POLA KOMUNIKASI
WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI JEMBER:
Kajian Etnografi Komunikasi
Akhmad Haryono 09/292936/SSA/00292 Dis er tas i 2013
i
POLA KOMUNIKASI
WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI JEMBER:
Kajian Etnografi Komunikasi
Disertasi
Oleh:
Akhmad Haryono
No. Mahasiswa: 09/292936/SSA/00292
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
ii
POLA KOMUNIKASI
WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI JEMBER
:
Kajian Etnografi Komunikasi
Disertasi
untuk memperoleh derajat Doktor
pada Program S3 Ilmu-ilmu Humaniora (Linguistik)
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Oleh:
Akhmad Haryono
No. Mahasiswa: 09/292936/SSA/00292
Telah disetujui oleh:
Promotor,
Prof. Dr. I. Dewa Putu Wijana, S.U., M.A.
____________________
Ko Promotor,
Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo _________________________
iii
POLA KOMUNIKASI
WARGA NAHDLATUL ULAMA (NU) DI JEMBER
:
Kajian Etnografi Komunikasi
Disertasi
untuk memperoleh derajat Doktor
pada Program S3 Ilmu-ilmu Humaniora (Linguistik)
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Gadjah Mada
Dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Program Pascasarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
pada tanggal: ... 2013
oleh
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam disertasi ini tidak terdapat
karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, Januari 2013
Yang menyatakan,
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt. Alahamdulillahi Rabbil ’aalamiin atas limpahan rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan kepada penulis, akhirnya penelitian dan penulisan disertasi yang berjudul “Pola Komunikasi Warga NU di Jember: Kajian Etnografi Komunikasi” dapat diselesaikan, walaupun dalam perjalanan penulisan ini penuh dengan ujian dan cobaan yang menimpa penulis. Semua itu, penulis anggap sebagai bentuk rasa kasih sayang sang pencipta kepada hambanya dalam rangka menemukan jati dirinya sebagai makhluk yang tidak berdaya di hadapan Tuhannya. Karena itu, di tengah-tengah ujian dan cobaan tersebut, justru menguatkan penulis untuk tetap konsisten berkonsentrasi terhadap penyelesaian tugas akhir ini, yang beberapa kali penulis lakukan di sela-sela menjaga istri tercinta yang sedang dirawat di rumah sakit. Di tengah-tengah himpitan itu pula, dua orang yang banyak memberikan motivasi dan sangat membanggakan capaian-capaian prestasi yang diraih penulis, yakni Ayahanda Sunarto dan Kanda Abd. Latif telah dipanggil kembali ke haribaan sang pencipta. Semoga orang-orang yang telah mencintai penulis ini, diterima di tempat yang layak di sisi-Nya, amiin ya Rabbal ‘aalamiin.
Kami juga menyadari bahwa lancarnya pelaksanaan penelitian dan penulisan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
(1) Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U. M.A. dan Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo selaku pembimbing, yang dengan penuh perhatian, dan kebijaksanaan, selalu memotivasi penulis untuk selalu meningkatkan prestasi, lebih mandiri, serta bertanggung jawab atas tugas yang harus diselesaikan. Sikap arif dan bijaksana beliau yang selalu menghargai kemampuan dan pekerjaan orang lain, membuat penulis semakin termotivasi untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
(2) Prof. Dr. Marsono, S.U., Prof. Dr. Syamsul Hadi, Dr. Amir Makruf, Dr. Inyo Fernades, Dr. F.X. Nadar, Dr. Suhandono, M.A., yang secara formal maupun informal telah banyak memberikan ilmu, masukan, dan saran
vi
yang sangat berarti bagi penulis, baik sebagai tambahan ilmu, maupun dalam mensupport penyelesaian penulisan disertasi ini.
(3) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan u.b. Dirjen Dikti yang telah memberi bantuan BPPS dan Direktur Ditlitabmas Dikti yang juga telah memberi bantuan dana berupa hibah penelitian disertasi doktor untuk membantu pelaksanaan penelitian dalam rangka penyelesaian tugas ahkir ini.
(4) Rektor u.b Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Gadjah Mada serta Dekan Fakultas Ilmu Budaya dan Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Humaniora UGM yang telah memberikan bantuan berupa fasilitas, petunjuk, dan ijin penelitian ini.
(5) Rektor dan Dekan Fakultas Sastra Universitas Jember, serta Ketua dan Sekretaris Jurusan Sastra Inggris yang telah memberikan izin dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan studi S3.
(6) Para Kiai, budayawan, dan pemerhati kajian bahasa dan budaya Madura serta ke-NU-an wabilkhusus K.H. Muhyiddin Abd. Shomad, Drs. K.H. Ach. Nasihin A.R., Drs. K.H. Misrawi yang senantiasa memberikan dorongan, fasilitas, serta bantuan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi ini.
(7) Para guru dan sahabat penulis, diantaranya: Prof. Dr. Samudji, M.A., Dr. Akhmad Sofyan, M.Hum, Drs. Hadiri, M.A., Drs. H. Marwoto, Prof. Dr. Ayu Sutarto, M.A., Prof. Dr. Suparmin, M.A., Prof. Dr. Bambang Wibisono, M.Pd., Drs. Wisasongko, M.A. Dr. Wachyu Subhan, Dr. Ir. Sugeng Winarso, Drs. Sukarno, M.Litt, Drs. Kusnadi, M.A. Drs. Syamsul Anam, M.A. Ali Badrudin, S.S. M.A., Agustina Dewi Setyari, S.S.M.A. Drs. H. Supardi, M.Pd. Drs. Sugiarto, M.M., H. Mahfudz Ilyas, Drs. Suyitno, dan semua rekan dan sahabat penulis pada Prodi Ilmu-Ilmu Humaniora, yang telah banyak menumbuhkan inspirasi dan membangkitkan cakrawala berfikir, menjadi tempat curhat, serta pembangkit semangat di saat penulis sedang dirundung kegelapan dan kehilangan arah.
vii
(8) Nuraini Indah Listyowati, S.Pd. binti Bapak Hadjid Hariyadi (alm.) dan Ibu Mahsunatun, istriku terkasih yang dengan penuh kesabaran dan ketabahan, telah memberikan cinta-kasih yang tulus mendampingi penulis mangarungi bahtera rumah tangga, serta memberikan semangat kepada penulis dalam menghadapi berbagai problematika hidup―dan untuk segera menuntaskan studi. Semoga semua pengorbanan itu dapat kau petik melebihi pengorbanan yang telah kau berikan.
(9) Anak-anakku tercinta Shabrina Izzata Afiyati Akhmad, Savinah Ilmi Frohlicha Akhmad, Nugraha Fahmi Akhmad, yang telah menjadi penyemangat kala diterpa angin kemalasan dan kejenuhan, pelipur lara ketika dirundung malang, serta sebagai mercusuar kala penulis kehilangan arah, sehingga menjadikan penulis tetap bugar dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
(10) Ayahanda Sunarto (Alm.) dan Ibunda Senija, kedua orang tua penulis, Kanda Abd. Latif (alm.), yang dengan serba ketebatasan dan kekurangan tetap dengan gigih memberikan kasih sayang dan motivasi kepada penulis untuk maju demi hidup yang lebih baik.
(11) Saudara-saudaraku dan semua pihak yang karena keterbatasan penulis, tidak dapat disebutkan satu persatu, yang juga telah membantu baik material maupun moril dalam studi dan penulisan disertasi ini.
Semoga amal baik berbagai pihak tersebut memperoleh balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan, dan hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Oleh karena itu, dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang konstruktif. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu linguistik serta terciptanya integrasi bangsa dengan terciptanya hubungan yang harmonis baik intra– maupun antaretnik, terutama yang melibatkan warga NU.
Yogyakarta, Januari 2013 Penulis
viii INTISARI
Pola Komunikasi Warga Nahdlatul Ulama (NU) di Jember Oleh: Akhmad Haryono, Pembimbing I: Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., Pembimbing II: Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada
Masalah utama dalam pemakaian bahasa suatu etnik dan kelompok sosial adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses pemahaman terhadap bentuk-bentuk pemakaian bahasa yang dilakukan orang lain. Pemberian makna terhadap pesan sangat dipengaruhi oleh budaya pengirim mapun penerima pesan. Kesalahan-kesalahan fatal dalam memahami makna dan simbol-simbol bahasa dapat menyebabkan persepsi yang salah terhadap maksud dan tujuan komunikasi.
Pola komunikasi yang digunakan WNUEM dalam penelitian ini berfokus pada penggunaan tingkat tutur (ondhâghân bhâsa), pilihan bahasa yang digunakan untuk beralih kode dan bercampur kode, intonasi (tone), simbol-simbol yang ditampakkan melalui gerakan tubuh (body language) sebagai aspek pendukung pemahaman terhadap tindak tutur dalam bahasa verbal, dan alih giliran tutur. Kategori dan fungsi tuturan yang tercermin dalam perilaku berbahasa― dibahas dalam subbab tersendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk menggali dan mendeskripsikan pola komunikasi yang digunakan WNUEM dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi yang digunakan WNUEM dalam berkomunikasi.
Penelitian ini akan memberikan dua kontribusi positif, yakni kontribusi teoritis dan kontribusi praktis. Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangsih pemikiran dalam ilmu linguistik, sehingga dapat dijadikan tambahan teori untuk memperkaya khasanah keilmuan dalam bidang sosiolinguistik, pragmatik, dan etnografi komunikasi. Sedangkan dari segi praktis penelitian ini dapat menjadi inspirasi untuk penelitian selanjutnya dalam bidang sejenis dan acuan bagi organisasi Nahdlatul Ulama dan organisasi lainnya dalam mengembangkan kegiatan-kegiatan yang melibatkan Warga NU yang menggunakan media bahasa sebagai alat komunikasi.
Metode kualitatif dengan pendekatan etnografi komunikasi digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini. Data dikumpulkan melalui observasi partisipasi dan nonpartisipasi, interview, pencatatan, dan perekaman. Data yang berupa rekaman ditranskripsi ke dalam bentuk data tertulis. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan metode etnografi komunikasi melalui analisis komponen tutur; Analisis conversation; Analisis wacana dengan konsep pragmatik, dan deskriptif.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa Pola komunikasi WNUEM di Jember dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Pola komunikasi kiai; (2) Pola kiai-UNUEM; (3) Pola komunikasi UNUEM; dan (4) Kisah kiai/ulama sebagai pola dan strategi komunikasi di kalangan WNUEM. Pola komunikasi tersebut dipengaruhi oleh status sosial, (peran, jabatan, keturunan/nasabiyah) perbedaan umur, keeratan hubungan, dan posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat
ix
tutur. Faktor-faktor tersebut mengacu pada nilai-nilai religius pesantren, kultur paternalistik, dan budaya EM yang sudah menjadi kebiasaan di lingkungan WNUEM. Komponen tutur WNUEM tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya, karena masing-masing komponen tutur saling mempengaruhi dalam membangun sebuah tuturan, sehingga terjadi peristiwa tutur. Ada tiga aspek yang dapat mempengaruhi peristiwa tutur yaitu Aspek pengetahuan linguistik (linguistic knowledge), aspek skil interaksi (interaction skill) dan aspek pengetahuan budaya (cultural knowledge). Ketiga aspek tersebut memiliki peran yang amat penting dalam menentukan terbentuknya pola komunkasi.
x
Abstract
Communication patterning of WNU in Jember; by Akhmad Haryono; Advisors I: Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana, S.U., M.A., Advisors II: Prof. Dr. Soepomo Poedjosoedarmo. Faculty of culture, Gadjah Mada University.
The main Problem in language using of ethnic and social group is mistake in social perception, that is caused by different of culture, that affect to understanding process of languageusingforms, that is implemented by other person. Clarrfying a meaning of massage is influenced by sender and receiver of massage. The Fatal mistakes in understanding the meaning and symbols of language can cause misperception to intention and goal of communication.
The communication patterning, that is used WNU in this study focuses on the use of speech levels (ondhâghân bhâsa), the choice of language used to code switching and code mixing, intonation (tone), these symbols were revealed through gestures (body language) as supporting aspects to understanding the speech acts in verbal language, and turn over said (turn taking). Categories and speech functions are reflected in the language behavior, is discussed in a separate section.
The purpose of research is to observe and discribe the communication patterning used by WNU. Furthermore the research is to explain some faktors that cause the communication patterning that used by WNU in communication.
There are two positive contributions taken from the research namely theoretical contribution and practical contribution. Theoretically, the research is expected to be useful as a contribution to thinking in linguistics, so it can be added to enrich the theory of knowledge in the field of sociolinguistics, pragmatics, and the ethnography of communication. Practically, the research can be an inspiration for further research in similar fields and reference for NU organizations and other organizations in developing activities involving NU, that use language as a medium of communication
The qualitative method and ethnography of communication approach is used to attain the goal of research. Data are collected by observation participation and nonparticipation, interview, documenting, and tape recorder. Data in the form of recordings transcribed in to data writing. Data that have been collected, than its analysed descriptive by using ethnography of communication through the components of speech analysis, conversation analysis, and discourse analysis by concept of pragmatics.
The research resulted the finding that the communication patterning of WNU can be classified: (1)The communication patterning of kiai; (2) The communication patterning of kiai-WNUEM; (3) The communication patterning among WNUEM; and (4) Scholars or ulama story as a patterning and strategie of communication among WNUEM; The communication patterning is influenced by social status( the role in society; position; and descent/nasab), different of age of participant, closeness of relationship, and the position of men and women in the speech community. These factors refer to religion value of Islamic Boarding house paternalistic culture, and the culture of EM that become the tradition in
xi
the domain of WNU,. The components of speech of WNU can be not segregated by another, because they have connection by another one in building of discourse that build the speech act. There are three aspects that can influence speech act namely: (1) linguistic knowledge; (2) interaction skill; and (3) cultural knowledge. They have essential role to determine the form of communication patterning.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ... LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN ... ... HALAMAN PERNYATAAN ... KATA PENGANTAR ... ... ... INTISARI ... ABSTRACT... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMBANG FONETIS DAN ORTOGRAFIS... DAFTAR TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA ... DARTAR LAMBANG, SINGKATAN, DAN GLOSARIUM... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN...
1.1 Latar Belakang Masalah... ... 1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian………...
1.2.1 Rumusan Masalah ………. 1.2.2 Lingkup Penelitian ………. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... ... 1.3.1 Tujuan Penelitian………. a. Tujuan Umum………. b. Tujuan Khusus………. 1.3.2 Manfaat Penelitian... 1.4 Metode Penelitian ... 1.4.1 Pendekatan Penelitian………. 1.4.2 Teknik Memasuki Lokasi Penelitian……….. 1.4.3 Peran peneliti……… 1.4.4 Lokasi Penelitian, Sumber Data, dan Setting Penelitian……
a. Lokasi Penelitian……… b. Sumber Data……… c. Setting Penelitian……… 1.4.5 Teknik Pengumpulan Data ………. a. Observasi Partisipasi dan Nonpartisipasi……… b. Wawancara………. c. Perekaman……….. d. Pencatatan……… 1.4.6 Transkripsi Data………. 1.4.7 Metode Analisis Data ……… 1.4.8 Penyajian Hasil Analisis Data………
1.4.9 Sistematika Penulisan……….
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI... 2.1 Tinjauan Pustaka ... ... ... i ii iv v viii x xii xvi xvii xviii xx xxviii 1 1 9 9 9 10 10 10 10 11 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15 16 16 16 17 19 19 22 22 81 Halaman
xiii
2.2 Landasan Teori ... ... ... 2.2.1 Konsep Etnografi Komunikasi ... ... ...
2.2.2 Pola Komunikasi... ... ... 2.2.3 Penggunaan Bahasa dalam Komunikasi ...
2.2.4 Fungsi-Fungsi Komunikatif Bahasa ... 2.2.5 Kompetensi Komunikatif ... 2.2.6 Bahasa dan Kebudayaan ... 2.2.7 Konteks ... 2.2.7.1 Masyarakat Tutur (Speech Community)... 2.2.7.2 Peristiwa Tutur (Speech Event) ... 2.2.7.3 Tindak Tutur (Speech act) ... 2.2.8 Prinsip Kerjasama (PK) dan Prinsip Sopan Santun (PS) dalam
Berkomunikasi... 2.2.9 Tingkat Tutur dan Pragmatik Lintas Budaya ... 2.2.9.1 Tingkat Tutur (Speech level) ………... 2.2.9.2 Pragmatik Lintas Budaya ... 2.2.10 Kode, Alih Kode, dan Campur Kode... 2.2.11 Stilistika: Sebagai Strategi Komunikasi ... ...
BAB III: NU, PESANTREN, DAN KULTUR PATERNALISTIK ... 3.0 Pengantar……… 3.1 Sejarah Berdirinya NU dan Keanggotaannya………. 3.2 NU, Pesantren, dan Kultur Paternalistik……… 3.3 Kiai dalam Pandangan Warga NU di Jember ………
BAB IV: SITUASI KEPENDUDUKAN DAN KEBAHASAAN DI JEMBER….. 4.0 Pengatar ……….. 4.1 Situasi kependudukan di Jember………. 4.2 Situasi Kebahasaan di Jember………. 4.3 Penggunaan BM oleh Warga NU di Jember………...
BAB V: POLA KOMUNIKASI KIAI………. 5.0 Pengantar………. 5.1 Pola Komunikasi Kiai yang Memiliki Hubungan Guru-Santri……... 5.1.1 Menta’dzimkan Guru dalam Tradisi NU……….. 5.1.2 Pola Komunikasi KG-KS dalam Situasi Formal... 5.1.3 Pola Komunikasi KG-KS dalam Situasi Informal……… 5.2 Pola Komunikasi Kiai yang Sederajat………. 5.2.1 Pola Komunikasi Kiai Sederajat dalam Situasi Formal……… 5.2.2 Pola Komunikasi Kiai Sederajat dalam Situasi Informal……. a. Faktor Perbedaan Umur………. b.Faktor Keeratan Hubungan……… 5.3 Pola Komunikasi Keluarga Kiai……….
5.1.1 Polo Komunikasi deangan Pendamping Hidup (Suami-Istri). a. Faktor Ikatan Guru-Santri……….. b. Faktor Nasabiyah dan kealiman……….
24 24 28 31 35 37 42 45 47 51 54 62 65 68 71 74 81 83 83 84 93 95 105 105 107 110 118 121 121 124 125 127 135 144 145 149 149 154 159 169 161 167
xiv
c. Faktor Keeratan Hubungan……… 5.1.2 Pola Komunikasi Orang Tua-Anak……….. a. Pola Komunikasi Orang Tua-Anak Kandung ……… b. Pola Komunikasi Mertua-Menantu………. c. Pola Komunikasi Paman/Bibi-Kemenakan……… d. Pola Komunikasi Kakak-Adik……… 5.2 Ringkasan………
BAB VI: POLA KOMUNIKASI KIAI-UMMAT... 6.0 Pengatar... 6.1 Pola Komunikasi Kiai Pesantren (KP)-Ummat... 6.1.1 Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Berpredikat Guru-Santri 6.1.2 Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Berstatus Sosial Tinggi.. 6.1.3 Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Dipengaruhi Keeratan
Hubungan... 6.1.4 Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Dipengaruhi Umur... 6.1.5 Pola Komunikasi KP-UNUEM dalam Situasi Formal ... 6.2 Pola Komunikasi Kiai Langghârân (KL)-UNUEM... 6.2.1 Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Memiliki Ikatan
Guru-Santri... 6.2.2 Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Dipengaruhi Status
Sosial ... 6.2.3 Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Dipengaruhi Umur... 6.2.4 Pola Komunikasi KL-UNUEM pada Situasi Formal... 6.3 Kategori dan Fungsi Ujaran sebagai Bentuk Pola Komunikasi Kiai-Ummat ... 6.4 Ringkasan...
BAB VII: POLA KOMUNIKASI UMMAT... 7.0 Pengantar... 7.1 Pola Komunikasi yang Melibatkan Tokoh NU... 7.2 Pola Komunikasi yang Melibatkan UNUEM Terpelajar... 7.3 Pola Komunikasi UNUEM yang Berbeda Umur... 7.4 Pola Komunikasi yang Dipengaruhi Keeratan Hubungan... 7.5 Pola Komunikasi Keluarga UNUEM... 7.5.1 Pola Komunikasi dengan Pasangan Hidup ... 7.5.2 Pola Komunikasi Orang Tua-Anak... a. Pola Komunikasi Orang Tua-Anak Kandung... b. Pola Komunikasi Mertua-Menantu... c. Pola Komunikasi Paman/Bibi-Kemenakan... 7.5.3 Pola Komunikasi Kakak-Adik... 7.6 Faktor-faktor Kegagalan Komunikasi UNUEM...
7.6.1 Tanpa Kiai yang Disegani dalam Pristiwa Tutur... 7.6.2 Rendahnya Kompetensi Komunikatif UNUEM... 7.7 Ringkasan... 169 172 172 176 183 187 192 198 198 199 200 208 215 224 232 240 241 245 248 254 258 263 270 270 270 277 284 290 296 296 305 305 310 317 324 329 330 333 339
xv
BAB VIII:KISAH ULAMA SEBAGAI POLA DAN STRATEGI KOMUNIKASI WNUEM... 8.0 Pengantar... 8.1 Kisah Yang Mencerminkan Kepatuhan Hamba Kepada Khaliknya.. 8.2 Kisah Yang Mencerminkan Kepatuhan Santri kepada Gurunya... 8.3 Kisah Yang Mencerminkan Perbedaan Makom Guru dan Santri... 8.4 Kisah Yang Mencerminkan Perilaku Saling Menghormati
Antarsesama... 8.5 Kisah Yang Mencerminkan Pembelajaran Etika ... 8.6 Kisah Yang Mencerminkan Kedisiplinan dan Rasa Tanggung
Jawab ... 8.7 Kisah Yang Mencerminkan Keikhlasan Seorang Kiai dalam
Beribadah ... 8.8 Ringkasan...
BAB IX : FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP POLA
KOMUNIKASI WNUEM DAN IMPLIKASI TEMUAN
TERHADAP PEMERTAHANAN BM... 9.0 Pengantar... 9.1 Faktor Kultur Paternalistik... 9.2 Faktor Komponen Tutur...
9.2.1 Setting (situasi) „tempat, dan suasana tutur‟ ………. 9.2.2 Participant „peserta tutur‟………... 9.2.3 End/function/purpose „tujuan tutur‟ ………. 9.2.4 Act sequence „urutan tindak‟……….. 9.2.5 Key (kunci) „nada tutur‟ ……… 9.2.6 Instrumentalis ‘sarana tutur‟………... 9.2.6 Norm of interactionand and interpretation „norma interaksi
dan interpretasi‟……… 9.2.7 Genres/message form „jenis tuturan‟………. 9.2.8 Kisah ulama yang dikagumi……… 9.3 Faktor Kompetensi Komunikatif... 9.4 Implikasi Temuan terhadap Pemertahanan BM………... 9.5 Ringkasan...
BAB X: SIMPULAN DAN SARAN ... ... ... 10.1 Simpulan ... ... ... 10.1.1 Pola Komunikasi WNUEM ... 10.1.2 Pola Komunikasi Kiai... 10.1.3 Pola Komunikasi Kiai-UNUEM... 10.1.4 Pola Komunikasi UNUEM... 10.1.5Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola komunikasi WNUEM dan Implikasi Temuan terhadap Pemertahanan BM 10.2 Saran ... ... ... DAFTAR PUSTAKA ... ... ... LAMPIRAN-LAMPIRAN 346 346 347 351 354 357 361 364 368 372 376 376 376 389 390 391 393 394 395 396 397 399 400 403 407 413 417 417 417 419 420 420 422 423 425
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Tingkat Tutur... Tabel 4.1: Presentase Jumlah Etnik di Jember……….. Tabel 4.2: Tingkat Penguasaan Bahasa Madura Keluarga Muda... Tabel 4.3: Penggunaan BM dalam Ranah Keluarga... Tabel 4.4: Sikap Penutur di Jember terhadap BM... Tabel 5.1: Pola Komunikasi KG-KS pada Situasi Formal……… Tabel 5.2: Pola Komunikasi KG-KS pada Situasi Informal……….. Tabel 5.3: Pola Komunikasi Kiai Sederajat pada Situasi Formal………. Tabel 5.4: Pola Komunikasi Kiai Sederajat pada Situasi Informal……… Tabel 5.5: Pola Komunikasi dengan Pendamping Hidup (Suami-Istri)………….. Tabel 5.6: Pola Komunikasi Orang Tua-Anak……….. Tabel 5.7: Pola Komunikasi Kakak-Adik……….. Tabel 6.1: Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Berpredikat Guru-Santri ……….. Tabel 6.2: Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Berstatus Sosial Tinggi………… Tabel 6.3: Pola Komunikasi KP-UNUEM yang Dipengaruhi Keeratan Hubungan.. Tabel 6.4: Pola Komunikasi KP-UNUEM yang berbeda Umur……… Tabel 6.5: Pola Komunikasi KP-UNUEM pada Situasi Formal……… Tabel 6.6: Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Dipengaruhi Ikatan Guru-Santri… Tabel 6.7: Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Dipengaruhi Status Sosial………. Tabel 6.8: Pola Komunikasi KL-UNUEM yang Dipengaruhi Perbedaan Umur….. Tabel 6.9: Pola Komunikasi KL-UNUEM pada Situasi Formal……… Tabel 6.10:Bentuk dan Fungsi Tuturan sebagai Pola Komunikasi Kiai-Ummat …. Tabel 7.1: Pola Komunikasi yang Melibatkan Tokoh NU……… Tabel 7.2: Pola Komunikasi yang Melibatkan UNUEM Terpelajar……… Tabel 7.3: Pola Komunikasi UNUEM yang Berbeda Umur………. Tabel 7.4: Pola Komunikasi UNUEM yang Dipengaruhi Keeratan Hubungan…... Tabel 7.5: Pola Komunikasi dengan Pendamping Hidup ……… Tabel 7.6: Pola Komunikasi Orang tua-Anak Kandung ……….. Tabel 7.7: Pola komunikasi kakak-adik dalam keluarga UNUEM………. Tabel 8.1: Pola dan Strategi Komunikasi untuk Menyampaikan Figur
Seorang Hamba yang Patuh terhadap Ketentuan Pencipta………... Tabel 8.2: Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan Figur
Seorang Santri yang Patuh dan Pengabdi kepada Guru……… Tabel 8.3: Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan
Perbedaan Makom Santri dengan Guru……… Tabel 8.4 :Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan Keutamaan Saling Ikram Antarsesama Pengasuh Pesantren/Tokoh Masyarakat…… Tabel 8.5 :Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan Pentingnya Etika kepada yang Lebih Sepuh………... Tabel 8.6 :Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan
Pentingnya Kedisiplinan dan Rasa Tanggung Jawab……….. Tabel 8.7 :Pola dan Strategi Komunikasi Untuk Menyampaikan
Pentingnya Ikhlas dalam beribadah dan Rasa Tawadlu’ kepada Guru…
70 109 113 115 116 134 143 149 159 175 187 192 208 215 223 231 240 244 248 254 258 262 277 284 290 296 304 323 329 351 354 357 360 364 368 372 halaman
xvii
DAFTAR LAMBANG FONETIS DAN ORTOGRAFIS No Fonem Ortografis
(EYD BM)
Contoh Penulisan
Fonetis Ortografis Arti 1 /a/ <a> /aŋka?/ <angka‟> „angkat‟ 2 /a/ <â> /jhalan/ <jhâlân> „jalan‟ 3 /i/ <i> /ghilir/ <ghilir> „gilir‟ 4 /u/ <u> /dhu?ur/ <dhu‟ur> „rangkai‟
5 /є/ <è> /єrєt/ <èrèt> „seret‟
6 /ә/ <e> /sәrsәr/ <serser> „kejar‟ 7 / / <o> /kכ?כŋ/ <ko‟ong> „sebatang kara‟ 8 /p/ <p> /pagghun/ <pagghun> „tetap‟ 9 /t/ <t> /tarєsna/ <tarèsna> „cinta‟ 10 /T/ <th> /cTכєk/ <cothèk> „ecer‟ 11 /c/ <c> /cכrnє?/ <cornè‟> „intip‟ 12 /k/ <k> /kәrkәr/ <kerker> „mengkerut‟ 13 /q/ <q> /qbrכhan/ <qorbhân> „qurban‟ 14 /?/ <‟> /l/?al?כ <lo‟la‟> „cedal‟
15 /b/ <b> /saba/ <sabâ> „sawah‟
16 /d/ <đ> /dalbik/ <đâlbik> „bibir tebal‟
17 /D/ <d> /saDa?/ <sadâ‟> „arit‟
18 /j/ <j> /jadiya/ <jâdiyâ> „di situ‟
19 /g/ <g> /bagi/ < bâgi> „bagi‟
20 /bh/ <bh> /bharәntәŋ/ <bhârenteng> „semangat‟ 21 /dh/ <đh> /dhabu?/ <đhâbu‟> „cabut‟ 22 /Dh/ <dh> /ghinDhuŋ/ <ghindhung> „gendong‟ 23 /jh/ <jh> /jhagha/ <jhâghâ> „bangun‟ 24 /gh/ <gh> /ghagghar/ <ghâgghâr> „jatuh‟
25 /f/ <f> /fakєr/ <fakèr> „fakir‟
26 /s/ <s> /sakє?/ <sakè‟> „sakit‟
27 /š/ <sy> /šarat/ <syarat> „sarat‟
28 /H/ <kh> /aHєr/ <akhèr> „akhir‟
29 /h/ <h> /hєran/ <hèran> „heran
30 /z/ <z> /ziarah/ <ziarah> „ziarah‟ 31 /m/ <m> /mandhap/ <mandhâp> „rendah‟ 32 /n/ <n> /nalєka/ <nalèka> „ketika‟ 33 /ñ/ <ny> /ñaŋgha?/ <nyangghâ‟> „menangkap‟ 34 /ŋ/ <ng> /ŋєndiŋ/ <ngènding> „jalan cepat‟ 35 /r/ <r> /rєk ŋ/ <rèkong> „galau‟ 36 /l/ <l> /lәbbha?/ <lebbhâ‟> „lebat‟
37 /w/ <w> /r wa/ <rowa> „itu‟
38 /y/ <y> /rєya/ <rèya> „ini‟
Diadopsi dari Sofyan, (2009) sebagian dikembangkan sendiri oleh penulis sesuai topik penelitian
xviii
DAFTAR TRANSLITERASI ARAB-INDONESIA Huruf
Arab Nama Transliterasi Contoh Keterangan
ا
alif a - akbar ; -Syakura
Huruf alif hidup dan mati biasa dilambangkan dengan a ب ba B
ba'dah
ت ta T Tabi‟iin ث tsa Ts - Tsanawiyah ج jim J Jam‟iyah ح cha Ch - Achmad خ kha Kh - khairun د dal D tauhid ذ dzal Dz - dzikrullah ر ra R – rabbi ز za Z - zaitun س sin S - samii‟un ش syin Sy - syifa‟ ص shad Sh - shadaqah ض dlad Dl - wudlu‟ ط tha Th - thaharah ظ dza Dz - dzalim ع „ain „ - ba‟daغ ghin Gh - Ghazwul fikri
xix ق qaf Q
- Qalbun
ك kaf K Kafir ل lam L - Lazim م mim M - mabrur ن nun N - nahdlatun و wau W - waladun ه ha H - „alaihimء hamzah dilambangkan ' - qori‟
ي ya Y
yaumun
vokal
panjang aa ii uu aa ii uu assalaamu‟alaikum -
ﻱ ai ai - Maisarah
xx
DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, DAN GLOSARIUM (A) Daftar Lambang
[ ] : lambang atau transkripsi fonetis / / : lambang fonem
{ } : lambang morfem „…‟ : mengapit makna/arti “…” : mengapit kutipan langsung
( ) : mengapit terjemahan harfiah/padanan kata ↑ : tekanan nada suara tinggi
→ : tekanan nada suara datar ↓ : tekanan nada suara rendah
(B) Daftar Singkatan Akml : Akmal Almdn : Alimuddin Amnh : Aminah Ansr : Ansori Arf : Abd. Rauf BAl : Bhâsa alos BI : Bahasa Indonesia BLmdn : Bindhârâ Lamudin BM : Bahasa Madura BMlj : Bhâsa Melajhu bpk : bapak Br : Bari BSbn : Bindhârâh Sarbini BSd : Bindhârâh Sidi BSgn : Bu Sugina BSlm : Bindhârâh Salim BSrn : Bu Sarni dsb. : dan sebagainya
FORSA : Forum Santri An-Nuqoyyah HAzis : H. Abd. Azis
HBdw : H. Baidawi HJfr : Haji Ja‟far Hfdz : Hafidz HHrs : H. Herus HMhfd : H. Mahfud Hrsn : Harsono Hrs : Hairus
xxi Hry : Haryo Hrtd : Hartadi Hsn : Husnan HSts : H. Santuso Hsym : Hasyim HTbrn : H. Thabrani HZn : Hazin HZnl : H. Zainal Idrs : Idrus
IG : istri berlatar belakang guru Iryn : Iriyani
IS : istri berlatar belakang santri Istfdh : Istifadah
Jml : Jamal
Jr : Juri
KAA : Kiai Abd. Azis KAmn : Kiai Amin
KAShj : Kiai Achmad Shonhaji KAN : Kiai A. Nasihun KAd : Kiai Ashadi KAhmdn : Kiai Ahmadun KAkml : Kiai Akmal KAWf : Kiai Ali Wafa KAmr : Kiai Amir
KBIH : Kelompok Bimbingan Ibadah Haji KHd : Kiai Hadi
Khlik : Khalik KHlm : Kiai Hilmi KHmd : Kiai Hamid KHsn : Kiai Hasan KHsym : Kiai Hsyim Khtb : Khatib Khtmh : Khatimah KIsml : Kiai Ismail KIsmn : Kiai Ismun Kkh : Kiai Khatib KKhlk : Kiai Kholik KL : Kiai Langghârân KLM : Kiai lebih muda KLS : Kiai lebih sepuh KMdrs : Kiai Mudarris KMhfd : K. Mahfudz KMhd : Kiai Muhid KMnr : Kiai Munir KP : Kiai Pesantren KSbr : Kiai Subairi
xxii KSd : Kiai Said KSdr : Kiai Sudarwan KSyd : Ki Sya‟di LAdh : lè Abduhi Ltf : Latif Mdrrs : Mudarris MHsn : M. Hasan Mkrs : Makhrus Mksm : Maksum Mmnh : Muthmainnah Mntpr : menantu perempuan Mnwr : Munawar MrSd : Mursid Mrtpr : mertua perempuan Mryd : Maryadi MSd : Masud MSrt : Moh. Sirat MSyhr : Moh. Syahri NFkh : Ning Faikoh NHsnh : Ning Hasanah NUEM : NU etnik Madura NyMrht : Nyai Marhati PHzh : Pak Hamzah PKtn : Pak Kustini PSgn : Pak Sugina PSjs : Pak Sujais Pnd : Pandi Pnlt : Peneliti PNwt : Pak Nawati PUnsyh : Pak Unsiyah RAbd : Ra Abduh RBkhr : Ra Bukhari Rdwn : Ridwan RLtf : Ra Latif
saw. : sallaahu alihi wasallam sdr. : saudara
SG : suami berlatar belakang guru Sgt : Sugito SHjh : shohibul hajah Sndn : Senadin swt. : subhaanahu wata’aalaa Syt : Suyitno HSlh :Hajah Sholeha
SS : suami berlatar belakang santri Sul : Sulaiman
xxiii
Umt : ummat
WNUEM : Warga NU Etnik Madura YTtk : Yu Tutik
Znl : Zainal PQtr : Pak Qotir
(C) Glosarium
abhâsa berbasa menggunakan bahasa dengan tingkat tutur di atas E-I (ngoko),
yaitu E-E (krama), È-B (krama inggil), dan atau bhâsa alos (bahasa kraton).
afdal, afdol lebih baik, yg terbaik, lebih utama, yang paling utama, biasanya
untuk menyatakan tentang peran sesorang atau situasi dan kondisi sesuatu.
ahlususunnah wal jamaah suatu aliran kepercayaan dalam agama Islam yang
mengikuti tuntunan, jejak Rasul Muhammad dan ijma/kesepakatan para sahabat.
ajunan sebutan untuk orang kedua tunggal pada tingkat tutur È-B dan BAl akhlaqul karimah budi pekerti yang mulia/baik
alim orang yang sangat pandai dalam bidang agama Islam
Allahummmaghfirlahu, almaghfirah lafadz do‟a/sebutan yang digunakan oleh
WNUEM untuk menyebut seorang tokoh (kiai, ulama) yang sudah meninggal .
almarhum sebutan yang digunakan oleh WNUEM untuk menyebut seorang tokoh
(kiai, ulama), maupun kaum muslimin dan muslimat yang sudah meninggal.
aqiqah, kekah, akikah Suatu acara dengan menyembelih kambing setelah
lahirnya bayi, yang biasa dilakukan pada hari ketujuh, atau kelipantannya, tapi bagi yang tidak mampu bisa dilakukan setelah dewasa atau sebelum meninggal dunia. Pada momentum tersebut, dalam tradisi NU dibacakan sholawat Nabi dan si bayi digendong dibawa keliling untuk dipotong rambutnya oleh para kiai/tokoh dan jamaah yang hadir.
Bid’ah, bidah pembaruan ajaran agama dengan tidak berpedoman kepada
Al-Quran dan Hadis
bèsan hubungan dua keluarga (orang tua) karena adanya tali pertunangan atau
perkawinan.
bindhârâh sebutan kepada seorang santri laki-laki atau lulusan pesantren yang
mengajarkan ilmu agama kepada santri colokan di masyarakat.
bhâsah alos bahasa tinggi yang biasa digunakan di kalangan pesantren/keraton. bhâsa mlaju bahasa ragam kota, yang biasanya campuran antara BI dan BM yang
xxiv
cia” ‘hambar‟ dalam konteks BM diibaratkan pada makanan yang tidak ada
garamnya/gulanya atau kurang bumbunya, sehingga tidak berasa apa-apa dan tidak enak jika dimakan
dâbuna guru „perkataan guru‟ semua ucapan yang keluar dari kiai/ulama yang
biasanya didasarkan kepada Al-Quran, Hdits Rasul, ijma‟, dan kias.
Dhâlem rumah keluarga kiai atau untuk menyatakan kediaman orang yang sangat
dihormati.
diba’an, sholawatan, puji-pujian yang essensinya untuk mengungkapkan rasa
cinta ummat kepada Nabi Muhammad Saw.
diniyah ilmu yang berkaitan dengan agama Islam
dhika panggilan orang kedua pada tingkat tutur Eg-E, biasanya digunakan mertua
kepada menantu, guru kepada santrinya.
Forsa akronim dari Forum Santri An-Nuqayyah
guru alif guru yang pertama kali mengajarkan Al-Quran, mulai dari huruf
hijaiyah
hablum minannas (hubungan dengan manusia), hubungan antarmanusia sesama
makhluk ciptaan Allah
haul (hari ulang tahun) yang biasanya oleh masyarakat NU digunakan untuk
memperigati para leluhur dengan kegiatan membaca tawashul fatihah, yasin, tahlil, dan do‟a.
imam arba’ imam yang membawa haluan atau ajaran mengenai hukum Islam
yang menjadi ikutan umat Islam (ada empat jumlahnya, yaitu: Hambali, Maliki, Hanafi, dan Syafi‟i): umat NU di Indonesia penganut imam Syafii
imtihan, haflatul imtihan ujian lisan bagi para santri yang dilakukan secara
terbuka di pesantren, yang biasanya dihadiri wali santri.
insyaAllah „jika Allah menghendaki‟ bisanya diuacapkan, ketika seseorang
berjanji.
istiqoma, ajek suatu amalan yang dilakukan secara terus-menerus dengan
memperhatikan waktu dan bilangannya.
izzul islam wal muslimin kemuliaan Islam dan ummat Islam.
jama’ah, jamaah suatu perkumpulan (dalam NU) yang tidak resmi layaknya
organisasi yang pengrusnya di-SK-an, pengurusnya biasanya sangat sederhana (ketua, sekretaris, dan bendahara) seperti jamaah yasinan, dibaan, manakiban dsb.
jam’iyah suatu perkumpulan (dalam NU) yang resmi, pengrusnya di-SK-an,
biasanya pengurusnya selain pengurus inti (ketua, sekretaris, dan bendahara), juga dilengkapi dengan seksi-seksi/bidang-bidang.
xxv
kalimat tauhid (Laaailaaha illAllaah) kalimat untuk mengesakan Allah. khilafah, khalifah, kepemimpinan Islam periode setelah wafatnya Rasulullah. Kiai langghârân kiai yang bukan keturunan kiai, tapi karena memiliki ilmu
agama yang memadai sebagai tempat bertanya di masyarakat setempat, biasanya memiliki langgar (mushalla) untuk tempat mengaji santri colokan (santri yang datang untuk mengaji, tapi tidak menginap).
Kiai Pesantren kiai pengasuh pesantren, atau keturunan kiai pengasuh pesantren. kultur paternalistik adalah kepatuhan santri kepada kiai yang sudah mengkristal
dan sudah menjadi tarekat dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang diamalkan secara konsisten dan terus menerus baik selama di pesantren, maupun setelah kembali ke masyarakat.
lampa kebiasaan hidup seseorang yang patut diteladani oleh para pengikutnya,
termasuk keturunan dan para santri/muridnya.
lora, gus anak laki-laki yang dilahirkan dari keluarga kiai.
madzhab, mazhab haluan atau ajaran mengenai hukum Islam yang menjadi
ikutan umat Islam (ada mpat jumlahnya, yaitu: mazhab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafii): umat Islam di Indonesia khususnya warga NU penganut madzhab Syafii.
makhrujul huruf keluarnya suara huruf hijaiyah dari alat ucap manusia yang
ukuran dan kebenarannya didasarkan pada ilmu tajwid.
ma’shiyat, maksiat perbuatan yg melanggar perintah Allah; perbuatan dosa
(tercela, buruk, dsb.)
makom kedudukan seseorang yang didasarkan pada status sosial, peran, jabatan
dan, nasabnya.
mauludan acara memperingati kelahiran Nabi Muhammad Saw. pada momentum
tersebut biasanya dibacakan sholawat nabi secara bersama-sama.
morok mengajari santri membaca Al-Quran atau kitab kuning. muhrim orang yang haram dinikahi.
muhrim bitta’bit orang yang haram dinikahi untuk selama-lamanya, seperti orang
tua dan mertua.
muthola’ah membuka kitab dengan tujuan untuk mengulangi, belajar sendiri atau
secara bersama-sama dengan sesama santri.
muzakki orang yang mengeluarkan zakat
Nahdlatul Ulama organisasi sosial keagamaan berhaluan ahlussunnah waljamaah,
yang tetap mengakomodasi tradisi masyarakat setempat selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
nahdiyyin warga NU
xxvi
ngabdi mengabdi, belajar ilmu agama meupun ilmu tèngka (akhlak) di pesantren. nyabis bersalaman dengan mencium tangan kiai/nyai, kadang kala disertai uang. nyorok belajar kitab kuning kepada seseorang (kiai, ustadz, bindhârâ) di
pesantren atau langgar NU
padhâna, paduka panggilan orang kedua dalam ragam BM keraton (BAl) panjenengan panggilan orang kedua dalam tingkat tutur BM È-B
parjâji golongan ningrat, termasuk pejabat
pesantren salaf pesantren yang memfokuskan pengkajiannya hanya pada ilmu–
ilmu keagamaan Islam (diniyah) yang dikelola secara tradisional maupun modern.
ru’yah, rukyat penglihatan (rukyatulhilal), melihat bulan tanggal satu untuk
menentukan hari permulaan dan penghabisan puasa Ramadhan.
santri colokan santri yang datang ke langgar untuk mengaji dan tidak menginap. selera sebutan muka untuk orang yang dihormati seperti kiai.
shohibul bait tuan rumah, orang yang ketempatan/mengadakan acara shohibul hajah orang yang mempunyai hajat
sidang isbath sidang untuk menentukan 1 Ramadlan, 1 Syawal, dan hari raya idul adlha yang dipimpin langsung oleh menteri agama.
sorokan pengkajian kitab kuning, pada umumnya santri kepada kiai/ustadz. sungkan malu, pearasaan segan kepada orang yang dihormati.
syar’iyah hal-hal yang berkaitan dengan hukum agama Islam.
ta’abhâsah, tidak berbhasa menggunakan tingkat tutur E-I (ngoko).
ta’dzim memuliakan, digunakan kepada orang yang sangat dihormati di kalangan
NU, seperti kiai/ulama.
tahlilan pengucapan kalimat tauhid la ila ha illAllah „tidak ada Tuhan selain
Allah‟ secara berulang-ulang yang dipadukan dengan kalimat toyyibah lainnya, yang disusun sedemikian rupa oleh para ulama NU―dibaca pada suatu acara pengajian, atau kematian warga NU.
tawadlu’ tawadukrendah hati, patuh, taat kepada guru.
tingkepan acara selamatan kehamilan tujuh bulan, biasanya para undangan
diminta untuk mengaji surat-surat tertentu dengan maksud tertentu pula. ilmu tèngka, Akhlak, budi pekerti ilmu yang berkaitan dengan tatanan hidup di
masyarakat, segala tindakan dan perilaku yang dapat diadobsi dari kiai dan diterapkan kelak, kalau santri sudah hidup di tengah-tengah masyarakat.
xxvii
wali, waliyullah kekasih Allah, seperti wali sanga, kiai, yang karomah yang
memiliki keistimewaan di mata santri/ummat NU
walimah, pesta pernikahan, acara yang dilaksanakan setelah acara akad nikah, ada kalanya bersamaan, dengan mengundang tetangga dan handai taulan.
washilah perantara, penghubung, biasanya dalam berdo‟a warga NU
berwashilah/bertawashul kepada Rasulullah, para wali, dan ulama sebagai kekasih Allah.
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Daftar Pertanyaaan untuk menggali data berupa Informasi
Lampiran 2: Peta Kabupaten Jember
Lampiran 3: Riwayat Hidup Penulis
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hampir semua manusia membutuhkan hubungan sosial dengan
orang-orang di sekitarnya, dan kebutuhan ini terpenuhi melalui pertukaran pesan yang
berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan manusia, agar mereka tidak
terisolasi antara satu dengan yang lainnya. Pesan-pesan itu tercermin dalam
perilaku manusia. Ketika seseorang sedang berbicara, maka dia sebenarnya
sedang berperilaku. Begitu juga ketika seseorang melambaikan tangan,
tersenyum, bermuka masam, manganggukkan kepala, atau memberikan suatu
isyarat, maka dia juga sedang berperilaku. Perilaku-perilaku ini merupakan
pesan-pesan yang digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada orang
lain, dan perilaku-perilaku tersebut dapat didefinisikan sebagai bentuk
komunikasi apabila bermakna.
Bahasa merupakan suatu produk sosial dan budaya, bahkan merupakan
bagian tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk sosial dan budaya
tentu bahasa merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan dan perilaku masyarakat,
wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh
masyarakat pemakai bahasa itu. Sudah barang tentu, bahasa sebagai hasil budaya
megandung nilai-nilai masyarakat penuturnya (Sumarsono & Partana, 2002:
20-21). Oleh karena itu, bahasa sering dipakai sebagai ciri etnik, bahasa dikatakan
2 pandangan akan adanya hubungan yang tetap dan pasti antara ciri-ciri fisik suatu
etnik dengan suatu bahasa atau variasi bahasa tertentu.
Bahasa sering dipakai untuk melaksanakan banyak fungsi komunikasi,
namun fungsi bahasa yang paling penting adalah penyampaian informasi. Lyons
(1972) Brown dan Yule (1996) mengemukakan bahwa pengertian komunikasi
dengan mudah dipakai untuk menunjukkan perasaan, suasana hati, dan sikap.
Karena itu, ia terutama akan tertarik pada penyampaian informasi faktual atau
proporsional yang disengaja. Jadi komunikasi merupakan usaha
pembicara/penulis untuk memberitahukan sesuatu kepada pendengar/pembaca
atau menyuruhnya melakukan sesuatu.
Peran bahasa tidak sama dalam lingkungan masyarakat tertentu. Bahasa
bisa berperan sebagai identifikasi kategori sosial, pemeliharaan dan pengaturan
hubungan, dan jaringan sosial individu serta bisa digunakan untuk melakukan
kontrol sosial. Kategori sosial merupakan bagian dari sistem sosial yang juga
menjadi tambahan dalam sisitem bahasa sebagaimana digunakan untuk menandai
kategori-kategori itu.
Dalam melaksanakan pembangunan bangsa, kita tidak dapat
mengabaikan keberadaan bahasa dan budaya sekelompok masyarakat tertentu
sebagai alat komunikasi. Sebab, keduanya mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat pendukung bahasa dan kebudayaan
tersebut. Namun demikian, kita juga harus menyadari bahwa bahasa dan budaya
tidak selalu berdampak positif terhadap keberlangsungan pembangunan bangsa.
3 pemakaian bahasa tersebut tidak salah dalam memahami dan menggunakan
bahasa dan budaya suatu masyarakat dan kelompok tertentu. Akan tetapi
sebaliknya, jika pemakai bahasa dan pelaku budaya salah dalam memahami
makna dan simbol bahasa dan budaya yang dipakai sebagai alat komunikasi,
maka bahasa dan budaya dapat menjadi sumber persoalan dan konflik di
masyarakat.
Bahasa dan budaya merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan,
karena melalui pemahaman terhadap budaya masyarakat tertentu dapat tercermin
unsur-unsur komunikasi dalam pemakaian bahasa yaitu, siapa berbicara dengan
siapa, tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, apa makna yang
terkandung dalam pesan, dalam konteks apa seseorang berpesan, dan bagaimana
menafsirkan pesan. Kesalahan dalam menempatkan unsur-unsur komunikasi
dalam budaya masyarakat, dapat mengakibatkan hambatan/kegagalan
komunikasi―bahkan akan menyulut timbulnya konflik dan kekerasan
antarkelompok penganut budaya tersebut. Tidak jarang masalah-masalah kecil
(spele) telah menjadi masalah besar seperti pembunuhan, karena disebabkan
kegagalan komunikasi.
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk
menyalurkan kepercayaan, nilai, dan norma. Bahasa merupakan alat bagi
manusia untuk berinteraksi dengan manusia lainnya dan juga sebagai alat untuk
berpikir. Maka, bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi
dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat realitas sosial. Bahasa
4 Masalah utama yang sering terjadi dalam pemakaian bahasa suatu etnik
adalah kesalahan dalam persepsi sosial yang disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses pemahaman terhadap
bentuk-bentuk pemakaian bahasa yang dilakukan orang lain. Pemberian makna terhadap
suatu pesan sangat dipengaruhi oleh budaya pengirim maupun penerima pesan.
Kesalahan-kesalahan fatal dalam memahami makna dapat menyebabkan persepsi
yang salah terhadap maksud dan tujuan pemakaian bahasa. Kesalahan-kesalahan
ini diakibatkan oleh orang-orang yang berlatar belakang berbeda budaya,
sehingga tidak dapat memahami bentuk-bentuk komunikasi satu dengan lainnya
dengan akurat. Pemahaman atas perbedaan-perbedaan budaya ini akan
membantu mengetahui sumber-sember masalah yang potensial dalam pemakaian
bahasa, sedangkan pemahaman seseorang atas persamaan-persamaannya akan
membantunya lebih mendekatkan kepada pihak lain yang berbeda budaya dan
pihak lainpun akan merasa lebih dekat kepadanya.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa budaya mempengaruhi pola
komunikasi. Budayalah yang menentukan waktu dan jadwal peristiwa tutur
antarperson, tempat untuk membicarakan topik-topik tertentu, jarak fisik yang
memisahkan antara seorang penutur dengan petutur (partisipan tutur), nada suara
yang sesuai untuk pembicaraan topik dan partisipan tertentu. Budaya juga
melukiskan kadar dan tipe kontak fisik yang dituntut oleh tradisi masyarakat
tertentu, dan intensitas emosi yang menyertainya. Budaya meliputi hubungan
antar apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan sesuai konteksnya, seperti
5 Perbedaan status dan kelas sosial menyebabkan orang-orang yang
berstatus berbeda sulit menyatakan opini secara bebas dan terus terang dalam
even diskusi dan perdebatan. Seseorang yang berstatus lebih rendah (bawahan)
harus menyatakan rasa hormat kepada orang yang berstatus lebih tinggi
(atasannya). Status dan kelas sosial juga menentukan apakah suatu bisnis akan
terjadi antarindividu dan antarkelompok (Whyte & Hall, Schrope,1974;
Mulyana & Rakhmat 2003). Karena itu pola komunikasi masyarakat tertentu
cenderung dipengaruhi keseluruhan pola budaya termasuk pemberlakuan status
dan kelas sosial sebagai unsur yang mempengaruhi pola komunikasi. Perubahan
utama dalam kategori-kategori struktur sosial biasanya juga membawa
perubahan pola komunikasi.
Kaitannya dengan pembangunan bangsa, terutama yang berhubungan
dengan pembangunan sumber daya manusia, organisasi sosial kemasyarakatan
seperti Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran yang amat penting. NU telah
menjadi pemerakarsa berdirinya pesantren di Indonesia sebagai lembaga
pendidikan alternatif yang hidup di tengah masyarakat pedesaan, walaupun kini
pesantren juga tumbuh secara pesat di daerah perkotaan―bahkan
oraganisasi-organisasi lain di luar NU juga telah berinisiatif mendirikan pesantren.
Warga NU yang jumlahnya cukup besar memilki tradisi dan budaya yang
sangat unik, khususnya yang berada di Jember yang sebagian besar berlatar
belakang EM. Menurut pendapat Sutarto (2005) NU dikenal sebagai kekuatan
Islam yang sangat menghormati tradisi dan budaya lokal, bahkan ada yang
6 sarungan, kolot, dan entah apa lagi. Mereka (warga NU) hidup di tengah
perpaduan antara tradisi dan syari‟at Islam.
Warga NU sebagian besar dilahirkan dari embrio kehidupan pesantren
salaf dengan kultur paternalistik yang sudah mengakar. Yang dimaksud
pesantren salaf disini adalah pesantren yang memfokuskan pengkajiannya hanya
pada ilmu–ilmu keagamaan (diniyah) baik yang dikelola secara tradisional.
Sedangkan kultur paternalistik adalah kepatuhan santri kepada kiai yang sudah
mengkristal dan sudah menjadi tarekat dalam kebiasaan hidup sehari-hari yang
diamalkan secara konsisten dan terus menerus baik selama ia berada di
pesantren, maupun setelah kembali ke masyarakat. Karena itu, kehidupan taradisi
dan budaya masyarakat NU cenderung mengikuti pola tradisi dan budaya
pesantren.
Fenomena-fenomena di atas, jika dikaitkan dengan studi pendahuluan di
lapangan menghasilkan asumsi-asumsi yang membuat penulis merasa perlu,
penting, dan tertarik untuk meneliti “Pola komunikasi warga NU di Jember”
yang mayoritas pendukungnya etnik Madura. Asumsi-asumsi ini, merupakan
dampak kultur paternalistik yang sudah mengakar di kalangan NU dapat
dijabarkan sebagai berikut;
Pertama, stratifikasi sosial kiai di kalangan warga nahdiyyin ditempatkan
pada posisi yang paling terhormat sehingga tercermin dalam pola pemakaian
bahasanya. Dalam pandangan ummat NU, kiai diposisikan sebagai kelompok
yang sangat dita’dzimkan (amat dihormati). Dalam struktur sosial maupun politik
7 peran kiai di masyarakat berbasis NU sangat menentukan pola dan warna
kehidupan di masyarakat. Karena itu, ketaatan ummat kepada kiai yang sekaligus
dianggap guru dan pembimbing spiritual merupakan kewajiban nomor wahid
dalam kultur NU.
Kedua, rendahnya tingkat pendidikan sebagian WNUEM telah
menyebabkan rendahnya kompentensi komunikatif yang dimiliki. Fenomena ini
telah berakibat kurangnya pemahaman terhadap tiga aspek kempetensi
komunikatif (Linguistic knowledge, interaction skill, dan cultural knowledge),
sehingga sering menimbulkan kegagalan komunikasi bahkan memicu terjadinya
konflik.
Ketiga, dalam sistuasi dan kondisi tertentu komunikasi antarWNUEM
menggunakan referensi para ulama/kiai yang dikagumi sebagai bagian strategi
komunikasi. Partisipan tutur akan lebih antusias mendengarkan apa yang
disampaikan penutur, jika di sela-sela percakapannya menceritakan ulama yang
dikagumi sebagai strategi untuk mencapai tujuan tutur.
Alasan-alasan tersebut menggambarkan adanya keunikan dan kekhasan
kultur dalam kelompok warga NU di Jember yang dapat dilihat melalui
fakta-fakta kebahasaannya. Pola komunikasi yang digunakan warga NU di Jember
tidak terlepas dari kategori dan fungsi bahasa yang tercermin dalam tuturan,
tingkat tutur (ondhâghân bhâsa/speech level), pilihan bahasa yang digunakan,
intonasi (tone), dan simbol-simbol yang ditampakkan melalui gerakan-gerakan
tubuh (body language) sebagai aspek pendukung pemahaman terhadap tindak
8 Pola komunikasi tersebut tercermin dalam percakapan yang melibatkan
orang-orang yang status sosialnya berbeda, memiliki peran dan jabatan yang
berbeda, umur yang berbeda, dan kelompok sosial yang berbeda, seperti
pertuturan antara kiai-ummat, antara guru-santri atau orang tua-anak
Kesalahan dalam penggunaan pola komunikasi tersebut, dalam perspektif
warga NU merupakan masalah yang dapat menyebabkan interpretasi yang
negatif terhadap pemakainya. Mereka telah dianggap melanggar konvensi
dalam pemakaian bahasa yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut,
sehingga dapat menyebabkan seseorang terisolasi dari pergaulan dan bahkan
akan menuai cercaan dan cacian di masyarakat.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, penelitian ini menarik dan amat
penting untuk dilakukan sebagai upaya menggali lebih mendalam
fenomena-fenomena kebahasaan yang terjadi dalam kelompok warga NU di Jember yang
tercermin dalam pola pemakaian bahasanya. Melalui penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan tambahan khasanah baru bagi kajian linguistik
yang berhubungan dengan konteks sosial dan budaya komunitas tertentu
(sosiolinguistik dan etnografi komunikasi), khususnya komunitas warga NU.
Rekomendasi penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi warga NU
dan kelompok lainnya dalam berkomunikasi, sehingga dapat mencegah
terjadinya kegagalan komunikasi yang dapat mengakibatkan kesenjangan
9 1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian
1.2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, dapat dirumuskan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut: “Bagaimana pola komunikasi
WNUEM di Jember?”
Rumusan masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Bagaimana pola komunikasi kiai?
2. Bagaimana pola komunikasi kiai-UNUEM?
3. Bagaimana pola komunikasi UNUEM?
4. Mengapa terjadi pola komunikasi WNUEM di Jember?
1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian tentang pola komunikasi dengan objek penelitian bahasa warga
NU memiliki cakupan yang sangat luas. Karena itu, agar penelitian ini lebih
spesifik sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka peneliti
perlu melakukan pembatasan-pembatasan berkaitan dengan subaktivitas
penelitian, objek penelitian, dan peristiwa tutur, sebagai berikut:
1. Berkaitan dengan pola komunikasi, penelitian ini berkonsentrasi pada
subaktivitas penggunaan kode tutur yang meliputi: penggunaan tingkat tutur
(speech level), pilihan bahasa sebagai bentuk alih kode dan campur kode,
nada suara (tone), bahasa tubuh (body language), dan alih giliran tutur.
2. Berkaitan dengan objek penelitan yakni bahasa warga NU yang terdiri dari
barbagai etnik di Jember. Penelitian ini hanya berfokus pada bahasa warga
10 Jember yang memiliki kekhasan dan keunikan kultur yang tecermin dalam
pola komunikasinya.
3. Berkaitan dengan peristiwa tutur, penelitian ini mencakup situasi formal dan
informal. Dalam Situasi formal, hanya berfokus pada setting
pertemuan-pertemuan yang bersifat rutin, pengajian, acara perkawinan, dan hari-hari
besar Islam. Sedangkan situasi informal hanya berfokus pada obrolan
sehari-hari dan pertemuan yang sifatnya santai seperti di masjid, Moshalla/langgar
NU, rumah WNUEM, dan termasuk dalam ranah keluarga. Peristiwa tutur
dalam pertemuan-pertemuan formal dan informal yang bekaitan dengan
politik, jual beli seperti di toko dan di pasar, tidak tercakup dalam penelitian
ini―karena merupakan permasalahan yang pembahasannya sangat luas dan juga membutuhkan energi yang besar, sehingga perlu diteliti secara khusus
pada even-even penelitian yang lain.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali dan mendeskripsikan pola komunikasi WNUEM di Jember.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Menggali dan mendeskripsikan pola komunikasi kiai.
11 3. Menggali dan mendeskripsikan pola komunikasi UNUEM.
4. Menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola komunikasi
WNUEM di Jember .
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini akan memberikan dua kontribusi positif, yakni kontribusi
teoritis dan kontribusi praktis.
Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
pengembangan teori dalam bidang sosiolinguistik khususnya dalam kajian
etnografi komunikasi yang berkaitan dengan pola komunikasi yang digunakan
oleh komunitas tertentu. Karena keunikan dan kekhasan penggunaan kode-kode
bahasa yang merupakan refleksi dari kultur pada kelompok masyarakat NU telah
membentuk keunikan dan kekhasan bahasa yang digunakan. Sehingga deskripsi
ini diharapkan dapat memperkaya teori-teori dalam kajian etnografi komunikasi.
Dari segi praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam
penyusunan bahan ajar etnografi komunikasi yang kini masih langka dan
inspirasi bagi penelitian selanjutnya yang sejenis. Selain itu, rekomendasi hasil
penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi pihak terkait dan organisasi Nahdlatul
Ulama untuk mengidentifikasi akar masalah yang berkaitan dengan kegagalan komunikasi yang sering terjadi baik antarwarga NU sendiri, maupun antarwarga
12
1.4 Metode Penelitian
Metode yang dimaksud dalam penelitian adalah cara atau prosedur dan
langkah-langkah serta tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
penelitian. Cara, tahapan, dan langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian
ini meliputi: (1) Pendekatan Penelitian; (2) Teknik Memasuki Lokasi Penelitian;
(3) Peran peneliti; (4) Lokasi Penelitian, Sumber Data, dan Setting Penelitian;
(5) Teknik Pengumpulan Data; (6) Transkripsi Data; (7) Teknik Analisis Data;
(8) Penyajian Hasil Analisis Data; (9) Sistematika Penulisan.
1.4.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam peneletian ini adalah pendekatan
kualitatif dengan fokus kajian etnografi komunikasi. Studi etnografi komunikasi
menurut Kuswarno (2008) suatu kajian yang dapat menggambarkan,
menjelaskan, dan membangun hubungan dari kategori-kategori data yang
ditemukan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari etnografi komunikasi untuk
menganalisis, menggambarkan, dan menjelaskan perilaku berbahasa dari suatu
kelompok sosial.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, penelitian pola komunikasi warga
NU dalam perspektif etnografi komunikasi bertujuan untuk memberikan
gambaran dan pemahaman secara global mengenahi perilaku berbahasa warga
NU dalam konteks sosial dan budaya yang unik. Sekaligus memberikan
gambaran bagaimana aspek sosiokultural tersebut berpengaruh terhadap perilaku
13 1.4.2 Teknik Memasuki Lokasi Penelitian
Teknik yang dipakai untuk memasuki lokasi penelitian adalah formal dan
informal. Teknik formal digunakan untuk menggali data yang berkaitan dengan
konteks pemakaian bahasa pada situasi formal. Sedangkan teknik informal
digunakan untuk menggali data pada konteks obrolan sehari-hari (situasi tidak
formal). Digunakannya teknik informal untuk menjaga kekhawatirkan warga NU
akan merubah pola komunikasi dari yang sebenarnya dan mereka akan
berbahasa/memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kebiasaan sehari-hari.
Hal tersebut dilakukan untuk menjaga keaslian data yang didapat dari para
informan maupun dari pengamatan secara langsung dalam observasi partisipasi
dan nonpartisipasi di lapangan.
1.4.3 Peran peneliti
Dalam penelitian ini, peran peneliti sebagian besar tertutup baik dalam
situasi formal maupun informal. Dikatakan tertutup karena peneliti merahasiakan
identitas sebagai peneliti―dalam hal ini peneliti berperan sebagai inteligent.
Peran tertutp ini dilakukan untuk menjaga validitas keaslian data. Namun dalam
waktu-waktu tertentu peran peneliti bisa terbuka misalnya, berkaitan dengan
pengurusan ijin atau kebutuhan organisasi NU yang sedang diteliti.
1.4.4 Lokasi Penelitian, Sumber Data, dan Setting Penelitian
Lokasi penelitian, sumber data, dan setting penelitian merupakan aspek
14 dengan konteks penelitian yang menentukan kapan dan bagaimana bahasa itu
digunakan dalam masyarakat tutur.
a. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan tempat untuk menggali dan memperoleh data
dalam pelaksanaan penelitian ini berada dalam ruang lingkup Kabupaten Jember.
Dipilihnya Kabupaten Jember sebagai lokasi penelitian, karena di daerah
tersebut merupakan basis warga NU yang masih memiliki keunikan dan
kekhasan kultural. Rekomendasi penelitian ini nanti akan menjadi cerminan pola
komunikasi warga NU di daerah tapal kuda lainnya (Pasuruan, Lumajang,
situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi) yang memiliki karakter kultur daerah
yang hampir sama.
a. Sumber Data
Data akan diperoleh dari tiga sumber: sumber pertama akan digali dari
pengamatan secara langsung proses komunikasi komunitas warga NU melalui
observasi partisipasi; sumber kedua akan digali dari para informan dari kalangan
warga NU dan sumber ketiga, akan digali dari para tokoh agama dan ilmuwan
yang menekuni tentang kajian NU dan kajian Madura.
c. Setting Penelitian
Yang akan dijadikan setting untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah situsi formal dan informal, dimana proses komunikasi tersebut
berlangsung. Situasi formal seperti dalam rapat-rapat, pengajian, rapat-rapat
pengurus NU dan sebagainya. Adapun situasi informal, yaitu komunikasi yang
15 1.4.5 Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh data atau informasi di
lapangan untuk menjawab permasalahan penelitian. Untuk memperoleh data dan
informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian, akan digunakan metode
dan teknik sebagai berikut:
a. Observasi Partisipasi dan Nonpartisipasi
Dalam penelitian etnografi komunikasi, metode pengumpulan data yang
paling umum dan relevan di dalam domain kebudayaan adalah observasi
partisipasi dan non partisipasi. Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperoleh data
peristiwa komunikasi dengan cara mengamati, mencatat, dan merekam secara
langsung data penelitian. Dalam observasi partisipasi, peneliti bisa sambil
berpartisipasi dengan mitra tutur berada di tengah-tengah komunitas warga NU
dan sesekali juga terlibat langsung dalam proses komunikasi, sedangkan
obessrvasi non partisipasi peneliti hanya menyimak langsung pemakaian bahasa
dalam komunikasi tanpa terlibat dalam komunikasi. Kedua metode tersebut
menggunakan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik
simak libat cakap, rekam, dan catat.
b. Wawancara
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang perilaku
komunikasi/tindak tutur yang dipergunakan oleh komunitas warga NU dalam
setting komunikasi yang sesungguhnya, sehingga diperoleh data untuk
mengetahui sebab-sebab yang dapat mempengaruhi pola komunikasi. Kegiatan