Pertambahan Nilai terutang yang harus dibayar ke negara hanya sebesar tarif efektif 1% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Jika jumlah tagihan tersebut sama dengan harga jual atau penggantian, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengah Metode Pengkreditan dapat menghasilkan pajak terutang lebih besar karena tarif efektifnya menjadi lebih dari

1% yaitu 10% x lebih kecil dari 10% harga jual atau penggantian.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terkait dengan analisis Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada Biro Pariwisata PT. Anta Utama, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : a. Penelitian ini dilakukan di perusahaan

jasa biro perjalanan dan pariwisata di Kota Kediri yaitu di PT. Anta Utama dengan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparatif yaitu membandingkan PPN terutang perusahaan dengan perhitungan yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain.

b. Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain yang berhubungan dengan jasa pariwisata yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002. Besarnya Nilai Lain yang ditetapkan untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

c. Penggunaan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 dapat menimbulkan beberapa dampak yang bertentangan dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai. Dampak tersebut, antara lain Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas jasa tidak kena pajak, yang dapat menimbulkan pengenaan pajak berganda.

d. Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas jasa penjualan tiket pesawat yang dilakukan oleh PT. Anta Utama,

(13)

69 sebenarnya lebih adil karena pelanggan atau konsumen tidak dikenakan pajak secara berganda. Hal ini juga sesuai dengan karakteristik Pajak Pertambahan Nilai.

e. Penerapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak PPN pada PT. Anta Utama untuk kondisi saat ini, menghasilkan pajak terutang yang lebih besar yaitu berjumlah Rp. 1.854.359,48 dibandingkan dengan perhitungan menggunakan komisi atau imbalan jasa yaitu sebesar Rp. 862.308,3 sehingga komisi atau imbalan jasa yang diminta oleh PT. Anta Utama lebih sesuai untuk dijadikan Dasar Pengenaan Pajak. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti memberikan saran-saran dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan jasa biro perjalanan dan pariwisata dalam

penggunaan perhitungan PPN terutang yang sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, sebagai berikut :

a. PT. Anta Utama hendaknya mengikuti perhitungan Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan Nomor 251/KMK.03/2002 tanggal 31 Mei 2002 karena peraturan ini yang sekarang berlaku. Terhadap semua jasa yang dijual, PT. Anta Utama harus memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

b. Atas refund tiket pesawat, penulis menyarankan hendaknya dikurangan langsung pada penjualan yang terjadi pada saat refund tiket sesuai proporsi tiket yang tidak dipakai atau sesuai dengan laporan penjualan tiket kepada perusahaan penerbangan.

DAFTAR PUSTAKA

Antony, R. Dearden dan Bedford.(1992). Sistem Pengendalian Manajemen; Alih Bahasa Oleh Agus Maulana. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Antony, R dan Vijai, g (2002)Sitem Pengendalian Manajemem;Alih bahasa oleh Kurniawan,Jakarta : Erlangga

Garrison, Ray. (2000). Akuntansi Manajemen. Edisi Ketiga. Buku Dua. Diterjemahkan: Bambang Purnomosidi dan Edward Dukat.

Hansen dan Mowen. (2001). Manajemen Biaya. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Empat. ________________(2000), Akuntansi Manajemen. Edisi keempat. Jilid dua. Jakarta :

Erlangga

Mulyadi (2001). Akuntansi Manajemen. Edisi Tiga. Yogyakarta: Salemba Empat.

_________. (1989). Akuntansi Biaya Untuk Manajemen. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.

Puryanto,2003(online),(http://digilib.itb.ac.id/gdi.php?mod=browse&op=read&id=jiptum m.gdi.s1-2003-puryanto97-521.html,diakses 30 Maret 2010)

Samsul dan Mustafa, H. (1993). Akuntansi Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: Liberty.

Supomo, Bambang dan Nur Indriantoro. (1999). Metodologi Penelitian. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.

Referensi

Dokumen terkait

Tesis yang berjudul “OPTIMALISASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KUDUS” disusun untuk guna melengkapi sebagian dari tugas yang

Penelitian yang dilakukan oleh Endang Kristiawati (2015) Menyatakan dalam hasil penelitiannya tentang Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan akuntansi

4.4 Menyaji Menyaji hasil hasil telaah telaah hubungan hubungan struktural struktural dan dan fungsional fungsional pemerintahan pemerintahan pusat pusat dan daerah

Perbaikan yang dilakukan karena adanya kerusakan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya pemeliharaan pencegahan ataupun telah dilakukan pemeliharaan pencegahan

Untuk itu perusahaan berupaya fokus menangani pekerjaan yang menjadi bisnis inti (core business), sedangkan pekerjaan penunjang diserahkan kepada pihak lain.

Dua mekanisme yang mungkin telah diajukan untuk menjelaskan penghambatan ereksi pada disfungsi psikogenik: inhibisi langsung yang berlebihan dari pusat ereksi spinal oleh otak dari

1 buah apel yang direndam asam askorbat 1% mengalami pencoklatan pada menit ke- 20’ hampir sebagian berwarna coklat dan meningkat pada menit ke- 40’ hampir separuhnya

Penelitian ini adalah studi empiris untuk mengetahui pengaruh tingkat religiusitas dan persepsi terhadap minat menabung pada santri pondok pesantren Al- Munawwir krapyak di