ANALISIS YURIDIS FIKTIF POSITIF PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (STUDI KASUS PERKARA PENINJAUAN KEMBALI NOMOR 175/PK/TUN/2016)
Fernanda Mangalik
(Mahasiswa Program S1 Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: [email protected])
Gandes Candra Kirana
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti) (Email: [email protected])
ABSTRAK
Keputusan disebut fiktif karena sikap diam badan atau pejabat TUN yang tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon sedang itu menjadi kewajibannya maka hal itu disamakan dengan keputusan TUN. Munculnya UU Administrasi Pemerintahan membawa perubahan pada hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara karena keputusan fiktif positif yang dikenal dalam UU Administrasi Pemerintahan bertentangan dengan keputusan fiktif negatif yang dikenal dalam UU Peradilan TUN. Permasalahannya adalah bagaimana penerapan fiktif positif yang dikenal dalam UU Administrasi Pemerintahan jika suatu pemohon mengajukan permohonan untuk mendapatkan keputusan tetapi tidak ada respon atau tindakan Pejabat TUN. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian secara normatif, dengan penelitian yang bersifat deskriptif, menggunakan data sekunder, cara pengumpulan data dengan studi kepustakaan, analisis data secara kualitatif, dan penarikan kesimpulan dengan metode deduktif. Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1) Pada permohonan keputusan yang diajukan oleh pemohon kepada Pejabat TUN yang tidak melakukan tindakan atas kewenangannya tersebut, maka pemohon harus mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk memperoleh putusan guna mendapatkan keputusan dari Pejabat TUN, 2) Putusan Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan PERMA Nomor 5 Tahun 2015 karena amarnya yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali sehingga membatalkan putusan Pengadilan TUN yang memerintahkan Pejabat TUN untuk menerbitkan keputusan atas permohonan PT Coalindo Utama yang telah memiliki kelengkapan syarat.
Kata Kunci : Fiktif positif, Peradilan Tata Usaha Negara, Hukum Acara Tata Usaha Negara, Administrasi Pemerintahan.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang
Peradilan Tata Usaha Negara berkedudukan sama dengan badan-badan peradilan lainnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Militer yang berfungsi sebagai salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Negara Republik Indonesia. Hal tersebut diperjelas oleh isi ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyebutkan bahwa Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Adapun struktur peradilan tata usaha negara terdiri dari Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat banding. Puncak dari Kekuasaan Kehakiman di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah Mahkamah Agung.
Sejalan dengan meningkatnya eksistensi peradilan tata usaha negara, dalam prakteknya timbul permasalahan hukum acara peradilan tata usaha negara. Permasalahan hukum yang pelik dan rumit di dalam prakteknya mengenai hal-hal yang terkait dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (kracht van gewijsde). Dalam hal upaya hukum terhadap putusan pengadilan dan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan terjadi karena para pihak yang terlibat dalam perkara yang bersangkutan tidak puas terhadap putusan pengadilan atau tidak mau secara sukarela melaksanakan putusan pengadilan.
Upaya hukum yang tersedia dalam hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara No.5 Tahun 1986 adalah:1
a. Perlawanan putusan dismissal (Pasal 62) b. Pemeriksaan banding (Pasal 122-130) c. Pemeriksaan kasasi (Pasal 131)
1 Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU PTUN 2004, (Jakarta: Ghalia Indonesia Anggota IKAPI, 2005), h. 112.
d. Perlawanan oleh pihak ketiga (Pasal 118) e. Pemeriksaan peninjauan kembali (Pasal 132)
Penelitian ini akan membahas mengenai upaya hukum Peninjauan Kembali yang diajukan atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap kemudian dimohonkan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung. Menurut ketentuan yang tercantum dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) Juncto PERMA No. 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara untuk Memperoleh Putusan atas Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan, bahwa upaya hukum dalam Administrasi Pemerintahan terkait Permohonan Fiktif Positif bersifat final dan mengikat. Berdasarkan ketentuan yang menjadi objek sengketa permohonan perluasan kompetensi absolut Peradilan Tata Usaha Negara, diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
Terkait pada putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 175 PK/TUN/2016 yang mana menerima permohonan Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai Sengketa Tata Usaha Negara Perizinan terkait Fiktif Positif yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara Tata Usaha Negara antara Kepala Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai Pemohon Peninjuan Kembali melawan PT Coalindo Utama sebagai Termohon Peninjauan Kembali dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Barito Timur sebagai Turut Termohon.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji mengenai apa yang menjadi dasar Mahkamah Agung terkait Fiktif Positif yang diajukan Peninjauan Kembali atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan tetap. Selain itu, alasan dalam memilih topik ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan keputusan Fiktif Positif dalam hukum acara pengadilan tata usaha negara. Adapun pembahasan mengenai materi ini akan penulis paparkan melalui karya tulis skripsi dengan judul
“Analisis Yuridis Fiktif Positif Pada Peradilan Tata Usaha Negara Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Studi Kasus Perkara Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016).”
2. Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diuraikan beberapa pokok permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana penerapan Fiktif Positif dalam Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan terkait dengan permohonan putusan TUN berupa legalisasi dan rekomendasi clear and clean atas izin usaha pertambangan PT. Coalindo Utama?
b. Apakah Putusan Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016 yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Kepala Kantor Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan PERMA RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Untuk Memperoleh Putusan Penerimaan Permohonan Guna Mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan?
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yang mana penelitian hukum ini hanya berdasarkan pada bahan pustaka. Penelitian ini bersifat deskriptif, artinya penelitian yang berusaha menggambarkan secara lengkap aspek-aspek hukum dari suatu keadaan.2 Dalam skripsi ini penulis menggambarkan terkait penerapan Fiktif Positif didalam Peradila Tata Usaha Negara. Dalam penulisan karya tulis skripsi ini, Penulis menggunakan data sekunder mencakup dokumen-dokumen. Data sekunder ini yang kemudian dibagi lagi berdasarkan kekuatan mengikatnya menjadi:
2 Ibid., h. 49
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat (untuk indonesia)3, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tema penelitian.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.4 Dalam penulisan ini berupa buku-buku yang terkait dengan Peradilan Tata Usaha Negara.
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.5 yang diperoleh dari internet terkait mengenai objek penelitian seperti hukumonline dan seterusnya.
Penelitian dalam penulisan karya tulis skripsi ini dilakukan dengan studi kepustakaan (studi dokumen), yakni studi terhadap isi dari data yang sudah dikumpulkan.6 Dalam hal ini, Penulis memperoleh data dari beberapa peraturan perundang-undangan dan buku atau literatur terkait dengan tema karya tulis skripsi ini. Penulis akan melakukan analisis data secara kualitatif yaitu dengan menganalisis sekunder secara mendalam dan disusun secara sistematis agar memberikan gambaran jelas kepada pembaca. Cara Penulis dalam melakukan penarikan kesimpulan adalah dengan metode deduktif, yaitu metode penarikan kesimpulan berdasarkan analisis terhadap masalah yang bersifat umum dan menguraikannya menjadi suatu yang bermanfaat bagi penyelesaian masalah hukum yang bersifat khusus dalam penerapan di masyarakat. Dalam hal ini, Penulis menguraikan mengenai penerapan Fiktif Positif dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sehingga kedepannya dapat dijadikan rujukan bagi permasalahan pelaksanaan dan penerapan keputusan Fiktif Positif.
3 Ibid., h. 52
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Ibid., h. 21.
C. Pengolahan Dan Analisis Data
1. Analisis Mengenai Penerapan Fiktif Positif Dalam Pasal 53 Undang- Undang Administrasi Pemerintahan Terkait Dengan Permohonan Penerbitan Putusan TUN Berupa legalisasi dan Rekomedasi Clear And Clean Atas Izin Usaha Pertambangan PT. Coalindo Utama
Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan sebagai keputusan fiktif positif yang mana legal issue pada Pasal 53 Undang- Undang Administrasi Pemerintahan yaitu seorang Pejabat Tata Usaha Negara wajib menetapkan keputusan atau melakukan tindakan sesuai dengan hukum perundang-undangan dan apabila tidak menetapkan atau membuat keputusan atau tindakan (fiktif) maka permohonan terhadap keharusan membuat keputusan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum (positif) sehingga fokus pengujian Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan adalah terkait sikap diamnya pejabat pemerintah yang berujung dengan dikabulkannya permohonan oleh pemohon.7
Berlakunya keputusan fiktif positif dalam hukum administrasi Indonesia, maka dengan sendirinya keputusan Fiktif Positif menjadi antithesis dari keputusan fiktif negatif yang sebelumnya telah dikenal dalam Pasal 3 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Administrasi Pemerintahan dan dikaitkan dengan status Pasal Menyikapi kontroversi tersebut, Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertinggi dan secara konstitusional selaku penjaga penerapan kesatuan hukum pada pengadilan di bawahnya mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam Surat Edaran No.
1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksana Tugas Bagi Pengadilan. Berdasarkan aturan yang dikeluarkan tersebut memberi penegasan bahwa dengan berlakunya keputusan fiktif positif dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, maka keputusan fiktif negatif yang dikenal dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara sudah
7 Irvan Muwardi, Op. Cit., h. 90
seharusnya tidak berlaku lagi. Pemberlakuan fiktif positif yang berlaku dengan dikeluarkannya SEMA dalam bentuk surat edaran pimpinan Mahkamah Agung ke seluruh jajaran peradilan sebagai bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan yang sifatnya administrasi.
Terkait dengan tidak atau belum ditindaklanjutinya permohonan PT.
Coalindo Utama terkait legalisasi dan penerbitan rekomendasi clear and clean yang diajukan kepada dinas terkait merupakan tugas dan wewenangnya, maka atas permohonan tersebut yang diajukan pada tanggal 21 April 2016 dikaitkan dengan diterimanya permohonan oleh Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 22 April 2016 dan Dinas Pertambangan Kabupaten Barito Timur pada tanggal 21 April 2016 sampai lewat jangka waktunya dalam kurun 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima tidak melakukan keputusan maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum. Berdasarkan Pasal 53 diatas, sikap diam dari dinas tersebut dianggap menerima atau mengabulkan permohonan PT Coalindo Utama secara hukum, dan harus diajukan permohonan kepada Pengadilan agar memperoleh putusan penerimaan permohonan terkait legalisasi dan rekomendasi clear and clean. PT Coalindo Utama yang telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya dan Pengadilan telah memutus pada tanggal 7 Juni 2016 atau sebelum lewat 21 hari kerja. Atas putusan tersebut mewajibkan Dinas terkait dalam menetapkan keputusan untuk melaksankan putusan Pengadilan terkait legalisasi dan rekomendasi clear and clean paling lama 5 hari kerja sejak putusan ditetapkan agar selanjutnya Direktur Jendral yang mempunyai tugas menyelenggarakan kebijakan di bidang pembinaan , pengendalian dan pengawasan kegiatan Mineral dan Batubara dapat menerbitkan sertifikat clear and clean.
2. Analisis Mengenai Putusan Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016
Pada upaya hukum dalam Administrasi Pemerintahan terkait keputusan Fiktif Positif bersifat final dan mengikat. Hal ini diatur dalam Pasal 16
Peraturan Mahkamah Agung No. 5/2015 yang menentukan bahwa putusan pengadilan atas penerimaan permohonan untuk mendapatkan keputusan dan/atau tindakan badan atau pejabat pemerintahan bersifat final dan mengikat. Ketentuan ini merupakan dasar bahwa putusan pengadilan Tata Usaha Negara tingkat pertama terkait fiktif positif tidak dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.
Empat indikator ini juga diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung No.
5/2015 Pasal 14 huruf d yang berbunyi:
“Pendapat Majelis terhadap pokok permsalahan mengenai kewenangan Badan atau Pejabat Pemeritahan, prosedur dan/atau substansi penerbitan keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau asas-asas umum pemerintahan yang baik”8
Indikator materi pengujian terhadap permohonan untuk memperoleh putusan dalam hal permohonan legalisasi dan rekomendasi clean and clear maka kewenangan terhdap Pejabat yang semestinya menerbitkan hal yang dimohonkan adalah Dinas Pertambangan Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan mengenai prosedurnya yang sudah sesuai dengan Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan terkait sikap diam Pejabat Tata usaha Negara yang yang tidak mengeluarkan keputusan atas permohonan yang dimohonkan kepadanya sampai pada batas waktu 10 hari sehingga secara hukum telah dikabulkan dan pemohon PT Coalindo Utama telah melakukan permohonan ke Pengadilan Palangka Raya untuk mendapatkan keputusan dan/atau Tindakan terkait hal yang dimohonkan yang dalam hal ini substansinya adalah permohonan legalisasi dan rekomendasi clean and clear. Dan mengenai asas umum pemerintahan yang baik diatur pada Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, bahwa asas umum pemerintahan yang baik adalah prinsip
8 Peraturan Mahkamah Agung No. 5/2015 Pasal 14 huruf d
yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.9 yang mana salah satu asasnya adalah asas pelayanan yang baik. Pejabat Tata Usaha Negara dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik sehingga atas tindakan Dinas terkait yang tidak mengeluarkan keputusan atas permohonan yang diajukan kepadanya padahal merupakan kewenangannya, maka sebenarnya Dinas trekait telah merugikan PT Coalindo Utama karena tidak memberikan pelayanan yang baik.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis tersebut, maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
a. Merujuk pada Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan, permohonan keputusan yang diajukan oleh pemohon kepada Dinas terkait yang tidak menetapkan keputusan atau melakukan tindakan atas kewenangannya tersebut, maka permohonan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum dan pemohon telah mengajukan permohonan ke Pengadilan untuk memperoleh putusan guna mendapatkan keputusan dari Dinas tersebut.
b. Putusan Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016 bertentangan dengan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan PERMA Nomor 5 Tahun 2015 karena amarnya yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali sehingga membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yangmana permohonan PT CU telah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam pasal 53 UU AP dan PERMA Nomor 5/2015
2. Saran
9 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Op. Cit., Pasal 1 angka 17
Setelah memberikan kesimpulan, adapun saran yang dapat penulis sampaikan yaitu:
a. Hadirnya SEMA No. 1 Tahun 2017 belum memperkuat pelaksanaan fiktif positif yang terkandung pada Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan karena bentuknya hanya sebagai instrumen administratif yang bersifat umum, sehingga perlu dibentuk peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus untuk memperkuat fiktif positif pada Pasal 53 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan.
b. Majelis Peninjauan Kembali hendaknya lebih cermat dalam memberikan pertimbangan hukum agar putusan yang diberikan didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan yang berdasar dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang ada.
DAFTAR REFERENSI BUKU
Enrico Simanjuntak, Perdebatan Hukum Administrasi, Jakarta: Penerbit Gramata Publishing, 2018.
Irvan Mawardi, Paradigma Baru PTUN Respon Peradilan Administrasi Terhadap Demokratisasi, Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, 2016.
Soerjono,Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986; Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Juncto Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan
Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksana Tugas Bagi Pengadilan
Peninjauan Kembali Nomor 175 PK/TUN/2016