• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan. kelebihan dan kekurangan dalam dirinya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan. kelebihan dan kekurangan dalam dirinya."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Hurlock dalam Sari (2002:34) mengemukakan bahwa “Penerimaan diri merupakan tingkat dimana individu benar-benar mempertimbangkan karakteristik pribadinya dan mau hidup dengan karakteristik tersebut”. Dengan penerimaan diri (self-acceptance), individu dapat menghargai segala kelebihan dan kekurangan dalam dirinya.

Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam rangka saling membantu untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing. Keberhasilan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dipengaruhi oleh cara individu tersebut menerima dirinya sendiri. Self acceptance (penerimaan diri) didasarkan pada kepuasan individu atau kebahagiaan individu mengenai dirinya serta berfikir mengenai kebutuhannya untuk memiliki mental yang sehat. Siswa yang memiliki self acceptance akan mampu menyadari dan menerima kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya.

Kemudian Chaplin dalam Nurviana (2010:05) menambahkan bahwa “penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitaskualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan akan keterbatasan sendiri.”

(2)

Penerimaan diri dalam hal ini mengandung makna bahwa individu bisa menghargai segala aspek yang ada pada dirinya entah itu yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif dimilikinya.

Germer (2009:172) menyatakan bahwa orang yang menerima dirinya adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun pikiran yang ada pada dirinya dari waktu ke waktu. Orang yang menerima dirinya juga mampu merangkul apapun yang muncul atau ada dalam dirinya, menerima dari waktu ke waktu sebagaimana yang ada pada dirinya.

Helmi dalam Nurviana, (2010:04) yang mengartikan “penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya”.

Sikap penerimaan diri ditunjukan oleh pengakuan seseorang terhadap kelebihan-kelebihan sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa menyalahkan orang lain dan mempunyai keinginan yang terus-menerus untuk mengembangkan diri.

Berdasarkan beberapa pengertian berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah adalah suatu sikap dimana individu memiliki penghargaan yang tinggi terhadap segala kelebihan dan kekurangan dirinya sendiri tanpa menyalahkan orang lain serta mempunyai keinginan untuk dapat mengembangkan diri secara terus menerus.

(3)

2. Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Hurlock dalam Sari (2002:35) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri antara lain: pemahaman diri, harapan-harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap lingkungan seseorang, ada tidaknya tekanan emosi yang berat, frekuensi keberhasilan, identifikasi, perspektif diri, latihan masa kanak-kanak dan konsep diri yang stabil.

Penjabaran faktor yang mempengaruhi penerimaan diri seseorang dengan lebih rinci adalah sebagai berikut:

a. Pemahaman diri.

Merupakan persepsi yang murni terhadap dirinya sendiri, tanpa merupakan persepsi terhadap diri secara realistik. Rendahnya pemahaman diri berawal dari ketidaktahuan individu dalam mengenali diri. Pemahaman dan penerimaan diri merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Individu yang memiliki pemahaman diri yang baik akan memiliki penerimaan diri yang baik, sebaliknya individu yang memiliki pemahaman diri yang rendah akan memiliki penerimaan diri yang rendah pula.

b. Harapan-harapan yang realistik.

Harapan-harapan yang realistik akan membawa rasa puas pada diri seseorang dan berlanjut pada penerimaan diri. Seseorang yang mengalahkan dirinya sendiri dengan ambisi dan standar prestasi yang tidak masuk akal berarti seseorang tersebut kurang dapat menerima dirinya.

c. Bebas dari hambatan lingkungan.

Harapan individu yang tidak tercapai banyak yang berawal dari lingkungan yang tidak mendukung dan tidak terkontrol oleh individu. Hambatan lingkungan ini bisa berasal dari orang tua, guru, teman, maupun orang dekat lainnya. Penerimaan diri akan dapat terwujud dengan mudah apabila lingkungan dimana individu berada memberikan dukungan yang penuh.

d. Sikap lingkungan seseorang.

Sikap yang berkembang di masyarakat akan ikut andil dalam proses penerimaan diri seseorang. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik pada individu, maka individu akan cenderung untuk senang dan menerima dirinya.

(4)

e. Ada tidaknya tekanan yang berat.

Tekanan emosi yang berat dan terus menerus seperti di rumah maupan di lingkungan kerja akan mengganggu seseorang dan menyebabkan ketidakseimbangan fisik dan psikologis. Secara fisik akan mempengaruhi kegiatannya dan secara psikis akan mengakibatkan individu malas, kurang bersemangat, dan kurang bereaksi dengan orang lain. Dengan tidak adanya tekanan yang berarti pada individu, akan memungkinkan anak yang lemah mental untuk bersikap santai pada saat tegang. Kondisi yang demikian akan memberikan kontribusi bagi terwujudnya penerimaan diri.

f. Frekuensi keberhasilan.

Setiap orang pasti akan mengalami kegagalan, hanya saja frekuensi kegagalan antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Semakin banyak keberhasilan yang dicapai akan menyebabkan individu yang bersangkutan menerima dirinya dengan baik.

g. Ada tidaknya identifikasi seseorang.

Pengenalan orang-orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik akan memungkinkan berkembangnya sikap positif terhadap dirinya serta mempunyai contoh atau metode yang baik bagaimana harus berperilaku.

h. Persepektif diri.

Persepektif diri terbentuk jika individu dapat melihat dirinya sama dengan apa yang dilihat orang lain pada dirinya. Rendahnya perspektif diri akan menimbulkan perasaan tidak puas dan penolakan diri. Namun perspektif diri yang obyektif dan sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya akan memudahkan dalam penerimaan diri.

i. Latihan pada masa kanak-kanak.

Pelatihan yang diterima pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi pola-pola kepribadian anak selanjutnya. Latihan yang baik pada masa kanak-kanak akan memberikan pengaruh positif pada penerimaan diri, sebaliknya penerimaan diri yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang negativ, yaitu sikap penolakan terhadap diri sendiri. j. Konsep diri yang stabil.

Konsep diri yang stabil bagi seseorang akan memudahkan dia dalam usaha menerima dirinya. Apabila konsep dirinya selalu berubah-ubah maka dia akan kesulitan memahami diri dan menerimanya sehingga terjadi penolakan pada dirinya sendiri. Hal ini terjadi karena individu memandang dirinya selalu berubah-ubah.

Kemudian Sari (2002:37) juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan diri (Self acceptance) siswa antara lain adalah:

(5)

Individu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi pula dalam memandang dan memahami keadaan dirinya,

b. Dukungan sosial,

Individu yang mendapat dukungan sosial akan mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan, sehingga akan menimbulkan perasaan, memiliki kepercayaan serta rasa aman di dalam diri jika seseorang dapat diterima dalam lingkungannya.

Sedangkan menurut menurut Sheerer dalam sari, (2002:39) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat dari proses penerimaan diri, antara lain:

a. Sikap anggota masyarakat yang tidak menyenangkan atau kurang terbuka.

b. Adanya hambatan dalam lingkungan c. Memiliki hambatan emosional yang berat d. Selalu berfikir negatif tentang masa depan.

3. Aspek – Aspek Penerimaan Diri

Menurut Jersild dalam Nurviana (2010:12) yang mengemukakan beberapa aspek-aspek dari penerimaan diri yaitu sebagai berikut:

a. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan.

Individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana ia terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang sebenarnya.

b. Sikap terhadap kelemahan dan kekutan diri sendiri dan orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya memiliki penerimaan diri memandang kelemahan dan kekuatan dalam dirinya lebih baik daripada individu yang tidak memiliki penerimaan diri. Individu tersebut kurang menyukai jika harus menyia-nyiakan energinya untuk menjadi hal yang tidak mungkin, atau berusaha menyembunyikan kelemahan dari dirinya sendiri maupun orang lain. Ia pun tidak berdiam diri dengan tidak memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya.

(6)

Seseorang individu yang terkadang merasakan infeoritas atau disebut dengan infeority complex adalah seseorang individu yang tidak memiliki sikap penerimaan diri dan hal tersebut akan menunggu penilaian yang realistik atas dirinya.

d. Respon atas penolakan dan kritikan.

individu yang memiliki penerimaan diri tidak menyukai kritikan, namun demikian ia mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang individu dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan individu yang tidak memiliki penerimaan diri justru menganggap kritikan sebagai wujud penolakan terhadapnya. Yang penting dalam penerimaan diri yang baik adalah mampu belajar dari pengalaman dan meninjau kembali sikapnya yang terdahulu untuk memperbaiki diri. e. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”.

individu yang memiliki penerimaan diri adalah ia mempertahankan harapan dan tuntutan dari dalam dirinya dengan baik dalam batas-batas kemungkinan individu ini mungkin memiliki ambisi yang besar, namun tidak mungkin untuk mencapainya walaupun dalam jangka waktu yang lama dan menghabiskan energinya.

f. Penerimaan diri dan penerimaan orang lain.

Hal ini berarti apabila seorang individu menyanyangi dirinya, maka akan lebih memungkinan baginya untuk menyayangi orang lain, dan apabila seorang individu merasa benci pada dirinya, maka akan lebih memungkinkan untuk merasa benci pada orang lain. Terciptanya hubungan timbal balik antara penerimaan diri dan penerimaan orang lain adalah individu yang memiliki penerimaan diri merasa percaya diri dalam memasuki lingkungan sosial.

g. Sikap terhadap penerimaan diri.

Menerima diri merupakan hal peting dalam kehidupan seseorang. Individu yang dapat menerima beberapa aspek hidupnya, mungkin dalam keraguan dan kesulitan dalam menghormati orang lain. Hal tersebut merupakan arahan agar dapat menerima dirinya individu dengan penerimaan diri membangun kekuatannya untuk menghadapi kelemahan dan keterbatasaannya. Banyak hal dalam perkembangan seorang individu yang belum sempurna, bagi seseorang individu akan lebih baik jika ia dapat menggunakan kemampuannya dalam perkembangan hidupnya.

(7)

Menerima diri dan menuruti diri merupakan dua hal yang berbeda. Apabila seorang individu menerima dirinya, hal tersebut bukan berarti ia memanjakan dirinya. Akan tetapi, ia akan menerima bahkan menuntut kelayakan dalam kehidupannya dan tidak akan mengambil yang bukan haknya dalam mendapatkan posisi yang menjadi incaran dalam kelompoknya.

i. Penerimaan diri, spontanitas, menikmati hidup.

individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.

j. Aspek moral penerimaan diri.

Individu dengan peerimaan diri bukanlah individu yang berbudi baik dan bukan pula fleksibelitas dalam pengaturan hidupnya. Ia memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya, dan ia tidak menyukai kepura-puraan. Individu ini dapat secara terbuka mengakui dirinya sebagai individu yang pada suatu waktu dalam masalah, merasa cemas, ragu, dan bimbang tanpa harus menipu diri dan orang lain.

4. Indikator Penerimaan Diri

Germer (2009:175) menyatakan bahwa proses penerimaan diri sebagai bentuk keadaan melawan ketidak-nyamanan terjadi dalam tahapan-tahapan; ada pelunakan progresif, atau tidak ada perlawanan, untuk menghadapi penderitaan.

Proses awal yang terjadi adalah rasa kebencian, selanjutnya proses dimulai dengan keingintahuan akan masalah, dan jika hal-hal tersebut berjalan dengan baik maka akan berakhir dengan merangkul apapun yang terjadi dalam hidup seorang individu. Proses ini biasanya berlangsung lama dan alami. Individu tidak dapat maju ketahapan selanjutnya jika ia tidak

(8)

merasa sepenuhnya nyaman pada satu tahapan. Indikator-indikator dari tahapan penerimaan diri tersebut adalah sebagai berikut.

a. Aversion ─ kebencian/keengganan, menghindari, resisten

Reaksi alami pada perasaan yang membuat tidak nyaman adalah kebencian atau keengganan. Kebencian/keengganan ini juga dapat membentuk keterikatan mental atau perenungan─mencoba mencari tahu bagaimana cara untuk menghilangkan perasaan tersebut.

b. Curiosity ─ melawan rasa tidak nyaman dengan perhatian

Pada tahapan ini individu mulai memiliki pertanyaan-pertanyaan pada hal-hal yang dirasa perlu untuk diperhatikan. Pertanyaan-pertanyaan yang biasanya muncul adalah “Perasaan apa ini?” “Apa artinya perasaan ini?” “Kapan perasaan ini terjadi?”.

c. Tolerance ─ menanggung derita dengan aman

Toleransi berarti menanggung rasa sakit emosional yang dirasakan, tetapi individu tetap melawannya dan berharap perasaan tersebut akan segera hilang.

d. Allowing ─ membiarkan perasaan datang dan pergi

Pada tahapan ini individu membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi.

e. Friendship─merangkul, melihat nilai-nilai yang tersembunyi

Individu melihat nilai-nilai yang ada pada waktu keadaan sulit menimpanya. Hala ini merupakan tahapan terakhir dalam penerimaan diri.

5. Manfaat Penerimaan Diri

Self-acceptance atau penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam interaksi sosial. Self acceptance dapat membantu individu dalam berinteraksi dengan individu lain, meningkatkan kepercayaan diri serta membuat hubungan menjadi lebih akrab karena individu tersebut menyadari bahwa setiap individu diciptakan sama, yaitu memiliki kelebihan dan kekurangan. Tanpa self acceptance, individu cenderung sulit untuk dapat berinteraksi dengan individu lain sehingga dapat berpengaruh buruk pada kepribadiannya.

(9)

Beberapa manfaat seseorang yang memiliki penerimaan diri menurut Jersild dalam Nurviana, (2010:17) yaitu:

a. Memiliki penilaian realistis terhadap potensi-potensi yang dimilikinya.

b. Mereka juga menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri c. Memiliki spontanitas dan tanggung jawab terhadap perilakunya. d. Mereka menerima kualitas-kualitas kemanusiaan mereka tanpa

menyalahkan diri mereka terhadap keadaan-keadaan di luar kendali mereka.

Siswa yang mampu beradaptasi dalam berbagai kondisi, percaya diri, bersikap positif, memiliki potensi dan menerima diri dan orang lain dapat dikatakan sebagai siswa yang sehat secara mental. Ketika siswa siswa mampu mengembangkan sikap demikian akan berpengaruh pula terhadap interaksinya mengan orang lain.

Hal terpenting ketika seseorang mampu menerima dirinya adalah ketika seseorang tersebut dapat menerima segala potensi yang ada pada dirinya, baik itu yang berkaitan dengan kelebihan yang dimilikinya juga yang berkaitan dengan kelemahan/kekurangan yang ada pada dirinya maka orang tersebut akan dapat berinteraksi dengan baik dengan orang lain karena orang tersebut akan bersedia menerima kritik ataupun penolakan dari orang lain dengan sikap positif.

(10)

B. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

Bonner dalam Ahmadi (2009:49) menyatakan bahwa interaksi social adalah suatu hubungan komunikasi antaran individu atau lebih, yang di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Hal ini sebenarnya merupakan keuntungan yang besar bagi manusia, sebab dengan adanya manusia sebagai objek dan sebagai subjek timbulah kemajuan– kemajuan dalam hidup bermasyarakat.

Gillin dan Gillin dalam Soekanto (2010:55) menyatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyengkut hubungan antara orang-orang-perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia.

Stogdill dalam Sarwono (2001:199) mengatakan bahwa interaksi adalah suatu keadaan di mana A bereaksi terhadap B, dan B bereaksi terhadap A sedemikian rupa sehingga reaksi mereka saling berbalasan.

Sarwono (2001:199) mengatakan interaksi sosial adalah perilaku yang khusus karena sedikitnya dibutuhkan dua orang untuk melakukannya.

Walgito (2003:65) mengungkapkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu satu dapat mempengaruhi individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik.

(11)

Menurut Theodore dalam Santoso (2010:162) menyatakan interaksi social adalah peristiwa yng kompleks, termasuk tingkah laku yang berupa rangsangan dan reaksi keduanya, dan yang mungkin mempunyai satu arti sebagai rangsangan dan yang lain sebagai reaksi.

Jadi, dalam melaksanakan interaksi, setiap individu dituntut dua hal penting, yaitu yang pertama sebagaimana setiap individu mengorganisir presepsi sikap dan tingkahlakunya pada situasi social agar ia dapat berpartisipasi aktif dalam interaksi social. Dan yang kedua adalah yang dimana masyarakat manusia yang mempunyai nilai, aturan dan norma-norma social, yang harus diakui dan dilakukan oleh setiap individu yang berada dalam masyarakat tersebut.

Sedangkan menurut Yoseph dalam Santoso (2010:163) menyatakan bahwa interaksi social adalah sesuatu proses yang berhubungan dengan keseluruhan tingkah laku anggota-anggota kelompok kegiatan dalam hubungan dengan yang lain dan dalam hubungan dengan aspek-aspek keadaan lingkungan, selama kelompok tersebut dalam kegiatan.

Sedangkan menurut Sutherland dalam Santoso (2010:164) mengemukakan bahwa interaksi social adalah suatu hubungan yang mempunyai pengaruh secara dinamis antara individu dengan individu dan antara individu dengan kelompok dalam situasi social. Sutherland juga menekankan pada aspek hubungan yang mempunyai penguat antara individu dan atau individu dengan kelompok karena interaksi social ini dapat terjadi pada dua atau lebih individu, yang satu sama lain saling

(12)

menjalin hubungan secara aktif. Individu-individu tersebut berada dalam kehidupan kelompok.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi sosial itu merupakan hubungan timbal balik yang dinamis antara individu dengan individu, individu dengan kelompok serta kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan.

2. Faktor-Faktor Interaksi Sosial

Gerungan (2009: 62), kelangsungan interaksi sosial dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses yang kompleks, tetapi dapat dibedakan beberapa faktor yang mendasarinya, baik secara tunggal maupun bergabung, yaitu faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, faktor simpati. Berdasarkan pendapat tersebut, maka faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi social, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Faktor Imitasi

Faktor ini telah diuraikan oleh Gabriel Tarde yang beranggapan bahwa seluruh kehidupan social itu sebenarnya berdasarkan pada factor imitasi saja. Walaupun pendapat ini berat sebelah, namun peranan imitasi dalam interaksi social itu tidak kecil. Terbukti misalnya pada anak-anak yang sedang belajarbahasa, seakan-akan mereka mengimitasi dirinya sendiri, mengulang-ngulang bunyi kata-kata, melatih fungsi-fungsi lidah, dan mulut untuk berbicara.

(13)

Kemudian ia mengimitasi kepada orang lain, dan memang sukar orang belajar bahasa tanpa mengimitasi orang lain, bahkan tidak hanya berbahasa saja, tetapi juga tingkah laku tertentu, cara member hormat, cara berterima kasih , cara member isyarat, dan lain-lain kita pelajari pada mula-mulanya mengimitasi. Juga cara berpakaian , adat istiadat, dan konvensi lainnya factor imitasilah yang memegang peranan penting.

b. Faktor Sugesti

Yang dimaksud dengan sugesti disini adalah pengaruh psikis, baik yang dating dari dirinya sendiri maupun dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Karena itu dalam psikologis sugesti ini dibedakan adanya, yakni auto sugesti yaitu sugesti terhadap diri yang datang dari dirinya sendiri. Hetro sugesti, yaitu sugesti yang datang dari orang lain.

Baik auto sugesti maupun hetro sugesti dalam kehidupan sehari-hari memegang peranan yang sangat penting. Banyak sehari-hari-sehari-hari yang diharapkan oleh individu baik karena auto sugesti maupun karena hetro sugesti. Sering individu merasa sakit-sakitan saja, walaupun secara objektif tidak apa-apa. Tetapi karena ada auto sugestinya maka individu merasa dalam keadaan yang tidak sehat, masih banyak lagi hal-hal yang disebabkan karena auto sugesti ini.

(14)

c. Faktor Identifikasi

Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun secara batiniah. Misalnya identifikasi seorang anak laki-laki untuk menjadi sama seperti ayahnya atau seorang anak perempuan untuk menjadi sama seperti ibunya. Proses identifikasi ini mula-mula berlangsung secara tidak sadar (secara dengan sendirinya) kemudian irrasional yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecendrungan-kecendrungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional, dan yang ketiga identifikasi berguna untuk melengkapi system norma-norma, cita-cita, dan pedoman-pedoman tingkahlaku orang yang mengidentifikasi itu.

Mula-mula anak mengidentifikasinya dirinya sendiri dengan orang tuanya, tetapi lambat laun setelah ia dewasa, berkembang di sekolah, maka identifikasi dapat beralih dari orang tuanya kepada orang-orang yang berwatak luhur dan sebagainya

d. FaktorSimpati

Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidakatas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaiaan perasaan seperti juga pada proses identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik kepada orang lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara bertingkahlaku menarik baiknya.

(15)

Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Seperti pada proses identifikasi, proses simpati pun kadang-kadang berjalan tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilaiaan perasaan.

3. Aspek-aspek Interaksi Sosial

Soekanto (2010:55) menyatakan bahwa suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :

a. Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu :antar individu, antar individu dengan kelompok dan antar kelompok. Selain itu, suatu kontak sosial dapat pula bersifat langsung maupun tidak langsung.

b. Adanya komunikasi

Komunikasi disini berarti bahwa seseorang memberikan arti kepada perilaku orang lain, perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.

Sedangkan Wulandari (2012:117) mengungkapkan aspek-aspek dari interaksi sosial antara lain adalah:

a. Kerja sama dengan orang lain, yang terdiri dari kemampuan untuk: 1) Mampu mengatasi perselisihan dalam kelompoknya

2) Dapat mengambil keputusan secara tepat

3) Merencanakan sesuatu dengan orang lain untuk mencapai tujuan 4) Mampu berkerja sama dengan siapapun

b. Mengenali potensi diri

1) Siswa mampu mengenali diri sendiri dengan baik, dan

2) Dapat menerima diri sendiri dengan segala kelemahan dan kelebihan

c. Memahami orang lain

1) Mampu menerima orang lain apa adanya

2) Dapat menjadikan orang lain sebagai pertner yang memiliki hak sama

(16)

Dayakisni, (2009:79) mengungkapkan bahwa interaksi sosial individu memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

a. Adanya interaksi, Setiap hubungan sudah barang tentu terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan individu lain, maupun antara individu dengan kelompok, serta hubungan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi

b. Ada individu, Setiap interaksi sosial menuntut tampilnya individu-individu yang melaksanakan hubungan. Interaksi sosial itu terjadi karena adanya peran serta dari individu satu dan individu lain, baik secara personal atau kelompok.

c. Ada tujuan, Setiap interaksi sosial memiliki tujuan tertentu seperti mempengaruhi individu lain.

d. Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok, interaksi sosial yang ada hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terpisah dari kelompok. Sedangkan menurut Tim Sosiologi dalam Handayani (http://jurnal-sdm.blogspot.com), terdapat empat ciri - ciri interaksi sosial, antara lain :

a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang.

b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial. c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas.

d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu.

4. Bentuk-bentuk interaksi sosial

Tuntutan dan realitas kehidupan sosial akan direaksi secara berbeda-beda oleh masing-masing siswa, tergantung kemampuan berinteraksi yang dimilikinya. Schneiders Soekanto (2010:64) mengemukakan bahwa interaksi sosial yang dituntut dalam kehidupan sekolah, dengan tidak mempertimbangkan kebutuhan akademik, tidak jauh berbeda dengan interaksi sosial yang dilakukan di lingkungan kelurga, walaupun setiap individu akan bereaksi secara berbeda-beda terhadap keduanya.

(17)

Selain itu, Schneiders dalam Soekanto (2010:64) telah menyusun tuntutan lingkungan atas perilaku yang diharapkan dan yang berkaitan dengan realitas, proses, dan relasi sosial, serta yang dihadapi oleh siswa di lingkungan sekolah, yang dapat meliputi indikator-indikator sebagai berikut a. Kemampuan siswa untuk menjalin interaksi dengan teman di sekolah :

 Siswa mampu menerima teman apa adanya  Kemampuan siswa mengenali potensi diri

 Partisipasi siswa dalam menjalin kerja sama dengan teman

 Kepedulian siswa dengan masalah yang sedang dihadapi oleh teman-temannya

 Kemampuan siswa mempertahankan hubungan persahabatan b. Kemampuan siswa dalam bersikap dan berinteraksi terhadap guru,

kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya.

 Kemampuan siswa dalam menjaga sikap ketika bertemu dengan guru, kepala sekolah dan personil sekolah lainnya.

 Kemampuan siswa untuk terbuka kepada guru, kepala sekolah dan personil sekolah lainnya.

 Kemampuan siswa untuk bertutur kata dengan sopan santun ketika berkomunikasi dengan guru, kepala sekolah dan personil sekolah.  Siswa memiliki perasaan terbuka kepada guru, kepala sekolah dan

prsonil sekolah lainnya tentang masalah yang dihadapi dan memiliki keinginan untuk mencari pemecahan masalahnya.

Soekanto (2010:65) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial dibagi menjadi dua yaitu proses asosiatif dan proses disasosiatif. Berikut ini merupakan penjabarannya:

a. Proses Asosiatif

Yaitu sebuah proses yang terjadi saling pengertian serta kerjasama secara timbal balik antar orang per orang atau dengan kelompok lainnya. Proses asosiatif ini terbagi menjadi beberapa aspeknya, yaitu:

(18)

1) Kerjasama (cooperation) yaitu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Proses terjadinya kerjasama yaitu apabila diantara individu atau kelompok tersebut menyadari akan adanya kepentingan maupun ancaman yang sama sehingga menyebabkan mereka mau melakukan kerjasama di berbagai bidang. Beberapa bentuk kerjasama meliputi:

a) Gotong royong dan kerja bakti, misalnya saja ketika ada perayaan hari besar keagamaan, maka warga Sikh beramai-ramai melakukan kerja bakti membersihkan gurdwara yang menjadi tempat ibadah.

b) Bargaininng atau tawar menawar merupakan proses kerjasama dalam bentuk perjanjian pertukaran kepentingan, kekuasaan, barang-barang maupun jasa antara dua organisasi atau lebih yang terjadi di bidang politik, ekonomi, hukum, maupun militer.

c) Co-optation yaitu proses kerjasama bagi individu maupun kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi dimana terjadi proses penerimaan unsur-unsur baru dalam pelaksanaan kepemimpinan untuk menciptakan stabilitas d) Koalisi atau coalition yaitu dua organisasi atau lebih yang

mempunyai tujuan tertentu yang kemudian melakukan kerjasama

e) Patungan atau joint-venture yaitu kerjasama dalam melaksanakan proyek-proyek tertentu.

2) Akomodasi merupakan suatu proses ke arah tercapainya persepakatan sementara yang dapat diterima kedua belah pihak yang tengah bersengketa. Selain itu akomodasi juga dikatakan sebagai suatu proses yang sedang berlangsung dimana akomodasi menampakkan suatu proses untuk meredakan pertentangan baik yang terjadi di antara individu, kelompok, maupun masyarakat. Bentuk-bentuk akomodasi yaitu :

(19)

a) Coersion atau pemaksaan yaitu bentuk akomodasi yang terjadi karena adanya paksaan maupun kekerasan fisik atau psikologis

b) Compromise atau kompromi yaitu bentuk akomodasi yang dicapai karena masing-masing pihak yang terlibat dalam proses ini saling mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaian oleh pihak ketiga

c) Meditation yaitu akomodasi yang dilakukan melalui penyelesaian oleh pihak ketiga yang netral

d) Conciliation yaitu bentuk akomodasi dengan usaha mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang ingin berselisih

e) Toleransi yaitu bentuk akomodasi secara tidak formal dan dikarenakan adanya pihak-pihak yang mencoba untuk menghindari diri dari pertikaian.

f) Stalemate yaitu pencapaian akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai dan mempunyai keinginan yang sama berhenti pada satu titik tertentu dan masing-masing dari mereka menahan diri

g) Adjudication yaitu usaha akomodasi yang dilakukan mengalami jalan buntu sehingga penyelesaiannya menggunakan jalan pengadilan

3) Asimilasi merupakan proses pencampuran orang-orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda dimana mereka melepaskan ciri khas kebudayaannya dan berbaur dalam suatu kebudayaan yang sama dan berbeda dengan kebudayaan asli mereka.

b. Proses Disasosiatif

Proses ini merupakan perlawanan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok yang ada pada suatu masyarakat. Bentuk-bentuk proses disasosiatif yaitu :

1) Persaingan yaitu proses sosial dimana individu atau kelompok berjuang dan bersaing untuk memperebutkan tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya terbatas. Persaingan terjadi pada berbagai bidang. 2) Controvertion yaitu proses sosial yang berada antara persaingan

dan pertentangan ataupun pertikaian.

3) Kontroversi adalah proses sosial dimana terjadinya pertentangan pada tataran konsep dan wacana, sedangkan pertentangan atau

(20)

pertikaian telah memasuki unsur-unsur kekerasan dalam proses sosialnya

4) Konflik adalah proses sosial dimana individu ataupun kelompok menyadari adanya perbedaan-perbedaan seperti emosi, pola perilaku, dan prinsip,. Perbedaan ini dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan dimana pertikaian itu dapat menghasilkan ancaman dan kekerasan fisik

5. Macam-macam interaksi

Dari pengertian interaksi sosial yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diketahui bahwa interaksi sosial tidak hanya terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, maupun interaksi sosial antara kelompok dengan kelompok. Menurut Santosa (2004: 27) interaksi sosial terdiri dari empat macam, yaitu :

 Interaksi antara individu dengan diri pribadi.  Interaksi antara individu dengan individu.  Interaksi antara individu dengan kelompok.  Interaksi antara kelompok dengan kelompok.

Sedangkan pendapat lain dipaparkan oleh Maryati dan Suryawati dalam Handayani (http://jurnal-sdm.blogspot.com) interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu :

1. Interaksi antara individu dan individu. Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi positif, jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya.

2. Interaksi antara individu dan kelompok. Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.

3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok. Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan kehendak pribadi. Misalnya, kerjasama antara dua perusahaan untuk membicarakan suatu proyek.

(21)

Penerimaan diri sangat berhubungan dengan bagaimana sikap social sesorang di lingkungannya. Penerimaan diri yang berhubungan interaksi sosial terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian konsep diri tersebut dikemukakan oleh Stuart dalam Nurmaida, (2012:58) yang terdiri dari:

Pertama, gambaran diri (body image) yaitu sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang stabil, realistik dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses di dalam kehidupannya. Sejak lahir individu mengeksplorasi bagian tubuhnya, menerima stimulus dari orang lain, hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika di dapati perubahan tubuh yang tidak ideal.

Kedua, ideal diri yaitu persepsi individu tentang bagaimana harus berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang diinginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin di capai dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial dan

(22)

kepada siapa ingin dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang di pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan dan harapan pada masa remaja. Ideal diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.

Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai, sehingga individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi dan ideal diri. Ketiga, harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut.

Harga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional (trauma) atau kronis (negatif self evaluation yang telah berlangsung lama) yang dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata).

(23)

Keempat, Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri. Posisi dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.

Referensi

Dokumen terkait

Konsep diri positif adalah seseorang yang menilai dirinya atau mengenal dirinya ke hal-hal positif dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya dari orang

penyelenggaran pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembinaan personel. Oleh karena itu.. penyelenggaraan pendidikan harus senantiasa dikaitkan

Nomor 5: Pembeli B karena dengan gaya dorong yang sama antara pembeli A dan B, faktor yang mempengaruhi besarnya akselerasi kereta adalah massa benda. Pembeli A membawa kereta

Dari asumsi-asumsi tersebut, proporsi penginfeksian manusia peka ( ) oleh nyamuk terinfeksi ( ) per hari adalah perbandingan antara peluang transmisi virus demam berdarah

Telah disebutkan pada penelitian sebelumnya bahwa bakteri simbion teritip yang diekstrak dengan pelarut semi polar etil asetat dapat mengekstrak senyawa bioaktif

Dari 15 ekor sampel darah domba, semua DNA dapat diisolalsi dan kemurnian DNA yang dihasilkan berkisar antara 1,75 - 2,00 yang berarti sebagian besar sudah sesuai dengan

- “kota Salatiga adalah Sebuah kota di Provinsi Jawa Tengah / kota ini berbatasan sepenuhnya dengan Kabupaten Semarang // Salatiga terdiri atas 4 kecamatan, Kota

Tidak terkecuali SMK IPTEK Weru Sukoharjo siswa dapat dididik untuk menjadi seorang wirausaha dan berkolaborasi antara pelajaran kewirausahaan dengan pelajaran