5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif
(Rusman 2011:201) Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme.Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah
suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan
mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan
yang ada dan merevisinya bila perlu Soejadi dalam Teti Sobari, (Rusman 2011:201).
Menurut Slavin, (Rusman,2011:201), pembelajaran kooperatif menggalakan siswa
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam model pembelajaran
kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan
penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri .
Nurulhayati, (Rusman, 2011:203),pembelajaran kooperatif adalah strategi
pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi. Selain itu Nurulhayati, (Rusman 2011:204) mengemukakan lima unsur
dasar modal cooperatif learning, yaitu:
1. Ketergantungan yang positif
2. Pertanggungjawaban individual
3. Kemampuan bersosialisasi
4. Tatap muka, dan
5. Evaluasi proses kelompok
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
(Rusman 2011:210) Tujuan penting lain dari pembelajaraan kooperatif adalah
untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak
kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung
satu sama lain di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Dalam
pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus
Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas.
Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi
antaranggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas
antaranggota kelompok selama kegiatan.
Tabel 2.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif.
Tahap Tingkah laku guru
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.
Tahap 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan. Tahap 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.
Tahap 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajari atau masing-masing kelompok
mempersentasikan hasil kerjanya. Tahap 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.1.3 Prinsip-prinsip pembelajaran kooperatif
Riger dan David johnson (Lie, 2008), (Rusman 2011:212) ada lima unsurdasar
dalampembelajarankooperatif (cooperatif learning), yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran
kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang
dilakukan oleh kelompok tersebut.
2. Tanggungjawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan
kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya.
3. Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan
melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari
anggota kelompok lain.
4. Partisipasi dan komunikasi (participacion communication), yaitu melatih siswa untuk
dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya
bisa bekerjasama dengan lebih efektif.
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair share (TPS)
Model pembelajaran Think-Pair-Share (TPS)adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan
partisipasi kepada orang lain. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu
siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share (TPS)
ini memberi kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.
Frank Lyman (dalam Trianto 2010:81). Mengatakan bahwa Think Pair Share
(TPS) adalah strategi diskusi. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dari model ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu
siswa maju membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model ini memberikan
kesempatan setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka kepada
orang lain. Model ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan semua tingkat
didik dan member kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi
kepada orang lain.TPS mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi
perlu diselenggarakan dalam setting kelompk kelas secara keseluruhan.Think Pair
Share memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu
Strategi TPS yang digunakan oleh para guru menerapkan langkah-langkah sebagai berikut:
Tahap Tingkah laku guru
Tahap 1
Thinking (berfikir)
Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2
Pairing (berpasangan
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3
Share (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan hasil pekerjaannya.
2.1.5 Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe (TPS)
Sanjaya (Zaifbio,2011) menyatakan bahwa keunggulan pembelajaran
kooperatif sebagai suatu model pembelajaran diantarannya adalah sebagai berikut:
1. Melalui model pembelajaran kooperatif peserta didik tidak terlalu menggantungkan
pada guru, tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri,
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari peserta didik yang
lain.
2. Model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan,
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3. Model pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
4. Model pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap peserta didik untuk
5. Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan
orang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waku, dan sikap positif
terhadap sekolah.
6. Melalui model pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk menguji ide dan pemahaman sendiri, menerima umpan balik. Peserta didik
dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan
yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.
7. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan peserta didik
menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata.
8. Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan berpikir. Hal ini berguna untuk pendidikan jangka panjang.
2.1.6 Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe (TPS)
Kelemahan metode TPS adalah pembelajaran yang baru diketahui,
kemungkinan yang dapat timbul adalah sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan
rasa percaya diri, saling mengganggu antar siswa.Ibrahim (Zaifbio, 2011).
Kegiatan “berpikir-berpasangan-berbagi” dalam model Think-Pair-Share
memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga kualitas jawaban
juga dapat meningkat.Menurut Jones (Zaifbio, 2011) akuntabilitas berkembang karena
siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi)
dengan pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan
seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk
terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di
Menurut Spencer Kagan (dalam skripsinya Stevanus Oky Rudy Susanto, 2010)
manfaat Think-Pair-Share adalah:
1) Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya
dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan
Think-Pair-Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk
menjawab setelah berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat
secara lebih seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin
menjadi lebih baik, dan
2) Para guru juga mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berpikir ketika
menggunakan Think-Pair-Share. Mereka dapat berkonsentrasi mendengarkan
jawaban siswa, mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaaan tingkat
tinggi.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (berkelompok 2-4 orang)
dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
5. Berawal dari kegiatan tersebut, guru mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
6. Kesimpulan/penutup.
2.2 Pengertian IPA
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti
observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka,
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi
Depdiknas,2003 (Trianto,2011: 138) adalah sebagai berikut:
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang melek sains dan teknologi.
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan kejenjang lebih tinggi.
Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen.Namun dalam
hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia atas gejala yang
terjadi di alam.Seorangahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan sumbangan besar kepada
IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa membuat suatu alat atau
tanpa melakukan observasi.
2.2.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Asy’ari, Muslicha (Sekolah Dasar.net, 2011) menyatakan bahwa ketrampilan
proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar
misalnya mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal
hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang
dan melakukan eksperimen yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variable,
menyusun definisi operasional, menafsirkan data, menganalisis dan mensintesis data.
Poedjiati (Sekolah Dasar.net, 2011) menyebutkan bahwa ketrampilan dasar dalam
pendekatan proses adalah observasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi, dan
membuat hipotesis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketrampilan proses
dalam pembelajaran IPA di SD meliputi ketrampilan dasar dan ketrampilan terintegrasi.
Kedua ketrampilan ini dapat melatih siswa untuk menemukan dan menyelesaikan
masalah secara ilmiah untuk menghasilkan produk-produk IPA yaitu fakta, konsep,
2.2.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Menurut Kurikulum KTSP Depdiknas, 2006 (Sekolah Dasar net, 2011) secara
terperinci adalah:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan
keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaann-Nya,
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat,
4) Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan
masalah dan membuat keputusan,
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu
ciptaan Tuhan, dan
6) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan ke SMP atau MTs.
2.2.3 IPA sebagai pemupukan sikap
Makna “sikap” pada pengajaran IPA dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah
terhadap alam sekitar”. Ada Sembilan aspek sikap dari ilmiah yang dapat
dikembangkan pada anak usia SD/MI, yaitu :
1). Sikap ingin tahu (curiousity)
Sikap ingin tahu sebagai bagian sikap ilmiah di sini maksudnya adalah suatu
sikapyang selalu ingin mendapatkan jawaban yang benar dari objek yang
diamatinya.
2). Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)
Sikap ini bertitik tolak dari kesadaran bahwa jawaban yang telah mereka peroleh
dari rasa ingin tahu itu tidaklah bersifat final atau mutlak, tetapi masih bersifat
sementara atau tentatif. Orang mempunyai sikap yang ingin mendapatkan sesuatu
memperoleh sesuatu yang original meskipun ia tahu akan sampai ketembok
ketidaktahuan berikutnya.
3). Sikap kerjasama (cooperation)
Yang dimaksud dengan cara kerjasama di sini adalah kerjasama untuk memperoleh
pengetahuan yang lebih banyak. Oleh karena itu untuk meningkatkan
pengetahuannya ia merasa membutuhkan kerjasama dengan orang lain. Kerjasama
ini dapat bersifat berkesinambungan.
4). Sikap tidak putus asa (presevernce)
Adalah tugas guru untuk memberikan motivasi bagi anak-anak didik yang
mengalami kegagalan dalam upayanya menggali ilmu dalam bidang IPA agar tidak
putus asa.
5). Sikap tidak berprasangka (open-mindedness)
Sejak awalnya IPA mengajarkan kepada kita untuk menetapkan kebenaran
berdasarkan dua kriteria, yaitu rasionalitas dan objektivitas. Munculnya faktor
pbjektivitas dalam menetapkan kebenaran menjadikan orang tidak lagi purba
sangka. Sikap tidak purba sangka dapat dikembangkan secara dini kepada anak
usia SD dengan jalan melakukan observasi dan eksperimen dalam mencari
kebenaran ilmu.
6). Sikap mawas diri (self criticism)
Seorang ilmuwan sangat menjunjung tinggi kebenaran. Anak usia SD harus
dikembangkan sikapnya untuk jujur pada dirinya sendiri, menjunjung tinggi
kebenaran dan berani melakukan koreksi pada dirinya sendiri.
7).Sikap bertanggungjawab (responsibility)
Berani mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya adalah sesuatu
yang mulia. Sikap bertanggungjawab harus dikembangkan sejak usia SD misalnya
dengan membuat dan melaporkan hasil pengamatan, hasil eksperimen ataupun
hasil kerjanya yang lain kepada teman sejawat, guru atau orang lain, dengan
sejujur-jujurnya.
8). Sikap berpikir bebas (independence in thingking)
Katakan merah kalau memang bunga mawar itu berwarna merah, katakan biru
9). Sikap kedisiplinan diri (self discipline)
Sikap kedisiplinan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat
mengontrol ataupun mengatur dirinya menuju kepada tingkah laku yang
dikehendaki dan yang dapat diterima oleh masyarakat.
2.3 Pengertian hasil belajar
Nana Sudjana,(2010:22) Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang
dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley membagi
tiga macam hasil belajar, yakni:
1. Keterampilan dan kebiasaan
2. Pengetahuan dan pengertian
3. Sikap dan cita-cita.
Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Sedangkan Gagne(Nana Sudjana 2010:22) membagi lima kategori hasil
belajar, yakni :
1. Informasi verbal
2. Keterampilan intelektual
3. Strategi kognitif
4. Sikap, dan
5. Keterampilan motoris
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari benyamin
Bloom (Nana Sudjana 2010:22) yang secara garis besarmembaginya menjadi tiga ranah,
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam
aspek, yakni:
1. Ranah kognitif
a. Tipe hasil belajar pengetahuan atau ingatan,
Istilah pengetahuan dimaksud sebagai terjemahan dari kata Knowledge dalam
taksonomi Bloom. Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya
membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Misalnya hafalan
suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut;
hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat.
b. Tipe hasil belajar Pemahaman
Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah
pemahaman.Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang
dibaca atau didengarnya. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami
setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa
pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih
dahulu mengetahui atau mengena.
Pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori:
1. Tingkat rendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti
yang sebenarnya, misalnya dari bahasa inggris kedalam bahasa indonesia,
mengartikan Bhinika Tunggal Ika, mengartikan merah putih.
2. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan
beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang
bukan pokok.
3. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi.
Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis.
c. Tipe hasil belajar Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi
khusus.Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis.
Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru disebut aplikasi. Suatu situasi akan tetap
dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi proses pemecahan masalah. Karena
situasi itu lokal sifatnya dan mungkin pula subjektif, maka tidak mustahil bahwa isi
suatu item itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dekenal bagi
d. Tipe hasil belajar Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya.
e. Tipe hasil belajar sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam bentuk menyeluruh
disebut sintesis
f. Dan tipe hasil belajar evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mungkin
dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll.
Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, Organisasi, dan internalisasi.
3. Ranah afektif
Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan
bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila, bila seseorang telah
memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang
mendapat perhatian dari guru.
Ranah Psikomotorisberkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.
4. Ranah Psikomotoris
(Nana Sudjana 2010) Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk
keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar yang dicapai
siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu:
1. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya, motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
ekonomi, faktor fisik dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas
2.5 Kajian Hasil penelitian yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Osmaini S, Evi Suryawati dan Mariani N. L (dalam
Skripsinya Stevanus Oky Rudy Santoso,2010) dengan judul “ Penerapan Pendekatan
Struktural Think Pair Share (TPS) untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa kelas 1.7 SLTPN 20 Pekanbaru pada pokok bahasan keanekaragaman hewan
TA. 2002/2003” diperoleh hasil bahwa dengan menggunakan pendekatan TPS rata-rata hasil belajar siswa meningkat yang ditunjukan oleh daya serap siswa sebesar
78,85% termasuk dalam kategori baik, ketuntasan belajar siswa mencapai 90,48%.
Aktivitas siswa meningkat rata-rata 69,27% yang termasuk kategori baik. Jadi dengan
menerapkan pendekatan struktural TPS dapat meninkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa.
2. Penelitian ini dilakukan oleh Evi Masluhatun Ni’mah (dalam Skripsinya Stevanus Oky
Rudy Santoso,2010)dengan judul “ Evektivitas model pembelajaran TPS dalam mata
pelajaran sejarah pada siswa kelas X SMA negeri 3 Semarang” menghasilkan hal-hal
berikut ini.
a). Hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah pada materi pokok kehidupan awal
masyarakat kepulauan Indonesia yang menggunakan model TPS diperoleh hasil post
test rata-rata sebesar 70,85%.
b). Hasil belajar siswa dalam pembelajaran sejarah yang tidak menggunakan model
pembelajaran TPS atau menggunakan metode konvensional diperoleh hasil post test
rata-rata sebesar 64,17%.
c). pembelajaran sejarah siswa kelas X SMA Negeri 3 Semarang dengan menggunakan
model pembelajaran TPS lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran sejarah
yang tidak diberikan model pembelajaran TPS atau menggunakan metode
konvensional. Jadi dengan diterapkannya cara pembelajaran yang Evektif dengan
menggunakan model pembelajaran TPS dapat meningkatkan nilai hasil belajar siswa.
3. Fitriani (2010) dalam skripsinya Hafis dengan judul “Penerapan Model Kooperatif Tipe
Think Pair Share untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Kognitif
meningkat pada tiap seri pembelajaran dan yang sangat efektif diterapkan pada
4. Husniah (2006) dalam skripsinya Hafis dengan judul “ Pembelajaran Kooperatif tipe
think pair share di kelas VIII SMP Raden Fatah Batu”, Menyimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan aktivitas siswa,
terutama aktifitas berdiskusi pengerjaan tugas dan presentasi pada pada pelajaran
matematika. Pembelajaran kooperatif tipe think pair share ini juga dapat
meningkatkan ketuntasan belajar siswa.
Peningkatan hasil belajar siswa dipengaruhi oleh model pembelajaran yang
digunakan guru.Kegiatan diskusi yang dilakukan siswa mengharuskan siswa untuk dapat
berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Dalam pembelajaran kelompok ini
siswa tidak hanya mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari
keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif, selain itu
keterampilan ini juga dapat berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan
tugas.Peranan hubungan kerja yang dilakukan siswa juga dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.Sehingga
Kegiatan demikian mengakibatkan siswa lebih memahami materi pelajaran dan hasil
pelajaran siswa pun meningkat.
2.6 Kerangka berpikir
Kerangka berpikir model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting.Salah satu
faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar adalah dari faktor model pembelajaran yang
digunakan yang berpengaruh terhadap hasil belajar anak kerena model pembelajaran
sangat penting dalam keberhasilan seorang siswa dalam belajar.
Berpikir berpasangan berbagi (TPS) adalah salah satu cara model pembelajaran
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain, selain itu strategi ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola
diskursus didalam kelas. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk
memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan dapat membantu anak
untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
kooperatif tipe think pair share guru dapat mendorong siswa untuk mengembangkan
potensi secara optimal artinya siswalah yang harus aktif mengembangkan kemampuan
mereka, bukan guru atau orang lain. mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model
pembelajaraan kooperatif tipe think pair share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
2.7 Hipotesis penelitian atau tindakan
Dengan diadakannya penelitian ini adalah guna untuk melihat adanya hubungan
negative signifikan antara pengguna model pembelajaran yang konvensional terhadap
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hal ini berarti jika pembelajaran yang
berpusat pada guru tidak melibatkan siswa maka hasil belajar siswa akan matapelajaran
IPA rendah. Sebaliknya apabila pengguna model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS)yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran matapelajaran IPA siswa