• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PASAL 288 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN PASAL 288 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PASAL 288 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Oleh:

HERU SK WIRANATA SIAHAAN 170200448

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Heru S.K. Wiranata Siahaan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS.**

Syafruddin Sulung, SH., MH., DFM***

Lalu lintas adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen – komponen.

Komponen utama yaitu sistem head way meliputi semua jenis prasarana infrastruktur dan sarana dari semua jenis angkutan yang ada, yaitu : fasilitas jalan, angkutan umum dan pribadi. Namun saat ini perilaku orang dalam penggunaan jalan mengalami hal kompleks seperti perilaku pengendara bermotor, pelanggaran lalu lintas, dan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu masalah yang timbul di jalanpun semakin banyak, dimana sering terjadi pelanggaran lalu lintas dan rawan kecelakaan. Maka untuk mengatur arus lalu lintas yang baik, dibuatlah peraturan oleh pemerintah yaitu UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dan dalam skripsi ini khusus membahas tentang Pasal 288. Sehubungan dengan hal diatas, pada skripsi ini terdapat 3 masalah yaitu; bagaimana pelaksanan peranan aparat kepolisian Polerstabes Medan dalam menanggulangi pelanggalaran lalu lintas di Kota Medan, apakah penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ telah efektif menanggulangi pelanggaran lalu lintas di Kota Medan, bagaimana tinjauan kecelakaan lalu lintas dikaitkan dengan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009.

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian Deskriptif Analitik yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan di Kota Medan telah efektif karena angka pelanggaran roda 2 dan roda 4 pada Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 dari tahun 2018-2019 menurun. Maka agar penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 lebih efektif maka diharapkan kepolisian dan pihak terkait lebih rutin mensosialisasikan pentingnya Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ.

Kata Kunci : Efektifitas SIM, STNK, Surat Uji Berkala.

Penulis, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I

*** Dosen Pembimbing II

(5)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala petunjuk rahmat dan karunia-Nya, Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “PENERAPAN PASAL 288 UNDANG- UNDNAG NO. 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN (STUDI LAPANGAN SATLANTAS POLRESTABES MEDAN)”

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjaana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di mana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak yang dengan ikhlas memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan doa sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati,SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., MS selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, S.H., M.H., DFM selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam membimbing, memberi nasehat, dan memotivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Liza Erwina, S.H., M.Hum selaku Plt. Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Univeritas Sumatera Utara.

8. Bapak Mulhadi, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Teristimewa kepada Orang Tua Tercinta Pelda Hajime Siahaan dan Lamsihar E. Sitanggang, S.P.d yang selalu memberikan motivasi dan dukungan terutama doa yang tulus untuk penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

10. Terima Kasih kepada Tulang saya Robin Hudson Sitanggang, S.H., S.P.n, Roy Yudo Naibaho.S.H., M.Kn dan Alvriado Igo F. Siahaan, S.P yang telah memberikan motivasi dan masukan dalam pengerjaan skripsi ini

11. Terima kasih kepada Kekasih Ku Gracecilia Febyana Tarigan, S.Ked. yang telah membantu, menemani dan memotivasi dalam pengerjaan skripsi ini hingga selesai

(7)

12. Terima kasih kepada sahabat dan teman-temanku Iman C. Sagala, Bopa B.W.

Sitanggang, Averin Sidauruk, Gabriella Sialoho, Aziz Salim, Reza Nanda, Erika Lidya, Shinta Elisabet, Tamado Pardede, Juan Tampubolon, Rony Wijaya, David Leon, Agung Mukti, David LG, Akbar Shah, Naomi Sirait. Yang selama ini telah memberi motivasi kepada penulis dalam pengerjaan skripsi ini 13. Terima kasih kepada KMK Santo Fidelis Fakultas Hukum USU yang telah mendukung dan mendoakan sehingga dapat terselesaikanya penulisan skripsi ini

14. Terima kasih kepada teman teman stambuk 2017 yang tak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini

Penulis menyadari kemampuan dan keterbatasan penulis dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karna itu, dengan tangan terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dan ilmu yang diperoleh oleh penulis dapat bermmanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Maret 2021 Penulis

Heru S.K. Wiranata Siahaan

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 12

C. Tujuan Penelitian 12

D. Manfaat Penulisan 13

E. Ruang Lingkup 14

F. Tinjauan Kepustakaan 14

G. Keaslian Penulisan 18

H. Metode Penelitian 18

1. Jenis Penelitian ... 18

2. Sifat Penelitian ... 19

3. Lokasi Penelitian ... 19

4. Jenis Data ... 20

5. Teknik Pengumpulan Data ... 21

6. Teknik Analisis Data Pemikiran ... 22

(9)

BAB II PERANAN APARAT KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

A. Perbedaan Kejahatan dan Pelanggaran 24

1. Pengertian Pelanggaran 24

2. Pengertian Kejahatan 25

3. Perbedaan Pelanggaran dan Kejahatan 30 B. Pengertian Lalu Lintas dan Pelanggaran Lalu Lintas 31 C. Tinjauan Tentang Polisi Lalu Lintas ... 36 1. Pengertian Polisi ... 36 2. Fungsi dan Tugas Polisi Lalu Lintas ... 38

D. Upaya AparatKepolisisan Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan ... 40

E. Hambatan Kepolisian Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan ... 43

BAB III TINJAUAN KECELAKAAN LALU LINTAS DIKAITAKAN DENGAN PASAL 288 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009

A. Penjabaran Pasal 288 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 45

B. Kecelakaan Lalu Lintas 53

1. Pengertian Kecelakaan ... 53 2. Faktor Penyebab Kecelakaan ... 54 C. Jenis Kecelakaan dan Dampak Kecelakaan Lalu Lintas 58

D. Kaitan Kecelakaan Lalu Lintas dengan Pasal 288 Undang-Undang No. 22

Tahun 2009 59

(10)

BAB IV EFEKTIVITAS PENERAPAN PASAL 288 UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 2009 DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

A. Efektivitas Penerapan Pasal 288 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 di Tinjau dari Jumlah Pelanggaran Lalu Lintas Per Tahun 62

B. Evektivitas Penerapan Pasal 288 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 di Tinjau

dari Wawancara Pada Masyarakat 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 75

B. Saran 77

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lalu lintas adalah suatu sistem yang terdiri dari komponen – komponen.

Komponen utama yang pertama atau suatu sistem head way (waktu antara dua kendaraan yang berurutan ketika melalui sebuah titik pada suatu jalan) meliputi semua jenis prasarana infrastruktur dan sarana dari semua jenis angkutan yang ada, yaitu : jaringan jalan, pelengkap jalan, fasilitas jalan, angkutan umum dan pribadi, dan jenis kendaraan lain yang menyelenggarakan proses pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau bahan dari suatu tempat ketempat yang lain yang dibatasi jarak tertentu.1 Menurut Undang – Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas, didefinisikan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan atau barang yang berupa jalan dan fasilitas penumpang.

Indonesia adalah termasuk negara berkembang di kawasan asia yang memiliki jumlah penduduk yang besar mengakibatkan keadaan di sejumlah daerah semakin padat. Sistem transportasi merupakan elemen dasar yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan, sistem transportasi ini sebagai stimulus atau pemicu akan adanya perkembangan suatu kota.

1 Sumarsono, Perencanaan Lalu Lintas, Yogyakarta, UGM, 1996, Hal. 24

(12)

Pengembangan transportasi memainkan peranan penting dalam kebijakan dan program pemerintah. Adanya pengembangan transportasi ini diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan suatu kota oleh karena itu, diperlukan adanya sarana dan prasarana transportasi yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Sementara itu perilaku orang dalam penggunaan jalan pada saat ini mengalami hal-hal yang sangat kompleks, mulai dari perilaku pengendara kendaraan bermotor, pelanggaran lalu lintas, kepadatan dan kemacetan lalu lintas. Dengan semakin banyaknya kendaraan bermotor yang ada di jalan tidak disertai dengan bertambahnya panjang jalan.

Oleh karena itu masalah yang timbul di jalanpun semakin banyak, kepadatan lalu lintas di berbagai tempat yang disebabkan oleh banyaknya pengguna jalan terutama kendaraan bermotor menyebabkan seringnya terjadi pelanggaran lalu lintas serta kerawanan kecelakaan lalu lintas.

Hukum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen, salah satu di antaranya yaitu, kategori hukum dan asas hukum.2 Asas hukum merupakan unsur penting dari peraturan hukum karena berfungsi sebagai landasan paling luas bagi lahirnya peraturan hukum.3 Demi mewujudkan konteks penyelesaian hukum yang mengenai sasaran, terutama dalam rangka meminimalisir setiap permasalahan yang terjadi menyangkut kasus-kasus di Indonesia, salah satu solusinya ialah dengan menegakan supremasi hukum yang

2 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, Hal. 42

3 Ibid, Hal. 45

(13)

berorientasi kepada keadilan (Pro Justicia).4 Pada saat ini penegakan dan penerapan hukum sangat penting dan tidak dapat ditawar lagi, karena sudah saatnya bagi semua lapisan masyarakat ikut berperan serta mematuhi sebagai usaha dalam mewujudkan penegakan hukum yang baik, Apabila kita ingin keluar dari krisis hukum dan sekaligus dapat bersaing di tengah suasana global.

Hukum dewasa ini dengan jelas berpihak kepada masyarakat tetapi dalam penerapannya dianggap tidak berpihak kepada masyarakat, dampak dari hal ini ialah hilangnya kepercayaan dari sebagian masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Pemerintah dan lembaga negara lainnya terus secara bertahap telah melakukan berbagai usaha perubahan dalam hukum namun dinilai belum tepat sasaran, karena mafia hukum dan mafia peradilan masih memegang kekuasaan dalam penegakan hukum, makan masih banyak masyarakat yang tidak patuh terhadap peraturan yang ada saat ini, jika perilaku oknum penegak hukum itu sendiri masih melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.5

Salah satu yang menjadi contoh nyata peranan beberapa oknum penegak hukum yang mengenai permasalahan lalu lintas di Indonesia, menurut pengamat penulis masih ada beberapa oknum polisi yang bisa disuap oleh masyarakat apabila mendapat tilang dalam pelanggaran lalu lintas di jalan raya.

Menjadi poin penting yang dirasa penulis ialah kesadaran masyarakat itu sendiri tentang pentingnya kesadaran hukum di dalam berkendara di jalan raya, masyarakat juga ikut menjadi peran penting di dalam penegakan hukum

4 Soerjona Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali Pers, 2005, Hal. 199

5 Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo,Persada, 2005, Hal. 2

(14)

di Indonesia, yang menjadi contoh nyata kurangnya kesadaran hukum masyarakat tentang berlalu-lintas ialah seringnya petugas menanyakan kelengkapan surat-surat (SIM & STNK) saat seseorang diberhentikan oleh petugas polisi lalu lintas. Hal ini mengindikasikan masyarakat Indonesia tidak atau belum mengetahui pentingnya kesadaran hukum dalam berlalu lintas. Hal ini sangat berkaitan dengan tingginya angka pelanggaran lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia khususnya di kota Medan.

Masyarakat seharusnya mempunyai peran yang sangat kuat dalam negara sebagai penyeimbang dari kekuasaan negara yang menjalankan tugas dan wewenang pemerintah dalam menjaga kedamaian, keamanan dan ketertiban demi kepentingan bersama, karena masyarakat terlibat hampir dalam segala bidang.

Pendekatan sosiologis terhadap hukum menempati peran yang penting bagi sistem hukum itu sendiri yang objeknya adalah masyarakat. Penelitian sosiologis terhadap hubungan yang dilandaskan pada kekuasaan, penting bagi hukum yang justru bertujuan untuk menciptakan keadilan dari hubungan itu, dan mengatur agar dicapainya kepastian hukum. Di dalam menyusun peraturan perundang-undangan dan untuk mempertegas petunjuk pelaksanaan melalui peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1993 tentang angkutan jalan yang bersumber pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 terlebih dahulu harus dimengerti landasan sosiologisnya. Apabila gejala itu tidak dipahami, maka cepat atau lambat Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 akan menjadi peraturan yang mati karena tujuan dibentuknya undang-undang

(15)

agar tegaknya keadilan, kebenaran dan ketertiban dalam masyarakat yang diarahkan untuk kesadaran hukum, kepastian hukum serta bantuan hukum guna mewujudkan tatanan hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara perlu melarang serta mengancam suatu perbuatan yang dianggap sebagai suatu tindak pidana.

Menurut Amir Ilyas tindak pidana adalah:6

“Tindak pidana adalah setiap perbuatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan tersebut dilarang oleh undang-undang (mencocoki rumusan delik)

2. Memiliki sifat melawan hukum; dan 3. Tidak ada alasan pembenar”

Seseorang dapat dikatakan melakukan tindak pidana jika adanya suatu perbuatan yang mengakibatkan gangguan terhadap kepentingan umum yang telah diatur dalam peraturan yang berlaku. Faktor-faktor yang menyebabkan warga masyarakat menyimpang atau bahkan menyeleweng, ada penyimpangan terjadi karena nilai-nilai dan kaidah yang berlaku sudah dianggap tidak dapat menampung kepentingan warga masyarakat pada umumnya. Sebagai lembaga sosial, hukum tidak hanya menciptakan nilai, asas dan kaidah sendiri, seperti ketertiban dan ketentraman.

Hukum bukanlah semata-mata merupakan suatu kekuatan untuk menciptakan fasilitas untuk menyederhanakan dan melancarkan interaksi sosial, dan hukum juga bukan hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan tertentu, akan tetapi merupakan gejala yang berkembang secara mandiri dengan

6 Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana, Yogyakarta, Rangkang Education, 2012, Hal.12

(16)

tujuan-tujuan tersendiri pula. Kenyataannya menunjukkan, bahwa masalah lalu lintas adalah masalah yang banyak menimbulkan persoalan, karena masalah ini menyangkut ketertiban dan keamanan dalam masyarakat. Hal ini muncul dan bahkan meningkat dari tahun ke tahun, karena kian hari jumlah kendaraan makin bertambah pesat, walaupun dimana-mana banyak jalan yang diperlebar bahkan banyak pula dibuatkan jalan-jalan baru, tetapi semua itu tidak bisa mengatasi keamanan dan ketertiban yang diharapkan semua masyarakat, bahkan daya tampung jalan raya tidak dapat mengimbangi banyaknya jumlah kendaraan.

Apabila kita melihat di Kota Medan sendiri sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, kendaran lalu lintas yang semakin banyak sehinggah membuat barisan kendaraan yang memanjang setiap jalur jalan sudah bukan merupakan pandangan yang aneh lagi bagi kita dan akan menghambat kepentingan umum . Dapat dibayangkan betapa banyak beban daya tampung jalan untuk menampung jumlah kendaraan tersebut, sehingga tidak heran kalau setiap harinya sering terjadi pelanggaran lalu lintas yang sedikit banyak menimbulkan kecelakaan.

Terjadinya kecelakaan lalu lintas karena meningkatnya arus lalu lintas pada umumnya disebabkan oleh kelalaian yang di lakukan pengemudi yang bertindak sembarangan. Selain itu keadaan fasilitas yang belum memadai serta belum adanya kesadaran sepenuhnya masyarakat dalam berlalu lintas. Belum lagi aparat polisi lalu lintas yang jauh dari pengawasan atasannya yang

(17)

melakukan pelanggaran disiplin seperti pelanggaran yang tidak mengikuti perintah atasannya yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di dalam peraturan yang telah disepakati bersama, yang dapat merugikan nama baik institusi dan tercemarnya hubungan baik antara Polri dan masyarakat.

Peraturan hukum merupakan pembadanan dari norma hukum dan juga peraturan hukum merupakan cara yang paling sempurna, dibandingakan dengan cara-cara pembadanan yang lain itu. Peraturan hukum merupakan sarana yang paling lengkap untuk mengutarakan apa yang dikehendaki oleh norma hukum7. Harsyah W. Bachtiar menyatakan ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penegakan hukum, yakni :

1. Faktor kaidah hukum atau peraturan itu sendiri khusus peraturan yang tertulis yang merupakan perundang-undangan resmi;

2. Faktor petugas yang menangani atau menetapkannya, dimana petugas hukum dalam melaksanakan tugasnya harus berpedoman pada peraturan-peraturan tertentu yang mengaturnya. Salah satu contohnya kurangnya ketegasan pihak petugas dalam memberi sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada;

3. Faktor fasilitas, secara sederhana fasilitas merupakan sarana untuk tujuan, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai sarana pendukung. Apabila peraturan sudah ada dan diberlakukan tapi fasilitasnya belum tersedia lengkap, maka peraturan yang tadinya untuk melancarkan proses malah menimbulkan kemacetan. Salah satu contohnya masih banyaknya penempatan fasilitas lalu lintas atau rambu-rambu lalu lintas yang kurang sesuai dengan fungsinya, dan minimnya jembatan penyeberangan disetiap jalan yang semakin bertambahnya kendaraan dari tahun ketahun; dan

4. Faktor Masyarakat, derajat kepatuhan masyarakat dalam hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum artinya kalau derajat kepatuhan terhadap peraturan lalu lintas cukup tinggi, maka peraturan akan berfungsi. Salah satu contohnya

7 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, Hal. 41

(18)

pengguna jalan memahami semua rambu-rambu yang ada dalam penggunaan jalan baik dalam Peraturan Pemerintah maupun Undang-undang yang terkait.8

Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai karakteristik dan keunggulan sendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan. Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam suatu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamiskan unsur-unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, serta peraturan- peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang lebih, berdaya guna dan berhasil guna. Namun pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan khususnya di kota Medan sendiri masih terlalu minim dalam pelaksanaanya tidak seimbang. Salah satu contoh kurangnya kendaraan dilengkapi dengan perlengkapan yang sesuai dengan peraturan yang ada serta kurang tegasnya penindakan yang dilakukan oleh petugas satuan lalu lintas.

Pembaharuan di bidang hukum salah satu perwujudannya adalah dengan dibuatnya UU No. 22 Tahun 2009. Namun dengan dibuatnya undang- undang ini ternyata banyak belum bisa mengurangi angka pelanggaran lalu lintas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi undang-undang di masyarakat, sehingga masyarakat menanggapi undang-undang ini dengan rasa tidak terlalu penting.

8 Harsja W. Bachtiar, Ilmu Kepolisian: Suatu Cabang Ilmu Yang Baru, Jakarta, Gramedia, 1994, Hal.24

(19)

Ketentuan-ketentuan pidana pada Bab XX Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 yang berisi :

1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).

3) Setiap orang yang mengemudikan mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang tidak dilengkapi dengan surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf c dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).9

Dari penjelasan pasal diatas cukup jelas mengatur tentang “Perizinan”

dalam berkendara di jalan raya, karena pasal 288 UU No. 22 tahun 2009 telah mengatur unsur-unsur penting terkait izin dalam berkendara di lalu lintas perkotaan khususnya Kota Medan, unsur- unsur yang di atur tersebut ialah :

1) Izin Kendaraan (Non Fisik),

Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang- undang telah mengatur surat izin dari seluruh kendaraan yang bergerak dijalan raya secara sah dan dilindungi oleh hukum.

9 Pasal 288 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(20)

2) Izin Pengendara,

Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan undang- undang juga mengatur izin dari orang yang mengendarai kendaraan di jalan raya, ini terkait percakapan orang tersebut dalam berkendara, telah dianggap dewasa dalam bertanggung jawab menurut hukum Apabila terjadi sesuatu hal yang di mana pengendara harus mempertanggung jawab akan segala tindakannya secara hukum.

3) Izin Kedaraan ( Secara Fisik)

Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan undang- undang juga mengatur izin dari bentuk fisik kendaraan bermotor ( pada ayat ini berorientasi pada kendaraan roda empat atau lebih) terkait surat izin ujian berkala dan kelayakan suatu unit kendaraan yang dipakai serta masa berlakunya di jalan raya.

Selama ini secara implisit muncul pendirian yang dianggap sangat menyesatkan dan mungkin juga berbahaya di sebagian masyarakat bahwa melakukan pelanggaran itu tidak apa-apa dan boleh saja asal tidak ketahuan polisi, tidak perlu menaati rambu-rambu lalu lintas kalau tidak ada polisi.

Akibat pemikiran yang menyesatkan itu maka dengan sangat mudah dijumpai berbagai pelanggaran lalu lintas seperti berkendara melawan arus, menerobos lampu merah, memarkirkan kendaraan di tempat yang memiliki rambu-rambu dilarang parkir dan tidak melengkapi surat-surat kendaraan. Pelanggaran-

(21)

pelanggaran seperti ini sebenarnya tidak perlu terjadi apabila telah ada kesadaran hukum di kalangan masyarakat dalam berlalu lintas dengan baik dan benar.

Mengingat pentingnya ketertiban lalu lintas demi kelancaran dan keamanan para pengguna jalan pada umumnya, maka perlu diupayakan tumbuhnya rasa untuk menaati aturan, semangat untuk menjaga ketertiban, dan menghormati hak orang lain dalam berlalu lintas. Selain itu, langkah-langkah penegakan hukum oleh publik diharapkan akan tercipta keadaan tertib hukum di bidang lalu lintas dan angkutan jalan raya sehingga berbagai pelanggaran lalu lintas dapat ditekan jumlahnya sekecil mungkin. Oleh karena itu penting pula kiranya bahwa kepolisian pun perlu meningkatkan kedisiplinan anggotanya.

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan Penulis di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul “ Penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Menaggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan”

(22)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas sebagaimana yang telah diuraikan, permasalahan dibatasi sebagai berikut, yaitu :

1. Bagaimana Pelaksanaan Peranan Aparat Kepolisian Polrestabes Medan Dalam Menganggulangi Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Medan ?

2. Bagaimana Tinjauan Kecelakaan Lalu Lintas Dikatkan dengan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 ?

3. Apakah Penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Telah Efektif Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Medan ?

C. Tujuan Penelitian

Melihat dari masalah yang timbul di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini ialah :

1. Mengetahui Bagaimana Peran Aparat Kepolisian Polrestabes Medan Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan.

2. Mengetahui Bagaimana Tinjauan Kecelakaan Lalu Lintas Dikaitkan Dengan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009.

3. Mengetahui Bagaimana Peranan Aparat Kepolisian Polrestabes Medan Dalam Menaggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan.

(23)

D. Manfaat Penelitian

Di dalam sebuah penelitian diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang bisa diambil dan diaplikasikan di kehidupan nyata, Adapun manfaat dari penelitian ini ialah :

1. Manfaat Teoritis

a) Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu hukum umumnya dan bidang hukum pidana khususnya dibidang lalu lintas dan angkutan jalan.

b) Memberi sedikit sumbangan pengetahuan dan pikiran di dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

a) Dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang peraturan berlalu lintas khusus pasal 288 undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

b) Dengan penulisan skripsi, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai pondasi untuk masuk ke dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum yang ada di negara ini.

(24)

E. Ruang Lingkup

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini yang membahas tentang analisis secara yuridis dan sosiologis dalam penerapan pasal 288 undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas yang terjadi di kota Medan. Serta keefektifitasan pasal tersebut diterapkan di kota Medan itu sendiri terkait upaya Polri dalam menjalankannya dan kesadaran hukum masyarakat kota Medan yang diamati secara acak melalui sampel kuesioner.

F. Tinjauan Pustaka

Lalu lintas dan angkutan jalan adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.10 yang mana pengertian lalu lintas itu sendiri di atur di dalam UU lalu lintas dan angkutan jalan khusunya Pasal 1 ayat (1). Untuk lalu lintas itu sendiri terbagi atas Laut, darat dan udara. Lalu lintas sendiri merupakan suatu sarana transportasi yang di lalui bermacam-macam jenis kendaraan, baik itu kendaraan bermesin roda dua atau beroda empat pada umumnya dan kendaraan yang tidak bermesin contohnya sepeda, becak dan lain-lain.

10 Pasal 2 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(25)

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah.

Manusia sebagai pengemudi atau pejalan kaki merupakan unsur utama pelaku lalu lintas, dalam penampilannya dipengaruhi oleh kondisi psikologi dari masing-masing diri pribadi, terutama yang menyangkut disiplin dan kondisi fisik dari lingkungan sekitarnya. Kendaraan sebagai alat angkut mempunyai bentuk, ukuran dan kemampuan yang bermacam-macam sesuai kebutuhan.

Jaringan jalan sebagai tempat penampungan lalu lintas mempunyai fungsi dan kondisi yang berbeda-beda mulai dari lebar lajur, jumlah lajur, daya dukung dan lain-lain. Agar lalu lintas dapat berjalan dengan lancar, teratur, tertib dan selamat, maka perlu diatur dan ditata dengan perangkat peraturan yang cocok dan dilengkapi dengan fasilitas penunjangnya.11

Kecelakaan di Indonesia hampir selalu terjadi setiap hari dikarnakan kesalahan pengemudi itu sendiri. Kecelakan juga banyak terjadi karna faktor lain, diantaranya adalah karna pengemudi tidak mematuhi peraturan lalu lintas untuk menjaga keselamatan, keamanan dan juga kelancaran lalu lintasnya juga.

Masyarakat Indonesia masih banyak yang belum sadar atas pentingnya

11 Hasan Basri, Pengaturan dan Pengawasan Lalu Lintas, Jakarta, Badan Penelitian dan pengembangan dan perhubungan, 1993, Hal.12

(26)

peraturan lalu lintas dan hal ini yang harus diperhatikan oleh pihak yang bersangkutan maupun pemerintah.

Faktor-faktor terjadinya pelanggaran lalu lintas yang sering sekali terjadi di Indonesia :12

a. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku di Indonesia hal tersebut dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencari tahu peraturan lalu lintas atau rambu-rambu lalu lintas.

b. Semenjak kecil seorang anak kecil sudah diperbolehkan membawa kendaraan bermotor yang seharusnya umurnya belum mencukupi untuk berkendara sehingga mereka sering melanggar peraturan lalu lintas karna belum mengetahui peraturan- peraturan lalu lintas.

c. Hanya patuh ketika ada kabar bahwa akan ada rajia atau saat ada polisi. Ini sudah hal biasa yang sering kita lihat dijalanan bahkan kita sendiri sering melakukan ini.

d. Tidak memikirkan keselamatan pengendara lain atau masyarakat yang ada di sekitar jalan. Contohnya pengendara motor tidak memakai helm, kaca spion dan tidak menyalakan lampu disiang hari.

12 Rinto Raharjo, Tertib Berlalu Lintas, Yogyakarta, Shafa Media, 2014, Hal. 61

(27)

e. Bisa langsung mengurus pelanggaran lalu lintas di tempat atau kata lain “damai”. Hal ini lah yang sering terjadi di setiap ada rajia polisi atau pelanggaran lalu lintas, hal yang pertama yang dipikirkan oleh pengendara saat terkena tilang karena melakukan pelanggaran lalu lintas adalah jalan “damai”.

Pengaturan lalu lintas di Indonesia diatur pada Undang- Undang No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dimana dalam penerapan undang-undang tersebut dinjau dari efektifitas penerapannya kepada masyarakat dalam menanggulangi pelanggaran lalu lintas. Efektivitas juga dikatakan merupakan suatu keadaan yang menunjukan keberhasilan kerja yang telah ditetapkan. Sarwoto mengistilahkan efktifitas dengan “berhasil guna”

yaitu pelayanan yang baik corak dan mutunya benar-benar sesuai kebutuhan dalam pencapaian tujuan suatu organisasi.13

Efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5(lima) faktor, yaitu:14

1. Faktor Hukumnya itu sendiri (Undang-Undang)

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku dan diterapkan

13 Sarwoto, Dasar-Dasar organisasi dan Manegemen, Jakarta, Ghala Indonesia, 1990, Hal.126

14 Soerjono Soekanto, loc.cit

(28)

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Kelima faktor di atas sangat berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efektivitas penegakan hukum.

G. Keaslian Penulisan

Judul dari penulisan skripsi ini adalah mengenai “Penerapan Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas Di Kota Medan (Studi Kasus Polrestabes Medan)”. Skripsi yang dibuat oleh penulis adalah murni hasil pemikiran dan penelitian dari penulis. Setelah di periksa di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), tidak ditemukan judul yang sama.

H. Metode Penelitian 1) Jenis Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif analitis, yaitu suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk

(29)

umum.15, dan dengan pendekatan secara yuridis empiris yaitu penelitian yang mengidentifikasi hukum atau norma yang ada dalam masyarakat dengan maksud mengetahui gejala-gejala lainnya16 Didalam penelitian ini juga penulis melihat tentang sinkronisasi Pasal 288 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan aparatur penegak hukum dan masyarakat.

2) Sifat Penelitian

Penelitian ini menerapkan penelitian lapangan yang di tunjang dengan pokok permasalahan yang ditelaah juga diteliti, sehingga menghasilkan gabungan antara teori dan praktek lapangan, sifat penelitian yang digunakan penulis ialah penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian deskriptif Kualitatif adalah suatu penelitian dimana dimaksudkan untuk data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan serta gejala lainnya dengan cara pengumpulan data, menyusun, menganalisis, dan menginterprestasikannya.17

3) Lokasi Penelitian

Untuk mendapatkan data-data yang di perlukan, penulis melakukan penelitian dibeberapa tempat yaitu :

a. Polrestabes Kota Medan

15 Sugiyono. 2009,Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung,Alfabeta,Hal.29

16 Hilman Hadi Kusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung,Mandar Maju,1995,Hal.65

17 Soerjona Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Jakarta, Rajawali Pers, 2001, Hal.13-14

(30)

b. Kota Medan 4) Jenis Data

Untuk Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer ialah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya. Data primer di dapat dari sumber informan yaitu individu atau perseorangan seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti. Data primer ini antara lain;18

 Catatan Hasil Wawancara

 Hasil Observasi Lapangan

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.19 Data ini digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain sebagainya.

18 Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor, Ghalia Indonesia, 2002, Hal.82

19 Ibid, Hal. 58

(31)

5) Teknik Pengumpulan Data

Dalam suatu penelitian, pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting. Karena dengan adanya data bisa membantu penulis sebagai bahan dalam penelitian skripsi ini, dan teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah :

a. Angket (Kuisioner)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab,20 untuk mendapat jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperkaya pengetahuan mengenai berbagai konsep yang akan digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam proses penelitian. Peneliti juga menggunakan studi pustaka dalam teknik pengumpulan data. Studi pustaka dalam teknik pengumpulan data ini merupakan jenis data sekunder yang digunakan untuk membantu proses penelitian, yaitu dengan mengumpulkan informasi yang terdapat dalam artikel surat kabar, buku-buku, maupun karya ilmiah pada penelitian sebelumnya. Tujuan dari

20 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung, Alfabeta, 2011, Hal.199

(32)

studi pustaka ini adalah untuk mencari fakta dan mengetahui konsep metode yang digunakan.21

6) Teknik Analisis Data Penelitian

Semua data bahan hukum dan bahan informasi penunjang, dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif, dimana metode deskripif alah penelitian yang melukiskan, mengambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagai apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi ketika penelitan tersebut dilakukan.22 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif adalah mekanisme kerja penelitian yang berpedoman penilaian subjektif nonstatistik atau nonmatematis, dimana ukuran nilai yang digunakan dalam penelitian ini bukanlah angka-angka skor, melainkan kategorisasi nilai atau kualitasnya.23 Juga seringkali dituangkan dalam bentuk tabel agar mudah dibaca, lalu dilakukan penafsiran terhadap bahan.

Penelitian ini menggunakan tanggapan masyarakat terhadap masalah yang dihadirkan didalam penelitian ini sebagai pengolahan data. Adapun tahap-tahap pengolahan data tersebut adalah :

21 Martono, Nanang, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta, PT Raya Grafindo Persada, 2011, Hal.97

22 Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung, Alfabeta, 2017, Hal.53

23 Ibid,Hal.53

(33)

1. Penyuntingan

Semua data wawancara, kuesioner, dikumpulkan terlebih dahulu untuk selanjutnya diperiksa sebelum dikelompokkan.

2. Penyusunan dan Perhitungan Data

Setelah data terkumpul lalu selanjutnya dilakukan penyusunan dan analisis data secara manual dangan mengkelompokan satu persatu.

3. Tabulasi

Selanjutnya data yang telah disusun dan di hitung di sajikan didalam bentuk tabel.

(34)

BAB II

PERANAN APARAT KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA MEDAN

A. Perbedaan Kejahatan dan Pelanggaran 1. Pengertian Pelanggaran

Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah:

“overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan melawan hukum.24

Sedangkan menurut Bambang Poernomo mengemukakan bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa Negara.25

Mengenai pelanggaran menurut para ahli diatas, adapun pelanggaran kedisiplinan menurut Polri yang telah diatur didalam ketentuan Pasal 1 Angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia yaitu Pelanggaran Peraturan Disiplin adalah ucapan,tulisan, atau

24 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, 2003, Hal.33

25 Bambang Poernomo, Dalam Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2002, Hal.40

(35)

perbuatan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang melanggar peraturan disiplin.

Tindak pidana dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kejahatan dan pelanggaran. Kedua istilah tersebut pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang tegas karena keduanya sama- sama delik atau perbuatan yang boleh dihukum.26 Adapun unsur-unsur pelanggaran yaitu, Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang- undangan dan menimbulkan akibat hukum.

2. Pengertian Kejahatan

Istilah kejahatan berasal dari kata jahat, yang artinya sangat tidak baik, sangat buruk, sangat jelek ditumpukan terhadap tabiat dan kelakuan orang. Kejahatan berarti mempunyai sifat yang jahat atau perbuatan yang jahat, secara yuridis kejahatan diartikan sebagai suatu perbuatan melanggar hukum atau yang dilarang oleh undang-undang.

Di sini diperlukan suatu kepastian hukum, karena dengan ini orang akan tahu apa perbuatan jahat dan apa yang tidak jahat.27

Kejahatan adalah suatu perbuatan yang bersifat relatif, ada pula perbedaan yang mendasar antara mala in se dengan mala prohibita.

Mala in se adalah perbuatan yang dapat dirumuskan sebagai kejahatan

26 Samidjo, Ringkasan Dan Tanya Jawab Hukum Pidana, Bandung ,CV Armico, 1985, Hal.86.

27 Ninik Widiyanti dan Yluis Waskita, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahanya, Jakarta, Bina Aksara, 1987, Hal.24

(36)

yang tanpa perlu dirumuskan sebagai kejahatan akan tetapi hal tersebut sudah merupakan kejahatan. Sedangkan yang dimaksud dengan mala prohibita adalah suatu perbuatan manusia yang dapat diklasifikasikan kejahatan apabila sudah dirumuskan sebagai kejahatan dalam perundang-undangan.28

Tentang definisi dari kejahatan itu sendiri tidak terdapat kesatuan pendapat diantara para sarjana. R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undangundang.

Ditinjau dari segi sosiologis, maka yang dimaksud dengan kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.29

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaanya masing- masing :

Selanjutnya adapun beberapa definisi kejahatan menurut beberapa pakar30 :

1. J.M. Bemmelem memandang kejahatan sebagai suatu tindakan anti sosial yang menimbulkan kerugian, ketidakpatutan dalam

28 Made Darma Weda, Teori Kriminologi, Genta Publishing, 2017, Hal. 13

29 Syahruddin Husein, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Upaya Penanggulangannya, Fakultas Hukum Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum USU, 2003, Hal. 1

30 Ibid

(37)

masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdapat kegelisahan, dan untuk menentramkan masyarakat, negara harus menjatuhkan hukuman kepada penjahat.

2. M.A. Elliot mengatakan bahwa kejahatan adalah suatu problem dalam masyarakat modem atau tingkah laku yang gagal dan melanggar hukum dapat dijatuhi hukurnan penjara, hukuman mati dan hukuman denda dan seterusnya.

3. W.A. Bonger mengatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang sangat anti sosial yang memperoleh tantangan dengan sadar dari negara berupa pemberian penderitaan.

4. Paul Moedikdo Moeliono kejahatan adalah perbuatan pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan atau patut ditafsirkan masyarakat sebagai perbuatan yang merugikan, menjengkelkan sehingga tidak boleh dibiarkan (negara bertindak).

5. J.E. Sahetapy dan B. Marjono Reksodiputro dalam bukunya

“Paradoks Dalam Kriminologi” menyatakan bahwa, kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan

(38)

hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.

Selanjutnya dapat diuraikan tentang pengertian kejahatan menurut penggunaanya masing- masing :31

1. Pengertian secara praktis : Kita mengenal adanya beberapa jenis norma dalam masyarakat antara lain norma agama, kebiasaan, kesusilaan dan norma yang berasal dari adat istiadat.

Pelanggaran atas norma tersebut dapat menyebabkan timbulnya suatu reaksi, baik berupa hukuman, cemoohan atau pengucilan.

Norma itu merupakan suatu garis untuk membedakan perbuatan terpuji atau perbuatan yang wajar pada suatu pihak, sedang pada pihak lain adalah suatu perbuatan tercela. Perbuatan yang wajar pada sisi garis disebut dengan kebaikan dan kebalikannya yang di seberang garis disebut dengan kejahatan.

2. Pengertian secara religius : mengidentikkan arti kejahatan dengan dosa. Setiap dosa diancam dengan hukman api neraka terhadap jiwa yang berdosa.

3. Pengertian dalam arti juridis : misalnya dalam Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). Walaupun KUHP sendiii tidak membedakan dengan tegas antara kejahatan dan pelanggaran, tapi KUHP memisahkan kejahatan dan pelanggaran dalam 2

31 Ibid, Hal. 2

(39)

buku yang berbeda. Menurut Memorie van Toelichting, sebagai dasar dari pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran adalah pembedaan antara rechtsdelicten (delik hukum) dan wetsdelicten (delik undang-undang). Pelanggaran termasuk dalam wetsdelicten, yaitu peristiwa-peristiwa yang untuk kepentingan umum dinyatakan oleh undang-undang sebagai suatu hal yang terlarang. Misalnya mengendarai sepeda pada malam hari tanpa lampu merupakan suatu delik undang-undang karena undang-undang menyatakannya sebagai perbuatan yang terlarang. Sedangkan kejahatan termasuk dalam rehtsdelicten (delik hukum), yaitu peristiwa-peristiwa yang berlawanan atau bertentangan dengan asas-asas hukum yang hidup dalam keyakinan manusia dan terlepas dari undang-undang. Contohnya adalah pembunuhan dan pencurian.

Edwin H. Sutherland dalam bukunya Principles of Criminology menyebutkan tujuh unsur kejahatan yang saling bergantungan dan saling mempengaruhi. Suatu perbuatan tidak akan disebut kejahatan kecuali apabila memuat semua tujuh unsur tersebut.

Unsur-unsur tersebut adalah32 :

1. Harus terdapat akibat-akibat tertentu yang nyata atau kerugian.

32 Syahputa Azmi, Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan, Jurnal Ilmu Hukum Riau, Vol. 3, No. 2, Medan, 2012, Hal. 8

(40)

2. Kerugian tersebut harus dilarang oleh undang-undang, harus dikemukakan dengan jelas dalam hukum pidana

3. Harus ada perbuatan atau sikap membiarkan sesuatu perbuatan yang disengaja atau sembrono yang menimbulkan akibat-akibat yang merugikan

4. Harus ada maksud jahat (mens rea)

5. Harus ada hubungan kesatuan atau kesesuaian persamaan suatu hubungan kejadian diantara maksud jahat dengan perbuatan 6. Harus ada hubungan sebab akibat diantara kerugian yang

dilarang undangundang dengan perbuatan yang disengaja atas keinginan sendiri

7. Harus ada hukuman yang ditetapkan oleh undang-undang.

3. Perbedaan Pelanggaran dan Kejahatan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia melakukan pembedaan antara kejahatan dan pelanggaran. Segala bentuk kejahatandimuat dalam buku II KUHP sedangkan pelanggaran dimuat dalam buku III KUHP yang dibedakan secara prinsip yaitu:

1. Kejahatan sanksi hukumnya lebih berat dari pelanggaran, yaitu berupa hukuman badan (penjara) yang waktunya lebih lama.

2. Percobaan melakukan kejahatan dihukum sedangkan pada pelanggaran percobaan melakukan pelanggaran tidak dihukum.

(41)

3. Tenggang waktu daluarsa bagi kejahatan lebih lama dari pada pelanggaran.

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pelanggaran adalah :

1. Perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam undang-undang pidana.

2. Pelanggaran merupakan tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan baik perbuatan maupaun hukumannya.

Dengan demikian polisi lalu lintas sebagai penegak hukum haruslah bijaksana dalam membedakan tindak kejahatan dan pelanggaran serta tidak boleh memukul rata masalah tersebut dengan keputusan sepihak. Situasi yang ada dijalan raya memang berbeda, terkadang polisi cepat mengambil keputusan yang dilandasi dengan perasaan emosional. Polisi lalu lintas dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum di jalan raya tidak boleh sewenang-wenang mengambil keputusan karena polisi sebagai aparat penegak hukum dan teladan di jalan raya.

B. Pengertian Lalu Lintas dan Pelanggran Lalu Lintas

Lalu lintas berarti berbicara mengenai manusia, kendaraan, dan jalan yang masing-masing mempunyai masalah tersendiri dan berkaitan dengan keselamatan hidup orang banyak khususnya para pemakai jalan raya. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, lalu lintas diartikan sebagai : “Berjalan bolak-

(42)

balik, hilir mudik, perihal perjalanan di jalan dan sebagainya, perhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lain”.33

Berdasarkan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009, dibedakan antara pengertian lalu lintas dan angkutan jalan pengertian lalu lintas itu sendiri, dimana pengertian dari lalu lintas dan angkutan jalan yang terdapat pada Bab 1 ketentuan umum, Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa: Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolanya. Kemudian pengertian Lalu Lintas terdapat pada Pasal 1 angka 2 menjelaskan bahwa: Lalu Lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang Lalu Lintas jalan.34

Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lalu lintas adalah setiap hal yang memiliki kaitannya dalam menggunakan sarana di ruang lalu lintas jalan sebagai suatu sarana utama untuk tujuan yang ingin dicapai.

Lalu lintas yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan modal transportasi lain. Pengembangan lalu lintas yang ditata dalam kesatuan sistem dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendominasikan unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi jalan kendaraan beserta pengemudinya,

33 W.J.S Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1996, Hal. 500

34 Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang LLAJ

(43)

peraturanperaturan dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh dan berdayaguna dan berhasil. Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanan kepada masyarakat dengan memperlihatkan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, koordinasi antara wewenang pusat dan daerah serta unsur instansi sektor dan antar unsur terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban masyarakat dalam penyelesaian lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus dalam rangka mewujdkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu.

Pengertian pelanggaran sendiri sudah dijabarkan secara jelas di atas, secara sederhana dapat dikatakan bahwa pelanggaran lalu lintas adalah ketidakpatuhan terhadap suatu aturan yang dibuat oleh pemerintahan terkait dalam ruang lingkup berlalu-lintas yang benar. Pelanggaran lalu lintas di Indonesia sering disebut oleh masyarakat dengan kata tilang, padahal bila kita melihat lebih jelas kata tilang itu sendiri mempunyai arti yang berbeda dari pengertian yang berkembang di masyarakat, tilang sendiri sebenarnya memiliki arti sebagai bukti pelanggaran, yang berbentuk selembar kertas yang berisi identitas pelanggar, pasal yang dilanggar, jumlah denda, dan tanggal persidangan di pengadilan.

(44)

Menurut Soedjono Soekamto, faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas adalah sebagai berikut:35

1. Faktor Manusia

Biasanya disebabkan oleh pemakai jalan yang kurang disiplin dan memperhatikan kesadaran hukum, baik sebagai pengemudi, pemilik kendaraan, pejalan kaki, maupun pencari nafkah (supir). Adanya tingkah lalu sebagian dari pengemudi yang tidak takut melakukan pelanggaran karena adanya faktor- faktor yang menjaminnya seperti diselesaikan dengan jalan

“atur damai” membuat para pelanggaran lalu lintas menyepelekan peraturan-peraturan yang berlaku berkaitan dengan lalu lintas.

2. Faktor Sarana Jalan

Sarana jalan sebagai penyebab terjadinya pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas jalan antara lain disebabkan karena adanya pipa galian. Pipa galian ini bisa seperti galian pipa listrik, pipa air minum dan sebagainya yang kesemuanya itu dapat mengakibatkan terjadinya arus kemacetan. Selain dari adanya pipa galian, faktor lain dari sarana jalan ialah adanya jalan-jalan yang telah rusak dan mengakibatkan adanya genangan- genangan air ketika hujan turun.

35 Soedjono, Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Alumni,1983, Hal. 93

(45)

3. Faktor Kendaraan

Kendaraan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya pelanggaran lalu lintas berkaitan erat dengan adanya perkembangan jenis kendaraan yang semakin pesat bersamaan dengan perkembangan teknologi pembuatan kendaraan, sehingga berbagai jenis dan jumlah kendaraan mampu diproduksi dalam jangka waktu yang relativ singkat.

Pekembangan kendaraan yang semakin pesat ini apabila tidak diimbangi dengan perkembangan sarana jalan yang memadai, maka dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas. Arus lalu lintas yang padat dapat menyebabkan terjadinya kejahatan seperti penjambretan, penodongan, pencopetan dan lain sebagainya.

Pelanggaran lalu lintas yang sering terjadi dari faktor kendaraan adalah antara lain ban motor yang sudah gundul, lampu weser yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan lain sebagainya.

4. Faktor Keadaan Alam

Pelanggaran lalu lintas yang disebabkan karena faktor keadaan alam atau lingkungan biasanya terjadi dalam keadaan yang tidak terduga. Ketika hujan turun, maka pada umumnya semua kendaraan akan menambah laju kendaraannya sehingga pelanggaran lalu lintas akan sangat mungkin terjadi. Misalnya seseorang pengendara motor yang takut terkena air hujan sehingga tidak segan-seganmemilih jalan pintas baik dengan

(46)

melanggar rambu lalu lintas atau tetap mematuhi peraturan yang ada.

Dalam menyelesaikan permasalahan pelanggaran dapat diselesaikan dengan melalui peradilan cepat dan sederhana, peradilan cepat dan sederhana diterapkan Karena pada saat terjadinya pelanggaran lalu lintas baik dari pelanggar, barang bukti,maupun penyidik sudah berada di tempat kejadian perkara sehingga penyidik dapat langsung menjatuhkan sanksi Sesuai dengan pasal pelanggaran pelaku yang telah tertuang dalam peraturan perundang- undangan.

Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan dengan sengaja maupun dengan kealpaannya, diharuskan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya karena kesengajaan atau kealpaan merupakan unsur kesalahan, yang terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Dalam pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran lalu lintas.

C. Tinjauan Tentang Polisi Lalu Lintas 1) Pengertian Polisi

Polisi merupakan alat negara yang bertugas memelihara keamanan, memberikan perlindungan, dan menciptakan ketertiban masyarakat. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia atau disebut dengan Undang-Undang

(47)

Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam Pasal 1 Ayat (1) disebutkan bahwa, “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangundangan.”36 Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa37:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

2. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Sadjijono mengemukakan bahwa polisi adalah organ atau lembaga pemerintah yang ada dalam negara38. Istilah kepolisian sebagai organ dan juga sebagai fungsi. Polisi sebagai organ, yakni suatu lembaga pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan yang oleh undang-undang diberi tugas dan wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan kepolisian. Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang yakni fungsi preventif dan fungsi represif.

Polisi lalu lintas merupakan unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan,

36 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Negara Indonesia

37 Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Negara Indonesia

38 Sadjijono, Hukum Kepolisian Polri Dan Good Governance, Surabaya, 2008, Hal. 53

(48)

pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

2) Fungsi dan Tugas Polisi Lalu Lintas

Dalam masyarakat demokratis fungsi polisi adalah sebagai perantara atau wasit yang adil dan beradab dalam menanggapi konflik yang terjadi dalam masyarakat. Dengan cara menciptakan kesejajaran antara polisi dengan masyarakat dan polisi harus memahami masyarakatnya. Agar dapat di percaya oleh masyarakat polisi harus profesional dalam menjalankan tugasnya agar polisi dipercaya dan tidak dianggap musuh oleh masyarakat.39

Satlantas sesuai dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor menyelenggarakan fungsi, yaitu40:

1. Pembinaan lalu lintas kepolisian;

39 Syafruddin, Profesionalisme Polisi Dalam Menciptakan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Melalui Pendekatan Kebijakan Penanggulangan kejahatan (Criminal Policy Design), Medan, 2016, Hal. 7

40 Pasal 59 ayat (3) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor

(49)

2. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral, dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;

3. Pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas);

4. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi;

5. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;

6. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan 7. Perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.

Polantas merupakan bagian dari Polri yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk mencapai ketentraman terutama yang menyangkut lalu lintas. Pelayanan kepada masyarakat dalam bidang lalu lintas akan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat karena dalam kehidupan masyarakat yang modern seperti saat ini lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitas.

Tugas polisi dalam masyarakat modern dan demokratis selain dituntut untuk membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat juga harus mengacu pada prinsip umum demokrasi antara lain : supremasi hukum, maupun memberikan jaminan dan perlindungan HAM,

(50)

transparansi, pertanggung jawaban publik, pembatasan serta pengawasan kewenangan polisi.41

Polantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di bidang lalu lintas.

D. Upaya Aparat Kepolisian Dalam Menanggulangi Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan

Tujuan polisi ataupun polisi lalu lintas sendiri sebagai pemantau pemerintah, khususnya di bidang peraturan lalu lintas, pelayanan dan pengaturan angkutan umum (transportasi) dan pembinaan di bidang hukum di jalan raya. Polisi lalu lintas adalah unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas, guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Pelayanan kepada masyarakat di bidang lalu lintas dilaksanakan juga untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, karena dalam masyarakat modern lalu lintas merupakan faktor utama pendukung produktivitasnya.

41 Syafruddin, Profesionalisme Polisi Dalam Menciptakan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Melalui Pendekatan Kebijakan Penanggulangan kejahatan (Criminal Policy Design), Medan, 2016, Hal. 8

(51)

Dalam lalu lintas banyak masalah atau gangguan yang dapat menghambat dan mematikan proses produktivitas masyarakat, seperti kecelakaan lalu lintas, kemacetan maupun tindak pidana yang berkaitan dengan kendaraan bermotor.

Dalam masyarakat modern dituntut adanya produktivitas masyarakat untuk mengatur dan menjaga keteraturan sosial dalam masyarakat diperlukan adanya aturan, norma yang adil dan beradab. Untuk menegakan aturan tersebut, polisi mengajak masyarakat untuk mematuhi serta menyelesaikan berbagai masalah sosial yang ada di dalam masyarakat. Untuk itu, diperlukan suatu institusi yang dapat bertindak sebagai wasit yang adil salah satunya adalah polisi. Menurut Satjipto Raharjo, “sosok polisi yang ideal di seluruh dunia adalah polisi yang cocok dengan masyarakat”.42

Dari pernyataan prinsip di atas masyarakat mengharapkan adanya polisi yang cocok dengan masyarakatnya, mengharapkan adanya perubahan dari sosok polisi yang antagonis (polisi yang tidak peka terhadap dinamika tersebut dan menjalankan gaya pemolisian yang bertentangan dengan gaya masyarakatnya). Menjadi polisi yang protagonis (terbuka terhadap dinamika perubahan masyarakat dan bersedia untuk mengakomodasinya ke dalam tugas- tugasnya sangat diharapkan oleh masyarakat).

Masa transisi sekarang ini, polri menghadapai berbagai masalah yang kompleks yang apabila penanganannya tidak profesional akan menjadi

42 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2000, Hal.19

Gambar

Tabel 2. Hasil Wawancara Tentang Faktor Penyebab Kecelakaan  No.  Faktor Kecelakaan
Tabel 3. Jumlah Pelanggaran Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tahun 2017
Tabel 4. Jumlah Pelanggaran Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tahun 2018
Tabel 5. Jumlah Pelanggaran Pasal 288 UU No. 22 Tahun 2009 Tahun 2019
+5

Referensi

Dokumen terkait

The conclusions of the study can be summarised as follows: the "locational" aspect alone (no added symbols) of picture designs appears to be unhelpful in direct- ing

[r]

Hasil pengamatan peneliti selama di Fisip Umada, dapat dikatakan bahwa pelayanan yang diberikan kepada mahasiswa dalam rangka proses belajar mengajar sudah sesuai

komunal terpanggil untuk hubungan yang benar dan penuh kasih dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain dan penciptaan. Dalam prosesnya terdapat tiga pertumbuhan pada naradidik; 1)

dalam analisis ini didapatkan dari frekuensi data curah hujan yang tersedia dengan menggunakan metode partial duration seriesi atau pemilihan data curah hujan dengan nilai

Pencairan dana BOS SMA periode Juli – Desember 2015 menggunakan data jumlah siswa tahun ajaran 2015/2016 yang sudah dientri pada aplikasi data pokok pendidikan

Hal inilah yang terjadi pada proses implementasi Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2016 tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Bawah Lima Tahun (KIBBLA),

Sedangkan dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa persepsi atas harga ber- pengaruh nyata negatif terhadap permintaan sayuran segar di Alpha Supermarket Semarang,